Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

30
PENDAHULUAN Wilayah pedesaan selalu identik dengan masalah kemiskinan. Dengan anggapan bahwa pedesaan jarang sekali diperhatikan kesejahteraannya dibanding dengan masyarakat perkotaan. Ini lah yang memicu pedesaan mengalami kemiskinan. Pada hakekatnya masalah kemiskinan tidak terlepas dari masalah yang lebih besar, yaitu masalah ketimpangan antar wilayah dan antar golongan penduduk. Masalah ketimpangan ini sangat rumit dan hanya dapat diatasi secara bertahap berkesinambungan. Ketimpangan sosial, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat merupakan masalah yang mendesak. Setidaknya 70 persen dari penduduk dunia sangat miskin di pedesaan, dan sebagian besar masyarakat miskin dan lapar adalah anak-anak dan orang muda. Baik dari fakta-fakta kemungkinan perubahan dalam waktu dekat, meskipun urbanisasi luas dan demografis di semua daerah. Asia Selatan, dengan jumlah terbesar penduduk miskin pedesaan, dan sub-Sahara Afrika, dengan kejadian tertinggi kemiskinan di pedesaan, adalah wilayah paling parah terkena dampak kemiskinan dan kelaparan. Tingkat kemiskinan bervariasi Namun, tidak hanya antar daerah dan negara, tetapi juga di dalam negara. Mata pencaharian rumah tangga miskin di pedesaan beragam antar daerah dan negara, dan dalam negara. Mata pencaharian yang bervariasi, dari petani kecil-termasuk produksi peternakan dan perikanan rakyat-upah tenaga kerja pertanian, wirausaha dalam perekonomian non-pertanian pedesaan dan migrasi.

Transcript of Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Page 1: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

PENDAHULUAN

Wilayah pedesaan selalu identik dengan masalah kemiskinan. Dengan anggapan

bahwa pedesaan jarang sekali diperhatikan kesejahteraannya dibanding dengan masyarakat

perkotaan. Ini lah yang memicu pedesaan mengalami kemiskinan. Pada hakekatnya masalah

kemiskinan tidak terlepas dari masalah yang lebih besar, yaitu masalah ketimpangan antar

wilayah dan antar golongan penduduk. Masalah ketimpangan ini sangat rumit dan hanya

dapat diatasi secara bertahap berkesinambungan. Ketimpangan sosial, yang melibatkan

berbagai lapisan masyarakat merupakan masalah yang mendesak.

Setidaknya 70 persen dari penduduk dunia sangat miskin di pedesaan, dan sebagian

besar masyarakat miskin dan lapar adalah anak-anak dan orang muda. Baik dari fakta-fakta

kemungkinan perubahan dalam waktu dekat, meskipun urbanisasi luas dan demografis di

semua daerah. Asia Selatan, dengan jumlah terbesar penduduk miskin pedesaan, dan sub-

Sahara Afrika, dengan kejadian tertinggi kemiskinan di pedesaan, adalah wilayah paling

parah terkena dampak kemiskinan dan kelaparan. Tingkat kemiskinan bervariasi Namun,

tidak hanya antar daerah dan negara, tetapi juga di dalam negara. Mata pencaharian rumah

tangga miskin di pedesaan beragam antar daerah dan negara, dan dalam negara. Mata

pencaharian yang bervariasi, dari petani kecil-termasuk produksi peternakan dan perikanan

rakyat-upah tenaga kerja pertanian, wirausaha dalam perekonomian non-pertanian pedesaan

dan migrasi.

Page 2: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Gambar 1Diagram Jumlah Penduduk dengan Pendapatan Kurang Dari US $1/hari

Sumber: World Bank,2000

Di Indonesia, hingga saat ini desa tetap menjadi kantong utama kemiskinan. Pada

tahun 1998 dari 49,5 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia sekitar 60%-nya (29,7 juta jiwa)

tinggal di daerah pedesaan. Pada tahun 1999, prosentase angka kemiskinan mengalami

penurunan dari 49,5 juta jiwa menjadi 37,5 juta jiwa. Prosentase kemiskinan di daerah

perkotaan mengalami penurunan, tetapi prosentase kemiskinan di daerah pedesaan justru

mengalami peningkatan dari 60% tahun 1998 menjadi 67% tahun 1999 sebesar 25,1 juta

jiwa, sementara di daerah perkotaan hanya mencapai 12,4 juta jiwa (BAPPENAS, 2004).

Lebih dari 56,86 persen penduduk di Indonesia bertempat tinggal di pedesaan, dan 14,15

persen dari penduduk tersebut adalah orang miskin (BPS, 2009). Sampai saat ini, kemampuan

masyarakat pedesaan sering diperlakukan secara terpisah dari investasi dalam menciptakan

peluang untuk pembangunan pedesaan.

