Inkontinensia Urin

53
INKONTINENSIA URIN PENDAHULUAN Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto- uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik. 1 Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan bertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak. 2,3,4 Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya urine semata-mata 1

description

urologi

Transcript of Inkontinensia Urin

INKONTINENSIA URINPENDAHULUANInkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik.1 Angka kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan meningkat dengan bertambahnnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih didapatkan kejadian 10%, sedang pada usia 35-65 tahun mencapai 12%. Prevalansi meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan meningkat sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.2,3,4Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.1,3,4 Tujuan penyajian referat ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai inkontinensia urine, jenis-jenis dan cara penanganannya. Pemahaman yang lebih baik akan membantu usaha mengatasi gangguan ini.ANATOMI

Visera pelvis pada perempuan

Rectum, colon sigmoid, dan lengkungan ileum terminalis menempati bagian posterior cavitas pelvis. Isi bagian anterior cavitas pelvis adalah ureter, vesica urinaria dan organa genitalia feminine.5 1. UreterUreter menyilang apertura pervis superior di depan bifurcation arterica iliaca communis. Ureter berjalan ke bawah belakang di depan arteria iliaca interna dan di belakang ovarium sampai ureter mencapai regio spina ischiadica. Kemudian ureter berjalan ke depan dan medial, di bawah basis ligamentum latum, di tempat ini ureter disilang oleh arteria uterine. Kemudian ureter berjalan ke depan, lateral terhadap fornix vaginae pars lateralis, dan selanjutnya masuk ke vesica urinaria.52. Vesica UrinariaLetak vesica urinaria pada perempuan terletak lebih rendah dibandingkan dengan vesica urinaria pada pelvis laki-laki, dan collum vesicae terletak langsung di facies superior diaphragm urogenitale. Hubungan yang erat antara vesica urinaria dengan uterus dan vagina mempunyai makna klinis yang sanga penting. 5Vesica urinaria merupakan suatu rongga dalam yang terdiri dari berkas kasar serabut otot polos. Jaringan ikat dan matriks ekstraselluler terdiri dari kolagen dan elastin yang dipisahkan diantara serabut otot. Apex vesicae terletak di belakang symphisis pubis. Basis, atau permukaan posterior, dipisahkan dengan excavation rectouterina dan corpus uteri. Facies inferolateralis di depan berbatasan dengan bantalan lemak retropubica dan os. Pubis. Lebih ke posterior, facies inferolateralis ini berhubungan langsung dengan muskulus obturator internus di sebelah atas dan musculus levator ani di sebelah bawah. Coluum vesicae terletak pada facies superior diaphragm urogenitale. 1,5

Gambar 1 Visera pelvis pada wanita

FISIOLOGI BERKEMIHProses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase yaitu fase penyimpanan dan fase pengosongan. Diperlukan keutuhan struktur dan fungsi komponen saluran kemih bawah, kognitif, fisik, motivasi, dan lingkungan. 6 Proses berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul beradah di bawah control volunteer dan disuplai oleh saraf pudendal, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter uretra eksternal berada di bawah control saraf otonom, yang mungkin dimodulasi oleh korteks otak. 6Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Ketika otot detrusor berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi, dan bila otot kandung kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses kandung kemih berlangsung. Kontraksi kandung kemih disebabkan oleh aktivitas para simpatis yang dipicu oleh asetilkolin pada reseptor musikarinik. Sfingter uretra internal menyebabkan uretra tertutup, sebagai akibat kerja aktivitas saraf simpatis yang dipicu oleh noradrenalin. 6Otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor, saraf pelvis, medulla spinalis, dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketika kandung kemih seseorang mulai terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medulla spinalis ke pusat saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih. Ketika pengisian kandung kemih berlangsung, rasa penggembungan kandung kemih disadari, dan pusat kortikal (pada lobus frontal), bekerja menghambat pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikal dan subkortikal karena obat atau penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. 6Ketika terjadi desakan berkemih, rangsang saraf dari korteks disalurkan melalui medulla spinalis dan syaraf pelvis ke otot detrusor. Aksi kolinergik dari saraf pelvis kemudian menyebabkan otot detrusor berkontraksi sehingga terjadi pengosongan kandung kemih. Interferensi aktivitas kolinergik saraf pelvis menyebabkan pengurangan kontraktilitas otot. 6Kontraksi otot detrusor tidak hanya tergantung pada inervasi kolinergik oleh saraf pelvis. Otot detrusor juga mengandung reseptor prostaglandin. Prostaglandin-inhibiting drugs dapat mengganggu kontraksi detrusor. Kontraksi kandung kemih juga calcium-channel dependent. Oleh karena itu, calcium channel blockers dapat juga mengganggu kontraksi kandung kemih. 6Inervasi sfingter uretra internal dan eksternal bersifat kompleks. Untuk emberikan pengobatan dan penatalaksanaan inkontinensia yang efektif, petugas kesehatan harus mengerti dasar inervasi adrenergic dari sfingter dan hubungan anatomi ureter dan kandung kemih. 6Aktivitas adrenergic-alfa menyebabkan sfingter uretra berkontraksi. Untuk itu, pengobatan dengan agonis adregenik-alfa (pseudoefedrin) dapat memperkuat kontraksi sfingter, sedangkan zat alpha-blocking (terazonin [Hytrin]) dapat mengganggy penutupan sfingter. Inervasi adrenergic-beta menyebabkan relaksasi sfingter uretra. Karena itu, zat beta-adrenergik blocking (propranolol) dapat mengganggu karena menyebabkan relaksasi uretra dan melepaskan aktifitas kontraktil adrenergic-alfa. 6Komponen penting lainnya dalam mekanisme sfingter adalah hubungan uretra dengan kandung kemih dan rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan angulasi yang tepat antara uretra dan kandung kemih. Fungsi sfingter uretra normal juga tergantung pada posisi yang tepat dari uretra sehingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen secara efektif ditransmisikan ke uretra. Bila uretra pada posisi yang tepat, urin tidak akan keluar pada saat terdapat tekanan atau batuk yang meningkatkan tekanan intra-abdomen. 6

Gambar 2 dan 3 Melukiskan beberapa komponen yang terlibat dalam mempertahankan proses berkemih dan sekaligus kontinen urin. 6

Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh reflex-refleks yang berpusat di medulla spinalis segmen sacral yang dikenal sebagai pusat berkemih (Th. Sakral 2-4). Pada fase pengisian (penyimpanan)kandung kemih, terjadi penigkatan aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung kemih, relaksasi kandung kemih, serta somatic otot pada dasar panggul. Pada fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatic menurun, sendangkan pasasimpatis menigkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusordan pembukaan leher kandung kemih. Proses reflex ini dipengaruhi oleh system saraf yang lebih tinggi yaitu batang otak, korteks serebri, dan serebelum. Proses nerofisiologik ini beroperasi dalam proses miksi belum diketahui dengan jelas. Umumnya dikatakan bahwa peranan korteks serebri adalah menghambat sedangkan batang otak dan supra spinal memfasilitasi.6

