Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

22
!"# $!% ! &! ’ () * +,& & +&& - &./! . &. 0%. ! #!# 1! &.! !%! ! 2((3

description

tesis administrasi publik

Transcript of Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

Page 1: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

KELEMBAGAAN DAN TATA-PEMERINTAHAN KECAMATAN: Review Implementasi dan Rekomendasi

Project Working Paper Series No. 05

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Penulis:Suharno

KKeerrjjaassaammaaPPuussaatt SSttuuddii PPeemmbbaanngguunnaann PPeerrttaanniiaann ddaann PPeeddeessaaaann

LLeemmbbaaggaa PPeenneelliittiiaann ddaann PPeemmbbeerrddaayyaaaann MMaassyyaarraakkaattIInnssttiittuutt PPeerrttaanniiaann BBooggoorr

ddeennggaannDDeemmooccrraattiicc RReeffoorrmm SSuuppppoorrtt PPrrooggrraamm

UUnniitteedd SSttaatteess AAggeennccyy ffoorr IInntteerrnnaattiioonnaall DDeevveellooppmmeenntt

22000088

Page 2: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

2

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

1.1.1.1. PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

1.1.1.1.1.1.1.1. Latar Belakang Latar Belakang Latar Belakang Latar Belakang

Perubahan politik cukup mencolok telah terjadi di Indonesia pasca turunnya Suharto dari kursi kepresidenan di tahun 1998. Perubahan politik ini kemudian mendapat label reformasi, untuk menandai bahwa perubahan mendasar yang akan terjadi tidak serta merta disertai penghancuran membabi buta terhadap simbol simbol “kekuasaan lama”. Tuntutan demokratisasi dan partisipasi rakyat yang lebih besar, diwujudkan pada perubahan sistem yang cukup mendasar, di sebagaian besar domain publik. Beberapa indikator perubahan mendasar, sebagai buah reformasi ini antara lain bisa ditunjukkan oleh hal hal berikut:1. Diterimanya aspirasi amandemen terhadap UUD Dasar 1945, sebagai Konstitusi Negara

Republik Indonesia, hal yang pada masa pemerintahan Suharto sebagai presiden “ditabukan”. 2. Sebagai bagian dari sistem politik, Indonesia kemudian mengadopsi kembali sistem multi

partai untuk mewadahi aneka aspirasi politik secara lebih essential dan genuine.3. Didirikannya institusi-institusi baru sebagai penjabaran semangat pemencaran kekuasaan.

Oleh Profesor Sadu Wasistiono (Wasistiono, 2008) hal ini mencerminkan adanya perubahan paradigma dari DISTRIBUTION OF POWER yang berlaku sebelumnya ke paham SEPARATION OF POWER (Wasistiono, 2008). Paradigma ini melembaga dalam bentuk terpencarnya secara horizontal pusat pusat keuasaan dalam tata pemerintahan Indonesia, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), untuk penghakiman sengketa kelembagaan Negara; Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasan para hakim, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mencegah monopoli dan pratik usaha tak sehat lain dalam ekonomi, Komisi Pemilihan Umum (KPU), bagi pelaksanaan pemilihan umum yang independent, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani secara khusus pemberantasan korupsi, pemberdayaan dan kemandirian peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta kehidupan pers yang lebih terbuka dan bebas, dan indikator lainnya.

4. Perubahan lain yang tampak menonjol adalah diterimanya sistem desentralisasi pemerintahan dan penerapan otonomi luas kepada pemerintah daerah, atau yang kemudian disebut era otonomi daerah. Undang undang tentang Pemerintahan daerah yang hampir 20 tahun diterapkan, diganti dengan undang undang no. 22 tahun 1999 dan kemudian direvisi menjadi Undang undang no. 32 tahun 2004. Dari reformasi di bidang penyelenggaraan pemerintahan ini, salah satu issue yang hingga kini masih mengundang perdebatan dan masih perlu dicari jawabnya adalah dampak terhadap peran dan fungsi kecamatan dalam tatanan sistem pemerintahan dan otonomi yang baru ini.

Salah satu issue kritikal yang terkait dengan penerapan otonomi daerah adalah issue kecamatan sebagai salah satu organisasi publik yang tadinya berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan. Issue ini perlu dicermati dan ditelaah. Telaah dimaksud perlu dilakukan selain didasarkan pada teori kepemerintahan yang valid, perlu didukung oleh data terbaru tentang pelaksanaan otonomi daerah yang selama ini berjalan. Berdasarkan pertimbangan di atas, tim Studi Pusat Studi Pertanian dan Perdesaan IPB dalam kerangka Studi Kelembagaan Kecamatan melakukan studi thematik. Salah satu thema dimaksud adalah inovasi atau tepatnya kapasitas inovasi kecamatam di bawah berlakunya Undang undang Pemerintahan Daerah no. 32 tahun 2004. Pertanyaan mendasar adalah apakah undang undang yang baru ini memberikan ruang yang memdai bagi terjadinya inovasi. Tulisan ini menyajikan hasil studi dan telaah innovasi oleh kecamatan sebagai unit tata pemerintahan yang kini ada di Indonesia.

Page 3: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

3

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Innovasi, sebagai jargon yang masif berkembang dalam literatur bisnis dan sektor privat pada umumnya, diyakini juga menjadi kebutuhan penting pada sektor publik. Pada para ahli ilmu sosial dan organisasi publik berkembang “wisdom” yang mengatakan bahwa inovasi sektor publik akan berkorelasi positif dengan perbaikan layanan publik. Artinya, perbaikan layanan publik yang baik akan bertumpu pada tejadinya inovasi, dan sebaliknya, innovasi akan mendorong perbaikan layanan publik. “Wisdom” ini melengkapi “wisdom” lain yang berkembang, bahwa desentralisasi menjadi ruang yang kondusif bagi terjadinya innovasi.

Sehubungan dengan itu, dalam kerangka besar Studi Kekelembagaan Kecamatan dalam rangka Reposisi peran Kecamatan di era Otonomi Daerah, dipandang perlu akan adanya telaah khusus tentang inovasi di sector publik, khususnya inovasi pada atau oleh kecamatan yang terpilih menjadi satuan kajian. Kegiatan ini dilakukan dengan membuat pengamatan dan mencatat tingkat inovasi kecamatan dan pengaruhnya terhadap peningkatan layanan publik. Hal ini dipandang penting untuk dilakukan dalam rangka mendapatkan penegasan tentang hubungan antara inovasi dan desentralisasi, juga untuk mencatat aspek positif dari jalannya desentralisasi untuk kepentingan pembelajaran. Oleh karena itu thema inovasi menjadi salah satu topik kajian penting dalam studi ini.

Studi inovasi kecamatan dalam konteks reformasi kepemerintahan didorong juga oleh kepentingan agar dalam penataan ulang tata pemerintahan daerah di Indonesia, posisi camat dan kecamatan bisa didefinisikan secara lebih tepat dilihat dari keseluruhan konteks kepentingannya, termasuk kepentingan untuk memberi ruang kepada camat dan aparat kecamatan untuk melakukan inovasi.

1.2.1.2.1.2.1.2. TujuanTujuanTujuanTujuan

Sehubungan dengan uraian di atas, tujuan studi ini adalah sebagai berikut:1. Melihat tingkat inovasi, kapasitas inovasi kecamatan dan mengindentifikasi karakter innovasi

yang diperagakan oleh kecamatan di daerah studi,2. Mengidentifikasi apa yang menjadi katalisator terjadinya inovasi.3. Mengidentifikasi proses pengembangan inovasi dan apa yang menjadi penghambat terjadinya

innovasi dalam layanan publik, dan4. Menganalisis pra kondisi bagi terjadinya inovasi dalam pemerintahan tingkat kecamatan.

