INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI...

82
53 BAB IV INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BINONG JATI KOTA BANDUNG Pembahasan dalam bab ini terbagi menjadi beberapa sub judul, yaitu: (1) Gambaran wilayah Binong Jati Kota Bandung dari tahun 1974 - 2004, yang dapat dilihat dari keadaan geografis, jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan awal berdirinya industri rajutan Binong Jati. (2) Kondisi Industri rajutan Binong Jati Kota Bandung tahun 1975 – 2004. (3) Peran masyarakat dalam mengembangkan industri rajutan Binong Jati yang diwakili oleh upaya pengusaha dan keterlibatan tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan industri rajutan (4) Konstribusi keberadaan industri rajutan Binong Jati terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi masyarakat Binong Jati Kota Bandung. Sub – sub judul tersebut kemudian akan dijabarkan lagi menjadi beberapa bagian sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh. 4.1. Gambaran Umum Wilayah Binong Jati Kota Bandung 4.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Pemaparan mengenai letak geografis dan administratif suatu wilayah diperlukan untuk lebih memperjelas keadaan wilayah tersebut. Pemaparan kondisi geografis dan administratif wilayah Binong Jati Kota Bandung diperlukan untuk memahami kajian penelitian penulis mengenai perkembangan industri rajutan Binong Jati di Kota Bandung tahun 1975-2004. Melalui kajian ini

Transcript of INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI...

Page 1: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

53

BAB IV

INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI

MASYARAKAT BINONG JATI KOTA BANDUNG

Pembahasan dalam bab ini terbagi menjadi beberapa sub judul, yaitu: (1)

Gambaran wilayah Binong Jati Kota Bandung dari tahun 1974 - 2004, yang dapat

dilihat dari keadaan geografis, jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat

pendidikan dan awal berdirinya industri rajutan Binong Jati. (2) Kondisi Industri

rajutan Binong Jati Kota Bandung tahun 1975 – 2004. (3) Peran masyarakat

dalam mengembangkan industri rajutan Binong Jati yang diwakili oleh upaya

pengusaha dan keterlibatan tenaga kerja dalam mengembangkan dan

meningkatkan industri rajutan (4) Konstribusi keberadaan industri rajutan Binong

Jati terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi masyarakat Binong Jati Kota Bandung.

Sub – sub judul tersebut kemudian akan dijabarkan lagi menjadi beberapa bagian

sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh.

4.1. Gambaran Umum Wilayah Binong Jati Kota Bandung

4.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Pemaparan mengenai letak geografis dan administratif suatu wilayah

diperlukan untuk lebih memperjelas keadaan wilayah tersebut. Pemaparan kondisi

geografis dan administratif wilayah Binong Jati Kota Bandung diperlukan untuk

memahami kajian penelitian penulis mengenai perkembangan industri rajutan

Binong Jati di Kota Bandung tahun 1975-2004. Melalui kajian ini

Page 2: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

54

dapat diketahui bagaimana keadaan geografis wilayah Binong Jati dapat

berpengaruh terhadap keberadaan industri rajutan tersebut.

Sebagai pengantar, penulis akan mengemukakan terlebih dahulu mengenai

kondisi administratif Kota Bandung. Kota Bandung secara geografis terletak di

tengah-tengah wilayah Jawa Barat dan merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat.

Kota Bandung terletak di koordinat 107° BT dan 6° 55’ LS. Luas Kota Bandung

adalah 16.767 hektare. Dengan demikian, Bandung mempunyai nilai strategis

dalam perekonomian dan perdagangan.

Secara Geografis Kota Bandung sebelah Utara berbatasan dengan

Kecamatan Cimenyan, Cilengkrang dan Kabupaten Bandung. Sebelah Selatan

Kota Bandung berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot, Bojong Soang,

Kabupaten Bandung. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi,

Kabupaten Bandung. Dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cimahi

Selatan, Kabupaten Bandung. (BPS Kota Bandung: 2008, xvii) Untuk lebih

memperjelas kembali gambaran mengenai Kota Bandung dapat di lihat melalui

peta Kota Bandung berikut ini :

Page 3: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

55

Gambar 4.1

� Keterangan : Warna pink pada peta menunjukan letak wilayah Kecamatan

Batununggal dimana industri rajutan Binong Jati berada.

Peta Wilayah Kota Bandung Sumber: www.yahoo/search_petaKotaBandung.com

Secara geografis Kecamatan Batununggal berbatasan dengan :

• Bagian Utara : Kecamatan Cibeunying Kidul

• Bagian Selatan : Kec. Bandung Kidul dan Kec. Buah Batu

• Bagian Timur : Kecamatan Kiaracondong

• Bagian Barat : Kecamatan Lengkong

Menurut administrasi pembangunan, wilayah Kecamatan Batununggal

termasuk ke dalam wilayah Cibeunying. Kecamatan Batununggal ini terbagi atas

8 (delapan) kelurahan yaitu terdiri dari Kelurahan Gumuruh, Kelurahan Binong,

Kelurahan Kebon Gedang, Kelurahan Maleer, Kelurahan Cibangkong, Kelurahan

Samoja, Kelurahan Kacapiring, Kelurahan Kebonwaru. Jumlah Rukun Warga

Page 4: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

56

(RW) dan Rukun Tetangga (RT) dari 8 (delapan) Kelurahan tersebut adalah 83

RW dan 549 RT (Profil dan Tipologi Kecamatan Batununggal Kota Bandung,

hlm.4: 2008). Untuk lebih jelas dapat dilihat melalui tabel berikut.

Tabel 4.1 Kelurahan dan Jumlah RT / RW

No Kelurahan Jumlah RT Jumlah RW

1 Gumuruh 88 12

2 Binong 72 10

3 Maleer 71 12

4 Kebon Gedang 50 8

5 Kebon Waru 67 8

6 Kacapiring 49 9

7 Cibangkong 84 13

8 Samoja 68 11

JUMLAH 549 83

Sumber: Kantor Kecamatan Batununggal Kota Bandung (2008). Hlm,4

Usaha industri rajutan Binong jati tepatnya berada di wilayah Kelurahan

Binong. Kelurahan Binong sendiri memiliki 10 RW yang terbagi atas 72 RT.

Masyarakat yang berada di Kelurahan Binong tidak semuanya memiliki mata

pencaharian pada sektor usaha rajutan namun mayoritas masyarakatnya memiliki

pekerjaan pada usaha rajutan yaitu tepatnya berada di wilayah RW 04, RW 05 dan

RW 06. Dari ketiga RW yang mengembangkan usaha rajutan tersebut, di RW 04

yang paling banyak yakni sekitar 90 % warganya mengembangkan usaha rajutan.

Page 5: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

57

Untuk RW 05 dan RW 06 masyarakatnya juga bekerja pada sektor usaha

rajutan, namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Dan untuk RW yang lainnya yang

berada di Kelurahan Binong jumlah masyarakat yang bekerja pada usaha rajutan

jumlahnya lebih sedikit, rata – rata mereka hanya bekerja sebagai buruh di

industri rajutan yang berada di RW 04, RW 05 dan RW 06. Tetapi tidak menutup

kemungkinan jika suatu hari akan ada usaha rajutan di RW tersebut.

Selain di Kelurahan Binong ada beberapa Usaha Kecil Menengah (UKM) lain

yang menjadi sumber potensi dan pendapatan bagi masyarakat Kecamatan

Batununggal, seperti usaha makanan (rangginang) di Kelurahan Kacapiring, di

Kelurahan Cibangkong (Telur Gabus, Paru Goreng, dan Sale Pisang “Tunggal

Mekar”) serta usaha miniatur alat musik di Kelurahan Kebon Gedang. Semua

UKM yang terdapat di Kecamatan Batununggal menjadi potensi yang terus

dikembangkan sehingga menjadi ciri khas dari Kecamatan Batununggal

(Diperoleh dari Kantor Kecamatan Batununggal: Produk Usaha Menengah Kecil

dan Mikro Kecamatan Batununggal Bandung).

Untuk lebih jelasnya mengenai wilayah Kelurahan Binong dapat dilihat

dari peta wilayah Kelurahan Binong berikut.

Page 6: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

58

Gambar 4.2

Peta Wilayah Kelurahan Binong

Keterangan : Lokasi Industri Rajutan Binong Jati RW.04, RW.05 dan RW.06 Sumber : diolah dari Kantor Kelurahan Binong: tanpa halaman

Page 7: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

59

Melihat letak Kelurahan Binong yang dilalui oleh jalan raya, tentunya

memberikan kemudahan kepada masyarakat setempat terutama bagi

perkembangan sektor industri. Kondisi ini didukung pula oleh sarana transportasi

yang cukup memadai karena daerahnya yang mudah dijangkau dari berbagai arah.

Industri Rajutan Binong Jati Bandung berjarak 3 Km dari pusat Kota Bandung.

Untuk mencapai kawasan ini bisa menggunakan Jalan Tol Padalarang Cileunyi

dengan menggunakan Pintu Keluar Tol Buah Batu berjarak sekitar 2 Km. Gapura

selamat datang menjadi penunjuk arah di depan Jalan Binong Jati. Secara tidak

langsung, tersedianya sarana transportasi dan mudahnya akses jalan menuju

kawasan industri rajutan Binong jati berpengaruh terhadap perkembangan usaha

rajutan Binong Jati. Disamping itu, karena daerah ini dapat dilalui oleh angkutan

umum maka banyak orang mulai mengenal hasil rajutan Binong Jati dan dengan

mudah dapat memperolehnya.

Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang menyebabkan industri

rajutan ini semakin berkembang yaitu karena adanya faktor yang berasal dari

lingkungan sekitar atau faktor geografis sosialnya yang mendukung seperti

keberadaan pabrik garmen dan pabrik rajutan yang berada di wilayah

Kiaracondong dan Cicadas. Para buruh pabrik biasanya bekerja dengan sistem

kontrak, apabila kontrak kerja mereka telah habis dan tidak diperpanjang lagi

maka mereka akan mencari pekerjaan lain, biasanya para buruh ini kemudian

bekerja di industri rajutan Binong Jati sehingga industri rajutan ini semakin

berkembang dari tahun ke tahun.

Page 8: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

60

Keterampilan yang dimiliki para buruh ini menjadi salah satu faktor

berkembangnya industri rajutan Binong Jati. Selain itu terdapat potensi lain yang

tidak kalah pentingnya yakni potensi dari masyarakatnya sendiri yang memiliki

jiwa kewirausahaan dan memiliki kreatifitas tinggi dalam mengembangkan usaha

rajutan. Mereka yang berhasil mengembangkan usaha rajutan ini akhirnya

menjadi pengusaha rajut yang sukses dan menjadikan wilayah Binong Jati

menjadi salah satu potensi usaha yang dapat mendatangkan keuntungan serta di

akui pula oleh pemerintah Kota Bandung sehingga menjadikan wilayah Binong

Jati menjadi sentra industri rajut yang ada di Kota Bandung.

4.1.2. Kondisi Demografis Wilayah Binong jati

4.1.2.1. Keadaan Penduduk Binong jati

Keadaan demografis merupakan salah satu faktor yang cukup penting

dalam perkembangan suatu wilayah. Keberadaan penduduk dalam jumlah yang

besar atau memiliki sumber daya manusia yang potensial di satu sisi dapat

menjadi sumber penggerak perekonomian dan pembangunan di suatu daerah.

Penduduk dapat dikatakan sebagai modal pembangunan apabila memiliki kualitas

yang unggul. Pada dasarnya penduduk yang terdapat di setiap daerah akan

berusaha untuk memajukan daerahnya sendiri. Namun di sisi lain hal ini dapat

menjadi beban apabila jumlah penduduk yang ada tidak sesuai dengan jumlah

lapangan pekerjaan yang tersedia. Akan tetapi banyaknya penduduk di wilayah

Binong Jati menjadi salah satu pendukung berkembangnya industri rajut karena

banyak dari mereka yang terlibat sebagai pekerja di industri rajut tersebut.

Page 9: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

61

Berdasarkan data yang di peroleh dari BPS Kota Bandung dapat diketahui

perkembangan jumlah penduduk di Kelurahan Binong yang dapat dilihat dari

tabel berikut.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Binong tahun 1975-2004

Tahun Penduduk Jumlah

Jiwa Laki-laki Perempuan

1975 3.389 3.459 6.848

1980 4.023 4.036 8.059

1985 4.642 4.651 9.293

1990 5.277 5.270 10.547

1995 5.892 5.902 11.794

2000 6.477 6.472 12.949

2001 6.591 6.514 13.105

2002 6.715 6.623 13.338

2003 6.810 6.785 13.595

2004 6.908 6.929 13.837

Sumber: Diolah dari Data BPS Kota Bandung. (Kota Bandung dalam Angka Tahun 1975-2004). Bandung: Kantor Statistik Kota Bandung.

Dikarenakan keterbatasan sumber yang diperoleh penulis maka data yang

disajikan tidak berurutan berdasarkan tahun kajian, akan tetapi melihat data

penduduk pada tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kelurahan

Binong setiap tahunnya mengalami peningkatan serta penurunan. Perubahan

tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya Fertilitas (kelahiran),

Page 10: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

62

Mortalitas (kematian) ataupun faktor perpindahan yaitu pindah ke luar wilayah

Kelurahan Binong ataupun adanya pendatang yang baru menetap di Kelurahan

Binong. Jumlah penduduk setiap tahunnya sebagian besar termasuk ke dalam

angkatan kerja produktif sehingga dapat dijadikan sebagai modal sumber daya

manusia dalam proses pengembangan kelurahan Binong.

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk di Kelurahan Binong pada

tahun 1975 lebih banyak jumlah penduduk perempuan daripada laki – laki

(jumlah penduduk perempuan 3.459 dan jumlah penduduk laki – laki 3.389). Hal

tersebut dikarenakan penduduk laki – laki usia produktif di Kelurahan Binong

tahun 1975 banyak yang mencari pekerjaan di tempat yang lain karena tahun 1975

usaha rajutan Binong jati baru mulai dirintas oleh beberapa orang penduduknya.

Walaupun awalnya jumlah laki – laki lebih sedikit namun setiap tahunnya jumlah

penduduk laki – laki terus bertambah. Mulai tahun 2000 jumlah penduduk laki –

laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan (jumlah penduduk laki –

laki – 6.477 dan jumlah penduduk perempuan 6.472), hal tersebut dikarenakan

industri rajut Binong Jati semakin berkembang dan yang menjadi pekerja rajut

mayoritas adalah laki – laki.

Jumlah penduduk di Kelurahan Binong setiap tahunnya hampir selalu

mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu

dampak semakin berkembangnya industri rajutan Binong Jati yang secara tidak

langsung mengakibatkan peningkatan kebutuhan jumlah tenaga kerja yang tidak

hanya berasal dari masyarakat Binong sendiri tapi pekerja dari tempat lain yang

kemudian menetap di wilayah Binong jati. Kota pada umumnya menjadi daya

Page 11: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

63

tarik tersendiri bagi penduduk daerah untuk datang dan menetap di kota – kota

salah satunya datang ke wilayah Binong Jati Kota Bandung. Hal tersebut

dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah masih banyaknya

masyarakat daerah yang menganggap bahwa kota banyak menyediakan lapangan

pekerjaan.

Ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan hal yang utama yang menjadi

salah satu faktor munculnya industri rajutan Binong jati. Sebagian masyarakat

Binong jati menggeluti usaha rajutan ini sebagai mata pencaharian yang utama.

Hal inilah yang menyebabkan masyarakat di wilayah Binong Jati berkembang

menjadi masyarakat industri. Menurut Soemardjan (Sajogjo, Sosiologi

Pembangunan 1985: 112) masyarakat industri merupakan salah satu bagian dari

masyarakat modern yang memiliki ciri dimana hubungan antara manusia

didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi atau dengan kata lain

dikemukakan bahwa masyarakat industri memiliki tingkat individualitas yang

tinggi. Selain itu, dikatakan pula bahwa hubungan yang terjalin dengan

masyarakat lain dilakukan secara terbuka dalam suasana saling mempengaruhi.

Ciri-ciri masyarakat industri tersebut tidak begitu nampak pada kondisi

masyarakat Binong Jati. Karena hubungan yang terjalin antar masyarakat Binong

jati merupakan hubungan yang harmonis. Hal tersebut dikarenakan industri yang

berkembang disana bukan merupakan industri besar yang mengutamakan

persaingan, tetapi industri kecil yang satu sama lainnya tetap saling mendukung.

Industri rajutan Binong jati ini masih menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat

dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.

Page 12: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

64

Kebutuhan akan penyediaan lapangan pekerjaan merupakan hal yang

harus lebih diperhatikan oleh Pemerintah. Hal ini pula yang menjadi salah satu

faktor munculnya industri rajut Binong Jati. Selain bekerja pada sektor industri,

masyarakat Binong Jati juga memiliki mata pencaharian di bidang lainnya,

diantaranya petani, pedagang, PNS, POLRI, ABRI dan lainnya. Untuk lebih

jelasnya, presentase mata pencaharian penduduk Binong Jati dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4.3 Presentase Mata Pencaharian Masyarakat Binong Jati Tahun 1975-2004

Mata Pencaharian

Tahun Jumlah Penduduk Pertanian Industri & Pegawai Lainnya Produktif Perdagangan Negeri Keseluruhan (100%)

1975 58,25% 27,16% 10,05% 4,54% 4.108

1980 42,80% 38,54% 13,12% 5,54% 4.996

1985 38,41% 40,11% 13,07% 8,41% 5.389

1990 24,20% 50,71% 13,43% 3,66% 6.328

1995 20,14% 64,26% 10,79% 4,81% 7.312

2000 12,33% 71,20% 10,05% 6,42% 8.418

2004 8,14% 73,23% 11,21% 7,42% 8.717

Sumber: Diolah dari Data BPS Kota Bandung. Kota Bandung dalam Angka. Bandung: Kantor

Statistik Kota Bandung.

