infeksi SSP

93
Click to edit Master subtitle style INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT Pembimbing: Dr. Eddy Ario Koentjoro,Sp.S Oleh Mirandasari 072011101063 Putri Swandayani 082011101071 SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi

Transcript of infeksi SSP

INFEKSI SISTEM SARAF PUSATPembimbing:

Dr. Eddy Ario Koentjoro,Sp.S OlehMirandasari 072011101063 Putri Swandayani 082011101071 Click to edit Master subtitle style SMF Ilmu Penyakit Saraf RSD dr. Soebandi

Pendahuluan

Infeksi :

Invasi atau multiplikasi mikroorganisme di dalam jaringan tubuh

Dapat berupa: Bakteri Virus Protozoa

Infeksi pada SSP

Hematogen, terjadi setelah adanya suatu bakteremia oleh karena infeksi ditempat lain. Percontinuitatum, yang disebabkan infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. Implantasi langsung pada trauma kepala terbuka (fraktur basis kranii, tindakan bedah otak, lumbal pungsi).

Faktor predisposisi

Klasifikasi

Infeksi selaput otak (meningitis) Bakterial akut/purulenta Bakterial subakut/kronis/serosa aseptik Infeksi parenkim otak (enchepalitis) Bakterial viral

Infeksi pada CSS disertai radang pada piamater dan arachnoid, ruang subarachnoid, jaringan superfisialis otak dan medula spinalis.

MENINGITIS

Etiologi MeningitisM. akut M. subakut M. Aseptik M. tuberculosa (plg sering) Virus: Treponema pallidum Enterovirus Jamur (Coccidiodes atau polio Candida) Coxsackie A, B ECHO Herpesvirus Herpes simpleks CMV Mixovirus Campak Parotitis influenza

Pada Neonatal: E. Coli Streptococcus Stafilococcus Pneumococcus

Pada Bayi dan anak: H. Influenza Meningokokus Pneumokokus E. Coli Streptococcus

Dewasa: Pneumococcus Meningokokus Streptokokus Stafilokokus H. Influenza

Meningitis Bakterial AkutMeningitis ini disebabkan oleh bakteri pembuat nanah, sehingga disebut juga meningitis purulenta.

Gambaran klinisKelompok Umur Gejala Panas Letargi / kesadaran Nyeri kepala Intabilitas Mual dan muntah Gejala pernafasan Fotofobia Tanda Kaku kuduk Purpura / Ptekhie Kejang Ataxia Defisit Neurologis Fokal

Anak

Dewasa

Panas Kaku kuduk Nyeri kepala Kesadaran menurun Letargi, bingung sp koma Defisit Neurologis Fokal Mual dan muntah Fotofobia Gejala pernafasan

Gambaran klinisTua Panas Kebingungan sp koma Nyeri kepala Gejala pernafasan Kaku kuduk Kesadaran menurun Kejang Status Epileptikus

Diagnosis

Diagnosis pasti : ditemukan mikroorganisme pada kultur kuman CSS Secara klinis, diagnosis dapat dibuat berdasar: Tanda dan gejala klinis: Sakit kepala Febris Meningeal sign (+)

Diagnosis

Pada pemeriksaan CSS didapatkan :

Cairan likuor keruh dan xanthochrom. Jumlah leukosit, predominan polimorfonuklear 1.000 10.000/mm3. Kadar gula menurun, kurang dari 45 mg/100 cc. Kadar protein meningkat di atas 7080 mg/dl. Kadar klorida dibawah 700 mg% X-foto sinus paranasalis, thorax CT-Scan

Pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan

Konservatif Breath Bebaskan & bersihkan airway, sedot lendir dlm mulut Posisi lateral dekubitus, kepala 300 Bila gagal napas psg ET dan napas buatan Thorax foto Monitor pernapasan: ritme, frekuensi, gerak napas Blood Psg infus RL/NaCl Ambil darah vena untuk lab, indikasi pemeriksaan gula darah, elektrolit, drh rutin Pertahankan & monitor tensi bila rendah/shock: IV Dopamin 3 mikrogram/kgBB atau drip dopamin 50-200 mikrogram/500cc cairan

Penatalaksanaan

Bladder Pasang kateter tetap & urine tampung 24 jam Ambil contoh urine untuk lab Perhatikan balans cairan dan elektrolit Bowel Nutrisi/kalori permukaan dapat diberikan IV, sesudah >3 hari NGT Rubah posisi penderita tiap 2 jam

Tirah baring Pengobatan simptomatis: Anti kejang, antipiretik, analgetik, anti edema otak.

