Index Card

24
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Winkel (1983:15) menyatakan belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Menurut Sudjana (1997:5) belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek- aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989:3) menyebutkan bahwa “Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai sebagai hasil pengalaman individu itu sendir i dalam interaksinya dengan lingkungan”. Slameto (2003) mendefinisikan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Terdapat ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu : 1. Perubahan terjadi secara sadar. 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

description

Index Card

Transcript of Index Card

Page 1: Index Card

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Winkel (1983:15) menyatakan belajar adalah suatu aktivitas mental atau

psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai

sikap.

Menurut Sudjana (1997:5) belajar adalah proses perubahan tingkah laku

seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai

adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar

ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran,

sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-

aspek lain yang ada pada diri individu yang belajar.

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989:3) menyebutkan bahwa

“Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai sebagai hasil

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan”.

Slameto (2003) mendefinisikan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya. Terdapat ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam

pengertian belajar, yaitu :

1. Perubahan terjadi secara sadar.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.

5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Page 2: Index Card

7

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:729) menyebutkan ”belajar

adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung

pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil

tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”.

Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104)

menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas

ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian

belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang,

karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan

dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang

tersebut.

Dari pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar merupakan sebuah proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku.

Belajar pada mulanya adalah akibat dorongan rasa ingin tahu. Belajar sebagai

proses adalah kegiatan yang dilakukan secara sengaja melalui penyesuaian

tingkah laku dirinya guna meningkatkan kualitas kehidupan. Sedangkan belajar

sebagai hasil adalah akibat dari belajar sebagai proses. Sehingga seseorang yang

telah mengalami proses balajar akan memperoleh hasil berupa kemampuan

terhadap sesuatu yang menjadi hasil belajar.

Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pembelajaran adalah

proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Sementara itu Dimyati dan Mudjiono (2005) menjabarkan

bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain

intruktional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada

penyediaan sumber belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan

oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi

dengan lingkungannya.

Dari beberapa pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Page 3: Index Card

8

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi

proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar

dengan baik.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar sebagai proses atau aktifitas banyak dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Secara global, menurut Muhibbin Syah (1999:130), faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam bagian,

yakni: faktor internal siswa (jasmani dan rohani siswa), eksternal siswa

(lingkungan sekitar siswa), dan faktor pendekatan (strategi dan metode yang

digunakan siswa).

Selanjutnya, menurut Wasty (1998:113), faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar banyak sekali. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar,

dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: faktor stimuli belajar, faktor

metode belajar, dan faktor-faktor individual.

Sumadi Suryabrata (2002:233) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar ada dua macam, yaitu: faktor-faktor yang berasal dari luar

diri pelajar seperti faktor sosial dan non sosial, faktor-faktor yang berasal dari

dalam si pelajar seperti faktor fisiologis dan psikologis.

Dari beberapa pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi aktifitas belajar siswa ada dua jenis faktor, yaitu faktor

internal siswa, faktor eksternal siswa. Adapun faktor internal terdiri dari faktor

jasmaniah (fisiologis) dan psikologis (rohaniah) serta faktor kematangan fisik atau

psikis.Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan (keluarga,

masyarakat, dan kondisi alam) dan faktor non sosial.

1. Faktor Internal

Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor-faktor yang

yang mempengaruhi dalam belajar yang berasal dari dalam diri siswa berupa

Page 4: Index Card

9

kondidi fisiologis, psikologis, dan faktor kematangan fisik maupun psikis

siswa.

a. Aspek Fisiologis

Menurut Muhibbin Syah (1999:132) kondisi fisiologis pada umunya

dapat melatar belakangi kegiatan siswa dalam belajar. Keadaan jasmani

yang segar akan berbeda pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang

segar. Begitu juga dengan kondisi tubuh yang lemah akan berpengaruh

terhadap proses belajar siswa. Kondisi tubuh yang lemah berpengaruh pada

kualitas ranah cipta.

Di samping masalah kesehatan tubuh, yang melatar belakangi siswa

dalam belajar, fungsi-fungsi jasmani tertentu khususnya panca indera siswa

juga sangat mempengaruhi terhadap kemampuan siswa dalam belajar. Panca

indera yang dimaksud di sini adalah terutama penglihatan dan pendengaran.