Gambar 4 : A. uretra tertutup B. uretra terbuka1. Jar. Spongius 2. M. lisosfingter 3. M. Rabdosfingter

DEFINISIDari aspek klinis praktis, inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya.6 Dan menurut Internasional Continence Society, inkontinensia urin adalah keluhan berkemih tanpa disadari (involunter) atau tidak terkontrol akibat gangguan fungsi saluran kemih bagian bawah yang dipicu oleh sejumlah penyakit sehingga menyebabkan pasien berkemih pada situasi yang berbeda yang mengakibatkan gangguan hygine dan sosial dan dapat dibuktikan secara objektif. Selain inkontinensia urin, dikenal juga istilah overactive bladder syndrome (OAB) yang merupakan desakan untuk segera berkemih (urgensi) dengan/tanpa inkontinensia urin dan biasanya disertai sering berkemih (frekuensi) dan nokturia sehingga inkontinensia urin urgensi disebut juga sebagai OAB basah. OAB yang terjadi tanpa inkontinensia urin disebut sebagai OAB kering. Kombinasi gejala tersebut menyokong gambaran urodinamik aktivitas detrusor yang berlebih atau sebagai dampak disfungsi uretrovesika.7,8

Tabel 1 menunjukkan keragaman definisi yang digunakan dalam penelitian prevalensi inkontinensia urin berdasarkan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam6Tabel 1Definisi Inkontinensia Urin

1.Definisi Keluarnya urin.

Kesulitan menahan berkemih sampai mencapai toilet.Keluarnya air kencing yang tidak diharapkan.Hilangnya pengendalian berkemih.Underpants basah.

2.Definisi Keparahan

Sekali atau lebih.Dua kali atau lebih.Tiga kali atau lebih.Menyebabkan problem sosial atau kebersihan.

3.Definisi Frekuensi

Selalu terjadi.Terjadi 1 tahun yang lalu.Terjadi 1 bulan yang lalu.Terjadi 1 minggu yang lalu.

Terjadi setiap hari.

FAKTOR RESIKO

Di bawah ini adalah faktor resiko yang berperan memicu inkontinensia urin pada perempuan. 71. UmurPrevalensi inkontinensia urin meningkat dengan bertambahnya usia. Banyak wanita tua sebenarnya menganggap gejala berkemih mereka merupakan bagian normal dari proses penuaan daripada manifestasi penyakit. Lebih dari 50% pasien selama 75 tahun menganggap sejala berkemih mereka normal untuk orang tua.2. Hormon sexMemburuknya fungsi ovarium yang berhubungan menopause dimana terjadi penurunan produksi estrogen endogen dan peningkatan insidensi gejala urin, termasuk dysuria, frekuensi, urgensi, nokturia dan inkontinensia. 3. RasPerbedaan rasial dalam prevalensi inkontinensia, sulit dianggap merupakan pesan dari faktor budaya yang mempengaruhi persepsi keluhan berkemih. Meskipun data epidemiologi sedikit, inkontinensia tampaknya paling umum pada suku Cina, Eskimo, dan perempuan kulit hitam.4. Faktor kehamilan dan persalinan Efek kehamilan pada inkontinensia urin tampaknya bukan sekedar proses mekanik. Inkontinensia urin pada perempuan hamil dapat terjadi dari awal kehamilan hingga masa nifas, jadi tidak berhubungan dnegan penekanan kandung kemih oleh besarnya uterus. Prevalensi inkontinensia urin meningkat selama kehamilan dan beberapa minggu setelah persalinan. Pemakaian forceps selama kehamilan dapat memicu inkontinensia urin. Bila timbul inkontinensia urin lebih dari tiga bulan pascasalin (post-partum) maka ini dapat dipandang sebagai indicator prognostic untuk masalah kontinensia di masa depan. Tingginya usia, paritas, dan berat badan bayi tampaknya berhubungan dengan inkontinensia urin.5. Merokok, obesitas, dan konstipasi kronik.Setiap kondisi yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal kronis cenderung meningkatkan risiko berkembang atau memburuknya inkontinensia stress. Obesitas, konstipasi kronis, dan merokok telah diusulkan sebagai faktor predisposisi penting penyebab dari GSI, meskipun data yang ada tidak cukup untuk membantah atau mengkonfirmasi asumsi ini.

Ada mitos menetap yang menganggap bahwa inkontinensia urin pada perempuan merupakan konsekuensi proses penuan (angina) normal. Walaupun proses penuaan bukanlah penyebab inkontinensia, perubahan fungsi saluran kemih bawah terjadi seiring dengan proses penuaan dan ini menjadi faktor predisposisi inkontinensia urin. Vinker et al, melaporkan bahwa faktor risiko mencakup penambahan usia, obesitas, histerektomi, dan penuakit kronis yang menyertai. Usia pada perempuan merupakan faktor resiko independen penting yang berhubungan dengan prevalensi inkontinensia urin tetapi sangat sulit untuk membedakan apakah inkontinensia urin timbul akibat efek independen dari pertambahan usia itu sendiri atau akibat menopause.Selain faktor yang telah disebutkan, ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan dan seringkali terlewatkan. Seorang klinisi perlu mempertimbangkan kausa multiple yang dapat memicu inkontinensia urin. Penyebab lain inkontinensia urin dikenal dengan akronim DIAPERS.

DAdalah kependekan dari delirium yang menunjukkan kegagalan kendali kandung kemih.

IAdalah infeksi dan inflamasi yang memicu dysuria dan aktivitas kandung kemih yang berlebihan.

AAdalah kependekan dari atrophic vaginitis yang dapat menyebabkan status anatomi yang memicu inkontinensia urin.

PAdalah kependekan dari pharmacology dan psikologi. Bebepara obat seperti hipnotik, diuretic, antikolinergik dan penyekat alfa (alpha blocker) dapat menyebabkan perubahan yang memicu inkontinensia urin. Depresi juga merupakan kondisi yang perlu dipertimbangkan sebagai pemicu inkontinensia.

EMengandung arti produksi urin yang bertebihan (excessive urine production)

RAdalah restriksi mobilitas yang memicu akses toilet yang terbatas.

SAdalah stool impaction atau impaksi tinja yang dapat memicu urgensi atau overflow incontinence.

