Imunitas Pimpinan KPK Sebuah Perlindunga
-
Upload
muhammad-taufiq-hidayat -
Category
Documents
-
view
237 -
download
4
description
Transcript of Imunitas Pimpinan KPK Sebuah Perlindunga
IMUNITAS PIMPINAN KPK
Oleh:
Patty Regina
Rafli Fadilah Achmad
Valeryan Natasha
KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI 2015
Universitas Indonesia
Depok
April 2015
1
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Kami yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Patty Regina Nama : Rafli Fadilah
NPM : 1106056075 NPM : 1206246313
Program Studi : Ilmu Hukum Program Studi: Ilmu Hukum
Nama : Valeryan Natasha
NPM : 1206251471
Program Studi: Ilmu Hukum
Menyatakan bahwa artikel imiah yang berjudul :
IMUNITAS PIMPINAN KPK
Benar-benar merupakan hasil karya pribadi dan seluruh sumber yang dikutip
maupun dirujuk telah kami nyatakan dengan benar. Demikian pernyataan ini kami
buat dengan sebenarnya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, kami siap untuk
didiskualifikasi dari kompetisi ini sebagai bentuk tanggung jawab kami.
Depok, 12 Mei 2015
(Patty Regina) (Rafli Fadilah Achmad) (Valeryan Natasha)
2
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................4
II. PEMBAHASAN .................................................................................................5
II.1. Argumen Pro Imunitas Pimpinan KPK .................................................. 5
II.1.1. Melindungi Pimpinan KPK dari Ancaman ‘Kriminalisasi’..................5
II.1.2. Pimpinan KPK Pantas Mendapatkan Perlindungan Hak Imunitas.......7
II.1.3. Perbandingan Ketatanegaraan...............................................................9
II.2. Argumentasi Kontra Imunitas Pimpinan KPK .................................... 10
II.2.1. Hak Imunitas Bertentangan Dengan Prinsip Persamaan di Muka
Hukum............................................................................................................10
II.2.2. Ketiadaan Urgensi Pemberian Imunitas Bagi Pimpinan KPK............11
II.2.3. Hak Imunitas Rentan Untuk Disalahgunakan.....................................12
III. PENUTUP........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 17
3
I. PENDAHULUAN
Korupsi masih marak dan menjadi masalah yang krusial di Indonesia.
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index / CPI) tahun
2011 yang dikeluarkan oleh Transparency International, Indonesia menempati
skor CPI sebesar 3,0, naik 0,2 dibanding tahun sebelumnya sebesar 2,8. Skor
tersebut diperoleh dari hasil survei yang dilakukan terhadap 183 negara di dunia.
dalam Indeks Persepsi Korupsi tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-100.1
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk untuk meningkatkan
pemberantasan tindak pidana korupsi perlu secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan.2 Pembentukan ini didasari pada kekhawatiran bahwa lembaga
pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi sebelum berdirinya
KPK belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana
korupsi.3 Untuk menjalankan fungsi KPK sebagaimana yang diharapkan pada
awal pembentukannya, tentunya para pimpinannya sebagai ujung tombak harus
dipastikan berada pada keadaan yang kondusif untuk melaksanakan peranannya.
Isu yang sedang menjadi bahan kontroversi belakangan ini adalah terkait
pemberian imunitas bagi para pimpinan KPK. Ide ini awalnya dikemukakan oleh
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, yang
menganjurkan Presiden untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Perundang-
undangan (Perppu) yang berisi pemberian imunitas bagi para pimpinan KPK.
Latar belakang dari ide yang diwacanakan oleh Denny adalah adanya trend
‘kriminalisasi’ pimpinan KPK, yang bagi beberapa kalangan dilihat sebagai usaha
untuk melumpuhkan kinerja KPK sebagai suatu institusi. Sebut saja dua dari
pimpinan KPK yang dalam jangka waktu kurang dari setengah tahun ini terpaksa
mundur sementara dari jabatannya akibat tersandung dugaan kasus: Bambang
Widjojanto,4 dan Abraham Samad.5 Selain itu, Novel Baswedan yang juga
merupakan penyidik utama KPK juga tertimpa situasi yang sama.6
Penahanan beberapa Pimpinan KPK dalam jangka waktu yang singkat dan
berdekatan, serta momen yang tepat sejak diawalinya ketegangan hubungan antara
KPK dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) inilah yang memicu dugaan
‘kriminalisasi.’ Kejadian beruntun yang terjadi pada para pimpinan KPK ini
4
diduga sebagai bentuk balas dendam pihak Polri terhadap KPK atas penetapan
tersangka yang sebelumnya dilakukan oleh KPK terhadap petinggi Polri.7
Oleh sebab itulah, tragedi ditahannya beberapa Pimpinan KPK ini
dikhawatirkan akan membawakan dampak regresif pada kinerja KPK, dimana
fokus KPK dalam memberantas korupsi tidak lagi maksimal akibat para
pimpinannya terjerat permasalahan hukum. Namun betulkah hak imunitas bagi
Pimpinan KPK merupakan jalan keluarnya? Artikel ini akan membahas legalitas
dan dampak yang akan ditimbulkan dari pemberian hak imunitas bagi Pimpinan
KPK, baik dari segi pro maupun kontra.
