INFID Paper Kemiskinan

download INFID Paper Kemiskinan

of 14

Transcript of INFID Paper Kemiskinan

Tentang Infid Peta Situs Webmail Kontak kami

Berita Terkini Rumah Program Supremasi Sipil Kampanye Utang MDGs Pengembangan Kelembagaan Berita INFID dalam berita SNO (Ringkasan Berita) Berita Terkini Jaringan dan Partisipan Bahan Advokasi Pernyataan Surat Terbuka Kertas Posisi Background Paper Dokumen Lainya SURAT DUKUNGAN working paper Konferensi dan Forum 9 Nov 2006 Poverty and Inequality I. PendahuluanTo p of Fo rm

Member Login

Tujuan Pemberantasan kemiskinan telah menjadi arus utama dalam User Name: komunitas internasional. Hal ini sesuai dengan petemuan KTT millenium PBB yang mengikat semua negara yang mengagendakan bahwa tahun 2015 tingkat kemiskinan dapat berkurang 50 % Password: diseluruh dunia termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan dan kesenjangan telah ada sebelum Indonesia mengalami krisis, dan bertambah besar jumlahnya pada saat krisis keuangan terjadi pada tahun 1997. kemiskinan yang terjadi selama Bottom of Form ini adalah kemiskinan struktural dimana telah terjadi proses yang sistematis yang menurut Sen, kemiskinan terjadi karena telah terjadi perampasan kemampuan. Ketimpangan ekonomi terjadi pula karena Member tapi tidak punya password? strategi pertumbuhan dan pemerataan yang dibimbing utang luar klik disini negeri pada masa orde baru telah menimbulkan kesenjangan yang luas di masyarakat. Buku Tahun 1997 UNDP mengajukan konsep tentang Human Poverty sebagai patokan yang lebih luas untuk mengukur kemiskinan. Paradigma kemiskinan telah bergeser dari hanya sekedar kemiskinan pendapatan (income poverty) menjadi pendekatan kemampuan dasar (human capability approach). Capability poverty mencakup dimensi non-income seperti kesehatan dan pendidikan, buta aksara, air bersih, akses terhadap sarana dan prasarana. Perubahan pandangan tentang kemiskinan dapat juga dilihat dari World Development Report 2000/1. yang mengajukan bahwa kemiskinan merupakan hal yang multidimensi dan komplek . penyebab dan solusi untuk kemiskinan adalah spesifik untuk

Konferensi Forum INFID Data dan Publikasi Library Online Video Online Database Infid Bank Data Publikasi Laporan Tahunan Infid Blog LinksTo p of For Telusuri m

masing-masing negara. Dalam skenario Bank Dunia, tingkat kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan standar $2 per hari, tahun 2002 adalah 55,1 % dan sampai tahun 2005 menjadi sebesar 49,5 %. Angka ini menunjukkan bahwa sampai tahun 2005 beban indonesia tetap sangat berat dan tingkat kemiskinan di Indonesia tetap separuh jumlah penduduk Indonesia. Kondisi ini mendorong semua pihak untuk perduli terhadap kondisi kemiskinan yang dihadapi Indonesia, baik dari Pemerintah Indonesia sampai negara kreditor menggunakan isu kemiskinan dalam programnya.

10 TAHUN JATUHNYA SOEHARTO () ....

Newsletter

Bottom of Form

Pencarian Canggih Kalender Kegiatan 2 Jun 2009 Konsultasi Regional INFID di Pontianak.Konsultasi Regional INFID di Pontianak - 2 Juni 2009