Sehingga kondisi fisiologis yang menandai tingkat kebugaran organ-

organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan

intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Karena kondisi organ-organ

khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera

penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap

informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan dikelas.

b. Aspek psikologis

Menurut Muhibbin Syah (1999:132) banyak faktor yang termasuk

aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan

belajar siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada

umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: inteligensi,

sikap, bakat, minat, dan motivasi. Jadi, faktor-faktor psikologis adalah

keadaan psikologis seseorang yang mempengaruhi proses belajar. Akan

dibahas lebih rinci sebagai berikut:

1) Inteligensi Siswa

Menurut Slameto (2003:56) inteligensi adalah kecakapan yang

terdiri dari tiga jenis, yaitu kecakapan untuk menghadapi dan

menyesusikan diri dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,

Page 5: Index Card

10

mengetahui / menggunakan konsep yang abstrak secara efektif,

mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Ngalim Purwanto

(2002:107) mengatakan bahwa dapat tidaknya seseorang mempelajari

sesuatu dengan berhasil baik ditentukan/dipengaruhi oleh taraf

kecerdasannya.

Jadi, kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting

dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa.

Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang

individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin

rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai

kesuksesan belajar.

2) Sikap

Muhibbin Syah (1999:134) menegaskan bahwa sikap adalah gejala

yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau

merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang,

dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.

Dapat diartikan, sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh

perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau

lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang

negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru

yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang

dipilihnya.

Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan

yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian

sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya;

berusaha untuk menyajikan pelajaran yang dia punya dengan baik dan

menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan

senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi

yang dipelajara bermanfaat bagi diri siswa.

Page 6: Index Card

11

3) Bakat

Menurut Erni Emiyanti (2011:19), bakat dimaknai dengan potensi

seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa banyak tergantung pada upaya

pendidikan dan latihan. Oleh karena itu, manakala mata pelajaran yang

dipelajari siswa sesuai dengan bakat yang dimiliki maka hasil belajar

yang diperolehnya akan lebih baik dari pada mempelajari mata pelajaran

yang tidak sesuai dengan bakat yang dimilikinya.

4) Minat

Hilgard, sebagaimana dikutip oleh Slameto (2003:58), memberikan

pengertian bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk

memperhatikan dan mengenang terus menerus terhadap beberapa

kegiatan yang disertai rasa senang.

Keberadaan minat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa

tidak bisa disangkal lagi. Siswa yang tidak berminat mempelajari mata

pelajaran tertentu jangan diharapkan bahwa dia akan berhasil dengan

baik dalam mempelajari mata pelajaran tersebut. Sebaliknya, siswa yang

mempunyai minat (interest) tinggi dalam mempelajari mata pelajaran

tertentu, maka dapat dipastikan bahwa hasilnya akan lebih baik.

5) Motivasi

Menurut Sumadi Suryabrata (2002:12), motivasi adalah kondisi

psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

Motovasi merupakan pendorong bagi suatu organisme dalam melakukan

segala kegiatan, termasuk belajar.

Sebuah kegiatan dalam proses belajar yang dilakukan oleh siswa

akan kurang bergairah manakala tidak dibarengi dengan adanya motivasi.

Begitu juga sebaliknya, siswa akan semangat dalam belajar apabila

memiliki motivasi yang jelas.

Oleh karena itu, proses belajar mengajar merupakan hal yang

kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar.

Untuk bertindak belajar, siswa mengahadapi masalah-masalah secara

Page 7: Index Card

12

intern. Jika siswa tidak dapat mengetahui masalahnya, maka ia tidak

belajar dengan baik.

2. Faktor Eksternal

Sedangkan yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor-faktor

yang datang dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi proses belajar, baik

faktor lingkungan dan/atau faktor instrumental.

a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu

lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.

1) Lingkungan Sosial

Yang dimaksud dengan lingkungan sosial di sini adalah kondisi

keluarga dan masyarakat yang melingkupi siswa tersebut dalam proses

belajar. Faktor-faktor fisik dan sosial psikologis yang ada dalam keluarga

sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.

Ahmad Tafsir dalam Erni (2011:21) mengatakan bahwa, keluarga

merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses pendidikan.

Orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Dan dari

merekalah anak mula-mula menerima pendidikan secara alami dan

kodrati berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi

secara timbal balik antara orang tua dan anak. Karena itu, kondisi

keluarga, baik secara fisik maupun psikologis sangat menentukan

keberhasilan seseorang dalam belajar.

