IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI...

102
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DENGAN PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN (Studi Kasus: Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: NOVITA AKRIA PUTRI NIM : 1111048000024 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

Transcript of IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI...

Page 1: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT

DENGAN PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN TERSANGKA

SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN

(Studi Kasus: Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Pasal 77

huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

NOVITA AKRIA PUTRI

NIM : 1111048000024

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I pada Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah I akarta

Semua sumber data yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Penulisan Slcripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya saya ini merupkan hasil

dari tindakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

mber 2015

1.

2.

J.

utat,04cip

(

\

\\

Iw188475

.'Akiri"Putri-

Page 3: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTTTUSI TERKAIT

DENGAN PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN TERSANGKA

SEBAGAI OBJEK PRAPERADTLAN

(Studi Kasus: Putusan MK Nomor 2|/PUU-X lZ2[l4tentang Pengujian PasalTT

huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenrlhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

NOVITA AKRIA PUTRI

NIM: 1111048000024

'1P!,:B aw.a._h, .B iinbin g[n

W:,U----;i/.ab'|r,DR. Diawahir Heiaziev. SH. MA... 4...: r:'"::: ..

NIP: 195510151979031002

. KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN IIUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA1436 Ht20ts M

Page 4: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

SURAT PENGESAHAN UJIAN SKIRIPSI

Skiripsi berjudul lmplikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Dengan Penambahan

Normafenetapan Tersangka Sebagai Objek Praperaditan (Studi Kasus: Putusan MKNomor 21iPUU-XIA}0d{ tentang Pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang No"8

Tahun 1981_ te4tang Hukum Acara Pidana) telah diujikan dalam sidang Munaqasah

Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif hidayatullah Jakxta,23

September 2015. Skiripsi ini telah di terima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kelembagaan

Negara.

Jakarta- 23 Seotember 2015 M10 Dhul-hijjah 1436 H

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

f--,-

NrP. 196912161 99603 1001

1. I(etua

2. Seketaris

3. 'Pembimbing

4. Penguji I

Panitia Ujian Munaqasah

: Drs.Asep Syarifudin Hidayat.SH.MHNIP. 19691 1211994031001

: Drs.Abu Tamrin. SH.M.HumNrP. 1 96s0908 I 99503001

: Dr.Dj awahir Hej azziey. SH..MA..MHNIP. 19500306197603 1001

: Prof.Dr.H.A. Salman Maggalatung.SH."MHNIP. 1 9540303t97 611 1 001

:Eitria.SH..MRNrF. 1 9790 82220t I 01 2007

5. Pengrdi II

Page 5: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

ii

ABSTRAK

Nama : Novita Akria Putri

Program Studi : Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara

Judul : “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait

Dengan Penambahan Norma Penetapan Tersangka Sebagai Objek

Praperadilan (Studi Kasus: Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 Tentang

Pengujian Pasal 77 Huruf A Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang

Hukum Acara Pidana)”

Skripsi ini bertujuan untuk meneliti dan menganalisis tentang kewenangan

Mahkamah Konstitusi dalam melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD

1945 dan implikasinya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang

membatalkan suatu pasal dalam suatu undang-undang yang diujikan. Penulis

meneliti pada pokok permasalahan yakni bahwa pada putusan Mahkamah

Konstitusi tidak hanya membatalkan suatu norma atau pasal, melainkan pula

menambahkan suatu norma. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis

normative dengan menggabungkan teori pengujian undang-undang, pembatasan

kekuasaan dan dikaitkan dengan prinsip checks and balances. Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang pengujian pada Pasal 77 huruf a UU

No.8 tahun 1981 adalah salah satu cerminan bahwa putusan Mahkamah, adalah

putusan yang memasuki ranah legislative dengan menambahkan norma penetapan

tersangka sebagai salah satu objek praperadilan.

Kata kunci:

Putusan Mahkamah Konstitusi, Penambahan Norma, Implikasi, dan Prinsip check

and balances.

Page 6: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

iii

ABSTRACT

Name : Novita Akria Putri

Study Program : Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara

Title : “Implications of Constitutional Court’s Role to

Additional Norm Determination of The Suspect as Pretrial Object (Case

Study: Constitutional Court Judgement No.21/PUU-XII/2014 regarding

Judicial Review Article 77 point A on Law No. 8 tahun 1981 regarding

Criminal Procedure Law)”

The purpose of this thesis is to investigate and analyse the authority of the

Constitutional Court in testing the law against the 1945 Constitution and its

implications for the Constitutional Court's decision to cancel a clause in a statute

tested. The author examines the main issues that the decision of the Constitutional

Court not only cancel a norm or article, but also adds a norm. Writer using

normative juridical research method by combining the theory of judicial review,

the limitation of power and associated with the principle of checks and balances.

Constitutional Court Decision No. 21 / PUU-XII / 2014 concerning the test in

Article 77 letter a of Law No. 8 of 1981 is a reflection that the Court's decision, is

the decision to enter the realm of legislative norm-setting by adding the suspect as

one of the objects pretrial.

Key words:

Judgement of Constitutional Court, Additional Norm, Implication, and Check and

balances principle.

Page 7: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, adalah kalimat pembuka dari barisan kata pengantar yang

hendak penulis uraikan. Segala puji, syukur, dan sujud kehadirat Allah SWT,

yang selalu melimpahkan rahmat, ampunan, serta keberkahan-Nya sehingga

penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Selawat serta salam,

hendaknya selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi bingkai

uswatun hasanah bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini.

Skripsi yang berjudul: “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi

Terkait Dengan Penambahan Norma Penetapan Tersangka Sebagai Objek

Praperadilan (Studi Kasus: Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang

Pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana)” penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi

persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) pada jurusan Ilmu Hukum

Konsentrasi Kelembagaan Negara Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bahwa dibalik sebuah proses, tentu tidak hanya penulis yang tunggal

dalam memotivasi diri, suksesnya penulisan skripsi ini adalah karena dorongan,

nasihat, serta motivasi dari berbagai pihak. Maka penulis ingin

mempersembahkan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta, Ibu Asih Asmanah dan Bpk H.Sukri adalah

kedua orang tua yang selalu menguatkan, menasihati, dan tak bosan berdoa

Page 8: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

v

di sepertiga malamnya demi keberkahan ilmu penulis dunia dan akhirat.

Semoga selalu tercurah keselamatan dan rahmat Allah SWT bagi dua insan

yang amat penulis cintai ini. Amin.

2. Dr.H.Asep Saepudin Jahar.,MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs.H.Asep Syarifuddin Hidayat,SH.MH dan Abu Tamrin,SH.,M.Hum,

Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr.H.Djawahir Hejaziey,SH.,MA, Dosen Pembimbing yang memberikan

nasihat, motivasi, serta perbaikan-perbaikan yang konstruktif selama

penyusunan skripsi ini.

5. Dr.JM.Muslimin,MA, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu menguatkan semangat

dan motivasi dari segi tantangan studi.

6. Fitria S.H.MR, Nurohim Yunus, LLM, Nur Habibi Ihya,SH.I.MH, Indra

Rahmatullah,SHI.,MH, Hidayatulloh,SHI.,MH, Dosen Fakultas Syariah

dan Hukum yang senantiasa selalu mendampingi penulis dan tim ketika

menjadi delegasi perwakilan universitas dalam setiap kompetisi.

7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang senantiasa mencurahkan ilmunya untuk

penulis.

8. Segenap Pengelola Perpustakaan, Kepala dan Staff Bagian Umum, Bagian

Keuangan, Bagian Akademik serta seluruh civitas akademika di Fakultas

Page 9: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

vi

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah mengisi hari-hari penulis selama menyelesaikan studi.

9. Segenap Guru dan Sahabat Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta

Selatan yang nasihatnya selalu menjadi penyemangat dalam setiap tindakan

penulis menyelesaikan studi.

10. Azhar Arief, S.E yang memberikan semangat, doa, waktu, kata-kata, dan

mendampingi penulis selama penyusunan skripsi ini.

11. Senior Ilmu Hukum, Hilda Hilmiah Dimyati, S.H, Arief Hanani, S.H, Endah

Sulastri,S.H, Sri Hayati,S.H, Rizky Haryo Wibowo,S.H adalah senior yang

sangat membantu penulis dalam proses belajar selama dalam organisasi

Moot Court Community.

12. Keluarga Besar Moot Court Community, Ryan Chandra Ardhyanto, Afrita

Nurul Afthi, Siti Nur Avivah, Bustomi, Ummu Salamah, Iwan Kurniawan,

M.Raziv Barokah dan Teguh Triesna Dewa (My Team), Aisyah Yusriyyah

Akhdal, Syah ul Haqq, Alfida Husna, Hamalatul Qurani, Abdulatif Zainal,

Reinaldo Rianto, dan seluruh pengurus serta anggota Moot Court

Community yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga tetap

menjadi basis organisasi penggenggam prestasi, Harumkan nama

Almamater kita!

13. Rekan-rekan Ilmu Hukum, Pengurus Angkatan Muda Peduli Hukum 2013-

2014, Pengurus PSHK 2014-2015, Rekan kelas Hukum Kelembagaan

Negara angkatan 2011, Rekan kelas Hukum Bisnis angkatan 2011, kalian

adalah rekan yang sangat akademis dalam diskusi dan organisasi.

Page 10: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

vii

Akhirnya atas jasa, semangat dan doa dari semua pihak baik secara

moril maupun materil, penulis berdoa semoga Allah memberikan kebaikan

pahala atas segala kebaikan yang telah diberikan. Amin.

Ciputat, 7 September 2015 M

23 Dzulkaidah 1436 H

Penulis

Page 11: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… i

ABSTRAK...…………………………………………………………………… ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI………………………………………………………………….. viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... . 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... . 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................... . 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... . 8

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................ 10

E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual .................................... 12

F. Metode Penelitian .............................................................................. 17

G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 22

BAB II KERANGKA TEORITIS...……………………………………………25

A. Realisasi Negara Hukum dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap

UUD 1945 .......................................................................................... 25

B. Penambahan Norma dalam Putusan Mahkamah Konstitusi .............. 30

C. Penetapan Tersangka Sebagai Tambahan Objek Praperadilan .......... 33

BAB III PROFIL LEMBAGA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK

INDONESIA ........................................................................................ 39

A. Sejarah Dibentuknya Mahkamah Kostitusi dalam Rangka Reformasi

Yudikatif ............................................................................................ 39

Page 12: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

ix

B. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang

Terhadap UUD 1945.......................................................................... 46

BAB IV ANALISIS IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

NOMOR 21/PUU-XII/2014 ............................................................... 52

A. Dasar Pertimbangan Mahkamah atas Putusan Penetapan Tersangka

Sebagai Objek Praperadilan .............................................................. 60

B. Implikasi Putusan MK No.21/PUU-XII/2014 terhadap Penambahan

Norma Penetapan Tersangka pada Objek Praperadilan..................... 66

C. Faktor Yang Mempengaruhi Putusan MK Nomor 21/PUU-XII

/2014 .................................................................................................. 75

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................................ 81

B. Saran .................................................................................................. 83

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 85

LAMPIRAN

Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 ................................................................ 90

Page 13: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peraturan perundang-undangan akan selalu tertinggal dengan

perkembangan masyarakat yang berjalan lebih cepat. Karena itu ada

sebuah pameo menyatakan, het recht hinkt achter de feiten aan, artinya

hukum dengan terpontang panting mengikuti peristiwanya dari belakang.1

Jika memandang Indonesia yang merupakan negara hukum, sudah

sepantasnya menjadikan hukum sebagai landasan utama berjalannya

penyelenggaraan negara. Negara hukum Indonesia dapat direalisasikan

dengan pilar-pilar utama penyangganya2 yakni beberapa di antaranya

adalah pembatasan kekuasaan, peradilan bebas dan tidak memihak,

perlindungan hak asasi manusia, serta didirikannya suatu lembaga

Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk pelaksanaan hukum agar tidak

lagi terpontang-panting mengikuti peristiwa di belakangnya.3

1 Janedjri M.Gaffar, Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:

Konstitusi Press, 2013), h.V.

2 Uraian masing-masing prinsip negara hukum dari Prof, Jimly Ashiddiqie mencangkup

12 pilar utama penyangga, yakni. Supremasi hukum, Persamaan dalam hukum, asas legalitas,

pembatasan kekuasaan, organ-organ penunjang yang independen, peradilan bebas dan tidak

memihak, peradilan tata usaha negara, Mahkamah Konstitusi, Perlindungan Hak Asasi Manusia.

Bersifat demokratis, berfungsi sebagain sarana mewujudkan tujuan bernegara, transparansi dan

control sosial. Perkembangan prinsip-prinsip negara hukum tersebut dipengaruhi oleh semakin

kuatna penerimaan paham kedaulatan rakyat dan demokrasi dalam kehidupan bernegara

menggantikan model-model negara tradisional.

3Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2011), h.132.

Page 14: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

2

Sejalan dengan pandangan dari Cicero yaitu “Ubi Societas Ibi

Lius” bahwa dimana ada masyarakat disana ada hukum. Dengan kata lain

hukum berfungsi sebagai sarana pengendali social (social control).4 Ketika

dimanisasi problematika yang terjadi di tengah masyarakat mulai

meningkat, setidaknya hukum haruslah menjadi alat kontrol agar

masyarakat tetap terlindungi haknya, dan terciptanya ketertiban serta

perdamaian.

Mewujudkan negara yang memberikan perlindungan atas hak

warga negaranya adalah salah satunya dengan dibentuknya MK yakni

sebagai hasil Amandemen ke III UUD 1945. Melalui gagasan mereformasi

yudikatif, MK dibentuk setingkat dengan Mahkamah Agung (MA) dan

memiliki kewenangan untuk mengadili di tingkat pertama dan terakir‟ dan

…putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan

kelembagaan negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus

perselisihan tentang hasil pemilihan umum5.

Penelitian ini lebih mengkerucutkan pada pembahasan kewenangan

MK sebagai lembaga yang berwenang menguji konstitusional undang-

undang. Pada umumnya, pengujian undang-undang yang dilakukan dalam

4 Lihat Pengertian Hukum dan Seluruh Aspek Hukum, http://indrakusumaw.blogspot.

co.id/2012/08/pengertian-hukum-dan-seluruh-aspek-hukum.html diunduh pada 8 Oktober 2015

pukul 12.04 wib.

5 Denny Indrayana, Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran ,(Bandung:

Mizan Media Utama, 2007), h.278-279.

Page 15: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

3

suatu peradilan lazim disebut dengan judicial review6,yang diawali dengan

sebuah permohonan, dan akan berakhir dalam satu putusan, yang

merupakan pendapat tertulis hakim konstitusi tentang perselisihan

penafsiran satu norma atau prinsip yang ada dalam UUD yang dikokretisir

dalam ketentuan undang-undang, sebagai pelaksanaan tujuan bernegara

yang diperintahkan konstitusi.

Tentu ini merupakan hal yang cukup membanggakan, dikarenakan

selama pemerintahan Orde Baru tidak muncul politik hukum untuk

pengujian undang-undang. Di masa itu undang-undang benar-benar tidak

tersentuh pengujian oleh hukum. Adapun MA hanya dapat melakukan

pengujian peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang

sehingga kalau ada produk hukum yang represif dan bersebrangan dengan

demokrasi maupun HAM tidak dapat disentuh oleh hukum untuk diuji

substansinya. 7

6 Mohammad Fajrul Falaakh merumuskan bahwa judicial review (hak uji materiil)

merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-

produk legislative dan eksekutif di hadapan konstitusi yang berlaku.[Lihat: Himawan Estu Bagijo,

Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi Perwujudan Negara Hukum yang Demokratis Melalui

Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-Undang,LaksBang

Grafika:Yogyakarta,2014,h.54.]. Permasalahan Judicial Review pun mula-mula muncul dan

berkembang di Amerika Serikat dalam kasus yang terkenal yaitu Madison versus Marbury tahun

1803. Dimana Mahkamah Agung Amerika Serikat pada saat itu ditantang untuk dapt melakukan

pengujian (review atau toesting) atas konstitusionalitas undang-undang yang ditetapkan oleh

kongres. Awalnya, konstitusi Amerika Serikat tidaklah memberikan kewenangan tersebut kepada

Mahkamah Agung, namun atas keberanian John Marshall, Mahkamah Agung memiliki

kewenangan menguji undang-undang sebagai produk legislative. Hak untuk menguji inilah yang

biasa disebut dengan Judicial Review atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan toetsingrecht.