Pemerintah Indonesia melalui keputusan Presiden (KEPPRES) No. 124 th, 2001 telah membentuk Komite Penanggulangan Click here to Kemiskinan (KPK) yang diketuai oleh Menko Kesra Taskin yang Register bertanggung jawab kepada Presiden. Tidak dijelaskan di dalam our FREE! EKeppres tersebut tentang tujuan dibentuknya KPK dan kewenangan Newsletter KPK. Pasal 4 dan pasal 5 Keppres 124 hanya menyebut fungsi dan INFID sasaran KPK, yaitu ? melakukan langkah-langkah kongkrit untuk Jl. Mampang mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin diseluruh Prapatan XI No. 23 wilayah negara Indonesia. KPK berfungsi merumuskan kebijakan, Jakarta 12790 pemantauan pembinaan dan pelaporan untuk penanggulangan Indonesia kemiskinan kepada Presiden. Dalam strategi pengurangan kemiskinan perlu ada kajian yang mendalam yang melihat secara komprehensif kondisi perekonomian. Hubungan antara kemiskinan, kesenjangan dan pertumbuhan ekonomi perlu menjadi landasan dalam mengkaji strategi kedepan, selain itu koherensi dan konsistensi antara masing-masing kebijakan juga menjadi dasar untuk suksesnya sebuah strategi pengurangan kemiskinan, serta keterlibatan masyarakat sipil secara lebih luas dalam mengambil keputusan. II. Kesenjangan, Pertumbuhan dan Kemiskinan Tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan prioritas strategi untuk pengurangan kemiskinan. Akan tetapi pengambil kebijakan tidak pernah mengaitkan antara pertumbuhan tinggi dengan tingginya tingkat kesenjangan yang ada. Kesenjangan yang terjadi di Indonesia tetap saja tinggi baik sebelum masa krisis dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, terlebih lagi pada masa krisis. Dari data BPS terlihat bahwa terjadi kesenjangan yang tinggi dalam tingkat pendapatan antar golongan. Pada tahun 1980 tingkat koofisien Gini yang merupakan indikator tingkat kesenjangan adalah 0,34 hanya berkurang sedikit pada tahun 1990 menjadi 0,32. pada masa krisis ekonomi tingkat kesenjangan bertambah tinggi menjadi 0,36 pada tahun 1996 dan 0,33 pada tahun 1999. Tabel 1. Perubahan Inequality antara masa sebelum krisis dan sesudah Phone : (62-21) 79196721-22 Fax : (62-21) 7941577 Email : [email protected]

1 May 2009 Peoples Week of Action against ADB

Syndicate

krisis,1996-1999 Kota Desa Kota+Desa 1 9 1999 9 8 0, 2 0,23 0 0, 1 0,19 7 0, 3 0,33 2 1 199 199 19 19 19 19 9 6 8 99 96 98 99 9 6 0, 0,2 0,2 0,1 0, 0, Theil index: 0,26 2 2 3 5 13 14 6 0, 0,1 0,2 0,1 0, 0, L-index : 0,22 2 8 0 3 11 13 2 0, 0,3 0,3 0,2 0, 0, Gini ratio : 0,36 3 3 4 7 26 26 6 Sumber: Irawan dan Romdiati (1999) Tingkat kesenjangan yang tinggi secara tradisional disebabkan oleh beberapa hal: konsentrasi tanah, urban bias dan kesenjangan dalam pendidikan. Selain itu penyebab adanya kesenjangan yang tinggi bisa terjadi dengan penerapan kebijakan ekonomi liberal (washington consensus) yang diterapkan sebagai resep utama reformasi ekonomi. Box: Apa itu washingtonm Consensus : 1. Disiplin fiskal (pengetatan anggaran) 2. Pengalihan belanja publik ke infrasturktur dan kesehatan dan pendidikan 3. Reformasi pajak, memperluas basis pajak 4. Suku bunga yang yang ditetapak oleh pasar dan positif (tapi moderate) 5. Tingkat nilai tukar yang kompetitiv 6. Liberalisasi perdagangan 7. Keterbukaan atas investasi asing 8. Swastanisasi atas BUMN-BUMN 9. Deregulasi, penghapusan aturan/regulasi yang menghalangi persaingan, kecuali untuk yang bertujuan melindungi keamaman, lingkungan dan konsumen 10. Kepastian/jaminan hukum- hak milik intelektual Sumber : Williamson 1993. WDR 2000/2001 Konsentrasi Tanah Sebagian besar rakyat miskin di Indonesia hidup di perdesaan yang