Page 4: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

4

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

2.2.2.2. METODOLOGMETODOLOGMETODOLOGMETODOLOGIIII

Studi ini bertumpu pada hasil analisis data empirik dan telaah literatur. Data empirik berupa dokumen dokumen legal yang relevan, persepsi dan opini para pelaku, pemangku kepentingan serta expertise expertise expertise expertise judgementjudgementjudgementjudgement para pakar bidang kepemerintahan, dijadikan bahan telaah atau dikonfrontasikan dengan rumusan teoretik yang dibangun dari landasan teoretik tentang inovasi sektor publik. Telaah literatur dilakukan khususnya untuk membangun batasan dan ruang lingkup inovasi di sektor publik. Setelah batasan tentang ruang lingkup inovasi sektor publik ini ditemukan dari telaah literatur, kemudian dibangun kerangka analisis yang untuk selanjutnya digunakan untuk mendapatkan jawabab atas pertanyaan penelitian sebagaimana telah dirumuskan pada tujuan studi ini.

Untuk sampai pada simpulan akhir, penulis menyusun kerangka analisis yang dibangun dari teori inovasi, khususnya inovasi untuk pelayanan publik. Berdasarkan kerangka pemikiran ini, data yang terkumpul dirumuskan sebagai hasil kajian pada tahap pertama akan diuji oleh pakar, pemerhati dan pelaku melalui beberapa forum workshop. Baru setelah melampaui tahapan uji ini, simpulan yang sudah diujikan kemudian secara definitif disampaikan sebagai bahan masukan (policy input), khususnya untuk revisi Undang undang Pemerintahan Daerah, terkait dengan kedudukan kecamatan.

2.1.2.1.2.1.2.1. JJJJenis dan Sumber Dataenis dan Sumber Dataenis dan Sumber Dataenis dan Sumber Data

Menurut sumbernya, kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Yang termasuk data sekunder adalah:

1. Dokumen legal tentang Otonomi Daerah dan Kecamatan (Undang-undang, Keputusan Pemerintah, Keputusan Menter, Petunjuk Teknik, Perda, Keputusan Bupati)

2. Laporan Kabupaten dan Kecamatan dalam angka.

Yang termasuk data primer dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Catatan Diskusi Kelompok Terfokus (Focused Group Discussion)2. Pendapat ahli (expertise Judgement)3. Persepsi masyarakat, pejabat di bidang Kepemerintahan.

2.2.2.2.2.2.2.2. Teknik Pengumpulan DataTeknik Pengumpulan DataTeknik Pengumpulan DataTeknik Pengumpulan Data

Data untuk kajian ini ini dikumpulkan melalui survey, wawancara, focused grouped discussionfocused grouped discussionfocused grouped discussionfocused grouped discussion (FGD) dan workshopworkshopworkshopworkshop dengan para pelaku, pemangku kepentingan dan para pakar atau pemerhati bidang kepemerintahan. Survey dijalankan dengan menyediakan daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden yang penunjukkannya mengikuti kaidah purposive sampling, yaitu penunjukkan responden berdasarkan kriteria, bahwa yang bersangkutan memiliki pengalaman berhubungan dengan lembaga kecamatan. Dengan begitu responden yang terpilih diharapkan memiliki persepsi (diantaranya tentang inovasi) dan ekspektasi tentang layanan kecamatan. Responden, yang termasuk di dalam kategori ini pada dasarnya adalah semua anggota masyarakat. Tapi untuk kepentingan survey, ditambah criteria bahwa yang bersangkutan bersedia diwawancarai atau mengisi kuestioner. Selain anggota masyarakat dari berbagai kalangan dan golongan, beberapa pegawai dinas sektoral terkait dengan kecamatan dan beberapa kepala dinas sektoral juga menjadi responden dalam penelitian ini.

Data yang bersifat persepsi juga didapat melalui wawancara yang dilakukan terhadap pejabat di tingkat kabupaten (Bupati, wakil Bupati, Sekretaris daerah, Asisten Sekda bidang Pemerintahan,

Page 5: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

5

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

para camat dan kepala dinas atau cabang dinas sekotoral, para wakil organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat, wakil adat, dan beberapa wakil masyarakat. Wawancara dengan para pakar terutama didapatkan melalui methode expert meeting, dimana peneliti dengan panduan pertanyaan mengajukan pertanyaan dan minta tanggapan terkait dengan issue kelembagaan kecamatan.

2.3.2.3.2.3.2.3. Teknik Pengolahan Teknik Pengolahan Teknik Pengolahan Teknik Pengolahan Data dan Pengambilan KesimpulanData dan Pengambilan KesimpulanData dan Pengambilan KesimpulanData dan Pengambilan Kesimpulan

Karena issue dan data dalam kajian ini bersifat kualitatif, pengolahan dan pengkajian data dalam penelitian ini lebih mengandalkan pada expertise judgementexpertise judgementexpertise judgementexpertise judgement berdasarkan kerangka pemikiran yang dibangun. Dengan teknik pengolahan ini, data data yang diperoleh diklasifikasi dan ditampilkan dalam paparan tabelaris. Setelah itu dilakukan interpretasi atas data, dengan mengkonfrontasikannya dengan kaidah teoretik yang dibangun di dalam kerangka pemikiran. Kesimpulan kemudian diambil setelah tahap interpretasi ini.

3.3.3.3. LANDASAN TEORETIKLANDASAN TEORETIKLANDASAN TEORETIKLANDASAN TEORETIK

3.1.3.1.3.1.3.1. Definisi InnovasiDefinisi InnovasiDefinisi InnovasiDefinisi Innovasi

Page 6: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

6

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Secara umum ada banyak definisi tentang inovasi. Dalam definisi umum ini, inovasi digambarkan sebagai kata benda dan kata kerja. Wikipidia (online dictionary) telah menghimpun definisi klasik yang diberikan oleh berbagai sumber, sebagai berikut.

1. inovasi adalah tindakah memperkenalkan sesuatu yang baru, atau sesuatu yang baru diperkenalkan (The American Heritage Dictionary)

2. Perkenalan akan sesuatu yang baru (Merriam-Webster Online) 3. ide baru, tentang methoda atau alat (Merriam-Webster Online) 4. eksploitasi yang berhasil akan sebuah ide (Department of Trade and Industry, UK). 5. Perubahan yang menciptakan dimensi baru dalam keragaannya (Peter Drucker di dalam

Hesselbein, 2002) 6. Proses membuat perbaikan dengan cara memperkenalkan sesuatu yang baru.

Lebih lanjut, Wikipidia menjelaskan bahwa di dalam ilmu ekonomi, bisnis, atau kebijakan pemerintah,- sesuatu yang baru – harus berbeda secara substansial, jadi bukan perubahan yang tidak signifikan. Di dalam ilmu ekonomi perubahan harus meningkatkan nilai, nilai pelanggan, atau nilai produsen. Innovasi dimaksudkan untuk membuat sesuatu lebih baik, dan lahirnya inovasi secara terus menerus akan menciptakan pertumbuhan perekonomian.