Selanjutnya, adalah kondisi masyarakat. Kondisi sosial menyangkut

hubungan siswa dengan masyarakat juga menentukan akan keberhasilan

siswa dalam belajar. Masyarakat dan segala sesuatu yang ada di

dalamnya seperti organisasi kemasyarakatan, bentuk kehidupan, serta

teman yang diajak bergaul oleh siswa sangat mendukung akan

keberhasilan siswa proses belajar.

Dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial sekolah seperti para

guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat

mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu menunjuk

Page 8: Index Card

13

sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang

baik dan rajin khususnya dalam hal belajar.

b. Lingkungan non-Sosial

Menurut Muhibbin Syah (1999:138) yang dimaksud dengan lingkungan

non sosial di sini adalah lingkungan alami. Lingkungan alami seperti keadan

suhu, kelembapan udara berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa.

Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada

belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Banyak yang

mengatakan bahwa belajar pada waktu pagi dan sore hari lebih efektif

daripada belajar pada waktu-waktu yang lain.

Berdasarkan pengertian diatas, kelompok faktor-faktor ini dapat

dikatakn juga tag terbatas jumlahnya. Alat-alat yang dipakai untuk

belajardan letak sekolah atau tempat belajar juga mempengaruhi proses

belajar.

2.1.3 Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,

tepat atau manjur. Menurut Hidayat (2012) menjelaskan bahwa Efektivitas adalah

suatu ukuran yang menyatakan beberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan

waktu) telah tercapai. Dimana semakin besar presentase target yang dicapai,

semakin tinggi efektivitasnya.

Dalam keterkaitannya dengan pembelajaran, Eggen dan Kauchak (1979)

mengemukakan bahwa, “Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif

dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa

tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini

tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan

keterampilan berfikir siswa”. Keefektifan pembelajaran yang dimaksud adalah

sejauh mana pembelajaran IPA berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan

pembelajaran yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar.

Efektifitas pembelajaran banyak bergantung pada kesiapan dan cara belajar

yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, baik dilakukan secara mandiri maupun

kelompok. Dalam hal ini, Mulyasa (2003) menekankan pentingnya upaya

Page 9: Index Card

14

pengembangan aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa di dalam proses

pembelajaran.

David. W. Johnson dan Roger. T. Johnson mengemukakan bahwa: teaching

efektiveness is the successul implementation of the components of intruction, yang

artinya keefektifan mengajar adalah implementasi yang berhasil dari komponen-

komponen pengajaran. Tiap-tiap komponen pengajaran mempunyai hubungan

dengan keterampilan guru. Guru-guru perlu terampil dalam :

1. menyusun tujuan-tujuan pengajaran,

2. mengimplementaskan struktur-struktur tujuan yang tepat,

3. merakit bahan-bahan dan sumber-sumber yang dibutuhkan murid-murid untuk

menyempurnakan tugas-tugas pengajaran,

4. menciptakan iklim belajar yang menyenangkan,

5. menilai dan melengkapi balikan kemajuan murid-murid sementara pengajaran

berlangsung,

6. menilai dan melengkapi balikan konsekuensi pengajaran yang diharapkan dan

yang tidak diharapkan.

Dari tinjauan teori yang dikemukakan, maka efektivitas pembelajaran

adalah suatu program pembelajaran berkenaan dengan masalah pencapain tujuan

pembelajaran, fungsi dari unsur-unsur pembelajaran, serta tingkat kepuasan dari

individu-individu yang terlibat dalam pembelajaran untuk mencapai hasil yang

tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, indikator efektivitas

pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang dapat dilihat dari ketuntasan

hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran.

2.1.4 Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2006:35) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Leo Sutrisno

(2008:25) mengemukakan hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan

siswa terhadap sasaan belajar pada topik bahasan yan dieksperimenkan, dan

diukur berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai

dengan sasaran belajar. Sedangkan Purwanto (2002:3) menyatakan bahwa hasil

Page 10: Index Card

15

belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yag telah

diberika kepada siswa dalam waktu tertentu.

Menurut Rusyan (2000:65) hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh

seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah

ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2003:102) hasil belajar merupakan

realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik

perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir, maupun

keterampilan motorik.

Hasil belajar adalah pernyataan kemampuan siswa dalam menguasai

sebagian atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang

dimiliki berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan

dalam kebiasaan bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek

atau sub aspek mata pelajaran tertentu (Depdiknas, 2003:5).

Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2010), ada tiga ranah (domain) hasil

belajar, yaitu:

1. Ranah afektif, merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap,

derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek;

2. Ranah psikomotor, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan

melakukan pekerjaan yang melibatkan anggota badan, kemampuan yang

berkaitan dengan gerak fisik;

3. Ranah kognitif, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir,

kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan

perolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan

dan penalaran.