hidupnya tergantung kepada sektor pertanian. Ahli pertanian terkemuka dan anggota Komnas HAM, HS Dillon (2001) menyatakan bahwa : 70 persen rakyat Indonesia masih hidup di di pedesaan; sekitar 50 persen dari total angkatan kerja nasional masih menggantungkan nasibnya di sektor pertanian; Ketimpangan penguasaan tanah (43% rumah tangga perdesaan tidak memiliki tanah); Penyusutan lahan pertanian (102,780 ha per tahun). Kepemilikan tanah dapat dijadikan patokan untuk melihat kesenjangan di desa maupun di kota. Tingginya tingkat kesenjangan pendapatan di desa dapat berpengaruh juga pada tingginya tingkat pendapatan di kota dengan menekan upah buruh minimum diperkotaan.1 Reformasi agraria harus dilakukan untuk mengurangi tingkat kesenjangan yang terjadi. Redistribusi asset kepada rakyat merupakan solusi mengatasi ketimpangan aset, mempertinggi produktiftas, dan meggerakkan ekonomi pedesaan. Pengalaman reforma agraria di Cina, Kore Selatan, Taiwan dan Vietnam terbukti mampu mengurangi indeks ketimpangan (Gini koeefisien) sampai 8 point. Di Indonesia, tanah-tanah PTP di Sumatra dan Jawa yang dikuasi oleh negara secara hukum dengan mudah bisa dibagi kepada petani penggarap. Sementara itu, HPH-HPH yang luasnya jutaan hektar bisa dibagi kepada rakyat dan pihak Pemda untuk modal dan sumber hidup mereka. Sementara itu, hak masyarakat adat di Sumatra, kalimantan dan Lainnya harus diakui. Pembangunan Bias Kota Kesenjangan antargolongan penduduk erat kaitannya dengan kesenjangan pengembangan kegiatan antar sektor ekonomi. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling sedikit mendapatkan perhatian dari dulu samapi sekarang. Padahal pemusatan penduduk miskin paling banyak ada pada sektor ini. Data BPS menunjukkan bahwa kesenjangan pada pembangunan sektor pertanian di sebabkan oleh tidak meratanya investasi. Alokasi kredit untuk perbankan menunjukkan bahwa pada tahun 1985 sektor pertanian memperoleh kredit sebesar 8% dari seluruh kredit, industri 34%, perdagangan 32%, jasa 17%. Lebih ironis lagi akibat bias pembangunan perkotaan alokasi kredit untuk sektor pertanian tahun 1995 justru kembali turun menjadi 6,62%. Kencenderungan naiknya alokasi kredit untuk sektor pertanian terjadi pada tahun 1998,1999,2000 menjadi sekitar 10%. Kenaikan alokasi ini lebih banyak dipengaruhi karena sudah semakin banyaknya rakyat miskin akibat dampak krisis. Pola yang digunakan pun dalam kerangka Jaringan Pengaman Sosial (JPS), yang terbukti gagal dalam implementasinya. SAP & Stabilisasi Resep IMF, Bank Dunia dan forum CGI selama ini menetapkan

beberapa sektor yang harus diterapkan untuk semua negara yang akan melakukan program pengurangan kemiskinan termasuk Indonesia, diantaranya adalah:((1). kebijakan makro ekonomi yang hati-hati (2). reformasi struktural (nilai tukar dan kebijakan pajak) (3).management fiskal (budget dan pajak). Disamping itu konsolidasi fiskal dan stabilisasi dilihat sebagai pra kondisi dan menjadi prioritas utama untuk suksesnya sebuah reformasi. Kebijakan fiskal defisit, pengeluaran pemerintah yang diperkecil, penghilangan subsidi sektor pertanian dan BBM, membuat tarif impor sampai nol persen, liberalisasi perdagangan menjadi menu utama bagi Indonesia untuk keluar dari krisis yang berkepanjangan. Semua resep itu diorientasikan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Laporan tahunan UNDP menyebutkan terjadi penurunan dalam human development indeks (HDI) pada pertengahan tahun 1990 di 20 negara dari 24 negara di Amerika Latin dan Karibia. Penurunan ini justru terjadi pada saat negara-negara tersebut menjalankan program stabilisasi/ adjusment oleh IMF. Turunnya indeks pembangunan manusia ini terjadi karena; terjadi peningkatan pengangguran yang signifikan, tingkat upah yang menurun, dan kesenjangan yang tinggi. Kondisi Indonesia relatif sama dengan kondisi dimana negara dunia ketiga yang terpuruk dengan resep-resep tradisional IMF. Kebijakan penyesuaian struktural IMF telah menyebabkan kondisi perekonomian semakin sulit. Beberapa contoh ;pengurangan subsidi BBM secara drastis dalam kondisi krisis justru semakin memberatkan rakyat miskin dengan effek dominonya berupa kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan transportasi, privatisasi tanpa arah menyebabkan PHK besar-besaran, liberalisasi perdagangan dan penghapusan tarif impor sektor pertanian telah menyebabkan hancurnya produk petani lokal. III. Pandangan Civil Society Mengenai Kemiskinan ** Dari rangkaian aktivitas KIKIS (Kelompok Kerja Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan Struktural) yang memfasilitasi dialog dengan tujuh sektor komunitas (petani sawah, petani lahan kering, masyarakat nelayan, hutan rakyat, komunitas buruh, usaha kecil dan masyarakat miskin kota) ditemukan berbagai karakteristik, pengalaman dan persepsi kemiskinan di masing-masing sektor diatas, namun juga mengarah kepada persamaan. Dilakukan pertemuan untuk menggali pikiran tentang apa yang dilakukan untuk melihat kemiskinan. Saat itu ada tujuh Focal point, pertama, petani sawah kedua, petani lahan kering, dalam memandang petani kami bedakan antara petani sawah dan lahan kering. Ada anggapan bahwa mereka punya pengalaman dan penafsiran serta mempersepsikan kemiskinan yang berbeda sebagaimana yang mereka alami. Ketiga, Nelayan, Keempat