Dalam literatur bisnis inovasi dirumuskan sebagai setiap ide, praktik, atau benda benda material hasil kecerdasan manusian yang dirasakan baru oleh unit yang relevan mengadopsinya (Slappendel, 1996). Masih dalam persketif bisnis, sebuah produk innovatif adalah sesuatu yang memberikan loncatan besar di dalam ratio biaya manfaat dari suatu upaya. Cara lain untuk mengatakan hal itu adalah bahwa inovasi membuat biaya operasi menjadi lebih rendah atau manfaat yang dihasilkan oleh suatu kegiatan meningkat pesat dengan biaya yang sama disbanding sebelum ada inovasi. Sebuah inovasi yang sukses bisa meningkatkan ratio manfaat–biaya pada tingkat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Biaya bisa mewujud dalam bentuk uang yang harus dikeluarkan, kesulitan, tingkat ketrampilan yang diperlukan, rasa sakit secara fisik, bahaya atau resiko, ketidaknyamanan, rasa malu yang harus ditanggung, kebosanan, polusi, dsb. Sementara manfaat yang didatangkan bisa berupa efektivitas, keamanan, kecepatan, kesukaan dan rasa senang dari layanan yang diterima, kesehatan, kedamaian, dan sebagainya Sudah barang tentu, biaya yang makin kecil bisa dirasakan sebagai manfaat yang didatangkan oleh inovasi. Misalnya kalau pengurusan tertentu hanya membutuhkan waktu singkat itu berarti rasa tidak nyaman yang timbul oleh untuk menunggu menjadi berkurang, karena waktu yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit

Secara khusus inovasi di dalam lembaga publik bisa didefinisikan sebagai penerapan (upaya membawa) ide ide baru dalam implementasi, dicirikan oleh adanya perubahan langkah yang cukup besar, berlangsung cukup lama dan berskala cukup umum sehingga dalam proses implementasinya berdampak cukup besar terhadap perubahan organisasi dan tata hubungan organisasi. Inovasi dalam layanan publik mempunyai ciri khas, yaitu sifatnya yang intangiblekarena inovasi layanan dan organisasi tidak semata berbasis pada produk yang tidak dapat dilihat melainkan pada perubahan dalam hubungan hubungan pelakunya, yaitu antara service provider dan service receiver (users), atau hubungan antar berbagai bagian di dalam organisasi atau mitra sebuah organisasi (Hartley, 2005).

Inovasi bisa berbeda dalam skala: ada yang menyebabkan perubahan besar dan radikal, tetapi adayang berjalan gradual atau incremental, yaitu melalui perubahan kecil. Sifat perubahan ada yang radikal, yaitu terjadi dengan perubahan mendasar dalam pengaturan layanan dan organisasi, dan ada yang sistemik (berdampak melalui perubahan di dalam dan antar organisasi diikuti oleh

Page 7: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

7

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

perubahan hubungan antara berbagai unsur masyarakat dan warga negara. The Centre for Public Service Innovation (CPSI) Afrika Selatan membuat batasan tentang inovasi sebagai: sebuah kreativitas dalam pelayanan yang penerapannya secara kontekstual relevan (applied creativity that is contextually relevant). Adalah relevan menggunakan Afrika Selatan sebagai rujukan dalam kajian ini, mengingat negara ini memiliki perkembangan politik yang lebih kurang mewakili keadaan diIndonesia, khsususnya sebagai negara berkembang yang pernah mengalami perubahan sistem pemerintahan radikal dengan atmosphere lebih kurang secara damai. Melihat kenyataan bahwa atmosphere dimaksud ternyata juga mampu menghadirkan berbagai kemajuan, maka adalah ideal untuk memandang Afrika Selatan sebagai model perubahan politik internal yang ideal.

Ditinjau secara lebih khusus, pengertian inovasi di dalam pelayanan publik bisa diartikan sebagai prestasi dalam meraih, meningkatkan, dan memperbaiki efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pelayanan publik yang dihasilkan oleh inisiatif pendekatan, methodologi, dan atau alat baru dalam pelayanan masyarakat. Dengan pengertian ini, inovasi pelayanan publik tidak harus diartikan sebagai upaya menyimpang dari prosedur melainkan, sebagai upaya dalam mengisi menafsirkan dan menyesuaikan aturan mengikuti keadaan setempat. Contoh konkrit bisa diberikan dalampenyusunan organisasi kantor kecamatan. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, No. 158 Tahun 2004, tentang Pedoman Organisasi Kecamatan, organisasi kecamatan standar terdiri dari Camat yang dibantu oleh sekretaris camat, dan kelompok jabatan fungsional yang bisa beragam, dibantu oleh 5 kepala seksi, yaitu kepala seksi bidang pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kemasyarakatan, dan ketertiban dan keamanan. Struktur ini di beberapa kecamatan, mengingat situas anggaran, jumlah penduduk, luasan lingkungan (wilayah) kerja dan alasan lain, bisa dipersempit dengan cara menjadikan pembantu camat hanya terdiri tiga kepala seksi. Dimana dua urusan orang kepala seksi perlu menangani urusan lain, atau rangkap tanggung jawab dengan pengaturan insentif yang khusus. Penciutan organisasi ini di satu sisi bisa menghemat biaya tetap operasional, tetapi tetap menjamin adanya layanan kepada masyarakat.Tindakan semacam ini oleh Kecamatan bisa dipandang sebagai inovasi mengingat dampak efektivitas yang ditimbulkannya.

Proses kelahiran suatu inovasi, bisa didorong oleh bermacam situasi. Secara umum innovasi dalam layanan publik ini bisa lahir dalam bentuk inisatif seperti:• Kemitraan dalam penyampaian layanan publik, baik antara pemerintah dan pemerintah,

sektor swasta dengan pemerintah, CBO-NGO dengan pemerintah • Penggunaan teknologi informasi untuk komunikasi dalam pelayanan publik • Pengadaan-atau pembentukan lembaga layanan yang secara jelas meningkatkan efektifitas

layanan (kesehatan, pendidikan, hukum atau keamanan masyarakat) • Peningkatan pengayaan peran atas sistem internal pemerintahan yang sebelumnya sudah ada

di dalam masyarakat

3.2.3.2.3.2.3.2. Pengukuran dan Pengukuran dan Pengukuran dan Pengukuran dan KriteriaKriteriaKriteriaKriteria InovasiInovasiInovasiInovasi

Ukuran keberhasilan inovasi di dalam bisnis bisa dinyatakan dalam bentuk nilai finansial, prosess, kepuasan pekerja dan pelanggan atau dinyatakan dalam bentuk peningkaan pendapatan, penghematan waktu pemasaran, kepuasan dan persepsi pelanggan atau pekerja. Kemampuan organisasional bisa dievaluasi misalnya dengan alat yang diterapkan oleh negara negara eropa, yaitu model EFQM (European foundation for quality management).

Dalam kaitannya dengan pengukuran dan kriteria inovasi negara negara yang tergabung sebagai OECD menghasilkan Oslo Manual yang memberi panduan untuk mengukur inovasi, dimana didalamnya dinyatakan bahwa inovasi digolongkan dalam bentuk produk tangible maupun inovasi

Page 8: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

8

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

proses. Dalam edisi 2005, Oslo Manual telah mengadopsi perspektif yang lebih luas dengan memasukkan pemasaran dan organisasi sebagai bentuk inovasi selain, yang berupa produk tangibledan proses. Untuk negara negara berkembang, manual yang mirip dengan OSLO Manual tetapi yang sudah disesuaikan dengan keadaan negara berkembang, dikenal sebagai Bogota Manual.Kedua manual memberikan rincian dari definisi, ruang lingkup sektoral, kriteria, ukuran dan kendala dalam menilai inovasi.

Sebuah penerapan ide atau cara baru, bisa mendapat pengakuanm sebagai sebuah inovasi apabila1. kreativitas yang diterapkan telah dengan jelas menunjukkan peningkatan dalam kualitas

layanan yang diterima oleh kelompok-kelompok penerima, kelompok sasaran; dan bisa meningkatkan derajad kepuasan kelompok sasaran penerima layanan.

2. telah menunjukkan dampak signifikan baik dalam organisasi pencetusnya, pada sektor yang bersangkutan, dan pada masyarakat umum yang menggunakannya

3. mempunyai dampak signifikan kepada negara dan bangsa.4. memenuhi aspek keberlanjutan, dimana penerapannya mendatangkan peningkatan efisiensi

dalam jangka panjang karena semakin menurunnya nilai biaya secara relatif per satu satuan pekerjaan. Keberlanjutan di sini sehrusnya menyangkut kemampuan keberlanjutan dari pendekatan, metoda, atau alat yang dianggap inovatif. Dengan begitu inovasi sekaligus menunjukkan kemampuan bertahan dan berjaya di masa yang akan datang (baik secara ekonomi maupun aspek lain yang relevan ). Dampak lingkungan sosial ekonomi dari inovasi ini harus sedemikian rupa sehingga keberlanjutan global ditingkatkan dan mendapat dukungan

3.3.3.3.3.3.3.3. Dimensi InovaDimensi InovaDimensi InovaDimensi Inovasisisisi

Inovasi bisa terjadi dalam banyak dimensi. Dalam layanan publik inovasi bisa mencakup beberapa dimensi di bawah ini:

1. inovasi dalam produk (misalnya adanya instrumentasi baru di dalam rumah sakit atau puskesmas)

2. inovasi dalam jasa, lahirnya cara cara baru penyediaan layanan kepada masyarakat. Misalnya one stop service di tingkat kecamatan, menjadi inovasi baru yang memungkinkan terjadinya perubahan hubungan dan segala konsekuensi yang ditimbulkannya antara pemerintah dan masyarakat pemakai.

