Imun- CRP

19
IMUNUSEROLOGI PEMERIKSAAN CRP (C-REAKTIF PROTEIN) LATEKS OLEH : KELOMPOK 2 1. Ni Luh Putu Yoga Arsani (P07134013014) 2. Made Rina Rastuti (P07134013016) 3. Ni Luh Gede Mulan Tirtayanti (P07134013018) 4. I Dewa Ayu Sintya Candra Yuni (P07134013020) 5. I Nyoman Krisna Wicaksana (P07134013022) KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN

description

paper CRP

Transcript of Imun- CRP

IMUNUSEROLOGIPEMERIKSAAN CRP (C-REAKTIF PROTEIN) LATEKS

OLEH :KELOMPOK 21. Ni Luh Putu Yoga Arsani(P07134013014)2. Made Rina Rastuti (P07134013016)3. Ni Luh Gede Mulan Tirtayanti(P07134013018)4. I Dewa Ayu Sintya Candra Yuni(P07134013020)5. I Nyoman Krisna Wicaksana(P07134013022)

KEMENTERIAN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN DENPASARJURUSAN ANALIS KESEHATAN2015

PEMERIKSAAN CRP LATEKS

I. TUJUAN 1.1.Tujuan Instruksional Umum1. Mahasiswa mampu memahami prinsip dari pemeriksaan CRP lateks2. Mahasiswa mengetahui tenik/cara penetapan C-Reactive Protein (CRP) dalam sampel serum dengan metode kualitatif dan semi kuantitatif1.2.Tujuan Instruksional Khusus1. Mampu melakukan pemeriksaan/penetapan C-Reactive Protein dalam sampel serum dengan metode kualitatif dan semi kuantitatif2. Mampu mengetahui nilai normal dari pemeriksaan CRP lateks

II. METODE Metode yang digunakan untuk penetapan C-Reactive Protein ( CRP ) adalah metode rapid slide agglutination.

III. PRINSIPPengujian ini dilakukan dengan menguji suspensi dari partikel lateks yang telah dilapisi dengan antibody anti-human CRP yang berlawanan dengan serum yang belum diketahui kandungannya. Adanya aglutinasi yang terlihat mengindikasikan kenaikan kadar CRP ke level klinis yang signifikan.