Berdasarkan data tabel di atas, mata pencaharian masyarakat Binong Jati

tahun 1975 sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian pada sektor

pertanian yakni sekitar 58,25%. Sedangkan masyarakat yang bermata pencaharian

Page 13: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

65

pada sektor industri dan perdagangan maupun pegawai negeri dan lainnya lebih

rendah daripada sektor pertanian. Namun terjadi penurunan yang signifikan dari

presentase mata pencaharian antara sektor pertanian dengan industri dan

perdagangan di tahun 1975 – 1980 yakni menurun sampai 12,45%. Hal tersebut

dikarenakan saat itu industri rajutan Binong Jati mulai berkembang sehingga

banyak masyarakat Binong Jati yang beralih profesi dari sektor pertanian ke

sektor industri dan perdagangan serta ke sektor pekerjaan yang lainnya.

Penurunan presentase mata pencaharian kembali terjadi secara signifikan

antara tahun 1995 – 2000 yakni sebesar 7,81%. Hal tersebut juga dikarenakan

industri rajutan Binong Jati semakin berkembang pesat sehingga sektor pertanian

tidak lagi diminati oleh masyarakat Binong Jati. Faktor lainnya karena banyaknya

pabrik – pabrik yang tumbuh di sekitar wilayah Binong, ada yang menjadi buruh

pabrik, buruh pada usaha rajut ataupun berdagang produk – produk rajutan. Di

tahun 2004 presentase pekerjaan pada sektor industri dan perdagangan mencapai

73,23%. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar mata pencaharian masyarakat

Binong Jati bekerja pada sektor tersebut. Dengan adanya industri rajut Binong Jati

telah banyak memberikan konstribusi dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan

sekaligus perdagangan bagi masyarakat sekitar.

4.1.2.2 Perkembangan Tingkat Pendidikan Di Kelurahan Binong

Perkembangan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk

saja, tetapi juga oleh berbagai bidang yang lain, salah satunya adalah bidang

pendidikan. Tingkat pendidikan di suatu daerah sangat berpengaruh terhadap

Page 14: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

66

perkembangan daerah tersebut, yang artinya kualitas sumber daya manusia dapat

berperan penting dalam menciptakan kemajuan dari daerah tersebut. Pengertian

pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat

manusia. Dengan pendidikan manusia mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu

pengetahuan sangat bermanfaat bagi manusia agar lebih mengetahui dan

memahami segala aspek kehidupan.

Kota Bandung merupakan kota yang memiliki perhatian dalam hal

peningkatan mutu pendidikan, usaha tersebut dapat dilihat dari adanya

peningkatan dalam hal pembangunan sarana dan prasarana pendidikan maupun

program – program yang dicanangkan oleh Pemerintah dalam hal peningkatan

kualitas pendidikan. Oleh karena itu, Pemerintah kota Bandung berupaya

meningkatkan pendidikan masyarakatnya dengan pembangunan sekolah secara

bertahap. Tersedianya sarana pendidikan tersebut secara langsung berpengaruh

terhadap tingkat pendidikan masyarakat. Berikut ini adalah jumlah siswa yang

berada di Kelurahan Binong lulusan SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.

Page 15: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

67

Tabel 4.4 Jumlah Anak – Anak Kelurahan Binong Lulusan SD, SLTP, SLTA

Dan Perguruan Tinggi

Tahun Jumlah

SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi

1990 419 424 451 -

1991 424 432 463 -

1992 439 445 475 -

1993 450 461 486 -

1994 463 476 492 -

1995 470 488 499 327

1996 485 497 507 -

1997 496 503 518 346

1998 502 511 523 351

1999 517 520 534 -

2000 529 532 543 372

2001 538 543 554 393

2002 547 556 565 416

2003 559 567 573 424

2004 566 576 581 438

• Ket: Data Jumlah Lulusan Perguruan Tinggi Tahun 1990 – 1994,1996 dan 1999 tidak ada. - Data tidak tersedia

Sumber : Diolah dari Data BPS Kota Bandung. (Kota Bandung Dalam Angka Tahun). Bandung: Kantor Statistik Kota Bandung dan data dari Kantor Kelurahan Binong.

Page 16: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

68

Dikarenakan keterbatasan sumber yang diperoleh peneliti maka data yang

tersedia hanya dari tahun 1990. Akan tetapi melihat data yang diperoleh dalam

tabel 4.4 menunjukan bahwa dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2004 jumlah

anak – anak kelurahan Binong lulusan SD, SLTP, SLTA mengalami kenaikan

setiap tahunnya. Walaupun data mengenai lulusan perguruan tinggi hanya tersedia

dari tahun 1995, 1997, 1998, 2000 sampai 2004 namun mengalami kenaikan juga

(tahun 1995 sebesar 327 lulusan dan tahun 2004 menjadi 438 lulusan). Hal

tersebut menunjukan bahwa minat masyarakat Binong Jati terhadap pendidikan

bisa dikatakan cukup. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor salah satunya

adalah kesadaran akan pentingnya pendidikan.

Sebagian kecil masyarakat Binong Jati yang berprofesi sebagai Pegawai

Negeri, Pedagang, Polisi dan Pengusaha besar dan sedang saja yang mampu

menyekolahkan anak – anaknya sampai jenjang perguruan tinggi. Namun anak –

anak dari pengusaha rajutan yang telah menyelesaikan sekolahnya sampai

perguruan tinggi biasanya jarang yang bekerja pada industri rajutan, mereka

bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta, pedagang bahkan membuka

wirausaha baru. Kondisi tersebut menyebabkan generasi muda sebagai penerus

bagi kelangsungan industri rajutan yang mampu mengenyam pendidikan tinggi

jarang memiliki keinginan untuk mengembangkan usaha rajutan milik orang tua

mereka. Memang tidak semua pemilik usaha rajutan yang menyekolahkan

anaknya sampai perguruan tinggi, mereka ini yang termasuk pengusaha rajutan

kelompok kecil. Mereka merasa cukup untuk menyekolahkan anaknya sampai

Page 17: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

69

jenjang SLTA, mereka juga berfikir lebih baik anak – anaknya bekerja membantu

mngembangkan usaha rajutan daripada meneruskan sekolah.

Tingkat pendidikan yang mampu dilaksanakan oleh para pengusaha

tersebut berbeda dengan sebagian besar masyarakat Binong Jati yang hanya

menjadi pekerja pada industri rajutan. Anak – anak mereka rata – rata mengenyam

pendidikan lebih rendah karena faktor ekonomi. Sebenarnya para orang tua

memiliki keinginan agar anak – anaknya dapat menempuh pendidikan sampai

jenjang perguruan tinggi, hanya sayangnya secara ekonomi mereka menyadari

bahwa posisinya hanya sebagai pekerja rajut yang pendapatannya tidak cukup

untuk membiayai sekolah anaknya sampai perguruan tinggi. Namun ada sebagian

kecil masyarakat yang hanya bekerja sebagai buruh rajut tapi berusaha agar

anaknya dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi dan

berharap jika anaknya telah menjadi seorang sarjana maka akan mendapatkan

pekerjaan yang lebih baik sehingga dapat merubah tingkat ekonomi dan status

sosialnya.

Contohnya Jamjam adalah anak seorang buruh rajut namun orangtuanya

ingin agar ia dapat meneruskan sekolahnya sampai perguruan tinggi dengan

harapan dapat meningkatkan status sosial keluarganya, dan dengan kerja kerasnya

akhirnya sekarang Jamjam telah menjadi salah satu pengusaha rajut Binong Jati

yang sukses karena dengan ilmu yang ia dapat di perguruan tinggi maka ia dapat

mengembangkan dan mengelola usaha rajutan milik orangtuanya (wawancara

dengan Jamjam Hendarsah Tanggal 23 Oktober 2009).

Page 18: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

70

Dalam aspek keagamaan dari Masyarakat Kelurahan Binong Kecamatan

Batununggal Bandung sebagian besar masyarakatnya beragama islam. Dari data

yang diperoleh peneliti di Kantor Kelurahan Binong Bandung, bahwa penganut

agama islam mencapai 89,99 %, sedangkan Kristen Katholik 2,24 %, Kristen

Protestan 4,40%, Hindu 0,14 %, Buddha 0,8 %, Kong Hu Chu 2,10 % dan sisanya

merupakan penganut kepercayaan (Bandung dalam Angka Tahun 2004).

4.1.3 Perkembangan Awal Industri Rajutan Binong Jati Bandung

Pada awalnya, industri rajutan Binong Jati adalah usaha yang dilakukan

secara turun temurun dan dimulai sejak tahun 1960-an oleh beberapa orang warga

setempat yang pernah bekerja di perusahaan pabrik rajutan milik pengusaha

Tionghoa di Kota Bandung. Berbekal keterampilan yang dimilikinya, mereka

mulai membuka usaha rajut kecil – kecilan sebagai industri Rumah Tangga. Yang

dikenal sebagai salah satu perintis usaha rajutan Binong Jati adalah Haji Memet.

Berdasarkan hasil wawancara, awalnya Haji Memet bekerja di pabrik rajutan

milik orang Tionghoa, namun seiring dengan ilmu serta pengalaman yang

diperoleh selama beliau bekerja disana, maka beliau berinisiatif untuk membuka

usaha rajutan sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk membuka usaha yang

mandiri sekaligus untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat disekitarnya.

Pada awal perkembangannya sekitar tahun 1960-an, industri rajut ini

dikelola secara kekeluargaan oleh semua anggota keluarga Haji Memet dan

perkembangannya belum terlalu luas. Namun usaha yang dikembangkan oleh Haji

Memet telah membawa perubahan bagi keluarganya dan masyarakat yang berada

Page 19: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

71

di sekitar Binong Jati. Kemunculan industri ini menjadi alternative baru sebagai

sumber pekerjaan bagi masyarakat setempat, karena pada umumnya pada saat itu

perekonomian masyarakat Binong Jati sangat tergantung pada sektor pertanian.

Dalam mengembangkan usahanya, Haji Memet mempekerjakan saudara,

tetangga dan masyarakat sekitar yang memiliki minat untuk bergelut dalam usaha

rajutan. Tidak adanya kualifikasi dalam tingkat pendidikan dan hanya

mengandalkan keterampilan dalam membuat rajutan yang dapat diperoleh secara

otodidak atau secara turun temurun, menjadikan usaha rajutan ini semakin

diminati masyarakat setempat. Bahkan tak sedikit dari pekerja Haji Memet yang

pada akhirnya mampu untuk membuka usaha rajutan sendiri, dan mulai membuka

peluang pekerjaan bagi masyarakatnya. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh

Haji Memet, karena beliau berpikir dengan semakin terbukanya kesempatan kerja

bagi warga sekitar, maka akan terbantu pula sektor perekonomian masyarakat

sekitarnya yang pada saat itu bekerja sebagai petani yang hanya mengandalkan

pendapatan pada musim panen. Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa industri

rajut Binong Jati ini tidak lepas dari adanya keinginan Haji Memet untuk

memperbaiki kehidupan keluarga dan masyarakat sekitarnya (Hasil wawancara

dengan Haji Memet tanggal 23 Oktober 2009).

Pada perkembangan selanjutnya, usaha rajutan yang didirikan oleh Haji

Memet mengalami kemunduran. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan modal

yang dimiliki dan jumlah pesanan yang semakin sedikit sehingga usaha tersebut

lama – kelamaan tidak dapat bertahan. Pada tahun 1960-an Penjualan produk

rajutan memang dikerjakan jika mendapatkan pesanan dan di jual secara eceran.

Page 20: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

72

Setelah usaha rajut ini tidak mendapat pesanan lagi maka mereka kembali bekerja

sebagai petani, pedagang ataupun sebagai buruh pabrik.

Baru sekitar tahun 1975 usaha rajut di wilayah Binong Jati ini mulai ramai

kembali. Uju, Usman, Atang, Endang, Hendar yang memunculkan kembali usaha

rajutan tersebut. Awal mulainya, permintaan produksi rajutan milik pengusaha

Tionghoa tersebut terus meningkat, menjadikan pedagang Tionghoa meminta

mereka mengerjakan rajutan di rumah. Kebetulan mereka berlima sama – sama

bertempat tinggal di wilayah Binong Jati. Mereka dititipkan mesin rajut oleh

pengusaha Tionghoa yang makloon produk-produk rajut pada mereka. Setelah

mereka dibekali mesin rajut maka mereka wajib menyetorkan produksinya sesuai

dengan permintaan majikan.

Tingginya permintaan produk rajut tersebut membuat mereka

mendapatkan upah yang lebih banyak sehingga akhirnya bisa menabung dan

mampu membeli mesin sendiri. Sambil mengerjakan pesanan majikan, mereka

juga mengajak beberapa orang di Binong Jati untuk membuat baju rajutan setelah

sebelumnya di tahun 1960-an usaha rajut ini pernah ada di wilayah Binong Jati.

Sehingga di tahun 1975 semakin banyak lagi masyarakat setempat yang bekerja

membuat rajutan serta akhirnya dapat mengembangkan sendiri usaha ini secara

kecil – kecilan, hal tersebut ditunjang dengan ramainya aktivitas perdagangan di

Pasar Baru dan Pasar Tanah Abang Jakarta, sehingga permintaan produksi rajutan

semakin meningkat (wawancara dengan Uju 24 Juli 2009).

Perkembangan industri rajut Binong Jati telah berdampak pada penyerapan

tenaga kerja pada masyarakat di sekitar wilayah Binong sehingga jumlah

Page 21: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

73

pengangguran di wilayah Binong menjadi berkurang. Namun perkembangan

industri kecil tidak terlepas dari adanya hambatan yang mengakibatkan industri

rajutan sempat mengalami penurunan. Dalam hal pemasaran, pada awalnya hasil

produksi yang dipasarkan hanya ke Pasar Baru Bandung dan pasar Tanah Abang

Jakarta saja karena permintaan pesanan tidak terlalu banyak. Dalam hal

permodalan, modal yang diperlukan untuk mengembangkan usaha rajutan lebih

banyak menggunakan tabungan sendiri. Pada awal pendirian usaha tersebut tidak

mendapat bantuan pinjaman dari bank karena dibutuhkan prosedur peminjaman

yang sulit dan bantuan dari pemerintah dirasakan kurang sehingga usaha ini pada

awal kemunculannya sulit berkembang.

Dengan adanya keinginan dan sikap optimis yang dimiliki oleh

masyarakatnya menjadikan industri rajutan ini lama kelamaan dapat terus

berkembang. Hal ini tidak terlepas dari jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh

masyarakat Binong Jati. Barang rajutan yang dihasilkan juga semakin beragam,

yang awalnya hanya memproduksi baju hangat dan pakaian rajut saja menjadi

bermacam – macam model pakaian. Hal tersebut yang menjadikan industri rajut

Binong Jati menjadi salah satu sentra industri yang cukup potensial dan mampu

bersaing dengan industri kecil lainnya.

4.2 Kondisi Industri Rajutan Binong Jati Tahun 1975-2004

Keberadaan suatu industri sangat besar pengaruhnya terhadap

perekonomian di suatu daerah, dalam hal ini bahwa keberadaan industri di suatu

wilayah dapat membantu pemerintah dalam hal pendapatan dan penyediaan

Page 22: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

74

lapangan pekerjaan. Apalagi saat ini tingkat pengangguran di kota – kota besar

cukup tinggi. Tidak dapat dipungkiri berkembangnya suatu industri tidak terlepas

dari campur tangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam

kegiatan industri.

Sub bab ini merupakan hasil analisis mengenai kondisi industri rajutan

Binong Jati pada kurun waktu 1975 – 2004. Pada kurun waktu tersebut industri

rajutan Binong jati mengalami peningkatan dalam hal jumlah unit usaha serta

jumlah pekerjanya. Peningkatan tersebut dikarenakan diterapkannya teknologi

yang bersifat padat karya yang dapat menghemat modal, banyak menyerap tenaga

kerja serta mampu meningkatkan kualitas produksi sehingga permintaan jumlah

produksi semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan industri rajutan

dianggap mampu untuk dijadikan sumber mata pencaharian yang berguna untuk

mencukupi kebutuhan hidup sehari – hari (wawancara dengan Jamjam

Hendarsyah Tanggal 25 Juli 2009).

Adapun jumlah unit usaha pada industri rajutan Binong Jati Bandung

dapat di lihat dalam tabel di bawah ini.