3. inovasi proses: cara cara baru dimana proses organisasional dirancang, misalnya reorganisasi administrasi yang menyebabkan timbulnya proses di depan dan di belakang.

4. inovasi posisi (misalnya layanan khusus berbasis kohort atau kelompok tertentu, misalnya kelompok anak muda)

5. inovasi strategik (inovasi yang terkait dengan tujuan baru organisasi)6. inovasi governans (inovasi dalam bentuk cara atau institusi baru bagi keterlibatan masyarakat

baru di dalam suatu negara (misalnya forum kewilayahan antar desa, satuan pemerintahanbaru).

7. inovasi rethorika (lahirnya bahasa dan konsep baru dalam masyarakat, misalnya pajak kemacetan lalu lintas, pajak atau perdagangan carbon).

Dalam konteks kajian kecamatan, terbuka peluang bagi adanya inovasi dalam berbagai dimensi dan bentuk.

Bila diterapkan ke sektor layanan publik, ada tiga inovasi yang perlu dilakukan dalam organisasi pemerintah (Fadel Muhamad, 2006) daerah yaitu: (1) inovasi dalam struktur organisasi agar mampu menghasilkan output yang memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat; inovasi

Page 9: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

9

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

untuk untuk mengurangi pengaruh red tape (hambatan birokrasi); dan (3) inovasi dalam pembuatan keputusan.

3.4.3.4.3.4.3.4. Katalisator Innovasi Layanan PublikKatalisator Innovasi Layanan PublikKatalisator Innovasi Layanan PublikKatalisator Innovasi Layanan Publik

Sebagaimana dikemukan di bagian terdahulu, innovasi lazim dijumpai di sektor swasta dimana persaingan pasar menjadi pemicunya. Pada sektor swasta innovasi tidak bersifat acak, melainkan merupakan hasil dari sebuah perancangan dan distimuli terjadinya. Perancangan dan stimulasi terjadinya innovasi di dorong agar pelaku usaha mampu menciptakan dan meningkatkan daya saing. Kuatnya tuntutan persaingan menjadi pemicu utama terjadinya innovasi. Oleh karena itu innovasi pada sektor swasta bersifat market driven. Porter (2003 ) yang mengembangkan konsep dayasaing mula mula pada tingkat individual perusahaan, juga menganjurkan upaya penciptaan daya saing. kawasan, dimana inovasi ditempatkan sebagai unsur penting dalam upaya itu. Dalam hal ini inovasi dianjurkan agar perusahaan mendapatkan Competitive Advantage (keunggulan komparatif), yaitu posisi unggul di dalam persaingan dibanding pelaku usaha lain. Gagasan Porter tentang penentu keunggulan suatu bangsa itu dipengaruhi oleh keunggulan atau daya saing.

Menurut Porter perusahaan individual perlu memperhatikan empat faktor yang saling kait mengkait dalam membentuk keunggulan komparatif yaitu: factor conditions (Kondisi faktor produksi); Firms strategy (strategi perusahaan), Structure and Rivalry (struktur pasar dan kondisi rivalitas industri), Related and Supporting Industries (keberadaan dan kondisi industri pendukung) dan Demand Conditions (tingkat dan cirri permintaan pasar). Selanjutnya dikatakan bahwa adanya gugus persaingan domestik (cluster of domestics rivals) antar pelaku kegiatan ekonomi yang sama akan mendorong factor creation, yang akan melahirkan innovasi.

Pada sektor swasta tuntutan untuk menciptakan pembaruan mendorong lahirnya inovasi. Pembaruan berimplikasi pada perbaikan kualitas atau penurunan biaya per unit, untuk bisa menekan harga jual Kemampuan ini akan menentukan bisa tidaknya si pelaku ekonomi pasar bertahan di dalam industri yang dimasukkinya. Dengan demikian persaingan merupakan pemicu bagi lahirnya innovasi di sektor swasta. Di sini tergambar bahwa innovasi merupakan salah faktor yang memungkinkan pelaku usaha mendapatkan daya saing. Inovasi merupakan impetus bagi terciptanya daya saing.

Konsep di atas dalam perkembangannya tidak hanya berlaku bagi perusahaan semata, melainkan juga berlaku bagi suatu kawasan dimana permintah ditempatkan sebagai entrepreneur penggerak innovasi. Fadel Muhamad, sekarang Gubernur provinsi Gorontalo, adalah gubernur di Indonesia yang mengadopsi dan mengimplementasikan konsep daya saing bagi kawasan sebagai konsep yang melandasi pembangunan ekonomi di daerahnya. Pendekatan yang beliau lakukan dengan mengadopsi pemikiran school of commodity, dari literature pembangunan ekonomi. Menurutnya, perkembangan ekonomi daerah perlu didasarkan pada pemikiran school of commodities ini. Dari gagasan beliau misalnya, kini Gorontalo menobatkan diri sebagai sentra jagung. Dalam gagasan ini, kelak provinsi ini tidak hanya menempatkan diri sebagai penghasil jagung sebagai suatu komoditi atau bahan mentah, melainkan juga menjadi provinsi yang mengolah jagung sebagai produk olahan.

Pada sektor layanan masyarakat, organisasi penyedia layanan tidak berhadapan dalam persaingan dengan yang lain. Namun pengalaman empirik di negara maju menunjukkan akan terjadinya innovasi, juga pada organisasi layanan publik. Kenyataan ini menyadarkan kita akan adanya pemicu lain di luar sistem pasar yang menuntut persaingan. Oleh sebab itu kenyataan ini memunculkan pengertian bahwa pada sektor layanan publik innovasi terjadi karena adanya

Page 10: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

10

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

katalisator. Dalam sistem yang demokratis, para politisi dengan kepentingan utamanya untuk menarik suara, para penasihat pemerintah, para profesional dan masyarakat itu sendiri menjadi katalisator yang memungkinkan lahirnya inovasi di luar tuntutan persaingan. Dengan demikian, innovasi tidak semata mata menjadi kepentingan para manager, tetapi juga mereka yang terlibat dalam layanan publik.

Menurut Hateley (2005), ada 4 kelompok yang bisa dipandang sebagai katalisator inovasi

1. Pemerintah pusat, maksudnya para pembuat keputusan di pusat. Kelompok ini melahirkan inovasi yang sifatnya policy drivenpolicy drivenpolicy drivenpolicy driven. Ditinjau dari proses terjadinya, innovasi katalisator pemerintah akan bersifat top downtop downtop downtop down. Bentuk konkritnya adalah keputusan perundang-undangan yang memungkinkan kecamatan mengembangkan kapasitas inovasinya. Untuk konteks, Indonesia, keputusan nasional yang bisa menjadi katalisator terjadinya inovasi di tingkat kecamatan, tidak harus berupa undang undang baru, tetapi bisa berupa penjelasan atau sosialisasi tafsir akan hubungan antar produk undang undang, baik dalam hubungan hierarchie, misalnya antara undang undang dan peraturan pemerintah yang menjabarkannya. Atau bisa juga dalam hubungan yang setara, misalnya antara undang undang tertang Pemerintahan daerah dengan undang undang tentang perimbangan keuangan. Ini diperlukan karena dalam kenyataannya terjadi inkonsisten atau bahkan konflik antar produk perundangan, sehingga malah menjadi hambatan bagi tingkat pelaksana di lapang.