II. PEMBAHASAN
Hak imunitas sendiri bukanlah hal yang baru dikenal di Indonesia. Berbagai
individu dalam kapasitas posisi tertentu telah dilindungi dengan hak imunitas
dalam pekerjaannya, contohnya: Anggota Legislatif, Ombudsman, dan advokat.8
Hak imunitas sendiri, berdasarkan definisi yang diangkat dari Undang-Undang
No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU
MD 3), adalah hak kekebalan hukum untuk tidak dapat dituntut di muka
pengadilan karena pernyataan dan pendapat yang disampaikan dalam bertugas.
Untuk hak imunitas pimpinan KPK itu sendiri, kekebalan hukum akan diperluas
dalam bentuk tindakan yang dilakukan dalam bertugas pula, karena berbeda
dengan legislator yang tugasnya adalah berpendapat, pimpinan KPK memiliki
tugas yang berbentuk pengikutsertaan tindakan nyata. Tentunya hak kekebalan ini
memiliki pengecualian, yaitu apabila ia tertangkap tangan melakukan suatu
tindakan pidana, serta juga mengecualikan tindak pidana yang sifatnya personal di
luar kepentingan tugas, sebagaimana yang dikemukakan oleh Todung Mulya
Lubis.9
II.1. Argumen Pro Imunitas Pimpinan KPK
II.1.1. Melindungi Pimpinan KPK dari Ancaman ‘Kriminalisasi’
Berdasarkan Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002
tentang KPK, Pimpinan KPK terdiri dari 5 (lima) Anggota KPK. Ayat (6) dari
pasal yang sama menjelaskan bahwa para Pimpinan KPK bekerja secara kolektif,
5
yang diartikan sebagai “setiap pengambilan keputusan harus disetujui dan
diputuskan secara bersama-sama oleh Pimpinan KPK.”10 Metode kerja secara
kolektif ini menekankan pentingnya peranan tiap-tiap Pimpinan KPK dalam
menentukan ke arah mana haluan KPK sebagai institusi akan digerakkan.11
Sehingga, memastikan kondusifitas kondisi kerja tiap-tiap Pimpinan KPK dalam
kapasitas kerjanya menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan, apabila ada
kondisi yang merugikan salah satu Pimpinan KPK saja akan berdampak pada
kelumpuhan KPK sebagai suatu institusi, karena kehilangan salah satu Pimpinan
KPK sudah merupakan suatu hambatan kerja kolektif yang harus dilakukan KPK.
Tidak dapat dipungkiri bahwa KPK sebagai lembaga yang bertugas untuk
menuntaskan korupsi di Indonesia merupakan lembaga yang akan banyak
memiliki ‘musuh.’ Musuh disini terutama berasal dari kalangan orang-orang yang
memiliki kekuatan untuk melakukan tindak pidana korupsi tentunya, yang justru
pada umumnya berasal dari kalangan penguasa. Keadaan ini menjadikan KPK
sebagai sasaran empuk serangan balas dendam jika ada individu dari lembaga
tertentu yang merasa kedudukannya terancam oleh kewenangan KPK untuk
mengusut kasus korupsi yang mungkin melibatkan dirinya. Kemungkinan inilah
yang meningkatkan resiko kriminalisasi bagi KPK, khususnya para Pimpinan
KPK sebagai ujung tombak institusi ini.
Oleh sebab itu, sistem kerja kolektif yang ditujukan untuk menjaga
keseimbangan dalam kerja KPK itu sendiri justru dapat menjadi titik lemah KPK
sebagai suatu institusi, karena seberapa rentannya individu Pimpinan KPK untuk
diserang dengan tuduhan-tuduhan kriminalisasi, sehingga kemudian terpaksa
mengundurkan diri secara sementara sebagaimana yang diatur dalam UU KPK.12
Meskipun untuk kepentingan kelangsungan kerja KPK nantinya akan dipilih
Pelaksana Tugas (Plt) atau calon pengganti untuk mengisi kekosongan jabatan
sementara tersebut,13 namun tetap tidak dapat dipungkiri hal ini akan menghambat
kinerja KPK. Sebabnya adalah KPK yang telah bekerja secara sistematis dan
kolektif telah memiliki pola kerja dan pengetahuan kerja yang sangat spesifik,
terlebih lagi dalam lingkaran 5 (lima) orang pemimpinnya. Sehingga, penggantian
posisi oleh seorang Plt tidak dapat secara langsung mengembalikan performa
KPK seperti sebelum pimpinannya diharuskan mengundurkan diri, karena fungsi
6
tiap individu pimpinan KPK tidak semudah itu dipindahtangankan / diambil alih
fungsinya.