IV. DASAR TEORI

C-Reaktive Protein (CRP) adalah protein yang ditemukan dalam darah yang meningkat sebagai respon terhadap peradangan. Peran fisiologinya adalah untuk mengikat fosfokolin yang di ekspresikan pada permukaan sel-sel mati atau sekarat (dan beberapa jenis bakteri) untuk mengaktifkan sistem pelengkap melalui kompleks C1q. CRP disintesis oleh hati dalam menanggapi faktor yang dilepaskan oleh makrofag dan sel-sel lemak (adipocytes).Test C-Reaktive Protein (CRP) pertama kali ditemukan sebagai bahan dalam serum pasien dengan peradangan akut yang bereaksi dengan polisakarida C-(kapsuler) dari pneumococcus. Ditemukan oleh Tillet dan Francis Pada tahun 1930. Pada awalnya diperkirakan bahwa CRP adalah sekresi pathogen seperti peningkatan CRP pada orang dengan berbagai penyakit termasuk kanker. Namun penemuan sintesis hati menunjukan bahwa CRP adalah protein asli. Gen CRP terletak pada kromosom pertama (1q21-Q23). CRP adalah protein 224-residu dengan massa molar dari monomer 25.106 Da. Protein ini merupakan disc pentametric annular dalam bentuk dan anggota dari kecil family pentraxins. CRP diklasifikasikan sebagai reaktan fase akut, yang berarti bahwa tingkat protein akan naik sebagai respon terhadap peradangan. Reaktan umum lainnya adalah fase akut termasuk tingkat sedimentasi eristosit (ESR) dan jumlah trombosit darah.C-Reaktif Protein atau CRP merupakan pertanda adanya inflamasi sistemik yang sangat sensitive. Peningkatan kadar CRP sangat berhubungan kuat dengan adanya penyakit jantung koroner ,MCI, stroke dan kematian mendadak karena jantung Pemeriksaan C-Reactive Protein atau CRP kualitatif yaitu pemeriksaan terhadap keberadaan suatu reaktan fase akut, yakni CRP di dalam serum. Konsentrasi serum CRP akan meningkat setelah proses inisiasi inflamatori.CPR memiliki peran sebagai responfase akut yang berkembang dalam berbagai kondisi inflamasi akut dan kronis seperti bakteri, infeksi virus, atau jamur, penyakit inflamasi rematik dan lainnya. Keganasan, dan cedera jaringan atau nekrotis. Kondisi ini menyebabkan pelepasan sitokin interleukin-6 dan lainnya yang memicu sintesis CRP dan fibrinogen oleh hati. Selama respon fase akut, tingkat CRP meningkat pesat dalam waktu 2 jam dari tahap akut dan mencapai puncaknya pada 48 jam. Dengan resolusi dari respon fase akut, CRP menurun dengan relatif pendek selama 18 jam. Mengukur tingkat CRP merupakan jendela dalam melihat untuk penyakit menular dan inflamasi. Secara tepat, peningkatan ditandai di CRP terjadi dengan nekrosis peradangan, infeksi, trauma, dan jaringan, keganasan dan gangguan autoimun. Sejumlah besar kondisi berbeda yang dapat meningkatkan produksi CRP, peningkatan tingkat CRP juga tidak dapat mendiagnosa penyakit tertentu. Peningkatan tingkat CRP dapat memberikan dukungan untuk kehadiran penyakit inflamasi seperti rheumatoid arthritis, polimyalgia rheumatica atau raksasa-sel arteritis.Peran fisiologis CRP adalah untuk mengikat fosfokolin diekspresikan pada permukaan sel-sel mati atau sekarat (dan beberapa jenis bakteri) untuk mengaktifkan system pelengkap. CRP mengikat fosfokolin pada mikroba dan sel-sel rusak dan meningkatkan fagositosis oleh makrofag. Dengan demikian, CRP berpatisipasi dalam pembersihan sel nekrotik dan apoptosis.CRP merupakan anggota dari kelas fase akut reaktan, sebagai tingkat yang meningkat secara dramatis selama proses inflamasi yang terjadi dalam tubuh. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan konsentrasi plasma IL-6, yang diproduksi terutama oleh makrofag serta adipocytes. CRP mengikat fosfokolin pada mikroba yang berguna untuk membantu dalam melengkapi mengikat sel-sel asing dan rusak dan meningkatkan fagositosis oleh makrofag (opsonin fagositosis dimediasi), yang mengekspresikan reseptor untuk PRK. Hal ini juga diyakini memainkan satu peran penting dalam kekebalan bawaan, sebagai sstem pertahanan awal terhadap infeksi. CRP naik sampai 50.000 kali lipat dalam peradangan akut, seperti infeksi. Keadaan ini naik diatas batas normal dalam waktu 6 jam, dan puncaknya pada 48 jam. Sel yang setengah hidup adalah konstan, dank arena itu tingkat terutama ditentukan oleh tingkat produksi (tingkat keparahan penyebab pancetus).

Penyebab CRP meningkat CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial.CRP juga meningkat pada kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi oral, luka bakar, trauma, peradangan, aktif inflamasi arthritis.