2. Organisasi. Innovasi bisa terjadi karena adanya kebutuhan organisasi dalam menjalankan layaan, adanya aspirasi atau harapan, staff, pengguna atau masyarakat luas. Sebuah kecamatan bias menghasilkan inovasi karena kesadaran stafnya, atau keinginan untuk merespons masyarakat sebagai bentuk perwujudan tanggung jawabnya. Ditinjau dari proses terjadinya, innovasi dengan katalisator organisasi akan bersifat button upbutton upbutton upbutton up.

3. Tuntutan atau pengaruh kelompok professional. Dalam hal ini innovasi yang terjadi pada organisasi layanan publik disebabkan karena para pelaku di sektor ini membandingkan dengan organisasi setara dan sebagai hasil proses berbagi good practgood practgood practgood practicesicesicesices dari organisasi lain. Ditinjau dari proses terjadinya, innovasi dengan katalisator profesi akan bersifat sidewayssidewayssidewayssideways---- inininin. Pengaruh pengaruh kolegial dan tuntutan kompetensi sejawat bisa menghasilkan inovasi.

4. Tuntutan atau usulan pengguna layanan (user). Dalam layanan publik, innovasi juga bisa terjadi karena stimulasi pengguna, baik dalam bentuk tuntutan atau persuasi.

Demikianlah paparan ruang lingkup teoretikal tentang inovasi yang bisa menjadi landasan analisis studi ini, Dengan menggunakan landasan teori ini, data dan apa saja yang bisa diamati, bisa ditelaah untuk di analisis. Secara lebih rinci bisa ditelaah sejauh mana inovasi dipergakan di kecamatan studi, bagaimana dampaknya, sumber apa yang menjadi penyebab tumbuh atau terhambatnya proses inovasi, di kecamatan sebagai satuan service provider yang dianalisis.

Page 11: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

11

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

4.4.4.4. HASIL PENGAMATANHASIL PENGAMATANHASIL PENGAMATANHASIL PENGAMATAN

Bagaimana gambaran sementara innovasi oleh kecamatan? Untuk menjawab ini, studi ini memfokuskan perhatian pada lima bidang yang dalam kerangka otonomi daerah menjadi kewenangan yang mungkin dilimpahkan bupati/wali kota kepada camat (menurut Kepmen 158 tahun 2004), yaitu bidang pemerintahan, bidang ekonomi dan pembangunan, bidang pendidikan dan kesehatan, bidang sosial dan Kesejahteraan Rakyat dan bidang pertanahan.

Pengamatan atas lima bidang di atas diarahkan pada 10 kecamatan terpilih dari masing masing provinsi yang diamati. Kesepuluh kecamatan yang dalam penelitian ini menjadi satuan pengamatan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel Tabel Tabel Tabel 1111. . . . Daftar 10Daftar 10Daftar 10Daftar 10 Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kecamatan sebagai Satuan Pengamatansebagai Satuan Pengamatansebagai Satuan Pengamatansebagai Satuan Pengamatan

NoNoNoNo.... ProvinsiProvinsiProvinsiProvinsi KabupatenKabupatenKabupatenKabupaten KecamatanKecamatanKecamatanKecamatan

1 Nangroe Aceh Darussalam (NAD) 1. Aceh Besar1. Baitussalam2. Ingin Jaya

2 Sumatera Barat (Sumbar) 2. Tanah Datar3. Tanjung Emas4. X Koto

3 Yogyakarta (DIY) 3. Bantul5. Dlingo6. Bangun Tapan

4 Bali 4. Bangli 5. Karangasem

7. Tembuku8. Kubu

5 Kalimantan Barat (Kalbar) 6. Sambas9. Selakau10. Paloh

Sebagaimana diketahui, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menempatkan kecamatan dalam Bagian ke tujuh, dalam rumusan sebagai berikut:1. Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah

kota.2. Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh

bupati/walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.3. Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga menyelenggarakan tugas umum

pemerintahan meliputi:a. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;b. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;c. mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;d. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;e. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan melaksanakan

pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan

4. Pelimpahan sebagian kewenangan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.a. Kecamatan dipimpin oleh camat.b. Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui

sekretaris daerah.

Pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dalam peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Page 12: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

12

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Untuk memberi gambaran lebih jelas mengenai perbedaan posisi camat dan kecamatan pada masa UU no. 5 tahun 1974 dan UU no. 32 tahun 2004, pada Tabel 2 disajikan perbandingan posisi camat mengikuti kedua undang undang pemerintahan daerah yang berlaku. Adalah menarik untuk diamati bahwa pada masa UU no. 5 tahun 1974 ada kewenangan yang melekat pada camat dalam posisinya sebagai alter ego dari bupati atau wali kota (Wasistiono Sadu, 2007). Alter egomenunjukkan bahwa camat adalah personifikasi bupati/walikota di wilayah kecamatan pada saat bupati/wali tidak ada di wilayah dimaksud. Dalam banyak hal kewenangan ini menjadi sumber otoritas yang memungkinkan camat dengan tidak ragu memerankan fungsi dan tugasnya, kadangkala dengan inovasi yang memadai. Khususnya dalam menjalankan fungsi kepamongan, fungsi atributif ini menjadi kekuatan camat, termasuk dalam melahirkan ide ide inovatif.

Wewenang atributif ini sebenarnya bisa menjadi sumber inovasi yang berlegitmiasi oleh camat atau kecamatan. Pada beberapa kasus yang diamati, wewenang inilah yang memang “dimainkan” oleh camat untuk berinovasi dalam menjalankan tugasnya. Namun gejala umum yang bisa diamati di masa UU no. 32 tahun 2004 menunjukkan bahwa sumber ini menjadi tidak efektif,karena sangat terhambat oleh berbagai hal, diantaranya ketidakjelasan atau ketidaklengkapan proses pendelegasian, utamanya pendelegasian dengan keterbatasan anggaran. Faktor penyebab yang lebih penting adalah ketidakberlakuan sistem dekonsentrasi seperti pada saat di bawah UU no 5 tahun 1974, dimana camat adalah wakil penguasa pusat yang ada di kecamatan.

Tabel 2Tabel 2Tabel 2Tabel 2. Definisi Kecamatan dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia. Definisi Kecamatan dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia. Definisi Kecamatan dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia. Definisi Kecamatan dalam Undang Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia

UU no. 5 tahun 1974UU no. 5 tahun 1974UU no. 5 tahun 1974UU no. 5 tahun 1974 UU no. 32 tahun 2004UU no. 32 tahun 2004UU no. 32 tahun 2004UU no. 32 tahun 2004

Kecamatan merupakan wilayah administrative

pemerintahan dalam rangka dekonsentrasi.

Kecamatan merupakan lingkungan kerja perangkat

Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan

tugas pemerintahan umum di Daerah.

Kecamatan merupakan wilayah kerja Camat

sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau Kota

Daeragpemerintahan dalam rangka dekonsentrasi.

Kecamatan merupakan lingkungan kerja

perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan

pelaksanaan tugas pemerintahan umum di Daerah

Kecamatan merupakan salah satu wilayah

administrasi pemerintahan di Indonesia. Di

Indonesia ada 5 wilayah administrasi: nasional,

propinsi, Kabupaten-Kotamadya atau Kota

administratif (Ams’ kring)

Bukan wilayah administrasi pemerintahan,

melainkan sebuah wilayah kerja seorang

perangkat daerah (Werk’ kring), artinya

kecamatan adalah areal dimana camat bekerja.