Situasi yang rentan dan penuh resiko ini pada akhirnya memenuhi
ketentuan dasar hukum pembuatan Perppu, sebagaimana yang dituliskan dalam
Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD NRI 1945),
yaitu:
“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”
Menurut Prof. Jimly Asshidiqie, ketentuan tersebut memberikan
kewenangan kepada Presiden untuk secara subjektif menilai keadaan negara atau
hal ihwal yang terkait dengan negara yang menyebabkan suatu undang-undang
1 Dian Cahyaningrum, Kewenangan KPK versus Polri dalam Penyidikan Dugaan Korupsi Pengadaan Simulator Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Korlantas Polri, Info Singkat Hukum DPR RI Vol. IV, No. 15/I/P3DI/Agustus/2012, h. 1
2 Indonesia, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250, Konsiderans Poin (a)
3 Ibid, Konsiderans Poin (b)4 Bilal Ramadhan, Bambang Widjojanto Ditangkap Sebagai Tersangka Kasus Kesaksian
Palsu, http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/23/nim3bs-bambang-widjojanto-ditangkap-sebagai-tersangka-kasus-kesaksian-palsu, diakses pada 28 Mei 2015
5 Muhammad Nur Abdurrahman, Abraham Samad Ditahan Polda Sulselbar, http://news.detik.com/read/2015/04/28/202254/2900794/10/abraham-samad-ditahan-polda-sulselbar, diakses pada 28 Mei 2015
6 Anton Setri, Novel Baswedan Ditangkap Bareskrim, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/01/063662486/Novel-Baswedan-Ditangkap-Bareskrim, diakses pada 28 Mei 2015
7 Tika Primandari, Polisi Serang Balik KPK Picu Cicak Vs Buaya Bab 2, http://nasional.tempo.co/read/news/2015/01/21/063636459/polisi-serang-balik-kpk-picu-cicak-vs-buaya-bab-2, diakses pada 28 Mei 2015
8 Akhmad Aulawi, Perspektif Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Parlemen dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara, Rechtsvinding Online, http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/PERSPEKTIF%20PELAKSANAAN%20HAK%20IMUNITAS%20ANGGOTA%20PARLEMEN%20DAN%20PELAKSANAANNYA%20DI%20BEBERAPA%20NEGARA.pdf, diakses pada 29 Mei 2015
9 Rini Friastuti, Pimpinan KPK Perlu Diberikan Hak Imunitas, http://news.detik.com/read/2015/01/27/050014/2814702/10/pimpinan-kpk-perlu-diberikan-hak-imunitas, diakses pada 29 Mei 2015
10 Indonesia, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250, Penjelasan Pasal 21 Ayat (6)
11 Tb. A. Adhi R. Faiz, Kolektif Kolegial Pimpinan KPK Dalam Pelaksanaan Kewenangan, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54e2a68c08e64/kolektif-kolegial-pimpinan-kpk-dalam-pelaksanaan-kewenangan-broleh--tb-a-adhi-r-faiz--sh--mh, diakses pada 30 Mei 2015
12 Indonesia, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250, Pasal 32 Ayat (2)
13 Ibid, Pasal 33
7
tidak dapat dibentuk segera, sedangkan kebutuhan akan pengaturan materiil
mengenai hal yang perlu diatur sudah sangat mendesak sehingga Pasal 22 UUD
1945 memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Perppu.14
Kondisi yang dianggap sebagai ‘hal ihwal kegentingan yang memaksa’ ini
dapat diartikan sebagai kegentingan yang benar terjadi atau akan terjadi. Pada
situasi ancaman kriminalisasi terhadap Pimpinan KPK yang dapat melumpuhkan
KPK sebagai suatu institusi, dapat dilihat sebagai kegentingan yang memaksa
yang akan terjadi. Oleh sebab itu, dapat memenuhi kondisi yang mendasari
pembentukan Perppu imunitas ini oleh Presiden, agar pelumpuhan KPK sebagai
institusi (yang merupakan suatu kegentingan) dapat dicegah.
II.1.2. Pimpinan KPK Pantas Mendapatkan Perlindungan Hak Imunitas
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, beberapa individu dalam
kapasitas pekerjaannya telah diberikan hak imunitas oleh Negara berdasarkan
kedudukan atau jabatannya (ratione personae).15 Di antaranya adalah: Anggota
Legislatif, Ombudsman dan advokat. Selain itu, perwakilan diplomatik dan
Kepala Negara juga diberikan hak imunitas, namun hal ini berbeda secara prinsip
dibandingkan imunitas ratione personae dalam topik ini. Dasar dari pemberian
imunitas bagi tiap-tiap individu tersebut dalam kapasitas pekerjaannya adalah
untuk memudahkannya di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya tanpa
hambatan yang dapat mengancam keberlangsungan kerja mereka. Sebagai contoh,
hak imunitas yang dimiliki oleh Anggota Legislatif adalah imunitas atas
pernyataan dan pendapat yang disampaikannya di dalam gedung parlemen, hal ini
ditujukan agar Anggota Legislatif dapat menyampaikan pendapatnya dengan
sebebas-bebasnya untuk guna legislative drafting atau penyampaian aspirasi
masyarakat tanpa adanya ancaman pemanfaatan pernyataan tersebut untuk
menginkriminasinya.16 Jika ada ancaman inkriminasi Anggota Legislatif
berdasarkan pada pernyataannya selama bertugas di parlemen, maka
14 Ibnu Sina Chandranegara, Pengujian Perppu Terkait Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar-Lembaga Negara: Kajian Atas Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009, Jurnal Yudisial, Vol. 5 No. 1, April 2012.