Menurut Susianha (2009) hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi

oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu sendiri dan faktor

yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari

diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar

sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa

Page 11: Index Card

16

disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh

lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor

lainnya, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,

ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan psikis.

Selanjutnya Nasrun dalam Leo Sutrisno (2008) secara umum hasil belajar

dapat diartikan sebagai suatu hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan usaha atau

diperoleh dengan jalan keuletan bekerja yang dapat diukur dengan alat ukur yang

disebut dengan tes.

Berdasarkan uraian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang

menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar. Hasil belajar

merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat ukur

untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar

mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil belajar

itu tinggi, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar itu berhasil.

2.1.5 Metode Permainan

Felix Iwan Wijayanto (2006:1) mengatakan bahwa metode permainan

diharapkan dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih

menyenangkan dan menarik minat siswa supaya siswa dapat belajar secara

optimal, tanpa beban dan tekanan. Hal ini didasari hakekat manusia sebagai

makhluk bermain (homo ludens). Dengan ungkapan lain, tak ada permainan yang

tidak menyenangkan, atau jika ada suatu aktivitas yang tidak menyenangkan,

pasti itu bukan permainan. Menurut Suherman dalam Dian Murni (2010:25)

mengatakan bahwa :

Permainan IPA adalah suatu kegiatan yang menggembirakan yang dapat

menunjang tercapainya tujuan instruksional IPA. Tujuan ini dapat

menyangkut aspek kognitif, psikomotor, atau afektif. ... Permainan yang

mengandung nilai-nilai IPA dapat meningkatkan keterampilan, penanaman

konsep, pemahaman, dan pemantapannya; meningkatkan kemampuan

menemukan, memecahkan masalah dan lain-lainnya. Yang begini harus

banyak dipakai, terpadu dengan kegiatan belajar mengajar (Suherman,

2003: 216).

Page 12: Index Card

17

Menurut Felix Iwan (2006:1) Permainan individu adalah permainan yang

dilakukan secara perorangan, biarpun semua peserta melakukan aktivitas

permainan yang sama namun masing-masing berlaku sebagai pemain yang

berdiri sendiri.

Felix juga menambahkan bahwa dalam permainan haruslah memiliki

tujuan, diantaranya yaitu :

1. Permainan pengakraban (ingrouping game)

adalah permainan yang bertujuan mendorong peserta untuk saling mengenal

dan mengakrabkan din' satu sama lain; biasanya dilakukan di awal proses

program pendidikan.

2. Permainan penyegaran/penambah semangat (energizing game)

adalah permainan yang bertujuan menyegarkan dan menyemangati peserta

ketika kondisi din mereka (secara umum) belum/sudah tak lagi terlalu

bersemangat/bergairah dalam mengikuti proses program pendidikan.

3. Permainan pemecah kebekuan suasana (icebreaking game)

adalah permainan yang bertujuan menetralisir suasana kaku/beku dalam proses

program pendidikan, entah disebabkan terjadinya ketegangan antar peserta,

antara peserta dan fasilitator atau antara pesertaJfasilitator dengan pihak lain

dan luar arena program pendidikan.

4. Permainan bertema (thematic game)

adalah permainan yang bertujuan menyampaikan, menggali, mengolah tema

materi tertentu untuk memudahkan peserta menyadari, memahami atau sekedar

memicu ketertarikan/minat/motivasi mereka untuk mempelajari lebih lanjut

dengan metode lain berikutnya.

2.1.6 Metode Index Card Match

2.1.6.1 Pengertian Metode Index Card Match

Menurut Erni Emiyanti (2011:26) metode Index Card Match (mencari

pasangan jawaban) yaitu suatu cara yang digunakan pendidik dengan maksud

mengajak peserta didik untuk menemukan jawaban yang cocok dengan

pertanyaan yang sudah disiapkan. Erni juga menambahkan bahwa metode Index

Card Match merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan kartu,

Page 13: Index Card

18

dimana kartu tersebut berisi soal dan sekaligus jawabannya. Metode ini berpotensi

membuat siswa senang. Unsur permainan yang terkandung dalam metode ini

tentunya membuat pembelajaran tidak membosankan. Tentu saja penjelasan

aturan permaian perlu diberikan kepada siswa agar metode ini menjadi lebih

efektif.