TIPE DARI INKONRINENSIA URIN1. Inkontinensia stressInkontinensia stres biasanya disebabkan oleh lemahnya mekanisme penutup. Keluhan khas yaitu mengeluarkan urine sewaktu batuk, bersin, menaiki tangga atau melakukan gerakan mendadak, berdiri sesudah berbaring atau duduk.9 Gerakan semacam itu dapat meningkatkan tekanan dalam abdomen dan karena itu juga di dalam kandung kemih. Otot uretra tidak dapat melawan tekanan ini dan keluarlah urine. Kebanyakan keluhan ini progresif perlahan-lahan; kadang terjadi sesudah melahirkan. Akibatnya penderita harus sering menganti pakaian dalam dan bila perlu juga pembalut wanita. Frekuensi berganti pakaian, dan juga jumlah pembalut wanita yang diperlukan setiap hari, merupakan ukuran kegawatan keluhan inkontinensia ini. 1Biasanya dalam pemeriksaan badan tidak dijumpai kelainan pada ginjal dan kandung kemih. Pada pemeriksaan vulva ternyata bahwa sewaktu mengejan dapat dilihat dinding depan vagina. Informasi yang penting bisa diperoleh dengan percobaan Marshall-Marchetti. Penderita diminta untuk berkemih di WC sampai habis. Dalam posisi ginekologis dimasukan kateter ke dalam kandung kemih. Ditentukan jumlah urine yang tersisa. Kemudian diikuti oleh pengisian kandung kemih dengan air sampai penderita merasa ingin berkemih. Dengan demikian ditentukan kapasitas kandung kemih. Normalnya seharusnya 400-450 ml. Kemudian dicoba menirukan stres yang mengakibatkan pengeluaran urine dengan meminta penderita batuk. Jika pada posisi berbaring tidak terjadi pengeluaran urine, maka percobaan diulang pada posisi berdiri dengan tungkai dijauhkan satu sama lain. 1,10 Pada inkontinensia stres sejati, harus terjadi pengeluaran urine pada saat ini. Kemudian dicoba dengan korentang atau dengan dua jari menekan dinding depan vagina kanan dan kiri sedemikian rupa ke arah kranial sehingga sisto-uretrokel hilang. Penderita diminta batuk lagi. Bila sekarang pengeluaran urine terhenti maka ini menunjukkan penderita akan dapat disembuhkan dengan operasi kelainan yang dideritanya. Pemeriksaan ini dapat ditambah dengan sistometri, sistoskopi serta kalibrasi pada uretra untuk menyingkirkan kemungkinan stenosis.1,10Pada foto rontgen lateral atas sistogram miksi bisa tampak sudut terbelakang vesikouretra membesar sampai 1800 atau lebih. Normalnya sudut ini sekitar 1200. Gambaran ini menegaskan adanya sistokel pada pemeriksaan badan.1

Gambar 5 : Anatomi Sudut Vesikouretraa. Normal : Sudut vesikouretra 12001. simfisi, 2. Uretra, 3. Vesika, 4. Sudut 1200 b. Patologik : Sudut vesikouretra 1800 1. simfisi, 2. Uretra, 3. Vesika, 4. Sudut 1800

Diagnosis dengan pengobatan inkontinensia pada wanita merupakan masalah interdisipliner antara urologi dan ginekologi. Di sini pengambilan keputusan yang tepat setidak-tidaknya sama penting seperti mutu pengobatan. Sering terdapat kelainan ginekologis yang juga harus diobati. Kebanyakan diagnostik yang tepat ditegakkan dari kerjasama yang baik antara urolog dan ginekolog.1 Pada inkontinensia stres yang ringan, misalnya yang menghabiskan 3-4 pembalut sehari, penderita bisa memperoleh perbaikan dengan fisioterapi dan senam untuk otot-otot dasar panggul. Pada prinsipnya pengobatan inkontinensia stres bersifat operatif. Dikenal berbagai teknik bedah yang semuanya dapat memberikan perbaikan 80-90 kasus. Semua bentuk operasi ini berlandaskan pada prinsip yang sama yaitu menarik dinding vagina ke arah ventral untuk menghilangkan sistokel dan mengembalikan sudut vesiko-uretral menjadi 1200 seperti semula. Ini dapat terlaksana dengan menjahitkan dinding vagina pada periosteum tulang pubis (teknik Marshall-Marchetti); dengan mengikatkan dinding vagina lebih lateral pada lig. Pouparti (teknik Burch); atau dengan bedah sling, menarik uretra ke atas memakai selembar fasia atau bahan yang tidak dapat diresorpsi serta diikatkan pada fasia abdominalis.1,10 Biasanya keluhan stres dan desakan bercampur aduk. Dalam keadaan seperti ini, sangat penting diagnostik yang cermat yang juga meliputi sistometri dan pengukuran aliran. Apabila inkontinensia desakan dengan atau tanpa pembentukan sisa urine diobati dengan salah satu bedah plastik suspensi di atas, maka pola keluhan semula dapat lebih mengikat.1 Komplikasi terapi bedah inkontinensia stres terutama terdiri dari pembentukan sisa urine segera dalam fase pascabedah. Biasanya masalah ini bersifat sementara dan dapat diatasi dengan kateterisasi intermiten, dengan karakter yang ditinggalkan atau lebih baik dengan drainase kandung kemih suprapubik. Hal ini memungkinkan pencarian pembentukan sisa urine tanpa kateterisasi. Komplikasi lain biasanya berasal dari indikasi yang salah. Perforasi kandung kemih dengan kebocoran urine, infeksi saluran kemih yang berkepanjangan dan osteitis pubis pada operasi Marshall-Marchetti-Krantz merupakan komplikasi yang jarang terjadi.1 2. Urge incontinence (inkontinensia desakan)Keadaan di mana ada dorongan kuat untuk berkemih tanpa adanya alasan, yang tidak dapat ditahan. Pasien mengeluh ingin buang air kecil secara tiba-tiba yang tidak dapat ditahan. Bila dia menahannya, maka urin akan keluar dengan sendirinya. Kelainan ini sering akibat kontraksi yang tidak dapat dihindari karena otot-otot vesika yang sangat aktif berkontraksi. Pada urge incontinence, urin yang keluar lebih banyak, sering buang air kecil pada malam hari dan pada waktu tidur pun dapat keluar, atau setelah minum air dengan jumlah sedikit, bahkan setelah menyentuh air atau mendengar suara air (seperti pada saat mencuci atau mendengar orang lain sedang mandi). Beberapa cairan atau obat-obatan seperti diuretic atau stress emosional seperti cemas dapat memperparah kondisi ini. Beberapa kondisi medis, seperti hypertiroidism dan diabetes yang tidak terkontrol, bisa juga mempermudah atau memperparah urge incontinence.8,9 Urge incontinence terjadi karena otot-otot vesika berkontraksi tergantung dari jumlah urin di dalam vesika urinaria. Aktivitas involunter pada otot buli-buli bias terjadi karena kerusakan saraf pada kandung kemih, pada nervous system (spinal cord dan otak), atau pada otot kandung kemih itu sendiri. Multiple sclerosis, Parkinsons disease, Alzheimers disease, stroke, dan cedera- termasuk cedera pada saat operasi semua yang bisa merusak saraf buli-buli atau ototnya.8,9

