INOVASI Online - · PDF fileDalam bahasa ini sering sekali subjek tidak disebut dalam...

download INOVASI Online - · PDF fileDalam bahasa ini sering sekali subjek tidak disebut dalam percakapan. Misalnya dalam ... dan dalam bahasa Jepang yang OV itu urutannya adalah nomina-verba

If you can't read please download the document

Transcript of INOVASI Online - · PDF fileDalam bahasa ini sering sekali subjek tidak disebut dalam...

  • INOVASI OnlineWebsite : http://io.ppi-jepang.org Email : [email protected]

    CETAK TUTUP

    Edisi Vol.14/XXI/Juli 2009 Tanggal cetak : Senin, 08 Februari 2010

    Kolom : Catatan Riset

    Qualifier Bahasa Jepang Berdasarkan Jenis Predikat: Dalam HubungannyaDengan Jodooshi

    Oleh : Roni

    Abstrak

    Bahasa-bahasa di dunia dibedakan menjadi bahasa VO dan bahasa OV. Bahasa Indonesia adalah jenis bahasa VO dan

    bahasa Jepang merupakan bahasa OV. Ada konstituen modifier yang mempunyai peran khusus hanya menerangkan arti

    konstituen inti yang mengisi V predikat. Modifier itu disebut qualifier (Q). Letak qualifier adalah sebelum V pada

    bahasa VO dan setelah V pada bahasa OV, jadi Q-V-O atau O-V-Q. Terdapat dua syarat untuk menjadi konstituen

    qualifier dalam bahasa Jepang yaitu pertama, konstituen yang bersangkutan harus menyatu dengan konstituen inti

    dalam predikat membentuk konstruksi frasa predikat. Kedua, karena berbentuk konstruksi frasa, di antara konstituen

    qualifier dan konstituen inti dalam predikat tersebut tidak diperkenankan penyisipan oleh konstituen lain yang

    besarnya sejajar dengan fungsi sintaksis. Berdasarkan jenis kata pengisi predikat dalam bahasa Jepang, qualifier

    dapat dibedakan menjadi qualifier predikat verba, qualifier predikat adjektiva, dan qualifier predikat nomina.

    Kata-kata kunci: qualifier, kata bantu predikat, tipologi bahasa

    1. Pengantar

    Penelitian linguistik kontrastif yang membandingkan dua bahasa, yakni antara bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sudah

    banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang mendetail tentang konstruksi urutan konstituen dalam frasa predikat yang

    terdapat dalam tata bahasa kedua bahasa tersebut, terutama masalah tipologinya kurang mendapat perhatian.

    Pusat kalimat dalam teori tata bahasa kasus adalah predikat. Konstituen dalam predikat tersebut pada masing-masing

    bahasa berbeda. Namun, secara umum adalah verba. Konstituen yang bertugas menambah sifat secara tata bahasa

    terhadap arti verba disebut dengan verb qualifier atau di sini hanya disebut dengan qualifier saja1.

    bahasa Indonesia bahasa Jepang

    (1). ingin minum nomitai

    Q V V Q

    (2). harus minum noma nakerebanaranai

    Q V V Q

    Konstruksi predikat pada kedua bahasa tersebut, seperti terlihat pada contoh (1) dan (2) bahasa Indonesia, menempatkan

    qualifier (Q) sebelum verba (V), sedangkan bahasa Jepang menempatkan qualifier setelah verba. Qualifier adalah

    konstituen periferal yang menerangkan konstituen inti dalam konstruksi predikat. Dalam bahasa Indonesia verba minum

    yang menjadi konstituen inti diterangkan oleh ingin dan harus. Dalam bahasa Jepang yang menjadi konstituen inti adalah

    verba nom(i) dan nom(a) yang berarti minum. Verba ini dijelaskan oleh -tai 'ingin' (1) dan -nakerebanaranai 'harus' (2).

    Dalam konstruksi tersebut juga terlihat adanya gejala mirror image (bayangan cermin) dalam hal urutan qualifier dan

    verba di antara kedua bahasa.