Untuk penggunaan, kartu tersebut dibagikan kepada seluruh siswa dan siswa

berfikir sejenak apa yang cocok untuk jawaban pertanyaan yang ada di kartu

tersebut dan mencari jawabannya yang ada di kartu yang lainnya. Keadaan ini

menggambarkan bahwa kegiatan proses belajar mengajar dikelas tidak hanya

berupa penyajian informasi saja, siswa datang duduk dan mendengarkan, tetapi

siswa juga ikut berperan aktif dalam berlangsungnya proses belajar mengajar.

Proses pembelajaran semacam ini tidak harus didalam kelas, bisa juga diluar kelas

agar peserta didik tidak merasa bosan sebab penyakit yang banyak diderita peserta

didik selama mengikuti pelajaran adalah kejenuhan.

Menurut Hisyam Zaini (2008:66) metode Index Card Match merupakan

metode pembelajaran yang cukup menyenangkan yang digunakan guru dengan

catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih

dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal

pengetahuan. Metode Index Card Match tidak hanya digunakan dalam mata

pelajaran IPA saja, tetapi dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lainnya.

Berdasarkan pernyataan tersebut, didalam metode ini terdapat education

game dalam artian suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat

merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik.

2.1.6.2 Sintak atau Langkah-langkah Metode Index Card Match

Menurut Zaini (2008:67) secara umum langkah-langkah pembelajaran

dengan Index Card Match adalah sebagai berikut

1. Buatlah potongan-potongan kertas (kartu) sejumlah siswa dalam kelas.

2. Bagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.

3. Tulis soal tentang materi yang telah siswa pelajari pada setengah bagian

kertas yang telah disiapkan sehingga selanjutnya disebut sebagai kartu

soal.

Page 14: Index Card

19

4. Pada separuh kertas lain, tulis jawaban dari soal-soal pada kartu soal

sehingga selanjutnya disebut sebagai kartu jawaban.

5. Kocoklah semua kertas sehingga kartu soal dan kartu jawaban tercampur.

6. Beri setiap siswa satu buah kartu. Jika kelas termasuk kelas besar, maka dapat

dilakukan modifikasi dengan cara memberikan satu buah kartu untuk 2 siswa.

7. Minta siswa untuk menemukan pasangan kartu mereka. Jika ada yang sudah

menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga

agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada

kelompok yang lain.

8. Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap

pasangan secara bergantian, untuk membacakan soal yang diperoleh dengan

keras kepada teman-teman yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh

pasangan-pasangan yang lain sehingga memungkinkan terjadinya diskusi.

9. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.

Penggunaan metode tentunya juga perlu manajemen waktu yang tepat

khsususnya saat digunakan pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak.

Guru juga harus siap dengan soal yang bervariatif. Pembacaan soal dan jawaban

yang dilakukan oleh tiap-tiap pasangan jika jumlah siswa banyak akan memakan

waktu tidak sedikit, disamping itu berpotensi mengakibatkan kebosanan pada

siswa. Metode ini terkendala dilakukan jika jumlah siap tidak genap. Namun

demikian dengan modifikasi dan menyesuaikan dengan kondisi siswa dan materi

pelajaran yang ada metode ini tetap menarik untuk diterapkan.

Sintak atau Langkah-Langkah metode Index Card Match (ICM) dalam

Kegiatan Pembelajaran

1. Guru menyampaikan atau mempresentasikan materi pembelajaran.

2. Guru menjelaskan pada siswa bahwa kartu yang berwarna merah merupakan

kartu soal, dan kartu yang berwarna merah muda merupakan kartu jawaban.

3. Sampaikan pada siswa bahwa mereka harus mencari atau mencocokkan kartu

yang dipegang dengan kartu dari siswa lain warna yang berbeda. Guru perlu

menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan pada siswa.

4. Guru membagikan kartu index pada tiap siswa.

Page 15: Index Card

20

5. Jika mereka telah menemukan pasangannya, mintalah pasangan untuk duduk

berdampingan. Dan guru memberikan poin pada tiap siswa yang menemukan

pasangannya sebelum batas waktu yang telah ditentukan. Terangkan juga agar

mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada kelompok

yang lain.

6. Jika batas waktu yang telah ditentukan telah habis, maka bagi siswa yang

belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul sendiri.

7. Mintalah satu pasangan untuk membacakan soal berserta jawabannya.

Pasangan yang lain dan siswa yang tidak mendapatkan pasangan

memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau

tidak (hal ini memungkinkan terjadinya diskusi).

