INFOBPJS fileWUJUDKAN JAMINAN KESEHATAN SEMESTA ... terasa di sejumlah daerah khususnya dalam upaya...

24
KESEHATAN INFOBPJS KOMITMEN PEMDA WUJUDKAN JAMINAN KESEHATAN SEMESTA MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 2018

Transcript of INFOBPJS fileWUJUDKAN JAMINAN KESEHATAN SEMESTA ... terasa di sejumlah daerah khususnya dalam upaya...

K E S E H A T A NI N F O B P J S

KOMITMEN PEMDAWUJUDKAN JAMINAN KESEHATAN SEMESTA

MEDIA INTERNAL BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 2018

MESSAGECEO

MESSAGE

Cakupan Kesehatan Semesta untuk Negeri Tercinta

Kondisi ini selaras dengan arah kebijakan dan strategi nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2019, yang disusun untuk dapat memastikan bahwa pengelolaan program JKN-KIS dapat berjalan optimal sesuai dengan yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Lagi dan lagi, Pemerintah menunjukkan keseriusannya dalam implementasi Program JKN-KIS dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, dimana memerintahkan 11 lembaga negara untuk mengambil langkah sesuai kewenangannya dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas Program JKN-KIS.

Yang mendapatkan perintah langsung Presiden melalui instruksi tersebut di antaranya adalah Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota). Para Kepala Daerah ini diminta untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka pelaksanaan Program JKN-KIS, memastikan seluruh penduduknya terdaftar dalam Program JKN-KIS, menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sesuai standar kesehatan dan SDM yang berkualitas, memastikan BUMD untuk mendaftarkan dan memberikan data yang lengkap dan benar bagi para Pengurus dan Pekerja beserta anggota keluarganya dan yang terakhir, memberikan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN-KIS.

Sampai dengan saat ini, peran Pemda sudah sangat baik khususnya dari segi komitmen dalam mendaftarkan warganya menjadi peserta JKN-KIS melalui integrasi program Jamkesda. Peran serta dan sinergi dengan Pemerintah Daerah terbukti, dimana dari 514 Kabupaten/Kota yang ada di seluruh Indonesia, sebanyak 494 Kabupaten/Kota sudah mengintegrasikan Jaminan Kesehatan daerahnya ke dalam Program JKN-KIS. Di samping itu, tercatat 4 Provinsi (Aceh, DKI Jakarta, Gorontalo dan Papua Barat), 92 Kabupaten dan 28 Kota sudah lebih dulu Universal Health Coverage (UHC) di pembuka tahun 2018 ini.

Kami berharap komitmen tersebut dapat menularkan semangat menuju cakupan kesehatan semesta untuk negeri tercinta ini dan senantiasa mendukung terciptanya masyarakat Indonesia yang madani dan berkeadilan sosial. Di samping itu, upaya ini merupakan wujud sikap gotong royong yang harus kita pupuk dan pertahankan karena merupakan falsafah kehidupan berbangsa Indonesia.

Saya atas nama Manajemen BPJS Kesehatan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan penuh dan komitmen kuatnya kepada seluruh Pimpinan Daerah yang telah lebih dulu mewujudkan cakupan semesta di masing-masing wilayahnya. Saya percaya, ikhtiar besar kita di bidang jaminan kesehatan ini hanya akan bisa terwujud apabila kita semua mau turut serta berpartisipasi untuk terlibat aktif dalam Program JKN-KIS. Mulai hari ini, kita harus mengubah perspektif bahwa kesehatan bukan hanya ihwal BPJS Kesehatan dan tenaga kesehatan seperti Dokter dan Perawat, melainkan juga ihwal kita bersama dalam ikhtiar meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia sebagai tanggung jawab kita semua.

Direktur Utama Fachmi Idris

Setelah masuk tahun kelima implementasi program Jaminan

Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS),

jumlah penduduk yang menjadi peserta terus bertambah dan kini berada pada angka lebih dari 199,1 juta jiwa atau lebih dari 76% dari total penduduk.

Tak ayal, hal ini membuat Indonesia menjadi pusat

perhatian dunia dalam hal penyelenggaraan jaminan sosial

di bidang kesehatan.

KILAS & PERISTIWA

5

FOKUS

Jaminan kesehatan semesta sudah di depan mata 6

PELANGGAN

12walk through audit upaya bpjs kesehatan tinggkatkan kepuasan peserta

SEHAT & GAYA HIDUP

14

BENEFIT

16setelah terintergrasi pemegang kjs dapat manfaat lebih banyak

TESTIMONI

18

INSPIRASI

SALAM REDAKSI

PERSEPSI

20

DAFTAR ISI

BINCANGpapua barat menjadi provinsi ke-4 mendapat gelar universaL health coverage(( 10

19

BULETIN DITERBITKAN OLEH BPJS KESEHATAN :Jln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta Pusat Tlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940

PENGARAH Fachmi Idris PENANGGUNG JAWAB Mira Anggraini PEMIMPIN UMUM Irfan Humaidi PEMIMPIN REDAKSI Nopi Hidayat SEKRETARIAT Rini Rahmitasari, Paramita Suciani REDAKTUR Elsa Novelia, Budi Setiawan, Widiani Utami, Sri Wahyuningsih, Dede Chandra S, Endang Diarty, Upik Handayani, Maria Yuniarti, Tati Haryati Denawati, Juliana Ramdhani, Diah Ismawardani, Ranggi Larissa Izzati, Darusman Tohir, DISTRIBUSI & PERCETAKAN Erry Endri, Asto Bawono, Muhammad Aryad, Imam Rahmat Muhtadin, Eko Yulianto

Pembaca setia Media Info BPJS Kesehatan,

Agar cakupan kepesertaan mencapai target Universal Health Coverage (UHC), berbagai strategi dan upaya terus dilakukan, salah satunya melalui dukungan dan peran Pemerintah Daerah (Pemda). Saat ini dukungan tersebut sudah terasa di sejumlah daerah khususnya dalam upaya memperluas cakupan kepesertaan dengan memastikan bahwa seluruh penduduk di wilayah daerah tersebut telah menjadi peserta JKN-KIS atau tercapainya UHC. Bagaimana implementasi terkait peran Pemda untuk keberlangsungan Program JKN-KIS akan lengkap dibahas dalam rubrik FOKUS.

Dalam rubrik BINCANG, Info BPJS Kesehatan akan menghadirkan salah satu Provinsi yang berkomitmen kuat mendukung Program JKN-KIS yaitu Provinsi Papua Barat yang merupakan Provinsi ke-4 yang terlebih dahulu mencapai UHC di awal tahun 2018. Bagaimana Provinsi Papua Barat memperkuat dan mengambil peranan terhadap Program JKN-KIS, akan kami hadirkan wawancara khusus dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dalam rubrik BINCANG.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Nuansa baru yang kami hadirkan diharapkan dapat menambah tujuan dari penerbitan Media ini, melalui informasi yang berkualias, baik, akurat dan diharapkan kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan seluruh stakeholder. Selamat beraktivitas. daksi

Peran Strategis Pemda

BPJS Kesehatan Menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK

Begini prosedur Untuk Mendapat Pelayanan Pada Faskes Di Luar Daerah

BEnarkah Ada 8 Penyakit Katastrofik Yang Tidak Ditanggung Program JKN-KIS?

Ada Desa Gandrung JKN di Banyuwangi

DIKIRA AMAN Rokok Elektrik Juga Berbahaya Bagi Kesehatan Tubuh

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 5

KILAS & PERISTIWA

Jakarta– Sebagai upaya meningkatkan kualitas program Jaminan Sosial yang dikelola oleh dua lembaga yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dibutuhkan sinergi yang kuat antara keduanya khususnya dalam pemanfaatan area-area sumber daya yang dimiliki untuk mengoptimalkan implementasi program jaminan sosial berdasarkan amanah UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Oleh karena itu Kementerian Ketenagakerjaan RI, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sepakat untuk melakukan kerjasama terkait dengan Sinergi Perluasan Kepesertaan dan Peningkatan Kepatuhan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial.