3. Overactive bladderOveractive bladder terjadi ketika saraf yang abnormal mengirim sinyal ke kandung kemih pada waktu yang salah, menyebabkan otot untuk memeras tanpa peringatan. Berkemih sampai tujuh kali sehari adalah normal bagi banyak perempuan, tetapi perempuan dengan overactive bladder mungkin menemukan bahwa mereka harus buang air kecil lebih sering.Secara khusus, gejala kandung kemih terlalu aktif termasuk Urinary frequency - urinasi yang mengganggu yakni delapan kali atau lebih dalam sehari atau dua kali atau lebih di malam hari. Urinary urgency - mendadak, kebutuhan yang kuat untuk buang air kecil dengan segera. Urge incontinence - kebocoran atau urin tercurah yang mengikuti secara mendadak, dengan dorongan yang kuat. Nokturia - terbangun di malam hari untuk buang air kecil9

4. Inkontinensia campuran (mixed incontinence)Merupakan kombinasi dari stress dan urge incontinence. Inkontinensia campuran ini adalah tipe inkontinensia urin yang paling sering pada wanita.11

5. Overflow incontinence (inkontinensia luapan)Merupakan hilangnya kendali berkemih involunter yang berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Biasanya pada kandung kemih yang sudah dilatasi lama akibat selalu ada urine sisa fase dekompensasi kandung kemih. Hal ini dapat terjadi secara sekunder dari kerusakan otot detrusor yang memicu kelemahan detrusor. Selain itu obstruksi uretra juga dapat memicu distensi kandung kemih dan overflow incontinence. Disini kandung kemih penuh tapi tidak tegang dan keluarnya urine intermitten. Tipe inkontinensia ini jarang ditemukan pada wanita. 7,9,12 Corak atau sifat gangguan fungsi kandung kemih neurogen dapat berbeda, tergantung pada tempat dan luasnya luka, koordinasi normal antara kandung kemih dan uretra berdasarkan refleks miksi, yang berjalan melalui pusat miksi pada segmen sakral medula spinalis. Baik otot kandung kemih maupun otot polos dan otot lurik pada uretra dihubungkan dengan pusat miksi.1 Otot lurik periuretral di dasar panggul yang menjadi bagian penting mekanisme penutupan uretra juga dihubungkan dengan pusat miksi sakral. Dari pusat yang lebih atas di dalam otak diberikan koordinasi ke pusat miksi sakral. Di dalam pusat yang lebih atas ini, sekaligus masuk isyarat mengenai keadaan kandung kemih dan uretra, sehingga rasa ingin miksi disadari. 1,3,13Refleks miksi juga dipengaruhi melalui pleksus pelvikus oleh persarafan simpatis dari ganglion yang termasuk L1, L2, L3. Pada lesi, dapat terjadi dua jenis gangguan pada fungsi kandung kemih yaitu :1 a. Lesi Nuklear (tipe LMN)Pada lesi di pusat sakral yang menyebabkan rusaknya lengkung refleks terjadi kelumpuhan flasid pada kandung kemih dan dasar panggul. Sehingga miksi sebenarnya lenyap.b. Lesi Supranuklear (Tipe UMN)Lesi terjadi di atas pusat sakral, dengan pusat miksi sakral dan lengkung refleks yang tetap utuh, maka hilangnya pengaruh pusat yang lebih atas terhadap pusat miksi. Miksi sakral menghilangkan kesadaran atas keadaan kandung kemih. Terjadi refleks kontraksi kandung kemih yang terarah kepada miksi yang otomatis tetapi tidak efisien karena tidak ada koordinasi dari pusat yang lebih atas. Sering kontraksi otot dasar panggul bersamaan waktunya dengan otot kandung kemih sehingga miksi yang baik terhalang. Juga kontraksi otot kandung kemih tidak lengkap sehingga kandung kemih benar-benar dapat dikosongkan.

Gambar 6 : Persarafan kd. Kemih, uretra dan otot-otot periuretral. Otot polos uretra digambar bertitik ; Otot lurik dasar panggul dan uretra digambar lurik. (dikutip dari kepustakaan Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi I. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta, 1991)

Terdapat beberapa macam tes untuk memeriksa aktifitas refleks pada segmen sakral medula spinalis. Bila ada aktifitas sakral, mungkin lesi jenis supranuklear. 1 Refleks anus : kulit di dekat anus dirangsang dengan sebuah jarum. Kontraksi pada sfingter anus bagian luar membuktikan bahwa refleks ini ada. Jari yang dimasukan di dalam rektum merasakan bahwa sfinger anus menegang. Refleks bulbokavernosus : sewaktu klitoris dipijit pada pemeriksaan rektal terjadi kontraksi otot bulbo dan iskiokavernosus. Refleks ketok abdomen : ketokan pada dinding perut diatas simfisis menyebabkan tegangnya sfingter ani. Ini dapat diraba dengan jari didalam rektrum. Tes air es : kandung kemih dikosongkan dengan kateter, lalu diisi 60-90 ml air es. Jika dalam waktu satu menit kateter beserta air es tertekan keluar lagi, terbukti adanya gangguan fungi kandung kemih jenis supranuklear.

6. Inkontinensia fungsional Orang dengan masalah medis yang fikirannya terganggu, tidak bisa bergerak, atau berkomunikasi mungkin memiliki kesulitan mencapai toilet. Sebagai contoh, seseorang dengan penyakit Alzheimer, tidak mungkin berpikir cukup baik untuk merencanakan perjalanan tepat waktu untuk ke toilet. Seseorang di kursi roda mungkin memiliki waktu yang sulit menuju ke toilet dalam beberapa kesempatan. Inkontinensia fungsional adalah hasil dari kondisi fisik dan medis seperti itu. Kondisi seperti arthritis sering berkembang seiring dengan usia dan menjelaskan beberapa inkontinensia pada perempuan lansia di panti jompo. 9

7. Inkontinensia transienMerupakan inkontinensia versi sementara. Obat-obatan, infeksi saluran kemih, gangguan mental, dan mobilitas terbatas semua dapat memicu inkontinensia transien. Sembelit parah dapat menyebabkan inkontinensia transien ketika tinja tampak mendorong saluran kemih dan menghalangi aliran. Pilek dapat memicu inkontinensia, yang sembuh setelah batuk-batuk berhenti. 9

8. Inkontinensia totalMerupakan hilangnya kendali miksi secara menetap dengan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap akibat gangguan kontraktilitas detrusor atau obstruksi kandung kemih, kebocoran urin biasanya sedikit dan volume residual pascaberkemih (postvoid) biasanya meningkat. 79. Continue IncontinenceUrin keluar terus-menerus tanpa dapat ditahan. Keadaan ini biasanya disebabkan karena adanya kebocoran dinding kandung kemih atau uretra ke vagina (fistula vesico/uretro vaginal).8 Fistula urine sebagian besar akibat persalinan, dapat terjadi langsung pada waktu tindakan operatif seperti seksio sesar, perforasi dan kranioklasi, dekapitasi, atau ekstraksi dengan cunam. Dapat juga timbul beberapa hari sesudah partus lama, yang disebabkan karena tekanan kepala janin terlalu lama pada jaringan jalan lahir di tulang pubis dan simfisis, sehingga menimbulkan iskemia dan kematian jaringan di jalan lahir.2Operasi ginekologis seperti histerektomi abdominal dan vaginal, operasi plastik pervaginam, operasi radikal untuk karsinoma serviks uteri, semuanya dapat menimbulkan fistula traumatik. Tes sederhana untuk membantu diagnosis ialah dengan memasukan metilen biru 30 ml kedalam rongga vesika. Akan tampak metilen biru keluar dari fistula ke dalam vagina.2 Untuk memperbaiki fistula vesikovaginalis umumnya dilakukan operasi melalui vagina (transvaginal), karena lebih mudah dan komplikasi kecil. Bila ditemukan fistula yang terjadi pasca persalinan atau beberapa hari pascah bedah, maka penanganannya harus ditunda tiga bulan. Bila jaringan sekitar fistula sudah tenang dan normal kembali operasi baru dapat dilakukan.2