Page 23: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

75

Tabel 4.5 Jumlah Industri Rajutan dan Tenaga Kerja di Industr i Rajut Binong Jati

Tahun 1975 – 2004

Klasifikasi Usaha

Tahun Jumlah Jumlah Industri Kecil Industri Kecil Industr i Kecil Unit Tenaga Besar Menengah Kecil

Industri Kerja Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

(UI) (TK) UI TK UI TK UI TK

*1975 5 23 - - - - 5 23

*1980 23 147 - - 5 53 18 94

*1981 32 213 - - 9 97 23 116

*1982 44 285 - - 14 136 30 149

*1985 75 530 5 85 21 198 49 247

1990 123 841 12 185 32 298 79 358

1995 187 1.393 21 355 46 421 120 617

1999 225 1.745 34 519 57 553 134 673

2000 178 1.412 29 455 52 468 97 489

2001 189 1.479 32 476 56 505 101 498

2002 218 1.631 38 543 64 525 116 563

2004 250 2.053 47 689 79 752 124 612 Sumber : *Diolah dari hasil wawancara dengan Bapak Uju, Bapak Usman Tanggal 23 Oktober 2009 dan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan perdagangan Kota Bandung. Ket : UI (Unit Industri) TK (Tenaga Kerja)

Berdasarkan tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Industri Rajutan

Binong Jati diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok industri kecil yaitu industri

kecil – besar, industri kecil – menengah, dan industri kecil – kecil. Klasifikasi

tersebut berdasarkan kriteria jumlah pekerja dan modal usaha. Menurut BPS

jumlah pekerja pada Industri Kecil antara 5 – 19 pekerja. Sedangkan menurut

Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1995, kriteria usaha kecil dapat dilihat dari

Page 24: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

76

segi keuangan dan modal yang dimiliki adalah “ Memiliki kekayaan bersih paling

banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau

memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.1 milliar pertahun”. Mengacu pada

pemaparan menurut BPS dan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1995 tersebut,

penulis mengklasifikasikan industri kecil dengan jumlah pekerja antara 4 – 7,

industri menengah dengan jumlah pekerja antara 7 – 12 dan industri besar dengan

jumlah pekerja antara 12 – 19 orang.

Berdasarkan data dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari tahun ke

tahun jumlah industri rajutan di Binong Jati mengalami peningkatan dan

penurunan. Terkait dengan peningkatan terjadi pada tahun 1990 – 1995 jumlah

tenaga kerja mengalami peningkatan yakni 841 menjadi 1.393 pekerja. Hal

tersebut dipengaruhi oleh perkembangn industri rajut Binong Jati yang mengalami

kemajuan yang dapat dilihat dari jumlah produksi yang dihasilkan dan pemasaran

yang semakin luas. Peningkatan unit usaha rajutan pun mengalami kemajuan pada

tahun 2002 – 2004 yaitu dari 218 menjadi 250 unit usaha. Peningkatan tersebut

tidak terlepas dari berbagai faktor baik dari kondisi perekonomian Indonesia

maupun kreatifitas dan inovasi dari para pengusaha rajutan untuk tetap

mempertahankan usahanya seperti membuat desain baru yang mengikuti selera

konsumen.

Penurunan pada industri rajut Binong Jati sempat terjadi pada tahun 1999 -

2000, yaitu dari 225 unit industri rajutan menjadi 178 unit industri. Hal ini

dikarenakan pada tahun 1999 terjadi kenaikan harga bahan baku yakni benang

rajut menjadi mahal sedangkan daya beli konsumen menurun. Ditambah lagi

Page 25: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

77

masih ada beberapa pengusaha yang kesulitan dalam memperoleh modal. Selain

itu juga tingginya persaingan dengan produk rajut yang berasal dari pabrik dengan

penjualan ekspor. Hal - hal tersebut mengakibatkan sebagian pengusaha terpaksa

gulung tikar. Namun di tahun 2000 - 2001 unit usaha meningkat kembali yang di

ikuti oleh jumlah pekerja yang semakin bertambah yakni dari 1.412 menjadi

1.479. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perkembangan industri rajutan

semakin baik.

Untuk lebih mengetahui secara jelas mengenai kondisi industri rajutan

Binong Jati, maka peneliti akan menjabarkan dalam sub bab berikut yang akan

dibagi berdasarkan faktor – faktor yang berperan dalam perkembangan industri

rajutan Binong Jati ini yakni permodalan, tenaga kerja, produksi dan pemasaran.

4.2.1. Permodalan

Masalah permodalan merupakan faktor yang penting dalam terbentuknya

suatu industri, sama halnya dengan industri rajutan Binong Jati. Tinggi rendahnya

kapasitas produksi yang dihasilkan tergantung pada jumlah modal yang dimiliki

pengusaha serta dipengaruhi oleh pesanan yang datang dari konsumen. Kapasitas

produksi yang tinggi berarti memerlukan bahan baku dan ongkos produksi yang

lebih banyak. Menjadikan jumlah modal yang diperlukan juga lebih banyak lagi.

Modal yang diperlukan dalam kegiatan produksi di usaha rajutan Binong

Jati dibagi ke dalam 2 jenis, yaitu (1) Modal lancar, yaitu modal yang diperlukan

dalam kegiatan usaha sehari-hari. Modal ini diantaranya dipergunakan untuk

pembelian bahan baku benang rajut dan untuk gaji para pekerja. (2) Modal tetap,

Page 26: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

78

yaitu modal yang dipakai dalam bentuk peralatan atau perlengkapan yang akan

dipergunakan dalam usaha rajutan. Alat – alat tersebut antara lain: (1) mesin rajut

datar/flatknitting (2) mesin linking (3) mesin obras (4) setrika steam uap

(wawancara dengan Suhaya Wondo Tanggal 23 Oktober 2009).

Peralatan mesin rajut datar/flatknitting dan mesin linking merupakan

peralatan utama yang diperlukan dalam proses produksi rajutan. Barang – barang

tersebut merupakan modal yang penting dalam industri rajutan. Pada dasarnya

semua peralatan tersebut dimiliki oleh setiap pengusaha industri rajutan. Selain

modal berupa peralatan produksi, modal yang diperlukan dalam usaha rajutan ini

adalah modal dalam bentuk uang yang dipergunakan untuk membeli bahan baku

serta dipergunakan untuk gaji para pegawai.

Modal dalam bentuk uang dipergunakan untuk menjalankan usaha seperti

membeli peralatan produksi, membeli bahan baku, membayar upah para pekerja.

Para pengrajin yang baru mulai merintis usaha rajutan menggunakan modal hasil

tabungan sendiri atau pinjaman dari keluarga. Penggunaan modal pinjaman dari

bank jarang dilakukan karena pada umumnya ketika pertama kali mendirikan

usaha rajutan, mereka tidak mampu untuk memenuhi persyaratan yang diajukan

oleh pihak bank (wawancara dengan Uju, 23 Oktober 2009). Sedangkan para

pengusaha yang ingin lebih meningkatkan usahanya dan memerlukan tambahan

modal maka biasanya modal tersebut didapatkan dari tabungannya sendiri yang

diperoleh dari keuntungan usaha ataupun hasil pinjaman dari kelompok

pengusaha rajut yang telah berhasil memajukan usahanya. Bantuan dari pihak

Pemerintah bukan berupa modal dalam bentuk uang namun sebatas mengadakan

Page 27: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

79

penyuluhan dan pelatihan bagi para pekerja. Kelangsungan produksi di Binong

Jati sangat dipengaruhi oleh jiwa kewirausahaan para pengusahanya sehingga

mereka dapat mencari alternatif tambahan modal tanpa tergantung dari pihak

Pemerintah ataupun pihak Bank.

Pengklasifikasian jumlah modal para pemilik usaha rajutan Binong Jati

dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu kelompok besar dengan jumlah modal

awal sekitar Rp. 21.000.000 – Rp. 30.000.000 kelompok menengah dengan

jumlah modal awalnya sekitar Rp. 11.000.000 – Rp. 20.000.000 dan kelompok

kecil dengan modal awalnya sekitar Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 (wawancara

dengan Jamjam Hendarsah tanggal 14 November 2009. Di bawah ini penulis akan

menyajikan perhitungan biaya produksi pada industri rajut Binong Jati yang akan

dipaparkan berdasarkan klasifikasi modal usaha. Untuk lebih jelasnya terdapat

dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.6 Perhitungan Biaya Produksi Industri Rajutan Binong Jati Bandung

Tahun 2002 - 2004

Nama Biaya Pemilik Klasifikasi Biaya Total Usaha Usaha Bahan Baku Upah Pekerja + Produksi Rajutan (Rp) Uang Makan (Rp) (Rp)

Suhaya Kelompok 20.000.000 - 12.040.000 - 15.240.000 32.040.000 -Wondo Besar 28.000.000 43.240.000 Jamjam Kelompok 12.000.000 - 7.020.000 – 9.520.000 19.020.000 - Hendarsah Menengah 19.000.000 28.520.000 Endang Kelompok 4.000.000 - 4.300.000 – 6.020.000 8.300.000 - Suhandar Kecil 11.000.000 17.020.000 Sumber : Diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Suhaya Wondo, jamjam Hendarsah, dan

Endang Suhandar Tanggal 14 November 2009.

Page 28: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

80

Berdasarkan data tabel di atas diketahui bahwa modal uang yang harus

dimiliki oleh para pemilik usaha rajutan adalah untuk membeli bahan baku,

pengeluaran upah dan uang makan pekerja. Modal untuk membeli bahan baku

tidak dikeluarkan dalam setiap proses produksi, tapi setiap satu bulan sekali.

Jumlah pekerja pada setiap kelompok besar biasanya berjumlah 12 – 19 orang,

kelompok menengah 7 – 12 orang dan kelompok kecil 4 – 7 orang. Para pekerja

setiap harinya bekerja dengan jenis pekerjaan masing – masing. Jika dilihat

berdasarkan biaya untuk bahan baku, upah pekerja dan makan maka usaha besar

akan mengeluarkan biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan usaha

menengah dan usaha kecil. Hal tersebut dikarenakan modal awal yang dikeluarkan

oleh kelompok besar menggunakan modal yang besar pula sehingga dapat

memproduksi barang rajutan dalam jumlah yang lebih banyak.

Jumlah modal yang dikeluarkan oleh kelompok besar jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok kecil menengah dan kelompok kecil menjadikan

keuntungan yang diperoleh juga akan lebih banyak. Dalam hal ini keuntungan

yang diperoleh pengusaha rajutan setiap produksi berdasarkan kapasitas jumlah

produksi yang dibuat. Perhitungan keuntungan pada industri rajutan Binong jati di

tahun 2002 - 2004 akan dijabarkan dalam tabel di bawah ini.

Page 29: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

81

Tabel 4.7 Perhitungan Keuntungan Yang Diperoleh Pemilik Usaha Rajutan

Binong Jati Per Bulan Tahun 2002 - 2004

Nama Klasifikasi Produksi Total Keuntungan / Pemilik Usaha Pendapatan Pendapatan Usaha Biaya Jumlah (Rp) Bersih Rajutan Produksi Produksi (Rp) (Rp) Suhaya Kelompok 32.040.000 - 160 – 220 44.000.000 - 11.960.000 - Wondo Besar 43.240.000 lusin 60.500.000 17.260.000 Jamjam Kelompok 19.020.000 - 88 – 140 24.250.000 - 5.180.000 - Hendarsah Menengah 28.520.000 lusin 38.500.000 9.980.000 Endang Kelompok 8.300.000 - 40 - 80 11.000.000 - 2.700.000 - Suhandar Kecil 17.020.000 lusin 22.000.000 3.980.000 Sumber : Diolah berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Suhaya wondo, jamjam Hendarasah

dan Endang Suhandar 14 November 2009. Berdasarkan perhitungan pada tabel di atas, usaha rajutan Suhaya Wondo

selama 1 bulan menghasilkan omset antara Rp. 44.000.000 sampai Rp. 60.500.000

dengan jumlah antara produksi 160 - 220 lusin. Kapasitas produksi yang

dihasilkan sesuai dengan permintaan dan penghasilan bersih yang diperolehnya

antara Rp. 11.960.000 sampai Rp. 17.260.000 per bulannya. Keuntungan yang

diperoleh Wondo jauh lebih besar dibandingkan dengan jamjam maupun Endang.

Hal tersebut dikarenakan kapasitas jumlah produksi, jumlah modal untuk

pembelian bahan baku dan upah serta barang produksi yang dihasilkan juga jauh

lebih besar. Keuntungan yang di peroleh Bapak Wondo termasuk besar karena

wilayah pemasaran produk rajut Binong jati juga luas hampir di seluruh pasar

tradisional yang ada di Indonesia. Gambaran perhitungan di atas termasuk ke

dalam kelompok usaha besar (Bapak Wondo).

Page 30: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

82

Usaha rajutan milik Jamjam Hendarsah termasuk kedalam kelompok

usaha rajutan menengah. Selama 1 bulan menghasilkan omset antara Rp.

24.200.000 - Rp. 38.500.000 dengan jumlah produksi antara 88 lusin - 140 lusin.

Kapasitas produksi yang dihasilkan sesuai dengan permintaan dan penghasilan

bersih yang diperolehnya sejumlah Rp. 5.180.000 - Rp. 9.980.000 per bulannya.

Penghasilan bersih yang didapatkan oleh Jamjam akan digunakan lagi untuk

modal usaha agar usaha yang dimilikinya bisa lebih berkembang.

Yang terakhir adalah usaha rajutan yang dimiliki oleh Endang Suhandar

yang termasuk pada usaha kelompok rajutan kecil karena modal yang ia gunakan

juga relatif lebih kecil. Omset yang diperoleh Endang Suhandar setiap bulannya

rata – rata antara Rp. 11.000.000 - Rp.22.000.000 dengan jumlah produksi yang

dihasilkan antara 40 - 80 lusin. Keuntungan bersih yang dimiliki oleh Endang

antara Rp. 2.700.000 - Rp. 3.980.000 perbulan. Keuntungan tersebut oleh Endang

di gunakan untuk keperluan menambah modal serta digunakan untuk mencukupi

kebutuhan hidup keluarganya sehari – hari.

Berdasarkan data dalam tabel 4.7 biaya produksi ketiga usaha rajutan

tersebut akan berbeda karena sesuai dengan kapasitas jumlah produksi dan modal

bahan baku yang diperlukan yang mengakibatkan perbedaan dalam keuntungan

yang didapatkan. Keuntungan yang di peroleh para pengusaha rajutan termasuk

besar karena wilayah pemasaran produk rajut Binong jati juga luas hampir di

seluruh pasar tradisional yang ada di Indonesia. Pada umumnya keuntungan yang

diperoleh pengusaha rajutan akan langsung diterima karena sistem penjualan yang

dilakukan menggunakan sistem penjualan terputus. Maksudnya barang rajutan

Page 31: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

83

yang dipesan akan langsung di bayarkan sesuai jumlah pesanan. Resiko barang

yang dipesan tidak habis terjual tidak ditanggung oleh pemilik usaha rajut. Hal

tersebut mendatangkan keuntungan bagi pengusaha rajut Binong Jati (wawancara

dengan Jamjam Hendarsah Tanggal 14 November 2009).

4.2.2. Tenaga Kerja

Adanya industri rajutan Binong jati telah membuka lapangan kerja bagi

masyarakat sekitar. Kemunculan industri rajutan Binong Jati memerlukan juga

tenaga kerja yang banyak serta terampil dalam membuat rajutan. Tenaga kerja

merupakan sumber daya utama dalam sebuah produksi. Industri rajutan Binong

Jati merupakan industri yang bersifat padat karya karena industri ini mampu

menyerap banyak tenaga kerja.

Tenaga kerja yang bekerja pada industri rajut Binong Jati pada mulanya

berasal dari wilayah Binong Jati sendiri. Namun, sejalan dengan berkembangnya

industri rajutan tersebut maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan

dan akibatnya banyak tenaga kerja yang datang tidak hanya dari wilayah Binong

Jati saja, tetapi juga dari kelurahan sekitar serta daerah luar seperti Cileunyi,

Padalarang bahkan dari luar Kota Bandung seperti Tasikmalaya, Garut dan

Sumedang (wawancara dengan Endang Tanggal 23 Oktober 2009). Pembagian

kerja pada industri rajutan Binong Jati disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang

dilakukan saat produksi seperti merajut menjadi kain menggunakan mesin rajut

flatknitting, menyambung kain dengan mesin linking, menjahit kancing,

Page 32: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

84

membersihkan benang – benang dari baju yang telah selesai dijahit, mengobras,

menyetrika dengan setrika steam uap sampai packing hasil produksi.

Secara umum proses produksi seperti merajut dengan menggunakan mesin

flatknitting, menyambung kain dengan mesin linking dan menyetrika baju rajut

dengan setrika steam uap, dilakukan oleh tenaga kerja laki – laki karena lebih

membutuhkan tenaga yang lebih besar dan keahlian yang dimiliki sedangkan

pekerjaan menjahit kancing, membersihkan benang – benang dari baju yang telah

selesai dijahit, mengobras, Quality Control (QC) dan packing dilakukan oleh

pekerja perempuan karena tidak terlalu membutuhkan banyak tenaga. Jadi setiap

jenis pekerjaan dari setiap proses produksi rajutan dilakukan oleh tenaga kerja

yang berbeda yang sesuai dengan keahliannya masing – masing.

Para pekerja pada industri rajutan Binong Jati mayoritas adalah laki-laki

dengan kisaran usia antara 16 sampai 40 tahun, sedangkan pekerja perempuan

usia antara 15 sampai 40 tahun dan mayoritas pekerjanya adalah lulusan SLTP

dan SLTA. Bekerja di industri rajut Binong jati tidak memerlukan kualifikasi

pendidikan tertentu, tetapi cukup dengan memiliki keterampilan membuat rajutan,

biasanya keterampilan tersebut sudah diperoleh dari orang tua mereka yang

bekerja sebagai pekerja rajut ataupun dari pengalaman mereka selama bekerja.