8. Guru memberikan konfirmasi tetang kebenaran pasangan tersebut.

9. Minta pasangan berikutnya untuk membacakan soal beserta jawabannya,

begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.

2.1.6.3 Tujuan Penerapan Metode Index Card Match

Menurut Zaini (2008:69) tujuan penerapan metode Index Card Match ini,

yaitu untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat

pemahamannya terhadap suatu materi pokok.

Dengan metode Index Card Match ini siswa akan lebih semangat dan

antusias dalam belajarnya dan lebih cermat dan mudah untuk memahami dan

mengingat suatu materi pelajaran. Dalam metode index card match, pengajar

juga sangat senang bila peserta didik berani mengungkapkan gagasan dan

pandangan mereka, berani mendebat apa yang dijelaskan pengajar karena

mereka melihat dari segi yang lain. Untuk itu, pengajar selalu memberikan

kesempatan bagi peserta didik untuk mengungkapkan gagasan-gagasan alternatif

mereka, pengajar akan sangat senang dan menghargai peserta didik yang dapat

mengerjakan suatu persoalan dengan cara-cara berbeda dengan cara yang baru

saja dijelaskan pengajar. Kebebasan berpikir dengan berpendapat sangat dihargai

dan diberi ruang oleh pengajar. Hal ini akan berakibat pada suasana kelas, artinya

suasana kelas akan sungguh hidup, menyenangkan, tidak tertekan, dan

menyemangati peserta didik untuk senang belajar.

Page 16: Index Card

21

Dalam penelitian ini metode Index Card Match digunakan untuk mendalami

materi. Oleh karena itu persiapan yang perlu dilakukan yaitu:

1. Membuat beberapa pertanyaan sesuai materi yang dipelajari. Tulis pada kartu-

kartu pertanyaan.

2. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat. Tulis

dalam kartu-kartu jawaban. Agar ada perbedaaan pada kartu jawaban dan kartu

soal, di buat beda warna.

3. Jumlah kartu soal dan kartu jawaban disesuaikan dengan jumlah siswa.

Misalkan jumlah siswa 28 anak, berarti kartu soal berjumlah 14 dan kartu

jawaban juga berjumlah 14.

4. Agar siswa antusias dalam melakukan permainan Index Card Match, siswa

bersama guru membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang

berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal yang telah disepakati bersama.

5. Sediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil.

Zaini (2008:69) juga menambahkan, bahwa metode Index Card Match

mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangannya, yaitu sebagai berikut :

Kelebihan metode Index Card Match

1. Dapat maningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2. Karena terdapat unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.

4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa.

5. Efektif melatih kedisiplinan siswa dalam menghargai waktu untuk belajar.

Kelemahan metode Index Card Match

1. Jika guru tidak merancang dengan baik, maka banyak waktu yang akan

terbuang.

2. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, pada saat siswa membacakan

kartunya banyak siswa yang kurang memperhatikan yang akan menjadikan

suasana menjadi ramai.

3. Menggunakan metode Index Card Match secara terus menerus akan

menimbulkan kebosanan .

4. Metode ini terkendala dilakukan jika jumlah siswa tidak genap.

Page 17: Index Card

22

Jadi, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari metode ini akan tercipta

suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian, saat metode tersebut

diterapkan pada jam pelajaran terakhir pun, siswa tetap antusias belajar.

Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah ada siswa yang mengambil jalan

pintas dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan jawaban.

Solusinya mengurangi poin bagi siswa yang membantu dan yang dibantu. Dan

agar metode ini tidak terkendala karena jumlah siswa yang ganjil, maka dapat

modifikasi dan disesuaikan dengan kondisi siswa.

2.1.7 Mata Pelajaran IPA di SD

IPA berasal dari kata Sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso dalam

Diana Rochintaniawati (2010:30) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia

yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui

metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara

universal.

Sedangkan menurut Abdullah dalam Diana (2010:30), IPA merupakan

pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau

khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,

penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait

mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Dari pendapat di atas maka

dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan

manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang

berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang

bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.

IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) sebagai suatu ilmu memiliki obyek kajian

berupa benda, fakta, konsep, fenomena alam, sistem, dan teknologi. IPA

merupakan suatu ilmu yang mempunyai cakupan yang sangat luas, yang terdiri

dari beberapa cabang disiplin ilmu seperti Biologi, Kimia, Fisika, Zoologi, Botani,

Astronomi, Ilmu Kesehatan dan lain-lain.Maka dari itu IPA selalu berhubungan

erat dengan semua aspek kehidupan sehari-hari.