Penatalaksanaan

Spesifik

Antibiotika secepat mungkin Pemberian antibiotika broadspektrum intravena Pemilihan antibiotika berdasar: pemeriksaan klinis, dugaan mikroorganisme, hasil pengecatan Gram

Meningitis Bakterial Sub AkutMeningitis yang onset klinis penyakitnya >4 minggu, biasanya karena M. tuberkulosa, onsetnya terselubung, bertahap dan progresif.

Patofisiologi

Terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak.

Fokus primer biasanya di paru-paru, bisa juga di KGB, tulang, sinus nasalis, GIT, ginjal, dsb.

Terdapat tuberkel2 kecil berwarna putih di permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang, tulang. Tuberkel kemudian melunak, pecah, dan masuk ke ruang subarachnoid

Patofisiologi

Penyebaran perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan sekitar eksudat kental, serofibrinosa yang berpredisposisi di dasar otak.

Dapat mengakibatkan pembuntuan aliran likuor pada akuaduktus sylvii dan ruang subaraknoid sekitar batang otak, akibatnya :

hidrosefafus papil edema

Gejala klinis

Fase pertama.

Onset penyakitnya terselubung, bertahap serta progresif. Gejala berupa kelesuan, iritabilitas, menurunnya selera makan, mual serta sakit kepala ringan.

Fase kedua.

Tanda rangsangan meningen, kelainan saraf otak (n. Vi, n. Vii) dan terkadang hemiparesis. Hemiparesis dapat terjadi oleh karena : arteritis, eksudat yang menekan pedunkulus serebri, maupun oleh karena hidrosefalus.

Fase ketiga.

Tanda rangsangan meningen, tanda neurologik fokal, konvulsi dan kesadaran menurun. Fase keempat.

Tanda-tanda fase ketiga disertai dengan koma dan shock.

Fase-fase tersebut menentukan prognosa. Fase III dan IV bila

Diagnosis

Dapat ditegakkan melalui:

Gejala klinis

Sakit kepala Panas yang tidak tinggi Kaku kuduk (+)

Pemeriksaan CSS

Likuor yang jernih Pleositosis limfositer yang berjumlah 10-350 per mm3 Kadar glukosa < 40 mg% Jumlah protein > 40 mg% dan terus melonjak pada pemeriksaan berikutnya

Kadar Cl < 680 mg%

DiagnosisJika CSF dibiakkan maka akan terbentuk pelikel seperti laba-laba dan bila dicat dengan ZiehlNiehlsen kemungkinan akan ditemukan M. tuberculosa.

Pemeriksaan Foto Thorax CT-Scan MRI Kontak dengan penderita TB aktif

Penatalaksanaan

Konservatif Sama dengan pengobatan meningitis akut. Pengobatan spesifik : 1. INH, 400 ml/hari 2. Pyrazinamid, 15 30 mg/kgBB/hari 3. Streptomycin, 1 gr/hari IM 4. Rifampisin 15 mg/kg per hari

Indikasi pemberian kortikosteroid : Penderita dalam keadaan shock Ada tanda-tanda kenaikan tik Ada tanda-tanda araknoiditis.

Meningitis aseptif

Penyakit yang self-limited karena disebabkan oleh virus, tapi sering berkembang menjadi meningoensefalitis yang lebih berat. Invasi dan penetrasi dapat melalui usus, serta lintasan oral fekal atau melalui percikan droplet.

Gejala klinis

Onset penyakit mendadak dengan gejala:

Sakit kepala hebat, subfebril dan muntah Kaku kuduk yang sangat ringan

Jika infeksi menyebar ke parenkim akan terlihat kejang fokal, defisit neurologis, serta peningkatan TIK

Diagnosis

Meningitis virus dapat ditegakkan berdasarkan : Gejala-gejala klinis sakit kepala, kaku kuduk, febris. Pemeriksaan cairan serebrospinalis didapatkan :

Likuor jernih atau opalescent. Pleositosis antara 50 500 dengan predominan limfosit. Kadar glukosa dan klorida normal. Kadar protein meningkat ringan.

Diagnosis pasti meningitis virus adalah dengan menemukan virus pada cairan serebrospinalis.

Penatalaksanaan

Konservatif sama dengan pengobatan meningitis akut. Pengobatan spesifik

1. Acyclovir, 10 mg/kg bb tiap 8 jam selama

10 hari. 2. ARA-A (Vidarabine), 15 mg/kgBB/hari intravena 12 jam, selama 10 hari.