PATOFISIOLOGI Kemajuan dan keberhasilan tata laksana inkontinensia urine tentu saja tidak akan lepas dari pemahaman akan patofisiologi inkontinensia urine yang makin mendalam. Dalam makalah ini dibahas patofisiologi inkontinensia urine stres mengingat tipe ini merupakan inkontinensia urine yang paLing banyak dijumpai pada perempuan. Sejumlah penelitian, diawali oleh penelitian Marshall et al, Nchndson dan McGuire, melaporkan bahwa inkontinensia urine stres ternyata tidak hanya disebabkan oleh kegagalan penyokong uretra tetapi juga karena penutupan leher vesika yang tidak adekuat dan gangguan pada sistem kendali kontinensia urin (neuromuskular). Pemahaman itu memicu kesimpulan bahwa tata laksana yang diberikan pada perempuan dengan inkontinensia urine harus disesuaikan dengan jenis inkontinensia urine dan penyebab kerusakan. sebaikrya tata laksana ini tidak disamaratakan untuk semua kasus inkontinensia urine. Untuk lebih memahami patofisiologinya, inkontinensia urine akan dibahas dengan pendekatan anatomi dan fisiologi. 7

Gambar 7 : 1. m. bulbokavernosus, 2. m. iskiokavernosus, keduanya memperkuat m.rabdosfingterIrisan lateral organ panggul pada gambar diatas menunjukkan anatomi yang berkaitan dengan sistem kendali kontinensia. Beberapa komponen penting yang berperanan ialah otot levator ani yang berjalan dari tulang pubis menuju ke sfingter ani di balik rektum untuk menyokong organ pelvis. Otot itu beralan di sebelah lateral fasia arkus tendinosus pelvis yang merupakan fasia endopelvis yang menghubungkan tulang pubis dengan spina isiadika. Fasia tersebut cenderung berperanan pasif dalam mekanisme kontinensia tetapi hubungan fasia itu dengan otot levator ani merupakan elemen penting dalam sistem kendali ini. Hubungan tersebut memungkinkan kontraksi aktif otot pelvis untuk memicu elevasi leher vesika, dan relaksasinya menyebabkan penurunan leher vesika. Aktivitas konstan normal otot levator ani menyokong leher vesika dalam proses miksi normal. 7Salah satu pertanyaan penting ialah bagaimana aparatus itu dapat menjaga uretra tertutup rapat walaupun tekanan dalam vesika meningkat pada waktu batuk keras tanpa dapat mendesak urin keluar melalui uretra (bagaimana mempertahankan gradien tekanan positif saat tekanan penutupan uretra lebih besar daripada tekanan kandung keniih). 7Pada model konseptual dijelaskan bahwa stabilitas lapisan penyokong cendenrung lebih mempengaruhi terjadinya kontinensia dibandingkan dengan tinggi uretra. Individu dengan lapisan penyokong yang kuat, uretra akan ditekan antara tekanan abdominal dan fasia pelvis pada arah yang sama. Kondisi tersebut diibaratkan saat seseorang dapat menghentikan aliran air yang melalui selang taman dengan menginjak selang dan menekan ke arah lantai keras yang mendasarinya. Jika lapisan di bawah uretra tidak stabil dan tidak memberikan tahanan yang kokoh terhadap tekanan abdominal yang menekan uretra, maka tekanan yang berlawanan akan menyebabkan hilangnya penutupan dan kerja oklusi akan berkurang. Kondisi yang terjadi selanjutnya dapat diibaratkan seperti saat seseorang mencoba menghentikan aliran air melalui selang taman dengan menginjak selang yang berada di atas tanah liat. 7Analog tersebut juga dapat menjelaskan mengapa pada inkontinensia urine dapat terbentuk sistoureterokel yang besar, dan pada pasien dengan uretra yang terletak jauh di bawah posisi normalnya sering kali tidak dapat menjalankan fungsi kontinensia dengan baik. Jika lapisan suburetral dapat mempertahankan stabilitasnya maka mekanisme itu dipertahankan efektif. 7

Gambar 8 A. Tekanan abdominal mendesak uretra terhadap penyokong uretra. B. Pada gambar ini jaringan penyokong tidak stabil sehingga tidak membentuk laplsan kokoh saat uretra ditekan. C. Sistouretrokel terbentuk saat uretra terletak Iebih rendah dari normal letapi memiliki lapisan penyokong kuat yang memungkinkan kompresi uretra.

Gangguan KoordinasiTidak ada struktur tunggal yang menyokong uretra. Fungsi itu dijalankan melalui kerja yang terkoordinasi antara fasia dan otot di bawah kendali saraf dalam satu unit integrasi. Ototpelvis berkontraksi ketika tekanan abdominal meningkat. Hal itu menunjukkan peranan serta potensinya dalam mencegah keluarnya urin. Perubahan fungsi saraf pelvis berhubungan erat dengan patofisiologi inkontinensia karena akan terjadi kelemahan otot atau kegagalan koordinasi otot. Selain itu, walaupun otot dan fungsi saraf utuh, adanya defek pada hubungan fasia yang menyokong uretra dan adanya kerusakan setiap elemen sistem kontrol kontinensia akan melemahkan kemampuan perempuan dalam mempertahankan keadaan kontinensia saat tekanan abdominal meningkat.14Masalah SfingterLeher vesika dan struktur uretra berperanan penting dalam kontinensia. Leher vesika (veslcaI neck) merupakan satu kesatuan regional dan fungsional yang tidak mengacu pada satu fokus anatomi tunggal. Leher vesika merupakan area di dasar kandung kemih tempat lumen uretra menembus lapisan otot kandung kemih yang tebal. Hilangnya stimulasi adrenergik atau kerusakan pada area ini menyebabkan leher vesika gagal menutup rapat sehingga memicu inkontinensia stres; dan bila faktor ini merupakan penyebab inkontinensia stres, maka suspensi uretra sederhana seringkali tidak efektif untuk menangani kasus ini.14,15Pengarah Gangguan puda UretraDalam praktik klinis, seringkali peranan uretra dalam mempertahankan kontinensia ini diabaikan karena suspensi uretra dapat memperbaiki inkontinensia urine tanpa mengubah tekanan penutupan uretra. Mekanisme kontinensia artifisial tidak serta merta memungkinkan klinisi menyimpulkan bahwa kontinensia normal. Beberapa observasi di bawah ini mendukung konsep bahwa uretra memang berperanan penting dalam kontinensia. 14,151. Perempuan dengan inkontinensia urine stres memiliki tekanan penutupan uretral yang lebih rendah (34 cmH2O) dibandingkan dengan kelompok usianya yang normal (68 cm H2O).2. Eksisi uretra distal dapat memicu inkontinensia stres pada perempuan tanpa riwayat inkontinensia urine.3. Sekitar 50% perempuan kontinensia normal, urin mencapai tingkat leher vesika sebagai respons terhadap batuk kemudian dikembalikan masuk dalam kandung kemih oleh lapisan otot uretra.