Masyarakat Tepi Hutan, adalah masyarakat yang secara turun temurun mengelola hutan. Kelima, Buruh, kami menganggap di sektor ini ada interaksi langsung dengan globalisasi. Buruh memiliki karakteristik berbeda tentang kemiskinan. Kalau petani sawah memiliki tanah- sebagai modal. Buruh hanya memiliki tenaga. Pengusaha yang menguasai alat produksi. Keenam Kaum Miskin Kota, dan Ketujuh, Pengusaha Kecil. Dengan mengumpulkan pengalaman tentang situasi kemiskinan, diharapkan ada pengertian tentang definisi dan takrif yang berbeda tentang kemiskinan. Gejala kemiskinan selama ini dilihat hanya berdimensi tunggal ekonomis dan direduksi oleh wacana yang umum diterima yang diwakili oleh rumusan teknis yang sempit dan bersifat instrumental, yang ditandai oleh dan hanya diukur dengan ?indeks konsumsi beras?, sehingga banyak segi dan kerumitan masalah yang sebenarnya diabaikan. Dengan demikian tanggapan dan upaya penanggulangannyapun cenderung sederhana (simplistik), kebijakannya bersifat umum, seolah-olah masalah kemiskinan itu mempunyai latar belakang yang sama dan seragam. Pandangan reduksionistik semacam itu dianggap tidak lagi memadai, dan perlu ditinggalkan. Kelompok kerja yang diinisiatif 17 ornop ini melihat kemiskinan struktural sebagai perampasan daya kemampuan (capability deprivation) yang terjadi secara sistematis sebagai akibat dari proses globalisasi kapital ditingkat global, dan akibat dari ?ideologi dan politik pembangunan? di negara berkembang. Perampasan daya kemampuan ini mencakup :1. Perampasan daya sosial

Meliputi akses pada ?basis? produksi rumah tangga, seperti informasi, pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi, dan sumber-sumber keuangan.2. Perampasan daya politik

Yaitu akses individu pada pengambilan keputusan politik, bukan saja kemampuan untuk memilih juga menyuarakan aspirasi dan untuk bertindak secara kolektif.3. Perampasan daya psikologis

Yaitu hilangnya perasaan individual mengenai potensidirinya, baik dalam kancah sosial maupun politik. Sehingga tidak mampu berpikir kritis karena terhegemoni oleh ? kesadaran palsu?. Ruang untuk berpikir kritis ditiadakan sehingga tidak muncul pikiran-pikiran alternatif. Temuan KIKIS setahun lalu ini menjadi acuan ketika kembali diadakan konferensi di tiga region (Sumatera, Jawa dan Sulawesi) dan dipuncaki degnan Konferensi Nasional Kemiskinan (KNK), 4-6 Desember 2001. Temuan-temuan dalam KNK ini memperteguh

temuan-temuan KIKIS diatas, sekaligus menegaskan adanya korelasi yang kuat antara masalah kemiskinan struktural dengan aspek internasional, kebijakan moneter dan fiskal Indonesia. Fokus kemiskinan struktural adalah menyoroti pada proses pemiskinan dan sebab-sebab kemiskinan, secara umum kemiskinan dipahami sebagai perampasan kapabilitas atas ruang-ruang dimana orang bisa berkiprah. Oleh karena cara pandang itu akan mempengaruhi bagaimana kita akan memecahkan masalah kemiskinan. Posisi yang diambil dengan sudut pandang melalui kemiskinan struktural adalah sedapatnya membongkar sebab musabab dari masalah kemiskinan. Itu teridentifikasi dengan adanya : perampasan daya, berarti ada perampasan secara sengaja bisa berupa sistem atau secara aktif. Ada lima dimensi pokok dari kemiskinan struktural, yaitu:1. Dimensi kekuasaan