Jumlah jam kerja sekitar 8 jam setiap harinya, bekerja dari hari senin sampai sabtu

mulai dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Waktu istirahat sekitar 1 jam yaitu dari

jam 12.00 WIB sampai 13.00 WIB. Namun bila banyak pesanan maka jam kerja

akan ditambah (lembur), Waktu lembur tidak ditentukan sampai jam berapa yang

pasti sampai mencukupi jumlah pesanan. Biasanya pekerja laki – laki yang sering

Page 33: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

85

lembur untuk mengerjakan jumlah pesanan (wawancara dengan Suhaya Wondo,

Tanggal 23 Oktober 2009).

Sistem kerja yang diterapkan di industri rajut Binong Jati adalah sistem

kerja borongan dengan sistem upah sesuai dengan jumlah barang yang dapat

dihasilkan oleh pekerja (sistem upah kesatuan hasil), yang dimaksud dengan

sistem upah ini adalah jumlah upah yang akan diterima pekerja tergantung berapa

banyak pekerja tersebut menghasilkan produksi rajutan (wawancara dengan

Suhaya Wondo Tanggal 23 Oktober 2009). Dengan kata lain sistem kerja dan

sistem pembayaran pada industri rajutan Binong jati Bandung tidak terikat karena

pekerja dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya.

Mengenai sistem pembayaran upah seperti yang telah dijelaskan diatas

bahwa upah yang diterima pekerja erat kaitannya dengan kemampuan pekerja

tersebut dalam menyelesaikan jenis pekerjaannya. Sistem pembayaran upah pada

industri rajutan Binong Jati adalah per minggu. Upah biasanya dibayarkan pada

pekerja setiap hari sabtu. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai upah tenaga

kerja dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.8 Upah Per Minggu Tenaga Kerja Industri Rajutan Binong jati

Kota Bandung Tahun 1975 - 2004

Pekerjaan *1975

*1980 *1985 *1990 *1995 *2000 *2002 *2004

Merajut 7.000 15.000 40.000 120.000 170.000 200.000 230.000 250.000 Linking 7.000 15.000 40.000 120.000 170.000 200.000 230.000 250.000

Menjahit - 8000 15.000 80.000 100.000 150.000 165.000 180.000 Obras - - 12.000 50.000 100.000 170.000 180.000 200.000 Setrika - 8000 15.000 80.000 130.000 180.000 210.000 225.000

QC - 5000 10.000 30.000 50.000 120.000 140.000 150.000 Packing - - - 30.000 50.000 120.000 140.000 150.000

Sumber : diolah dari hasil wawancara dengan Bapak Suhaya Wondo tanggal 23 Oktober 2009 Ket : dalam jumlah Rp.

Page 34: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

86

Berdasarkan data dari tabel 4.8 di atas diketahui bahwa pada tahun 1975

jenis pekerjaan pada usaha rajutan Binong Jati hanya ada pekerja rajut dan linking

saja sehingga upahnya pun pada tahun 1975 hanya untuk pekerjaan merajut dan

linking. Hal tersebut dikarenakan tahun 1975 usaha rajut Binong Jati mulai

merintis dan ada sekitar 5 unit usaha dengan jumlah pekerja 23 orang yang

menjadikan satu orang pekerja akan mengerjakan pekerjaan yang lain seperti

contohnya Endang pada tahun 1975 ia bekerja sebagai buruh rajut tapi ia juga

sekaligus mengerjakan pekerjaan jahit atau obras (wawancara dengan Endang

tanggal 24 Oktober 2009).

Tahun 1980 jenis pekerjaan mulai beragam sehingga terdapat upah

merajut, linking, jahit, setrika dan QC. Mulai tahun 1985 pekerjaan lebih beragam

hal tersebut dikarenakan barang rajut yang dihasilkan pun mulai bertambah

banyak macamnya sehingga setiap pekerja akan mengerjakan pekerjaan sesuai

bagiannya. Di tahun 1990 usaha rajut Binong Jati mulai berkembang lebih luas

sehingga setiap jenis pekerjaan dikerjakan oleh pekerja yang berbeda jenis

pekerjaannya. Namun hal tersebut hanya terjadi pada usaha rajut yang telah

berkembang pesat, pada usaha rajut yang baru dirintis dan hanya memiliki pekerja

kurang dari 5 orang menjadikan setiap pekerja akan mengerjakan jenis pekerjaan

yang lainnya secara bersamaan.

Mengambil contoh pada tahun 2004 upah yang di terima setiap pekerja di

lihat dari hasil pekerjaannya,. Untuk pekerjaan rajut dan linking masing – masing

memperoleh upah Rp. 250.000 selama 1 minggu. Untuk setiap lusinnya dihargai

Rp. 50.000, berarti pekerja tersebut telah mengerjakan pekerjaannya sebanyak 5

Page 35: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

87

lusin. Begitu pula pekerjaan lainnya seperti menjahit, obras, setrika, QC dan

Packing, upah yang di terima masing – masing pekerja merupakan hasil

pekerjaannya sebanyak 5 lusin dalam 1 minggu. Namun jika pekerja tersebut

mampu mengerjakan lebih dari 5 lusin perminggunya maka upah yang di

terimanya lebih besar lagi.

Upah perminggu yang diterima para pekerja di industri rajutan Binong Jati

rata – rata mengalami kenaikan setiap tahunnya. Untuk pekerjaan merajut dan

linking, obras dan jahit serta QC dan packing, upah yang diterima sama

perminggunya, hal tersebut dikarenakan tingkat kesulitan dalam bekerja hampir

sama. Pekerja rajut dan linking memperoleh upah yang lebih tinggi dibandingkan

pekerjaan yang lainnya karena kedua jenis pekerjaan tersebut merupakan

pekerjaan yang utama dalam proses produksi rajutan serta pekerja rajut dan

linking biasanya adalah pekerja yang telah memiliki banyak pengalaman serta

telah bekerja dalam waktu yang lama di industri rajutan tersebut. Sedangkan

pekerjaan QC dan packing memperoleh upah yang paling sedikit karena pekerjaan

tersebut tidak membutuhkan keahlian khusus dan jenis pekerjaannya dapat

dikatakan mudah dilakukan.

Jumlah upah yang diterima oleh pekerja akan berbeda sesuai dengan jenis

pekerjaannya. Pembagian jenis pekerjaan pada setiap tenaga kerja berkaitan

dengan keahlian yang dimiliki karena hal tersebut akan menentukan jumlah

pendapatan yang diperolehnya. Pendapatannya tersebut berkaitan juga dengan

tingkat keterampilan yang dimiliki oleh pekerja seperti pekerjaan merajut, linking,

setrika steam uap pada umumnya akan memperoleh upah yang lebih besar karena

Page 36: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

88

dalam proses ini membutuhkan keterampilan agar barang yang dihasilkan

memiliki kualitas yang baik. Berbeda dengan pekerjaan mengobras, menjahit

kancing, membersihkan benang, packing serta menjadi seorang Quality Control

(QC) upah yang diterima akan lebih kecil karena pekerjaan terebut tidak

memerlukan keterampilan khusus. Pada umumnya bagian finishing yang meliputi

Quality Control (QC) serta packing dilakukan oleh pekerja perempuan, banyaknya

adalah ibu – ibu rumah tangga yang mengisi waktu luangnya dengan bekerja di

industri rajutan Binong Jati. Misalnya saja Sona, yang diwawancarai oleh peneliti

mengatakan bahwa pekerjaan di bagian finishing tidak memerlukan keahlian

khusus, serta upah yang diterima dapat dipergunakan untuk membantu suami

mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari – hari (wawancara dengan Sona

Tanggal 23 Oktober 2009).

4.2.3. Proses Produksi

Faktor yang mendukung kemajuan suatu usaha selain fakor modal dan

tenaga kerja adalah proses produksi. Proses produksi pada industri rajutan Binong

Jati terbagi dalam beberapa tahapan yakni sebagai berikut :

1. Merajut dari bahan baku benang (benang Arcrylic, Nylon, Spandex, Wol)

hingga menjadi kain menggunakan mesin rajut datar/mesin rajut

flattknitting. Pada proses ini bahan baku benang yang berbentuk gulungan

akan dipasangkan pada mesin rajut flattknitting selanjutnya pegangan pada

mesin ditarik sehingga nantinya akan menghasilkan kain rajutan. Jenis

kain yang dihasilkan tergantung dari bahan baku benang. Kombinasi

Page 37: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

89

warna kain rajut tergantung dari warna benang, untuk setiap pembuatan

kain rajut dibuat dari berbagai macam warna. Pada proses ini tidak setiap

pekerja dapat melakukannya. Merajut dengan mesin rajut flattknitting

dikerjakan oleh pekerja yang memiliki skill serta pengalaman

menggunakan mesin ini. Hal tersebut diperlukan agar hasil barang yang

didapatkan berkualitas baik. Upah yang diterima oleh pekerja yang

menggunakan mesin rajut ini akan lebih banyak karena pekerjaan ini

memerlukan ketelitian dan kerapihan.

2. Proses linking atau menyambungkan kain rajut. Pada proses ini kain – kain

rajutan akan disambungkan sehingga menjadi barang yang diinginkan

seperti rompi, cardigan, bolero, baju hangat, pakaian muslim, pakaian

biasa pria - wanita dan anak - anak, kerudung, syal, sarung tangan dll.

Mesin linking ini dimiliki oleh setiap pengusaha rajutan dan jumlah mesin

linking ini sama banyaknya dengan mesin rajut flattknitting karena setelah

benang rajut diubah jadi kain maka akan disambungkan oleh mesin

linking. Keterampilan pekerja linking akan menentukan kerapihan barang

hasil produksi, maka dari itu pekerja linking melakukan pekerjaan ini

dengan ketelitian. Pada proses linking ini juga membutuhkan skill dan

keterampilan yang biasanya didapatkan pekerja dari hasil pengalamannya.

3. Menjahit merupakan proses ketiga dalam pembuatan barang rajutan. Tidak

terlalu sulit pada tahapan produksi ini biasanya pekerja yang melakukan

pekerjaan ini adalah pekerja perempuan. Selain menjahit kancing, para

pekerja juga harus membersihkan sisa – sisa benang hasil linking dengan

Page 38: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

90

menggunakan gunting. Hal ini diperlukan agar hasil produksi rapi dan

berkualitas. Yang tidak kalah pentingnya pada tahapan ini juga ada proses

pemberian label merk sesuai dengan nama usahanya, namun yang

memiliki merk pada produksi hanya para pengusaha yang diklasifikasikan

pengusaha kelompok besar.

4. Mengobras. Pada tahapan ini barang hasil produksi yang telah selesai akan

diobras terlebih dahulu agar hasil produksi semakin rapi dan maksimal.

Barang yang diobras akan disesuaikan warna benang obrasannya dengan

barang produksi.

5. Setrika steam uap. Setelah barang produksi selesai diobras maka dilakukan

proses setrika dengan steam uap yang sudah menggunakan LPG. Proses

ini juga merupakan proses penting karena kerapihan barang akan

mempengaruhi kualitas barang yang akan dipasarkan. Proses setrika steam

uap ini banyak dilakukan oleh pekerja laki – laki karena menyetrika

dengan setrika steam uap membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk

mengangkat setrikaan dan disambungkan dengan kabel sehingga

memerlukan kehati – hatian dalam pekerjaan ini.

6. Quality Control (QC) dan packing. Proses ini merupakan tahapan terakhir

dari proses produksi rajutan sebelum barang dipasarkan. Pada proses QC

barang yang telah jadi diperiksa dulu (disortir) apakah layak untuk

dipasarkan atau tidak. Jika barang tersebut dibawah kualitas maka akan

dipisahkan dan nantinya barang tersebut akan dijual eceran dengan harga

yang lebih murah. Namun bila barang tersebut layak untuk dipasarkan

Page 39: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

91

maka akan dilakukan proses packing/proses pengepakan barang. Proses

packing ini dilakukan perlusin setelah sebelumnya barang produksi rajutan

dimasukan ke dalam plastik. Apabila akan dijual eceran maka barangnya

akan dipisahkan dan tidak dimasukan kedalam karung ukuran besar untuk

kemudian siap dipasarkan. Pada tahapan ini dilakukan oleh pekerja

perempuan atau ibu – ibu rumah tangga karena pada tahapan ini tidak sulit

untuk mengerjakannya hanya perlu menghitung perlusin saja.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proses

produksi pada industri rajutan Binong Jati Bandung harus melalui beberapa

tahapan. Proses produksi rajutan ini dikerjakan oleh pekerja yang sesuai dengan

kemampuannya masing – masing karena setiap tahapan memiliki kesulitan. Untuk

proses merajut dengan mesin rajut datar/flatknitting dan menyambungkan kain

rajut dalam proses linking diperlukan keterampilan dan skill serta pengalaman

membuat rajutan karena dalam proses tersebut menentukan kualitas barang yang

dihasilkan yang nantinya akan mempengaruhi jumlah pesanan dari konsumen.

Kualitas sumber daya manusia juga ikut menentukan kualitas seseorang dalam hal

ini adalah pekerja rajut Binong Jati akan memberikan pengaruh pada pembagian

tugas kerja dalam proses produksi pada industri rajutan Binong Jati. Hal tersebut

akan berkaitan dengan upah yang diterima pekerja yang pastinya ditentukan oleh

kemampuan yang dimiliki pekerjanya itu.

Page 40: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

92

4.2.4. Pemasaran

Pemasaran merupakan proses akhir dalam sebuah industri yang merupakan

proses penyaluran hasil produksi kepada distributor agar sampai ke tangan

konsumen. Apabila pemasaran berjalan lancar maka akan mendatangkan

keuntungan bagi sebuah industri. Untuk lebih jelas mengenai distribusi pemasaran

produk rajutan Binong Jati, peneliti akan menjabarkan melalui tabel dibawah ini.

Tabel 4.9 Distribusi Produk Rajutan Binong Jati dari tahun 1975 – 2004

Tempat Pemasaran Tahun

Jakarta Bandung Jabar P. Jawa Luar Jawa Luar Negeri

1975 Tanah Pasar Baru - - - - Abang

1980 Tanah Pasar Baru - - - - Abang

1990 Tanah Pasar Baru Cirebon Semarang - - Abang, ITC Kebon Mangga Kalapa

Dua, Cipulir

2000 Tanah Pasar Baru Cirebon Semarang Bukittinggi, - Abang, ITC Kebon Majalengka Surabaya Lombok Mangga Kalapa Malang Banjarmasin

Dua, Cipulir

2004 Tanah Pasar Baru Cirebon Semarang Banjarmasin, Malaysia Abang, ITC Kebon Majalengka Surabaya Lombok, Singapura Mangga Kalapa, Malang Bukittinggi,

Dua, BIP Magelang Makassar, Cipulir Medan Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Suhaya WondoTanggal 24 Juli 2009.

Page 41: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

93

Berdasarkan data pada tabel di atas produk rajut Binong jati sejak tahun

1975 dan 1980 mulai di pasarkan ke Pasar Tanah Abang Jakarta dan Pasar Baru

Bandung, hal tersebut dikarenakan kedua wilayah tersebut merupakan ibukota

Provinsi yang mayoritas masyarakatnya memiliki tingkat konsumsi serta gaya

hidup yang tinggi. Pemasaran produk rajut ini semakin berkembang di Tahun

1990 meliputi wilayah Cirebon dan Semarang, kedua Kota ini juga merupakan

Kota besar yang sedang berkembang dan cukup potensial bagi penyerapan produk

rajut Binong Jati. Mulai tahun 2000 pemasaran lebih luas lagi, di Provinsi Jawa

Barat saja tidak hanya Cirebon namun juga ditambah Majalengka, di Pulau Jawa

meliputi Semarang, Surabaya, Malang bahkan sampai ke luar Pulau Jawa yakni

pasar Haur Kuning Bukittinggi, Lombok dan Banjarmasin. Semua wilayah yang

menjadi tempat pemasaran produk rajutan Binong Jati merupakan tempat yang

potensial karena masyarakatnya memiliki tingkat daya beli yang tinggi.

Pemasaran produk rajut Binong jati mencapai puncaknya di tahun 2004

bukan hanya di Dalam Negeri saja yang bertambah seperti di BIP (Bandung Indah

Plaza), Makassar dan Medan namun merambah ke Luar Negeri yakni Singapura

dan Malaysia. Cakupan pemasaran produk rajut yang semakin luas di pengaruhi

juga oleh kemampuan para pengusahanya dalam mengembangkan strategi

pemasaran baik melalui pameran – pameran maupun menjaga hubungan baik

dengan para supplier dan pedagang langganan yakni para pedagang grosir.

Upaya pengusaha rajutan dalam memperkenalkan produknya dilakukan

melalui media cetak, media elektronik dan promosi secara tidak langsung pada

konsumen. Pada awalnya promosi yang dilakukan secara tidak langsung oleh

Page 42: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

94

konsumen dilakukan melalui mulut ke mulut, maksudnya adalah konsumen yang

menyukai produk rajut Binong Jati akan memberitahukan atau menginformasikan

adanya produk rajut yang murah namun berkualitas yang ada di wilayah Binong.