Penggunaan CRP dalam test diagnostikCRP digunakan terutama sebagai penanda peradangan. Selain gagal jantung, ada factor-faktor diketahui beberapa yang mengganggu produksi CRP. Mengukur dan mencatat nilai CRP berguna dalam menentukan perkembangan penyakit atau efektifitas pengobatan. Darah biasanya dikumpulkan dalam tabung untuk memisahkan serum, dianalisis dalam laboratorium medis. Berbagai metode analisis yang tersedia untuk penentuan CRP seperti ELISA, immunoturbidimetri,cepat immunodifusi dan visual aglutinasi. Pada test High Sensitivity CRP (hs-CRP) berguna untuk mengukur kadar CRP rendah dengan menggunakan laser nephometry. Test ini memberikan hasil dalam 25 menit dengan sensitivitas turun menjadi 0,04 mg/L.Konsentrasi normal dalam serum manusia yang sehat biasanya lebih rendah dari 10 mg/L, sedikit meningkat dengan penuaan. Tingkat yang lebih tinggi ditemukan pada akhir hamil wanita, peradangan dengan ringan dan infeksi virus dengan nilai 10-40 mg/L, pada peradangan aktif, infeksi bakteri memiliki 40-200 mg/L, dan untuk kasus infeksi barat oleh bakteri dan luka bakar mendapatkan nilai >200 mg/L dalam darah.CRP memiliki refleksi lebih sensitive dan akurat dari respon fase akut dibandingkan ESR. Oleh karena itu, kadar CRP terutama dittentukan oleh tingkat produksi (dan karenanya tingkat keparahan penyebab pancetus). Dalam 24 jam pertama, ESR mungkin normal dan CRP meningkat. CRP kembali normal lebih cepat daripada ESR dalam respon terhadap terapi.

Manfaat dan Nilai Rujukan Pemeriksaan CRPPemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang baik, namun bukan indikator yang spesifik pada kondisi terjadinya luka akut, infeksi bakteri, atau inflamasi.Manfaat pemeriksaan CRP, untuk Mendeteksi Pelvic Inflammatory Disease (PID), apendidtis akut, dan sepsis (pada pasien kritis), menentukan faktor risiko penyakit vaskular, terutama penyakit jantung koroner (PJK), dan memantau kondisi post-operasiNilai normalnya pria < 0.55 mg/L dan wanita < 1,5 mg/dl.

C-reactive protein (CRP) adalah suatu protein yang dihasilkan oleh hati, terutama saat terjadi infeksi atau inflamasi di dalam tubuh. Namun, berhubung protein ini tidak bersifat spesifik, maka lokasi atau letak organ yang mengalami infeksi atau inflamasi tidak dapat diketahui. Pemeriksaan CRP juga telah dikembangkan menjadi high-sensitivity CRP sehingga dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya penyakit jantung di masa depan. Pada pasien penderita penyakit autoimunitas, CRP juga dapat dihasilkan tubuh dalam jumlah besar, contohnya pada penderita rheumatoid arthritis, lupus, atau vasculitis. Kadar CRP di dalam tubuh akan meningkat dengan cepat bahkan hingga 1000 kali lipat, sekitar 6 jam setelah proses inflamasi terjadi. Inilah yang menyebabkan kadar CRP banyak digunakan sebagai indikator terjadinya proses inflamasi di dalam tubuh. Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan menentukan apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan untuk memantau penyembuhan luka dan untuk memantau pasien paska bedah, transplantasi organ, atau luka bakar sebagai sistem deteksi dini untuk kemungkinan infeksi.