Yang mengatur pola hubungan kekuasaan (power relation), baik hubungan kekuasaan politik, ekonomi, maupun kebudayaan.2. Dimensi kelembagaan

Dimensi kelembagaan bukan saja pemerintahan, tapi lembaga tradisional mempunyai pengaruh yang signifikan dengan kemiskinan struktural. Seperti bagaimana situasi lembaga atau pengorganisasian yang mempersatukan perjuangan kepentingan kelompok miskin.3. Dimensi kebijakan

Termasuk dalam kategori ini adalah produk perundangundangan serta keputusan-keputusan lembaga pemerintah yang mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung kepada proses pemiskinan dan program penanggulangan kemiskinan. Dimensi kebijakan sekarang ini sama sekali tidak menyentuh dimensi kemiskinan, semisal kebijakan investasi lebih didorong pada investasi skala besar bagi mereka yang sarat modal, dan berorientasi pada pikiranpikiran teknologi tinggi daripada menggunakan tenaga orang banyak (padat karya).4. Dimensi Budaya

Termasuk dalam kategori ini adalah unsur-unsur budaya: nilai, sikap, perilaku budaya, khususnya yang berkembang sebagai reaksi terhdap tekanan eksternal masyarakat miskin. Dewasa ini yang signifikan muncul adalah direproduksinya budaya yang akhirnya membuat orang terperangkap pada kemiskinan.5. Dimensi Lingkungan Fisik

Yang berhubungan dengan potensi sumber daya alam di suatu daerah. Daerah subur tentu saja dapat memberi

peluang untuk tidak terlalu miskin. Upaya untuk penanggulangan kemiskinan tidak bisa ditangani jika tidak diselesaikan masalah strukturalnya. Kemiskinan harus dipahami sebagai proses kemiskinan perampasan daya kemampuan orang atau sekelompok orang. Salah satu yang perlu dikritisi adalah globalisasi. Proses globalisasi pada satu sisi menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun disisi lain mendorong adanya perampasan daya, yaitu: perampasan daya kemampuan politik artinya rakyat tidak punya akses pada proses pengambilan keputusan politik pada tingkat lokal, nasional, dan internasional. Pengambilan keputusan terhadap model dan penerapan perekonomian dunia hanyalah ditentukan oleh sekelompok orang dari segelintir negara, yang kebetulan masih ditangan negara-negara kaya. Kepentingan politik ekonomi dunia tidak mengikutkan masyarakat banyak. Kondisi yang sama muncul di tingkat negara Indonesia kepentingan politik pada tingkat nasional sama sekali tidak melibatkan masyarakat banyak, namun resiko harus ditempuh oleh seluruh lapisan rakyat. Ketika Indonesia jatuh dalam kondisi terjerat utang (debt-trap), keputusan untuk berutang adalah keputusan kelompok elit di pemerintahan. Namun akibat dari jeratan-utang tersebut harus ditanggung oleh rakyat, dengan adanya pemotongan anggaran untuk perlindungan publik seperti kesehatan dan pendidikan. Sekali laagi, tanpa konsultasi dengan rakyat. Perampasan daya sosial ekonomi. Agenda-agenda globalisasi ? lewat mesin-mesinnya seperti Bank Dunia, ADB, IMF dan WTO? seringkali memutus akses rakyat terhadap sumber daya ekonominya. Padahal sumber daya ekonomi tersebut yang dapat mensejahterakan hidup mereka. Ketika tanah pertanian rakyat harus dibongkar untuk dijadikan areal perkebunan besar. Akses ke pasar modal dan akses kesempatan berusaha dimatikan, yang tidak menempatkan para pengusaha sektor informal untuk bekerja dengan tenang, tetapi lebih memanjakan para konglomerat. Perampasan daya psikologis. Terjadi alienasi dan pembodohan rakyat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat masih bias, sehingga menghilangkan kreatifitas rakyat dan daya kritis mereka. Akibatnya masyarakat menjadi terasing dinegerinya, di keluarganya bahkan oleh dirinya sendiri. Informasi yang disodorkan ke masyarakat menempatkan Bank Dunia, ADB dan IMF sebagai dewa penolong ketika Indonesia mengalami krisis multidimensi, sungguh menyesatkan. Karena bantuan yang diberikan tidak lebih dihitung sebagai utang negara yang terus membengkak. Demikian pula ketika Indonesia dengan resmi mendaftarkan diri sebagai anggota WTO (World Trade Organization), informasi yang disampaikan ke rakyat adalah Indonesia merupakan bangsa berdaulat yang eksistensinya diakui oleh dunia internasional. Tanpa