“Maksud dan tujuan perjanjian kerjasama ini adalah sebagai upaya bersama untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dan mensinergikan fungsi para pihak yang didasarkan saling membantu, saling mendukung dan saling sinergi agar Program Jaminan Sosial dapat berjalan secara efektif, efisien dan terkoordinasi. Diharapkan dengan adanya perjanjian kerjasama ini juga meningkatkan kualitas pengelolaan masing-masing program baik di tingkat pusat maupun daerah,” jelas Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi di Jakarta (15/02).

Senada dengan Bayu, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, E Ilyas Lubis, juga mengatakan pentingnya sinergi antar lembaga dengan berbagai pihak, salah satunya dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI dan BPJS Kesehatan agar program-program Jaminan Sosial di Indonesia dapat diimplementasikan dengan baik dan merata kepada seluruh masyarakat di Indonesia.

“Harapan kami, sinergi antar lembaga akan mampu mendorong pekerja ataupun pemberi kerja untuk segera mendaftar menjadi peserta, dengan cara-cara persuasif dan edukatif, serta law enforcement,” ujar Ilyas.

Kementerian Ketenagakerjaan RI menyambut baik sinergi antar lembaga ini tidak lain karena salah satu fungsi utama dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, khususnya di bidang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, adalah memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja melalui pengaturan, pembinaan dan pengawasan norma jaminan sosial bagi Tenaga Kerja. Jaminan Sosial yang efektif merupakan unsur penting dalam membina hubungan industrial yang baik, aman dan dinamis guna menjamin ketenangan bekerja dan ketenangan berusaha.

“Kami harap pelaksanaan perjanjian kerjasama ini dapat meningkatkan sinergitas antar pemangku kepentingan dan meningkatkan kepatuhan pemberi kerja dalam penyelenggaraan program jaminan sosial,” pungkas Sugeng.

Kementerian Ketenagakerjaan RI, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan Sinergi dalam Perluasan Kepesertaan dan Kepatuhan

Jakarta: Sebagai institusi pengelola jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia, BPJS Kesehatan dituntut untuk selalu mengedepankan prinsip Good Governance dalam menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Sesuai dengan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, bahwa pengawasan eksternal BPJS dilakukan oleh lembaga pengawas independen. Salah satu lembaga pengawas independen yang melakukan pengawasan terhadap BPJS Kesehatan adalah Badan Pemeriksa Keuangan.

“Kami mengucapkan terima kasih kepada BPK RI dalam upayanya mendukung penyempurnaan program JKN-KIS, baik secara internal maupun eksternal. Atas konsep Laporan Hasil Pemeriksaan, kami telah menyusun dan menyampaikan rencana aksi untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut. Selanjutnya kami menyampaikan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan seluruh rekomendasi BPK RI sesuai aksi yang telah disampaikan,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sejumlah lembaga yang diberikan oleh Auditor Utama

Keuangan Negara VI Badan Pemeriksa Keuangan RI Dori Santosa, di Auditorium BPK, Jumat (23/02).

Fachmi menambahkan terkait dengan rekomendasi dan tindak lanjut yang melibatkan pihak eksternal, BPJS Kesehatan mengharapkan dukungan dari BPK RI untuk mendorong pihak-pihak terkait lainnya, agar dapat bersinergi dengan BPJS Kesehatan guna menyelesaikan rekomendasi BPK RI dimaksud. Sehingga dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS ke depan.

BPJS Kesehatan Menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 20186

F O K U S

Setelah masuk tahun kelima implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), jumlah penduduk yang menjadi peserta terus bertambah. Sampai dengan 31 Mei 2018, jumlahnya mencapai 198,19 jiwa atau lebih dari 77% dari total penduduk Indonesia yang sudah terdaftar. Angka ini meningkat dari 2017 sebanyak 187.982.949 juta jiwa, tahun 2016 sebanyak 171,94 juta jiwa, tahun 2015 berjumlah 156,80 juta, dan 2014 sebanyak 33,42 juta jiwa. Masih tersisa sekitar 23% atau 56 juta penduduk lagi yang belum menjadi peserta JKN-KIS dan diharapkan akan terpenuhi sesuai dengan target. Itu artinya, jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia sudah di depan mata.

Hal itu selaras dengan arah kebijakan dan strategi nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2019, disebutkan terdapat sasaran kuantitatif terkait program JKN-KIS, yaitu meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta Jaminan Kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan, minimal mencakup 95% pada tahun 2019.

Dengan kata lain tercapainya Universal Health Coverage (UHC) atau Cakupan Kesehatan Semesta, dimana 95% dari warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang menetap di Indonesia lebih dari 6 bulan sudah harus terlindungi dengan program JKN-KIS baik sebagai

peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri, Peserta Penerima Upah (PPU) atau karyawan, PNS, TNI/Polri, dan lain-lain.

Agar cakupan kepesertaan mencapai target UHC, berbagai strategi dan upaya terus dilakukan. Salah satunya melalui dukungan dan peran Pemerintah Daerah (Pemda). Saat ini dukungan tersebut sudah terasa di sejumlah daerah khususnya dalam upaya memperluas cakupan kepesertaan dengan memastikan bahwa seluruh penduduk di wilayah daerah tersebut telah menjadi peserta JKN-KIS atau tercapainya UHC. Hingga 1 Mei 2018 sebanyak 493 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia mengintegrasikan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke dalam program JKN-KIS dengan total peserta sebanyak 25.135.748

Ada empat provinsi telah mencapai UHC terlebih dahulu, yakni Provinsi Aceh, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Gorontalo Dan Papua Barat. Di level kabupaten/kota, ada 92 kabupaten dan 28 kota sudah lebih dulu UHC di awal 2018. Sedangkan yang berkomitmen untuk segera menyusul mencapai UHC lebih awal selama 2018 ini, yakni sebanyak 3 provinsi di antaranya Provinsi Sulawesi Tengah, Jawa Barat dan Riau serta 43 kabupaten dan 16 kota. Apresiasi untuk provinsi, kabupaten, dan kota yang lebih dulu mencapai UHC ditunjukkan melalui UHC JKN-KIS Award yang diselenggarakan pada 23 Mei

SEMESTA SUDAH DIDEPAN MATAJAMINAN KESEHATAN

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 7

FOKUS

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno

2018. Dengan capaian UHC di tingkat kabupaten/kota ini menambah semangat dan optimisme BPJS Kesehatan untuk mencapai UHC nasional sesuai target pemerintah.

“BPJS Kesehatan mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada seluruh kepala daerah atas dukungan penuh dan komitmennya terhadap program JKN-KIS, sehingga terwujud UHC di wilayahnya. Saya percaya, sebagai pemimpin terbaik yang dipilih oleh rakyat, para Gubernur, Bupati dan Walikota, pasti akan memberikan yang terbaik kepada rakyatnya, termasuk dalam memberikan jaminan dan pelayanan kesehatan di daerah masing-masing,” ujar Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris.

DKI Jakarta adalah salah satu provinsi yang punya komitmen kuat untuk mendukung program JKN-KIS. Pemprov DKI telah mengintegrasikan peserta Kartu Jakarta Sehat ke program JKN-KIS sejak diluncurkan 1 Januari 2014 lalu. Bahkan sebelum Inpres 8/2017 dikeluarkan, Pemprov DKI Jakarta juga telah lebih dahulu menyatakan komitmennya untuk melindungi seluruh penduduk dengan memberikan jaminan kesehatan ke dalam program JKN.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno ingin 100% warga DKI Jakarta terlindungi dengan program JKN-KIS. Dari total penduduk DKI yang menjadi peserta, ada sekitar 5,5 juta orang tergolong peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iuran sudah disiapkan dari APBD DKI sebesar Rp1,5 triliun.