Seiring dengan perkembangannya, para pengusaha melakukan promosi dengan

cara yang lebih efektif yakni melalui media cetak dan media elektronik. Promosi

melalui media cetak dilakukan pengusaha dengan memasang poster – poster iklan

produk rajutan di sekitar wilayah Binong. Sedangkan melalui media elektronik

dilakukan melalui radio lokal dan TV lokal. Selain strategi promosi di atas,

keterlibatan Pemerintah Kota Bandung juga sangat berarti bagi perkembangan

industri Rajut Binong Jati agar semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Para pengusaha rajutan Binong Jati bila ingin lebih memajukan lagi

usahanya seharusnya dapat melakukan perbaikan dalam semua aspek kegiatan

usahanya agar unit usaha rajutan yang dikelola dapat terus berkembang. Maju

mundurnya suatu kegiatan usaha bukan hanya ditentukan oleh kualitas barang

produksi yang dihasilkannya tapi harus memperhatikan pula komoditi pasar yang

akan dihadapi sehingga para pengusaha bisa lebih mempersiapkan strategi yang

akan digunakannya yang akan berguna untuk lebih meningkatkan lagi pemasaran

produk yang dihasilkannya.

Pola dalam proses pemasaran yang ada di industri rajutan Binong jati

sangat bervariasi. Secara umum pemasaran produk terbagi atas tiga sistem yaitu

yang pertama sistem perorangan yakni produsen langsung menjual produk pada

konsumen secara eceran maupun pesanan lusinan melalui kios rajut yang mereka

miliki yang letaknya berdekatan tempat produksi rajutan tersebut. Yang kedua

Page 43: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

95

dengan sistem perantara yakni produsen menyalurkan barang ke pedagang

perantara yang nantinya akan diteruskan pada konsumen. Yang ketiga melalui

sistem supplier yakni dari produsen/pengusaha rajut kemudian didistribusikan

kepada pedagang perantara lalu disalurkan lagi kepada para supplier yang

membawa produk rajut Binong Jati dan memperkenalkannya ke luar negeri

melalui pameran pada akhirnya sampai ke konsumen. Untuk lebih mengetahui

lebih jelas pola pemasaran pruduk rajutan Binong jati maka peneliti akan

menyajikan dalam bagan pemasaran berikut ini.

Bagan 4.1 Pola Pemasaran sistem Langsung/Perorangan

Pengusaha Kios Konsumen Rajut Rajut

Bagan 4.2 Pola Pemasaran sistem Perantara

Pengusaha Pedagang Konsumen

Rajut Perantara

Bagan 4.3 Pola Pemasaran sistem Supplier

Pengusaha Pedagang Supplier Konsumen Rajut Perantara

Bagan di atas menunjukan rangkaian pemasaran yang dilakukan oleh

pengusaha rajut Binong jati. Mulai dari pemasaran secara langsung/perorangan

yakni pihak pengusaha (produsen) langsung mendistribusikan pada konsumen

Page 44: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

96

melalui kios rajut yang mereka miliki, pemasaran dengan cara seperti itu lebih

banyak dilakukan secara eceran dan keuntungan yang didapatkan oleh pengusaha

akan langsung diperoleh karena tidak melalui perantara. Meskipun keuntungan

yang didapatkan tidak terlalu banyak tapi hal ini menjadi salah satu media

promosi agar konsumen bisa secara langsung memilih barang rajutan di kios rajut

yang dimiliki para pengusaha.

Pola pemasaran yang kedua yakni dilakukan dengan sistem perantara

yakni produsen mendistribusikan produk rajutan pada pedagang perantara yang

telah menjadi langganan tetap seperti para pedagang di Pasar Tanah Abang dan

Pasar Baru Bandung yang telah menjadi langganan sejak tahun 1975. Dengan pola

pemasaran seperti ini maka jaringan pemasaran akan lebih luas karena pedagang

perantara dapat mendistribusikan kembali produk rajut kepada para penjual grosir

dan keuntungan yang diperoleh lebih besar karena produk rajutan dijual perlusin

dan pesanan datang dalam jumlah yang banyak. Namun kekurangannya para

produsen rajut tidak dapat menentukan langsung harga penjualan kepada

konsumen karena mereka menjualnya secara lusinan kepada pedagang perantara.

Pola pemasaran yang ketiga dilakukan dengan para suplier sebagai

perantara. Para supplier akan mempromosikan produk rajutan Binong Jati yang

diperkenalkan melalui pameran oleh para supplier ke luar negeri, pemasaran yang

dilakukan para pengusaha rajut bersifat lokal dan hanya dilakukan untuk pasar

dalam negeri saja sementara untuk skala ekspor dilakukan oleh para supplier. Hal

tersebut tentu saja secara tidak langsung akan menguntungkan para pengusaha

rajutan Binong Jati karena produk rajutan mereka dikenal sampai ke mancanegara.

Page 45: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

97

Namun kekurangannya para pengusaha rajut tidak bisa campur tangan dalam

memasarkan produknya ke mancanegara karena yang berhak mengatur adalah

para supplier yang sebelumnya telah membeli produk rajut dari pedagang

perantara. Selain itu sistem penjualan di industri Rajut Binong Jati adalah sistem

penjualan terputus jadi barang rajutan yang dipesan akan langsung di bayarkan

sesuai jumlah pesanan. Resiko barang yang dipesan tidak habis terjual tidak

ditanggung oleh produsen (pemilik usaha rajut).

Dari ketiga pola pemasaran di atas dapat disimpulkan bahwa pola

pemasaran yang sering dilakukan oleh para pengusaha rajut Binong Jati adalah

yang memakai pola pemasaran dengan sistem perantara dengan alasan sudah

banyak langganan yang memesan produk rajutan pada para pengusaha. Pesanan

khususnya datang dari para pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta yang

biasanya memesan produk rajutan dalam jumlah banyak sehingga keuntungan

yang didapatkan oleh para pengusaha menjadi lebih besar serta dengan pola

pemasaran melaui pedagang perantara jaringan pemasaran semakin luas karena

produk rajut dapat di salurkan kembali pada pedagang grosir (wawancara dengan

Suhaya Wondo Tanggal 23 Oktober 2009).

Selain itu juga terdapat beberapa orang penduduk Binong jati yang disebut

sebagai distributor. Mereka tidak membuat produk rajutan sendiri namun mereka

hanya mengambil produk rajut dari para produsen kemudian mereka menjualnya

di rumah mereka sendiri yang dijadikan kios usaha. Mereka lebih sering menjual

secara eceran, keuntungan yang di dapatkan memang tidak terlalu banyak namun

Page 46: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

98

dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya (Wawancara dengan Udung, 29

Januari 2010).

Berdasarkan kenyataan pada proses pemasaran produk rajutan yang ada di

lapangan, para pengusaha rajutan Binong Jati mengharapkan adanya bantuan dan

bimbingan dari pihak pemerintah maupun pihak – pihak terkait dalam masalah

pemasaran produksi agar para pengusaha rajut Binong Jati dapat memasarkan

sendiri produknya ke semua sektor tanpa campur tangan pihak supplier karena

pada umumnya para pengusaha masih kurang menguasai seluk beluk pemasaran

secara luas terhadap barang – barang yang dibuatnya serta Pemerintah di harapkan

dapat membantu untuk mengembangkan potensi yang ada di wilayah Binong Jati

dengan cara pengembangan infrastruktur baik sarana maupun prasarananya

sehingga kawasan Binong Jati dapat menjadi objek Wisata Produksi Rajut di

Indonesia.

4.3 Peran Masyarakat Dalam Mengembangkan Industri Rajutan

Binong Jati

Untuk terus mengembangkan usaha yang telah dirintis dari generasi ke

generasi diperlukan suatu upaya agar keberadaan usaha tersebut dapat terus

berkembang. Sama halnya dengan industri rajutan Binong jati yang telah ada dari

tahun 1960-an. Keberadaan industri ini oleh masyarakat sekitar dijadikan sumber

mata pencaharian sehingga usaha ini perlu diupayakan agar terus berkembang dan

tentunya peran masyarakat disini di wakili oleh upaya para pengusaha yang

memiliki andil yang cukup besar untuk terus meningkatkan keberadaan usaha

Page 47: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

99

rajutan ini namun selain pengusaha, tentunya para pekerja pun memiliki peranan

yang cukup penting yakni sebagai sumber daya manusia bagi industri rajutan ini

yang ikut andil dalam mengembangkan usaha rajutan tersebut. Dalam sub bab di

bawah ini akan dipaparkan secara lebih jelas mengenai upaya pengusaha rajutan

Binong jati dalam mengembangkan usaha rajutan.

4.3.1. Upaya Pengusaha Rajutan Binong Jati

Bagi seorang pengusaha industri, kreatifitas merupakan hal yang penting

yang dapat menunjang kemajuan dalam usahanya. Sama halnya dengan usaha

rajutan yang ada di wilayah Binong jati Bandung yang memerlukan adanya

kreatifitas yang dapat mendukung kemajuan agar dapat meningkatkan usahanya.

Kreatifitas diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menciptakan produk baru,

namun produk tersebut tidak harus semuanya baru tetapi dikembangkan lagi dari

produk yang telah ada sebelumnya (Buchari alma, dalam buku kewirausahaan

2003: 31). Berdasarkan pengertian di atas kreatifitas bukan hanya diartikan

dengan menghasilkan produksi yang baru namun membuat ide dengan

mengkombinasikan produk – produk yang telah ada sehingga menghasilkan

sesuatu yang baru. Sama halnya para pengusaha rajutan Binong Jati Bandung

yang mempunyai kreatifitas dalam mengembangkan produk yang dihasilkannya

yang akan di jabarkan pada tabel berikut ini.

Page 48: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

100

Tabel 4.10 Kreatifitas Produk Rajut Binong Jati Tahun 1975 – 2004

Tahun Desain Produk Produk Yang Di Hasilkan

Dewasa Remaja Anak2 Balita Baju Baju Syal Kerudung Rompi Sarung Hangat Rajut Rajut Rajut Tangan

1975 * - - - * - - - - -

1980 * - - - * * - - - -

1985 * * - - * * - - - -

1990 * * - - * * * - - -

1995 * * * - * * * - * *

2000 * * * - * * * * * *

2004 * * * * * * * * * *

Ket : * Produk Yang Tersedia - Produk Tidak Tersedia

Sumber : Diolah dari hasil wawancara dengan Uju, Endang dan Jamjam Tangal 23 Oktober 2009.

Berdasarkan data pada tabel di atas, tahun 1975 desain produk yang di

hasilkan di industri rajut Binong Jati hanya untuk pakaian dewasa pria dan wanita

serta hanya memproduksi baju hangat rajut saja. Tahun 1980 selain baju hangat

rajut juga mulai menghasilkan baju rajutan untuk pria dan wanita dewasa.

Kreatifitas pada industri rajut Binong Jati semakin terlihat pada tahun 2000 –

2004, saat itu kreatifitas yang dihasilkan berupa desain produk sudah semakin

beragam untuk semua usia bahkan untuk balita juga tersedia. Apalagi produk yang

dihasilkan tidak kalah banyaknya yakni ada baju hangat rajut, baju rajutan, syal ,

sarung tangan, rompi rajut bahkan kerudung rajut. Semua produk tersebut

ditunjang dengan peningkatan secara kualitas yakni produk yang dihasilkan

menggunakan bahan baku yang baik sehingga produk rajutan tidak mudah sobek

dan tidak cepat luntur.

Page 49: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

101

Para pengusaha rajut Binong jati tentu terus mencoba untuk memunculkan

ide – ide kreatif yang bertujuan untuk lebih mengembangkan usaha rajutan yang

ditekuninya. Dalam hal kombinasi warna, barang rajutan yang di produksi tidak

terlalu banyak mengalami perubahan karena sejak dulu warna untuk barang

produksi sudah bermacam – macam, hanya saja di tahun 2000an produk yang

dihasilkan menggunakan kombinasi lebih banyak warna sehingga produk menjadi

lebih bervariasi dan lebih menarik.

Selain memproduksi dengan menggunakan mesin rajut, ada beberapa

pengusaha yang mengajarkan pada pekerjanya khususnya pekerja perempuan cara

membuat rajutan dengan menggunakan tangan. Hal tersebut dilakukan agar

produk yang dihasilkan lebih bervariasi. Harga jualnya pun jauh lebih mahal

dibandingkan buatan mesin karena rajutan dengan memakai tangan membutuhkan

keahlian khusus dan memakan waktu yang lebih lama. Barang – barang yang

dihasilkan lebih banyak produk untuk bayi dan anak – anak seperti baju hangat,

sepatu bayi, sarung tangan bayi (wawancara dengan Yuhaeni 23 Oktober 2009).

Adapun upaya yang dilakukan oleh pengusaha rajut Binong Jati untuk

lebih meningkatkan usahanya yakni dengan meningkatkan dan mempertahankan

produk rajut yang dihasilkan misalnya dengan cara menjaga jahitan agar tetap

rapi, mencari ide kreatif dalam pembuatan model pakaian yang digemari atau

sedang trend dengan mencari informasi dan referensi melalui media cetak, media

internet dan media elektonik lainnya. Ide – ide yang di dapatkan lalu

dikembangkan dengan ide kreatif dari pengusaha itu sendiri misalnya dengan

Page 50: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

102

menambah corak pada produk rajut yang dihasilkan (wawancara dengan Yuhaeni

tanggal 23 Oktober 2009).

Selain kreatifitas yang seharusnya dimiliki oleh para pengusaha agar dapat

lebih memajukan usahanya, yang tidak kalah penting yakni inovasi yang

dilakukan para pengusaha. Inovasi pada usaha rajutan Binong jati telah dilakukan

dalam berbagai permasalahan seperti Inovasi dalam hal pemasaran, ketika pada

awalnya para pengusaha rajutan melakukan transaksi penjualan langsung kepada

pembeli tanpa menggunakan showroom pakaian rajut, kemudian para pengusaha

mengadakan inovasi yaitu dengan mendirikan kios rajut/showroom pakaian rajut

agar konsumen dapat memilih serta mencoba produk rajutan yang dipasarkan.

Inovasi lain dalam hal promosi adalah dengan mengikuti pameran-pameran atau

seminar, yang bersifat lokal maupun nasional. Selain inovasi yang terus

dikembangkan, hal lain yang diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaan

industri rajutan tersebut yakni kedisplinan dalam pendistribusian barang yakni

ketepatan waktu dalam pengiriman barang kepada para langganan tetap dan selalu

menjaga hubungan baik dengan relasi usaha.

4.3.2. Organisasi Pengusaha Rajut Binong Jati

Terbentuknya suatu organisasi perkumpulan para pemilik usaha industri

kecil lebih dikarenakan tidak adanya perhatian dari pihak – pihak terkait yang

diharapkan dapat membantu mengembangkan keberadaan industri tersebut. Sama

halnya yang terjadi pada industri rajutan Binong Jati, para pemilik usaha rajutan

mendirikan organisasi tersebut sebagai wadah untuk menyalurkan tuntutan dan

aspirasinya agar usaha rajutan yang dikelola oleh mereka dapat lebih diperhatikan

Page 51: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

103

oleh pihak – pihak yang terkait khususnya pemerintah. Selain itu tujuan lain dari

pendirian organisasi pengusaha rajut Binong Jati yakni untuk membantu

menghadapi kendala yang biasanya muncul pada industri kecil seperti masalah

permodalan, pemasaran dan kreatifitas.

Organisasi yang pertama kali didirikan diberi nama KIRBI (Koperasi

Industri Rajutan Binong Jati Bandung) yang dibentuk tahun 1995. Organisasi

tersebut didirikan karena adanya kebutuhan para pengusaha untuk saling

membantu dalam hal pengadaan bahan baku yang sempat mengalami kelangkaan

serta membantu penyediaan modal awal untuk usaha dengan jumlah anggota

sekitar 157 pengusaha. Industri rajutan yang ada di wilayah Binong Jati bukanlah

jenis industri yang mengutamakan persaingan namun merupakan industri kecil

yang saling membantu sesama pengusaha. Berikut ini merupakan susunan

pengurus pada koperasi industri rajutan Binong Jati Bandung (KIRBI).

Bagan 4.4. Susunan Pengurus Koperasi Industri Rajutan Binong Jati

SEKRETARIS Asep Sumarana

KETUA Suhaya Wondo

BENDAHARA Dedi Ruhiat

BIDANG USAHA Asep Surahman

BIDANG PERMODALAN A.Suherman

BIDANG PEMASARAN Rahmat Sofyan

Page 52: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

104

Bagan 4.4 di atas menunjukan bahwa susunan pengurus koperasi industri

rajutan Binong Jati Bandung (KIRBI) terdiri atas ketua yakni Suhaya Wondo,

yang dibantu oleh sekretaris Asep Sumarna dan bendahara Dedi Ruhiat. Selain

bendahara dan sekretaris ada beberapa bidang lain yang membantu ketua dalam

melaksanakan kepengurusan KIRBI yang bertujuan untuk kemajuan industri

rajutan Binong Jati yaitu terbagi atas tiga bidang, yang pertama bidang usaha

dipercayakan kepada Asep Surahman, selanjutnya bidang permodalan

dipercayakan kepada A. Suherman dan terakhir yang mengurus bidang pemasaran

Rahmat Sofyan. Seluruh pengurus KIRBI diberikan kepercayaan untuk

menjalankan tugasnya masing – masing yang bertujuan untuk mensejahterakan

para anggotanya.