pernah menyentuh substansi apa yang diatur dalam WTO dan bagaimana dampaknya bagi negara seperti Indonesia. IV. Koherensi dan Konsistensi Kebijakan Dalam dokumen ?Indonesia Imperative to Reform? tentang strategi pengurangan kemiskinan menekankan pada beberapa hal untuk segera di tindak lanjuti; pengurangan subsidi BBM, tarif Impor produksi pertanian sampai nol persen, reformasi pada administarsi pertanahan, desentralisasi fiskal. Selain itu untuk mengejar pertumbuhan Indonesia harus melakukan Reformasi Struktural yang meliputi: (1). mengalihkah aset publik menjadi aset privat dengan cara menjual aset utang, aset non utang, privatisasi bank rekap, privatisasi BUMN (2). Reformasi sektor financial; (3). Kebijakan tentang energi dan tambang; (4). Kebijakan sektor pertanian yang berorientasi pasar. Konsistensi dan koherensi antara kebijakan dan program pengurangan kemiskinan merupakan hal yang penting. Kebijakan pengurangan kemiskinan yang tidak mempunyai konsistensi dan koherensi dengan kebijakan yang lainnya akan membuat krisis bertambah parah. Sebagai ilustrasi dilihat dari kebijakan anggaran yang kontraktif pada saat kritis akan sangat merugikan dibandingkan dengan kebijakan anggaran yang ekspansif. Kebijakan menaikkan suku bunga yang sangat tinggi justru akan mematikan sektor rill yang diharapkan bisa memacu pertumbuhan. Proses privatisasi yang terburu-buru dengan tidak mempunyai aturan baku yang jelas tentang bagaimana nasib buruh yang dirasionalisasi, bagaimana pemakaian dana hasil privatisasi justru akan semakin membuat potensi kesenjangan dan kemiskinan baru. Pertumbuhan ekonomi saja tidak memadai dalam mengatasi kesenjangan dan mengurangi kemiskinan. Pertumbuhan justru dapat berdampak negatif ketika kesenjangan yang menjadi masalah utama tidak terselesaikan. Kesenjangan yang tinggi dapat membuat rakyat miskin menjadi semakin miskin, juga dapat menimbulkan resiko tingginya potensi konflik sosial. Padahal Tujuan utama pertumbuhan ekonomi harus membuat kondisi rakyat miskin menjadi lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang tidak memperdulikan rakyat miskin justru akan menghasilkan masalah baru daripada menjadi sebuah solusi. Dengan kata lain apalah artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang dicapai dengan konsekwensi semakin memburuknya tingat distribusi dan kesenjangan yang tinggi. Komite Penanggulangan Kemiskian Forum CGI tahun 2001 yang lalu telah membuat Kelompok kerja tentang kemiskinan (working group on poverty). Pemerintah

melalui Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 124 thn. 2001 telah membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK). Fungsi yang coba dijalankan KPK adalah untuk perumusan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, pemantauan pelaksanaan, pembinaan dan pelaporan hasil pelaksanaan kebijakan. Komite ini dibentuk dan bertanggung kawab langsung kepada Presiden. Bentuk KPK adalah forum lintas pelaku yang berfungsi sebagai wadah koordinasi serta penajaman kebijakan dan program-program penanggulangan kemiskinan yang ditetapkan pemerintah. Komite ini diketuai oleh Menko Kesra dan 10 menteri lainnya sebagai anggota. Indonesia juga akan membuat sebuah Strategi pengurangan kemiskinan (Interim PRSP), yang seharusnya merupakan sebuah strategi yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek baik makro maupun mikro. Keterlibatan stakeholder dari semua unsur merupakan hal yang penting dalam proses penyusunan strategi ini. Selama ini belum ada kesepakatan model dan proses antara komponen civil society dan pemerintah indoneisia dalam membahas strategi pengurangan kemiskinan. Secara kelembagaan sudah ada kemajuan dalam merespon kondisi kemiskinan. Akan tetapi maksimalisasi peran lembaga masih harus dibuktikan. Proses-proses konsultasi yang dilakukan selama ini belum menemukan format yang partisipasi yang lebih maksimal. Selain itu secara substansi pembahasan tentang agenda penanggulangan kemiskinan masih sangat minim. Penguatan lembaga ini perlu dilakukan, baik dari segi wewenang, fungsi dan substansi dan keanggotaannya. Dari sisi substansi , perlu ada kajian yang mendalam tentang kemiskinan dan membuat semacam ?white paper? tentang kemiskinan berdasarkan issue issu strategis. Substansi ini penting karena penyebab kesenjangan dan kemiskinan tidak hanya karena masalah-masalah tradisional tetapi juga kebijakan yang ada di Letter of Intent IMF (LOI IMF) perlu dikaji secara mendalam dampak dan koherensi untuk pengurangan kemiskinan. Secara wewenang dan fungsi KPK perlu juga dipertegas dan diperluas dengan menggunakan Undang-undang. Dengan wewenang yang kuat diharapkan lembaga ini bisa bekerja dengan maksimal. Tidak hanya berfungsi sebagai forum lintas pelaku, tetapi juga bisa dijadikan komite independen yang memberikan rekomendasi tentang kebijakan makro ekonomi dan koherensinya dalam penyelamatan rakyat miskin Indonesia. sementara keanggotaan harus diambil secara berimbang bisa diambil dari; wakil pemerintah, akademisi, NGO, kalangan bisnis dan profesional, tokoh agama, secara seimbang, hal ini untuk menjaga independesi kredibilitas KPK.

