Infeksi Tempat Operasi Setelah Histerektomi

download Infeksi Tempat Operasi Setelah Histerektomi

of 16

description

medic

Transcript of Infeksi Tempat Operasi Setelah Histerektomi

INFEKSI TEMPAT OPERASI SETELAH HISTEREKTOMI

AeuMuro Gashaw Lake, MD; Alexandra M. McPencow, MD; Madeline A. Dick-Biascoechea, MD;Deanna K. Martin, MPH; Elisabeth A. Erekson, MD, MPH

Tujuan : tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan angka kejadian infeksi tempat operasi setelah histerektomi dan faktor yang berhubungan dengan hal tersebut.

Rancangan penelitian : Peneliti melakukan analisis cross-sectional terhadap data American College of Surgeons National Surgical Quality dan kemudian dilakukan analisis mengenai histerektomi. Berbagai macam cara histerektomi kemudian dibandingkan. Dan hasil utamanya adalah untuk mengidentifikasi adanya infeksi superficial (selulitis) setelah 30 hari dilakukan histerektomi. Hasil lanjutan adalah untuk mengidentifikasi adanya infeksi organ dalam dan jaringan antar organ setelah dilakukan histerektomi. Model regressi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang berhubungan dengan hal tersebut.

Hasil : Dari 13,882 wanita yang dimasukkan dalam analisis final. Kejadian selulitis post operasi hhisterektomi adalah 1,6% (221 orang). Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian selulitis post histerektomi antara lain adalah cara dilakukannya histerektomi yaitu melalui pendekatan per-abdominal dibandingkan dengan pendekatan per-vaginal dengan odds ratio 3,74 (level kepercayaan 95%), waktu operasi yang melebihi persentil 75% (odds ratio 1,84, 95%), penggunaan anastesi kelas 3 (AOR 1,79, 95%), indeks massa tubuh 40kg/m2 (AOR 2,65,95%) dan diabetes melitus (AOR 1,54, 95%). Kejadian infeksi organ dalam dan jaringan antar organ setelah histerektomi adalah 1,1%.

Kesimpulan : penemuan kami mengenai penurunan kejadian infeksi post histerektomi yang dilakukan dengan pendekatan per-vaginal meyakinkan bahwa histerektomi per-vaginal adalah pilihan utama untuk dilakukan histerektomi.

Kata kunci : histerektomi, hasil, komplikasi postoperasi, infeksi tempat operasi.

Pada masa ini, Lembaga kesehatan amerika serikat diponsori oleh Centers for Medicare and Medicaid Services (CMS) dan the Joint Commission on the Accreditation of Healthcare Organizationsmempunyai tujuan untuk mencegah infeksi terkait rumah sakit, seperti infeki tempat operasi, sebagai suatu keutamaan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan pasien. Mulai awal tahun 2012, CMS meminta semua pusat layana kesehatan untuk mempublikasi laporan data klinis dan hasil pengukuran dalam Systematic Clinical Database Registry for General Surgeryatau rangkuman database klinis sistematis untuk operasi umum pada program pelaporan rawat inap pasien. Konsekuensi dari rumah sakit yang tidak melaporkan hal ini adalah denda yang mulai berlaku oktober 2013. Ada 2 operasi utama yang harus dilaporkan berkaitan pada infeksi tempat operasi pada CMS yaitu operasi kolon dan histerektomi.Lebih dari 2 dekade,banyak kemajuan yang telah dikembangkan mengenai rute histerektomi. Walaupun kejadian dan faktor resiko tempat infeksi dari histerektomi perabdominal total telah dilaporkan, namun belum ada laporan mengenai rute histerektomi yang lebih aman. Pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor resiko infeksi tempat operasi setelah histerektomi bisa membantu menurunkan resiko infeksi dan mencegah infeksi. Selain itu, pemahaman mengenai infeksi tempat operasi bisa menstratifikasi hasil dari operasi itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah melihat angka kejadian temapt operasi setelah 30 hari setelah dilakukan histerektomi dengan berbagai rute dan kemudian mencari faktor resiko terkait.