CRP ditemukan oleh William S. Tillett (1892-1974) dan Thomas Francis, Jr. (1900-1969) pada tahun 1930 di laboratorium milik Oswald T. Avery (1877-1955). Ketika itu, kedua peneliti tersebut sedang mengadakan studi klinis dan laboratorium untuk mengembangkan terapi bagi infeksi pneumococcal pneumonia. Mereka menemukan suatu antigen baru yang disebut Fraksi C dan melanjutkannya dengan pemeriksaan imunologi terhadap pasien penderita infeksi pneumonia. Tilett dan Francis membuktikan bahwa Fraksi C dapat bereaksi kuat terhadap pasien yang berada dalam tahap awal infeksi dan infeksi akut, namun setelah pasien sembuh maka reaksi dengan Fraksi C menghilang. Dalam percobaan lanjutan, ternyata Fraksi C tersebut juga dapat bereaksi dengan pasien penderita penyakit atau inflamasi lainnya, seperti endocarditis dan demam rematik akut.Beberapa tahun kemudian, Avery, Theodore J. Abernethy, dan Colin MacLeod (1909-1972) mempublikasikan senyawa yang disebut C-reactive protein dan menjelaskan sifat dari protein tersebut. Maclyn McCarty (1911-2005) berhasil mengkristalisasi CRP pada tahun 1947 dan bersama dengan rekannya mulai menggunakan pengukuran CRP untuk mempelajari tahapan perkembangan penyakit demam rematik. Saat penelitian mengenai CRP makin berkembang, Schieffelin & Co, suatu perusahaan di New York mulai memproduksi CRP secara komersial untuk keperluan pemeriksaan medis. Di tahun 1990, para peneliti membuktikan bahwa inflamasi berperan terhadap perkembangan aterosklerosis sehingga CRP dapat digunakan untuk penilaian risiko (prediksi) penyakit jantung atau kardiovaskular. Penelitian juga menunjukkan adanya kemungkinan CRP berperan di dalam perkembangan penyakit tersebut sehingga saat ini mulai dikembangkan obat yang dapat menurunkan kadar CRP di dalam tubuh.Protein C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut dan destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72 jam. Seperti halnya uji laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR), CRP merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP mendahului peningkatan LED selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar normalnya.CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang sendi (rheumatoid arthritis), demam rematik, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi oralC-Reaktif Protein atau CRP merupakan pertanda adanya inflamasi sistemik yang sangat sensitive. Peningkatan kadar CRP sangat berhubungan kuat dengan adanya penyakit jantung koroner, MCI, stroke dan kematian mendadak karena jantung. Pemeriksaan C-Reactive Protein atau CRP kualitatif yaitu pemeriksaan terhadap keberadaan suatu reaktan fase akut, yakni CRP di dalam serum. Konsentrasi serum CRP akan meningkat setelah proses inisiasi inflamatori. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang baik, namun bukan indikator yang spesifik pada kondisi terjadinya luka akut, infeksi bakteri, atau inflamasi.