    Konstituen qualifier dalam bahasa Indonesia secara umum telah dibahas oleh Sudaryanto (1993) dalam bukunya

    Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia, Keselarasan Pola-Urutan. Sejauh pengetahuan penulis informasi tentang

    qualifier ini dalam bahasa Jepang belum ada. Tulisan ini akan mengulas jenis-jenis qualifier dilihat dari konstituen

    pembentuk konstruksi predikat dalam bahasa Jepang.

    2. Urutan Kata

    Dalam kajian sintaksis terdapat istilah fungsi sintaksis dan kategori sintaksis. Fungsi sintaksis berkaitan dengan slot-slot

    dalam kalimat, yang sering disebut dengan subjek (S), predikat (P), dan objek (O)2. Sedangkan kategori sintaksis

    CETAK ARTIKEL http://io.ppijepang.org/cetak.php?id=329

    1 / 8 2010/02/08 17:52

  • berhubungan dengan jenis kata dalam bahasa, misalnya verba, adjektiva, nomina, dan sebagainya. Konstruksi sintaksis

    bahasa pada level terbesar kebanyakan didasarkan pada urutan fungsi sintaksisnya, terutama urutan objek dan

    predikatnya. Fungsi predikat secara kategori sintaksis diisi oleh jenis kata verba (V). Oleh karena itu, dalam penyebutan

    jenis bahasa selain ada istilah bahasa dengan urutan SPO ada juga istilah penyebutan bahasa SVO. V pada konstruksi yang

    disebutkan terakhir bisa berarti fungsi sintaksis predikat dan tentu saja bisa juga berarti kategori sintaksis verba dalam arti

    sesungguhnya. Dalam penelitian selanjutnya Lehmann menganggap fungsi sintaksis subjek merupakan konstituen yang

    tidak begitu penting secara antar-bahasa. Artinya, ada bahasa yang sering mengabaikan keberadaan subjek. Hal ini

    kebetulan terjadi dalam bahasa Jepang. Dalam bahasa ini sering sekali subjek tidak disebut dalam percakapan. Misalnya

    dalam (anata wa) doko e ikimasuka 'kamu akan pergi ke mana'?, subjek anata wa 'kamu' sering dihilangkan. Sebaliknya

    subjek dalam bahasa Indonesia sering dimunculkan. Dengan contoh bahasa Jepang ini tentu kita bisa mudah menerima

    bahwa subjek menjadi hal yang kurang begitu penting secara antar-bahasa. Rupanya dengan alasan ini, berdasarkan

    urutan fungsi sintaksisnya, bahasa-bahasa di dunia dibedakan menjadi bahasa tipe VO (atau PO) dan bahasa OV (atau OP).

    Bahasa Indonesia dan bahasa Jepang mewakili kedua tipe bahasa tersebut.

    Dalam hubungannya dengan adposisi (Ad) terdapat preposisi (Pr) dan postposisi (Po). Bahasa yang menempatkan objeknya

    setelah verba atau predikat (bahasa VO) biasanya mempunyai preposisi (Pr). Sebaliknya bahasa yang menempatkan

    objeknya sebelum verba (bahasa OV) mempunyai postposisi (Po). Fungsi sintaksis objek (O) diisi oleh kategori sintaksis

    nomina (N). Di sini, adposisi dan verba mempunyai kesamaan dalam hubungannya dengan penguasaan terhadap nomina3.

    Bahasa Indonesia sebagai bahasa VO yang menempatkan objeknya setelah verba mempunyai adposisi berupa preposisi, dan

    bahasa Jepang sebagai bahasa OV menempatkan objeknya sebelum verba beradposisi berupa postposisi. Dalam konstruksi

    misalnya membeli buku (V-O) atau dalam bahasa Jepangnya hon o kau (O-V), maka verba membeli atau verba kau