Page 3: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Gambar `2Jumlah dan Persentase penduduk Miskin Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah), 2010

PEMBAHASAN

Definisi Kemiskinan

Pengertian dan definisi tentang kemiskinan sangat beragam sesuai evolusi ilmu

pengetahuan atau perkembangan ilmu sosial. Hall dan Midgley (2004:14), menyatakan

kemiskinan dapat didefenisikan sebagai kondisi deprivasi materi dan sosial yang

menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang layak, atau kondisi di mana

individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam

masyarakat. Kemiskinan didefenisikan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk

mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas

pada) modal yang produktif atau assets (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan,

dan lainnya) sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan

untuk mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-

barang; pengetahuan, keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna (Friedmann,

1979: 101). Kemiskanan seringkali dipahami sebagai fenomena rendahnya kesejahteraan

semata, namun kemiskinan itu sendiri sebenarnya merupakan fenomena yang bersifat

kompleks dan multidimensi.

Menurut Encyclopedia Of The City 2005 kemiskinan diartikan menjadi dua yaitu (1)

Absolut poverty defines minimum requirements needed for physical survival, including food,

water, shelter and healthcare, (2) Relative poverty is defined as what is required to

Page 4: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

participate in the ‘normal’ life of a particular society. Poverty exists when such universal

needs are not met.

Badan Koordinasi Penanggulanan Kemiskinan (BKPK) berkerjasama dengan

Lembaga Penelitian SMERU (2001) menjelaskan beberapa definisi kemiskinan :

a) Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendekatan dalam bentuk uang

ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima oleh seseorang.

Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan

kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

b) Kemiskinan didefinisikan dari segi kurang atau tidak memiliki aset-aset seperti tanah,

rumah, peralatan, uang, emas, kredit dan lain-lain.

c) Kemiskinan non material meliputi berbagai macam kebebasan, hak untuk

memperoleh pekerjaan yang layak, hak atas rumah tangga, dan kehidupan yang layak.

Dimensi Kemiskinan

Pengertian kemiskinan memiliki dimensi meliputi ekonomi, sosial-budaya dan politik.

Ellis (1984:242-245) dalam E. Suharto, misalnya, menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan

menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat

didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam

konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan

(wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.

Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power).

Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan

kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya.

Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur

sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan

produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang

disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang

dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor

penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal.

Page 5: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Indikator Kemiskinan

Menurut data BPS, rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih

besar dari pada rumah tangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata rata

mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumah tangga miskin di

perdesaan adalah 4,8 orang. Indikator kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik yaitu :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal < 8m2 per orang.

2. Lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester. 

4. Tidak mempunyai fasilitas buang air besar 

5. Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar /arang /minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam satu minggu. 

9. Hanya membeli satu setel pakaian baru dalam satu tahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari 

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas /poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani : dengan luas lahan < 0,5 ha,

buruh tani, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan di bawah Rp 600.000,00 perbulan.

13. Pendidkan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp

500.000,00 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau

barang modal lainnya.

Penyebab Kemiskinan Pedesaan

“Causes of poverty are multidimensional, poverty is the result of econom economic,

social and economic processes that interact with each other and frequently reinforce each

other in ways that exacerbate the state of deprivation in which the poor live” (World Bank,

2000).

Kemisikinan yang terjadi di pedesaan disebabkan oleh banyak faktor namun untuk

lebih memudahkan di dalam mengerti faktor-faktor tersebut maka penyebab kemiskinan di

pedesaan akan dibahas dalam tujuh aspek utama sebagai berikut:

Page 6: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

1. Aspek Sosial dan Budaya:

Dari segi budaya seperti pada teori kemiskinan budaya (cultural poverty) yang

dikemukakan oleh Oscar Lewis menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai

akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin,

seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja, pilihan yang

salah. Oleh sebab itu budaya dari suatu masyarakat atau individu juga memberikan

kontribusi bagi kemiskinan di pedesaan.

2. Aspek Pendidikan dan Sumber Daya Manusia

Akses kepada kesempatan kerja dan ekonomi formal terhalang oleh tingkat

pendidikan formal hal ini menyebabkan kualitas masyarakat di pedesaan semakin

rendah, sehingga mereka tidak mampu untuk mengembangkan usaha-usaha pertanian

yang produktif (diversifikasi produk pertanian) guna mencukupi kebutuhan dasar

yang lebih rendah karena lapangan pekerjaan yang tersedia semakin menuntut

keahlian dari setiap individu. Hal ini menyebabkan masyarakat yang bekerja sebagai

petani tidak dapat beralih pada pekerjaan lain.

Ketidaksetaraan gender menjadi salah satu penyebab kemiskinan di pedesaan.

Terutama dirasakan oleh kaum perempuan dan seringkali menjadi kelompok yang

terpinggirkan. Menurut UNDP dalam Millenium Development Goals (MDGs) sekitar

75% perempuan di dunia tidak bisa mendapatkan pinjaman bank karena mereka

memiliki pekerjaan yang tidak dibayar atau tidak aman dan tidak berhak atas

kepemilikan properti, mayoritas anak perempuan tidak bersekolah, hampir 2/3 wanita

di negara berkembang bekerja di sektor informal atau sebagai pekerja yang tidak

dibayar di rumah. Selain itu juga penduduk miskin di daerah pedesaan di dominasi

oleh anak-anak dan orang muda.