Manfaat pemeriksaan ini untuk Mendeteksi Pelvic Inflammatory Disease (PID), apendidtis akut, dan sepsis (pada pasien kritis); menentukan faktor risiko penyakit vaskular, terutama penyakit jantung koroner (PJK); dan memantau kondisi post-operasi. Nilai normalnya pria < 0.55 mg/L dan wanita < 1,5 mg/dl. Pengukuran kadar CRP sering digunakan untuk memantau keadaan pasien setelah operasi. Pada umumnya, konsentrasi CRP akan mulai meningkat pada 4-6 jam setelah operasi dan mencapai kadar tertinggi pada 48-72 jam setelah operasi. Kadar CRP akan kembali normal setelah 7 hari pasca-operasi. Namun, bila setelah operasi terjadi inflamasi atau sepsis maka kadar CRP di dalam darah akan terus menerus meningkat.Pada kondisi terinfeksi aktif, kadar CRP di dalam tubuh dapat meningkat hingga 100x kadar CRP pada orang normal sehingga pengukuran CRP sering digunakan untuk mengetahui apakah pasien dalam kondisi terinfeksi atau mengalami inflamasi tertentu. Pada saat terjadi infeksi bakteri atau inflamasi, leukosit akan teraktivasi kemudian melepaskan sitokin ke aliran darah. Sitokin akan merangsang sel-sel hati (hepatosit) untuk memproduksi CRP.Di tahun 2003, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan the American Heart Association (AHA) merekomendasi penggunaan hsCRP untuk memprediksi risiko penyakit kardiovaskular terutama untuk pasien penderita sindrom koroner akut dan penyakit koroner stabil. Nilai yang dijadikan acuan untuk penilaian risiko penyakit kardiovaskular tersebut adalah : < 1 mg/L : risiko rendah 1-3 mg/L : risiko menengah (intermediate) > 3 mg/L : risiko tinggi > 10 mg/L mengindikasikan adanya inflamasi atau infeksi aktif.Prosedur Tes CRP dapat dilakukan secara manual menggunakan metode aglutinasi atau metode lain yang lebih maju, misalnya sandwich imunometri. Tes aglutinasi dilakukan dengan menambahkan partikel latex yang dilapisi antibodi anti CRP pada serum atau plasma penderita sehingga akan terjadi aglutinasi. Untuk menentukan titer CRP, serum atau plasma penderita diencerkan dengan buffer glisin dengan pengenceran bertingkat (1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya) lalu direaksikan dengan latex. Titer CRP adalah pengenceran tertinggi yang masih terjadi aglutinasi. Tes sandwich imunometri dilakukan dengan mengukur intensitas warna menggunakan Nycocard Reader. Berturut-turut sampel (serum, plasma, whole blood) dan konjugat diteteskan pada membran tes yang dilapisi antibodi mononklonal spesifik CRP. CRP dalam sampel tangkap oleh antibodi yang terikat pada konjugat gold colloidal particle. Konjugat bebas dicuci dengan larutan pencuci (washing solution). Jika terdapat CRP dalam sampel pada level patologis, maka akan terbentuk warna merah-coklat pada area tes dengan intensitas warna yang proporsional terhadap kadar. Intensitas warna diukur secara kuantitatif menggunakan NycoCard reader II.C-reactive protein (CRP) adalah protein yang dihasilkan oleh hati pada proses kerusakan jaringan dan peradangan. Kadarnya akan meningkat di dalam darah 6 10 jam setelah peradangan akut atau kerusakan jaringan dan mencapai puncak 24 72 jam. Peningkatan kadar CRP dapat terjadi pada arthritis rheumatoid, infeksi akut, infark jantung, dan keganasan. Kadar CRP akan menjadi normal 3 hari setelah kerusakan jaringan membaik. Makin tinggi kadar CRP, maka makin luas proses peradangan atau kerusakan jaringan. Pemeriksaan CRP lebih dini menunjukkan hasil yang abnormal dibanding dengan pemeriksaan laju endap darah.hsCRP adalah uji yang sangat sensitif untuk deteksi risiko kelainan kardiovaskuler dan penyakit pembuluh darah tepi. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan profil lipid. Dalam kepustakaan dikatakan, sepertiga dari pasien yang mendapat serangan jantung menunjukkan kadar kolesterol dan tekanan darah yang normal tetapi hsCRP sudah menunjukkan peningkatan sehingga peningkatan dari hsCRP menunjukkan adanya risiko tinggi untuk timbulnya penyakit pembuluh darah koroner dan stroke. Pada angina pectoris, hsCRP tidak meningkat. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya inflamasi/peradangan pada proses arterosklerosis, khususnya pada arteri koroneria.Rheumatoid Arthritic Factor (RF) adalah pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi adanya antibodi golongan IgM, IgG atau IgA yang terdapat dalam serum pada penderita artritis reumatoid. Pemeriksaan ini berhasil positif pada 53 94% pasien dengan arthritis rheumatoid. Selain itu, RF bisa didapatkan pada bermacam-macam penyakit jaringan ikat seperti lupus erythematosus, sklerodema, dermatomiositis serta pada penyakit TBC, leukemia, hepatitis, sirosis hati, sifilis dan usia lanjut. Pada dugaan Artritis Reumatoid (AR) pemeriksaan Anti-citrullinated protein antibodies (ACPA) memegang peranan penting dalam membantu menegakkan diagnosis AR. Pemeriksaan ACPA meliputi anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP),anti-mutated citrullinated vimentin (anti-MCV) bersamaan dengan pemeriksaan RF. Bakteri -hemolytic Streptococcus mengeluarkan enzim yang disebut streptolysin-O yang mampu merusak/melisiskan eritrosit. Streptolysin-O ini bersifat sebagai antigen dan merangsang tubuh untuk membentuk antibodi antistreptolysin-O (ASO). Kadar ASO yang tinggi di dalam darah berarti terdapat infeksi dengan kuman Streptococcus yang menghasilkan ASO seperti pada demam rematik, penyakit glomerulonephritis akut. Peningkatan kadar ASO menandakan adanya infeksi akut 1 2 minggu sebelumnya dan mencapai puncak 3 4 minggu dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan.