Kecamatan merupakan wilayah kekuasaan (wilayah

jabatan)

Kecamatan bukan wilayah kekuasaan, melainkan

wilayah pelayanan (lingkungan kerja)

Adalah menarik JUGA untuk dicatat bahwa dengan menempatkan kecamatan sebagai satuan pengamatan yang dianalisis, berbasis data dari 10 kecamatan di lima provinsi yang dipilih, diperoleh hasil pengamatan yang lebih kurang sama, meskipun ke sepuluh kecamatan mewakili keberagaman kultural dan latar belakang politik yang cukup tinggi. Hasil pengamatan ini bisa diikuti pada tabel 3, 4.dan tabel 5 (terlampir).

Tabel 3 menyajikan jenis jenis tugas dan fungsi yang selama ini dijalankan oleh para camat dan kantor kecamatannya, dimana inovasi bisa dijalankan. Tugas dan fungsi itu adalah (a) pengadaan (mobilisasi) dana swadaya masyarakat untuk keperluan darurat, keperluan khas daerah, atau yang terkait dengan kultural, (b) mediasi sengketa, (c) pembuatan aturan, dan (d) penerjemahan tugas bupati/walikota.. Dalam banyak hal, ruang ini semakin besar apabila si camat mendapat dukungan secara sosio cultural dari masyarakat. Tugas penerjemahan tugas bupati/walikota merupakan tugas yang banyak dilakukan karena sifatnya yang discretional, dimana camat hingga kini masih

Page 13: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

13

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

mendapat status sebagai pejabat Negara. Ini menyangkut tugas yang di dalam banyak hal belum tertampung di dalam dinas dinas sektoral, sehingga untuk tugas ini camat diposisikan sebagaikepala wilayah. (prinsip tampung tantra). Tugas ini menuntut banyak kreativitas dan bisa menjadi sumber lahirnya inovasi, tetapi dalam banyak hal oleh system anggaran yang ada camat tidak bisa memenuhi. Sebagaimana disajikan dalam tabel 3, bisa dilihat bahwa tugas penerjemahan tugas bupati/walikota untuk urusan yang tidak tercakup dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD) merupakan tugas yang paling pasti dan sering dijalankan oleh camat di semua kecamatan yang diamati. Tugas ini, karena luasnya cakupan, karena keragamannya, dan dalam banyak hal karena tidak disertai dukungan anggaran, dukungan sumberdaya manusia, dan logistik yang memadai, menjadi sumber keluhansumber keluhansumber keluhansumber keluhan dan karenanya, dalam keterpaksaan, sering menghasilkan langkah langkah inovatif oleh para camat. Tugas pembuatan peraturan merupakan fungsi yang paling sedikit atau tidak dijalankan oleh camat. Diantara keempat tugas dan fungsi itu tugas mobilisasi dana dan mediasi merupakan fungsi yang paling memberi ruang bagi inovasi

Tabel 4 menyajikan hasil pengamatan terhadap inovasi pada fungsi fungsi yang bisa didelegasikan oleh bupati/walikota ke camat. Pengamatan dilakukan terhadap 9 aspek kewenangan yang bisa didelegasikan sebagaimana disampaikan oleh Profesor Sadu Wasistiono (Wasistiono, 2007). Di sini bisa dilihat kapasitas inovasi camat/kecamatan dalam menangani dengan jenis tugasnya. Ada sembilan (9) aspek kewenangan yang di lihat di sini yaitu, (1) organisasi kecamatan, (2) perijinan, (3) pembuatan rekomendasi, (4) koordinasi, (5) pembinaan, (6) pengawasan, (7) fasilitasi, (8) penetapan, dan (9) pengumpulan dan penyampaian informasi.

Dari jenis jenis tugas di atas, tiga tugas, yaitu penanganan organisasi, fasilitasi, dan pembinaan merupakan jenis tugas dimana camat dan aparat kecamatan menjalankan tugasnya dengan inovasi. Inovasi dalam organisasi utamanya ditunjukkan oleh kemauan kecamatan untuk kemebentuk bagian yang disesuaikan dengan kebutuhan kecamatan, tidak harus mengikuti pola umumnya.

Kapasitas inovasi camat di dalam tugas fasilitasi sangat tergantung dari kapasitas pribadi si camat. Makin luas pergaulan dan makin dekatnya camat dengan masyarakatnya, makin banyak camat memiliki sumber bagi inovasi pelaksanaanya.

Tabel 5 menyajikan hasil pengamatan tentang sumber terjadinya inovasi. Dari daftar yang bisa dilihat, kapasitas pribadi si camat merupakan sumber utama terjadinya inovasi di kecamatan. Sebaliknya perundang undangan dan willingness to delegate yang seharusnya menjadi policy driverbagi inovasi di kecamatan tidak banyak terjadi.

Kalau dirinci, hasil pengamatan atas di ke-sepuluh kecamatan bisa digambarkan sebagai berikut

1. Sebenarnya sebagian besar camat memiliki kemauan dan kapasitas untuk melahirkan inovasi. Ini terjadi pada pribadi pribadi camat yang telah menempuh carrier path sebagai pamong. Khususnya dalam menjalankan peran mewakili bupati/walikota untuk tugas tugas yang tidak tercakup di dalam tugas pokok SKPD, para camat, dalam banyak hal camat masih bisa memenuhi tugas ini, meskipun dengan segala keterbatasan. Panggilan kepamongan bisa dikatakan sebagai energi yang bisa menggerakkan para camat dalam memenuhi peran ini, dengan berbagai inovasi yang terbatas.. Beberapa hasil pengamatan dari kecamatan studi bisa ditampilkan sebagai contoh. Di Kecamatan Seouluh Koto dan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat, meskipun hampir hampir tidak dijumpai innovasi yang monumental, namun bisa dijumpai juga berbagai bentuk innovasi pada tataran implementasitugas pokok kecamatan. Sebagai contoh, untuk mempercepat pelayanan pemberian KTP, Camat menanda tangani semua blangko KTP yang kosong. Dengan demikian, jika ada penduduk yang meminta KTP, walaupun Camat tidak berada di tempat, mereka tetap bisa

Page 14: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

14

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

mendapatkan KTP secara cepat (tidak perlu menunggu harus ada Camat). Selain itu, pihak Kecamatan juga bisa membawa surat-surat permohonan (misalnya IMB, dsb) ke Kabupaten untuk ditanda tangani di Kabupaten, sehingga masyarakat tidak harus datang sendiri ke Kabupaten. Untuk itu masyarakat memberi imbalan, yang besarnya tidak ditetapkan (suka rela saja). Contoh lain, Camat “mendatangkan” pihak petugas Catatan Sipil dari Kabupaten ke Kecamatan, sehingga masyarakat dapat dilayani di tingkat Kecamatan. Di Kecamatan Bangun Tapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sekretaris Camat (yang karena absennya camat) menggunakan posisinya sebagai putra daerah (penduduk asli kecamatan) yang lama mengabdi di Kecamatan, untuk menggerakkan para Lurah (Kepala Desa) sampai ke Ketua Rukun Tetangga ( Ketua RT) dalam mendata rumah tangga korban bencana, pada saat tindakan cepat dilakukan tanpa adanya anggaran dan petunjuk pasti. Di tengah wacana bahwa kepala desa tidak lagi bertanggung jawab kepada camat, tindakan sekretaris camat di Bangun Tapan tetap mendapat respons efektif dari para kepala desa. Tindakan ini dilakukan karena sekretaris camat menyadari akan pentingnya fungsi kecamatan dalam mensuplai data kecamatan untuk tindakan cepat penanganan bencana.

2. Namun, secara umum, masih terbatas sekali ruang bagi terjadinya innovasi bagi kecamatan. Innovasi, kalaupun ada, masih sangat tergantung pada supra pemerintah di atas kecamatan (policy driven). Ruang utama yang diperlukan adalah legitimasi dan dana. Dalam hal ini keleluasaan yang diberikan oleh bupati atau wali kota dalam bentuk legitimasi dan perencanaan anggaran menjadi pra-syarat terciptanya innovasi.