“Ke depan saya ingin lebih baik lagi pelayanan kesehatan. Kita membawa ini sampai level kelurahan. Semua lurah tolong dukung untuk capai UHC ini,” ujar Sandiaga.

Komitmen

Dengan capaian UHC yang telah melampaui target tersebut menunjukkan, pemerintah DKI Jakarta memang berkomintmen untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penduduknya dengan meningkatakan presentase jumlah penduduk yang menjadi peserta JKN-KIS minimal 95% pada 2018.

Seiring bertambahnya jumlah warga DKI yang menjadi peserta, BPJS Kesehatan juga terus memperluas kerja sama dengan fasilitas kesehatan di wilayah ini. Saat ini BPJS Kesehatan telah bermitra dengan 652 FKTP yang terdiri dari 326 puskesmas, 13 dokter praktek perorangan, 1 dokter praktek gigi perorangan, dan 312 klinik pratama. Juga kerja sama dengan 143 FKRTL yang terdiri atas 127 rumah sakit, 16 kilinik utama, 126 apotek termasuk instalasi farmasi RS serta 32 optik.

Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari, mengatakan, pemda saat ini sudah sangat baik khususnya dari segi komitmen dalam mendaftarkan warganya menjadi peserta JKN-KIS melalui integrasi program Jamkesda. Diharapkan seluruh Pemda dapat melakukan hal serupa untuk mendukung dan merealisasikan rencana strategis nasional serta amanah UU SJSN.

Dukungan dan peran serta Pemda sangatlah strategis dan menentukan dalam mengoptimalkan program JKN-KIS. Ada tiga peran penting Pemda, di antaranya memperluas cakupan kepesertaan guna mendorong UHC, meningkatkan kualitas pelayanan, dan peningkatan kepatuhan. Peran pemda tersebut makin dipertegas Presiden Joko Widodo melalui Inpres 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Inpres ini menginstruksikan kepada 11 pimpinan lembaga negara, termasuk Gubernur, Bupati, dan Walikota, untuk mengambil langkah sesuai kewenangannya dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas program JKN-KIS.

Presiden menekankan kepada Gubernur untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Bupati dan Walikota dalam melaksanakan JKN, dalam hal ini mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan JKN. Gubernur juga harus memastikan Bupati dan Walikota mengalokasikan anggaran serupa, dan mendaftarkan seluruh penduduknya sebagai peserta JKN-KIS, menyediakan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) kesehatan di wilayahnya. Selanjutnya memastikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mendaftarkan pengurus dan pekerja serta anggota keluarganya dalam program JKN sekaligus pembayaran iurannya. Selain itu Gubernur diinstruksikan untuk memberikan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN.

Hampir sama seperti yang diperintahkan kepada Gubernur, Presiden juga menginstruksikan kepada Bupati dan Walikota untuk mengalokasikan anggaran bagi pelaksanaan JKN. Selain itu mendaftarkan seluruh

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 20188

F O K U S

penduduknya menjadi peserta JKN-KIS, menyediakan sarana dan prasarana kesehatan sesuai standar dan SDM kesehatan berkualitas, memastikan BUMD mendaftarkan dan memberikan data lengkap pengurus dan pekerja serta anggota keluarganya dalam program JKN sekaligus pembayaran iurannya. Bupati dan Walikota juga harus memberikan sanksi administratif kepada pemberi kerja yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN.

Pemda sendiri sebetulnya dapat memperoleh manfaat apabila telah mendaftarkan seluruh warganya menjadi peserta JKN-KIS. Salah satunya sesuai dengan prinsip portabilitas peserta JKN-KIS dapat mengakses fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Keluasan akses fasilitas kesehatan ini mengingat sampai dengan 1 Maret 2018 sebanyak 22.148 FKTP yang sudah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan berkomitmen dalam memberikan pelayanan primer bermutu kepada peserta JKN-KIS.

Di tingkat lanjutan, sudah sebanyak 5.081 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang terdiri atas 2.346 Rumah Sakit dan Klink Utama (55 % di antaranya milik swasta), 1.631 Apotek, serta 1.046 Optik. Jumlah ini terus meningkat sejak awal program JKN-KIS mulai beroperasi. Untuk FKTP, meningkat dari 18.437 di akhir 2014 menjadi 21.763 pada akhir 2017. Sedangkan FKRTL meningkat dari 1.681 di akhir 2014 menjadi 2,268 pada akhir 2017.

Untuk memastikan UHC terwujud di 1 Januari 2019, BPJS Kesehatan terus berupaya mendorong laju pertumbuhan peserta JKN-KIS mulai dari segmen peserta PBPU alias peserta mandiri, peserta PPU, hingga peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung Pemda. Dari sisi akses pendaftaran kepesertaan PBPU, berdasarkan survei, Kantor Cabang BPJS Kesehatan masih menduduki peringkat teratas sebagai kanal pendaftaran JKN-KIS pilihan masyarakat. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya kunjungan di sejumlah Kantor Cabang BPJS Kesehatan. Padahal BPJS Kesehatan telah menyediakan berbagai alternatif pendaftaran yang jauh lebih praktis, seperti melalui BPJS Kesehatan Care Center 1 500 400,

Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Ksehatan Andayani Budi Lestari

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 9

FOKUS

website BPJS Kesehatan, Mobile JKN, Kader JKN, dan sebagainya.

“Banyak masyarakat yang jauh-jauh datang ke Kantor BPJS Kesehatan sekedar untuk mendaftar. Padahal itu bisa dilakukan cukup lewat telepon ke Care Center 1500400. Dengan layanan tersebut, daftar jadi peserta JKN-KIS pun jadi lebih praktis tanpa antri. Bahkan, jika sudah jadi kartunya pun nanti akan dikirimkan ke alamat rumah peserta,” ujar Andayani.

Khusus segmen PPU, Sementara itu, BPJS Kesehatan menggalakkan strategi canvassing dan penegakan kepatuhan. Canvassing merupakan aktivitas terencana yang dilakukan untuk memberikan advokasi tentang kewajiban pemberi kerja, yaitu dengan mendaftarkan seluruh pekerja dan anggota keluarganya menjadi peserta JKN-KIS. Hal ini dilakukan melalui pemetaan Badan Usaha berdasarkan area terkecil (seperti kelurahan dan kecamatan) untuk mendapatkan data potensi Badan Usaha dan ditindaklanjuti secara terintegrasi bersama kepatuhan.

Melalui canvassing yang dilakukan door to door ini, petugas BPJS Kesehatan dapat menjaring langsung badan usaha yang belum bergabung dalam program JKN-KIS. Selain itu, BPJS Kesehatan juga lebih optimal dalam mengedukasi Badan Usaha. Edukasinya bisa bermacam-macam, mulai dari kewajiban mendaftarkan seluruh karyawan, sosialisasi pemanfaatan E-Dabu, dan petunjuk pelayanan peserta JKN-KIS.

Dalam kegiatan canvassing, petugas BPJS Kesehatan akan membuat data Badan Usaha yang tidak langsung mendaftar saat dikunjungi, untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan unit kerja kepatuhan. Jika sudah diingatkan oleh unit kerja kepatuhan dan Badan Usaha tersebut tetap enggan mendaftar, maka BPJS Kesehatan akan mengkomunikasikan hal tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja dan Kejaksaan untuk dilakukan langkah selanjutnya.