15 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara Di Forum Pengadilan Asing, Alumni, Jakarta, 1999, h. 185
16 Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR Dalam UUD 1945 Baru, FH UII Press, Yogyakarta, 2003, h. 41
8
dikhawatirkan Anggota Legislatif tidak dapat secara bebas mengemukakan
pendapatnya dan tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya sebagai
representasi rakyat. Hal serupa jugalah yang mendasari imunitas Ombudsman,
advokat, dan perwakilan konsuler untuk memenuhi tuntutan pekerjaannya dengan
semaksimal mungkin.
Oleh sebab itu, Pimpinan KPK sudah harusnya diberikan akses terhadap
hak imunitas yang serupa dalam menjalankan tugasnya. Sebab jika Anggota
Legislatif dan Ombudsman yang ancaman pekerjaannya tidak seberapa besarnya
saja diberikan hak ini, mengapa Pimpinan KPK tidak? Padahal pekerjaan yang
diemban Pimpinan KPK jauh lebih rumit dan beresiko dibandingkan Anggota
Legislatif dan Ombudsman. Terutama, dikarenakan karakteristik tugas KPK yang
telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, yaitu terkait mengungkapkan
kebobrokan orang-orang yang memegang kekuasaan di Negara ini. Sehingga,
bahaya kriminalisasi bahkan jauh lebih nyata dalam konteks kerentanan Pimpinan
KPK. Hal ini juga diamini oleh Budi Santoso, anggota Ombudsman Republik
Indonesia, dalam pernyataannya kepada Media Republika tanggal 25 Januari
2015, yaitu terkait ketiadaan pasal imunitas dalam UU KPK yang menyebabkan
KPK rawan dikriminalisasi.17 Budi juga mencontohkan kejadian kriminalisasi
yang sebelumnya telah terjadi pada Komisioner KPK, Bibit Slamet Riyanto dan
Chandra Hamzah. Hal ini mempertegas bahwa resiko kriminalisasi telah terjadi
bahkan dari bertahun-tahun yang lalu, dan ancaman ini selalu ada dari tahun ke
tahun sampai sekarang tanpa adanya penyelesaian. Jika hal ini terus berlanjut,
tentunya akan memundurkan kinerja KPK yang semakin lama bisa semakin lemah
akibat adanya resiko kriminalisasi.
II.1.3. Perbandingan Ketatanegaraan
Pada November 2012, di Jakarta telah berkumpul lembaga-lembaga anti-
korupsi sedunia, yang kemudian menghasilkan Jakarta Statement on Principles
for Anti-Corruption Agencies (Jakarta Principles). Salah satu isinya mengatur
tentang pentingnya hak imunitas bagi pemimpin lembaga independen anti-korupsi
di setiap negara yang sedang memerangi korupsi. Pemberian hak imunitas ini
17 Indah Wulandari, Ombusdman RI: tak Ada Hak Imunitas, Komisioner KPK Rawan Dikriminalisasi, http://ombudsman.go.id/index.php/beritaartikel/berita/1563-ombusdman-ri-tak-ada-hak-impunitas-komisioner-kpk-rawan-dikriminalisasi-.html, diakses pada 30 Mei 2015
9
ditujukan untuk melanjutkan dan meningkatkan semua upaya yang dapat
dilakukan untuk memperkuat dan memastikan diterapkannya independensi dan
perlindungan pada KPK.
Denny Indrayana dalam pernyataan yang mengacu pada partisipasi
Indonesia dalam Jakarta Principles, memberikan contoh-contoh perbandingan
ketatanegaraan dengan negara lain yang telah dengan suksesnya memerangi
korupsi, salah satunya dengan cara memberikan imunitas bagi pimpinan lembaga
independen anti-korupsi di masing-masing negara tersebut. Beberapa negara di
antaranya adalah Malaysia, Nigeria, Zambia, Swiss, dan Australia.
Malaysia dengan tegas mengatur imunitas ini dalam Pasal 72 Malaysia
Anti-Corruption Commission Act pada tahun 2009. Imunitas yang diberikan
merupakan perlindungan dari segala gugatan dan tuntutan terhadap perbuatan atau
pernyataan yang dilakukan dengan itikad baik terkait pelaksanaan undang-undang
ini.18
Selain itu, negara-negara lain di Afrika rata-rata menerapkan hak imunitas
ini, bagi Pimpinan lembaga anti-korupsi mereka. Sebutlah Nigeria dan Zambia.