Page 18: Index Card

23

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD dan MI oleh

Refandi (2006:37) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI diantaranya bertujuan

agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat.

Menurut Drs. Sri Harsono (1993:7) dalam makalah berjudul “Menuju

Pembelajaran Sains Sesuai Kiblat dan Karakteristiknya” belajar sains tidak hanya

menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta diaplikasikan kedalam

bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yaitu teknologi

Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar

Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah kegiatan

pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Sandall & Barbara (2003) dalam Diana

Rochintaniawati (2010:32) tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah

membangun rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya,

dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta

mengkomunikasikannya. Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam

tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam

peraturan menteri (PERMEN) No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi sebagai

cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi

ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan

perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri”.

Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran standar isi

PERMEN No. 22 tahun 2006. Berdasarkan PERMEN No. 22 tahun 2006 mata

Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya;

Page 19: Index Card

24

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat;

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar

memecahkan masalah dan membuat keputusan;

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan

melestarikan lingkungan alam;

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Dengan melihat rumusan tujuan yang tertuang dalam PERMEN No.22

tahun 2006, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA di Sekolah

Dasar mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini menunjukkan

bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar bedasarkan PERMEN No. 22 tahun

2006 tentang Standar Isi mengandung ketiga unsur hakikat pembelajaran IPA,

yaitu sebagai proses, produk dan nilai.

Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar

Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan

sebagai berikut:

1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil

pengamatannya secara lisan dan tertulis;

2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan

tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahluk

hidup dengan lingkungannya;

3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta

fungsinya dan perubahan pada makhluk hidup;

4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan

wujud benda dan kegunaanya;

Page 20: Index Card

25

5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatnya;

6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan

permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia

(PERMEN No. 23 Tahun 2006).

Ruang lingkup IPA

Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek

berikut.

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya

dan pesawat sederhana

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

2.1.8 Pembelajaran Konvensional

Menurut Sagala (2003:187) pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional.

Pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah

siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas.

Pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk

dan pasif mendengarkan penjelasan guru.

Menurut Sanjaya (2008), pembelajaran klasikal mempunyai beberapa

karakteristik, yaitu proses pembelajaran berorientasi pada guru, siswa sebagai

objek belajar, kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu, dan

tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Sedangkan

Slameto (2003:6) mengatakan guru yang mengajar dengan metode ceramah saja

menyebabkan siswa menjadi bosan dan pasif

Suherman (2003: 257) juga mengatakan bahwa dalam pembelajaran klasikal

guru sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran klasikal tidak dapat melayani kebutuhan belajar siswa secara

individu.

Page 21: Index Card

26

Sedangkan menurut Djamarah dalam Muhammad kholik (2011)

mengatakan bahwa metode pembelajaran konvensional adalah metode

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak

dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru

dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran

sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan

penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.

Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional

Menurut Kholik (2011) secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:

1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima

pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari

informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.

2. Belajar secara individual.

3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4. Perilaku dibangun atas kebiasaan.

5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.

8. Interaksi di antara siswa kurang.

9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar.

Dalam pembelajaran konvensional terdapat metode-metode yang berpusat

dari guru, salah satunya yaitu metode tanya jawab. Metode tanya jawab adalah

metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang

bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan

siswa. Metode ini sudah dikenal sejak lama sebelum lembaga pendidikan formal

ada. Pendidikan pada waktu itu dilaksanakan pada tempat-tempat umum dan tidak

memakai alat belajar sama sekali. Mereka, yaitu guru dan para murid hanya

memanfaatkan pikiran, pembicaraan, dan pendengaran saja dengan ditambah

obyek-obyek nyata di alam sebagai contoh dan peragaan. Tokoh yang paling

terkenal menerapkan metode ini adalah Sokrates.

Page 22: Index Card

27

Teknik bertanya merupakan keterampilan berpikir dan berbicara. Oleh

karena itu ia tidak dapat disiapkan secara mendadak. Kegiatan guru yang paling

menonjol adalah bertanya dan memperhatikan jawaban para siswa serta

memberikan dorongan agar aktif berpikir dan menjawab pertanyaan.

Langkah-langkah pembelajaran dengan metode tanya jawab adalah :

1. Guru mengawali menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan materi yang

dibahas.

2. Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaan itu.