Andayani menegaskan, jaminan kesehatan adalah hak setiap individu yang tidak boleh ditunda, apalagi baru dipenuhi ketika yang bersangkutan sakit atau membutuhkan pelayanan kesehatan. Sustainibilitas atau keberlangsungan program JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan pun sangat bergantung kepada iuran peserta yang sehat untuk membayar biaya pelayanan kesehatan peserta yang sakit.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 20181010

B I N C A N G

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Otto Parorongan

Papua Barat Menjadi Provinsi Ke-4 Meraih Gelar UHC

Pemprov Papua Barat menegaskan komitmennya untuk memberikan jaminan kesehatan kepada penduduknya dengan meningkatkan persentase jumlah penduduk yang menjadi peserta JKN-KIS.

Artinya progam JKN-KIS selaras dengan arah kebijakan dan strategi nasional terkait rencana Pogram JKN-KIS yang menargetkan tercapainya UHC pada 1 Januari 2019.

Komitmen Pemda Papua Barat dalam mendukung UHC terlihat juga dari hadirnya seluruh kepala daerah saat deklarasi tersebut. Dihadiri Gubernur Dominggus Mandacan, Wakil Gubernur, Bupati dan Walikota se-Papua Barat, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, dan seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah di lingkup Pemda Papua Barat. BPJS Kesehatan mengapresiasi Pemda Papua Barat dan seluruh pihak yang telat bekerja sama dalam mendukung program JKN-KIS di Papua Barat.

Diakui, peningkatan kepesertaan masyarakat dalam program JKN-KIS tidak lepas dari peran serta dan komitmen kuat dari pemda setempat. Lalu, seperti apakah dukungan pemda Papua Barat untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada penduduknya dalam program JKN-KIS? Berikut kutipan wawancara Info BPJS Kesehatan dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat Otto Parorongan.

Untuk capai UHC sangat tergantung pada komitmen Pemda. Bagaimana dengan Papua Barat ?

Sudah seharusnya semua Pemda punya komitmen yang tinggi terhadap kesehatan penduduknya, karena itu adalah investasi untuk kualitas hidup penduduk di daerah itu sendiri. Visi dan misi bapak Gubernur kami yang sekarang, ialah menempatkan isu kesehatan dan pendidikan di urutan teratas dalam program kerjanya. Saat terpilih, beliau penuhi komitmennya itu kepada masyarakat, dan untuk itu kami diperintahkan untuk mempersiapkan jaminan kesehatan ini untuk rakyat Papua. Dan akhirnya komitmen itu dibangun dengan pencanangan UHC, dan seluruh bupati dan walikota se-Papua Barat yang hadir juga menyatakan siap.

Provinsi Papua Barat resmi menjadi provinsi keempat yang mencapai Universal Health

Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan semesta pada 5 Februari 2018 lalu. Sebanyak 97,07

persen dari total 1.300.347 penduduk Papua Barat telah mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Papua Barat menjadi provinsi keempat yang menyandang

UHC di Indonesia setelah tiga provinsi lainnya, yakni DKI Jakarta, Aceh, dan Gorontalo.

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 11

BINCANGItu artinya, sekarang ini seluruh penduduk Papua Barat sudah memiliki jaminan kesehatan ?

Saat ini 97,07 persen atau ada sekitar 1.262.215 jiwa penduduk Papua Barat sudah terdaftar di program JKN-KIS, dan semua iurannya dibayai oleh pemda yang anggarannya bersumber dari dana Otonomi Khusus. Mereka ini berasal dari 18 kabupaten dan kota di Papua Barat. Mereka terdiri dari peserta Penerima Bantuan Iuran atau PBI yang dibiayai dari APBN sebanyak 778.119 jiwa, dan PBI dari APBD sebanyak 214.096. Kemudian ada peserta dari kelompok pekerja atau karyawan, yakni Pekerja Penerima Upah (PPU) pemerintah sebanyak 132,167 jiwa, dan PPU swasta 58.803 jiwa. Sedangkan dari kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau disebut peserta mandiri itu sebanyak 58.352 jiwa, dan bukan pekerja 15.836 jiwa. Kami harap semua penduduk asli Papua khususnya di wilayah Papua Barat terjaminkan kesehatannya, dan tidak harus mengeluarkan biaya ketika mereka butuh pelayanan kesehatan.

Bagaimana komitmen anggaran untuk JKN-KIS dan sektor kesehatan ?

Masyarakat yang belum dijamin langsung dari APBN, dijamin oleh pemda dengan sumber anggaran dari dana Otsus. Itulah yang kemarin ditekankan antara Gubernur dan para bupati-walikota se-Papua Barat. Mereka komitmen supaya anggaran untuk program JKN-KIS dipotong langsung dari dana Otsus kabupaten dan kota.

Pemda juga komitmen untuk membiayai komponen layanan kesehatan yang belum dijamin oleh BPJS Kesehatan. Misalnya, biaya transportasi untuk masyarakat yang sakit tapi tidak punya ongkos ke fasilitas kesehatan. Atau kalau tidak ada transportasi lokal, maka kami siapkan transportasinya baik lewat darat, laut maupun udara. Atau pasien yang harus dirujuk ke daerah lain, kami juga berikan biaya transportasinya sekaligus dengan satu keluarga yang mendampingi. Semua itu akan kami tanggung melalui dana Otsus, sehingga saling melengkapi dengan programm JKN-KIS.

Soal komitmen 10 persen APBD untuk sektor kesehatan, memang belum semua kabupaten dan kota memenuhinya. Ada yang sudah lebih dari 10 persen, tapi ada pula yang masih di bawah. Tergantung dari jumlah APBD yang mereka terima. Ada daerah yang APBD nya di atas rata-rata, ada pula yang di bawah. Sekitar 90 persen dana Otsus masuk ke kabupaten dan kota. Jadi, kebijakan anggaran untuk sektor kesehatan, memang menjadi kewenangan kabupaten dan kota.

Sebelumnya apakah ada program Jamkesda, dan bedanya setelah terintegrasi dengan JKN-KIS ?

Sebelumnya Papua Barat tidak memiliki nama Jamkesda khusus, seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS) atau Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA). Kami hanya punya program jaminan kesehatan khusus untuk orang asli Papua, namanya rujukan kesehatan bagi orang asli Papua dan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat. Program ini diprioritaskan bagi daerah sangat terpencil, perbatasan dan kepulauan di Papua Barat. Program ini menggratiskan biaya pengobatan dan transportasi bagi penduduk asli Papua yang tinggal di daerah terpencil, baik ketika menggunakan transportasi udara, laut, atau pun darat.

Dengan adanya JKN-KIS, sudah pasti sangat membantu masyarakat. Dulu, masih banyak orang Papua yang berobat ke rumah sakit mengeluarkan biaya sendiri. Tapi, sekarang dengan kartu JKN-KIS, tidak hanya gratis tapi mereka bisa berobat di mana saja, bahkan ketika lagi di luar daerah.

Kondisi geografis yang sulit di Papua apakah menjadi kendala terbesar untuk pelayanan kesehatan di era JKN-KIS. Bagaimana mensiasatinya ?

Kami anggap kondisi geografis ini sebagai tantangan, bukan lagi sebagai masalah. Karena bagaimana pun dan sampai kapan pun kondisi geografis tidak bisa diubah. Kerja sama dengan lintas sektor itulah yang terus kami galang. Bahwa masalah kesehatan tidak bisa diselesaikan oleh orang kesehatan

sendiri, tapi juga sektor lain. Kami memang butuh dukungan sektor lain. Misalnya sektor Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat bisa memperbaiki akses sanitasi. Dalam pelayanan kesehatan yang menjadi tantangan adalah ketersediaan fasilitas kesehatan (faskes) dan tenaga kesehatan, terutama dokter. Untuk faskes tentu kami terus perbaiki, tapi memang harus dilaksanakan bertahap, tidak bisa secepat membalik telapak tangan. Butuh anggaran besar, modal kuat. Mana yang jadi prioritas itulah yang kami kerjakan, tergantung anggaran yang tersedia.