MATERIAL DAN METODOLOGI PENELITIANPeneliti melakukan analisis data sekunder dari American College of Surgeons National Surgical Quality Improvement Program (ACS NSQIP) tahun 2005-2009 terhadap wanita yang dilakukan histerektomi. ACS NSQIP adalah program nasional untuk meningkatkan kualitas pembedahan dengan mengumpulkan data yang sejenis pada pasien yang telah dilakukan operasi. Rumah sakit yang ikut serta dalam program ini bersifat sukarela dan rahasia. Informasi kemudian dikumpulkan dengan format diagram proses yang termasuk dalam follow-up pasien selama 30 hari. Variabel yang dikumpulkan meliputi karakteristik preoperasi, informasi bedah, dan komplikasi 30 hari post operasi. Data dari The ACS NSQIP dan kontrol kualitasnya di deskripsikan melalui website yang mereka punya (http://www.acsnsqip.org). Publikasi dari penelitian ini kemudian diverifikasi oleh the Yale Human Investigation Committee yang merupakan bagian dari universitas Yale.Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah : 1) berjenis kelamin laki-laki, 2) wanita dalam keadaan sedang hamil, 3) melakukan prosedur operasi dalam waktu 30 hari sebelum dilakukan histerektomi, 4) dalam keadaan tidak bisa di histerektomi sesuai dengan Current Procedural Terminology Coding System, 4th edition (CPT-4),5) indikasi adanya prosedur eksentrasi pelvis saat dilakukan histerektomi sesuai dengan kode CPT-4, 6) wanita dengan diagnosis infeksi pre-operativ meliputi sepsis, SIRS, dan shock septic segera sebelum dilakukan histerektomi. Setelah dilakukan kriteria ekslusi maka peserta yang tersisa dimasukkan dalam sampel.Rute histerektomi dikelompokkan berdasarkan kode CPT-4, antara lain : TAH, histerektomi abdominal supracervical, histerektomi vaginal totalis, histerektomi vaginal laparoskopi, histerektomi laparoskopi totalis, SCH laparokopi. Lebih jauh penelitian ini mengidentifikasi infeksi tempat operasi berdasarkan insisi laparoskopi, yaitu : 1) laparotomi, 2) insisi laparoskopi, 3) TVH. Akhirnya, penelitian ini mengidentifikasi tempat infeksi operasi berdasarkan insisi per-vaginal, yaitu : insisi non vaginal (SCH dan LASCH), 2) insisi per-vaginal (TAH, TVH, LAVH, dan TLH).Faktor resiko tempat infeksi operasi di eksplorasi dam dikelompokkan dalam beberapa kategori: faktor demografi, faktor komorbid sebelum operasi, faktor intraoperasi. Faktor demografi antara lain termasuk umur, ras, dan etnik. Wanita dikelompokkan menjadi 2 kategori (80 tahun) karena dalam penelitian sebelumnya terdapat hubungan antara umur dan resiko infeksi ditempat operasi. Faktor komorbid preoperasi meliputi diagnosis medis, obesitas, histerektomi karena kanker ginekologis, status fungsional preoperasi, kehilangan berat badan, data laboratorium preoperasi dan klasifikasi American Society of Anasthesia (ASA). Diagnosis medis meliputi diabetes melitus, riwayat Cerebrovascular Accident (CVA) dengan defisit neurologis, ascites, dan penggunaan kostikosteroid preoperasi, dan obesitas. Obesitas di klasifikasikan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Wanita dikategorikan berat badan normal bila IMT 10% dari berat tubuh dalam waktu 6 bulan. Data laboratorium preoperasi digunakan untuk mengidentifikai adanya anemia dan gangguan ginjal. Anemia didefinisikan bila hematocrite 1,5 mg/dl berdasarkan penelitian Dowdy et al10. Faktor intraoperasi yang diteliti termasuk tipe anastesi, klasifikasi