Program Pengembangan Kecamatan Kebijakan program pengembangan kecamatan (PPK) adalah juga progam yang diorientasikan untuk pengurangan kemiskinan yang mencakup 15.000 desa di 27 propinsi. Dana program ini berasal dari utang Bank Dunia (IBRD Loan.4330-IND) untuk tahap pertama berjumlah sebesar $225 juta. Program ini akan dilanjutkan sampai tahun 2006. Dari sini terlihat tidak adanya koherensi antara program utang dengan motivasi untuk pengurangan kemiskinan secara luas. hal ini terlihat dari adanya program utang baru dari Bank Dunia dengan orientasi untuk kemiskinan. PPK masih memandang orang miskin sebagai target utama penanggulangan kemiskinan, bukan melihat sebab-musabab kenapa miskin. Sehingga sangat memungkinkan kesalahan yang sama dengan membangun program karikatif dan lebih bersifat charity seperti program-progarm sebelumnya. Sementara penyebab krisis di Indonesia adalah posisi utang luar negeri yang terlalu besar. Sehingga solusinya bukan dengan menambah utang baru, tetapi mengurangi stok utang yang ada. Berdasarkan sample yang diambil, PPK dalam perspektif masyarakat masih dipandang sebagaimana program-program pemerintah sejenis yang lain. Program PPK belum sesuai sasaran terutama dalam penanggulangan kemiskinan di pedesaan. Hal ini tentu saja berangkat dari tidak adanya kriteria kemiskinan yang jelas sejak konsepnya, sehingga PPK memberikan peluang interpretatif bagi para pelaku di lapangan. Sebagian besar pemanfaat program PPK menjelaskan bahwa PPK akan lebih nyata memberikan perubahan di masyarakat apabila ada redisign tentang siapa orang miskin, ada menejemen administrasi dan keuangan yang baik, ada model fasilitasi ke masyarakat yang lebih kongkrit, ada pemantauan dan evaluasi yang sistematis, serta sumber dananya tidak berasal dari utang luar negeri yang baru tetapi murni dari APBN dan APBD yang dialokasikan untuk itu. IV. Rekomendasi untuk GOI dan Forum CGI Karena keterbatasan dana yang dimiliki dalam budget pemerintah, sebagai komitmen untuk penanggulangan kemiskinan maka harus ada prioritas alokasi budget untuk pengeluaran sosial: Pendidikan, Kesehatan, air bersih, serta pengeluaran sosial yang lain yang mendukung pengurangan kemiskinan. Setelah itu baru dialokasikan untuk pengeluaran lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada pengurangan kemiskinan. Pemerintah seharusnya menerapkan budget yang ekspansif untuk memberikan stimulus bagi APBN, sehingga dapat menumbuhkan sektor rill di masyarkat. Argumentasi bahwa dengan budget yang kontraktif untuk dapat menekan laju inflasi ternyata tidak benar, karena inflasi yang selama ini terjadi banyak dipengaruhi oleh