Ensefalitis

Ensefalitis adalah peradangan parenkim otak, yang menyebabkan disfungsi neurofisiologi yang difus dan atau hanya fokal. Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis tanda dan gejala inflamasi meningeal sering timbul berdampingan, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku

Etiologi Etiologi Infeksi:

agen Virus, HSV 1 dan 2 (banyak dijumpai pada neonatus), VZV, EBV, virus campak (PIE dan SSPE), gondok, dan rubella, Arbovirus, rabies parasit jamur

Epidemologi

HSE, penyebab paling umum ensefalitis sporadis di negara-negara Barat, relatif langka; kejadian secara keseluruhan 0,2 per 100.000 (infeksi HSV neonatal terjadi pada 2-3 per 10.000 kelahiran hidup). Japanese virus ensefalitis (JE), terutama terjadi di Jepang, Asia Tenggara, Cina, dan India, adalah ensefalitis virus yang paling umum di luar Amerika Serikat.

Mortalitas dan morbiditas terkait dengan faktor host, seperti cedera SSP yang sudah ada sebelumnya dan virulensi dari menginfeksi organisme. Hasil yang buruk pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dan orang dewasa yang lebih tua dari 55 tahun.

Patofisiologi

Portal pintu masuk virus spesifik tergantung dari jenis virusnya. Herpes Simpleks Encepalitis dianggap reaktivasi virus herpes simpleks (HSV) tertidur di ganglia trigeminal. Arbovirus ditularkan dari gigitan Nyamuk atau kutu Virus rabies ditransfer melalui gigitan hewan.

Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP penyebaran hematogen atau penjalaran sepanjang saraf (rabies, HSV, VZV,HSV) Setelah melintasi penghalang darah-otak, virus memasuki sel-sel saraf, dan menimbulkan: Gangguan fungsi sel, Pelebaran perivascular, perdarahan respon inflamasi difus Focal HSV kecenderungan untuk pada temporal inferior dan medial. Rabies adanya Negri bodies di hippocampus dan otak kecil

Gejala Klinis

Tanda-tanda ensefalitis dapat terjadi difus atau fokal. Perubahan status mental dan / atau perubahan kepribadian (paling umum) Gejala Focal, seperti hemiparesis, kejang fokal, dan disfungsi otonom Gejala Cacat saraf cranial Disfagia (Rabies)

Differential Diagnosa

Brain Abscess Hypoglycemia Leptospirosis in Humans Meningitis Status Epilepticus Subarachnoid Hemorrhage Systemic Lupus Erythematosus

Pemeriksaan Lab

DL Serum electrolytes Serum glucose level. BUN/creatinine and liver function tests (LFTs) Platelet test and a coagulation profile CT scan / MRI CSF analysis.

Tata Laksana Mengevaluasi dan mengobati untuk shock atau hipotensi Pertimbangkan perlindungan jalan napas pada pasien dengan penurunan kesadaran. Antivirals

Acyclovir Dexamethasone

Komplikasi & Prognosa

Kejang TIK meningkat Koma Prognosis tergantung dari virulence virus and on status kesehatan pasien seperti umur, status imun, keadaan neurologi sebelumnya.

TETANUSadalah suatu keadaan intoksikasi susunan saraf pusat oleh endotoksin bakteri Clostridium Tetani, dengan gejala karakteristik rigiditas otot yang berkembang progresif disertai eksaserbasi paroksismal.

PATOFISIOLOGI

:

Clostridium tetani , suatu bakteri Gram positif anaerobic dengan spora yang mudah bergerak: port dentree melalui kontaminasi luka kotor. Spora dalam keadaan anaerob membentuk eksotoksin Tetanolisin dan Tetanospasmin. Tetanospasmin mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran neurotransmitter Glisin dan GABA,

Masa inkubasi antara terjadinya luka sampai timbul gejala antara 5 8 hari, biasanya tidak lebih dari 15 hari, Periode onset adalah masa timbulnya gejala (trismus) sampai terjadi spasme otot biasanya 2-3 hari.

KlasifikasiAda 4 bentuk klinis tetanus yaitu :

Tetanus lokal Tetanus sephalik Tetanus umum Tetanus neonatorum

Tetanus local :

Gejala paling ringan berupa nyeri dan kekakuan otot sekitar luka diikuti spasme singkat pada otot yg terkena spasme involunter menjadi menetap disebut rigiditas atau spastisitas tetanik. Kontraksi otot tersebut biasanya

Tetanus sephalik :

terjadi pd luka di wajah atau kepala, masa inkubasi 1-2 hari; terjadi kelumpuhan yg terbatas pd otot wajah dan kepala berupa trismus dan blepharospasme.

Tetanus umum :

yg paling banyak dikenal, biasanya diawali tetanus local atau menyebar difus sejak awal.