Khusus pemenuhan tenaga kesehatan di Papua Barat, selama ini ada dua pendekatan. Untuk daerah yang terpencil dan sangat terpencil dibantu dari Kementerian Kesehatan melalui Tim Nusantara Sehat dan program Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang dikirim setiap tahunnya. Ada juga dokter spesialis melalui Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Dari pemda sendiri ada program mengontrak tenaga medis di daerah dengan menggunakan APBD. Tapi, menurut saya, persoalan kesehatan adalah persoalan kita semua. Tidak hanya pemerintah, tapi juga swasta. Kami berharap ada swasta yang ikut berperan serta dalam pelayanan kesehatan, khususnya untuk pemenuhan faskes dan tenaga kesehatan di Papua Barat.

Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat Otto Parorongan

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 201812

B E N E F I T

Walk Through Audit atau disingkat WTA merupakan umpan balik yang diberikan oleh peserta JKN-KIS terkait pelayanan rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas BPJS Kesehatan dengan metode wawancara menggunakan instrumen kuisioner singkat. Sasarannya tentu saja adalah peserta JKN-KIS yang telah mendapatkan manfaat penjaminan pelayanan kesehatan lanjutan, baik itu pelayanan rawat jalan maupun pelayanan rawat inap di rumah sakit.

Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk mendapatkan informasi terkait tingkat kepuasan peserta JKN-KIS atas pelayanan rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan. Hasil dari WTA tersebut nantinya akan menjadi bahan sebagai umpan balik BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan untuk meningkatkan pelayanan. Pada gilirannya, kepuasan peserta JKN-KIS akan meningkat.

Upaya BPJS Kesehatan Tingkatkan Kepuasan Peserta

WALK THROUGH

AUDIT

Sejak program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2014, satu hal yang selalu menjadi fokus utama BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN-KIS adalah meningkatkan kepuasan peserta. Untuk mencapai hal tersebut, berbagai inovasi juga terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan menerapkan kegiatan Walk Through Audit terhadap pemberi pelayanan kesehatan yang menjadi provider BPJS Kesehatan, baik itu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 13

BENEFIT

Pada format kuisioner WTA, beberapa pertanyaannya mengacu pada enam dimensi World Health Organization (WHO), yakni efektif, efisien, mudah diakses, aman, tepat waktu, dan mengutamakan pasien. Lima dimensi Servqual juga menjadi acuan, yakni Assurance (kepastian), Empathy (simpati), Responsiveness (ketanggapan), Reliability (kehandalan), dan Tangibles (tampilan).

Kegiatan Walk Through Audit dilakukan pada setiap rumah sakit provider BPJS Kesehatan dengan frekuensi 2X dalam setahun. Beberapa kriteria yang menjadi penilain di antaranya menyangkut aspek administrasi, pelayanan, dan juga sarana prasarana.

Beberapa contoh pertanyaan yang diajukan dalam Formulir Penilaian Pelanggan misalnya apakah ada perbedaan pelayanan yang dirasakan pasien JKN-KIS dibandingkan pasien umum, bagaimana kemudahan mendapatkan kamar rawat inap, apakah ada biaya yang dibebankan ke peserta, mekanisme antrean, keramahan dokter dan pegawai rumah sakit, penanganan keluhan, kesigapan tenaga medis dalam melayani pasien, hingga menyangkut kenyamanan dan kebersihan ruangan di rumah sakit.

Totalnya ada 16 pertanyaan dengan tambahan sub pertanyaan, di mana masing-masing pertanyaan memiliki bobot penilaian berbeda yang akan memengaruhi hasil akhir dari WTA.

Tidak hanya di rumah sakit, pelaksanaan Walk Through Audit juga dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan kepada peserta yang telah mendapatkan pelayanan kesehatan di FKTP, baik itu di puskesmas, klinik, maupun dokter prakter perseorangan yang menjadi gerbang utama peserta JKN-KIS dalam mengakses pelayanan kesehatan.

Kegiatan evaluasi terhadap pelayanan fasilitas kesehatan melalui WTA tidak hanya difasilitasi oleh petugas BPJS Kesehatan yang membantu mengisikan kuisioner fisik. Saat ini BPJS Kesehatan juga telah mengembangkan proses pelaksanaan WTA secara mobile yang dapat diakses oleh peserta JKN-KIS melalui aplikasi Mobile JKN.

Setelah peserta JKN-KIS berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama tempat mereka terdaftar, maka bagi peserta yang telah menginstal aplikasi Mobile JKN, secara otomatis akan muncul Survei Pelayanan Faskes. Ada sembilan pertanyaan dengan pilihan jawaban Ya atau Tidak yang bisa langsung dipilih peserta.

Beberapa pertanyaan yang diajukan seperti kesesuaian jam praktik pelayanan dengan yang tercantum di papan nama fasilitas kesehatan, keberadaan petugas administrasi yang melayani, sarana dan prasarana, waktu menunggu, kesan terhadap dokter yang memberikan pelayanan kesehatan, iur biaya, dan beberapa pertanyaan lainnya. Peserta juga akan diminta untuk menuliskan masukan atau saran terhadap fasilitas kesehatan tempat mereka mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan mengisi survei tersebut secara benar, harapannya fasilitas kesehatan bisa memperbaiki hal-hal yang masih belum baik, dan terus meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.

WTA Online Melalui Mobile JKN

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 201814

Fasilitas K

esehatan Tingkat Premier

(Puskesmas ,

Klinik atau Dokter Keluarga)

01

Fasilitas K

esehatan Sekunder

Dokter Spesialis

02

Fasilitas K

esehatan Tersie

r

Dokter Sub-Spesialis

03Kasus yang sudah didugakan diagnosis & rencana terapinya

merupakan pelayanan berulang

dan hanya tersedia di faskes tersebut

P E L A N G G A N

Setiap peserta program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) boleh memilih fasilitas kesehatan (faskes) yang akan dikunjungi untuk mendapat pelayanan kesehatan

selama mengikuti prosedur yang berlaku. Peserta juga bisa memilih faskes tingkat pertama (FKTP) yang terdekat dari rumah.

Tapi, bagaimana jika peserta harus pergi keluar kota dan sesampainya disana membutuhkan pelayanan kesehatan? Apakah peserta bisa mendapat pelayanan kesehatan di faskes terdekat?

Jangan panik, UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24. Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengamanatkan dalam penyelenggaraan program Jaminan Sosial menerapkan 9 prinsip salah satunya portabilitas.

Prinsip portabilitas itu ditujukan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal. Perlu diingat, pelayanan program JKN-KIS hanya berlaku di dalam negeri.

Untuk Mendapat Pelayanan Pada Faskes Di Luar Daerah

BEGINI PROSEDUR

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 15

Fasilitas K

esehatan Tingkat Premier

(Puskesmas ,

Klinik atau Dokter Keluarga)

01

Fasilitas K

esehatan Sekunder

Dokter Spesialis

02

Fasilitas K

esehatan Tersie

r

Dokter Sub-Spesialis

03Kasus yang sudah didugakan diagnosis & rencana terapinya

merupakan pelayanan berulang

dan hanya tersedia di faskes tersebut

PELANGGAN

Lebih lanjut Peraturan Presiden No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No.12.Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan mengatur peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP peserta terdaftar. Tapi dalam keadaan tertentu aturan tersebut tidak berlaku bagi peserta yang berada di luar wilayah FKTP tempat peserta terdaftar atau dalam kegawatdaruratan medis.