7Ni‟matul Huda, Perdebatan Hukum Tata Negara Peredebatan dan Gagasan

Penyempurnaan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), h.1.

Page 16: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

4

Kewenangan MK sebagai penguji undang-undang terhadap UUD

1945 dan sebagai penafsir atas norma hukum inilah yang berujung pada

istilah MK sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution)

dan the sole of the interpreteur of the constitution dimana dua dimensi

tersebut melekat pada kewenangan MK. Dengan karakter inipun, putusan

peradilan konstitusi menjadi salah satu sumber hukum penting di samping

peraturan tertulis, tidak hanya dalam amar putusannya, tetapi juga tafsir

konstitusionalnya.8

Menguji konstitusionalitas dari undang-undang menekankan

bahwa MK adalah negatif legislatif yaitu sebagaimana menurut Maruarar

Siahaan merupakan tindakan dari MK dengan menyatakan bahwa undang-

undang yang dihasilkan oleh organ legislatif tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat.9

Namun, di beberapa putusannya, MK tidak hanya membatalkan

suatu undang-undang yang telah diujikan kepada UUD 1945 dan

menyatakan undang-undang tersebut inkonstitusional, namun MK

menambahkan suatu norma hukum baru dalam putusannya tersebut.

Seperti dalam putusan nomor 21/PUU-XII/2014 mengenai pengujian Pasal

8 Janedjri M.Gaffar, Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi,h.VI.

9 Maruarar Siahaan, Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penegakkan Hukum

Konstitusi,Jurnal Hukum No.3 Nol.16 Juli 2009,h.359.

Page 17: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

5

77 huruf a KUHAP10

tentang objek dari Praperadilan. Dalam amar

putusannya, MK memutus bahwa Pasal 77 huruf a Undang-Undang

No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan

tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.11

Ketika Pasal 77 (a) telah

dibatalkan melalui putusannya, MK seakan menambahkan suatu norma

mengenai objek baru dalam praperadilan yakni „penetapan tersangka‟.

Hal itulah yang menjadikan MK tidak hanya membatalkan suatu

undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, namun MK telah

memasuki ranah positif legislatif yang seharusnya ditindak lanjuti oleh

organ legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam

menambah, memuat, dan menghapus suatu norma pada suatu undang-

undang12

.

Jika putusan tersebut dijadikan pembenar dalam melakukan suatu

penemuan hukum dan sejalan dengan keadaan masyarakat kekinian

sebagaimana pendapat Soejono Koesoemo Sisworo: “Bahwa hakikat

10

Pasal 77 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menegaskan bahwa

objek praperadilan yakni: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan,

atau penghentian penuntutan.

11Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014.

12 Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berbunyi, “Tindak lanjut atas putusan

Mahkamah Konstitusi sbagaimana dimaksud ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.”

Page 18: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

6

penemuan hukum, yaitu selalu berkaitan dengan situasi dan kondisi

masyarakat dan tetap dalam lingkungan sistem hukumnya.”13

Hal tersebut dapatlah penulis kategorikan sebuah upaya progresif14

dari MK, namun faktor keberpengaruhan dari aspek yuridis-filosofis dan

sosiologis dari permohonan penetapan tersangka sebagai objek

praperadilan nampaknya berpengaruh atas pertimbangan putusan MK.

Sehingga pasca putusannya diberlakukan, terdapat implikasi yang

berpengaruh di tengah masyarakat dan tidak sepenuhnya mengakomodir

suatu keadilan substantif.15

Oleh karena itu, penulis melihat terdapat kesenjangan yang terjadi

antara yang seharusnya dengan kenyataan yang terjadi. MK diamanahkan

untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yang pada dasarnya

kewenangan tersebut adalah bentuk pengawasan terhadap produk

legislatif. Namun, pada kenyataannya MK dalam putusannya justru

13

Otje Salman, Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah, (Bandung:PT

Refika Aditama, 2012), h. 61.

14 Penulis mengartikan upaya progresif tersebut merupakan terobosan dari MK untuk

menghindari adanya kekosongan hukum namun definisi dari upaya Progresif itu sendiri yaitu

bahwa hukum bukanlah suatu skema yang final (finite scheme), namun terus bergerak, berubah,

mengikuti dinamika manusia. Karena itu, menurut Prof.Satjipto Rahardjo hukum harus terus

dibedah dan digali melalui upaya-upaya progresif untuk menggapai terang cahaya kebenaran

dalam menggapai keadilan.

15 Keadilan dalam hal ini bukan hanya keadilan hukum positif, tetapi juga meliputi nilai

keadilan hukum positif, dan meliputi nilai keadilan yang diyakini dan berkembang dalam

masyarakat. Dalam keadilan yang disebut sebagai keadilan substantif itu, ketika memutus perkara,

hakim tidak hanya menjalankan preskripsi yang terdapat dalam undang-undang. Di sini, hakim

mewujudkan keadilan yang hendak dicapai oleh aturan hukum dengan mempertimbangnkan rasa

keadilan yang berbeda-beda untuk setiap kasus, waktu, dan masyarakat tertentu.

Page 19: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

7

menambahkan norma baru yaitu dengan mengabulkan permohonan

pemohon dengan menambahkan norma „penetapan tersangka‟ sebagai

salah satu objek praperadilan.

Atas uraian yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk

mengetahui implikasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014, dan pembahasan topik tersebut diuraikan dalam sebuah

penelitian yang berjudul “IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH

KONSTITUSI TERKAIT DENGAN PENAMBAHAN NORMA

PENETAPAN TERSANGKA SEBAGAI OBJEK PRAPERADILAN

(Studi Kasus: Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian

Pasal 7 huruf a Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana).

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luas dan banyaknya penelitian terkait dengan

topik ini, maka permasalahan penelitian ini akan dibatasi. Fokus

penelitian yakni menyoroti esensial Kewenangan Mahkamah Konstitusi

sebagai lembaga yang berwenang menguji dan membatalkan undang-

undang yang bertentangan dengan UUD.

Page 20: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

8

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan ulasan yang penulis paparkan dalam latar belakang

dan permasalahan yang telah dibatasi oleh penulis, rumusan tersebut

dapat dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

21/PUU-XII/2014 terhadap penambahan norma penetapan

tersangka sebagai objek praperadilan dalam putusan Mahkamah

Konstitusi ?

b. Apa pertimbangan hakim dalam melakukan putusan Nomor

21/PUU-XII/2014 ?

c. Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi putusan hakim

Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 21/PUU-XII/2014?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Setelah dirumuskannya beberapa permasalahan dalam penelitian

ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui implikasi atas putusan Mahkamah Konstitusi No

21/PUU-XII/2014 yang menambahkan norma penetapan tersangka

Page 21: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

9

terhadap pembatalan Pasal 77 (a) Undang-Undang No.8 tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana.

b. Mengetahui dasar-dasar pertimbangan hakim dalam memberikan

putusannya terkait dengan penambahan norma penetapan tersangka

sebagai objek praperadilan.

c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim

Mahkamah Konstitusi.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rintisan

pemikiran dalam segi keilmuan yang berkaitan dengan Ilmu

Hukum, khususnya kajian Ilmu Hukum Tata Negara yang berkaitan

dengan kewenangan kelembagaan negara yaitu untuk pembaharuan

sistem pemerintahan di Indonesia.

b. Secara Praktis, Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

bahan rujukan bagi para akademisi yang bergelut dalam keilmuan

hukum. Baik mahasiswa maupun para civitas akademika yang

mengambil kekhususan dalam keilmuan Hukum Tata Negara.

Page 22: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

10

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Penelitian atau pembuatan skripsi, terkadang ada tema yang

berkaitan dengan penetilian yang kita jalankan sekalipun arah tujuan yang

diteliti berbeda. Dari penelitian ini, penulis menemukan beberapa sumber

kajian lain yang terlebih dahulu membahas terkait dengan Implikasi

Putusan Mahkamah Konstitusi, di antaranya adalah :

No. Nama Penulis/Judul

skripsi, jurnal/

Tahun.

Substansi Perbedaan dengan

Penulis

1. Agung Sudrajat /

Implikasi Peran

Mahkamah

Konstitusi sebagai

Positive Legislator

pada Uji Materiil

Undang-Undang

Terhadap Proses

Legislasi di

Indonesia (Studi

Kasus: Putusan MK

No. 10/PUU-

VI/2008 tentang

Pemuatan Syarat

Domisili Calon

Anggota DPD

dalam UU No. 10

Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum /

Skripsi Ilmu

Hukum, Fakultas

Hukum

Universtitas

Indonesia, Depok,

Skripsi penelitian ini

menjelaskan tentang

peran mahkamah

konstitusi sebagai

positif legislator dan

implikasinya terhadap

proses legislasi di

Indonesia.

Penelitian ini

berfokus pada studi

kasus putusan No.

10/PUU-VI/2008

menunjukkan bahwa

Mahkamah Konstitusi

di Indonesia telah

berperan sebagai

Positive Legislator

(pemuat norma).

Penulis meneliti

tentang implikasi

putusan Mahkamah

Konstitusi pasca

penambahan norma

mengenai penetapan

tersangka dalam

objek praperadilan.

Penelitian penulis

berfokus pada

putusan

No.21/PUU-

XII/2014 yang

mana putusan

tersebut merupakan

putusan yang

kontroverisal,

dimana Mahkamah

Konstitusi yang

berwenang untuk

membatalkan saja

pasal yang diujikan

Page 23: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

11

2012. namun ternyata

dalam putusannya,

menambahkan

norma dan akan

diteliti pula atas

keberpengaruhan

kasus-kasus dan

opini publik yang

merupakan faktor

penunjang terhadap

putusan hakim

Mahkamah

Konstitusi.

2. Aditya Warman /

Penerapan Negative

Legislation dalam

Pengujian Undang-

Undang pada

Putusan Mahkamah

Konstitusi

Berdasarkan

Undang-Undang

Dasar Negara

Republik Indonesia

Tahun 1945 / Tesis

Ilmu Hukum

Fakultas Hukum

Universitas

Bengkulu, 2013.

Tesis ini menjelaskan

tentang kewenangan

Mahkamah Konstitusi

untuk menghilangkan

keberlakuan suatu

norma undang-

undang tersebut

dimana Mahkamah

Konstitusi disebut

sebagai pembuat

undang-undang dalam

arti negative

(Negative Legislator),

berbeda dari fungsi

parlemen sebagai

pembuat undang-

undnag dalam arti

positif (Positive

Legislator).

Penulis meneliti

kesenjangan

kewenangan

mahkota Mahkamah

Konstitusi yakni

melakukan

pengujian undang-

undang terhadap

undang-undang

dasar, namun

nyanya Mahkamah

Konstitusi

sendirilah yang

telah menerobos

prinsip checks and

balances antar

lembaga negara

kususnya

Mahkamah

Kosntitusi dengan

DPR dan Presiden

sebagai pembuat

norma undang-

undang.

Page 24: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

12

3. Anindtya Eka

Bintari / Mahkamah

Konstitusi sebagai

Negative Legislator

dalam Penegakkan

Hukum Tata

Negara / Jurnal

Universitas Negeri

Semarang, 2013.

Jurnal ini

menjelaskan tentang

kedudukan hukum

Mahkamah Konstitusi

sebagai pembatal

undang-undang.

Fokus penelitian

jurnal adalah

berlandaskan pada

Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011

tentang Perubahan

atas Undang-Undang

Nomor 24 Tahun

2003 tentang

Mahkamah Konstitusi

yang telah dianggap

membatasi wewenang

Mahkamah Konstitusi

dimana beberapa

Pasal inti yang

dirubah dan

ditambahkannya.

Penulis meneliti

tentang kewenangan

Mahkamah

Konstitusi dalam

melakukan

pengujian undang-

undang terhadap

undang-undang

dasar dan

mengkaitkannya

dengan proses

putusan yang ada,

bahwa kewenangan

tersebut telah

diterobos oleh

Mahkamah

Konstitusi sendiri

sebagai pengawal

konstitusi.

E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Teori Negara Hukum

Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep rechtstaat dan the

rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy yang berasal dari

perkataan nomos dan cratos. Yaitu yang berarti dari nomos adalah norma

Page 25: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

13

sedangkan cratos adalah kekuasaan.16

Berikut adalah ciri dari negara

hukum (rechtstaat) menurut Julius Stahl, mencakup empat elemen

penting: Perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan,

pemerintah berdasarkan undang-undang, dan peradilan tata usaha negara.17

Teori Pengujian Undang-Undang

Pengertian undang-undang formal dan materil adalah hal penting

kaitannya dengan pengujian formal (formele toesting) atau „procedural

review‟ dan pengujian materiil atau „substantive review‟ (materiele

toesting). Menurut A.W.Bradley dan K.D.Ewing, terdapat beberapa alasan

subtantif yang biasa dipakai untuk melakukan pengujian atau „judicial

review‟ atas norma umum peraturan (regeling) dan norma konkret

(beschikkings), yaitu18

:

1. The ultra vires rule (excess of power);

2. Abuse of discretionary power;

3. Failure to perform a statutory duty;

4. The concept of jurisdiction;

5. Mistake of fact;

16

Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2012), h.125.

17 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi,h.130.

18 Jimly Ashiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011),

h.102.

Page 26: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

14

6. Acting incompatibly with convention rights.

Pengertian pengujian undang-undang (judicial review) yang

berdasarkan alasan subtantif di atas dilakukan dengan implikasi adanya

putusan hakim Konstitusi dengan memperhatikan hak konstitusional

warga negara. Dan esensi dari putusan hakim yang dianggap adil

adalah putusan yang dibuat secara imparsial atau tidak berpihak

kecuali hanya kepada kebenaran.

Teori Putusan

Putusan hakim menurut Zairin Harahap, adalah suatu pernyataan

yang oleh hakim, sebagai pejabat negara diberikan wewenang atas itu,

diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.19

Dalam

ranah MK, dikenal adanya putusan dengan istilah ultra petita, ulta vires,

condionally constitutional, pembatalan undang-undang yang diberi batas

waktu dan pencabutan hak dipilih peserta pemilu kepala daerah, serta

menyebut secara tidak langsung subjek tertentu dalam putusan pengujian

UU.20

Dan pengertian putusan-putusan MK tersebut akan diuraikan dalam

bab selanjutnya dalam skripsi ini.

19

Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta:PT Raja

Grafindo Persada,cetakan ketiga, 2002), h.138.

20Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, (Jakarta:Prenada

Media Group, 2011),h.119.

Page 27: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

15

Teori Prinsip Checks and Balances

Salah satu gagasan dalam gerakan reformasi yang berhasil

menjebol sakralisasi UUD 1945, penawaran yang paling penting adalah

usulan tentang sistem dan mekanisme checks and balances di dalam

sistem politik dan ketatanegaraan. Hal ini penting karena selama era dua

periode sebelumnya dapat dikatakan checks and balances itu tidak ada.21

Prinsip check and balances merupakan prinsip yang diterapkan dalam

upaya merealisasikan adanya distribution of power dalam suatu kerangka

sistem ketatanegaraan, dimana kedudukan MPR,DPR, dan DPD

(legislative) sama-sama mempunyai kedudukan sederajat dengan Presiden

(eksekutif) dan pelaksana kekuasaan kehakiman yang terdiri atas

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (yudikatif) dan sama-sama

saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and

balances.

2. Kerangka Konseptual

Implikasi Putusan

Implikasi adalah suatu keterlibatan atau keadaan terlibat.22

Artinya, implikasi dalam bahasa Indonesia adalah efek yang

ditimbulkan di masa depan atau dampak yang dirasakan ketika

21

Moh. Mahfudh MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi,

(Jakarta:Rajawali Pers, 2011), h.67.

22 Lihat http://kamusbahasaindonesia.org// diakses pada 9 September 2015 pukul 15.00.

Page 28: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

16

melakukan sesuatu. Maka implikasi putusan adalah suatu keterlibatan

suatu faktor dengan faktor lainnya akibat dari pernyataan seorang

hakim dalam menyelesaikan suatu perkara.