Tujuan utamanya adalah karena sebagai negara yang sedang berkembang, masih
banyak penegak hukum yang korup dan jamak dalam melakukan serangan balik
melalui kriminalisasi, jika kebobrokan mereka sedang terancam untuk
diungkapkan oleh lembaga anti-korupsi. Di Zambia, hal ini diatur dalam Anti-
Corruption Commission Act pada Pasal 91. Perlindungan kepada komisioner dari
permintaan / perintah memberikan informasi atau bukti-bukti terkait
pengetahuannya sebagai orang yang menjalankan fungsi seperti yang tercantum
dalam undang-undang tersebut.19
Swiss memunyai The Prevention of Corruption Act No. 3 Tahun 2006,
dimana imunitas yang diberikan perlindungan dari gugatan atau tuntutan pidana
atau perdata terhadap perbuatan yang dilakukan dengan itikad baik dalam rangka
melaksanakan fungsi yang tercantum dalam undang-undang tersebut.20
18 Anis Yusal Yusoff, et al. Combating Corruption: Understanding Anti- Corruption Initiatives in Malaysia. Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS), Kuala Lumpur, 2012, h. 33
19 Marie Chene, Zambia: Overview of Corruption and Anti-Corruption, CMI, Bergen, 2014, h. 7
10
Sama halnya dengan di Australia. Dimana lembaga anti-korupsinya
bernama Independent Broad-based Anti-corruption Commission Victoria,
misalnya yang berkedudukan di tingkat Negara Bagian Victoria (IBAC Victoria).
Hal terkait imunitas diatur di dalam Pasal 193 Independent Broad-based Anti-
corruption Commission Act No. 66 Tahun 2011. Imunitas yang diberikan adalah
bahwa pegawai IBAC tidak bertanggung jawab secara individu terhadap tindakan
yang dilakukan dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan kewenangan IBAC
sesuai dengan undang-undang tersebut.21
II.2. Argumentasi Kontra Imunitas Pimpinan KPK
II.2.1. Hak Imunitas Bertentangan Dengan Prinsip Persamaan di Muka Hukum
Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 1
Ayat (3) UUD NRI 1945. Konsekuensi sebagai Negara Hukum adalah
diterapkannya asas equality before the law, atau persamaan di hadapan hukum
bagi seluruh warga negaranya. Asas inilah yang menyetarakan seluruh warga
negara Indonesia, baik penguasa maupun rakyat biasa. Bila tidak ada persamaan
hukum, maka orang yang mempunyai kekuasaan akan merasa kebal hukum.
Prinsip ini kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD
NRI 1945 yang berbunyi :
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.”
Serta, Pasal 28D UUD NRI 1945, yang berbunyi :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Menurut Prof. Mardjono Reksodiputro, asas persamaan di hadapan hukum
mengandung arti bahwa “semua warga harus mendapat perlindungan yang sama
dalam hukum – tidak boleh ada diskriminasi dalam perlindungan hukum ini.
Menurut Beliau pula, asas ini bertitiktumpu pada kata kunci ‘perlindungan’ dan
20 International Council on Human Rights Policy. Integrating Human Rights in the Anti-Corruption Agenda: Challenges, Possibilities and Opportunities, Transparency International, Jenewa, 2010, h. 53
21 Carly Sheen. Anti-Corruption Agencies: Impact on The Privileges and Immunities of Parliament, Australasian Parliamentary Review Autumn Vol. 27, Victoria, 2012, h. 19
11
‘perlakuan’ dalam hukum. Persamaan ‘perlindungan’ dapat ditafsirkan sebagai
perintah kepada Negara / Pemerintah untuk memberi perlindungan hukum yang
sama adilnya (fairness) kepada warganya. Dalam sebuah Negara dengan
masyarakat majemuk atau bersifat multi-kultural seperti Indonesia, ini
mengandung makna perlindungan terhadap kelompok minoritas (terhadap
kemungkinan ketidakadilan dari kelompok mayoritas). Sedangkan, persamaan
‘perlakuan’ dapat ditafsirkan sebagai perintah kepada Negara / Pemerintah untuk
tidak membedakan dalam perlakuan hukum antara warganya. Dalam masyarakat
yang terstruktur ke dalam ‘kelas-kelas,’ maka ini mengandung makna jangan
memberi perlakuan istimewa kepada anggota kelas tertentu. Khususnya dalam
artian ‘kelas pejabat Negara’ dan / atau ‘kelas orang kaya’ yang meminta
perlakuan khusus dan istimewa dalam proses peradilan. Maka, dalam asas ini,
diskriminasi perlakuan dalam bentuk tersebut dilarang.22
Hak imunitas yang akan diberikan pada Pimpinan KPK jelas-jelas akan
melanggar asas persamaan di hadapan hukum, karena memberikan kekebalan
terhadap hukum bagi kelas tertentu. Meskipun hal ini dikondisikan hanya dalam
saat bertugas saja, tetap saja sifatnya membedakan perlakuan dalam kompetensi
seseorang berdasarkan jabatan yang dipegangnya.
II.2.2. Ketiadaan Urgensi Pemberian Imunitas Bagi Pimpinan KPK
Selain bertentangan dengan konstitusi, permohonan hak imunitas bagi
Pimpinan KPK ini tidak didasari oleh urgensi yang jelas. Kekhawatiran
kriminalisasi Pimpinan KPK merupakan tuduhan kosong yang belum dapat
dibuktikan secara jelas kebenarannya. Sejauh ini, pemberitaan terkait
kriminalisasi hanya bertitikberat pada sentimen belaka dan tidak didukung bukti
yang jelas.