luka, tranfusi intraoperasi dan kesulitan prosedur. Kesulitan prosedur dihitung berdasarkan derajat operasi dan waktu operasi. Prosedur dibagi berdasarkan kode 1 sampai 8 pada CPT. Mempertimbangkan kesulitan operasi dan semua jenis prosedur maka setiap operasi dihitung berasarkan nilai total pengerjaan dan waktu. Waktu operasi dikatagorikan berdasarkan variabel dikotomi yaitu diatas dan dibawah persentil 75 dari rata-rata waktu pengerjaan operasi berdasarkan penelitian Culver et al,11 yang menemukan bahwa waktu >75 persentil merupakan faktor reiko terjadinya infeksi ditempat operasi. Untuk histerektomi berdasarkan data dari ACS NSQIP, yang termasuk persentil >75 adalah 149 menit.Katagori infeksi tempat operasi di definisikan melalui kriteria yang ditemukan data pada ACS NSQIP.12 Definisi ini didasarkan pada kriteria yang dikelompokkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC).13 Tujuan utama dari penelitian ini adalah kejadian tempat infeksi operasi superfisial (selulitis) setetlah 30 hari post histerektomi. Selulitis didefinisikan sebagai infeksi yang meliputi kulit dan jaringan subkutan dikarenakan insisi operasi. Tujuan sekunder dari penelitian ini adalah adanya infeksi yang meliputi organ dalam dan jaringan lunak antar organ (fascia dan otot) disekitar luka insisi dan tempat lain dikarenakan manipulasi pada prosedur operasi. Ini antara lain termasuk selulitis vaginal, abses vaginal, peritonitis, dan abses pelvis. Infeksi pada organ dan organ dalam dikategorikan menjadi 1 kategori dikarenakan sulitnya menyingkirkan bias ketika histerektomi dilakukan sebagai prosedur primer. Akhirnya,peneliti kemudian memeriksa infeksi saluran kemih postoperasi, yang dikelompokkan dengan kriteria CDC yaitu Symptomatic UTI dan Asymptomatic UTI, yang diperiksa melalui biakan kateter pada pasien.Uji statistik deskriptif, T test, uji pearson dan uji fisher, digunakan sebagai analisis bivariat. Model regresi logistic dilakukan untuk mengidentifikasi faktor resiko dari selulitis, infeksi organ dan infeksi organ dalam serta infeksi sistem urinari setelah histerektomi.8,9 Variabel yang berkaitan dengan infeksi tempat operasi diidentifikasi dimasukkan dalam analisis bivariat berdasarkan derajat kepercayaan 95%. Kemudian dihitung ood rationya. Analisis statistik menggunakan software statistik STATA dan software statistik SAS.

HasilSejumlah total 23,569 sampel yang dimasukkan dalam penelitian dan melalui prosedur ginekologi pada tahun 2005-2009 ACS NSQI. Kriteria eksklusi dimasukkan dalam analisis final yaitu: 1) jenis kelamin lelaki (51 sampel) 2) wanita dengan keadaan hamil (416 sampel) 3) prosedur bedah dalam 30 hari sebelum histerektomi (185 sampel) 4) histerektomi yang tidak sesuai CPT-4 (8943 sampel) 5) prosedur eksentrasi pelvis pada saat histerektomi berdasarkan CPT-4 (10 sampel) dan 6) wanita dengan infeksi preoperasi meliputi sepsis, SIRS, dan shock septik sebelum dilakukan histerektomi (142 sampel). Sejumlah total 13,822 sampel dimasukkan dalam analisis final.

SelulitisKejadian selulitis setelah histerektomi adalah sebesar 1,6% (221 sampel). Empat wanita (0,03%) didiagnosis selulitis post operasi disertai infeksi organ dalam. Dua belas wanita(0,08%) didiagnosis selulitis post operasi dan infeksi saluran kemih. Variabel yang berhubungan dengan selulitis dimasukkan dalam analisis bivariat termasuk diabetes melitus (p