    'membeli' dalam bahasa Jepang mempunyai kekuasaan (menguasai) terhadap buku atau hon o 'buku'. Sejajar dengan

    konstruksi ini misalnya konstruksi frasa adposisi di toko (Pr-N) atau dalam bahasa Jepangnya mise de (N-Po) 'di toko', maka

    preposisi di dan postposisi de 'di' mempunyai kekuasaan terhadap nomina toko atau mise 'toko'. Dengan demikian, dalam

    bahasa Indonesia yang VO itu urutannya adalah verba-nomina (V-N), sejajar urutannya dengan preposisi-nomina (Pr-N);

    dan dalam bahasa Jepang yang OV itu urutannya adalah nomina-verba (N-V), sejajar urutannya dengan nomina-postposisi

    (N-Po). Jadi, penguasaan verba terhadap nomina sama urutannya dengan penguasaan adposisi (preposisi/postposisi)

    terhadap nomina4.

    Sebuah konstituen akan menguasai konstituen yang lain, atau sebaliknya sebuah konstituen akan

    memodifikasi/menerangkan konstituen yang lainnya. Di sini terdapat konstituen inti yang menjadi pusat konstruksi dan

    konstituen periferal yang bertugas menjadi modifier (M). Prinsip dasar posisi modifier terhadap inti ini menjadi salah satu

    pusat keistimewaan pentipologian bahasa. Prinsip urutan antara keduanya juga berbeda dalam bahasa VO dan OV. Jika VO

    atau OV adalah sebuah rangkaian untaian, bentuk formal modifier V dan O yang diisi oleh nomina (N) itu berada di

    luarnya: M-V-O-M atau M-O-V-M.

    (3) Posisi bentuk formal modifier (M) terhadap V dan O

    (a) Bahasa Indonesia: ingin minum kopi hangat

    M V O/N M

    (b) Bahasa Jepang : atatakai kohi o nomi tai

    'hangat' 'kopi' 'minum' 'ingin'

    M O/N V M

    Dalam bahasa Indonesia (3a), pada konstruksi urutan minum kopi, verba minum dimodifikasi oleh ingin dan nomina kopi

    dimodifikasi oleh hangat. Demikian juga dalam bahasa Jepang (3b), pada konstruksi urutan kohi o nomi, verba nomi

    'minum' dimodifikasi oleh -tai 'ingin' dan nomina kohi 'kopi' dimodifikasi oleh atatakai 'hangat'. Bentuk formal modifier

    terhadap V inilah yang oleh Lehmann disebut dengan istilah qualifier.

    Mengenai posisi bentuk formal atau konstituen qualifier (Q), Lehmann (1973) menggambarkan urutannya terhadap nomina

    atau objek sebagai berikut.

    (4)# QV(Nobj) #QV(Nobj)#

    CETAK ARTIKEL http://io.ppijepang.org/cetak.php?id=329

    2 / 8 2010/02/08 17:52

  • #(Nobj)VQ#

    Pada rumusan #QV(Nobj)# tersebut di atas, Nobj berada di dalam kurung. Artinya keberadaan nomina (objek) tersebut

    bersifat opsional, boleh ada boleh tidak. Pada verba transitif yang menuntut adanya objek maka Nobj diperlukan. Akan

    tetapi pada verba intransitif bagian Nobj tersebut tidak diperlukan karena verba intransitif tidak menuntut adanya objek.

    Selanjutnya, rumusan #QV(Nobj)# itu dibedakan menjadi dua yaitu pada bahasa VO berlaku rumusan urutan #QV(Nobj)' dan

    pada bahasa OV berlaku rumusan urutan '(Nobj)VQ'.

    Konstituen qualifier memberikan 'kualitas' terhadap arti kalimat. Jadi, keberadaan qualifier mempengaruhi arti

    keseluruhan kalimat. Sudaryanto (1983) menggunakan istilah pendesak untuk menerjemahkan qualifier5. Sesuai dengan

    namanya, konstituen pendesak tersebut mendesak salah satu bagian atau keseluruhan kalimat dengan cara menambahkan,

    mengurangi, membatasi, atau mempengaruhi artinya. Dengan demikian, qualifier adalah konstituen kategori tata bahasa

    (gramatikal) yang memberi kualitas secara tata bahasa pula terhadap arti konstituen inti yang terdapat dalam slot