Tetanus neonatorum :

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh

Gambaran klinis

Trismus, kaku dan nyeri pada rahang Risus sardonikus ( karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat ) disfagi, spasme laring Spasme otot opistotonus leher,badan,perut papan,

Tungkai ekstensi, lengan fleksi, tangan terkepal

Atas dasar klinis diatas dibagi :

gejala maka

Tingkat Ringan ( I ) : trismus ringan dan sedang, kekakuan umum tidak disertai kejang, gangguan respirasi dg sedikit / tanpa gangguan menelan.

Tingkat Sedang ( II ) : trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan sampai sedang yg berlangsung singkat, disertai

Tingkat Berat ( III )

:

trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang spontan yg berlangsung lama. Gangguan pernafasan dg takipnoe lebih 40 kali / mnt, kadang apnoe, disfagia berat dan takhikardi lebih 120 kali / mnt. Terdapat peningkatan aktifitas saraf otonom yg moderat dan menetap.

Tingkat Sangat Berat :

gambaran tingkat III disertai gangguan otonom yang hebat dijumpai hipertensi berat dg takhikardi atau hipertensi diastolic yg berat dan menetap ( D > 110 mm Hg) atau hipotensi sistolik yg menetap ( S < 90 mm Hg ), dikenal dg autonomic storm

Diagnosa.

Anamnese : adanya luka kotor Gejala klinis :

Trismus, disfagi, opistotonus, gangguan pernafasan berat

Tidak ada pemeriksaan diagnostic yang spesifik

penunjang

Komplikasi

Kegagalan respirasi / hipoksia

Penderita tetanus sedang, mengalami hipoksia dan hipokapnia akibat kerusakan ventilasi-perfusi paru, walaupun secara klinis dan radiologist normal. tetanus berat dg spasme otot yg berat dan lama yang tidak terkontrol dg relaksan dan sedative dapat mengarah ke henti jantung

Kardiovaskuler dan otonom

Terutama otonom.

dimediasi

oleh

system

Pada hampir semua tetanus berat terjadi peningkatan yg menetap dan berlangsung terus dari aktifitas simpatis dan parasimpatis. Komplikasi otonom ditandai oleh episode sinus takhikardi dg hipertensi berat yg segera diikuti dg

Komplikasi ginjal : berupa kegagalan fungsi ginjal akibat sepsis dan kelainan pre renal Komplikasi hematology : berhubungan dg anemia karena infeksi . Gangguan keseimbangan

PenangananI.

UMUM.

Tujuan mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih Oksigen, pernafasan trachcostomi bila perlu buatan dan

.

Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa : irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan

Penanganan.II. KHUSUSPasien tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang khusus dg peralatan intensif dan memadai, dan bila perlu dilakukan trakheotomi. Stimulasi cahaya, taktil dan auditori sedapat mungkin dikurangi.

ATS

10.000 U im satu kali @ Tetagam

PROGNOSA.

Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm ) 2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum 3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

Malaria Cerebral

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang secara klinis ditandai dg :

serangan paroksismal dan periodik anemia, pembesaran limpa kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria cerebral

Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis yang berbeda bentuk demamnya, yaitu : 1) Plasmodium vivax, (Malaria tertiana) disebabkan serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali. 2) Plasmodium malaria, (Malaria Quartana) karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali. 3) Plasmodium ovale, (Malaria Ovale) dengan pola demam tidak khas setiap 2-1 hari sekali. 4) Plasmodium falciparum, (Malaria tropicana atau Malaria tertiana maligna) sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi

Malaria cerebral

adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium falciparum yang ditandai dg :

demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan

EtiologiPenyebab malaria cerebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah.

Gambaran Klinis1)

Fase prodromal :)

gejala yang timbul tidak spesifik sakit pinggang, mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, sakit kepala

)

)

)

)

2)

Fase akut :)

gejala bertambah berat sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah, gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi ,dapat berakhir dengan kematian. Pada fase akut ini ditemukan cornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal

)

)

)

)

)

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi memakai pewarnaan Giemsa.

PENATALAKSANAAN MALARIA SEREBRAL

Terapi pada penderita malaria serebral adalah dengan menggunakan Klorokuin diberikan secara IM dengan dosis 3,5-5 mg/kgBB setiap 6 jam atau diberikan IV dengan dosis 1,25 mg/kg BB selama 8 jam dalam dekstrose 5% 500 ml.