Bagi nelayan: pemahaman teknik penangkapan dan pemanfaatan hasil tangkapan

masih rendah akibat rendahnya kualitas SDM dan rendahnya tingkat pendidikan.

Nelayan tidak pernah memikirkan dampak di masa yang akan datang bahwa ikan

yang di bom atau  di potasium secara alamiah akan merusak ekosistem laut yang

berakibat pada hilangnya bibit bibit ikan (Budiantoro, 2010).

3. Aspek Ekonomi

Dalam aspek ekonomi salah satu yang menyumbang penyebab terjadinya kemiskinan

ialah perkreditan pertanian di desa: dalam masa 1972-1981, kredit perbankan untuk

pertanian se-Indonesia tumbuh 28% per tahun. Namun porsi nilai kredit pertanian

menurun, beralih ke bidang-bidang dagang, industri, dan jasa. Sistem perbankan

Page 7: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

belum sesuai kebutuhan masyarakat desa. Di desa-desa sampel baru 15% rumah

tangga yang terlibat dalam kredit formal, sedangkan 19% lainnya dari kredit informal,

(Studi Dinamika Pedesaan: Proyek Survey Agro-Ekonomi, Departemen Pertanian).

Keterbatasan akses masyarakat miskin pedesaan terhadap modal yang cukup bagi

kegiatan ekonomi di pedesaan.

Persentase pekerja di pedesaan lebih tinggi namun, jenis pekerjaan di dominasi oleh

pekerjaan domestik yang tidak dibayar seperti buruh tani atau wirausaha dengan

mengeksploitasi diri sendiri.

Keterbatasan masyarakat pedesaan akan pasar produk serta adanya keterbatasan

peluang kerja di sektor non-pertanian, keterbatasan peluang kerja di luar pertanian

sangat tinggi akibat minimnya pendidikan, ketrampilan dan modal.

Adanya sistem pemasaran hasil pertanian yang menguntungkan satu pihak. Sistem

pemasaran yang dilakukan adalah pemasaran hasil panen melalui pedagang perantara

atau tengkulak.

4. Aspek kebijakan dan Tata Kelola Pemerintahan

Apabila melihat kemiskinan dari dimensi politik maka kemiskinan dilihat dari tingkat

akses terhadap kekuasaan. Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem

politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau

dan menggunakan sumberdaya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan seringkali

terjadi kesewenang-wenangan dalam menggunakan kekuasaan yang berakibat pada

tata kelola pemerintahan yang kurang baik (bad governace) salah satunya tindak

korupsi di kalangan pemerintah. Penerapan kebijakan pembangunan pedesaan yang

tidak sesuai dengan kondisi pedesaan yang ada karena tiap pedesaan memiliki

tipologinya masing-masing oleh sebab itu berbeda-beda penanganannya.

Adanya kebijakan pembangunan yang tidak memberdayakan petani khususnya pada

subsidi pupuk dan obat yang kurang tepat sasaran. Hal ini dikarenakan petani merasa

kesulitan dalam mendapatkan pupuk dan obat yang telah disediakan.

Dalam istilah Gramsci-hegemoni (dominasi satu ras/kota/negara dalam hal pengaruh

atau kekuatan). Artinya desa dibuat sedemikian rupa menjadi ‘mahluk’ yang

menghambakan segala kehormatannya kepada ‘mahluk’ kota (Studi oleh Indonesia

Institute for Public Policy and Development Studies).

5. Aspek Prasarana dan Sarana

Page 8: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Keterbatasan masyarakat pedesaan akan fasilitas publik menyebabkan masyarakat di

pedesaan terus mengalami kemiskinan, antara lain:

Keterbatasan akses terhadap fasilitas pendidikan.

Akumulasi dari keterbatasan kesempatan kerja dan ekonomi formal menyebabkan

keterbatasan pada akses terhadap fasilitas kesehatan.

Kurangnya infrastruktur dasar di daerah pedesaan seperti jalan

Rendahnya kualitas sarana tempat tinggal dan sarana MCK di pedesaan seringkali

menyebabkan kondisi kesehatan masyarakat pedesaan mudah terserang penyakit dan

cenderung jenis penyakit yang menular yang pada akhirnya mempengaruhi segala

kegiatan ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

6. Aspek Kondisi Fisik Alam (SDA) dan Geografi termasuk perubahan iklim global.

Keterbatasan sumber daya alam yang dipengaruhi oleh kondisi topografi, setiap

desa, atau bahkan negara memiliki kondisi topografi yang berbeda-beda sehingga

menyebabkan lahan pertanian, perkebunan di tiap desa di berbagai negara

berbeda-beda pula tingkat kesuburannya.

Wabah hama yang merusak produk pertanian dan keterbatasan akses akan obat

pembasmi hama.

Perubahan iklim global yang terjadi belakangan ini juga menyebabkan iklim dan

cuaca yang terus berubah sehingga mempengaruhi proses kegiatan pertanian,

perikanan, perkebunan maupun peternakan di daerah pedesaan.