3. Perubahan perubahan yang dilancarkan oleh kecamatan dalam rangka memenuhi tuntutan tugas (innovasi dengan katalis organisasi internal), kalaupun ada belum menjamin bisa berlangsung lama, karena masih sangat ad hoc, dan serba sementara. Oleh karena itu belum terkategori innovasi.

4. Bisa dikatakan masih diperlukan pemenuhan prasyarat bagi terciptanya innovasi oleh kecamatan, sebagai organisasi layanan publik. Berdasarkan pengamatan sementara ini, justru diperlukan pembenahan atau penataan ulang tentang posisi kecamatan yang memungkinkan terciptanya ruang bagi terjdinya innovasi.

Bagaimana kerangka kelembagaan sebagai pra/syarat terjadinya innovasi itu dipenuhi ?. Hal ini bisa terjadi apabila kecamatan ditata ulang posisinya dalam tata pemerintahan di Indonesia, sedemikian sehingga camat dan kecamatan sebagai satuan kerja perangkat daerah memiliki ruang yang cukup bagi terciptanya innovasi, baik melalui dirinya sendiri ataupun atas innisiasi pihak lain. Landasan pembenar bagi tuntutan ini adalah kenyataan bahwa fungsi kepamongan dalam banyak hal masih menjadi tuntutan faktual di tengah masyarakat, meskipun hakekat TUPOKSI camat telah berubah dengan perubahan Undang undang pemerintah.

Prasyarat dimaksud adalah: (a) pra syarat kewenangan, (b) prasyarat pendanaan, (c) pra syarat kapasitas SDM, dan (d) Pra syarat logistic. Pra-syarat ini bisa dipenuhi apabila dalam penataan ulang posisi, cakupan kewenangan dan fungsi camat vis a vis dinas sektoral, yaitu sebagai koordinator di wilayahnya, secara tegas dilengkapi dengan kewenangan menilai tidak sekedar merekomendasi. Dengan begitu fungsi koordinasi camat akan bisa berjalan karena didukung oleh kejelasan kewenangan yang memilik daya paksa. Disamping kewenangan ini dan pendanaan yang memadai merupakan pra-syarat lain. Dilihat dari kinerja kecamatan dan kecenderungan yang diperlihatkan, bisa dikatakan bahwa katalisator paling mungkin untuk terjadinya innovasi adalah kebijakan nasional. Kebijakan nasional yang dituangkan dalam produk hokum bagaimanapun menjadi landasan yang paling otentik bagi terciptanya atmosphere yang memungkinkan innovasi

Page 15: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

15

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

did an oleh kecamatan. Katalisator penting lain yang berperang adalah kapasitas pribadi camat sebagai insan pamong professional. Oleh karena itu, langkah pengembangan kapasitas camat dan aparat kecamatan bisa menjadi katalisator bagi lahirnya inovasi did an oleh kecamatan pada masa yang akan datang.

Page 16: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

16

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

5.5.5.5. PENUTUPPENUTUPPENUTUPPENUTUP

5.1.5.1.5.1.5.1. KesimpulanKesimpulanKesimpulanKesimpulan

Dengan mengamati kinerja kecamatan di sepuluh kecamatan penelitian bisa ditarik beberapa kesimpulan:

1. Desentralisasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia masih menyisakan pekerjaan lanjutan dalam bentuk penataan ulang terhadap posisi kecamatan. Pemosisian ini diperlukan agar kecamatan memiliki ruang gerak yang memadai sebagai penyelenggaraan layanan publik di bidang pemerintahan, ekonomi dan pembangunan, pendidikan dan kesehatan, social kesejahteraan dan pertanahan.

2. Dengan kerangka kelembagaan yang ada, data empirik menunjukkan masih terbatasnya ruang bagi terjadinya inovasi di kecamatan. Inovasi yang bisa dilihat, dalam lingkup yang sangat terbatas terjadi atas dasar kapasitas personal, yaitu apabila individu camat karena kapasitas pribadinya mendapat dukungan masyarakatnya, sehingga memberi ruang kondusif baginyauntuk melakukan innovasi. Masih sangat sedikit kecamatan yang menunjukkan kemampuan berinovasi berbasis policy driven dan profesi. Ini mengindikasikan tiga hal: yang pertama, masih diperlukan pembenahan kerangka hukum dan kelembagaan bagi efektivitas berfungsinya kecamatan. Dua, camat dalam kerangka pemerintahan daerah di belum berada pada posisi optimal sebagai penyumbang efektivitas birokrasi di Indonesia. Ketiga, ruang bagi terselenggaranya inovasi memang terbatas. Lebih lanjut indikasi ini menuntut perlunya reposisi kecamatan dalam tata pemerintahan daerah di Idonesia Penataan kecamatan yang bersifat penguatan masih sangat diperlukan agar tercipta ruang dan katalisator bagi terciptanya inovasi.

3. Meskipun begitu, bisa disimpulkan bahwa dari perspektif sumberdaya manusia, camat di Indonesia memiliki potensi diri untuk menghasilkan tindakan inovatif dalam layanan birokrasi, atau khususnya dalam kapasitas kepamongannya. Oleh karena itu, sebagai bagian dari reposisi kecamatan, up gradeup gradeup gradeup grade kapasitas camat menjadi kepentingan yang urgen untuk dilaksanakan.

4. Gambaran tentang posisi kecamatan yang ideal masih bisa dijumpai, di satu sisi dengan menggabungkan sisi baik UU no 5 tahun 1974 dimana fungsi kepamongan camat mendapat ruang yang memadai, dan sisi baik UU no. 32 tahun 2004 dimana posisi penguasa tunggalpenguasa tunggalpenguasa tunggalpenguasa tunggal yang bisa menjadi sumber otokrasi telah dihilangkan, diganti dengan peran koordinatif.

5.2.5.2.5.2.5.2. SaranSaranSaranSaran

Bagi berkembangnya kapasitas inovasi camat dan aparat kecamatan diperlukan kerangka hukum yang mengamanatkan pentingnya bupati mendelegasikan wewenang minimal bagi camat. Amanat undang undang menjadi penting, mengingat bagi berkembangnya kapasitas inovasi camat, asas kepamongan yang perlu diikuti adalah asas money follows functions. Dengan adanya produk hokum yang melandasi pendelegasian kewenangan dari bupati/walikota ke camat dimungkinkan terjadninya asas ini.

Page 17: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

17

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

DAFTAR PDAFTAR PDAFTAR PDAFTAR PUSTAKAUSTAKAUSTAKAUSTAKA

Hartley, Jean. 2006. Istitute of Governance and Public Management. Warwick Business School, Department of Communities and Local Governance , London

Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, No. 158 Tahun 2004, tentang Pedoman Organisasi Kecamatan.

Muhammad Fadel, Pembangunan Daerah Fokus Pada Keunggulan Daerah. Diarsipkan di bawah: Konsep tentang Pembangunan Pemda. http://irf4n.wordpress.com/2006/18 Mei 2006

Porter Michael, Competitive Advantage of the Nations, Publisher: Free Press. June 1, 1998.

Slapendel, Carol (1996). Perspective on Innovation in Organizations. Organization StudiesVol. 17 No. 1. pp 107 – 129

Taylor, Mark Zachary. 2007. Political Decentralization and Technological Innovation: Testing the Innovative Advantages of Decentralized States.(Author abstract), Oxford University Press, Immediate Online Access, 01-MAY-07. http://goliath.ecnext.com.

_______The Centre for Public Service Innovation (CPSI), the Minister for Public Service and Administration, Sotuh Africa. 2003. http://www.cpsi.co.za/cpsi1/home.jsp

_______Organisation for Economic Co-operation and Development Statistical Office of TheEuropean Communities. The Measurement of Scientific and Technological Activities. . . . Oslo ManualOslo ManualOslo ManualOslo Manual, Guidelines For Collecting And Interpreting Innovation Data. Third edition, A joint publication of OECD and Eurostat, 2005

______WIKIPIDIA, a free Encyclopedia; // en.wikipidia.org./wiki/innovation, 03 March, 2008.

Wasistiono, Sadu. Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan kepada Masyarakat. dalam situs Pemerintah Daerah Kabupaten Situbondo, Edisi 11 Februari 2007. http://situbondo.go.id/pemda/index2.php?