Pada masing – masing bidang memiliki tugas yang berbeda – beda,

misalnya pada bidang usaha. Bidang ini bertugas untuk memberikan pengarahan

pada anggotanya yang merupakan pengrajin rajutan yang baru merintis agar

mereka dapat mengatur manajemen usaha yang dikelolanya. Selanjutnya bidang

permodalan yang berfungsi untuk membantu dan memudahkan para anggotanya

yang ingin meminjam modal untuk kemajuan usahanya dengan jumlah bunga

pinjaman yang tidak memberatkan anggota. Dan yang terakhir bidang pemasaran

yang berfungsi untuk membantu anggota agar dapat memasarkan hasil

produksinya, khususnya para pengrajin yang baru merintis biasanya masih belum

mahir melihat peluang pasar untuk memasarkan hasil produksinya. Dengan

adanya bidang kepengurusan dalam koperasi ini diharapkan dapat terus

Page 53: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

105

mengembangkan keberadaan industri rajutan Binong Jati (hasil wawancara

dengan Dedi Ruhiat tanggal 16 Januari 2010).

Para pengurus Koperasi Industri Rajutan Binong Jati (KIRBI) merupakan

para pengusaha rajut yang sudah cukup lama merintis usaha di bidang rajutan, jadi

mereka cukup memiliki pengalaman untuk membantu para pengrajin yang baru

merintis bisnis rajutan. Pada umumnya para pemilik usaha rajutan Binong Jati

merupakan warga setempat karena usaha rajutan ini bersifat turun temurun

sehingga rasa kekeluargaan tetap terjalin dengan baik. Keberadaan KIRBI masih

dikatakan cukup bermanfaat bagi para pengrajin rajutan yang baru merintis usaha.

Organisasi KIRBI selain mengurus masalah manajemen usaha,

permodalan serta pemasaran juga membantu para pengrajin untuk mendapatkan

bahan baku produksi. Keberadaan koperasi industri rajutan Binong jati (KIRBI)

saat ini hanya berkembang dalam ruang lingkup internal saja, belum ada campur

tangan dari pihak Pemerintah untuk lebih membantu peningkatan keberadaan

koperasi tersebut. Walaupun begitu, dengan adanya koperasi ini diharapkan agar

para pemilik usaha yang baru memulai usaha dapat lebih meningkatkan usahanya,

saling menjaga silaturahmi dan menjaga agar tidak timbul persaingan antar

sesama pengusaha rajutan Binong Jati.

Organisasi lainnya yang ada di industri rajutan Binong jati adalah Forum

Komunikasi Pengusaha Industri Rajutan Binong Jati Bandung (FOKUS RAJUT)

yang terbentuk tahun 2002. Melalui organisasi ini para pengusaha rajut Binong

Jati membentuk sebuah forum diskusi dan kerja sama antar sesama pengusaha

untuk kemajuan industri rajutan Binong Jati. Berikut ini merupakan susunan

Page 54: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

106

kepengurusan Forum Komunikasi Pengusaha Industri Rajutan Binong Jati

Bandung.

Bagan 4.5 Susunan Pengurus Forum Komunikasi Pengusaha Industri Rajutan

Binong Jati Bandung

Berdasarkan Bagan 4.5 di atas susunan kepengurusan Forum Komunikasi

Pengusaha Industri Rajutan Binong Jati Bandung (FOKUS RAJUT) terdiri atas

beberapa pengurus, yang menjabat ketua yakni Djuanda. Namun dalam

kepengurusan organisasi ini adanya wakil ketua yakni H. Abbas Rohman yang

tugasnya membantu serta mewakili ketua jika berhalangan hadir dalam rapat

ataupun forum diskusi. Seperti organisasi pada umumnya, juga terdapat adanya

sekretaris dan bendahara serta ada bidang kepengurusan yang lain yakni ada

bidang ketahanan usaha, bidang internal dan bidang sosial.

Pembentukan organisasi ini bertujuan untuk membentuk suatu

perkumpulan para pengusaha rajut Binong jati yang ingin mengenalkan potensi

KETUA 1 Djuhanda

WAKIL KETUA H.Abbas Rohman

SEKRETARIS Maman Ahyar

BENDAHARA Darmawan

BIDANG KETAHANAN USAHA Wiwin Ichan

BIDANG INTERNAL Asep Suherman

BIDANG SOSIAL Charles Ginting

Page 55: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

107

unggulan yang ada di wilayah Binong Jati serta dapat mengkomunikasikan

dengan pihak – pihak yang terkait demi tercapainya tujuan tersebut. Dalam

mengkomunikasikan tujuan yang ingin dicapainya bidang – bidang kepengurusan

itu berperan sangat penting, misalnya bidang ketahanan usaha yang bertugas

untuk membantu para pengrajin yang terancam bangkrut karena kendala modal

ataupun bahan baku. Dengan adanya bidang ketahanan usaha ini berusaha

membantu agar pengrajin tersebut tetap bisa mempertahankan usahanya.

Selanjutnya bidang internal mengurusi masalah internal yang ada di industri

rajutan Binong jati seperti munculnya persaingan dalam pemasaran hasil produksi,

bidang internal ini berusaha memberikan solusi bagi kedua pihak yang

bermasalah. Dan yang terakhir bidang sosial yang berfungsi mengurus masalah

sosial pemilik usaha dan para pekerja rajutan (hasil wawancara dengan H. Abbas

Rohman tanggal 16 Januari 2010). Keberadaan Forum Komunikasi Pengusaha

Industri Rajutan Binong Jati Bandung (FOKUS RAJUT) pada awalnya dapat

berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan bidangnya masing – masing. Namun

hanya berjalan beberapa tahun saja, saat ini keberadaan organisasi tersebut hanya

seperti sebuah perkumpulan saja tidak banyak manfaat yang dirasakan oleh

anggotanya.

Selain kedua organisasi di atas, di industri rajutan Binong Jati Bandung

juga terdapat UPT (Unit Pelayanan Teknis) rajutan Binong Jati yang didirikan

tahun 2000. Tujuan awal didirikan UPT rajutan diharapkan secara efektif mampu

mendukung pengembangan industri kecil dan menengah agar dapat meningkatkan

perdagangannya melalui peningkatan kemampuan dan pengelolaan teknisi UPT

Page 56: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

108

dalam bidang teknologi dan manajemen. Selain itu pengembangan fungsi UPT

sebagai pusat pemasaran dan informasi yang menyediakan fasilitas produksi dan

tempat untuk konsultasi desain.

Tujuan lainnya dengan keberadaan UPT ini agar kerjasama antar para

pengusaha rajut dengan instansi pemerintah yang terkait dapat mudah dilakukan.

Dan pemerintah tentunya dapat berperan dalam melakukan pembinaan jangka

panjang agar kawasan rajut Binong Jati dapat lebih berkembang. Keberadaan UPT

ini memperlihatkan hasil yang positif yakni tahun 2000 kawasan Rajut Binong

Jati dijadikan oleh Pemerintah Kota Bandung menjadi Sentra Rajut di Kota

Bandung (Wawancara dengan Dedi Ruhiat tanggal 16 Januari 2010).

4.3.3. Keterlibatan Tenaga Kerja Industri Rajutan Binong Jati

Dalam perkembangan suatu industri khususnya industri kecil menengah,

selain upaya pemilik usaha untuk mengembangkan usaha yang dimilikinya,

keterlibatan tenaga kerja pun cukup penting karena tenaga kerja dapat dijadikan

sebagai ujung tombak kemajuan suatu industri. Yang dimaksud dengan tenaga

kerja adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di

luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk kebutuhan

masyarakat (Artoyo, dalam buku tenaga kerja perusahaan menurut pengertian dan

peranannya 1986:12). Tenaga kerja erat kaitannya dengan potensi sumber daya

manusia jika pekerja memiliki potensi yang baik dengan keterampilan kerja yang

tinggi maka usaha yang dirintis akan berjalan dengan lancar dan semakin

berkembang.

Page 57: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

109

Perkembangan sebuah industri tidak lepas dari adanya pengaruh tenaga

kerja. Industri - industri yang berkembang baik industri kecil maupun besar

menyadari akan pentingnya menetapkan pekerjaan sesuai dengan orangnya, yang

tidak hanya dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi juga dapat menyesuaikan

diri terhadap pekerjaannya. Penempatan dan pemilihan tenaga kerja dalam sebuah

industri baik industri kecil maupun besar merupakan hal yang harus diperhatikan.

Tenaga kerja tidak dapat lagi dipandang semata- mata sebagai salah satu faktor

produksi, tetapi lebih luas dari itu yaitu sebagai mitra kerja dalam berusaha. Pada

gilirannya hubungan industrial yang harmonis dan kemitraan akan memberikan

dampak positif terhadap kebijaksanaan sistem pengupahan, sekaligus memberikan

rasa ketenangan bagi pekerja.

Berkembangnya industri rajut Binong Jati menjadikan para pengusahanya

ingin lebih meningkatkan lagi menjadi sebuah industri rajut yang lebih dikenal

oleh masyarakat dan akhirnya dapat mendatangkan keuntungan tersendiri. Untuk

tetap mempertahankan keberadaan industri tersebut maka hal yang diperlukan

adalah selalu menciptakan design produk terbaru yang mengikuti perkembangan

jaman serta disukai oleh konsumen. Ide – ide yang dimunculkan tidak harus selalu

berasal dari para pengusahanya saja namun para pekerjanya pun dapat

memberikan ide yang dimilikinya.

Dengan ide yang dimunculkan oleh pekerja maka menjadikan produk rajut

semakin bervariasi dan tentunya pekerja tersebut akan mendapatkan reward dari

pengusaha tempatnya bekerja. Reward di artikan sebagai penghargaan yang di

berikan kepada seorang pekerja apabila pekerja tersebut telah menghasilkan ide

Page 58: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

110

ataupun design terbaru pada produk rajutan. Biasanya Reward yang diberikan

berupa bonus uang yang dapat menambah penghasilannya. Dengan adanya

reward yang diberikan oleh pengusaha maka dapat memacu para pekerja untuk

memunculkan ide – ide terbaru.

Hal tersebut terjadi pada usaha rajutan milik Suhaya Wondo, sejak tahun

2000 Wondo memberikan reward kepada pekerja yang dapat memberikan ide –

ide kreatifnya. Dengan hal tersebut semakin memacu pekerja yang lain untuk

memunculkan ide – ide produk terbaru, karena Wondo akan memberikan reward

berupa bonus yang cukup besar sehingga produk rajutan milik Wondo semakin

bervariatif. Dengan adanya hal tersebut menjadikan Wondo mendapatkan

keuntungan yang besar karena produknya disukai oleh konsumen (Wawancara

dengan Suhaya Wondo Tanggal 29 Januari 2010).

Upaya lain yang dilakukan oleh pengusaha rajut untuk lebih meningkatkan

usahanya yakni dengan memberikan pelatihan keterampilan membuat rajutan.

Walaupun rajutan yang diproduksi di industri rajut Binong Jati menggunakan

tenaga mesin namun untuk menggerakan mesin – mesin tersebut diperlukan juga

keahlian dan keterampilan para pekerjanya. Hal lainnya yang seharusnya

dilakukan oleh seorang pengusaha adalah memberikan fasilitas dan kemudahan

bagi pekerjanya misalnya fasilitas tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja

agar pekerja dapat menghemat ongkos, memberikan pinjaman ketika mereka ada

kebutuhan mendesak, ketika mereka sakit mendapatkan ijin untuk istirahat, ketika

pekerja wanita melahirkan memperoleh dispensasi untuk cuti serta diajak untuk

Page 59: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

111

rekreasi bersama keluarganya sehingga mereka dapat memberikan kinerja terbaik

yang mereka miliki.

Fasilitas dan kemudahan tentunya akan diberikan oleh setiap pemilik

usaha jika para pekerja dapat menunjukan tanggung jawabnya ketika bekerja.

Salah satunya dengan menunjukan etos kerja yang dimilikinya. Etos kerja adalah

ukuran serta cara diri seseorang dalam mempersepsi pekerjaannya serta

pandangan hidup yang dimilikinya (Saripudin, dalam buku Mobilitas dan

Perubahan Sosial 2005: 45). Pada dasarnya para pekerja rajutan Binong Jati

memiliki etos kerja yang tinggi dalam menekuni pekerjaan mereka sebagai

pekerja rajut. Mereka selalu berusaha untuk lebih meningkatkan lagi kualitas

kerjanya, misalnya dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pemerintah

Kota Bandung karena pekerjaan sebagai pekerja rajutan memerlukan ketelitian

dalam bekerja.

Sebenarnya etos kerja para pegawai rajut Binong jati cukup tinggi karena

alasan mereka cenderung tidak memiliki keterampilan lain selain membuat

rajutan. Mereka menekuni pekerjaan ini karena hanya ini jenis pekerjaan yang

bisa mereka kerjakan. Namun sayangnya, etos kerja tenaga kerja rajut Binong Jati

mempunyai posisi tawar rendah maksudnya adalah bagaimana para pekerja

tersebut dapat memberikan hasil kerja yang signifikan pada pekerjaan yang

ditekuninya apabila tidak disertai dengan peningkatan jumlah upah yang

diterimanya. Upah mingguan yang diterima pekerja rajut Binong jati hanya cukup

untuk kebutuhan hidup sehari – hari saja bahkan ada yang kurang tercukupi

kebutuhan hidupnya. Berdasarkan tabel 4.8 yang menunjukan jumlah upah yang

Page 60: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

112

diterima para pekerja rajut sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan laba

yang diperoleh pengusahanya.

Seharusnya para pengusaha tersebut bila telah merasa cukup untuk

memberikan upah dengan jumlah tersebut karena telah di atas UMR (Upah

Minium Regional) sebesar Rp. 660.0000 dan di tahun 2004 upah untuk pekerjaan

merajut dan linking sebesar Rp.1000.000 (terbesar) dan Rp. 600.000 (terkecil)

namun jumlah tersebut hanya untuk pekerjaan packing saja karena hanya

dikerjakan oleh perempuan yang bekerja untuk membantu pendapatan suaminya

maka akan lebih baik apabila para pengusaha tersebut memberikan fasilitas serta

kemudahan bagi pekerjanya agar mereka semakin meningkatkan kinerjanya untuk

kemajuan industri rajut Binong Jati Bandung.

Sebagai seorang pekerja, faktor lain yang mendorong mereka untuk

memiliki etos kerja yang tinggi walaupun dengan posisi tawar rendah dalam

menekuni pekerjaannya karena tuntutan ekonomi. Pekerjaan sebagai pekerja

rajutan memang tidak lantas cukup untuk memenuhi semua kebutuhan rumah

tangga yang semakin mahal namun pekerjaan ini cukup mampu untuk memenuhi

kebutuhan rumah tangga walaupun tidak berlebihan. Para pekerja selalu berusaha

bekerja semaksimal mungkin agar memperoleh upah yang lebih besar setiap

minggunya karena pembayaran upah dilakukan secara borongan/sesuai dengan

hasil pekerjaan yang dicapai. Kesadaran untuk bekerja lebih rajin dalam pekerjaan

ini diperlukan karena siapa yang bekerja lebih tekun maka akan memperoleh upah

yang lebih banyak.

Page 61: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

113

Selain etos kerja yang tinggi, sikap yang seharusnya dimiliki oleh para

pengrajin agar dapat meningkatkan usaha industri rajutan Binong Jati ini yakni

dengan bersikap loyal terhadap majikan. Sikap seperti ini sangat diperlukan bagi

kemajuan suatu usaha. Dengan bersikap loyal kepada majikan maka para pekerja

akan melakukan pekerjaan dengan lebih giat sehingga industri rajutan Binong jati

dapat semakin berkembang. Para pekerja rajutan Binong jati dapat dikatakan

memiliki sikap loyal terhadap majikan, hal tersebut terbukti dari wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada Bapak Dede salah satu pekerja yang telah bertahun

– tahun bekerja sebagai pengrajin disalah satu usaha rajutan yang ada di Binong

jati. Dia telah bekerja sebagai pengrajin selama hampir 15 tahun dan salah seorang

anaknya sama – sama menjadi pengrajin rajutan di tempat ia bekerja (wawancara

dengan Bapak Dede tanggal 23 Oktober 2009).

4.4 Konstribusi Industri Rajutan terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi

Masyarakat Binong Jati

Sub bab ini merupakan hasi analisis dari pertanyaan penelitian yang terakhir

mengenai kontribusi keberadaan industri rajutan Binong Jati terhadap kondisi

sosial ekonomi masyarakat Binong Jati Kecamatan Batununggal Kota Bandung.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Binong Jati tidak dapat dilepaskan dari

perkembangan industri rajutan yang telah berkembang berpuluh-puluh tahun dan

telah memberikan pengaruh yang beragam terhadap penyediaan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat sekitar.

Page 62: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

114

Sebagai bagian dari masyarakat industri, masyarakat Binong Jati telah

memiliki pandangan yang luas dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi

dalam kehidupan sosial ekonominya. Perubahan tersebut menjadi suatu dinamika

yang terjadi dalam kehidupan masyarakatnya. Berkembangnya industri rajutan

merupakan jalan bagi para pemilik usaha dan para tenaga kerjanya untuk

meningkatkan taraf hidupnya dan digunakan sebagai mata pencaharian yang dapat

mencukupi kebutuhan hidupnya. Berikut ini akan dijabarkan mengenai perubahan

yang terjadi dalam masyarakat Binong Jati dalam hal sosial dan ekonomi.