7. Aspek Teknologi dan Informasi

Keterbatasan modal, informasi dan teknologi penangkapan, menyebabkan nelayan

seringkali menggunakan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan sehingga

terjadi kerusakan ekosistem, tidak adanya deversifikasi usaha penangkapan, kurang

adanya hubungan kerja dalam organisasi penangkapan, ketergantungan terhadap

okupasi melaut sedangkan petani kesulitan menemukan pasar akibat terbatasnya

informasi pasar permintaan akan bahan pangan, seringkali teknologi yang digunakan

juga tidak tepat sasaran.

Kondisi kemiskinan pedesaan di Jawa Timur

Jawa Timur merupakan sebuah provinsi dengan luas sekitar 47 ribu km2. Secara

geografis provinsi ini terdiri dari dua bagian, yaitu wilayah bagian timur Pulau Jawa (90%)

dan seluruh Pulau Madura dan Pulau Bawean (10%). Ibu kota provinsi ini adalah Surabaya

Page 9: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Jawa Timur memiliki 29

kabupaten dan 9 kota. Pada 2005, jumlah penduduk Jawa Timur adalah lebih dari 35 juta jiwa

dengan laju pertumbuhan penduduk pertahunnya 0,45%. Di Jawa Timur, produk domestik

regional bruto (PDRB) per kapita pada 2000 (dengan memperhitungkan gas dan minyak)

sebesar Rp1.600.000.

Salah satu problema yang dihadapi Jawa Timur dewasa ini adalah makin

meningkatnya tekanan dan kondisi kemiskinan di pedesaan. Kendati pembangunan fisik tak

kalah dengan perkembangan kota metropolitan di Indonesia bahkan di dunia, tetapi berbagai

masalah lain seperti kemiskinan, kualitas layanan, kesehatan masyarakat, pendidikan dan

kualitas sumber daya manusia masih belum tertangani secara maksimal.

Di Jawa Timur, kendati penanggulang-an kemiskinan merupakan salah satu program

prioritas, tetapi selama 5 tahun di bawah era kepemimpinan Imam Utomo ternyata angka

kemiskinan justru meningkat. Dari hasil pembacaan nota pertanggungjawaban akhir masa

jabatan Gubernur di hadapan Rapat Paripurna DPRD Jatim, terungkap bahwa jumlah

penduduk miskin di Jawa Timur ternyata justru meningkat menjadi 20,34 % (7,1 juta jiwa).

Padahal, tatkala Imam Utomo mulai memimpin Jawa Timur, persentase angka kemiskinan

tercatat hanya 19,53 % atau sekitar 6,8 juta jiwa. Sementara tahun 2005 menurut data

Analisis Indikator Makro Jawa Timur, menunjukkan angka sebesar 8.390.996 jiwa.

Menurut BPS, kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu

dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan. Standar ini disebut garis

kemiskinan, yakni nilai pengeluaran konsumsi kebutuhan dasar makanan setara 2.100 kalori

energi per kapita per hari, ditambah nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan makanan

yang paling pokok. Kekeliruan di masa lalu yang acapkali terjadi adalah kemiskinan

didefinisikan semata hanya sebagai fenomena ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan

atau tidak dimiliki-nya mata-pencaharian yang cukup mapan untuk tempat bergantung hidup.

Definisi seperti ini, untuk sebagian mungkin benar, tetapi diakui atau tidak kurang

mencermin-kan kondisi riil yang sebenarnya dihadapi keluarga miskin. Kemiskinan

sesungguh-nya bukan semata-mata kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup

pokok atau standar hidup layak, namun lebih dari itu esensi kemiskinan adalah menyangkut

kemungkinan atau probabilitas orang atau keluarga miskin itu untuk melangsungkan dan

mengembang-kan usaha serta taraf kehidupannya.

Fenomena kemiskinan yang terjadi di jawa timur ini dibarengi dengan beberapa

kenyataan bahwa ketersediaan sumberdaya alam menjadi semakin terbatas; semakin

Page 10: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

rendahnya rata-rata pemilikan lahan pertanian; nilai tukar yang semakin rendah antara hasil

pertanian dengan hasil-hasil industri, dan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sebagai

akibat lanjutan dari keadaan ini terjadi proses pemiskinan sumberdaya manusia, jumlah

kelompok miskin menjadi semakin banyak dan bahkan cenderung terjadi pada sebagian besar

masyarakat di wilayah pedesaan.

Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab kemiskinan di wilayah pedesaan

Jawa Timur, yaitu (a) kapabilitas sumberdaya lahan yang rendah, (b) lokasi yang terisolir

dan/atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik, (c) keterbatasan penguasaan modal dan

teknologi, (d) lemahnya kemampuan kelembagaan (formal dan non-formal) penunjang

pembangunan di tingkat pedesaan, dan (e) masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap

peluang-peluang "bisnis" yang ada

Lokasi

Lokasi wilayah miskin seringkali jauh dari pusat-pusat pelayanan "Kota Kecamatan".