Penambahan Norma

Definisi norma yang artinya suatu ukuran yang harus dipatuhi

oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya ataupun

dengan lingkungannya. Maka penambahan norma dapat didefinisikan

sebagai suatu penambahan ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang

atau sekelompok masyarakat. Putusan Mahkamah Konstitusi yang

bersifat erga omnes yakni mengikat semua pihak tidak hanya pihak

pemohon saja.

Objek Praperadilan

Secara harfiah, definisi praperadilan yakni Pra artinya sebelum

atau mendahului, berarti “praperadilan” dapat diartikan dengan

sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan.23

Adapun objek dari

praperadilan ditegaskan dalam Pasal 77 (a) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 yaitu, tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan

penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Ditegaskan

kembali oleh Yahya Harahap24

, bahwa Pasal tersebut tidaklah bersifat

23

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), h.187.

24Yahya Harahap, Pembahasan Permasaahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.8.

Page 29: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

17

“limitatif”, ternyata dalam Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP

memasukkan upaya paksa penyitaan ke dalam yuridiksi substantif

Praperadilan.

Penetapan Tersangka

Dalam proses hukum acara pidana, dalam menetapkan

tersangka tentu harus melalui tahap penyelidikan dan penyidikan

barulah dapat ditemukan tersangka. Disamping itu, penyidikan

bukanlah semata-mata tahap atau suatu proses pidana yang

mengharuskan lahirnya tersangka pada proses akhirnya. Penyidikan

pun secara tegas memberikan syarat bahwa penetapan tersangka

merupakan tahapan lanjutan yang syaratnya hanya dapat dilakukan

setelah penyidik berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang cukup

berdasarkan hukum yang menunjuk seseorang atau beberapa orang

sebagai pihak yang diduga pelaku tindak pidana.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum

normatif. Penelitian jenis ini dikonsepkan sebagai apa yang tertulis

dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku

Page 30: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

18

manusia yang dianggap pantas.25

Penelitian ini berlandaskan norma-

norma hukum yang berlaku dan terdapat dalam peraturan perundang-

undangan.

2. Jenis dan Sifat Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang kajiannya

dilakukan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literature, buku-

buku, perundang-undangan, dan sumber lainnya. adapun, Penelitian ini

bersifat Deskriptif-Normatif, yaitu akan mendeskripsikan tentang

kewenangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan pengujian undang-

undang pada undang-undang dasar yang berimplikasi pada pembatalan

pasal dalam undang-undang tersebut. Dalam hal ini terkait dengan

putusan MK nomor 21/PUU-XII/2014.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan,

dimana studi kepustakaan merupakan metode tunggal yang

dipergunakan dalam penelitian hukum normatif.26

Dari bahan hukum

yang sudah terkumpul baik bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder diklasifikasikan sesuai isu hukum yang akan dibahas.

25

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,cet I, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h.118.

26Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2012),

h.123.

Page 31: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

19

Kemudian bahan hukum tersebut diuraikan untuk mendapatkan

penjelasan yang sistematis. Pengelolaan bahan hukum bersifat deduktif

yaitu menarik kesimpulan yang menggambarkan permasalahan secara

umum ke permasalahan yang khusus atau lebih konkret. Setelah bahan

hukum itu diolah dan diuraikan kemudian penulis menganalisisnya

(melakukan penalaran ilmiah) untuk menjawab isu hukum yang telah

dirumuskan dalam rumusan masalah.

4. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa

pendekatan. Dengan pendekatan ini, penulis akan mendapatkan

informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan dibahas.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu:

27 Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach), pendekatan

kasus (case approach), dan pendekatan sejarah (historical

approach).

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan

pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah

berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral

suatu penelitian.28

Pendekatan perundang-undangan (statute

27

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, Cetakan 8, (Jakarta: Prenada Media Group,

2013), h. 133.

28 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,(Malang:

Bayumedia Publishing, 2008) cet.ke-IV, h. 302.

Page 32: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

20

approach) dilakukan dengan menelaah perundang-undangan yang

berkaitan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011

perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan Undang-

Undang lainnya yang terkait. Pendekatan selanjutnya yaitu

pendekatan kasus (case approach) dengan melakukan analisis

terhadap ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan

oleh hakim untuk sampai pada putusannya29

, yaitu dalam hal ini,

penulis menganalogikan alasan hukum dari hakim yang dijadikan

pertimbangan dalam putusan MK nomor 21/PUU-XII//2014.

5. Data dan Sumber Penelitian

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

otoritatif. Artinya sumber-sumber hukum yang dibentuk oleh pihak

yang berwenang. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan

perundang-undangan, catatan resmi dalam pembuatan perundang-

undangan dan putusan pengadilan. Bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu UUD NRI 1945, undang-

29

Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum, h. 158.

Page 33: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

21

undang terkait sebagaimana telah disebutkan pada penjelasan

pendekatan perundang-undangan (statue approach), serta putusan

MK No. 21/PUU-XII/2014.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai hukum primer.30

Terdiri dari buku-buku,

jurnal hukum, kamus hukum, hasil penelitian yang berkaitan

dengan penelitian ini. Telaahan tersebut dimaksukan untuk

pengumpulan data dan informasi guna menyusun konsep dan

instrument penelitian, sedangkan telaahan dokumen dan literature

pada saat pengumpulan data dan pada saat analisis serta penafsiran

data dimaksudkan untuk menambah dan melengkapi data guna

diperoleh hasil pengkajian yang berkualitas.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Dari bahan hukum yang sudah terkumpul baik bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder diklasifikasikan

sesuai isu hukum yang akan dibahas. Kemudian bahan hukum

tersebut diuraikan untuk mendapatkan penjelasan yang

sistematis.Pengolahan bahan hukum bersifat deduktif yaitu

menarik kesimpulan yang menggambarkan permasalahan secara

umum ke permasalahan yang khusus atau lebih konkret. Setelah

30

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 141.

Page 34: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

22

bahan hukum itu diolah dan diuraikan kemudian Penulis

menganalisisnya (melakukan penalaran ilmiah) untuk menjawab

isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.

7. Teknis Penulisan Skripsi

Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet.

1. 2012.”

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi kedalam

lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna lebih

memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang di teliti.

Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok

pembahasannya adalah sebagai berikut :

BAB Pertama Tentang Pendahuluan

Terdiri dari pemaparan latar belakang yang menguraikan

tentang bagaimana kesenjangan kewenangan MK dalam

melakukan pengujian sementara dalam putusannya Nomor

21/PUU-XII/2014 MK sehingga melakukan penambahan norma,

dan latar belakang ini yang nantinya akan dijadikan sebuah

pertanyaan dalam sebuah rumusan masalah. Kemudian dipaparkan

Page 35: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

23

juga mengenai tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis dan

konseptual, tinjauan (review), metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB Kedua Kerangka Teoritis

Terdiri dari kerangka teori atau pemaparan teori filosofis

adanya pengujian undang-undang (judicial review) di dalam

sebuah negara hukum. Dalam bab inipun akan diuraikan definisi

verbal dari pembahasan penelitian. Adapun definisi yang akan

diuraikan adalah mengenai definisi penambahan norma, definisi

tentang penetapan tersangka, pemaparan objek Pra Peradilan secara

yuridis dan beberapa pendapat ahli serta uraian mengenai prinsip

checks and balances dalam doktrin sistem ketatanegaraan di

Indonesia.

BAB Ketiga Kelembagaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Pengujian Undang-Undang terhadap UUD NRI 1945

Terdiri dari uraian profil tentang kelembagaan Mahkamah

Konstitusi serta kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai

penguji undang-undang pada undang-undang dasar. Serta uraian

tentang bagaimana seharusnya putusan Mahkamah Konstitusi yang

membatalkan suatu Pasal dalam undang-undang yang telah

dinyatakan inkonstitusional.

Page 36: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

24

BAB Keempat Analisis Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014

Bab ini merupakan inti dari pembahasan masalah yang

dibahas dan merupakan jawaban yang terdapat dalam perumusan

dan pembatasan masalah, maka dalam bab ini menguraikan tentang

implikasi putusan Mahkamah Konstitusi dalam penambahan norma

sebagai objek praperadilan yang dituangkan dalam putusan MK

nomor 21/PUU-XII/2014.

BAB Kelima Tentang Penutup

Berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil

penelitian. Kesimpulan tersebut didasarkan pada temuan-temuan

data yang secara kualitatif dikaitkan dengan teori, doktrin, dan data

tambahan yang ditemukan oleh penulis. Kemudian juga dengan

saran-saran konstruktif yang dapat membantu dan memberikan

masukan terhadap perbaikan sistem ketatanegaraan di Indonesia

terlebih mengenai perbaikan-perbaikan pada putusan Mahkamah

Konstitusi sebagai penjaga dan penafsir konstitusi.

Page 37: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

25

BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Realisasi Negara Hukum dalam Pengujian Undang-Undang Terhadap

UUD 1945

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum berdasarkan

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, pendapat tentang kriteria suatu negara hukum

memiliki banyak perspektif, namun terdapat keterangan pokok yang

akhirnya dituangkan dalam UUD 1945, keterangan tersebut dihasilkan dari

pembahasan yang diuraikan dalam perubahan UUD 1945 mengenai

nomenklatur Negara Hukum, dimana ditegaskan oleh Agun Gunandjar

Sudarsa, bahwa negara Indonesia dapat disebut sebagai negara hukum

dengan 4 persyaratan yakni31

:

1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia;

2. Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan hukum;

3. Adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri, merdeka;

4. Adanya peradilan administrasi negara.

Jika ditinjau dari empat persyaratan tersebut maka dapat

diketahui, elemen penting dan utama terciptanya negara hukum yakni

31

Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Buku II Sendi-sendi/Fundamen Negara, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi RI, 2010.

Page 38: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

26

adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia. Penjaminan tersebut

dapat direalisasikan dari sistem yang dibentuk oleh negara, baik sistem

kelembagaan negara maupun sistem sosial.

Salah satu usaha pencapaian suatu negara hukum yang

menjamin adanya perlindungan hak asasi manusia, ditilik dalam

amandemen UUD 1945 terdapat usulan dan pembahasan tentang judicial

review, maka dibentuklah Mahkamah Konstitusi yang dilekatkan

kewenangan untuk melakukan judicial review tersebut. Dimana pada awal

pembahasan, hanya ada keinginan untuk memperkuat posisi dan peran

MA. Salah satunya dengan memberikan kewenangan untuk menguji

undang-undang terhadap UUD kepada MA. Dalam usulannya, Hamdan

Zoelva menyampaikan usulan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili perkara pada tingkat pertama dan terakhir, serta memiliki

kewenangan utama yaitu, memutuskan kewenangan mengajukan uji

terhadap undang-undang, memutus perselisihan antar lembaga negara,

kemudian kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.32

Dalam implementasi penegakkan ide negara hukum yang

termaktub dengan jelas dalam UUD 1945 sebagai dasar berjalannya

penyelenggaraan negara, adanya kewenangan dalam pengujian undang-

undang terhadap UUD 1945 adalah mekanisme yang begitu

32

Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Buku VI Kekuasaan Kehakiman, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi RI, 2010.

Page 39: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

27

membanggakan untuk dapat melindungi hak warga negara yang ditumpah

ruahkan dalam norma-norma yang termaktub dalam undang-undang.

Reformasi kekuasaan kehakiman melalui didirikannya

Mahkamah Konstitusi tentu menjadi hal gemilang untuk meninggalkan

kemunduran bangsa dimana pada periode Pra Reformasi yang masih

sangat jauh dari perlindungan hak asasi manusia.

Pengujian undang-undang (judicial review) adalah sebuah

mekanisme yang hadir untuk dapat memberikan perlindungan hak asasi

manusia. Ditegaskan oleh Taufiqurrahman Syahuri bahwa hak uji

konstitusionalitas adalah hal yang dapat dilaksanakan ketika masyarakat

mempersoalkan produk undang-undang disebabkan adanya kerugian

konstitusinal oleh segolongan masyarakat.33

Kewenangan tersebut dilekatkan kepada Mahkamah Konstitusi

dan termaktub dengan jelas dalam UUD 1945, Pasal 24C yakni untuk

melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD, dimana hak

konstitusionalitas dari setiap warga negara akan terjamin dengan adanya

mekanisme tersebut.

Adapun hal ini merupakan konsekuensi dari kedudukan UUD

sebagai sebuah hukum tertinggi34

. Makna dari pernyataan tersebut adalah

33

Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, h.112

34Hans Kelsen menyebutkan bahwa UUD menduduki tempat tertinggi dalam hukum

nasional, sebab itu merupakan landasan sistem hukum nasional. Undang-Undang Dasar

merupakan fundamental law. Untuk itu Hans Kelsen menunjuk hak menguji sebagai mekanisme

Page 40: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

28

bahwa sebagai hukum, UUD harus mempunyai sifat normatif yang

mengikat. Dalam sifatnya yang normatif tersebut, apalagi terjadi

pelanggaran, ia harus ditegakkan dengan mekanisme hukum atau melalui

peradilan dan bukan lewat mekanisme politik35

.

Kehadiran sistem pengujian konstitusional ini ataupun

mekanisme „judicial review‟ yang terus berkembang dalam praktek di

berbagai negara demokrasi, pada umumnya, disambut sangat antusias, baik

di dunia akademis maupun praktek, bahkan tidak kurang oleh lingkungan

cabang kekuasaan kehakiman sendiri (judiciary). Seperti dikemukakan

oleh Lee Bridges, Georges Meszaros dan Maurice Sunkin36

,

“Judicial review has been increasingly celebrated, not least by the

judiciary itself, as means by which the citizen can obtain redress against

oppressive government, and as a key vehicle for enabling the judiciary to

prevent and check the abuse executive power.”

Pada umumnya, mekanisme pengujian hukum ini diterima

sebagai cara negara hukum modern mengendalikan dan mengimbangi

“guarantees of the constitution”. Jadi dapat dikatakan bahwa hak menguji merupakan konsekuensi

dari konstitusi tertulis, atau yang oleh Kelsen disebut konstitusi dalam arti formal, atau konstitusi

dalam arti sempit.

35Harjono, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), h. 486

36Jimly Ashiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,

(Jakarta: Konstitusi Press, 2005), h.2.

Page 41: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

29

(check and balance) kecenderungan kekuasaan yang ada di genggaman

para jabatan pemerintahan untuk menjadi sewenang-wenang.

Adapun nilai uji dari undang-undang tersebut adalah nilai uji

konstitusionalitasnya, yakni undang-undang tersebut diujikan baik dari

segi formiil ataupun materiil. Karena itu, pada tingkat pertama, pengujian

konstitusionalitas itu haruslah dibedakan dari pengujian legalitas.37

Dalam pengujian Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang hukum acara pidana, pemohon mengungkapkan alasan

bahwa idealnya suatu Hukum Acara itu memberikan kesetaraan antara

tersangka, terdakwa dengan penyidik dan penuntut dan kemudian

diberikan penilaian oleh hakim38

.

Pemohon menjadikan Pasal 28 I ayat (5) UUD 1945 dengan

adanya penjaminan dan perlindungan hak asasi manusia sesuai dengan

prinsip negara hukum yang demokratis sehingga ketentuan-ketentuan dalam

hukum acara pidana tersebut senantiasa harus sesuai dengan prinsip-prinsip

hak asasi manusia. Kalaupun ada pembatasan terhadap hak asasi manusia,

Pasal 28 J ayat (2) UUD 194 telah menegaskan bahwa pembatasan tersebut

semata-mata dilakukan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas

hak dan kebebasan orang lain.39

Maka, inilah yang menjadi bentuk realisasi

37

Harjono, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa,h.487.

38Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 h.3.

39Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No.21/PUU-XII/2014 h. 4.

Page 42: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

30

negara hukum dalam prosedur pengujian undang-undang terhadap undang-

undang dasar.

B. Penambahan Norma dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Pencapaian reformasi yudikatif yang telah dilakukan pada

amandemen UUD 1945 ke tiga dengan memunculkan Mahkamah

Konstitusi sebagai peradilan konstitusi yang diharapkan akan mengemban

amanah kewenangannya untuk dapat menegakkan hak konstitusional

warga negara.