Table 2 Topografi struktur uretra dan parauretra.

Uretra merupakan tabung dengan struktur kompleks yang berjalan di bawah kandung kemih. Pada uretra, terdapat sejumlah elemen yang berperanan penting dalam disfungsi s saluran kemih bawah. Baik otot sfingter urogenital striata dan otot polos bekerja memicu konstriksi lumen uretra. Struktur itu tidak hanya mengalami penurunan fungsi seiring dengan pertambahan usia tetapi juga menunjukkan bukti peranan trauma denervasi. 14,15 Pengaruh gangguan persarafanOtot detrusor kandung kemih berkontraksi dengan stimulasi parasimpatis melalui peranan asetilkolin, dan relaksasi dengan stimulasi simpatis pada reseptor beta-adrenergik. Stimulasi reseptor adrenergic-alfa oleh norepinefrin akan menyebabkan kontraksi sfingler uretra involunter internal sedangkan stimulasi parasimpatis akan memicu relaksasi sfingter tersebut. Sflngter uretra eksternal disarafi oleh sistem saraf somatik yang memungkinkan kendali berkemih volunter.14,15Sejumlah studi melaporkan perubahan fungsi saraf pudendus pada perempuan dengan inkontinensia urine stres. Kekuatan hubungan antata inkontinensia urine stres dan neuropati merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan secara serius. Kerusakan saraf akan memicu sejumlah gangguan dalam mekanisme kontinensia. Hilangnya atau lemahnya kontraksi otot levator ani selama proses batuk dapat memicu destabilisasi lapisan penyokong dan mencegah tekanan abdominal dari kompresi uretra terhadap fasia endopelvis. Dengan kata lain, penurunan tekanan penutupan uretra akan menghilangkan perbedaan tekanan sehingga memicu inkontinensia. Hipotesis tersebut masih perlu dikaji ulang untuk menentukan relevansinya dan seberapa jauh peranannya dalam memicu inkontinensia urine. 14,15

Kerusakan yang menyebabkan mekanisme kontinensia gagal dapat terjadi di beberapa tingkat, Fasia endopelvis dapat robek dari pelekatan lateralnya (defek paravaginal) dan robekan ini dapat melibatkan otot levator ani. Kontrol persarafan otot akan hilang misalnya kontraksi tidak akan erjadii atau tidak dapat diaktifkan pada waktu yang tepat. Leher vesika gagal menutup dan konstriksi uretra tidak cukup sehingga tidak dapat menahan urine yang akan keluar. Pada sebagian besar perempuan, kombinasi defek ini dapat dijurpai. 14,15DIAGNOSISa. AnamnesisSeringkali anamnesis pasien digunakan untuk mendiagnosis tipe inkontinensia. Peran anamnesis dalam mendiagnosis tipe inkontinensia pada wanita: dapat sangat meleset dan tidak membentuk dasar ilmiah untuk penanganan. Tanpa suatu investigasi yang objektif, ahli ginekologi yang mengandalkan pada gejala klinis dapat memberikan terapi bedah yang tidak efektif atau yang tidak diperlukan pada pasien mereka. Anamnesis sendiri merupakan indikator yang buruk untuk tipe inkontinensia dan tidak ada pertanyaan yang dapat membedakan secara jelas antara berbagai tipe inkontinensia.1 Anamnesis uroginekologi yang lengkap harus meliputi frekuensi, durasi, dan karakter episode inkontinensia, penggunaan alat proteksi, terapi sebelumnya, dan kondisi lainnya yang dapat menyebabkan inkontinensia. Anamnesis terinci merupakan hal yang penting untuk menentukan keparahan gejala. Dengan anamnesia yang tepat, dapat membantu untuk menentukan terapi selanjutnya, dengan gejala yang lebih parah mendapat pilihan terapi yang lebih agresif dan gejala yang lebih ringan mendaoat pilihan terapi yang kurang invasif. Stress emosional seringkali tidak dihubungkan dengan jumlah pengeluaran urin yang dapat ditunjukkan.1,16b. Pemeriksaan fisik (terdiri dari 3 bagian): Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan kemungkinan delirium, urethritisatrofik, penyebab farmakologis, produksi urin berlebihan (diabetes), mobilitas terbatas, dan impaksi tinja. Pemeriksaan skrining neurologis (biasanya dilakukan di amerika serikat). Reflex ekstremitas bawah harus dievaluasi. Pengusapan bokong secara ringan pada area lateral menuju sfingter anal akan menghasilkan kontraksi reflex cepat (yaitu kedutan anus) dari sfingter eksterna. Batuk akan menyebabkan kontraksi pada dasar panggul.16 Pemeriksaan uroginekologis inspeksi mungkin mengungkap adanya ekskoriasi vulva yang parah akibat kelembaban terus-menerus, dan introitus yang terbuka menunjukkan kemungkinan adanya trauma dasar panggul sebelumnya. Adanya genangan urine yang banyak dalam vagina dapat menunjukkan adanya fistula vesico-vaginal, uretero-vaginal atau urethra-vaginal. Pada pemeriksaan bimanual, massa lunak yang teraba sepanjang dinding anterior vagina menunjukkan diverticulum subureteral. Adanya massa besar di rongga pelvis juga dapat mengkontribusikan pada frekuensi BAK dan kehendak ingin BAK ketika ia menekan kandung kemih, walau mungkin bukan menjadi penyebab inkonrinensia. Jika pemeriksaan menunjukkan kemungkinan adanya kelainan, pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan untuk penaganan yang tepat. Selama pemeriksaan, organ penunjang pelvis harus diperhatikan. 1 Pasien diminta untuk batuk atau valsava secara berulang dengan kandung kemih penuh dalam posisi litotomi atau berdiri untuk merangsang keluarnya urin. Penilaian kekuatan dasar panggul dapat dilakukan selama pemeriksaan bimanual dengan meminta pasien mengontraksikan otot panggulnya. Akhirnya, pemeriksaan rectum dapat mengevaluasi tonus sfingter rectum atau keberadaan impaksi tinja. 16Gerakan pada urethrovesical junction (UVJ) sebaiknya diperiksa dengan Q-tip atau tes apus kapas (cotton swab) atau dengan teknik pencitraan seperti USG atau sistografi. Tes Q-tip dilakukan dengan pertama membersihkan bagian meatus uretra eksterna dengan solusi antibacterial. Kemudian Q-Tip steril yang telah dilubrikasi dengan anestesi dimasukkan ke dalam uretra secara perlahan sampai ujung Q-tip mencapai kandung kemih. Ujung Q-tip ini kemudian ditarik kembali seperti perlawanan terasa, yang berarti ujung Q-tip berada pada UVJ. Sudut resting diukur dengan goniometer sederhana, dengan patokan parallel dengan lantai. Pasien kemudian diminta untuk melakukan maneuver Valsava atau batuk, dan penyimpangan diukur. Dengan tes Q-tip, hipermobilitas dapat didefinisikan sebagai penyimpangan dengan peregangan lebih dari 30o dari sudut resting atau lebih300 dari horizontal. Tes Q-tip telah menjadi tes umum pada evaluasi dasar sejak diajukan tahun 1971. Penggunaan klinik tidak pernah ditunjukkan dalam diagnosis tipe inkontinensia, tetapi hanya dapat menentukan apakah terdapat hipermobilitas UVJ. Gerakan UVJ dapat diperiksa dengan mengamati penurunan sudut dari dinding vagina anterior dengan valsava. Namun, ketika pemeriksan visual langsung dibandingkan dengan tes Q-tip, ia dianggap tidak memenuhi. Jika tindakan bedah tidak dapat dilakukan, tes Q-tip dapat disingkirkan dari avaluasi dasar. Tujuan utama dari tes ini adalah untuk menentukan pasien mana yang memerkukan tindakan bedah dan pasien mana yang sudah memiliki penunjang UVJ yang cukup dan mungkin lebih cocok untuk penanganan non-bedah.1