V. ALAT DAN BAHANa. Alat1. Tabung serologis2. Mikropipet (50 ul dan 100 ul)3. Penghitung waktu4. Stik pengaduk disposible5. Yellow tip6. Slide test berwarna hitam7. Rak tabung serologisb. Bahan/reagen1. Serum2. Aquadest3. Larutan Buffer Saline4. Reagen CRP Latex Test Kit5. Kontrol serum positif dan kontrol serum negatif

VI. PROSEDUR KERJA Metode Kualitatif1. Dibiarkan setiap komponen mencapai suhu ruangan setelah dikeluarkan dari kulkas.2. Dikocok perlahan reagen lateks hingga homogen.3. Ditetesi 1 tetes reagen lateks menggunakan mikropipet yang disediakan (40 uI) pada masing-masing lingkaran slide uji.4. Ditetesi setetes kontrol positif,kontrol negative dengan pipet pengaduk yang telah tersedia pada lingkaran slide uji namun yang berbeda. Sedangkan serum dipipet sebanyak ????5. Reagen dan serum diratakan pada seluruh area lingkaran dengan pengaduk lidi (gunakan pengaduk yang berbeda-beda pada setiap sampel).6. Digoyangkan perlahan slide test kedepan dan kebelakang kira-kira sekali setiap 2 detik selama 2 menit.7. Interpretasi hasil dibaca setelah 2 menit.8. Pada akhir pengujian, test slide uji dibilas dengan aquadest, dikeringkan dan disimpan pada kantong tertutup.

Metode Semi-kuantitatif Uji semi kuantitatif dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti pada uji kualitatif dengan menggunakan urutan pengenceran dari serum dalam larutan saline, buffer fosfat atau larutan glisin seperti dibawah ini :Pengenceran1/21/41/81/16

Sampel serum100 l---

Saline100 l100 l100 l100 l

100 l

100 l

100 l

Volume sampel50 l50 l50 l50 l

6 x Titer6 x 26 x 46 x 86 x 16

Mg/ml12244896

Dalam uji semi kualitatif titter sebagai penanda perbandingan dari pengenceran tertinggi yang menunjukan aglutinasi makroskopis : misalnya jika hal ini terjadi pada pengenceran 3 titternya adalah 8 seperti pada konsentrasi 48 mg/L.

VII. INTERPRETASI HASILNilai normal : - Dewasa : < 6 mg/l

Metode KualitatifAdanya aglutinasi menunjukkan tingkat CRP dalam sampel sama atau > 6 mg/l. Kurangnya aglutinasi menunjukkan tingkat CRP < 6 mg/l dalam sampel. Ketinggian kadar CRP di atas normal mengindikasikan kerusakan jaringan, peradangan, atau keduanya dengan skala yang besar. CRP lateks telah dibakukan untuk mendeteksi kadar CRP serum pada atau di atas 6mg/ml, yang dianggap sebagai konsentrasi terendah dari signifikansi klinis. Metode Semi-KualitatifDisesuaikan dengan tabel pengenceran.Misalnya pemeriksaan ini dilakukan hingga pada pengenceran maka kadar CRP adalah 24 mg/L. Dan jika dilakukan hingga pengenceran 1/8 maka kadar CRP adalah 48 mg/L.

Keterbatasan UjiKadar CRP yang sangat tinggi, dapat bereaksi negative (prozone effect, CRP >1600 mg/L)False Positive : Penderita RF > 100 IUDeteksi dini pada balita 6 bln 2 thn : negative palsu

DAFTAR PUSTAKA

Ridwan. 2012. Imunologi dan Serologi. Online. http://ridwananalis.wordpress.com/2012/08/13/imunologi-dan-serologi/. Diakses pada 24 Maret 2015.