Terkait dengan hal tersebut, Hans Kelsen dalam bukunya General

Theory of Law and State (1973) mengemukakan bahwa kewenangan

lembaga peradilan menyatakan suatu peraturan yang lebih rendah

bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

Pemikiran Judicial Review terus berkembang setelah kasus John

Marshall yang kemudian melahirkan istilah Judicial Review tersebut di

atas. Sedangkan dalam pelembagaannya dikenal bahwa Hans Kelsen

sebagai perintis lahirnya Mahkamah Konstitusi pertama. Dalam istilah

kelsen, pada proses legislasi, “recognized the need for an institution with

power to control or regulate legislation”. Lebih lanjut ditegaskan, bahwa

lembaga peradilan konstitusi ini berwenang membatalkan suatu undang-

undang atau menyatakan suatu undang-undang tidak mengikat secara

Page 43: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

31

hukum. Dalam menjalankan fungsi ini, pemegang kekuasaan kehakiman

bertindak sebagai negative legislator.40

Artinya sifat dari kewenangan Mahkamah Konstitusi yang

membatalkan undang-undang hanya menentukan undang-undang tersebut

konstitusional atau inkonstitusional. Karena, jika diperhatikan beberapa

putusan Mahkamah Konstitusi tidaklah semua yang ditambahkan

normanya. Melainkan hanya dilakukan pembatalan terhadap pasal atau

undang-undang yang dianggap inkonstitusional.

Tidak hanya mengenai penambahan norma melainkan mengenai

penghapusan norma, Mahkamah Konstitusi pun pada pertimbangan

resminya pada putusan perkara Nomor 122/PUU-VII/2009 yakni

mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata

Usaha Negara, dimana pemohon dirugikan oleh butir 37 Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2004, Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak berwenang

menilai kerugian itu karena penghapusan ketentuan demikian merupakan

hak pembentuk undang-undang.41

Inilah yang menjadi problematika dalam putusan Nomor 21/PUU-

XII/2014 yang akan diteliti penulis, bahwa dalam putusan ini Mahkamah

40

Lihat www.saldiisraa.co.id tulisan berjudul, “Negative Legislator” diakses pada 13 Juli

2015 Pukul 15.57.

41Muchamad Ali Safa‟at, Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma dalam Undang-

Undang, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Volume

7 Nomor 1, Februari 2010, h.2.

Page 44: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

32

Konstitusi tidak memberikan pernyataan yang sama terkait dengan

penghapusan norma yang memang menjadi kewenangan ranah legislatif.

Jika dikaitkan dengan definisi norma yang artinya suatu ukuran

yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya

ataupun dengan lingkungannya.42

Disamping itu, hukum menurut Hans

Kelsen adalah termasuk dalam sistem norma yang dinamik

(nomodynamics), oleh karena itu hukum selalu dibentuk dan dihapus oleh

lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang membentuk atau

menghapusnya, sehingga dalam hal ini tidak dilihat dari segi isi norma

tersebut, tetapi dilihat dari segi berlakunya atau pembentukannya.43

Maka

penambahan norma dapat didefinisikan sebagai suatu penambahan ukuran

yang harus dipatuhi oleh seseorang atau sekelompok masyarakat. Putusan

Mahkamah Konstitusi yang bersifat erga omnes yakni mengikat semua

pihak tidak hanya pihak pemohon saja. Ketika sifat putusan Mahkamah

Konstitusi yang mengikat semua pihak sedangkan diputus dengan prosedur

yang nyatanya tidak memperhatikan prinsip checks and balances.

Hal itulah, yang menjadi alasan mengapa sebenarnya dalam

putusan MK telah memasuki wilayah positif legislatif, karena jika kembali

pada pendapat Maria Farida Indrarti di atas, maka lembaga yang memiliki

kewenangan untuk menghapus dan membentuk norma adalah lembaga

42

Maria Farida Indrarti, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta : Kanisius, 2007, h.18.

43 Maria Farida Indrarti, Ilmu Perundang-Undangan, Yogyakarta : Kanisius, 2007, h.23.

Page 45: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

33

yang sama. Dalam perspektif kelembagaan negara di Indonesia, lembaga

yang memiliki otoritas tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagai

lembaga legislatif (lembaga pembentuk undang-undang).

C. Penetapan Tersangka Sebagai Tambahan Objek Praperadilan

Dalam melaksanakan fungsi “penyelidikan” dan “penyidikan”,

konstitusi memberi “hak istimewa” atau “hak previlese” kepada Polri

untuk: memanggil – memeriksa – menangkap – menahan – menggeledah –

menyita terhadap tersangka dan barang yang dianggap berkaitan dengan

tindak pidana.

Akan tetapi, dalam melaksanakan “hak” dan “kewenangan

istimewa” tersebut, harus taat dan tunduk kepada prinsip: the right of due

process.44

Permasalahan ini perlu disinggung karena pada kenyataannya

masih banyak keluhan dari masyarakat tentang adanya berbagai tata cara

“penyelidikan” dan “penyidikan” yang menyimpang dari ketentuan hukum

acara. Atau diskresi yang dilakukan penyidik sangat bertentangan dengan

HAM yang harus ditegakkan dalam tahap pemeriksaan, penyelidikan atau

44

Setiap tersangka berhak diselidiki dan disidik di atas landasan “sesuai dengan hukum

acara”. Konsep due process dikaitkan dengan landasan menjunjung tinggi “supremasi hukum”,

dalam menangani tindak pidana: tidak seorang pun berada dan menempatkan diri di atas hukum

(no one is above the law), dan hukum harus diterapkan kepada siapapun berdasarkan prinsip

“perlakuan” dan dengan “cara yang jujur”.[Lihat M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan

dan Penerapan KUHAP penyidikan dan penuntutan, Jakarta:Sinar Grafika, cet ke-14,2012, h.95].

Page 46: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

34

penyidikan. Oleh karena itu, hal ini patut diuraikan untuk meningkatkan

ketaatan mematuhi penegakan the right of due process of law.45

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa secara ideal

Hukum Acara itu memberikan kesetaraan antara tersangka, terdakwa,

dengan penyidik dan penuntut dan kemudian diberikan penilaian oleh

hakim. Dalam proses hukum, selain adanya kesetaraan antara warga

negara dan penegak hukum, maka kesetaraan lain yang harus ada, adalah

kesetaraan perlakuan antara yang kaya dan yang miskin, yang memiliki

kekuasaan dan yang tidak memiliki kekuasaan. Inilah yang dianut oleh

Hukum Acara Pidana Indonesia.

Adapun penetapan tersangka adalah suatu penetapan yang

dilakukan setelah dilaksanakannya proses penyelidikan dan penyidikan.

Dimana rangkaian kegiatan tersebut adalah hal yang tidak dapat

dipisahkan satu sama lain. Yahya Harahap menyebutnya dengan dua fase

tindakan yang berwujud satu. Hampir tidak ada perbedaan makna antara

dua kegiatan tersebut, namun hanya bersifat gradual saja46

.

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan

45

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan

dan penuntutan, Jakarta:Sinar Grafika, cet ke-14,2012, h.95.

46 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP penyidikan

dan penuntutan,h.109.

Page 47: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

35

menurut cara yang diatur oleh undang-undang47

. Sedangkan penyidikan

adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi

dan guna menemukan tersangkanya48

.

Dari dua pengertian variabel tersebut, tentu penetapan tersangka

merupakan proses yang terjadi setelah dilakukannya proses penyidikan

yakni dengan adanya bukti terang guna menemukan tersangkanya. Maka

proses penyidikan haruslah dilakukan sesuai dengan hukum due process of

law dengan tetap memperhatikan dan melindungi hak-hak asasi manusia

sehingga penetapan tersangka adalah hal yang dilakukan secara acak,

karena penetapan tersangka secara acak niscaya akan sangat merugikan

hak-hak setiap warga negara.

Penetapan tersangka49

mengakibatkan adanya upaya paksa lain

yang akan diberlakukan kepada seseorang yang telah ditetapkan sebagai

47

Lihat Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana.

48Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana.

49 Penetapan seseorang sebagai tersangka, penangkapan dan penahanan kesemuanya

merupakan pengurangan kebebasan individu, yang seharusnya dirumuskan secara clear and clean

dalam KUHAP. Perumusan parameter melakukan penetapan tersangka, mengeluarkan perintah

penangkapan dan penahanan yang tidak jelas, karena tidak dirumuskannya pengertian yang

memadai tentan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” dalam

KUHAP, akibatnya hanya menimbulkan ketidakpastian hukum dan perlakuan yang tidak adil

dalam implementasinya di lapangan.[lihat putusan MK No.21/PUU-XII/2014 halaman 28 sebagai

legal standing dari pemohon].

Page 48: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

36

tersangka seperti dilakukannya penyitaan, penggeledahan dan lain

sebagainya. Ketika seseorang merasa haknya dilanggar atas upaya paksa

tersebut maka seorang warga negara mempunyai jalur yang dinamakan

praperadilan dalam suatu upaya Hukum Acara Pidana Indonesia guna

mempertahankan haknya.

Praperadilan merupakan salah satu prinsip KUHAP yakni sebagai

lembaga control. Adapun praperadilan sebagaimana Pasal 1 butir 10

KUHAP, adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan

memutus50

:

1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan

atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain

atas kuasa tersangka.

2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan

keadilan.

3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka

atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang

perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Permintaan ganti kerugian yang diajukan ke praperadilan adalah

akibat penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan (Pasal 95

50

Haka Astana M.Widya,“Praperadilan dan Hakim Komisaris”,Problematika Pembaruan

Hukum Pidana Nasional,(Jakarta:Komisi Hukum Nasional RI,2013),h.30-33.

Page 49: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

37

dan penjelasan Pasal 95), sedangkan permintaan rehabilitasi yang diajukan

ke praperadilan adalah akibat diputus bebas atau diputus lepas (Pasal 97).

Dengan kata lain, Praperadilan memiliki objek penting didalamnya

yakni, Pertama, memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa

yang meliputi penangkapan dan penahanan, Kedua, memeriksa sah atau

tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dapat

dilakukan karena empat hal yaitu nebis in idem atau karena ternyata apa

yang disangkakan kepada tersangka merupakan tindak pidana yang telah

pernah dituntut dan diadili, dan putusannya sudah memperoleh kekuatan

hukum yang tetap, perkara yang disangkakan padanya merupakan perkara

yang kadaluwarsa, dan abuse of authority. Ketiga, berwenang memeriksa

tuntutan ganti rugi, Keempat, memeriksa permintaan rahabilitasi, Kelima,

Praperadilan terhadap tindakan penyitaan.51

Berdasarkan uraian objek praperadilan yang berlaku sebelum

dibatalkannya Pasal 77 huruf a Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana, penetapan tersangka tidak masuk dalam klasifikasi

objek praperadilan. Namun, jika diperhatikan secara seksama, upaya

penyidikan dapatlah dihentikan melalui jalur praperadilan dengan tiga

syarat yang telah diuraikan diatas.

51

Yahya Harahap, Pembahasan Permasaahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali,h.4-6.

Page 50: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

38

Namun pengajuan pemohon untuk dijadikannya penetapan

tersangka sebagai objek praperadilan adalah agar Hukum Acara itu bukan

untuk memanjakan orang yang diduga bersalah dan untuk menghindari

adanya unfair prejudice atau penyitaan terhadap barang dengan cara

melanggar hukum dalam proses penyelidikan dan penuntutan yang tidak

berdasarkan atas hukum serta proses peradilan yang memihak (unlawful

legal evidence). Dan demi memegang teguh keadilan dengan melindungi

hak asasi warga negara meskipun ia bersalah.52

52

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 21/PUU-XII/2014 h.4.

Page 51: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

39

BAB III

PROFIL LEMBAGA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK

INDONESIA

A. Sejarah Dibentuknya Mahkamah Konstitusi dalam Rangka

Reformasi Yudikatif

Penanaman paham konstitusi adalah salah satu cara untuk

merealisasikan tujuan nasional dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang telah diuraikan sebelumnya. Paham konstitusi disebut dengan

konstitusionalisme (constitutionalism) yakni yang berarti paham atau

aliran yang menghendaki pembatasan kekuasaan (limited power). Dalam

kaitan dengan negara atau pemerintah, konstitusionalime adalah paham

atau aliran yang menghendaki pembatasan kekuasaan negara (limitation of

state power) atau pembatasan kekuasaan pemerintahan (limitation of

power of government atau limited government).53

Pembatasan kekuasaan tersebutlah yang dibagi dalam tiga

pembagian utama dalam UUD 1945, yakni kekuasaan legislatif, kekuasaan

eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Adanya pembatasan kekuasaan negara

dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian

kekuasaan secara vertical atau pemisahan kekuasaan secara horizontal.

Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki

53

Bagir Manan dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi „makna dan aktualisasi‟,

(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada), 2014, h.146.

Page 52: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

40

kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti

yang dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and

absolute power corrupts absolutely”.54

Dalam perspektif historis yuridis, kekuasaan eksekutif dan

kekuasaan legislatif mengalami perubahan yang signifikan pasca

amandemen UUD 1945, dimana perubahan sistem ketatanegaraan dari

parlementer ke presidensil yang cukup mempengaruhi kewenangan dua

kekuasaan tersebut. Sedangkan kekuasaan kehakiman, pasca Amandemen

UUD 1945 ke-tiga telah mengalami perubahan dari segi substansi dan

kelembagaan55

. Yakni, setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945

maka dalam rangka pembentukan MK, MPR menetapkan MA

menjalankan fungsi sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan

Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah

kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah

Konstitusi. Setelah pembahasan yang mendalam, DPR dan Pemerintah

menyetujui bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu

54

Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi Suatu Studi tentang Adjudikasi Konstitusional

sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2006),h.5.

55 Perubahan tersebut mencangkup, Pertama, reformasi dalam hal indepedensi kehakiman

yang dipertegas dan diformalkan dalam Batang Tubuh UUD 1945. Kedua, pembentukan

Mahkamah Konstitusi yang merupakan lembaga baru dibentuk setingkat dengan Mahkamah

Agung yang hakimnya diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh

DPR, dan tiga orang oleh Presiden. Sedangkan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi dipilih

dari dan oleh Hakim-Hasssskim Konstitusi. Ketiga, pembentukan Komisi Yudisial, satu lembaga

baru lainnya yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan pengangkatan Hakim Agung serta

menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Page 53: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

41

(Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor

4316).56

Berdasarkan landasan konstitusional pula, sejarah berdirinya

lembaga MK diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court)

dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana

dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B

Undang-Undang Dasar 194 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9

Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu

perkembangan pemikiran hukum dna kenegaraan modern yang muncul di

abad ke-2057

.

Ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 yang

menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan58

. Dimana kekuasaan kehakiman yang dimaksud adalah

kekuasaan kehakiman yang tidak hanya terdiri dari Mahkamah Agung dan

56

Profil Sejarah Berdirinya Lembaga Mahkamah Konstitusi, c.n, http://www.mahkamah

konstitusi.go.id/index.php?page.website.ProfilSejarahMK diunduh pada 1 September 2015 pukul

12.45 wib.

57 Profil Sejarah Berdirinya Lembaga Mahkamah Konstitusi, c.n, http://www.mahkamah

konstitusi.go.id/index.php?page.website.ProfilSejarahMK diunduh pada 1 September 2015 pukul

13.00 wib.

58Kedudukan Mahkamah Konstitusi,c.n, http://www.mahkamah konstitusi.go.id /index

.php?page.website.KedudukanMK diunduh pada 1 September 2015 pukul 19.57.

Page 54: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

42

Mahkamah Konstitusi, melainkan juga terdiri dari peradilan-peradilan di

bawah Mahkamah Agung.