Gambar 9. Tes Q-TipTest tambahan yang diperlukan untuk evaluasi diagnostik yaitu Pessary Pad Test. Penderita minum 500 ml air selama 15 menit untuk mengisi kandung kemih. Setelah 12 jam, penderita melakukan latihan selama 45 menit dengan cara : berdiri dari duduk (10 kali), batuk (10 kali), joging di tempat (11 kali), mengambil benda dari lantai (5 kali), dan mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit. Test positif bila berat Pad sama atau lebih besar dari 1g. Test ini dapat menunjukan adanya inkontinesia stres hanya bila tidak didapatkan kandung kemih yang tidak stabil.14

c. Urinalisis dan kultur urin Banyak kelainan metabolic dan saluran urin yang relevan dapat diskrining dengan menggunakan urinalisis sederhana. Kultur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi sebelum melanjutkan dengan evaluasi lebih lanjut. 16

d. Volume urin residu setelah pengosongan kandung kemih.Penentuan residu urine paska BAK (PVR) sebaiknya dilakukan segera setelah BAK spontan untuk menyingkirkan inkontinensia karena kandung kemih yang terlalu penuhpada sebagian besar pasien. PVR juga dapat diperkirakan dalam pemeriksaan bimanual dengan merasakan untuk pembesaran kandung kemih. Namun, teknik ini memiliki tingkat sensivitas sebesar 14% untuk mendeteksi PVR yang besar dari 50ml. teknik yang lebih akurat dengan kateterisasi, pencitraan kandung kemih atau USG, jika tersedia. Consensus yang ada menyatakan PVR kurang kurang dari 50-100ml adalah normal, PVR lenih dari 200ml abnormal, dan nilai diantara keduanya memerlukan korelasi dengan gambaran klinis. Hanya sedikir data yang ada untuk menentukan apa yang melingkupi peningkatan PVR bermakna secara klinis yang menghasilkan morbiditas. Karena itu, sebagian besar pasien harus diperiksa untuk PVR dan hasil yang melebihi 50ml tetapi kurang dari 200ml harus diulang dan disesuaikan dengan gambaran klinis. Jika pasien asimptomatik dengan urinalisis normal dan tidak ada riwayat ISK, tidak diperlukan penangnanan. Pasien sebaiknyaa dirujuk untuk pemeriksaan BAK untuk menentukan apakah pasien memiliki kelainan lainnya (contoh disinergia detrusor-sphincter) jika PVR lebih besar daripada 200ml.1

e. Pencatatan pola BAKMerupakan alat evaluasi yang membantu untuk dokumentasi dan mengukur tingkat inkontinensia. Ada terdapat teknik yang berbeda untuk membuat pencatat BAK. Salah satunya adalah Tabel frekuensi-volum kandung kemih. Lebih dari 7 kali buang air kecil dalam waktu satu hari menunjukkan adanya masalah frekuensi, tetapi keadaan ini sangan bergantung pada kebiasaan dan asupan cairan. Pasien seringkali tidak akurat dalam memperkirakan frekuensi buang air kecil dan harus didorong dnegan membuat buku harian buang air kecil selama beberapa hari sebagai bagian dari evaluasi awal. Volume yang dikeluarkan setiap kali pengosongan kandung kemih harus diukur dan dicatat dan setiap episode inkontinensia harus dicatat pula. 1,16 Buku Catatan Kandung KemihBuku catatan ini akan membantu anda dan tim kesehatan anda. Buku Nama : Erna Catatan berkemih membantu melihat penyebab dari gangguan kontrol kemih. Tgl : 17/2/2014Contoh dibawah memperlihatkan bagaimana cara menggunakan buku catatan ini

Table 3. Contoh buku catatan kandung kemih

Table 3. contoh buku catatan kandung kemih

f. UrodinamikPemeriksaan ini merupakan selekompok pemeriksaan yang dirancang untuk membantu menentukan etiologi dari fungsi saluran urin bagian bawah. Sistometri melibatkan pengisian kandung kemih secara bertahap dengan air steril. Kontraksi detrusor secara involunter diperlihatkan dengan peningkatan ketinggian air pada saat pengisian akibat tekanan punggung. Biasanya, sensasi pertama untuk buang air kecil terjadi pada 150 ml dan kapasitas kandung kemih umumnya adalah 400-600 ml. Uroflowmetri digunakan menentukan kecepatan aliran urin dan waktu aliran sebagai skrining adanya obstruksi aliran keluar dan kelainan kontraktilitas detrusor. Biasanya, wanita mencapai puncak kecepatan aliran sebesar 15-20 ml/detik dengan volume urin yang dikeluarkan sebesar 150-200 ml. Pemeriksaan urodinamik kompleks mengharuskan penempatan kateter intravesikel untuk mengukur tekana detrusor dan kateter vaginal atau rektal untuk mengukur tekanan intra-abdomen secara tidak langsung. 16