Di sisi lain, pemberian hak imunitas bagi Pimpinan KPK akan menggeser
orientasi tuntutan perilaku seorang pejabat publik. Menurut Prof. Mardjono
Reksodiputro, pejabat publik seharusnya merupakan seseorang yang menjaga
perilakunya dan tidak melakukan kesalahan ‘must do no wrong.’ Hak kekebalan
dari hukum bagi pejabat publik justru akan menimbulkan kesan ‘can do no
22 Prof. Mardjono Reksodiputro, sebagaimana disampaikan dalam Dialog Hukum Komisi Hukum Nasional RI Bekerjasama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3, dan Kantor Berita Radio (KBR) pada 3 September 2014
12
wrong.’ Sehingga, ini akan mengaburkan tuntutan atas perilaku seorang pejabat
publik yang seharusnya tidak boleh berbuat salah ‘must do no wrong,’ menjadi
tidak dapat berbuat salah ‘can do no wrong.’23 Pergeseran pandangan ini tentunya
justru akan berdampak buruk bagi kinerja pejabat publik, yang dalam konteks ini
adalah para Pimpinan KPK.
Terlebih lagi, Pimpinan KPK merupakan orang-orang yang telah terpilih
melalui serangkaian seleksi yang ketat untuk memastikan orang-orang yang akan
menjabat adalah betul-betul bersih dan sangat kecil kemungkinan melakukan
tindak pidana.24 Ini semakin memperkuat tuntutan ‘must do no wrong’ yang telah
dijabarkan dalam paragraf sebelumnya. Sehingga, seharusnya tidak dibutuhkan
hak imunitas bagi orang-orang yang berkedudukan sebagai Pimpinan KPK.
Apabila kemudian orang yang menjabat Pimpinan KPK melakukan tindak pidana,
maka seharusnya bukan dikebalkan melalui hak imunitas, tetapi diusut hingga
tuntas, serta jadi refleksi ke depannya dalam proses fit and proper test Pimpinan
KPK di masa depan.
Selain tidak ada urgensinya, pemberian hak imunitas bagi Pimpinan KPK
ini gagal menjawab kekhawatiran atas tuduhan ‘kriminalisasi’ terhadap Pimpinan
KPK. Karena, pada akhirnya imunitas yang diberikan hanya dalam cakupan
kapasitas orang terkait dalam jabatannya, serta pekerjaannya terkait penyidikan
KPK. Sedangkan, jika ditelaah dari kasus-kasus yang menimpa Bambang
Widjojanto, Abraham Samad dan Novel Baswedan, justru hal-hal yang menjadi
dasar pemidanaan adalah hal-hal yang mereka lakukan di luar jabatannya.
Sehingga, tidak menutup kemungkinan bagi Para Pimpinan KPK untuk terjerat
permasalahan hukum ke depannya di luar kapasitas jabatannya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa selain tidak ada urgensinya, pemberian imunitas bagi
Pimpinan KPK ini bukan merupakan jawaban yang tepat atas permasalahan yang
ada.
II.2.3. Hak Imunitas Rentan Untuk Disalahgunakan
Dalam penjabaran sebelumnya telah dijelaskan bahwa hak imunitas akan
diberlakukan secara limitatif dalam kapasitas seseorang ketika menjabat. Pun
23 Ibid.24 Indonesia, Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 30
Tahun 2002, LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250, Pasal 30-31
13
dibuat imunitas dalam cakupan yg lebih luas, hal ini justru menyebabkan hak
imunitas tersebut rentan disalahgunakan. Kekhawatiran ini juga dikemukakan oleh
pakar hukum tata negara, Margarito Kamis yang menyatakan bahwa baginya
pemberian hak imunitas ini justru membahayakan, karena pemberian hak imunitas
sama saja membuka celah bagi seseorang untuk bertindak semena-mena.25
Kesemena-menaan yang dapat dilakukan oleh Pimpinan KPK
sebagaimana yang dimaksud di atas misalnya ketika KPK berkali-kali mangkir
dalam panggilan rapat oleh Komisi III DPR dan Tim Pengawas Bank Century.26
Selain itu, terkait permasalahan hukum yang menimpanya, Abraham Samad juga
beberapa kali mangkir atas panggilan Komisi III DPR atas kasus pemalsuan
dokumen dan kepolisian.27 Mangkir atas panggilan pemeriksaan merupakan salah
satu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh Pimpinan KPK yang dapat
memperlambat proses hukum.
Di luar daripada kasus di atas, Abraham Samad juga tersandung kasus
penyalahgunaan wewenang selama masa Pemilihan Umum Presiden (Pilpres)
2014 lalu, saat dirinya terbukti melakukan hubungan langsung dengan petinggi
partai tim sukses dari (sebelumnya calon) Presiden Joko Widodo.28 Hal ini
dituduhkan sebagai pemenuhan unsur dalam Pasal 36 UU KPK, yang dapat
dipidanakan berdasarkan Pasal 65 KPK.
Jika sebelum mendapatkan imunitas saja hal-hal semacam itu sudah dapat
dilakukan oleh Pimpinan KPK, maka dikhawatirkan setelah mendapatkan hak
imunitas, maka Pimpinan KPK akan semakin tidak bekerjasama dengan penegak
hukum lainnya terkait permasalahan hukum yang ke depannya harus diusut.