Terbentuknya MK juga tidak lepas dari kacamata perspektif

historis, gagasan untuk terdapatnya lembaga yang dapat menguji undang-

undang terhadap UUD 1945 nyatanya telah ada sejak Rapat Besar Badan

Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan, tanggal 15 Juli 194,

yakni ketika Yamin menyampaikan usulan perihal perbandingan undang-

undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Dibentuknya Mahkamah Agung pada saat itu, menurut Yamin agar

melakukan kekuasaan kehakiman dan membanding undang-undang

dengan Undang-Undang Dasar. Dan pendapat Balai Agung disampaikan

kepada Presiden, yang mengabarkan berita itu kepada Dewan Perwakilan,

dan melakukan aturan pembatalan.59

Hadirnya Mahkamah Konstitusi, sebagai tanda bahwa telah lahir

lembaga yang mampu menguji sustansi undang-undang, yang sebelumnya

tidak diakomodir pada masa orde baru. Semua produk undang-undang

dapat ditinjau substansinya maupun prosedur pembuatannya. Sehingga

hak-hak warga negara dan demokrasi dapat terlindungi dari kemungkinan

potensi negatif pembentuk undang-undang yang ingin mereduksi bahkan

59

Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 Buku VI tentang

Kekuasaan Kehakiman, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,

2010,h.17-18.

Page 55: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

43

menggerogoti prinsip-prinsip negara hukum, hak asasi manusia (warga

negara) maupun substansi demokrasi.60

Khusus untuk memelihara kebersesuaian dan ketaatasasan UU

terhadap UUD 1945, UUD 1945 memberi kewenangan dan tugas itu

kepada Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi adalah sebuah

lembaga dalam rumpun kekuasaan kehakiman dengan kewenangan khusus

antara lain untuk menguji konstitusionalitas UU terhadap UUD bahkan

membatalkan (sebagian) UU yang pembentukannya telah disepakati

bersama oleh DPR dengan Presiden. Sebagai lembaga dalam rumpun

kekuasaan yudikatif itu proses kerja Mahkamah Konstitusi adalah proses

sebuah lembaga peradilan.61

Dengan menilik beberapa perspektif diatas, pada akhirnya MK

merupakan lembaga negara baru buah reformasi ketatanegaraan Republik

Indonesia melalui perubahan (amandemen) UUD NRI 1945 diberikan

kewenangan mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk :

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

60

Ni‟matul Huda, Perkembangan Hukum Tata Negara Perdebatan dan Gagasan

Penyempurnaan,(Yogyakarta: FH UII Press, 2014), h.1-2.

61Jakob Tobing, Membangun Jalan Demokrasi (kumpulan pemikiran Jakob Tobing

tentang Perubahan UUD 1945), (Jakarta : Konstitusi Press, 2008), h. 251.

Page 56: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

44

Kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;

c. Memutus pembubaran partai politik;

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan

e. Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan

pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Jika diperhatikan secara seksama, seluruh kewenangan yang

diberikan kepada MK oleh UUD 1945 tersebut berkaitan dengan upaya

untuk mencapai kedua tujuan kembar yakni sebagai upaya untuk

mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan

sekaligus negara demokrasi berdasarkan hukum.62

Agaknya dua istilah tersebut tidaklah berlebihan jika disandingkan

satu sama lain, bahwa negara hukum dan demokrasi sangatlah

berkesinambungan, karena sulit dibayangkan sebuah negara hukum tanpa

demokrasi atau demokrasi tanpa hukum itu sendiri.

Mahkamah Konstitusi sebagai garda konstitusi adalah bentuk

realisasi dari dua hal tersebut yakni dijalankannya demokrasi karena

mengedepankan hak-hak konstitusional warga negara melalui kewenangan

yang melekat yakni pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 dan

menjunjung tinggi hukum karena dilaksanakan kewenangannya

62

Mahkamah Konstitusi, Judicial Review,dan Welfare State Kumpulan Pemikiran I Dewa

Gede Palguna, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008,h.9.

Page 57: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

45

berdasarkan amanah UUD 1945 sebagai hukum tertinggi di Indonesia. hal

tersebutlah yang senada dengan apa yang ditekankan ole John Norton

Moore:

Constitutions should embody the fundamental compact with the

people – such constitutions should serve as the highest form of law to

which all other laws and governmental actions must conform. As such,

constitutions should embody the fundamental precepts of a democratic

society rather than serving to incorporate ever-changing laws more

appropriately dealt with by statute. Similarly, governmental structures and

actions should seriously conform with constitutional norms, and

constitutions should not be mere ceremonial or aspirational documents.

Atas dasar hal tersebut, dapat dikatakan bahwa “negara hukum”

mempengaruhi adanya kelaziman sebuah konstitusi untuk memuat hak-hak

dasar atau hak asasi (basic rights) setiap warga negara yang kemudian

dinyatakan sebagai hak konstitusional. Fungsi utama Mahkamah

Konstitusi inilah yang menjamin bahwa konstitusi benar-benar ditaati dan

dilaksanakan dalam praktik.63

Maka, dapat dilihat bahwa terbentuknya Mahkamah Konstitusi

adalah atas tiga reformasi utama, yakni reformasi konstitusi, reformasi

63

Mahkamah Konstitusi, Judicial Review,dan Welfare State Kumpulan Pemikiran I Dewa

Gede Palguna, h.75-77.

Page 58: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

46

yudikatif, yang menjadi hal gemilang bagi reformasi ketatanegaraan

Indonesia.

B. Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Undang-

Undang Terhadap UUD NRI 1945

Bagi hakim dalam menyelesaikan suatu perkara yang penting

adalah bukan hukumnya, karena hakim dianggap tahu hukum (Ius curia

novit), tetapi mengetahui secara obyektif fakta atau peristiwa sebagai

duduk perkara yang sebenarnya sebagai dasar putusannya, bukan secara a

priori langsung menemukan hukumnya tanpa perlu mengetahui terlebih

dahulu duduk perkara yang sebenarnya. Pada dasarnya, putusan

merupakan salah satu penemuan huum (judge made law/rechtvinding),

dengan demikian hakim telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat

menjatuhkan putusan yang obyektif, adil, dan tidak dipengaruhi oleh unsur

apapun kecuali sikap obyektifnya dan rasa keadilan itu semata.

Secara pengertian umum, putusan dapat diartikan suatu pernyataan

yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang untuk itu,

diucapkan di persidnagan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyelesaikan suatu perkara atau sengketa para pihak. Soedikno

Mertokoesoemo menambahkan bahwa bukan hanya yang diucapkan saja

yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yag dituangkan dalam

bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan.

Sebuah konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai

Page 59: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

47

putusan sebelum diucapkan di persidangan oleh hakim. Putusan yang

diucapkan di persidangan (uitspraak) tidka boleh berbeda dengan yang

tertulis (vonnis).64

Vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara tuhan), salus populi

suprema lex (suara rakyat adalah hukum tertinggi). Sebagai asas, adagium

tersebut pelaksanaannya diatur dalam sistem ketatanegaraan yang terdapat

pada UUD. Artinya, kekuasaan legislatif yang memiliki wewenang luas

dalam membentuk undang-undang tidaklah secara mutlak mencerminkan

kehendak rakyat seluruhnya. Suara mayoritas seringkali menjadi dominan

dalam proses pengambilan keputusan lembaga legislatif sehingga tidak

jarang suara legislatif adalah suara mayoritas yang ternyata dapat

merugikan hak konstitusional warga negara.65

Pengujian undang-undang (judicial review)66

dimaksudkan untuk

menjaga agar undang-undang yang dibuat oleh lembaga legislatif tidak

bertentangan dengan UUD dan memberi perlindungan hak konstitusional

64

Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, h.137-139.

65Harjono,Tranformasi Demokrasi,(Jakarta:Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi RI, 2009),h.139.

66 Ditegaskan bahwa „review‟ dapat dibedakan dari „appeal‟, seperti yang dikatakan oleh

Brian Thompson, “If one appeals a decision, one is claiming that is wrong or incorrect, and that

the appellate authority should change the decision”. Sedangkan pada judicial review, “the court is

not concerned with the merits of the case, whether the decision was right or wrong, but whether it

was lawful or unlawful. Seperti dikatakan oleh Lord Brightman : “Judicial review is concerned,

not with the decision, but with decision making process”. Lihat Saldi Israa, 2010, Pergeseran

Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial di

Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, h.294. Lihat juga Jimly Ashiddiqie,2002,Judicial

Review: Pengawasan terhadap Kekuasaan Legislatif dan Regulatif dalam Perspektif Tata Negara,

makalah tidak dipublikasikan,h.5.

Page 60: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

48

warga negara. Di dalam ketentuan UUD banyak disebutkan bahwa untuk

hal-hal tertentu diperlukan undang-undang sebagai pelaksanaan ketentuan

UUD, namun hal ini tidaklah berarti bahwa lembaga legislatif hanya buat

undang-undang yang diperintahkan secara langsung oleh UUD saja

(undang-undang organik). 67

Untuk menguji sifat konstitusional dari sebuah undang-undang,

maka paham konstitusionalisme adalah paham yang tepat untuk

diwujudkan, yakni bahwa setiap kewenangan kenegaraan haruslah dibatasi

karena dengan adanya pembatasan tersebut hak-hak masyarakat sipil tetap

terjamin. Meskipun lembaga legislatif adalah wakil rakyat dan kepadanya

diberikan wewenang yang luas oleh UUD untuk membuat undang-undang,

tidak berarti bahwa kewenangan lembaga legislatif tersebut mutlak.68

Dalam pembatasan tersebut, upaya warga negara dalam melakukan

pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 adalah upaya untuk

memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya yang belum di akomodir

dengan baik di dalam undang-undang yang belum mencerminkan tiga hal

utama dalam sebuah aturan hukum, yakni memberikan kemanfaatan,

kepastian hukum dan keadilan. Melalui putusan pengujian undang-undang

terhadap UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi, diharapkan tiga hal utama

67

Harjono, Tranformasi Demokrasi,h.138.

68 Harjono, Tranformasi Demokrasi,h.139.

Page 61: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

49

tersebut didapatkan oleh warga negara yang dirugikan hak

kostitusionalnya.

Pada peradilan di forum Mahkamah Konstitusi disebutkan dalam

Pasal 24C sebagai “tingkat pertama dan terakhir”. Hal tersebut tentunya

dimaksudkan bahwa terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tidak dapat

dilakukan upaya hukum sebagaimana yang tersedia pada peradilan tingkat

pertama yang dapat dilakukan banding terhadap putusannya atau upaya

hukum lain baik kasasi maupun peninjauan kembali, sehingga putusan

tersebut bersifat final.69

Dalam suatu proses hukum di depan, putusan lembaga peradilan

haruslah diakhiri dengan memberikan status final. Hal ini diperlukan untuk

kepastian hukum. Namun apabila semua upaya hukum telah digunakan

maka suatu keharusan, demi kepastian, sebuah putusan haruslah bersifat

final artinya tidak ada lagi upaya hukum lain dan oleh karenanya

berlakulah res judicata facit ius (putusan pengadilan harus diterima

sebagai hukum dalam kenyataan). Putusan Mahkamah Konstitusi yang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final harus

diterima sebagai res judicata facit ius.70

Jika putusan MK memiliki sifal final and binding, namun pada

putusannya, MK memiliki bentuk-bentuk putusan yang perlu diuraikan

69

Harjono, Tranformasi Demokrasi,h.140.

70 Harjono, Tranformasi Demokrasi,h.141.

Page 62: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

50

dalam penelitian ini, yaitu pertama, ultra petita adalah putusan yang

dikenal pada rezim hukum perdata dan pidana yakni ketika hakim

menjatuhkan keputusan hukuman pidana melebihi dari tuntutan jaksa. Dan

putusan ultra petita seharusnya tidak berada pada rezim hukum tata negara

dikarenakan, yaitu MK memutus dengan putusan yang melebihi apa yang

diminta (petitum) pemohon. Menurut Taufiqurrahman Syahuri, wajar

apabila MK menjatuhi putusan yang ultra petita dengan menyatakan

bahwa suatu undang-undang tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Kedua, Condionally constitutional, pada posisi putusan ini MK telah

memasuki ranah positif legislatif, karena dalam amar putusannya, MK

tidak hanya memutus tentang konstitusionalitas suatu undang-undang

melainkan juga memberikan syarat baru dalam amar putusannya tersbut.

Ketiga, Pembatalan UU dengan tenggat waktu, bentuk putusan ini adalah

bentuk putusan yang menunda keberlakuan putusan MK karena

terinspirasi oleh pembentukan peraturan perundang-undangan, dimana

keberlakuan suatu UU secara efektif dapat ditunda beberapa waktu setelah

disahkan.71

Maka, putusan MK dalam pengujian UU terhadap UUD 1945 adalah

bentuk permohonan keadilan dari warga negara, masyarakat, atau

segolongan masyarakat yang hak konstitusionalitasnya dirugikan atas

71

Taufiqurrahman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, h.120-121.

Page 63: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

51

produk undang-undang. Suatu putusan adalah hal yang ditunggu

masyarakat untuk dapat melindungi hak konstitusionalnya.

Page 64: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

52

BAB IV

ANALISIS IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR

21/PUU-XII/2014 TERHADAP PENAMBAHAN NORMA PENETAPAN

TERSANGKA DALAM OBJEK PRAPERADILAN

“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia sebagaimana kamu semua, sedang

kamu mengajukan perkara kepadaku, oleh karena itu, barangkali sebagian kamu

lebih mengerti dan lebih mengetahui daripada sebagian lainnya.”

(Hadits Riwayat Bukhari Muslim)

Sebagaimana hadits tersebut, dapat dianalogikan bahwa seseorang

dibebankan suatu perkara dan diamanahkan untuk mewujudkan suatu putusan

yang berkeadilan. Namun, upaya untuk mewujudkannya tentu harus ditopang

dengan berbagai faktor-faktor pendukung, seperti, terkumpulnya bukti-bukti, saksi

dan lain sebagainya agar dapat memutus putusan yang berkeadilan dan

berkepastian hukum bagi pihak-pihak tertentu, maupun bagi seluruh pihak.

Di Indonesia, perwujudan keadilan dapat ditegakkan melalui paradigma

perlindungan hak konstitusional warga negara yang termaktub dalam perubahan

UUD 1945. Hal tersebut merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar dari

gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada

tahun 1998. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi melihat faktor

penyebab otoritarian Orde Baru hanya pada manusia sebagai pelakunya, tetapi

karena kelemahan sistem hukum dan ketatanegaraan. Kelemahan dan

Page 65: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

53

ketidaksempurnaan konstitusi sebagai hasil karya manusia adalah suatu hal yang

pasti.72

Perubahan UUD 1945 menegaskan adanya prinsip checks and balances

dimana terbagi adanya tiga kekuasaan utama disamping tersadapat kekuasaan-

kekuasaan lainnya yang melengkapi tiga kekuasaan utama tersebut. Tiga

kekuasaan utama tersebut dapat dikategorikan sebagai primary constitutional

organs yakni: kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.

Serta terdapat lembaga-lembaga penunjang atau pendukung (auxiliary state

organs). Keseluruhan lembaga-lembaga negara tersebut merupakan bagian-bagian

dari negara sebagai suatu organisasi. Konsekuensinya, masing-masing

menjalankan fungsi tertentu dan saling berhubungan sehingga memerlukan

pengaturan dan pemahaman yang tepat untuk benar-benar berjalan sebagai suatu

sistem.73

Dalam reformasi kekuasaan kehakiman, Mahkamah Konstitusi muncul

dan dibentuk untuk menjawab kebutuhan masyarakat dalam rangka menegakkan

negara hukum yang demokratis dan menghormati serta menegakkan nilai-nilai

hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi.

Mahkamah Konstitusi RI sebagai pengawal konstitusi dan penafsir

konstitusi demi menegakkan hak asasi manusia berdasarkan UUD 1945, muncul

72

Jimly Asshiddiqie,Menuju Negara Hukum Yang Demokratis,(Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), h.479.

73Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta:Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h.ix.

Page 66: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

54

akibat adanya perubahan UUD 1945. Dimana dalam perubahan tersebut telah

menjadikan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan supremasi telah

beralih dari supremasi MPR kepada supremasi konstitusi. Karena perubahan

mendasar inilah maka perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan

konstitusional serta hadirnya lembaga negara yang mengatasi kemungkinan

sengketa antarlembaga negara yang kini telah menjadi sederajat serta saling

mengimbangi dan saling mengendalikan (checks and balances).