g. Tes stress batukSebuah sistometrogram tidak selalu efektif dalam mencatat kontraksi detrusor yang tak dihambat, tapi memungkinkan untuk pengisian kandung kemih sehingga tes stress batuk dapat dilakukan dengan volume kandung kemih yang diketahui. Tes ini melibatkan pengisian kandung kemih pasien sekurangnya sekitar 300ml atau pasien merasa penuh. Kemudian sambil berdiri (atau terlentang bagi yang tidak bisa berdiri), pasien disuruh batuk dimana sang pemeriksa secara langsung melihat meatus uretra. Apabila urine terlihat merembes dari meatus uretra eksternal, maka tes ini positif. Telah diketahui bahwa tes stress batuk yang dilakukan sebelumpengisian kandung kemih sang tidak dapat diandalkan dan 80% kasus inkontinensia stress meleset. Tatapi, bila dilakukan pada saat volume kandung kemih penuh (300ml), tes ini sangat daoat dipercaya. Tes negative dapat mengeliminasi secaar efektif sebagian besar kasus dari inkontinensia stress.Sebagian pasien tidak batuk sesuai yang diharapkan, dapat terkadang pasien menahan kencing secara sadar (kontraksi dari otot-otot dasar panggul) selama tes berlangsung. Hasil tes stress batuk yang positif berkorelasi tinggi dengan adanya inkontinensia stress. Akan tetapi, bila kontraksi detrusor yang tak dihambat diketahui selama sistometrogram, hasil tes batuk stress menjadi curiga.

h. Test diagnostik lanjut Sistourethroskopi dan diagnostik imaging - Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi, dapat dilihat keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum. Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik). 14PENANGANAN KONSERVATIFPada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat- obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis. 13,14,17a. Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis. Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikal kedalam daerah yang ditransmisi tekanan abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intraabdominal, perubahan posisi dan pengisian kandug kemih.Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra.Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah menunjukan hasil yang efektif.13 Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut kembali normal dari keadaannya yang abnormal.Langkah-langkah LKK(Latihan kandung kecing) : Tentukan tipe kandung kemih neurogenik Tiap waktu miksi dimulai dengan stimulasi : Tipe UMN : Menepuk paha dalam, menarik rambut daerah pubis, masukkan jari pada rektum. Tipe LMN : Metode Crade atau manuver valsava. - Kateterisasi : kateter menetap atau berkala.b. Obat-obatan 13,14,17 Alfa Adrenergik Agonis Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan urethra obat aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stmulasi ini dengan efek samping relatif ringan. EfedrinEfek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif pada inkotinensia stres.Efek samping menigkatkan tekanan darah, kecemasan dan insomnia oleh karena stimulasi SSP. PhenylpropanololaminePPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan efedrin, akan tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen utama obat influensa dalam kombinasi dengan antihistamin dan anthikholinergik. Dosis 50 mg dua kali sehari. Efek samping minimal. Didapatkan 59 % penderita inkontinensia stres mengalami perbaikan. EstrogenPenggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan efek meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan estrogen dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan setelah tindakan bedah pada inkontinensia dengan tujuan untuk memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan urogential, walaupun belum ada data yang akurat.

c. Stimulasi ElektrikMetode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot lurik uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi dengan kekuatan rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa bulan. Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan morbiditas karena infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator mini yang digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam pakaian penderita dan dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode vaginal : ring, Hodge pessary, silindris.17d. Alat Mekanis (Mechanical Devices)Tampon : Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan. Penggunaan terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.Edward Spring : Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada penderita dg inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi ulserasi vagina.Bonnass Device: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal. 17

PENANGANAN OPERATIF17Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan dengan beberapa cara meliputi :1. Kolporafi anterior 2. Uretropeksi retropubik 3. Prosedur jarum 4. Prosedur sling pubovaginal 5. Periuretral bulking agent 6. Tension vaginal tape (TVT) Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan baik pada penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun rekurensi tindakan ini tetap ada.Kolporaphy anterior apakah dilakukan sebagai prosedur yang terpisah atau bersamaan dengan pembedahan ginekologi yang lain umumnya merupakan operasi ginekologi. Operasi ini merupakan operasi definitif untuk mengkoreksi stes inkontinensia. Bagaimanapun selama dua dekade teknik operasi ini telah teruji secara cermat dan terbukti lebih spesifik untuk menangani kasus ini.Gambaran klasik telah dipublikasikan oleh Kelly (1913). Teknik operasi termasuk penjahitan pada robekan fascia dari uretra dan kandung kemih yang kemudian dimodifikasi oleh Kennedy (1937). Selanjutnya sejumlah modifikasi minor telah dilakukan.Melakukan kolporaphy anterior memerlukan pemahaman tepat tentang anatomi dan fisiologi struktur dasar panggul. Beberapa hal yang harus diidentifikasi adalah:1. Mukosa vagina 2. Peritoneum vesikouterina 3. Fascia pubovesikalis-servikalis 4. Uretrovesical junction 5. Uretra 6. Vena-vena pleksus uterovaginal Berikut ini adalah bagan yang menerangkan tentang etiologi hingga pelaksanaan dari inkontinensia urin pada wanita.

DAFTAR PUSTAKA

1. B, Pribakti, Dr. Sp.OG(K)., Dasar-Dasar Uroginekologi. Sagung Seto. Jakarta, 2011.2. Purnomi, Basuki B. Buku Kuliah Dasar-dasar Urologi. Sagung Seto. Jakarta, 1993.3. Edmonds, D Keth. Dewhursts Textbook od Obstetric & Gynecology 7th Edition. Blackwell Publishing. London, 2007.4. Vasavada, Sandip P; Appell, Rodney A; Sand, Peter K. et All. Female Urology, Urogynecology, and Voiding Dysfunction. Marcel Dekker. New York, 2005.5. Snell, Richard S., Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Edisi 6. EGC. Jakarta, 2006.6. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., et All. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2007.7. Santoso, Budi Imam. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 58, Nomor 7. Jakarta, 2008.8. Suparman, E., Rompas, S. Inkontinensia urin pada perempuan menopause. Majalah Obstetrik Ginekologi Indonesia Volume 32, Nomor 1. Jakarta, 2008.9. Bethesda, MD. Urinary Incontinence in Women. National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse. NIH Publication No. 08. US, 2007.10. Center for Contenence Care and Pelvic Medicine. Urinary Incontinence. UCL,11. Carman, Ladd., Conn, Kristin MD., Lambert , Mary Jane MD., et all. Urinary Incontinence in Women Guideline. Guideline Oversight Group, 2013.12. Palinrungi, Achmad M. Diktat Kuliah Ilmu Bedah Urologi Gambaran Klinik Penyakit-Penyakit dan Kelainan Traktus Urogenitalia. Sub Bagian Urologi, Bagian Ilmu Bedah Fk Unhas. Makassar, 2001.13. National Institute for Health and Clinical Excellence. Urinary Incontinence, The Management of Urinary Incontinence in Women. NHS. London, 2006.14. Vasan, S.S,. Urinary Incontinence. United Kingdom, 2002.15. Leppert, Peipert; Leppert, Phyllis Carolyn; Peopert, Jeffrey F. Primary Care for Women. 2nd Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2004.16. N, Errol,. S, John. At A Glance: Obstetri & Ginekologi Ed.2. EMS, 200917. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Management of Urinary Incontinence in Primary Care. London, 2004

1