Keterbatasan sarana dan prasarana perhubungan, area yang luas, dan kondisi bentang

lahan dengan topografi "berat" mengakibatkan transfer informasi, materi dan moneter

antara desa dengan pusat pelayanan formal menjadi sangat terbatas. Pada umumnya

transportasi antar lokasi dalam wilayah miskin masih sangat terbatas.

Keadaan Agroekologi

Rataan curah hujan tahunan di wilayah miskin berkisar antara 1500 - 2000 mm, dengan

suhu rata-rata berkisar 22oC - 26oC. Gambaran umum neraca lengas lahan dan lamanya

musim pertumbuhan selama setahun dicirikan oleh defisit lengas selama 4-5 bulan.

Tingkat kesuburan tanahnya beragam dari rendah (Tanah Litosol) hingga relatif tinggi

(Tanah Kambisol dan Mediteran). Kondisi bentang lahan di wilayah miskin dicirikan oleh

bentuk lahan bergelombang dan berbukit (rata-rata 60-80% dari total luas wilayah) , dan

sisanya merupakan lahan berombak hingga datar. Daerah datar hingga berombak dikelola

penduduk sebagai lahan pertanian tanaman pangan (sawah tadah hujan dan tegalan),

sedangkan kebun campuran umumnya berlokasi di daerah bergelombang hingga berbukit.

Penggunaan Lahan dan Sistem Produksi Pertanian

Penggunaan lahan pertanian didominasi oleh lahan kering tadah hujan. Sistem pertanian

lahan kering merupakan penggunaan terluas (60-80%) yang dikelola oleh penduduk

Page 11: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

setempat, berupa tegalan dengan tanaman palawija dan kebun campuran dengan aneka

tanaman tahunan.

Sumberdaya Hutan dan Air

Sumberdaya hutan di sekitar kawasan pemukiman pedesaan memberikan sumbangan

yang cukup "berarti" bagi masyarakat di sekitarnya. Hasil hutan yang lazim dimanfaatkan

penduduk adalah kayu bakar, hijauan pakan, dedaunan, dan umbi-umbian. Di beberapa

lokasi intervensi masyarakat terhadap kawasan hutan telah melampaui batas yang

“diperbolehkan”, sehingga diperlukan strategi khusus untuk mengarahkannya.

Air yang dapat dimanfaatkan adalah air hujan, air permukaan (mata air, sungai, danau),

dan air bawah tanah (groundwater). Surplus air hujan yang terjadi selama 3-4 bulan pada

musim penghujan belum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian. Surplus air

hujan ini sebagian besar menjadi run-off karena kapasitas infiltrasi tanah umumnya agak

rendah dan kemiringan lahan umumnya lebih dari 30%. Tindakan untuk menahan dan

menampung surplus air hujan ini di tempat jatuhnya dipandang mempunyai peluang yang

cukup baik untuk memperbaiki tata air.

Demografi dan Kependudukan

Sistem pendidikan masyarakat di wilayah miskin secara fungsional dilayani oleh berbagai

kelembagaan pendidikan formal dan nonformal. Peranan lembaga non-formal tampaknya

cukup besar dan mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih jauh untuk dapat

menjadi komplemen dan sekaligus mendukung program-program pemberdayaan

masyarakat.

Sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian dalam sektor pertanian tanaman

pangan (70-80%), sedangkan lainnya dalam sektor-sektor perkebunan, peternakan,

industri/pengrajin, buruh-buruh, perdagangan dan jasa-jasa lainnya seperti jasa angkutan.

Angkatan kerja (terutama angkatan muda) di sebagian besar wilayah pedesaan tidak

semuanya tertampung dalam lapangan kerja di pedesaan, sebagian bekerja sebagai buruh

bangunan atau bidang jasa lain di luar wilayah kecamatan.

Persepsi, sikap, dan motivasi masyarakat pedesaan untuk mencapai taraf kehidupan yang

lebih baik pada umumnya sudah benar. Hal ini tercermin dalam etos kerja masyarakat

Page 12: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

pedesaan "yang tidak mengenal lelah" dalam mengelola sumberdaya alam yang dikuasai

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Penguasaan Modal dan Teknologi

Umumnya penguasaan masyarakat pedesaan terhadap modal dan teknologi sangat

terbatas. Mekanisme akumulasi modal hanya bertumpu kepada hasil produksi

pertaniannya yang relatif rendah, akses terhadap fasilitas modal formal sangat terbatas

atau bahkan tidak ada. Teknologi yang dikuasai berasal dari "warisan orang tua",

sedangkan kegiatan transfer teknologi melalui agensi-agensi formal masih sangat terbatas.

Peranan kelembagaan non-formal dan tokoh panutan non-formal lebih berperanan

dibandingkan dengan kelembagaan formal.

Kurangnya kegiatan-kegiatan/fasilitas lapangan kerja di luar bidang pertanian primer

tampaknya berkaitan erat dengan keterbatasan penguasaan modal dan teknologi oleh

penduduk dan kurangnya informasi pasar di luar daerah. Program-program pelatihan

ketrampilan dan kredit formal selama ini masih belum mampu secara efektif menjangkau

kelompok masyarakat miskin di pedesaan. Program kredit formal yang ada selama ini

kurang menarik di kalangan mereka, karena penyaluran kredit tersebut harus melibatkan

prosedur yang dianggap cukup rumit.