Telah sejak lama bangsa Indonesia begitu mendambakan kehadiran sistem

kekuasaan kehakiman yang dapat digunakan untuk menguji produk hukum di

bawah Undang-Undang Dasar 1945.74

Oleh sebab itu, desakan akan pengujian

peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan tidak hanya terbatas pada

peraturan dibawah undang-undang (UU) melainkan juga di atas UU terhadap

UUD. Kewenangan melakukan pengujian UU terhadap UUD itu diberikan kepada

sebuah mahkamah sendiri diluar Mahkamah Agung (MA). Atas dasar pemikiran

itu, adanya MK yang berdiri sendiri di samping MA menjadi sebuah

keniscayaan.75

Pengujian undang-undang merupakan sebuah pengujian atas norma yang

nantinya akan mengikat warga negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi tidak

hanya sebagai sebuah lembaga yang hanya pemberi ajudikasi dan meninggalkan

74

Lihat Uji Konstitusionalitas oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Ahmad

Syahrizal, Peradilan Konstitusi (Suatu studi tentang adjudikasi Konstitusional sebagai

Penyelesaian Sengketa Normatif), (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2006), h. 259.

75 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis,h.491.

Page 67: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

55

keputusan tersebut untuk Pemerintah jalankan dan untuk pembentuk undang-

undang pahami.76

Terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang salah

satunya adalah melakukan pengujian undang-undang dimana putusan Mahkamah

bersifat final dan mengikat sebagaimana termaktub dalam Pasal 10 ayat (1) UU

No.8 Tahun 2011 yang berbunyi : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili

pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final ….”adalah

bentuk konsekuesi logis keberlakuan putusan tersebut akan mengikat seluruh

masyarakat tidak hanya pihak-pihak yang menjadi pemohon (erga omnes)77

.

Jika melihat dasar yuridis dari sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang

bersifat final and binding serta mengikat seluruh pihak (erga omnes), adapun

istilah negative legislator yang melekat pada institusi Mahkamah Konstitusi

adalah tidak lepas bahwa pembentukan Mahkamah Konstitusi. Yaitu dimana

semangatnya melekat pada perspektif historis pembentukan Mahkamah Konstitusi

Austria yang dipelopori oleh Hans Kelsen yakni adalah dikarenakan adanya

peluang peraturan lebih rendah bertentangan dengan peraturan lebih tinggi,

76

Agung Sudrajat, Implikasi Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Positive Legislator

Pada Uji Materiil Undang-Undang Terhadap Proses Legislasi di Indonesia (Studi Kasus: Putusan

MK No.10/PUU-VI/2008 tentang Pemuatan Syarata Domisili Calon Anggota DPD dalam UU

No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum,Skripsi S 1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,

Depok, 2012, h.112.

77 Putusan pengadilan biasa yang telah berkekuatan tetap yang bersifat inter-partes atau

yang mengikat di antara pihak-pihak berperkara, putusan mana mengandung penghukuman atau

perintah untuk melakukan satu perbuatan atau menyerahkan sesuatu barang sebagai prestasi salah

satu pihak berperkara. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan putusan MK dalam pengujian

undang-undang. Sebagai satu mekanisme checks and balances putusan MK yang mengabulkan

satu permohonan untuk menyatakan satu undang-undang, pasal, ayat dan/atau bagian dari undang-

undang bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, terlebih-lebih jika

menyangkut pengujian undang-undang yang bersifat beleidsregels, yang bersifat self-executing,

tidak selalu mudah untuk diimplementasikan.[Lihat, Maruarar Siahaan, Peran Mahkamah

Konstitusi dalam Penegakkan Hukum Konstitusi,Jurnal Hukum No.3 Nol.16 Juli 2009,h.363-364]

Page 68: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

56

sehingga Kelsen dalam istilahnya pada proses legislasi menyatakan, “recognized

the need for an institution with power to control or regulate legislation”78

ditegaskan kembali bahwa lembaga peradilan berwenang membatalkan suatu

undang-undang atau menyatakan suatu undang-undang tidak mengikat secara

hukum, dan dalam menajalankan fungsi ini, pemegang kekuasaan kehakiman

bertindak sebagai negative legislator.

Bahkan tidak hanya melekat pada institusinya saja, Hans Kelsen juga

menyatakan bahwa Hakim Mahkamah Konstitusi adalah negative legislator, yang

melalui putusan-putusannya melaksanakan keseimbangan dalam penyelenggaraan

kekuasaan negara. Dikatakannya bahwa: “The annulment of a law is legislative

function, an act – so to speak – of negative legislation. A court which is competent

to abolish laws – individually or generally – functions as a negative legislator”.

Keputusan demikian mengikat secara umum, sehingga semua organ penegak

hukum, terutama pengadilan terikat untuk tidak menerapkan lagi hukum yang

demikian.79

78

Lihat Saldi Israa, Negative Legislator, artikel diakses pada 13 Agustus 2015 dari

www.saldiisraa.co.id.

79Ada yang meragukan bahwa tidak disebutnya putusan MK bersifat final dan mengikat,

melainkan hanya final sebagai putusan pada tingkat pertama dan terakhir, menyebabkan putusan

final belum tentu dianggap mengikat oleh institusi-institusi diluar MK, sehingga para pejabat tidak

terikat oleh putusan MK tersebut dan tidak wajib untuk melaksanakannya.[Achmad Syahrizal,

Problematika Implementasi Putusan MK,Journal Konstitusi Volume 4 Nomor 1, Maret

2007,h.123). Pendapat tersebut kurang tepat, karena berdasarkan Pasal 47 UU MK, putusan tingkat

pertama dan terakhir yang final tersebut, memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum yang bersifat erga omnes, yaitu akibat hukumnya mengikat

semua pihak, baik pihak dalam perkara maupun institusi negara lainnya. Kurangnya sosialisasi dan

pemahaman akan akibat hukum yang timbul, lebih mungkin menjadi penyebab tidak dirasaknnya

implementasi tersebut merupakan kewajiban konstitusional.[Lihat juga, Maruarar Siahaan, Peran

Page 69: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

57

Pihak pemerintah pada putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014

menyatakan, bahwa pada pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yakni bahwa terhadap ketentuan Pasal

tersebut menurut Presiden permohonan tersebut tidak menjadi kompetensi

Mahkamah Konstitusi karena yang diajukan adalah saran kepada pembuat

undang-undang agar kompetensi lembaga praperadilan diperluas, termasuk

perpanjangan penahanan.80

Jelaslah, dalam pendapat tersebut menyatakan bahwa

perluasan suatu norma dalam perundnagan adalah kewenangan dari DPR sebagai

lembaga legislatif yang memiliki otoritas membentuk, menambahkan, maupun

menghapus norma dalam suatu undang-undang.

Uji konstitusionalitas suatu undang-undang tidak lain merupakan

pembatasan kewenangan dari DPR. Karena terdapat kemungkinan bahwa satu

undang-undang yang dihasilkan organ legislative tidak singkron dengan norma

yang terdapat di dalam UUD 1945. Undang-undang tersebut dapat dinyatakan

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan tindakan itu merupakan satu

pembatasan yang luar biasa terhadap kekuasaan legislatif. Uji konstitusionalitas

disamping selalu dapat dipersoalkan dari segi prinsip-prinsip demokrasi juga

merupakan realisasi negara berdasarkan kedaulatan hukum.

Mahkamah Konstitusi dalam Penegakkan Hukum Konstitusi,Jurnal Hukum No.3 Nol.16 Juli

2009,h.364.].

80Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014

h.95.

Page 70: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

58

Berdasarkan perspektif tersebut, dapat dilihat bahwa semangat

pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk menjadi penyeimbang

kekuasaan antar lembaga negara dan menjadi pengawas atas produk yang

dibentuk oleh DPR yakni menjaga konstitusionalitas Undang-Undang yang

berkesesuaian dengan UUD 1945.

Perspektif historis dibentuknya Mahkamah Konstitusi akhirnya

ditransformasikan menjadi suatu landasan hukum yakni dimana pelaksanaan

kewenangan Mahkamah Konstitusi termaktub dalam Pasal 24 C UUD 1945

sebagai dasar yuridis utama. Ditegaskan bahwa lembaga Mahkamah Konstitusi

adalah lembaga yang berada dalam naungan kekuasaan kehakiman yakni lembaga

yang diamanahkan tugas untuk menjadi pengawal dan penafsir konstitusi demi

terselenggaranya penyelenggaraan negara sejalan dengan UUD 1945.

Adapun Pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang No.8 Tahun 1981,

diujikan dengan dasar pemohon warga negara Indonesia, salah satu dasar

pemohon yaitu bahwa konsep praperadilan yang terbatas pada memberikan

penilaian terhadap sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian

penyiikan atau penghentian penuntutan, jelas tidak sepenuhnya memberikan

perlindungan yang cukup bagi Tersangka sehingga menimbulkan pelanggaran

terhadap hak asasi manusia.81

Dengan beberapa pendapat yang menjadi

pertimbangan Mahkamah, nyatanya Mahkamah sependapat dan sejalan dengan

apa yang dimohonkan oleh pemohon.

81

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 h.

70.

Page 71: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

59

Hasilnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa

penetapan tersangka merupakan hal yang berkesesuaian dengan hukum, untuk

dapat dijadikan salah satu objek praperadilan sebagaimana yang dimohonkan oleh

pemohon.

Putusan Mahkamah tersebut merupakan putusan yang bersifat normatif

legislatif, berdasarkan kewenangannya Mahkamah Konstitusi tidaklah berwenang

menciptakan norma baru dalam suatu undang-undang yang diujikan, hal ini

ditegaskan oleh Jamin Ginting saksi ahli dari KPK dalam sidang kasus

praperadilan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, menurut

keterangannya Mahkamah Konstitusi memiliki sifat dasar yakni sebagai negative

legislative bukan normative legislatif82

, maka yang perlu diperbaiki adalah prinsip

checks and balances yang harusnya ditegakkan, karena prosedur penambahan

nroma merupakan kewenangan DPR bersama dengan Presiden.

Sejalan dengan pendapat tersebut, penulis menilai putusan tersebut jelas

merupakan putusan yang tidak hanya mengawasi produk legislatif, namun dalam

putusan tersebut justru Mahkamah Konstitusi telah memasuki ranah legislatif.

Seharusnya Mahkamah Konstitusi bertindak dengan memperhatikan landasan

yuridis yang telah termaktub dengan jelas dalam Pasal 10 Ayat (1) huruf d dan

82 Achmad Zulfikar Fazli, Putusan MK Terkait Praperadilan Belum Dapat dijalankan,

lihat:http://news.metrotvnews.com/read/2015/07/06/410511/putusan-mk-terkait-praperadilan-

belum-dapat -dijalankan diakses pada 26 Agustus 2015 pukul 14.05.

Page 72: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

60

Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10

(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang

berisi:

a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-

Undang;

c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;

d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau

e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Bahwa pasca diputusnya suatu putusan, terdapat tindak lanjut yang akan

menjadi kewenangan DPR sebagai lembaga legslatif dalam menambah atau

menghapus suatu norma. Karena ternyata pada putusan yang diteliti kali ini,

Mahkamah tidak hanya menyatakan pasal tersebut konstitusional atau

inkonstitusional namun, Mahkamah mewujudkan permohonan pemohon untuk

menjadikan „penetapan tersangka‟ sebagai salah satu objek praperadilan tanpa

memperhatikan dampak yang akan terjadi pada masyarakat yang

perkembangannya amat dinamis.

A. Dasar Pertimbangan Mahkamah atas Putusan Penetapan Tersangka

Sebagai Objek Praperadilan

Alles binnen de kader van de wet, cara berhukum semata-mata

berdasarkan undang-undang atau istilah lain yang ditemukan adalah

Page 73: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

61

“mengeja undang-undang”83

. Pertimbangan hakim adalah upaya penting

dalam menemukan sisi keadilan. Ronald Dworkin mengungkapkan, bahwa

membaca UUD itu tidak sama dengan membaca peraturan biasa. Kita

perlu membaca lebih sungguh-sungguh (taking law seriously) dan

membaca UUD sebagai pesan moral (the moral reading of the

constitution).84

Dalam legal standing (kedudukan hukum) atau yang artinya hal

yang mendasari pembenaran subyektum pencari keadilan mengajukan

permohonan pengujian undang-undang ke hadapan Mahkamah Konstitusi.

Pemohon harus dapat mendalilkan legal standing yang mendasari

pengajuan permohonan pengujiannya itu. Legal standing adalah entitle

atau hak yang mem-benarkan subyektum mengajukan permohonan

pengujian undang-undang. Legal standing tidak lain dari hak gugat.85

Adapun dalam permohonan pada putusan No. 21/PUU-XII/2014,

pemohon memiliki dalil yakni bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP

bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28 D ayat (1), dan Pasal 28I

ayat (5) UUD 1945 apabila tidak dimaknai mencakup sah atau tidak

sahnya penetapan tersangka, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan

83

Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif: Aksi, Bukan Teks, Lihat:Satya Arinanto dan Ninuk

Triyanti, Memahami Hukum dari Konstruksi sampai Implementasi,(Jakarta:Rajawali Press, 2011),

h.3.

84 Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progresif,h.164.

85Berjalan-Jalan di Ranah Hukum Pikiran-Pikiran Lepas Laica Marzuki, (Jakarta :

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006), h.103.

Page 74: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

62

surat, dan pemohon memohon pada Mahkamah untuk mengadakan suatu

perluasan objek praperadilan yakni salah satunya dimasukannya penetapan

tersangka sebagai salah satu objek yang dapat dipraperadilankan.

Atas dasar tersebut, Mahkamah mempertimbangkan secara garis

besar, pertama, yakni ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Dalam negara hukum, asas due process of law sebagai salah satu

perwujudan pengakuan hak asasi manusia dalam proses peradilan pidana

menjadi asas yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak terutama bagi

lembaga penegak hukum. KUHAP sebagai hukum formil dalam proses

peradilan pidana di Indonesia telah merumuskan sejumlah hak

tersanga/terdakwa sebagai pelindung terhadap kemungkinan pelanggaran

hak asasi manusia.

Kedua, penegakkan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang

berlaku juga berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum tersebut harus ditegakkan demi

terciptanya dan teralisasinya tujuan nasional Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang termaktub dengan jelas dalam alinea ke empat UUD 1945

yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Page 75: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

63

Ketiga, Sistem yang dianut dalam KUHAP adalah akusatur, yaitu

tersangka atau terdakwa diposisikan sebagai subjek manusia yang

mempunyai harkat, martabat, dan keuddukan yang sama di hadapan

hukum.

Keempat, KUHAP tidak memiliki check and balance system atas

tindakan penetapan tersangka oleh penyidik karena KUHAP tidak

mengenal mekanisme pengujian atas keabsahan perolehan alat bukti dan

tidak menerapkan prinsip pengecualian (exclusionary) atas alat bukti yang

diperoleh secara tidak sah seperti di Amerika Serikat.

Kelima, bahwa keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai

bentuk pengawasan dan mekanisme keberatan terhadap proses penegakan

hukum yang terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia,

sehingga pada zamannya aturan tentang praperadilan dianggap sebagai

bagian dari mahakarya KUHAP. Namun nyatanya, pranata praperadilan

tidaklah berjalan maksimal sesuai fungsinya memerankan peran

pengawasan, karena praperadilan hanya bersifat post facto sehingga tidak

sampai pada penyidikan dan pengujiannya hanya bersifat formal yang

mengedepankan unsur objekif, sedangkan unsur subjektif tidak dapat

diawasi pengadilan.

Keenam, Mahkamah berpendapat bahwa sejak diberlakukannya

KUHAP pada tahun 1981, penetapan tersangka belum menjadi isu krusial

dan problematik dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Page 76: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

64

Sejalan dengan peryataan Hakim Mahkamah, pada sidang

Praperadilan Dahlan Iskan, terdapat empat orang berstatus Ahli dan satu

orang sebagai saksi fakta yang dihadirkan oleh Jaksa di Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan Pada 31 Juli 2015, seorang ahli yakni Prof.Edward Omar

Sharif Hiariej Guru Besar Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa

penetapan tersangka perlu diuji karena hal tersebut menyangkut hak asasi

manusia (HAM), aturan KUHAP merupakan produk Orde Baru yang

kurang menghargai HAM, Edward mencontohkan tidak jarang selama ini

orang ditetapkan tersangka namun tidak diproses hingga akhirnya

meninggal86

. Inilah yang dimaksudkan oleh Hakim Mahkamah, bahwa

problematika penetapan tersangka belum menjadi isu krusial pada saat

pembentukan peraturan-perundang-undangn, sejalan dengan dinamisnya

kehidupan masyarakat, maka kini objek penetapan tersangka perlulah

menjadi hal yang diujikan.