Keberadaan industri rajutan telah memberikan konstribusi yang besar

dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Binong jati sehingga

penghasilan yang diperoleh dengan adanya industri rajutan ini dapat mencukupi

kebutuhan pokok sehari – hari khususnya masyarakat yang terlibat langsung

dalam usaha rajutan ini. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang dimaksud oleh

peneliti yakni masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha rajutan ini yang

terdiri dari para pengusaha rajutan serta pekerjanya.

Keuntungan dan upah yang diperoleh pengusaha maupun pekerja rajutan

biasanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari seperti

membeli kebutuhan pokok dan sisanya untuk membeli kebutuhan yang lainnya.

Industri rajut Binong Jati merupakan salah satu usaha yang cukup mendatangkan

keuntungan. Keberadaan industri rajutan Binong Jati dapat dijadikan sandaran

ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adapun daftar harga –

harga bahan pokok di Kota Bandung Tahun 1991-2004 yang akan di uraikan pada

tabel di bawah ini.

Page 63: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

115

Tabel 4.11 Harga Tujuh Bahan Pokok Di Kota Bandung Tahun 1991-2004

TAHUN JENIS KOMODITI (RUPIAH)

BERAS

(KG)

IKAN ASIN

(KG)

MINYAK GORENG

(KG)

GULA PASIR

(KG)

GARAM

(BATA)

MINYAK TANAH

(LITER)

TELUR

(BUTIR)

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

609,05

601,32

574,17

760,00

871,88

890,21

937,85

1.994,92

2.309,58

2.058,60

2.299,93

2.833,71

2.906,20

2.657,55

2.749,58

2.879,62

2.240,00

2.432,00

2.774,17

3.567,22

4.540,90

10.113,69

15.539,08

14.208,84

15.172,90

16.808,54

16.750,39

17.070,83

966,89

1.590,78

1.066,25

1.758,00

1.654,90

1.558,89

2091,47

4.688,81

4.278,63

4.958,86

5.368,33

6.365,97

5.641,03

5.607,47

1.127,25

1.219,75

1.250,00

1.283,00

1.463,65

1.487,78

1.649,58

3.060,54

3.276,36

3.161,07

4.094,51

4.286,86

4.661,75

4.547,91

214,58

235,07

225,00

244,00

425,00

180,21

376,88

171,67

177,68

270,75

315,40

329,70

445,89

368,23

262,81

267,71

349,48

350,00

350,00

350,00

402,87

453,18

454,34

487,35

687,35

1.034,41

1.134,33

1.185,06

265,39

276,35

215,17

225,00

245,88

299,23

307,68

528,75

760,72

730,55

792,80

870,16

877,89

897,90

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandung (Statistik Harga Konsumen Kota Bandung Tahun 1991-2004)

Peneliti tidak mencantumkan dari tahun 1975 dikarenakan keterbatasan

sumber, yang peneliti temukan data hanya dari tahun 1991. Berdasarkan data

harga bahan pokok pada tabel di atas dapat diketahui bahwa setiap tahun harga

bahan - bahan pokok di Kota Bandung cenderung mengalami kenaikan. Walaupun

Page 64: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

116

sempat mengalami penurunan namun tidak terlalu banyak. Harga bahan

kebutuhan pokok ini nantinya akan berimbas pada upah para pekerja yang di

dapatkan dari pekerjaan mereka di industri rajutan Binong Jati Kota Bandung.

4.4.1. Kesejahteraan Pengusaha

Dari awal kemunculannya industri rajutan ini mengalami perkembangan

yang cukup baik, hal tersebut dapat dilihat dari pemasaran produknya yang

semakin meluas sampai ke pasar – pasar tradisional di seluruh Indonesia. Semakin

meluasnya pemasaran produk rajutan Binong Jati berpengaruh pula terhadap

keuntungan yang diperoleh para pengusaha rajutan sehingga tingkat kesejahteraan

para pengusaha dapat semakin meningkat serta tingkat kesejahteraan masyarakat

Binong Jati baik yang berhubungan secara langsung dengan industri rajutan

maupun yang tidak berhubungan langsung sama – sama dapat meningkatkan

kesejahteraan keluarganya.

Pengusaha yang berada di Industri rajutan Binong Jati Bandung terbagi

atas tiga kelompok, yakni pengusaha rajutan kelompok besar, pengusaha rajutan

kelompok menengah dan pengusaha rajutan kelompok kecil. Pembagian

kelompok tersebut berdasarkan jumlah modal dan tenaga kerja yang dimiliki oleh

para pengusaha tersebut. Untuk lebih jelasnya mengenai pendapatan para

pengusaha rajutan Binong Jati maka akan diuraikan melalui tiga sampel yakni

satu orang pengusaha rajutan kelompok besar, satu orang pengusaha rajutan

kelompok menengah dan satu orang pengusaha rajutan kelompok kecil. Berikut

adalah anggaran rumah tangga beberapa pengusaha rajutan Binong Jati yang

dijadikan sampel dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

Page 65: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

117

Suhaya Wondo merupakan salah satu pengusaha rajutan Binong Jati yang

terbilang sukses, beliau merintis usaha rajutan sejak tahun 1992. Usaha rajutan

yang dimilikinya termasuk kelompok pengusaha rajutan kelompok besar dengan

jumlah pekerja sebanyak 18 orang di tahun 2004. Rata – rata pendapatan perbulan

yang diperoleh Bapak Wondo di tahun 2004 Rp. 11.960.000. Keuntungan tersebut

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari, Wondo pada

tahun 2004 memiliki 4 orang anak (dua orang anak yang masih sekolah, dan dua

anak lagi Balita) serta 1 orang isteri sehingga beban keluarga yang ditanggung

oleh Wondo berjumlah 6 orang (wawancara dengan Wondo tanggal 23 Oktober

2009). Untuk lebih jelasnya mengenai perincian anggaran rumah tangga keluarga

Suhaya Wondo adalah sebagai berikut.

� Pendapatan per bulan tahun 2004 Rp.11.960.000

� Pengeluaran per bulan :

� Beras untuk 6 orang = 50 kg x @ Rp.2.700 = Rp. 135.000

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.25.000 = Rp. 750.000

� Biaya sekolah 2 orang anak* = Rp. 130.000

� Biaya Listrik = Rp. 100.000

� Biaya lain – lain * = Rp. 200.000 +

Jumlah Rp.1.315.000 -

Sisa Rp.10.645.000

Ket*

Biaya sekolah 2 orang anaknya SMP dan SD.

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Page 66: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

118

Berdasarkan perincian data tersebut maka diketahui bahwa Wondo

memperoleh keuntungan yang besar dari hasil usaha rajutan, sisa dari

penghasilannya digunakan kembali untuk modal proses produksi selanjutnya dan

sisanya untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya seperti membayar cicilan pada

bank, biaya kesehatan, membeli pakaian, perhiasan untuk isterinya, membeli alat

– alat rumah tangga, membeli kendaraan, membeli alat – alat elektronik, biaya

kegiatan sosial seperti melayat tetangga yang sakit, undangan perkawinan,

undangan sunatan dan sebagian lagi ditabung. Selain itu Wondo juga menyisihkan

penghasilannya untuk memperluas lahan usahanya dengan menambah tempat

untuk proses produksi rajutan. Dengan usaha rajut yang dimilikinya Wondo dapat

menunaikan ibadah umroh serta ibadah Haji (wawancara dengan Suhaya Wondo

14 November 2009).

Selanjutnya adalah Jamjam Hendarsah yang merintis usaha rajutan dari

tahun 1995. Usaha rajutan yang dimiliki Jamjam termasuk dalam usaha rajutan

menengah dengan memiliki 10 orang pekerja di tahun 2004. Rata – rata

pendapatan perbulan yang diperoleh Jamjam Hendarsah tahun 2004 sebesar Rp.

5.180.000 (wawancara dengan Jamjam Hendarsah Tanggal 14 November 2009).

Dalam mencukupi kebutuhan hidup, Jamjam pada tahun 2004 memiliki 2 orang

anak dan 1 orang isteri sehingga beban keluarga yang ditanggung oleh Jamjam

dan isterinya adalah 4 orang. Perincian anggaran rumah tangga Bapak Jamjam

adalah sebagai berikut.

Page 67: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

119

� Penghasilan selama satu bulan Rp.5.180.000

� Pengeluaran

� Beras untuk 4 orang = 30 kg x @ Rp.2700 = Rp. 81.000

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.20.000 = Rp.600.000

� Biaya sekolah 2 orang anak* = Rp. 80.000

� Biaya Listrik = Rp. 80.000

� Biaya lain – lain * = Rp. 150.000 +

Jumlah Rp. 991.000 –

Sisa Rp.4.189.000

Ket*

Biaya sekolah 2 orang yaitu SMP dan SD

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Pendapatan yang diterima Jamjam dalam setiap bulannya mampu

memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari. Dengan sisa penghasilan yang

didapatkan setiap bulannya dapat membeli peralatan rumah tangga yang sifatnya

sekunder. Bahkan dengan keuntungan yang diperolehnya dapat dipergunakan

untuk menunaikan ibadah Umrah dan ibadah Haji dengan isterinya. Selain itu sisa

pendapatannya digunakan untuk biaya kesehatan keluarga, menambah modal

usaha dan menabung untuk keperluan memperluas usahanya serta dipergunakan

juga sebagai donatur sebuah yayasan sosial (wawancara dengan jamjam

Hendarsah Tanggal 14 November 2009).

Pengusaha selanjutnya yang dijadikan sampel oleh peneliti adalah Endang

Suhandar. Beliau termasuk pengusaha rajutan kelompok kecil karena memiliki

Page 68: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

120

pekerja sebanyak 5 orang pada tahun 2004 dan penghasilan perbulannya sebesar

Rp. 2.700.000. Dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, Endang Suhandar

mempunyai tanggungan keluarga sebanyak 4 orang anak dan 1 orang isteri

sehingga beban yang ditanggung oleh Bapak dan isterinya sebanyak 6 orang.

Untuk lebih jelasnya maka akan diuraikan perkiraan biaya anggaran rumah tangga

Bapak Endang adalah sebagai berikut :

� Pendapatan tertinggi per bulan tahun 2004 Rp. 2.700.000

� Pengeluaran per bulan :

� Beras untuk 6 orang = 60 kg x @ Rp.2.700 = Rp. 162.000

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.20.000 = Rp. 600.000

� Biaya sekolah 4 orang anak* = Rp. 350.000

� Biaya Listrik = Rp. 120.000

� Biaya lain – lain * = Rp. 200.000 +

Jumlah Rp.1.432.000 -

Sisa Rp.1.268.000

Ket*

Biaya sekolah 4 orang anaknya 1 Perguruan Tinggi, 1 SMA dan 2 SD

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Berdasarkan perincian data di atas dapat diketahui bahwa sisa pendapatan

Endang digunakan untuk biaya kesehatan, membeli alat – alat rumah tangga,

biaya kegiatan sosial seperti melayat tetangga yang sakit, undangan perkawinan,

undangan sunatan dan ditabung. Beliau juga dapat menyekolahkan anaknya hingg

ajenjang perguruan tinggi dari hasil usaha rajutan yang dimilikinya. Sisa dari

Page 69: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

121

penghasilannya juga disisihkan untuk menambah modal usaha rajutan miliknya

(wawancara dengan Endang Suhendar tanggal 14 November 2009).

Berdasarkan perincian ketiga pendapatan para pengusaha rajutan tersebut,

maka dapat diketahui bahwa ketiga pengusaha rajutan ini berbeda dalam hal

pendapatan dan pengeluaran per bulannya. Hal tersebut dikarenakan jumlah

anggota keluarga tanggungan pun berbeda - beda. Sebagian besar keuntungan

yang didapatkan oleh para pengusaha selain untuk mencukupi kebutuhan

pokok/primer sehari – hari juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekunder

bahkan tersier seperti kendaraan motor, mobil mewah, rumah mewah serta

perhiasan. Dengan demikian maka dapat dikatakan ketiga pengusaha tersebut

dikatakan sejahtera dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan penghasilan

yang diperoleh tersebut maka menjadikan setiap pengusaha mampu memberikan

kebutuhan konsumsi yang lebih baik bagi keluarganya seperti daging, telur, ikan,

makanan laut (udang, kepiting) dan buah – buahan. Para pengusaha juga dapat

menyekolahkan anak – anaknya sampai jenjang yang lebih tinggi seperti SMA

bahkan perguruan tinggi (wawancara dengan Endang tanggal 14 November 2009)

Dan sisa penghasilan yang didapatkan tidak lupa disisihkan untuk

mengembangkan usaha rajutannya.

4.4.2. Kesejahteraan Tenaga Kerja

Masyarakat yang terjun langsung dalam usaha rajutan Binong Jati

Bandung telah dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Tingkat

kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini dapat dilihat dari jumlah

penghasilan/upah masyarakat yang terlibat langsung dalam usaha industri rajutan

Page 70: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

122

yakni tenaga kerja/pekerjanya. Para pekerja dalam industri rajutan ini diberikan

upah yang berbeda yang sesuai dengan posisi dan keahlian yang mereka miliki

serta jumlah produksi yang dapat mereka hasilkan. Upah yang diterima oleh

pekerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.

Untuk melihat tingkat kesejahteraan tenaga kerja industri rajutan maka

penulis menggunakan UMR (upah minimum regional) yang diterapkan oleh

Pemerintah Jawa Barat yang meliputi Kota Bandung tahun 2004 yakni sebesar

Rp. 22.000 per hari atau Rp. 660.000 per bulan (BPS Kota Bandung tahun 2004).

Peneliti akan mengambil sampel tenaga kerja Binong Jati sebanyak 4 orang.

Pekerja yang dijadikan sampel adalah pekerja yang telah berkeluarga sehingga

dapat dilihat sejauh mana upah yang mereka peroleh dari pekerjaannya dapat

memenuhi kebutuhan keluarganya. Berikut ini adalah daftar upah rata – rata

pekerja rajutan Binong Jati dalam satu bulan dan berdasarkan jenis pekerjaannya.

Tabel 4.12 Jumlah Upah Tenaga Kerja Industri Rajutan Binong Jati

Kota Bandung Tahun 2003 dan 2004

Nama Pekerjaan Upah perminggu Upah perbulan Dede Rajut Rp.250.000 Rp.1000.000

Kurnia Linking Rp.250.000 Rp.1000.000 Roni Setrika uap Rp.225.000 Rp.900.000 Sona Packing Rp.150.000 Rp.600.000

Sumber : Diolah berdasarkan wawancara dengan narasumber Dede, Kurnia, Roni dan Sona tanggal 23 Oktober 2009

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa upah yang

diterima para pekerja di industri rajutan Binong Jati berkisar antara Rp. 600.000 –

Rp. 1000.000 perbulan. Upah masing – masing pekerja berbeda menurut jenis

pekerjaannya dan upah yang didapat juga tidak tetap karena tergantung dari

Page 71: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

123

jumlah barang yang telah diselesaikannya. Upah tersebut sudah termasuk upah

makan namun jika ada kerja lembur maka upah akan ditambah sesuai dengan

barang yang dihasilkannya. Berikut ini akan diuraikan anggaran rumah tangga

tenaga kerja rajutan Binong Jati Bandung selama satu bulan.

Dede bekerja sebagai pekerja rajut pada industri rajutan Binong Jati

diberikan upah Rp. 1000.000 perbulan. Upah tersebut digunakan untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya yang terdiri dari satu orang isteri dan tiga orang anak.

Perincian anggaran rumah tangga dede adalah sebagai berikut.

� Upah rata – rata selama satu bulan Rp.1000.000

� Pengeluaran

� Beras untuk 5 orang = 30 kg x @ Rp.2700 = Rp. 81.000

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.10.000 = Rp.300.000

� Biaya sekolah 3 orang anak* = Rp. 80.000

� Biaya Listrik = Rp. 50.000

� Biaya lain – lain = Rp. 70.000 +

Jumlah Rp. 581.000 –

Sisa Rp. 419.000

Ket*

Biaya sekolah 3 orang yaitu SMA, SMP dan SD

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Berdasarkan rincian anggaran rumah tangga tersebut, kehidupan Dede

dapat dikatakan sejahtera karena upah yang diperolehnya selama satu bulan

sebagai pekerja rajut Binong Jati dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya

Page 72: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

124

sehari – hari. Sisa uang yang dimilikinya digunakan untuk keperluan yang lain

seperti membeli pakaian, biaya kesehatan, cicilan barang elektronik, dan ditabung.

Bila mendapat upah lembur maka Dede biasanya akan menggunakan untuk

ditabung (wawancara dengan Dede tanggal 24 Oktober 2009).

Kurnia bekerja sebagai pekerja linking pada industri rajutan Binong Jati

diberikan upah Rp. 1000.000 perbulan. Upah tersebut digunakan untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya yang terdiri dari satu orang isteri dan dua orang anak yang

satu usia sekolah dan satu lagi balita. Perincian anggaran rumah tangga Kurnia

adalah sebagai berikut.