Dari masalah kemiskinan yang telah dikemukakan diatas. Tercatat bahwa saat ini, pedesaan

masih menjadi kantong kemiskinan yang belum bisa diatasi secara maksimal oleh

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). Ini terlihat dari besarnya angka

kemiskinan yang ada di pedesaan sampai bulan Maret 2010.

Data Badan Pusat Statistik Jatim menunjukkan bahwa 66,12% dari jumlah penduduk miskin

di Jatim pada bulan Maret 2010 yang mencapai 5,529 juta jiwa berada di daerah pedesaan,

naik sebesar 0,85% dari Maret 2009 yang mencapai 65,26%. Sementara kemiskinan di

perkotaan pada Maret 2010 hanya menyumbang sebesar 33,88%. Hal ini disebabkan karena

penurunan jumlah rakyat miskin di perkotaan jauh lebih besar dari penurunannya di

pedesaan selama satu tahun ini. Padahal jumlah kemiskinan di pedasaan selama ini lebih

besar dari perkotaan. (Kabarbisnis.com,2010).

Page 13: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Data BPS menunjukkan, selama periode Maret 2009 sampai Maret 2010, penduduk miskin

di daerah pedesaan berkurang hanya sekitar 218.320 jiwa, dan kemiskinan di daerah

perkotaan berkurang sebesar 274.970 jiwa.

Kemiskinan Pedesaan dari Perspektif Masyarakat Pedesaan di Kabupaten Sampang,

Jawa Timur.

Pemerintah seringkali melihat kemiskinan dari segi infrastruktur, pendapatan,

produktivitas, dan beberapa indikator pelayanan umum lainnya. Oleh sebab itu, perspektif

kemiskinan dari sudut pandang masyarakat miskin itu sendiri seringkali terabaikan, karena

perspektif pemerintah lebih mendominasi, terutama karena perannya sebagai pembuat

kebijakan yang harus dipatuhi. Akibatnya program-program pemerintah dalam mengentaskan

kemiskanan yang lebih mendominasi daripada inisiatif program dari masyarakat miskin itu

sendiri. Akumulasi akibat tersebut adalah tidak tepatnya sasaran kebijakan pengentasan

kemiskanan pada masyarakat pedesaan yang ada malah menambah beban baru bagi

masyarakat itu sendiri. Realitas persepsi sebagaimana yang di kemukakan masyarakat miskin

itu sendiri pada lokasi dan lingkungan sosiogeografi dan sosiodemografi yang berbeda akan

berimplikasi pada berbagai upaya penanggulangan kemiskinan.

Indikator kemiskinan dalam perspektif masyarakat miskin di daerah pesisir pantai

(Desa Dharma Tanjung, Kabupaten Sampang, Jawa Timur):

1. Orang miskin itu tidak mempunyai peralatan ke laut.

2. Orang miskin itu tidak memiliki modal usaha.

3. Orang miskin itu tidak dapat melanjutkan pendidikan anaknya.

4. Orang miskin itu tidak bisa merantau.

Indikator kemiskinan dalam perspektif masyarakat miskin di daerah perkotaan (Desa

Kamoning, Kabupaten Sampang, Jawa Timur):

1. Orang miskin itu tidak punya tempat berusaha.

2. Orang miiskin itu tidak memiliki keterampilan dan modal.

3. Orang miskin itu tidak memiliki kendaraan.

4. Orang miskin itu tidak berpendidikan tinggi.

5. Orang miskin itu tidak memiliki tempat tinggal dan lahan.

Page 14: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Indikator kemiskanan dlam perspektif masyarakat miskin berbasis pertanian (Desa

Astapah, Kabupaten Sampang, Jawa Timur):

1. Orang miskin itu tidak mempunyai lahan pertanian yang berpengairan teknis.

2. Orang miskin itu tinggal di rumah tidak layak huni.

3. Orang miskin itu tidak makan 3 kali sehari.

4. Orang miskin itu tidak mempunyai harta pustaka

5. Orang miskin itu tidak mempunyai ternak pembajak.

6. Orang miskin itu tidak mempunyai anak yang bekerja tetap.

Pada umumnya masyarakat miskin merasakan bahwa ia adalah miskin. Ia mempunyai

persepsi tentang kemiskinan secara absolute, karena mereka merasa miskin disebabkan

penghasilannya belum mencukupi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang dan papan.

Sedangkan kesehatan dan pendidikan walaupun dirasakan penting tetapi belum dilihat

sebagai kebutuhan pokok, dengan demikian ia tidak menjadikan sebagai prioritas dalam

mengalokasikan pengahasilannya untuk kedua kebutuhan tersebut.