Adapun upaya paksa pada masa itu secara konvensional dimaknai

sebatas pada penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan,

namun pada masa sekarang bentuk-bentuk upaya paksa telah mengalami

berbagai perkembangan atau modifikasi yang salah satu bentuknya adalah

“penetapan tersangka oleh penyidik” yang dilakukan oleh negara dalam

bentuk pemberian label atau status tersangka pada seseorang tanpa adanya

batas waktu yang jelas, sehingga seseorang tersebut dipaksa oleh negara

86

Lihat Saksi ahli jaksa justru dukung dahlan, www.kaltimpost.co.id- html, diakses pada

24 Agustus 20i5, pukul:16.09 wib.

Page 77: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

65

untuk menerima status tersangka tanpa tersedianya kesempatan baginya

untuk melakukan upaya hukum untuk menguji legalitas dan kemurnian

tujuan dari penetapan tersangka tersebut. Padahal hukum harus

mengadopsi tujuan keadilan dan kemanfaatan secara bersamaan sehingga

jika kehidupan sosial semakin kompleks maka hukum perlu lebih

dikonkretkan secara ilmiah dengan menggunakan bahasa yang lebih baik

dan sempurna.

Ketujuh, Ditegakkan dan dilindunginya proses praperadilan

adalah bertujuan agar tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi

manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemerikasaan penyidikan dan

penuntutan. Berdasarkan dan memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia

yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia dan perlindungan hak asasi manusia yang termaktub dalam

Bab XA UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang tidak memegang

teguh prinsip kehati-hatian dan diduga telah melanggar hak asasi manusia

dapat dimintakan perlindungan kepada pranata praperadilan, meskipun hal

tersebut dibatasi secara limitatif oleh ketentuan Pasal 1 angka 10 juncto

Pasal 77 huruf a KUHAP. Padahal, penetapan tersangka adalah bagian dari

proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan

sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak

asasi seseorang.

Kedelapan, dinyatakan apabila Pasal 1 angka 2 KUHAP dilakukan

secara ideal dan benar maka tidak diperlukan pranata praperadilan. Namun

Page 78: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

66

pranata praperadilan dihadirkan sebagai upaya realisasi perlindungan hak

asasi manusia yang jelas tekmaktub dan dilindungi dalam UUD 1945.

Mahkamah berpendapat dimasukannya keabsahan penetapan tersangka

sebagai objek pranata praperadialn adalah agar perlakuan terhadap

seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia

yang mempunyai harkat, martabat dan kedudukan yang sama di hadapan

hukum. Atas kedelapan pertimbangan tersebutlah, Mahkamah berpendapat

bahwa dalil pemohon mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang

diadili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum.

B. Implikasi Putusan MK No.21/PUU-XII/2014 terhadap Penambahan

Norma Penetapan Tersangka pada Objek Praperadilan

Implikasi hukum secara substantif dari putusan itu adalah

mengenai tindakan “lepas tangan” dari Mahkamah Konstitusi tentang

presentase tiket keadilan. Permasalahannya adalah, apakah suatu putusan

Mahkamah mampu mencerminkan keadilan, dalam arti sesuai dengan

heterogenitas masyarakat Indonesia87

.

Pembahasan pada penilitian ini akan diuraikan menegnai implikasi

dari penambahan norma penetapan tersangka sebagai objek praperadilan

pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 merupakan

87

Samsul Wahidin, Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2014), h.200.

Page 79: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

67

salah satu upaya untuk mengisi kekosongan hukum sebelum diberlakukan

penambahan norma dalam suatu undang-undang.

Atas tindakan Mahkamah Konstitusi tersebut telah menyebabkan

adanya implikasi pada penegakkan hukum acara pidana di Indonesia.

Menurut analisa penulis, implikasi tersebut melingkupi tiga segi utama

yakni implikasi terhadap penegakkan hak konstitusional warga negara,

implikasi pada implementasi putusan di tengah masyarakat, dan implikasi

dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yang pada dasarnya memiliki

prinsip checks and balances.

Pertama, implikasi putusan dari segi penegakkan hak

konstitusional warga negara, sudah tidak diragukan bahwa negara adalah

aspek utama dalam mengatur serta menata kehidupan masyarakat.

Cara negara untuk mengatur warga negara adalah salah satunya

dengan membentuk suatu aturan yang dinormakan dalam produk undang-

undang, dimana undang-undang tersebut adalah aturan yang diserap dari

norma dasar yakni UUD 1945, dan disebutlah undang-undang tersebut

bersifat konstitusional. Ketika undang-undang tersebut mencederai hak

konstitusional warga negara disinilah celah dimana warga negara memiliki

hak untuk dapat memperjuangkannya melalui proses judicial review di

peradilan konstitusi. Disini pulalah peran negara amat penting dalam

memberikan perlindungan hak konstitusional warga negara.

Page 80: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

68

Mahkamah Konstitusi dengan memperhatikan salah satu dalil

pemohon yang memohon untuk dilindungi hak konstitusionalnya, akibat

dicederai dengan tindakan aparatur penegak hukum yang telah menetapkan

pemohon sebagai tersangka tanpa memperhatikan adanya due process of

law.

Mahkamah akhirnya pada putusan Nomor 21/PUU-XII/2014

mengabulkan „penetapan tersangka‟ sebagai salah satu objek praperadilan.

Tujuan tindakan tersebut selaras dengan semangat dari dibentuknya

Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of the constitution. Adapun

alasan utama dari putusan tersebut yakni menegakkan hak asasi manusia

yang dilindungi oleh konstitusi negara.

Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar sejalan dengan apa

yang diuraikan sebelumnya dalam concurring opinion (alasan berbeda)nya

mengemukakan bahwa putusan Mahkamah adalah putusan yang

memperhatikan hak asasi manusia sebagai hak dasar yang ia miliki, tidak

hanya hak yang melekat kepada tersangka tersebut, namun juga

melindungi hak-hak yang dimiliki oleh keluarga dari tersangka tersebut88

dan tentu untuk memberikan kehati-hatian dari aparatur penegak hukum

untuk tidak melakukan kesewenangan dalam melakukan penyidikan

sehingga tidak hak warga negara yang terampas percuma.

88

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014

h.111.

Page 81: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

69

Oleh karena itu, alangkah tepat tindakan Mahkamah memutus

bahwa Pasal 77 huruf a inkonstitusional, karena tentu tujuannya adalah

mengembalikan nyawa dari undang-undang tersebut karena ternyata dalil

dan bukti pemohon dapat membuktikan bahwa Pasal tersebut tidak lagi

memiliki jiwa atau semangat perlindungan hak asasi manusia. Namun,

penulis tetap menyoroti kewenangan Mahkamah Konstitusi yang pada

dasarnya merupakan negatif legislatif, yakni membatalkan suatu pasal

yang diujikan, bukan justru menambahkan suatu norma atas perluasan

yang dimohonkan oleh Pemohon89

. Atas hal tersebutlah, penulis melihat

adanya ketidaksingkronan apa yang seharusnya dengan kenyataan yang

dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Kedua, Implikasi terkait dengan implementasi putusan di tengah

masyarakat, adapun pada umumnya dalam sebuah putusan peradilan

konstitusi tidak boleh menjatuhkan putusan di luar yang diminta oleh

pihak berperkara pemohon (ultra petita)90

. Sebagaimana menurut Ahmad

Dimyati Natakusumah anggota DPR fraksi PPP pada sidang pengujian UU

No.8 Tahun 2011 perubahan terhadap UU No.24 Tahun 2003 tentang

89

Pendapat penulis sejalan dengan apa yang dikemukakan dalam oleh Hakim Konstitusi

Patrialis Akbar dalam Concurring Opinion (Alasan berbeda) bahwa Patrialis Akbar mendukung

dan setuju dengan putusan Mahkamah dalam perkara tersebut, namun akan lebih tepat jika hal ini

diserahkan pada pembentuk Undang-Undang untuk menentuka pilihan objek-objek praperadilan

asal sejalan dan tidak bertentangan dengan konstitusi.[Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi RI

Nomor 21/PUU-XII/2014 h.113).

90Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan Bab III dalam skripsi ini, bahwa

putusan ultra petita atau suatu putusan yang melebihi dari apa yang dimohonkan (petitum) adalah

suatu putusan yang berada pada rezim hukum pidana dan hukum perdata.

Page 82: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

70

Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa MK secara konstitusional hanya

memiliki kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap UUD dan

tidak memiliki kewenangan untuk membentuk norma sebagai norma baru

yang diputus bertentangan dengan UUD. Dipertegas pula dengan

pernyataan M.Zainal Arifin kuasa hukum pemohon pada perkara No.

48/PUU-IX/2011 menyatakan, bahwa pembentukan undang-undang fungsi

legislasi konstitusional merupakan kewenangan DPR bersama pemerintah,

jika MK dalam putusannya membuat norma baru, maka MK telah

melebihi kewenangan yang diberikan konstitusi. 91

Namun, Mahkamah Konstitusi telah membuat terobosan dalam

putusannya terkait dengan pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang

No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana meskipun sejalan dengan

apa yang dimohonkan, namun sekali lagi tindakan Mahkamah Konstitusi

merupakan tindakan yang menembus prosedural hukum sehingga

dikhawatirkan akan memberi peluang pada Mahkamah Konstitusi

memasuki ranah kewenangan legislatif.

Hal tersebut nyatanya pasti menuai animo masyarakat pasca

putusan tersebut diputus dan dibacakan pada persidangan tanggal 28 April

2015 dimana beberapa orang yang ditetapkan tersangka dapat

mempraperadilankan penetapannya sebagai tersangka. Tidak hanya bagi

masyarakat tapi juga bagi aparatur penegak hukum.

91

Pengujian UU MK “DPR:MK Tidak berwenang putus “ultra petita”, Jurnal Konstitusi

No.56 (September 2011):h.21.

Page 83: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

71

Ketiga, Implikasi terhadap aparatur penegak hukum, dalam

menegakkan norma yang diputus oleh Mahkamah Konstitusi, yakni masih

terdapat pertentangan dari pihak tertentu mengenai penetapan tersangka

sebagai salah satu objek praperadilan atau bukan.

Misalnya, pasca putusan Mahkamah Konstitusi diputus, telah

banyak pihak yang ditetapkan tersangka mengajukan praperadilan, salah

satunya pada kasus praperadilan Dahlan Iskan, Jaksa yang mendakwa

berpedapat bahwa penetapan tersangka bukanlah objek dari praperadilan,

namun ahli yang didatangkan berpendapat bahwa penetapan tersangka

adalah sah sebagai objek praperadilan. Hal ini menggambarkan bahwa

putusan Mahkamah Konstitusi meskipun bersifat erga omnes namun pada

faktanya tidak mampu mengikat seperti halnya undang-undang yang

mempunyai kepastian hukum dan disepakati seluruh pihak.

Karena terdapat anggapan bahwa sekali hakim konstitusi memutus

maka ratusan masyarakat Indonesia harus patuh dan tunduk.92

Maka sudah

sepatutnya suatu norma yang dirumuskan dalam undang-undang

diberlakukan melalui mekanisme pembentukan peraturan perundang-

undangan yang menjadi otoritas dari lembaga legislatif.

Menanggapi hal tersebut Edward Omar Sharif Hiariej menyataan

bahwa selepas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 21/PUU-

92

Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas,

2010, h.164.

Page 84: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

72

XII/2014, penetapan tersangka merupakan objek praperadilan. Masih

dilansir dari media yang memberitakan tentang praperadilan yang diajukan

oleh Dahlan Iskan, sebagai seorang akademisi, Edward berpendapat bahwa

putusan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan peradilan biasa yang hanya

dipatuhi para pihak, sifat putusan Mahkamah Konstitusi yakni mengikat

dan berlaku untuk seluruh pihak seketika diputus dihadapan publik (erga

omnes).93

Disamping hal yang sudah terjadi, yaitu mengenai jaksa yang

belum memaksimalkan adanya putusan MK sebagai landasan bahwa

penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, perlu ada antisipasi pula

terhadap penyidik yang sekiranya menetapkan seseorang sebagai

tersangka.

Ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, dimana penetapan

tersangka adalah ujung dari tindakan penyidik yang sebelumnya yaitu

berdasarkan bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan dan memperoleh

kejelasan akan tindak pidana yang terjadi. Tindakan tersebut adalah bukan

upaya paksa sebagaimana objek praperadilan sebelumnya94

. Maka disini

penyidik dituntut untuk lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang

sebagai tersangka, karena ketika seseorang dengan bukti yang jelas telah

93

Lihat Artikel, Saksi Ahli Jaksa mendukung Dahlan Iskan, http://www.kaltimpost.co.id.,

Diakses pada 26 Agustus 2015 pada pukul 21.19.

94Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 h.

115.

Page 85: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

73

ditetapkan sebagai tersangka, kemudian diajukan praperadilan akan ada

celah bagi seseorang tersebut menghilangkan bukti yang telah berhasil

ditemukan penyidik. Implementasi tersebutlah yang harus dimaksimalkan

oleh setiap aparatur penegak hukum. Seperti yang dikemukakan oleh

Indriyanto Seno Adji95

sebagai Pelaksana Tugas Pimpinan KPK bahwa

pasca putusan MK tersebut, KPK akan tetap melaksanakan tugasnya

dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum secara baik serta

tentu bertindak dengan professional dan tidak sewenang-wenang.

Tentu selain hal tersebut, putusan MK yang menyatakan penetapan

tersangka sebagai objek praperadilan patutnya tidak dijadikan alat atau

celah melemahkan penegakkan hukum di Indonesia.

Keempat, implikasi terhadap sistem ketatanegaraan yang pada

dasarnya memiliki prinsip checks and balances. Sebagaimana konsep teori

yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa Indonesia menganut sistem

pembagian kekuasaan (distribution of power) yang saling melengkapi satu

sama lain. Kewenangan tersebut meliputi kewenangan legislatif sebagai

pembentuk undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang,

dan yudikatif sebagai pengawas undang-undang.

95

Wawancara yang dilakukan oleh Metro News.com kepada Indriyanto Seno Adji terkait

dengan penetapan tersangka sebagai salah objek praperadilan pasca putusan MK, lihat di Yogi

Bayu Adji, KPK Hormati Putusan MK Memasukkan Penetapan Tersangka Jadi Objek

Praperadilan, http://news.metrotvnews.com/read/2015/ diakses pada 9 Oktober 2015 pukul 17.15.

Page 86: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

74

Pembagian kekuasaan tersebut tercermin dalam prinsip check and

balances dimana lembaga negara yang satu dengan yang lainnya saling

mengimbangi dan mengawasi. Dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia,

Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga di bawah naungan kekuasaan

kehakiman atau lembaga yudikatif yang kewenangan dasarnya adalah

sebagai pengawas undang-undang.

Ketika, Mahkamah Konstitusi memutus bahwa penetap tersangka

sebagai salah satu objek praperadilan tanpa membiarkan tempo waktu

untuk adanya tindakan lebih lanjut dari putusan tersebut, ini merupakan

tindakan Mahkamah Konstitusi yang telah memasuki kewenangan

legislatif.

I Dewa Gede Palguna, Muhammad Alim, dan Aswanto Hakim

Konstitusi dalam Dissenting Opinion (pendapat berbeda) menegaskan

dalam pernyataannya yang dilansir oleh media96

bahwa hal ini merupakan

ranah penerapan hukum, dan tidak dimasukannya penetapan tersangka

dalam ruang lingkup praperadilan merupakan wewenang pembentuk

undang-undang.