� Upah rata – rata selama satu bulan Rp.1000.000

� Pengeluaran

� Beras untuk 4 orang = 25 kg x @ Rp.2700 = Rp. 67.500

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.10.000 = Rp.300.000

� Biaya sekolah 1 orang anak* = Rp. 30.000

� Biaya Listrik = Rp. 40.000

� Biaya lain – lain = Rp. 70.000 +

Jumlah Rp. 507.500 –

Sisa Rp. 492.500

Ket*

Biaya sekolah 1 orang yaitu SD

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Berdasarkan rincian anggaran rumah tangga tersebut, kehidupan Kurnia

dapat dikatakan sejahtera karena upah yang diperolehnya selama satu bulan

sebagai pekerja linking Binong Jati dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya

Page 73: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

125

sehari – hari. Sisa uang yang dimilikinya digunakan untuk keperluan yang lain

seperti membeli pakaian, biaya kesehatan, cicilan motor, dan sisanya ditabung

(wawancara dengan Kurnia tanggal 24 Oktober 2009).

Roni bekerja dibagian setrika uap pada industri rajutan Binong Jati diberikan

upah Rp. 900.000 perbulan. Upah tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya yang terdiri dari satu orang isteri dan satu orang anak yang masih

balita. Perincian anggaran rumah tangga Roni adalah sebagai berikut.

� Upah rata – rata selama satu bulan Rp.900.000

� Pengeluaran

� Beras untuk 3 orang = 20 kg x @ Rp.2700 = Rp. 54.000

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.7500 = Rp.225.000

� Biaya sekolah (belum usia sekolah/balita) = Rp. –

� Biaya Listrik = Rp. 50.000

� Biaya lain – lain * = Rp. 60.000 +

Jumlah Rp.389.000 –

Sisa Rp. 511.000

Ket*

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Berdasarkan perincian anggaran rumah tangga tersebut, kehidupan Roni

masih dapat dikatakan sejahtera karena upah yang diperolehnya selama satu bulan

sebagai pekerja setrika steam uap dapat mencukupi kebutuhan rumah tangganya

sehari – hari. Sisa uang yang dimilikinya digunakan untuk keperluan yang lain

Page 74: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

126

seperti membeli pakaian, biaya kesehatan, cicilan motor, cicilan barang elektronik

dan sisanya ditabung (wawancara dengan Roni tanggal 24 Oktober 2009).

Pada proses packing atu bagian finishing lebih banyak dilakukan oleh

perempuan. Mereka bekerja di industri rajutan Binong Jati ini untuk membantu

suami mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari – hari. Sona bekerja dibagian

packing dengan upah Rp. 600.000 perbulan. Upah yang didapatkan digunakan

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang terdiri dari satu orang suami dan

tiga orang anak. Suami Sona bekerja sebagai pedagang yang penghasilannya

perbulan RP. 700.000 setelah digabung dengan penghasilan suaminya, maka

pemasukan uang keluarga Ibu Sona sebesar Rp. 1.300.000 Berikut ini merupakan

perincian anggaran rumah tangga Sona yakni sebagai berikut.

� Penghasilan rata – rata selama satu bulan Rp.1.300.000

� Pengeluaran

� Beras untuk 5 orang = 30 kg x @ Rp.2700 = Rp. 81.000

� Membeli lauk pauk 30 x Rp.7500 = Rp.225.000

� Biaya sekolah 3 orang anak = Rp 100.000

� Biaya Listrik = Rp. 60.000

� Biaya lain – lain * = Rp. 100.000 +

Jumlah Rp.566.000 –

Sisa Rp. 734.000

Ket*

Biaya lain – lain (minyak goreng, minyak tanah, sabun, pasta gigi, sampo)

Page 75: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

127

Berdasarkan perincian anggaran rumah tangga tersebut diketahui bahwa

upah bekerja Sona dibagian packing memang dibawah UMR yang ditetapkan

pemerintah. Namun upah yang didapatkan Sona dengan bekerja di industri rajutan

Binong Jati dipergunakan untuk membantu suami mencukupi kebutuhan rumah

tangga sehari – hari jadi dengan upah tersebut masih dapat mencukupi kebutuhan

hidup keluarganya. Sisa uang yang dimiliki Sona digunakan untuk keperluan yang

lain seperti membeli pakaian, biaya kesehatan, cicilan barang elektronik, biaya

yang tidak terduga dan sisanya ditabung (wawancara dengan Sona tanggal 24

Oktober 2009).

Upah yang diterima oleh para tenaga kerja yang bekerja di industri rajutan

Binong Jati dapat dikatakan cukup sejahtera karena mereka dapat mencukupi

kebutuhan hidup sehari – hari bahkan ada sisa untuk keperluan lain yang tidak

terduga dan ditabung. Meskipun ada beberapa pekerja yang menerima upah di

bawah UMR yang ditetapkan pemerintah (bagian QC dan packing) namun pekerja

di bagian ini mayoritas perempuan dan mereka bekerja untuk membantu suaminya

mencukupi kebutuhan hidup sehari – hari.

Pada dasarnya upah yang diterima oleh pekerja digunakan untuk

memenuhi kebutuhan pokok seperti membeli beras, lauk pauk, biaya listrik dan

biaya sekolah anaknya. Untuk lauk pauk kebutuhan minimalnya tahu, tempe,

telur, sayuran dan ikan asin. Pada awal minggu mereka menerima upah dapat

menambah lauk pauk seperti membeli ikan dan daging. Dengan kondisi yang

seperti itu memperlihatkan bahwa pemenuhan gizi para pekerja dan keluarganya

Page 76: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

128

mencukupi karena bekerja sebagai buruh di industri rajutan Binong Jati terbukti

dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.

Berdasarkan pemaparan di atas dengan melihat penghasilan yang

diperoleh pengusaha dan upah pekerja dapat terlihat kesejahteraan hidup para

pengusaha rajutan dengan pekerja rajutan. Perbedaan kesejahteraan pengusaha

rajutan dengan pekerjanya dapat terlihat dari bangunan rumah masing – masing

dan kendaraan yang dimilikinya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti (Oktober tahun 2009) dapat digambarkan bahwa bangunan rumah yang

dimiliki pengusaha rajutan (Suhaya Wondo dan Jamjam Hendarsah) dapat

dikatakan sangat sejahtera, rumah mereka didirikan di atas tanah yang luas dan

bangunan rumah yang mewah. Bangunan rumah yang dimiliki oleh Wondo dan

jamjam tidak hanya satu rumah namun sampai dua rumah mewah di kawasan

Binong Jati dan dilengkapi juga dengan peralatan elektronik serta kendaraan

bermotor dan mobil yang tidak hanya satu tapi dua mobil. Sedangkan jika melihat

kesejahteraan hidup para pekerja, secara umum mereka hidup sederhana dan

rumah yang mereka miliki juga sederhana namun diantara mereka ada yang

memiliki kendaraan bermotor.

Perbedaan tingkat kesejahteraan antara pengusaha dengan pekerja

mengakibatkan munculnya perbedaan status sosial ekonomi di wilayah Binong

Jati. Dengan adanya perbedaan ini mengakibatkan setiap orang harus berusaha,

dan bekerja keras untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi dengan

meningkatkan kinerjanya dalam bekerja. Seorang pekerja pun jika memiliki

semangat dan mau bekerja keras tidak menutup kemungkinan dapat merubah

Page 77: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

129

status sosialnya kearah yang lebih baik. Adanya pelapisan sosial dan perbedaan

kedudukan dalam masyarakat Binong Jati tidak mengakibatkan adanya konflik

karena warga Binong jati masih memiliki sikap saling menghormati, menghargai

dan mau saling tolong menolong jika ada warga yang kesulitan.

4.4.3. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Binong Jati Dengan

Berkembangnya Industri Rajutan

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Binong Jati pada dasarnya tidak

terlepas dari keberadaan industri rajutan. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar

masyarakat Binong Jati menggantungkan hidupnya dengan bekerja pada usaha

rajutan ini. Industri rajutan ini mulai berkembang sejak tahun 1975 yang awalnya

dirintis dengan sistem makloon oleh beberapa orang warga Binong Jati, salah

satunya adalah Uju. Seiring dengan perkembangannya industri ini terus

mengalami kemajuan karena pada akhirnya banyak masyarakat yang tertarik

untuk ikut serta mengembangkan industri rajutan ini sehingga menjadikan

masyarakat sekitar wilayah Binong Jati menjadi masyarakat industri.

Masyarakat industri menurut Soemardjan dalam buku Sosiologi

Pembangunan (1989:112) yakni masyarakat yang merupakan satu bagian dari

masyarakat modern yang memiliki ciri dimana hubungan antar manusia

didasarkan pada kepentingan – kepentingan pribadi yang biasanya memiliki

tingkat individualitas yang tinggi. Ciri masyarakat tersebut tidak terdapat dalam

masyarakat Binong Jati. Tidak terjadinya sikap individualisme juga dikarenakan

industri yang berkembang di Binong Jati bukan industri besar namun indusri kecil

Page 78: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

130

yang lebih mengutamakan kekeluargaan yang menjadikan hubungan antar

masyarakat Binong Jati terjalin secara harmonis.

Sebagian masyarakat Binong Jati telah memiliki pandangan yang luas

dalam menyikapi setiap perubahan yang terjadi. Salah satunya adalah perubahan

sosial ekonomi yang menjadi salah satu dinamika dalam kehidupan masyarakat.

Berkembangnya industri rajutan Binong Jati merupakan jalan bagi masyarakat

untuk meningkatkan taraf kehidupannya dan sebagai mata pencaharian yang dapat

diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari – hari.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Binong Jati sebelum adanya

industri rajutan tidak memiliki kemajuan yang signifikan. Dalam hal mata

pencaharian, masyarakat Binong Jati pada umumnya bekerja sebagai buruh tani,

pedagang, buruh bangunan dan buruh pabrik. Dari masing – masing pekerjaannya

tersebut mereka memiliki penghasilan yang berbeda – beda. Dengan penghasilan

yang demikian maka akan berdampak pada kehidupan sosialnya, salah satunya

adalah kemampuan untuk memberikan fasilitas pendidikan pada anak – anaknya

menjadi terhambat karena penghasilan yang didapat kurang mencukupi.

Berkembangnya industri rajutan Binong Jati merupakan jalan bagi

masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Dengan bekerja sebagai

pekerja pada industri rajutan maka pendapatan yang dimiliki setiap bulannya

cukup untuk kebutuhan hidup sehari – hari bahkan memberikan pendidikan yang

layak untuk anak – anaknya. Adanya kesadaran untuk memberikan pendidikan

yang lebih baik pada anak – anaknya dikarenakan masyarakat Binong Jati telah

memiliki pandangan yang lebih maju mengenai pendidikan, mereka berharap

Page 79: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

131

dengan pendidikan dapat meningkatkan status sosial keluarganya. Meskipun tidak

semua pekerja rajut Binong Jati mampu memberikan pendidikan sampai jenjang

perguruan tinggi namun mereka tetap mengusahakan agar pendidikan yang

dicapai oleh anaknya melebihi pendidikan orang tuanya.

Kehidupan sosial pada masyarakat Binong Jati mengalami perubahan

walaupun secara lambat. Perubahan yang lambat dinamakan evolusi. Sama halnya

dengan yang diungkapkan oleh Suwarsono dan Alvin Y. (1991) dalam buku

perubahan sosial dan pembangunan di Indonesia bahwa teori evolusi merupakan

gejala perubahan sosial yang berjalan perlahan – lahan, sedikit demi sedikit dan

bertahap. Perubahan ini terjadi dari masyarakat sederhana ke masyarakat modern

yang memerlukan waktu yang lama untuk mencapai tahap terakhir. Perubahan

yang bersifat evolusi terjadi karena adanya usaha yang dilakukan untuk

menyesuaikan diri dengan kebutuhan – kebutuahn, keadaan dan kondisi baru yang

timbul sejalan dengan pertumbuhan suatu masyarakat.

Perubahan yang terjadi pada masyarakat terlihat dari bentuk rumah

sebagai tempat tinggal yang dari waktu ke waktu cenderung berubah dari yang

sederhana berubah menjadi lebih modern dengan menggunkan peralatan rumah

tangga yang serba elektronik yang sebelumnya hanya dimiliki oleh kalangan atas

saja. Kehidupan ekonomi seseorang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi

kehidupan sosial yang dijalaninya. Pada masyarakat Binong Jati yang mayoritas

mempunyai mata pencaharian di sektor industri rajutan terdapat hubungan yang

didasarkan pada kedudukannya dalam pekerjaan yakni antara bawahan (pekerja)

dengan atasan (pengusaha) yang kehidupan ekonominya berbeda.

Page 80: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

132

Kehidupan pekerja industri rajutan Binong Jati dapat dikatakan sederhana

karena upah yang mereka terima hanya cukup untuk kebutuhan hidup sehari – hari

berbeda dengan kondisi pengusaha yang lebih mapan dengan keuntungan yang

mereka dapatkan sangat besar. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari tempat

tinggal yang dimiliki pekerja yang masih sederhana bahkan ada beberapa pekerja

yang masih mengontrak rumah sedangkan tempat tinggal pengusaha sangat

mewah dengan fasilitas yang serba ada.

Dalam hal pembagian kerja pada industri rajutan Binong Jati, meskipun

tidak tertulis jelas namun terdapat struktur pembagian golongan pekerjaan yang

sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing – masing, hal tersebut

berkaitan erat dengan sumber daya manusia yang dimiliki. Pembagian kerja

tersebut diantaranya pekerjaan sebagai tukang rajut, linking, jahit, obras, setrika

uap, Quality Control serta Packing, pekerjaan tersebut harus dikerjakan dengan

sebaik mungkin karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap hasil akhir kualitas

produksi rajut Binong Jati.

Dengan adanya pembagian pekerjaan maka memungkinkan terciptanya

interaksi sosial antara pekerja dengan sesama pekerja dan pekerja dengan

pengusaha. Namun terjadinya interaksi sosial tidak hanya terdapat dalam

lingkungan kerja saja namun terjadi juga dengan masyarakat sekitar karena

perkembangan industri rajutan Binong Jati terkait juga dengan keberadaan

masyarakat di sekitar industri. Dengan interaksi yang cukup baik maka akan

tercipta suasana yang damai dan penuh dengan sikap saling menghormati dan

menghargai.

Page 81: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

133

Selain perubahan ekonomi yang ditimbulkan dengan adanya industri

rajutan berdampak pula pada kondisi sosial pekerja yakni mengalami yang

mobilitas sosial. Setiap pekerja memiliki kesempatan untuk merubah

kedudukannya dari lapisan sosial bawah menjadi lapisan sosial atas ataupun dari

lapisan sosial menengah ke lapisan sosial atas. Seperti yang dikemukakan oleh

Horton dan Hunt (1992: 36) mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak

perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial tersebut

dapat berupa peningkatan dan penurunan dalam segi status sosial yang mengalami

perubahan. Biasanya dari segi penghasilan yang dapat merubah status sosial

seseorang.

Mobilitas sosial dapat berlangsung dua arah yaitu peralihan individu atau

objek sosial dari satu kelompok ke kelompok lainnya yang masih sejajar dan

perpindahan individu atau objek lainnya dari satu kedudukan sosial ke kedudukan

sosial lainnya yang tidak sejajar. Hal ini dapat terlihat dari pekerjaan seseorang

yang pada awalnya hanya sebagai pekerja pada industri rajutan Binong Jati namun

dengan semangat dan kerja keras hingga sekarang dapat menjadi pemilik usaha

walaupun masih dalam tahap merintis dengan jumlah pekerja antar 1 – 3 orang.

Melihat kondisi seperti itu maka dapat dikatakan mobilitas sosial yang terjadi

pada pekerja tersebut merupakan suatu peralihan kedudukan dan tidak sejajar

maka hal tersebut dapat dikatakan gerak sosial secara vertikal.

Selain mobilitas sosial vertikal ada juga yang dinamakan mobilitas sosial

horizontal, contohnya seorang pengusaha rajutan yang awalnya hanya memiliki

pekerja sebanyak 5 orang namun dengan semangatnya untuk terus

Page 82: INDUSTRI RAJUTAN DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI …a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053913_bab_iv.pdf · Potensi lain yang ada di wilayah Binong Jati yang ... Berdasarkan data

134

mengembangkan usaha yang dimilikinya maka lama kelamaan usahanya dapat

terus berkembang hingga akhirnya ia memiliki pekerja sampai 20 orang.

Walaupun usahanya mengalami perkembangan namun ia tetap pada kedudukan

sebagai seorang pengusaha yang meningkat hanya jumlah pekerja yang ia miliki.

Dalam hal ini ia mengalami mobilitas sosial horizontal yang menurut Saripudin

dalam bukunya mobilitas dan perubahan sosial (2005 :10) mobilitas horizontal

adalah gerak orang perorangan dan kelompok yang berubah dari satu posisi ke

posisi yang lain namun masih dalam strata/ kedudukan yang sejajar.

Berdasarkan pemaparan diatas memberikan gambaran bahwa kehidupan

sosial ekonomi masyarakat di lingkungan industri rajutan Binong Jati berlangsung

secara harmonis karena adanya nilai kekeluargaan. Hal tersebut yang menjadi

perekat antar masyarakat sehingga keberadaan industri rajutan ini jelas

memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar baik dalam hal aspek

ekonomi maupun sosial karena dalam kehidupannya manusia akan selalu

mengalami perubahan dan penyesuaian dengan keadaan di sekitarnya untuk dapat

menciptakan lingkungan yang lebih baik.