Studi Kasus Desa Alas Kokon, Madura, Jawa Timur

Tabel 1

Indikator Kesejahteraan menurut Masyarakat Petani Lahan Kering, Desa Alas Kokon, Madura, Jawa Timur

Page 15: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Sumber: Indopov (The World Bank), 2006

Desa ini terdiri dari 508 rumah tangga di Kabupaten Bangkalan, Kecamatan Modung, di

Pulau Madura. Desa ini memiliki tingkat kemiskinan 46% menurut peta kemiskinan BPS, dan

80% menurut kriteria BKKBN. Berdasarkan standar lokal, mereka merasa berada pada

tingkat kemiskinan 67%. Rumah tangga bergantung pada pertanian musiman lahan kering

(jagung, kacang kedelai, cabai, kacang polong, dan tanaman musiman seperti mangga, pisang

dan kapuk). Alas Kokon memiliki satu sekolah dasar negeri dan satu sekolah dasar swasta.

Ada sebuah puskesmas pembantu dan polindes yang berjarak tujuh kilometer. Air bersih

yang tersedia di dalam sumur terbatas secara kuantitas dan sanitasi rendah.

Page 16: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Layanan Pendidikan

Penduduk Alas Kokon di Madura lebih menyukai Madrasah daripada SD Negeri. Alasan

orang tua untuk pilihan ini adalah:

Madrasah tidak mengharuskan seragam yang mahal.

Guru-guru lebih disiplin dan menetap di Madrasah. Guru SDN sering kali absen/tidak

disiplin.

SDN hanya mengajarkan anak-anak untuk membaca, menulis dan berhitung. Di

Madrasah mereka juga belajar agama dan membaca Al Qur’an.

Kurangnya sekolah menengah berarti anak-anak perempuan harus menikah.

Kehidupan anak perempuan berubah drastis jika sekolah menengah tidak dapat dijangkau,

baik karena jarak yang jauh maupun karena biaya. Dalam keadaan demikian, anak perempuan

akan segera menikah setelah lulus sekolah dasar dan hamil pada saat mereka baru saja

memasuki masa puber. Pada 15 September 2005, di desa Alas Kokon di Madura, para

peneliti bertemu dengan Nurhayati yang berusia 14 tahun. Dia baru saja melahirkan anak

pertamanya, setelah tiga hari tiga malam mengalami kesulitan persalinan. Awalnya dia

dibantu oleh dukun beranak setempat, namun kemudian bidan di desa harus dipanggil untuk

menolong. Untung kali ini nyawanya tertolong.

Karena tidak ada sekolah menengah di desa ini, setiap anak perempuan langsung

menikah setelah lulus sekolah dasar. Kehamilan di usia muda tidak dapat dihindari, ini berarti

kemungkinan angka kematian akan semakin tinggi. Bagaimana Nurhayati dan anak-anak

perempuan muda lainnya bisa diberdayakan untuk mendapatkan kontrol atas badan dan hidup

mereka?.

Hanya sekolah dasar negeri yang diamati, Sekolah di pedesaan dinilai dalam kondisi

buruk, sehingga mutu layanan secara signifikan lebih rendah daripada sekolah di perkotaan.

Walaupun semua sekolah dasar dirancang untuk Kelas 1 sampai dengan 6, sekolah di

pedesaan hanya memiliki dua atau tiga ruang kelas, sehingga beberapa kelas harus

dikelompokkan bersama. Tidak satupun sekolah dasar pedesaan yang memiliki air bersih.

Separuh sekolah tidak memiliki fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi di sekolah lain tidak dapat

digunakan. Tidak satu sekolahpun memiliki sambungan listrik atau perpustakaan. Tiga

sekolah memiliki atap yang rusak.

Tingkat kehadiran dalam satu hari pengamatan di empat sekolah pedesaan berkisar

antara 28 hingga 92 persen. Ruang kelas berdebu dan kotor, dengan lantai rusak, namun ada

Page 17: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

cukup banyak kursi, ventilasi, dan cahaya matahari. Papan tulis merupakan satu-satunya

perangkat mengajar di ruang kelas. Tidak ada hasil karya murid yang dipajang di dinding.

Sering kali, murid ditinggalkan sendirian di ruang kelas tanpa guru. Tingkat disiplin rendah.

Guru tidak tinggal di desa melainkan datang dan pergi dari daerah perkotaan, dan sering

terlambat atau tidak hadir. Alasan mereka ialah kurangnya air bersih dan layanan sanitasi.

Pada murid di kelas yang diamati hanya kurang dari seperempat yang memiliki buku

pelajaran dan alat tulis; pengajar menunjukkan kemampuan mengajukan pertanyaan yang

terbatas dan tidak melakukan interaksi dengan murid-murid, selain itu, tidak ada murid yang

bertanya di kelas manapun. Para guru menunjukkan tidak ada bias jender dalam menghadapi

murid-murid, dan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Indonesia dengan bahasa

daerah.

Layanan Kesehatan

Masyarakat miskin yang menggunakan jasa dukun beranak untuk layanan pra-persalinan

menyadari bahwa dukun beranak tidak dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk

mendeteksi atau menangani kehamilan yang berisiko tinggi; juga tidak memberikan vitamin

tambahan atau imunisasi TT. Meskipun demikian, mereka memilih untuk menggunakan jasa

dukun beranak dengan alasan berikut:

Dukun beranak selalu ada di tempat, sementara bidan jarang ada di Polindes atau Pustu

setempat.