Artinya, bagi peserta yang mengalami kondisi gawat darurat, tidak perlu ke FKTP tapi bisa langsung menuju ke RS terdekat. Namun, jika gejalanya ringan peserta bisa menyambangi FKTP yang ada di daerah tersebut.

Sedikitnya ada 3 ketentuan yang harus diperhatikan peserta yang ingin mendapat pelayanan di luar daerah domisilinya. Pertama, sebelum menyambangi FKTP peserta harus datang ke kantor BPJS Kesehatan terdekat untuk meminta surat pengantar berkunjung.

Kedua, setelah mengantongi surat pengantar berkunjung peserta bisa langsung datang ke FKTP terdekat untuk mendapat pelayanan kesehatan. Peserta bisa melakukan kunjungan ke FKTP maksimal 3 kali kecuali kondisi tertentu. Ketiga, FKTP dilarang meminta biaya pelayanan kepada peserta tersebut.

Sesuai indikasi medis, FKTP bisa merujuk peserta ke RS sesuai dengan sistem rujukan berjenjang. Pelayanan rujukan bisa dilakukan secara horizontal atau vertikal. Rujukan horizontal dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan. Misalnya, faskes tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan fasilitas, peralatan, dan tenaga yang sifatnya sementara atau menetap.

Rujukan vertikal yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang beda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan rendah ke tingkat pelayanan lebih tinggi atau sebaliknya.

Oleh karena itu peserta tidak perlu khawatir ketika bertugas atau berlibur ke luar daerah. Jika di daerah tersebut membutuhkan pelayanan kesehatan, peserta hanya perlu mengikuti prosedur agar bisa memperoleh pelayanan kesehatan di FKTP terdekat.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 201816

T E S T I M O N I

Sebelum program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2014, warga miskin dan tidak mampu juga telah mendapatkan

jaminan perlindungan kesehatan melalui berbagai program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), salah satunya Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Untuk mendukung terwujudnya jaminan kesehatan cakupan semesta (Universal Health Coverage/UHC) di tahun 2019, program-program Jamkesda kemudian diintegrasikan ke dalam JKN-KIS yang dikelola BPJS Kesehatan, begitu juga dengan program KJS. Integrasi ini membuat warga Jakarta pemilik kartu KJS mendapatkan manfaat yang lebih luas, misalnya bisa berobat di luar Jakarta saat mengalami kondisi darurat ketika bepergian ke luar kota.

Dari data per 1 Februari 2018, jumlah peserta program JKN-KIS yang terdaftar mencapai 192.029.645 jiwa. Dari jumlah tersebut, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari APBD atau Jamkesda telah mencapai 23.612.099 jiwa.

Firmansyah (36 tahun), warga Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, merupakan salah satu peserta JKN-KIS golongan PBI dari APBD yang dulunya pemegang kartu KJS. Sebagai kepala keluarga dengan satu orang anak, Firman merasa sangat terbantu dengan adanya program KJS yang diinisiasi Joko Widodo ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Apalagi profesinya dulu sebagai tukang ojek tidak memberikan penghasilan yang pasti, sementara kebutuhannya semakin banyak.

"Sejak tahun 2013, saya dan keluarga sudah dapat kartu KJS. Alhamdulillah, karena sudah punya kartunya, kalau tiba-tiba sakit tidak pusing lagi mikirin biaya. Tinggal ke Puskesmas atau ke rumah sakit dan bisa berobat dengan gratis. Jadi uang yang ada bisa digunakan untuk keperluan penting yang lain seperti untuk biaya pendidikan anak," kata Firmansyah.

Proses penggantian kartu KJS menjadi kartu JKN-KIS diakuinya juga tidak sulit. Hanya cukup menyebutkan nomor kartu KJS kepada petugas BPJS Kesehatan di Kantor Cabang Rawamangun, pencetakan kartu JKN-KIS sudah bisa dilakukan.

Selama memegang kartu KJS maupun JKN-KIS, Firman bersyukur tidak pernah sakit parah yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit. Sesekali hanya terserang demam dan batuk saja, jadi hanya perlu berobat ke puskesmas. Namun mertuanya sempat beberapa kali dirawat di rumah sakit. Begitu juga dengan istrinya yang sempat menjalani operasi pengangkatan gigi geraham bungsu.

“Waktu itu kondisi gigi saya sudah parah sekali. Pipi sampai bengkak dan rasanya sangat nyeri. Karena sudah tidak bisa ditangani di Puskesmas, akhirnya dirujuk ke RSUD Pasar Rebo untuk operasi. Setelah diperiksa, langsung ditentukan tanggal untuk operasi. Semuanya gratis dan pelayanannya juga bagus,” cerita Icut Endang, istri Firmansyah.

Pelayanan Lebih Tertata

Pengalaman menggunakan kartu KJS dan JKN-KIS juga diutarakan Murniah (69 tahun), warga Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Sebagai warga Jakarta, ia merasa bersyukur sangat diperhatikan oleh pemerintah untuk urusan kesehatan. Sebelum memiliki kartu KJS, ia juga dulunya mendapatkan jaminan perlindungan kesehatan melalui Kartu Keluarga Miskin (Gakin).

“Selama di Jakarta, kalau untuk urusan kesehatan sudah tidak repot lagi. Mulai dari Gakin, Kartu Jakarta Sehat, dan sekarang ada BPJS Kesehatan. Jadi kalau sampai sakit dan harus dirawat di rumah sakit, tidak sampai merepotkan anak-anak lagi untuk biayanya,” kata Murniah.

Pemegang KJS Dapat Manfaat Lebih Banyak

TERITEGRASISETEL AH

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 17

TESTIMONI

Peserta Kartu Jakarta Sehat (KJS) Icut Endang

Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Murniah memang kerap terserang penyakit yang mengharuskannya untuk berobat ke puskesmas dan rumah sakit. Yang paling sering dialami adalah gangguan asam lambung. Bila penyakitnya itu sedang kambuh, biasanya Murniah mengalami diare disertai muntah-muntah.

“Waktu masih pegang kartu KJS, pernah sekali dirawat di rumah sakit karena masalah asam lambung. Setelah kartunya diganti, saya juga sempat dirawat lagi di Rumah Sakit Polri Kramat Jati karena penyakit yang sama. Biayanya waktu itu lebih dari Rp 10 juta. Tapi alhamdulillah tidak disuruh bayar apa-apa,” cerita Murniah.

Dibandingkan ketika masih era KJS, Muriah melihat pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit yang menjadi provider BPJS Kesehatan sudah semakin membaik. Misalnya saja soal antrean yang dulunya sering dikeluhkan. Dengan sistem pendaftaran online, tidak ada lagi penumpukan pasien di rumah sakit.

“Sekarang ini yang saya rasakan sudah lebih tertata. Kalau dulu kan semrawut bangat, antre untuk daftar saja bisa lama sekali. Tapi sekarang sudah bisa daftar online, lewat puskesmas juga bisa, jadi lebih enak,” ujar Muriah.

Lain lagi cerita Sudarwanto (62 tahun) asal kelurahan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Meskipun sudah memiliki kartu KJS sejak tahun 2013, ketika itu belum pernah sekalipun ia memanfaatkannya untuk berobat. Barulah di akhir tahun 2014 setelah kartunya diganti menjadi JKN-KIS, ia tiba-tiba terserang stoke yang mengharuskannya dirawat intensif di rumah sakit.

“Kejadiannya akhir tahun 2014. Saya terkena store dan harus dirawat selama 10 hari di Rumah Sakit Polri Kramat Jati. Setelah keluar dari rumah sakit, saya juga masih harus menjalani fisioterapi sebanyak empat kali pertemuan, kemudian kontrol rutin selama setahun,” cerita Sudarwanto.