3. Bila jawaban yang diberikan oleh siswa kurang tepat atau salah, guru

memberikan pertanyaan baru yang sifatnya menggiring pikiran siswa agar ia

sadar bahwa jawaban yang diberikannya kurang tepat. Bila tetap tidak bisa

menjawab dengan benar maka pertanyaan tersebut dilemparkan kepada siswa

yang lain.

4. Bila siswa masih kesulitan mencari jawaban, maka guru membantu mencari

jawaban dengan menunjukkan alat peraga yang relevan.

5. Bantuan kepada proses berpikir dapat pula berupa contoh-contoh kongkrit yang

terdapat di masyarakat atau lingkungan.

6. Bila dengan bantuan tersebut siswa belum juga menjawab dengan tepat, guru

memberi kesempatan kepada para siswa untuk bertanya jawab antar siswa.

7. Tanya jawab tersebut seringkali dilanjutkan dengan tanya jawab segi tiga, yaitu

guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.

8. Bila segala model tanya jawab tersebut menemui jalan buntu, dalam arti tidak

ada satupun siswa yang menjawab pertanyaan dengan tepat, maka gurulah

yang turun tangan menjawab pertanyaan itu yang biasanya dilengkapi dengan

penjelasan yang cukup mendalam agar siswa benar-benar memahaminya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan

penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian.

Adapun penelitian yang terdahulu diantara sebagai bertikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sri Hardiyanti (2010) yang

berjudul Meningkatkan Nilai Tes Formatif Siswa dengan Menerapkan Model

Page 23: Index Card

28

Pembelajaran Index Card Match Pelajaran IPA Semester I pada Siswa Kelas V

SD Negeri 01 Botok Tahun Ajaran 2009/2010. Dari penelitian tersebut didapat

hasil penerapan metode Index Card Match dapat meningkatkan hasil belajar pada

mata pelajaran IPA.

Kedua, Erni Emiyanti (2011) yang berjudul Penerapan Metode Index Card

Match untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS

Terpadu Kelas VII A Mts. Erni Menyimpulkan bahwa menerapkan metode Index

Card Match dalam pembelajaran memudahkan siswa memahami pelajaran karena

dalam pembelajaran ini siswa disuguhkan pada situasi untuk berdiskusi sehingga

saling berinteraksi satu sama lain yang mirip pada kehidupan sehari-hari. Hasil itu

terlihat dari perolehan prestasi belajar yang meningkat.

Kedua penelitian tersebut walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian ini menekankan pada

efektifitas penggunaan metode Index Card Match dalam mempengaruhi hasil

belajar siswa dalam pembelajaran IPA.

2.3 Kerangka Berpikir

IPA dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang susah untuk

dimengerti. Dalam tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA,

siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang

diterimanya. Tetapi pada kenyataannya, siswa sering kali tidak memahami atau

mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut.

Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan metode yang dapat menjadikan

siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta siswa mampu mencapai proses belajar

yang ideal. Melalui metode Index Card Match diharapkan dapat memberikan cara

dan suasana baru yang menarik dalam pengajarannya khususnya pada mata

pelajaran IPA. Metode Index Card Match merupakan suatu metode pembelajaran

yang menggunakan kartu, dimana kartu tersebut berisi soal dan sekaligus

jawabannya. Metode ini berpotensi membuat siswa senang. Unsur permainan

yang terkandung dalam metode ini tentunya membuat pembelajaran tidak

membosankan. Tentu saja penjelasan aturan permaian perlu diberikan kepada

siswa agar metode ini menjadi lebih efektif.

Page 24: Index Card

29

Aktivitas belajar yang dirancang dalam metode pembelajaran Index Card

Match (ICM) memungkinkan siswa dapat belajar lebih menyenangkan disamping

menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan

belajar.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, kajian hasil penelitian yang

relevan dan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

bahwa terdapat perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan pada mata

pelajaran IPA yang dilaksanakan menggunakan metode Index Card Match (ICM)

dan metode pembelajaran konvensional. Rincian rumusan hipotesis dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut :

H0 : yX1 = yX2

“Tidak ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara

penggunaan metode Idex Card Match (ICM) mata pelajaran IPA siswa kelas

V SD Negeri 02 Kemloko dengan penggunaan metode pembelajaran

konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri

Sumberagung semester II tahun pelajaran 2011/2012”.

Ha : yX1 ≠ yX2

“Ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara

penggunaan metode Idex Card Match (ICM) mata pelajaran IPA siswa kelas

V SD Negeri 02 Kemloko dengan penggunaan metode pembelajaran

konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri

Sumberagung semester II tahun pelajaran 2011/2012”.