Dukun beranak tinggal dekat dengan rumah mereka, sementara Puskesmas berada jauh

dan membutuhkan biaya transportasi.

Dukun beranak mengenakan biaya Rp.1.000 sampai Rp.5.000 per kunjungan, kadang-

kadang hanya dibayar dengan beras atau kelapa; biaya bidan tiga sampai lima kalinya.

Dukun beranak tahu bagaimana mengubah posisi janin ”jika kepalanya tidak berada di

posisi yang benar”.

Berpengalaman, telah banyak membantu persalinan bayi sehat sebelumnya.

Terpercaya dan terkenal.

Layanan Air Bersih dan Sanitasi

Rumah-rumah tangga di Alas Kokon menghabiskan 150 hingga 200 jam sebulan

mengangkut air untuk mencuci, mandi, dan ternak. Warga perempuan di desa itu mengatakan

mereka butuh “dua sampai tiga kali perjalanan ke sungai untuk membawa air dari sungai

Page 18: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

sejauh 1,5 kilometer,” sambil mengambil air, mereka juga mencuci dan mandi, ketiga

kegiatan ini “menghabiskan lebih dari tiga jam sehari.”

Kuota 20 liter/hari/rumah tangga, hanya untuk masak dan minum, waktu yang

dikeluarkan 8-10 jam/orang/rumah/bulan.

Tidak ada bayaran.

Mengambil air sungai untuk keperluan lain, menghabiskan 210jam/rumah/bulan

Menggunakan lubang jamban sederhana di/dekat rumah.

Penduduk perempuan (61%) dan laki-laki (74%) mengatakan bahwa mereka buang air besar

di alam terbuka, disungai, pantai, kolam, sawah dan semak-semak. Jamban lubang terbuka

rumah tangga yang tidak aman digunakan oleh 25 hingga 35% lainnya. Terdapat sekadar

galian lubang di halaman.

Gambar 3Jamban terbuka di halaman belakang rumah bisa dijangkau oleh hewan peliharaan,

sehingga memungkinkan penyebaran penyakit.Sumber: Indopov (The World Bank), 2006

Page 19: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

Daftar Pustaka

........Agenda 21 Jawa Timur. Diakases 13 Mei 2011.

<http://www.images.soemarno .multiply.multiplycontent.com/... /Bab3-PENGENTASAN

%20MISKIN.doc?...>

......2010. 66,12% penduduk miskin Jatim ada di desa. Diakses 15 Mei 2011.< http:// www.kabarbisnis.com/ nasional/2812958-6612penduduk_miskin Jatim_ada di desa .html>

Brighten Institute, 2008, Kemiskinan di Pedesaan dan Perlunya Pendekatan yang Tepat (URL:http://www.brighten.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=67:kemiskinan-di-pedesaan-dan-perlunya-pendekatan-yang-tepat&catid=50:sikap-kami&Itemid=44). Diakses tanggal 28 Maret 2011-04-08

Mukherjee,Nilanjana,2006,Suara Masyarakat Miskin: Mengefektifkan pelayanan bagi

Masyarakat Miskin di Indonesia, Indopov-The World Bank, Jakarta.

Rural Poverty Report 2011 New Realities, New Challenges: New Opportunities For Tomorrow’s Generation, International Fund For Agricultural Development (IFAD), (URL: http://www.ifad.org) . Diakses tanggal 28 Maret 2011

Rural Poverty Portal : Rural Poverty in Indonesia (URL:http://www.ruralpovertyportal.org/web/guest/country/home/tags/indonesia). Diakses tanggal 6 April 2011.

World Bank, 2011, World Development Report 2000/2001 :Attacking Poverty. (URL:http://data.worldbank.org/). Diakses tanggal 4 April 2011

World Bank, 2011, World Development Report 2008 :Agriculture For Development. (URL:http://data.worldbank.org/). Diakses tanggal 4 April 2011

World Bank, 2011, Permasalahan Sektor Pedesaan dan Pertanian di Indonesia (URL:http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,contentMDK:22565240~pagePK:141137~piPK:141127~theSitePK:447244,00.html). Diakses tanggal 4 April 2011

Page 20: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

KTW 328-Analisis Kebijakan Publik

Masalah Kemiskinan Pedesaan di Jawa Timur

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kuliah Analisis Kebijakan Publik

Oleh :

Sekar Pandanwangi (24-2008-003)Bunga Hanifitriane Sabrina (24-2008-007)Witanti Nur Utami (24-2008-008)Annisa Ayu.A (24-2008-012)Mailia Dwi Astuti (24-2008-013)Astriana M Asbanu (24-2008-018)Mikaela Tien Muyaan (24-2008-019)Nova Mandasari (24-2008-020)Mariana Iftisan (24-2008-021)Jerry Alfajri Amrifa (24-2008-026)

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Page 21: Paper-Masalah Kemiskinan Pedesaan Di Jawa Timur

JURUSAN TEKNIK PLANOLOGI

BANDUNG

2011