Untuk malaria yang resisten terhadap kloroquin digunakan Quinine dihydrochloride diberikan secara IV dengan dosis 20 mg/kgBB dalam dekstrose 5% 500 ml selama 4 jam, maksimum pemberian adalah selama 72 jam. Penggunaan mengurangi bermanfaat Deksametason edema otak untuk tidak

Setelah itu penderita dirawat sesuai dengan gejala yang ada secara simptomatis dan suportif. Pada penderita yang kejang dapat diberikan Phenobarbiton dengan dosis tunggal 3,5 mg/ kgBB secara IM.

HIV dan Infeksi SSP

Sangat banyak infeksi maupun komplikasi pada SSP menyertai infeksi HIV. AIDS dementia complex (ADC), vacuolar myelopathy, dan peripheral neuropathies. Kondisi ini yang disebabkan oleh proses infeksi, autoimun, atau neoplastik sekunder pada penderita.

Infeksi : fungal infections seperti cryptococcal meningitis and Penicillium marneffei encephalitis, tuberculous meningitis, toxoplasmosis, neurocysticercosis, dan cytomegalovirus (CMV) infection. Neoplasitik sekunder : Kaposi sarcoma

Pada AIDS, diagnosis klinis sering tidak dapat dijelaskan dengan diagnosis tunggal. Onset baru komplikasi neurologis sering tumpang tindih pada proses yang berkelanjutan dengan etiologi yang berbeda. Gambaran klinis mencerminkan defisit di lokasi beberapa lokasi anatomis. Manifestasi AIDS dan komplikasi

Patofisiologi

Ketika pertahanan atau kekebalan tidak adekuat, infeksi oportunistik dan neoplasma timbul, sering dari reaktivasi organisme yang diperoleh sebelumnya. Mekanisme ini berlaku untuk agen seperti Toxoplasma gondii dan virus Epstein-Barr (EBV). Kemungkinan sindrom neurologis tertentu berkorelasi dengan stadium

Epidemologi

Amerika Serikat Komplikasi neurologis yang hadir di lebih dari 40% pasien dengan HIV. Pada otopsi, prevalensi kelainan neuropathologic adalah 80%. Mortalitas / Morbiditas Tingkat Mortalitas dan morbiditas ditentukan oleh kondisi neurologis dan tingkat immunodeficiency Umur

Differentials Diagnosis

Alzheimer Disease Aphasia Cardioembolic Stroke Epidural Hematoma Intracranial Epidural Abscess Intracranial Hemorrhage Neurocysticercosis Spinal Cord Hemorrhage Spinal Cord Infarction Spinal Epidural Abscess Subdural Hematoma Tuberculous Meningitis

Pemeriksaan

Dengan pemeriksaan klinis, gejala sesuai dengan lesi anatomis yang di hasilkan. Studi imaging digunakan tidak membuat diagnosa lebih untuk mengkonfirmasi lesi yang terjadi. MRI dengan kontras CT scan kepala Pemerikaan Laborat

Tatalaksana

pengobatan pasien HIV-seropositif disesuaikan dengan gejala neurologis dan sangat tergantung pada hasil tes sebelumnya.

HIV dan Toxoplasmosis

Toksoplasmosis adalah penyebab utama penyakit SSP focal AIDS. Biasanya, ini adalah komplikasi dari fase akhir dari penyakit. Biasanya, lesi ditemukan di otak dan mendominasi gejala klinis. Jarang ditemukan lesi intraspinal

Patofisiologi

SSP toxoplasmosis hasil dari infeksi oleh Toxoplasma gondii parasit intraseluler. Hal ini biasanya disebabkan karena infeksi sekunder atau reaktivasi lesi SSP lama dan menyebarkan secara hematogen dari infeksi yang diperoleh sebelumnya. Kadang-kadang, merupakan hasil dari infeksi primer.

Epidemologi

Amerika Serikat Klinis toksoplasmosis SSP terjadi pada 3-10% pasien dengan AIDS di AS. Tingkat insiden telah menurun akibat terapi antiretroviral (ART) Internasional Klinis toksoplasmosis SSP terjadi pada sebanyak 50% dari pasien di Eropa dan Afrika.

Gejala Klinis

perubahan Kepribadian dan status mental Kejang, hemiparesis, hemianopia, aphasia, ataksia, dan palsi saraf kranial. gejala radiculomyelopathy

Different Diagnosa

Cardioembolic Stroke HIV-1 Associated Opportunistic Infections

Pemeriksaan Tambahan

Anti-Toxoplasma immunoglobulin PCR Lumbar puncture CT scan & MRI Biopsi otak

Tata Laksana

Pyrimethamine Sangat spesifik pada Plasmodium species and T gondii. Sulfadiazine Clindamycin Corticosteroids Folic Acid Setelah pemakaian antibiotic therapy,