Di awal tahun 2018, Sudarwanto juga sempat menjalani operasi pengangkatan tumor jinak di tangan menggunakan kartu JKN-KIS di Rumah Sakit Restu Kasih, Kramat Jati. Operasi tersebut juga tidak dikenakan biaya, termasuk cek laboratorium, pemeriksaan jantung dan foto rontgen sebelum operasi yang harus dilakukan karena usianya yang sudah lanjut.

Peserta JKN-KIS Sudarwanto

“Sebagai orang yang sudah pensiun dan tidak lagi memiliki penghasilan, saya berterimakasih sekali karena bisa dapat pelayanan gratis di rumah sakit. Kalau berobat, paling hanya ngeluarin uang untuk transportasi saja. Nggak pusing mikirin biaya berobat dan nggak harus hutang sana-sini,” ucap Sudarwanto.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 201818

P E R S E P S I

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menegaskan manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup promotif, preventif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Undang-Undang tersebut tidak membatasi jenis penyakit yang ditanggung oleh program Jaminan Kesehatan atau JKN-KIS.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan dalam program JKN-KIS diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam Peraturan Presiden ini, Pemerintah mengatur tentang manfaat yang dijamin dan manfaat yang tidak dijamin. Manfaat yang dijamin pada tiap tingkat pelayanan, yaitu pelayanan tingkat pertama dan pelayanan tingkat lanjutan, sangat komprehensif asal peserta mematuhi ketentuan penjaminan yang ditetapkan.

Pemerintah juga mengatur tentang 17 jenis pelayanan kesehatan yang tidak dijamin program JKN-KIS diantaranya pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan berlaku; pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan (faskes) yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan darurat; Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik dan; Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.

Mengacu peraturan yang berlaku sekarang, program JKN-KIS tetap menjamin berbagai jenis penyakit, termasuk 8 penyakit katastrofik itu. Masyarakat tidak perlu khawatir, selama mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku, BPJS Kesehatan akan menjamin biayanya sesuai ketentuan. Namun diharapkan peran aktif masyarakat untuk terus bergotong royong membayar iuran secara teratur sehingga BPJS Kesehatan dapat terus menjamin pelayanan sesuai kebutuhan medis peserta, walaupun pelayanan tersebut berbiaya tinggi. Sebagai informasi, ketika BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes (Persero), pemerintah memberikan subsidi untuk penyakit katastropik. Tapi subsidi itu berhenti sejak PT Askes (Persero), bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. Saat ini ada usulan agar subsidi itu digulirkan kembali untuk menjaga keberlanjutan program JKN-KIS.

Ada 8 Penyakit Katastrofik Yang Tidak Ditanggung Program JKN-KIS?

Sempat beredar kabar yang menyebut program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak lagi menanggung 8 jenis

penyakit berat katastrofik atau penyakit berbiaya sangat mahal. Jenis penyakit katastrofik itu antara

lain jantung, gagal ginjal kronik, kanker, stroke, sirosis hepatis, talasemia, leukemia, dan hemofilia.

Kabar itu sempat ramai diperbincangkan publik dan menjadi kekuatiran tersendiri bagi peserta, terutama yang selama ini mengidap penyakit

tersebut. Banyak yang bertanya apakah informasi itu benar atau tidak.

B E N A R K A H

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 1919

I N S P I R A S I

19

Gandrung merupakan tarian yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia gandrung dapat diartikan sebagai sangat rindu atau sangat ingin. Lalu apa hubungannya dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)?

Berbagai terobosan perlu dilakukan untuk mendukung pelaksanaan program JKN, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi dan BPJS Kesehatan yakni menggulirkan gerakan desa peduli JKN dengan nama Gerakan Desa Urun Bareng (Gandrung) JKN. Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Banyuwangi, Hernina Agustin, menjelaskan program ini merupakan sinergi yang dilakukan antara pemkab dan BPJS Kesehatan KC Banyuwangi.

Pemkab Banyuwangi punya program Smart Kampung, dimana desa dilengkapi dengan sarana prasarana yang menunjang kegiatan administrasi pemerintahan seperti pengurusan akte kelahiran. Program itu juga melengkapi sarana dan prasarana desa dengan komputer dan jaringan internet. Kemudian program tersebut berkolaborasi dengan pelaksanaan JKN dan hasilnya berupa Gandrung JKN.

Ada Desa Gandrung JKN di Banyuwangi

Hernina mengatakan melalui Gandrung JKN diharapkan masyarakat di tingkat desa bisa aktif untuk ikut serta dalam menyukseskan program JKN. Lewat program itu masyarakat desa bisa mendaftar menjadi peserta JKN di balai desa, tidak perlu jauh menyambangi kantor BPJS Kesehatan. Apalagi wilayah Banyuwangi tergolong luas terdiri dari 25 kecamatan dan 217 kelurahan/desa.

Dari 217 desa di Banyuwangi, sebanyak 193 desa sudah bisa menerima pendaftaran peserta JKN. Hernina menargetkan tahun 2018 seluruh desa di Banyuwangi bisa menerima pendaftaran peserta JKN. Sejak diluncurkan Desember 2017 program Gandrung JKN mampu menjaring sekitar 1.700 peserta baru kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU). Selain pendaftaran, program Gandrung JKN juga menggelar kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat desa mengenai program JKN.

"Melalui Gandrung JKN diharapkan masyarakat desa lebih peduli untuk mendukung dan bergotong-royong dalam program JKN," katanya kepada redaksi Info BPJS Kesehatan awal Februari lalu.

Ke depan program Gandrung JKN akan ditingkatkan sehingga bisa menerima pembayaran iuran peserta. Upaya itu akan dilakukan dengan menggandeng Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Selain itu BUMDes bisa bersinergi dengan kader JKN setempat untuk menarik iuran.

Hernina menyebut sinergi antara program pemerintah Kabupaten dengan JKN ini bisa diterapkan di daerah lain asal sarana dan prasarananya mendukung. Misalnya ada perangkat komputer dan jaringan internet agar bisa melakukan pendaftaran peserta JKN.

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 19

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 201820

S E H A T & G A Y A H I D U P

Menghisap rokok elektrik atau Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) memang sedang menjadi tren di kalangan anak muda dan juga orang dewasa. Diperkenalkan pertama kali di

Tiongkok tahun 2003, jenis rokok bertenaga baterai ini menawarkan banyak rasa yang bisa dipilih. Alat pemanasnya atau disebut vaporizer juga sangat beragam dengan berbagai bentuk yang unik. Ini membuat popularits rokok elektrik begitu cepat meroket.

Menghisap rokok elektrik dapat menghasilkan uap beraroma, sehingga dianggap lebih aman dibandingkan asap pembakaran yang dihasilkan rokok konvensional. Itu sebabnya rokok elektrik kerap dianggap sebagai solusi terbaik untuk berhenti merokok. Anggapan ini pun membuat sebagian perokok konvensional beralih menjadi perokok vape, dengan harapan risiko kesehatan yang mengintainya dari kebiasaan tak sehat itu menjadi berkurang. Benarkah anggapan tersebut?

Dr. Elisna Syahruddin, Ph.D, Sp.P(K) dari Departemen Pulmonologi dan Respiratori FKUI/RSUP Persahabatan, Jakarta, membantah anggapan keliru tersebut. Menurutnya, risiko kesehatan dari menghisap rokok elektrik sama besarnya dengan merokok konvensional yang dibakar. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mengeluarkan pernyataan bahwa rokok elektronik sangat berbahaya untuk kesehatan

"Kata siapa vape lebih baik dari pada rokok? Semua sama saja, tidak ada yang lebih baik. Kedua-duanya sangat berbahaya untuk kesehatan," tegas Elisna.