25 Gunawan Wibisono, Hak Imunitas Buka Celah Bagi KPK Berbuat Semena-Mena, http://news.okezone.com/read/2015/01/26/337/1097030/hak-imunitas-buka-celah-bagi-kpk-berbuat-semena-mena, diakses pada 2 Juni 2015
26 Bagus Santosa, 3 Kali Mangkir Bahas Century, KPK Pilih Pembekalan Caleg, http://news.okezone.com/read/2013/07/03/339/831253/3-kali-mangkir-bahas-century-kpk-pilih-pembekalan-caleg, diakses pada 2 Juni 2015
27 Budi Sam Law Malau, Berkali-kali Abraham Samad Mangkir Panggilan DPR, http://wartakota.tribunnews.com/2015/02/18/berkali-kali-abraham-samad-mangkir-panggilan-dpr, diakses pada 3 Juni 2015
28 Fabian Januarius Kuwado, Polri Kembali Tetapkan Abraham Samad sebagai Tersangka dalam Kasus Baru, http://nasional.kompas.com/read/2015/02/27/15555051/Polri.Kembali.Tetapkan.Abraham.Samad.sebagai.Tersangka.dalam.Kasus.Baru, diakses pada 3 Juni 2015
14
Sebabnya adalah jika telah diberikan hak imunitas, maka hak panggil paksa akan
otomatis hilang.
Jika dibandingkan dengan penegak hukum lainnya, misalnya Jaksa dan
Hakim. Bahkan, jika Jaksa atau Hakim melakukan pelanggaran hukum selama
mereka bertugas, tetap saja Jaksa atau Hakim tersebut dapat diproses secara
hukum dan tidak mendapatkan kekebalan.29 Presiden saja tidak memiliki imunitas
atas hukum, dan jika melanggar hukum dapat diberikan sanksi hukum.30 Hal ini
29 Anang Priyanto, Citra Hakim dan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jurnal Civics, Yogyakarta, 2015, h. 6
30 Eko Noer Kristiyanto, Pemakzulan Presiden Republik Indonesia Pasca Amandemen Uud 1945, Jurnal Rechtsvinding Volume 2 No. 3, Jakarta, 2013, h. 331
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Muhammad Nur. Abraham Samad Ditahan Polda Sulselbar. http://news.detik.com/read/2015/04/28/202254/2900794/10/abraham-samad-ditahan-polda-sulselbar diakses pada 28 Mei 2015.
15
membuktikan bahwa seluruh warga negara memang harus berkedudukan sama di
hadapan hukum, dan kekebalan terhadap hukum tidak ada hubungannya dengan
efisiensi kerja selama menjabat dalam pekerjaan tertentu.
MEKANISME SOLUSI
1. Pemberian hak imunitas bagi Pimpinan KPK akan dituangkan dalam bentuk
Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden.
Ardhiwisastra, Yudha Bhakti. 1999. Imunitas Kedaulatan Negara Di Forum Pengadilan Asing. Jakarta: Alumni.
Aulawi, Akhmad. Perspektif Pelaksanaan Hak Imunitas Anggota Parlemen dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara, Rechtsvinding Online. http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/PERSPEKTIF%20PELAKSANAAN%20HAK%20IMUNITAS%20ANGGOTA%20PARLEMEN%20DAN%20PELAKSANAANNYA%20DI%20BEBERAPA%20NEGARA.pdf diakses pada 29 Mei 2015.
Cahyaningrum, Dian. 2012. Kewenangan KPK versus Polri dalam Penyidikan Dugaan Korupsi Pengadaan Simulator Pembuatan Surat Izin Mengemudi di Korlantas Polri. Info Singkat Hukum DPR RI Vol. IV. No. 15/I/P3DI/Agustus/2012.
Chandranegara, Ibnu Sina. 2012. Pengujian Perppu Terkait Sengketa Kewenangan Konstitusional Antar-Lembaga Negara: Kajian Atas Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009. Jakarta: Jurnal Yudisial.
Chene, Marie. 2014. Zambia: Overview of Corruption and Anti-Corruption. Bergen: CMI.
Faiz, Tb. A. Adhi R. Kolektif Kolegial Pimpinan KPK Dalam Pelaksanaan Kewenangan. h ttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54e2a68c08e64/kolektif- kolegial-pimpinan-kpk-dalam-pelaksanaan-kewenangan-broleh--tb-a-adhi-r-faiz--sh--mh diakses pada 30 Mei 2015.
Friastuti, Rini. Pimpinan KPK Perlu Diberikan Hak Imunitas. http://news.detik.com/read/2015/01/27/050014/2814702/10/pimpinan-kpk-perlu-diberikan-hak-imunitas diakses pada 29 Mei 2015.
International Council on Human Rights Policy. 2010. Integrating Human Rights in the Anti-Corruption Agenda: Challenges, Possibilities and Opportunities. Geneva: Transparency International.
16
2. Imunitas yang akan diberikan bagi Pimpinan KPK hanya terkait tindakan dan
pernyataan yang dilakukan dan dikemukakannya dalam kapasitas jabatannya
sebagai Pimpinan KPK. Dengan pengecualian tindak pidana yang bersifat
personal / pribadi, serta apabila tertangkap tangan.