pemotongan subsidi BBM yang menyebabkan naiknya harga-harga disemua sektor dan tidak sebanding dengan dana kompensasi yang diberikan untuk rakyak miskin. Pemerintah harus mengambil tindakan untuk mengurangi defisit melalui; peningkatan pajak progresif untuk orang kaya, mendesak institusi keuangan internasional yang menyimpan uang hasil korupsi untuk dikembalikan ke negara dengan membentuk investigative team secara internasional, bukan dengan cara mengurangi pengeluaran sosial yang dibutuh kan rakyat. Pemerintah harus memperkuat keberadaan KPK dengan memberikan wewenang yang jelas dan dibuat setingkat dengan UU, dengan menempatkan unsur pemerintah, NGO, Akademisi, kelompok bisnis, dll secara seimbang. Pemerintah dan DPR harus berinisiatif untuk membuat Kesepakatan bersama untuk melindungi hak-hak Sosial dan Ekonomi Rakyat untuk mendapatkan penghidupan yang layak dengan mengalokasikan minimal 40% anggaran untuk pos pembangunan dan pos pengeluaran sosial Dimensi internasional dari paket IMF dan Bank Dunia mempunyai effek yang signifikan dalam program pengurangan kemiskinan. Untuk itu strategi dari kedua lembaga ini harus mencerminkan keberpihakan pada pencapaian target pengurangan kemiskinan sampai 50% dari sekarang. Dengan memberikan ruang gerak agar anggaran negara mempunyai stimulus yang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi. kepada GOI dan Forum CGI; Konsep penanggulangan kemiskinan harus mempunyai koherensi antara kebijakan makro ekonomi, kebijakan sosial dan struktural serta tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan pembangunan sosial. Kebijakan ekonomi yang hanya berorientasi kepada angka-angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kepada dampak sosial, dampak ekonomi, serta dampak semakin miskinnya rakyat, justru akan semakin menjerumuskan bangsa ini ke jurang yang lebih dalam. mendorong forum CGI untuk mendukung kebijakan kontrol modal untuk menghindari pelarian modal dan spekulasi jangka pendek yang merugikan keuangan negara. mendesak Forum CGI untuk memberikan ruang gerak dalam penyusunan Interim PRSP inisiatif agar negara mempunyai ownership dalam menentukan strategi pengurangan kemiskinan ke depan dengan melibatkan stakeholder yang luas dari civil society. Kajian yang mendalam dan matang tentang konsep pengurangan kemiskinan akan menghasilkan output yang baik pula mendorong forum CGI agar mengkaji ulang dan melakukan evaluasi untuk proyek/program yang didanai utang untuk pengurangan kemiskinan. Apakah benar-benar bisa mengurangi

kemiskinan secara substansial ataukah justru menimbulkan sumber kemiskinan baru dengan menumpuknya jumlah utang. untuk forum CGI : sebagai komitmen untuk pengurangan kemiskinan dari negara-negara anggota CGI bantuan dalam bentuk hibah murni tanpa syarat atau dengan cara mengkonvesikan utang luar negeri untuk pengurangan kemiskinan, akan lebih membantu Indonesia dibanding dengan memberikan indonesia utang baru dengan alasan untuk kemiskinan. Daftar Pustaka UNSFIR (2000), Poverty, Inequality,and Social protection: Lesson From Indonesian Crisis, United Nations Suports Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR) Prosiding Konferensi Nasional Kemiskinan: Membangun Paradigma Penanggulangan Kemiskinan, ASSPUK, CPSM, INFID, JARI Indonesia, KIKIS, Oxfam GB, dan YAPPIKA, Jakarta 4 ? 6 Desember 2001 MM Billah, Agenda Keadilan dan Pemberdayaan Rakyat: Hasil dialog nasional tentang penanggulangan kemiskinan struktural, makalah pada Konferensi Nasional Kemiskinan, Jakarta, 2001 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 124 Tahun 2001 tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan World Bank, World Development Report 2000-2001: Attacking Poverty, Washington 2000 World Bank, Kecamatan Development Program Annual report 1999/2000 Cornia & Court (2001); Inequality, Growth and Poverty Irawan,P.B dan H.Romdiati (1999), Impact fo the Economic Crisis on the number of Poverty and its implication for Development Strategies. World Bank(2000); Indonesia Country Assistance Strategy Fy 2001-2003 World Bank(2001); Indonesia : The Imperative to Reform The Development Gap (1998); IMF Program ? Reflecting Worldwide Impact

copyright 2005 INFID . all rights reserved . copyright notice. unsubscribe Newsletter