Dari sekian banyak penyakit yang mengintai para perokok elektrik, Elisna mengatakan bahwa kanker paru masih menjadi gangguan kesehatan yang paling banyak diidap. Alasannya, selain kandungan rokok elektrik seperti propylene, glycol, dan glycerol yang bersifat karsinogenik, aliran panas dari rokok ke sistem pernapasan juga dapat mengubah bentuk dan fungsi saluran napas. Pada gilirannya fungsi saluran napas menjadi rusak, sehingga dapat meningkatkan risiko tumbuhnya sel-sel kanker yang mematikan.

"Vape alirannya lebih panas ke sistem pernapasan, dan ada unsur yang ditambahkan juga. Risikonya sama tinggi dengan menghisap rokok konvensional . Gangguan aliran itu menyebabkan kerusakan pada pembentukan saluran napas di mukosanya," ujar dia.

Memicu Ketagihan Rokok

Dalam kesempatan lain, Kasubdit Pengendalian Penyakit Kronis dan Degeneratif Kementerian Kesehatan, dr Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, memaparkan temuan hasil penelitian di luar negeri terkait vape yang justru membuat penggunanya ketagihan untuk lebih sering merokok konvensional. Ia menegaskan, nikotin pada rokok elektrik tidak berhasil menurunkan kebiasaan merokok konvensional.

"Ada sebuah penelitian yang mencari tahu apakah nikotin elektrik dan nikotin chewing bisa menggantikan rokok konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rokok elektrik tidak berhasil menurunkan pola merokok, tapi justru bertambah kadar merokok konvensionalnya," ujar dr Theresia.

Dalam temuan penelitian yang dipaparkan Theresia, kebiasaan menghisap rokok elektrik bisa meningkatkan jumlah rokok konvensional yang dihisap hingga 10 kali lipat. Vape juga berpotensi disalahgunakan karena cairannya yang dapat diubah. Terbukti, beberapa waktu lalu Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan narkoba berbentuk cairan bernama Blue Safir. Narkotika terbaru yang mengandung zat kimia 4-Chloromethcathinone itu disebut-sebut bisa menjadi cairan yang digunakan pada rokok elektrik.

Untuk melepaskan diri dari ketergantungan nikotin, banyak perokok aktif yang mulai beralih ke rokok elektrik atau sering disebut vape. Mereka meyakini kalau rokok elektrik memiliki kandungan yang lebih aman dibandingkan rokok biasa. Padahal sejumlah penelitian menunjukkan, rokok elektrik juga mengandung zat-zat berbahaya yang bisa membahayakan tubuh.

Rokok Elektrik Juga Berbahaya Bagi Kesehatan Tubuh

DIKIRA AMAN

INFO BPJS KESEHATANEDISI 60 TAHUN 2018 21

SEHAT & GAYA HIDUP

"Kita tidak tahu isinya diganti dengan narkoba atau zat adiktif lainnya. Penelitian juga menunjukkan kalau biasanya merokok satu batang, apabila dikombinasi dengan rokok elektrik jumlahnya bisa jadi 10 batang. Sehingga tingkat keracunannya bisa semakin tinggi," tambah dia.

Bahaya lainnya dari rokok elektrik adalah rawan meledak ketika dipegang atau dihisap. Kejadianya pun sudah banyak dilaporkan di berbagai negara.

Daripada menghisap rokok elektrik yang jelas-jelas menambah masalah kesehatan baru, Theresia pun mengimbau agar para perokok memanfaatkan layanan konseling berhenti merokok yang dihadirkan Kementerian Kesehatan, atau mendatangi klinik maupun rumah sakit yang memiliki program untuk berhenti merokok.

Gangguan Reproduksi

Selain risiko kanker paru yang mematikan, kebiasaan menghisap vape ternyata juga berpengaruh terhadap kejantanan laki-laki. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam konferensi tahunan British Fertility menunjukan bahwa perasa yang ditambahkan dalam cairan rokok elektrik dapat mengganggu kemampuan reproduksi laki-laki.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 30 laki-laki, Dr. O'Neill selaku peneliti utama menemukan, sel sperma dari laki-laki yang menghisap vape beraroma kayu manis dengan konsentrasi lebih tinggi cenderung berenang lebih lambat dibandingkan pengunaan perasa dengan

konsentrasi lebih rendah. Begitu juga dengan vape beraroma permen karet yang terbukti menyebabkan sel sperma mengalami risiko kematian dini dalam jumlah banyak. Selain itu, bahan dasar dari kedua cairan rasa tersebut menjadi berbahaya ketika mengalami pemanasan dan perubahan struktur kimia, sehingga uap air yang dihasilkan vape mengandung racun.

Studi lain yang dilakukan Susan Hodgekin seorang ahli statistik di Institut Maryland juga menemukan kaitan antara penggunaan vape terhadap risiko disfungsi ereksi. Hodgekin menyebut bahwa 99 persen kasus disfungsi ereksi pada laki-laki berusia 20-40 tahun yang ditelitinya terjadi setelah mereka menjalani kebiasaan menghisap vape. Menurutnya, uap air yang dihasilkan vape merupakan biang keladi dari masalah disfungsi ereksi.

INFO BPJS KESEHATAN EDISI 60 TAHUN 201822

KO N S U LTA S I

J A W A B :

J A W A B :

01

02

Saya mau bertanya mengenai BPJS Kesehatan, sebelum bekerja saya memang sudah mempunyai kartu BPJS kesehatan saya ditempat tinggal saya, dan masih ditanggung oleh keluarga, kartu BPJS saya pun yang di rumah termasuk kartu BPJS yang gratis dari tempat tinggal saya. Nah sekarang saya sudah bekerja, dan ingin mendapatkan kartu BPJS di tempat kerja, tetapi ternyata tidak bisa karena saya sudah memiliki kartu BPJS yang gratis. Jika saya ingin membuat kartu BPJS dari perusahaan saya, saya harus memberhentikan yang dirumah, karena tidak mungkin mendapatkan dua kartu BPJS. Bagaimana ya cara nya? Mohon penjelasannya, terima [email protected] – Klaten

Jika kartu gratis yang dimaksud adalah yang JKN-KIS Penerima Bantuan Iuran yang iuran bulanannya ditanggung oleh pemerintah, maka kartu tersebut harus dinon-aktifkan terlebih dulu mengingat saat ini Anda telah bekerja. Apabila Anda terdaftar sebagai peserta PBI APBD (PBI yang ditanggung Pemerintah Daerah), maka Anda dapat melapor ke Pemerintah Daerah setempat. Sedangkan jika Anda adalah peserta PBI APBN (PBI yang ditanggung Pemerintah Pusat), Anda dapat melaporkan hal tersebut kepada Dinas Sosial untuk dicatat dan dilakukan perubahan data lebih lanjut.

Selamat siang, saya dapat BPJS Kesehatan dari perusahan istri bekerja. Apakah dari tempat saya bekerja akan keluar lagi bpjs kesehatan atas nama saya? Terima [email protected] – Tangerang Selatan

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bagi pasangan suami dan istri yang sama-sama bekerja, keduanya wajib didaftarkan menjadi peserta JKN-KIS dan keduanya wajib membayar iuran JKN-KIS. Dalam hal suami dan istri memiliki hak kelas rawat yang berbeda, maka suami dan istri dapat memilik hak ruang kelas perawatan yang tertinggi dari hak suami/istri. Selain itu, anak dari suami/istri tersebut berhak menggunakan ruang kelas perawatan sesuai dengan ruang kelas perawatan ayah/ibunya sebagai peserta yang memiliki kelas rawat tertinggi.