3. Revisi terhadap Pasal 65 UU KPK terkait ketentuan pidana bagi Anggota
KPK.
Indonesia. Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU No. 30 Tahun 2002. LN No. 137 Tahun 2002. TLN No. 4250
Kristiyanto, Eko Noer. 2013. Pemakzulan Presiden Republik Indonesia Pasca Amandemen Uud 1945. Jakarta: Jurnal Rechtsvinding.
Malau, Budi Sam Law. Berkali-kali Abraham Samad Mangkir Panggilan DPR. http://wartakota.tribunnews.com/2015/02/18/berkali-kali-abraham-samad-mangkir-panggilan-dpr diakses pada 3 Juni 2015.
Manan, Bagir. 2003. DPR, DPD, dan MPR Dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: FH UII Press.
Primandari, Tika. Polisi Serang Balik KPK Picu Cicak Vs Buaya Bab 2. http://nasional.tempo.co/read/news/2015/01/21/063636459/polisi-serang-balik-kpk-picu-cicak-vs-buaya-bab-2 diakses pada 28 Mei 2015.
Priyanto, Anang. 2015. Citra Hakim dan Penegakan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana. Yogyakarta: Jurnal Civics. Yogyakarta.
Ramadhan, Bilal. Bambang Widjojanto Ditangkap Sebagai Tersangka Kasus Kesaksian Palsu. http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/23/nim3bs-bambang-widjojanto-ditangkap-sebagai-tersangka-kasus-kesaksian-palsu diakses pada 28 Mei 2015.
Santosa, Bagus. 3 Kali Mangkir Bahas Century, KPK Pilih Pembekalan Caleg, http://news.okezone.com/read/2013/07/03/339/831253/3-kali-mangkir-bahas-century-kpk-pilih-pembekalan-caleg diakses pada 2 Juni 2015.
Setri, Anton. Novel Baswedan Ditangkap Bareskrim. http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/01/063662486/Novel-Baswedan-Ditangkap-Bareskrim diakses pada 28 Mei 2015.
Sheen, Carly. 2012. Anti-Corruption Agencies: Impact on The Privileges and Immunities of Parliament. Victoria: Australasian Parliamentary Review Autumn (Vol 27).
17
III. PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa isu mengenai pemberian imunitas bagi
Pimpinan KPK muncul akibat kekhawatiran tindakan ‘kriminalisasi’ yang
mengancam Pimpinan KPK. Kekhawatiran ini terjadi akibat kejadian belakangan
ini dimana beberapa pimpinan dan penyidik utama KPK ditahan akibat tersandung
permasalahan hukum.
Pandangan pro terhadap isu ini didasari oleh keyakinan bahwa sangat
penting melindungi Pimpinan KPK dari ancaman ‘kriminalisasi’ sebab KPK
bekerja secara kolektif kolegial, sehingga penahanan terhadap satu atau lebih
pimpinannya akan berakibat buruk pada kinerja KPK sebagai institusi. Selain itu,
jika dibandingkan dengan individu lain yang mendapatkan imunitas secara ratione
personae (anggota DPR dan Ombudsman), kinerja KPK tidak kalah vitalnya bagi
Negara dan bahkan lebih beresiko. Jika dibandingkan dengan kondisi tata negara
di luar Indonesia, juga sudah banyak yang memberikan hak imunitas bagi anggota
komisi anti-korupsinya, seperti Australia, Malaysia, Zambia, Swiss, dan lain-lain.
Pandangan kontra terhadap isu ini melihat bahwa pemberian hak imunitas
bagi Pimpinan KPK justru melanggar konstitusi Negara, khususnya pada asas
persamaan di hadapan hukum. Di sisi lain, urgensi pemberian imunitas ini juga
tidak jelas dan hanya didasari sentimen belaka, bahkan dapat mengaburkan
pandangan bahwa pejabat publik seharusnya tidak boleh berbuat salah (‘must do
no wrong’) dan bukan tidak dapat berbuat salah (‘can do no wrong’). Terlebih
Wibisono, Gunawan. Hak Imunitas Buka Celah Bagi KPK Berbuat Semena-Mena. http://news.okezone.com/read/2015/01/26/337/1097030/hak-imunitas-buka-celah-bagi-kpk-berbuat-semena-mena diakses pada 2 Juni 2015.
Wulandari, Indah. Ombusdman RI: tak Ada Hak Imunitas, Komisioner KPK Rawan Dikriminalisasi http://ombudsman.go.id/index.php/beritaartikel/berita/1563-ombusdman-ri-tak-ada-hak-impunitas-komisioner-kpk-rawan-dikriminalisasi-.html diakses pada 30 Mei 2015.
Yusoff, Anis Yusal, et al. 2012. Combating Corruption: Understanding Anti- Corruption Initiatives in Malaysia. Kuala Lumpur: Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS).
18
lagi, pemberian hak imunitas ini bahkan dapat disalahgunakan oleh individu
terkait untuk mangkir dari pengusutan permasalahan hukum.
19