Wasistiono, Sadu Perubahan Sistem Pemerintahan Republik Indonesia. dalam Artikel Pamong Praja, Org. Edisi 25 s/d 02 Maret 2008. http://www.pamongpraja.org/prof_sadu.htm

Page 18: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

18

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

LAMPIRANLAMPIRANLAMPIRANLAMPIRAN

Page 19: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Tabel Tabel Tabel Tabel 3333. . . . Bentuk Inovasi di Kecamatan TerpilihBentuk Inovasi di Kecamatan TerpilihBentuk Inovasi di Kecamatan TerpilihBentuk Inovasi di Kecamatan Terpilih

Aspek Fungsional Aspek Fungsional Aspek Fungsional Aspek Fungsional

KecamatanKecamatanKecamatanKecamatanKab. BantulKab. BantulKab. BantulKab. Bantul Kab BangliKab BangliKab BangliKab Bangli

Kab. Kab. Kab. Kab.

KarangasemKarangasemKarangasemKarangasemKab. Aceh BesarKab. Aceh BesarKab. Aceh BesarKab. Aceh Besar Kab. Tanah DatarKab. Tanah DatarKab. Tanah DatarKab. Tanah Datar Kab. SambasKab. SambasKab. SambasKab. Sambas

DlingoBangun

TapanTembuku Kubu

Ingin

JayaBaitussalam X-Koto

Tanjung

EmasPaloh Selakau

1. Pengadaan

(mobilisasi ) dana

swadaya masyarakat

Ya Ya Ya Ya tidak Tidak Ya Ya Ya Ya

2. Mediasi sengketa Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

3. Pembuatan Aturan tidak tidak Terbatas terbatas tidak tidak terbatas Terbatas tidak tidak

4. Penerjemahan Tugas

Bupati/WalikotaYa Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Page 20: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Tabel Tabel Tabel Tabel 4444. Keragaan Kecamatan . Keragaan Kecamatan . Keragaan Kecamatan . Keragaan Kecamatan ddddalam Daya Inovasi: alam Daya Inovasi: alam Daya Inovasi: alam Daya Inovasi: Adakah Inovasi uAdakah Inovasi uAdakah Inovasi uAdakah Inovasi untuk Bidangntuk Bidangntuk Bidangntuk Bidang----bbbbidang Ini ?idang Ini ?idang Ini ?idang Ini ?

Aspek Fungsional Aspek Fungsional Aspek Fungsional Aspek Fungsional

/Kewenangan yang bisa /Kewenangan yang bisa /Kewenangan yang bisa /Kewenangan yang bisa

didedidedidedidelegasikan Kecamatanlegasikan Kecamatanlegasikan Kecamatanlegasikan Kecamatan

Kab. BantulKab. BantulKab. BantulKab. Bantul Kab BangliKab BangliKab BangliKab BangliKab. Kab. Kab. Kab.

KarangasemKarangasemKarangasemKarangasemKab. Aceh BesarKab. Aceh BesarKab. Aceh BesarKab. Aceh Besar Kab. Tanah DatarKab. Tanah DatarKab. Tanah DatarKab. Tanah Datar Kab. SambasKab. SambasKab. SambasKab. Sambas

DlingoBangun

TapanTembuku Kubu

Ingin

JayaBaitussalam X-Koto

Tanjung

EmasPaloh Selakau

1. Organisasi Kecamatan ya ya ya Ya ya ya ya ya ya ya

2. Perijinan tidak tidak terbatas terbatas tidak tidak terbatas terbatas terbatas terbatas

3. Pembuatan Rekomendasi tidak tidak terbatas terbatas tidak tidak tidak tidak tidak

4. Koordinasi tidak tidak terbatas terbatas tidak tidak tidak tidak tidak

5. Pembinaan ya ya ya Ya ya ya ya ya ya

6. Pengawasan tidak tidak terbatas terbatas tidak tidak tidak tidak tidak

7. Fasilitasi ya ya ya Ya ya ya ya ya ya ya

8. Penetapan. tidak tidak terbatas terbatas tidak tidak tidak tidak tidak

9. Pengumpulan dan

Penyampain informasitidak tidak terbatas terbatas tidak tidak tidak tidak tidak

Page 21: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

Tabel Tabel Tabel Tabel 5555. Keberadaan Katalisator Inovasi. Keberadaan Katalisator Inovasi. Keberadaan Katalisator Inovasi. Keberadaan Katalisator Inovasi

Katalisator Terjadinya Katalisator Terjadinya Katalisator Terjadinya Katalisator Terjadinya

InnovasiInnovasiInnovasiInnovasi

Kab. BantulKab. BantulKab. BantulKab. Bantul Kab BangliKab BangliKab BangliKab BangliKab. Kab. Kab. Kab.

KarangasemKarangasemKarangasemKarangasemKab. Aceh BesarKab. Aceh BesarKab. Aceh BesarKab. Aceh Besar Kab. Tanah DatarKab. Tanah DatarKab. Tanah DatarKab. Tanah Datar Kab. SambasKab. SambasKab. SambasKab. Sambas

DlingoBangun

TapanTembuku Kubu

Ingin

JayaBaitussalam X-Koto

Tanjung

EmasPaloh Selakau

1. Perundangan tidak tidak tidak Tidak tidak tidak ada ada ada ada

2. Willingness to

delegatetidak tidak terbatas Terbatas tidak tidak terbatas Terbatas ya ya

3. Tekanan Profesi ya ya ya Ya ya ya ya ya ya ya

4. Tekanan User ya ya ya Ya ya ya ya ya ya ya

5. Kapasitas

Individual Camatya ya ya Ya ya ya ya ya ya ya

Page 22: Kajian Inovasi Kecamatan Sebagai Organisasi Publik

KAJIAN INOVASI KECAMATAN SEBAGAI ORGANISASI PUBLIK

17

BIODATA PENULISBIODATA PENULISBIODATA PENULISBIODATA PENULIS

Dr. Ir. SuharnoDr. Ir. SuharnoDr. Ir. SuharnoDr. Ir. Suharno, , , , MSc,MSc,MSc,MSc, lahir di Rembang tanggal 10 Juli 1961. Menyelesaikan pendidikan S-1 tahun 1985 pada Program Studi Agribisnis, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi-Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tahun 1991 menyelesaikan program pendidikan S-2 di Royal University of Ghent, Belgium, dan pada tahun 2002 menyelesaikan program doktor pada Agriculture Economics di George-August University of Goettingent, Germany.

Keterlibatan penulis dalam riset perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan hidupnya telah dimulai sejak kelulusan pada studi “Penggunaan Kapur Pertanian di Daerah Transmigrasi Jambi”, yang dilaksanakan selama dua tahun dan diikuti dengan keterlibatan penulis pada Tim Studi Lingkungan di Dataran Andalusia, Spanyol (saat menjadi mahasiswa post graduate di Genth, Belgia), hingga pada studi-studi lingkungan dan pengembangan masyarakat pantai. Keterlibatan penulis dalam hal ini adalah pada proyek “Local Reef Rehabilitation and Management Programs (COREMAP)” dan “Marine and Coastal ResourcesManagement Project (MCRMP)”. Latar beragam pendidikan formal penulis yang cukup beragam memberikan latar belakang yang kuat terhadap minat riset dari kajian kelembagaan, ekonomi hingga perencanaan bisnis. Penulis termasuk salah satu tenaga ahli yang aktif dalam kegiatan penelitian di PSP3-IPB dan berperan serta dalam kegiatan studi aksi Environmental Governance Partnership System (2004-2005), Rural Governance Partnership System (2005-2006) dan lain-lain.