Oleh karena itu, implikasi pada sistem ketatanegaraan di Indonesia

adalah, tidak adanya penegasan prinsip check and balances sebagaimana

yang telah diatur dalam UUD 1945. Adapun Mahkamah Konstitusi

96

Ihsanuddin, Artikel, MK Putuskan Penetapan Tersangka sebagai Objek Praperadilan,

http//nasional.kompas.com//Mk-Putuskan-Penetapan-Tersangka-sebagai-Objek-Praperadilan,

diakses pada tanggal 27 Agustus 2015 pada pukul 22.00.

Page 87: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

75

sebagai pengawal konstitusi telah mencederai sendiri prinsip pembatasan

kekuasaan yang telah termaktub dalam UUD 1945.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Putusan MK Nomor 21/PUU-

XII/2014

Dari ketiga implikasi yang telah penulis paparkan, dapat diketahui

beberapa faktor yang mempengaruhi putusan Mahkamah, yaitu :

Faktor Yuridis-Filosofis, faktor pertimbangan hakim dari landasan

yuridis konstitusional, menurut analisa penulis yaitu kembali pada elemen

utama dalam negara hukum ialah perlindungan hak asasi manusia, tentu

negara memiliki andil untuk membentuk aturan bagi masyarakatnya. Maka

tak lain faktor utama yang mempengaruhi putusan Mahkamah ialah

konstitusi sebagai teks utama dasar pertimbangan hakim yakni untuk

menegakkan hak asasi manusia berdasarkan UUD 1945. Konstitusi

dijadikan dasar utama karena normanya yang hidup dam berjiwa

sebagaimana menurut Montesquieu yang pernah mengemukakan97

:

“Hakim-hakim rakyat tidak lain hanya corong yang mengucapkan teks

undang-undang. Jika teks itu tidak berjiwa dan tidak manusiawi, para

hakim tidak boleh mengubahnya, baik tentang kekuatannya maupun

tentang ketaatannya.”

97

Achmad Ali, Sosiologi Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta:Prenada

Media Group,2012), h. 41.

Page 88: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

76

Menilik pada hal tersebut, maka tindakan Mahkamah adalah

tindakan untuk menjadikan undang-undang berjiwa dan bernyawa kembali

sesuai dengan nilai dasar dalam UUD 1945.

Faktor Sosiologis, Pergolakan dinamika yang berkembang di

tengah masyarakat tentu menjadi salah satu landasan atau pertimbangan

Mahkamah dalam memutus permohonan judicial review ini. Gelombang

pergolakan politik yang kerap mempengaruhi kualitas dari suatu lembaga

negara adalah hal yang penulis soroti. Putusan Mahkamah Konstitusi

diputus yakni pada tanggal 28 April 2015, namun sebelumnya telah terjadi

polemik mengenai objek penetapan tersangka yang nyatanya diputus

terlebih dahulu di Pengadilan Negeri oleh Hakim Sarpin Rizaldi dalam

kasus Komjen Budi Gunawan. 98

Atas pergolakan yang terjadi tersebut, akhirnya masyarakat seperti

disadarkan bahwa penetapan tersangka adalah hal yang krusial pada saat

ini. Maka setelah perkara praperadilan Budi Gunawan pun beberapa orang

yang ditetapkan tersangka mengajukan praperadilan secara berbondong-

98

Dalam wawancara yang dilansir oleh Hukum Online kepada Hakim Sarpin Rizaldi,

beliau menyatakan bahwa mengenai punya wewenang atau tidak, kalau pengadilan menganggap

bahwa pengadilan berhak melakukan pengawasan kepada tindakan penyidik secara luas,

setidaknya kita bisa menarik manfaat dari peristiwa ini,” ujarnya kepada hukumonline, Senin

(16/2).[Lihat: Tri Yuanita Indriani, Artikel, Akademisi: Kita Bisa Menarik Manfaat dari Putusan

Praperadilan BG, http://www.hukumonline.com//, diakses pada 27 Agustus 2015 pukul 21.00 wib.

Page 89: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

77

bondong. Berikut adalah tabel data pengajuan praperadilan terkait dengan

penetapan tersangka99

:

Tabel 1:

Tersangka yang mengajukan praperadilan terkait dengan penetapan

tersangka:

99

Lihat Artikel Indonesia Hukum pada http://www.bbc.com/indonesia/ berita_indonesia

diunduh pada tanggal 9 Oktober 2015 pukul 14.36 WIB.

No.

Nama yang

Ditetapkan

Sebagai

Tersangka

Kasus

1. Dahlan Iskan

Kasus tindak pidana korupsi pembangunan

Gardu Induk di Jawa, Bali dan Nusa

Tenggara Barat.

2. Suryadharma

Ali

Kasus dugaan korupsi dalam

penyelenggaraan haji di Kementerian Agama.

3. Sutan

Bhatoegana

Kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam

penetapan APBN Perubahan Kementerian

ESDM di Komisi VII DPR RI

4. Hadi Poernomo Kasus Dugaan Korupsi penerimaan keberatan

Pajak PT BCA tahun 1999.

5. Suroso Atmo

Martoyo

Kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan

bahan bakar, tetraethyl lead (TEL) Pertamina

tahun 2004-2005.

6. Mukti Ali Kasus Dugaan Korupsi Dana Bantuan Sosial.

Page 90: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

78

Pada tabel tersebut tergambar bahwa animo pengajuan praperadilan

terkait dengan penetapan tersangka diajukan kebanyakan oleh tersangka

yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Sebuah hal yang patut

disorot ketika dengan dikabulkannya permohonan pada putusan MK

Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyatakan secara bahwa Pasal 77 huruf a

bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk

penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan100

. Hal itu akan

menjadi celah bagi para tersangka tindak pidana korupsi untuk dapat

membatalkan penetapan tersangkanya sehingga penegakkan hukum terkait

pemberantasan korupsi akan lebih lemah.

Penulis menilai Mahkamah Konstitusi yang memutus putusan

tersebut kemudian menambahkan norma baru dalam pasal yang telah

dibatalkan adalah dengan tujuan untuk mengisi kekosongan hukum.

Namun nyatanya, sebelum putusan Mahkamah dinyatakan sah dan

mengikat, putusan mengenai penetapan tersangka dapat menjadi objek

praperadilan, sudah lebih dulu diputus di Pengadilan Negeri sebagaimana

data yang telah diungkapkan di atas. Maka, sangat jelas bahwa dinamika

yang terjadi di masyarakat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi

pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi.

100

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014

h.110.

Page 91: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

79

Satjipto Rahardjo mengungkapkan bahwa hukum bukanlah suatu

skema yang final (finite scheme), namun terus bergerak, berubah,

mengikuti dinamika manusia.101

Dinamika masyarakat pun menjadi titik perhatian dari Mahkamah

dengan diperkuat dengan salah satu pertimbangan dari Mahkamah yakni,

KUHAP yang diberlakukan mulai dari tahun 1981, penetapan tersangka

belumlah menjadi isu krusial dan problematik dalam kehidupan

masyarakat Indonesia. Kenyataannya, penetapan tersangka sekarang

menjadi isu yang krusial dan patut diujikan.

Analisa penulis mengaitkan putusan Mahkamah sebagaimana ayat

dibawah ini:

Artinya : Aku mohon perlindungan kepada Allah daripada

menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami

padanya, jika kami berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-

orang yang zalim. (QS: Yusuf:79).

Terkait dengan ayat tersebut ialah, ketika suatu perbuatan adalah

sudah sepatutnya ditahan, dibatasi, agar suatu pengaruhnya dapat

101

Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progresif, h.VII.

Page 92: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

80

memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat.

Dan, bahwa setiap tindakan yang dilakukan seharusnya dapat dibatasi dan

ditahan ketika undang-undang sudah dengan jelas memberikan pembagian

kekuasaan antar lembaga negara.

Adapun faktor sosiologis yang telah diuraikan di atas memanglah

hal yang berpengaruh atas putusan Mahkamah, oleh karenanya sosialisasi

mengenai keberlakuan atau tindak lanjut dari putusan Mahkamah

Konstitusi adalah hal yang patut diperhatikan.

Jika tindak lanjut belum terpenuhi, setidaknya sosialisasi putusan

tersebut haruslah menyentuh seluruh lapisan agar tidak terjadi kontradiksi

antar penegak hukum yang akan berhadapan langsung dengan kasus

penetapan tersangka sebagai objek praperadilan.

Page 93: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

81

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri

pembahasan dalam skripsi ini, penulis memberikan kesimpulan sebagai

berikut:

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang

pengujian Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana, menuai beberapa implikasi dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Pertama, Implikasi yang tepat

yakni memberikan penegakkan hak konstitusional warga negara,

Kedua, Implikasi terhadap implementasi putusan tersebut di tengah

masyarakat, yakni akan terdapat banyak kasus terkait dengan

penetapan tersangka yang akan diajukan dalam proses praperadilan.

Terlebih ketika data menunjukkan bahwa terdapat 6 tersangka

sebelum diputus putusan MK tersebut, telah ada kasus yang

dikabulkan pembatalan terkait dengan penetapan tersangka dalam

proses praperadilan. Ketiga, Implikasi terhadap aparatur penegak

hukum yakni kesulitan bagi penyidik dalam menetapkan seseorang

sebagai tersangka, kemudian ketidaktahuan aparatur penegak hukum

dalam menerapkan norma putusan Mahkamah Konstitusi tentang

penetapan tersangka sebagai objek praperadilan dikarenakan aparatur

Page 94: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

82

penegak hukum seperti jaksa akan melihat terlebih dahulu teks

undang-undang yang berlaku dan Keempat, implikasi terhadap sistem

ketatanegaraan yang pada dasarnya memiliki prinsip check and

balances.

2. Bahwa pada putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 21/PUU-XII/2014

pertimbangan hakim yang paling utama mengenai tiga hal,

perwujudan due process of law dalam negara hukum, gelombang

dinamika masyarakat dari segi politik dan budaya yang juga sangat

mempengaruhi pertimbangan hakim, serta yang paling krusial adalah

mengenai realisasi penegakkan hak asasi manusia pada proses

praperadilan sebagai tersangka dalam penyidikan dan pemeriksaan.

3. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan hakim Mahkamah antara

lain, pertama, faktor yuridis-filosofis yang menurut Pasal 24 C UUD

NRI 1945 melekatkan kewenangan pengujian undang-undang

terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi, serta faktor

filosofis yakni faktor ideal seorang hakim konstitusi dalam

memberikan perlindungan hak konstitusional warga negara, kedua,

faktor sosiologis yakni dinamika yang terjadi di tengah masyarakat

dengan terjadi polemik mengenai penetapan tersangka yang memang

belum diakomodir dengan baik dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Page 95: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

83

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, melalui

penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran konstruktif sebagai

berikut:

1. Secara Struktur Kelembagaan Negara, terjadi hilangnya

penegasan prinsip check and balances antar lembaga negara.

Maka, berdasarkan prinsip checks and balances dengan

melaksanakan perintah undang-undang yang memuat

kewenangan masing-masing lembaga negara, prinsip tersebut

haruslah dipertegas, lembaga negara yang dimaksud yakni

Mahkamah Konstitusi sebagai negatif legislatif dengan DPR

sebagai lembaga positif legislatif.

2. Secara Substansi Hukum, ketika adanya produksi undang-

undang, maka produksi tersebut patutnya menyesuaikan dengan

dinamika yang terjadi di tengah masyarakat, agar undang-

undang tidak bersifat kaku dan mutlak. Dengan tindak lanjut

putusan Mahkamah Konstitusi, dan menyegerakan pengesahan

RUU KUHAP dengan dimuatnya norma penetapan tersangka

sebagai objek praperadilan, maka hal tersebut akan memberikan

kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia dalam proses

hukum acara pidana.

Page 96: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

84

3. Secara Kultur Hukum, dalam putusan Mahkamah Konstitusi

yang memutus bahwa penetapan tersangka adalah sebagai salah

satu objek praperadilan adalah putusan yang mengikat seluruh

pihak secara otomatis (erga omnes). Hal tersebut diputus

kemudian diperluas norma dalam objek praperadilan, namun

tidaklah melalui tahap partisipasi masyarakat sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Maka

seharusnya, jika harus ada pemuatan norma Mahkamah

Konstitusi harus dengan tegas menyatakan bahwa hal tersebut

adalah kewenangan dari lembaga legislatif, yakni Dewan

Perwakilan Rakyat.

Page 97: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

85

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur an dan Terjemahan, Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2014.

Arinanto, Satya dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum dari Konstruksi sampai

Implementasi, Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Asshiddiqie, Jimly, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta:

Sinar Grafika, 2011.

__________, Jimly, Konstitusi dan Konstitusinalisme Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2010.

__________, Jimly, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, Jakarta:

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008.

__________, Jimly, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,

Jakarta: Konstitusi Press, 2005.

__________, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta:Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi RI, 2006.

Asikin, Zainal dan Amirudin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Astana M.Widya, Haka,“Praperadilan dan Hakim Komisaris”,Problematika

Pembaruan Hukum Pidana Nasional, Jakarta: Komisi Hukum Nasional

RI, 2013.

Dillah, Philips dan Suratman, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta,

2012.

Estu Bagijo, Himawan Negara Hukum & Mahkamah Konstitusi Perwujudan Negara

Hukum yang Demokratis Melalui Wewenang Mahkamah Konstitusi dalam

Pengujian Undang-Undang,Yogyakarta: LaksBang Grafika, 2014.

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Harahap, M.Yahya Pembahasan Permasaahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

________, M.Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

penyidikan dan penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Page 98: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

86

Harahap, Zairin, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2002.

Harjono, Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008.

_________. Tranformasi Demokrasi, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2009.

Huda, Ni‟matul Perdebatan Hukum Tata Negara Peredebatan dan Gagasan

Penyempurnaan, Yogyakarta: FH UII Press, 2014.

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayumedia Publishing, 2008.

Indrayana, Denny, Amandemen UUD 1945 antara Mitos dan Pembongkaran,

Bandung: Mizan Media Utama, 2007.

Israa, Saldi, Pergeseran Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi

Parlementer dalam Sistem Presidensial di Indonesia, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2012.

Mahkamah Konstitusi. Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Buku II Sendi-sendi/Fundamen

Negara. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI,

2010.

_________, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 Buku VI Kekuasaan Kehakiman.

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2010.

__________, Membangun Jalan Demokrasi (kumpulan pemikiran Jakob Tobing

tentang Perubahan UUD 1945), Jakarta : Konstitusi Press, 2008.

__________, Mahkamah Konstitusi, Judicial Review,dan Welfare State Kumpulan

Pemikiran I Dewa Gede Palguna, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan

Mahkamah Konstitusi, 2008.

___________, Berjalan-Jalan di Ranah Hukum Pikiran-Pikiran Lepas Laica

Marzuki, Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi, 2006.

Manan, Bagir dan Susi Dwi Harijanti, Memahami Konstitusi „makna dan

aktualisasi‟, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2014.

Page 99: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

87

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum,Jakarta: Prenada Media Group, 2013.

Mahfudh, MD, Moh, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen

Konstitusi, Rajawali Pers: Jakarta, 2011.

M.Gaffar, Janedjri, Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi,

Jakarta: Konstitusi Press, 2013.

Salman, Otje, Filsafat Hukum (Perkembangan dan Dinamika Masalah), Bandung:

Refika Aditama, 2012.

Syahrizal, Ahmad, Peradilan Konstitusi (Suatu studi tentang adjudikasi

Konstitusional sebagai Penyelesaian Sengketa Normatif), Jakarta: PT

Pradnya Paramita, 2006.

Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi berbagai Aspek Hukum, Jakarta:

PT.Prenada Media Group,2011.

Wahidin, Samsul Distribusi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2014.

Rahardjo, Satjipto, Penegakkan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2010.

Jurnal Hukum

Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, Ultra petita Konstitusional, Jurnal

Konstitusi, No. 57 Oktober 2011.

Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, Putusan Uji UU Perkebunan: Akhir

Kriminalisasi Petani, Jurnal Konstitusi, No.56 September 2011.

Siahaan, Maruarar, Peran Mahkamah Konstitusi dalam Penegakkan Hukum

Konstitusi,Jurnal Hukum No.3 Nol.16 Juli 2009.

Safa‟at Ali, Muchamad, Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma dalam

Undang-Undang, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi, Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 1, 2010.

Syahrizal, Ahmad, Problematika Implementasi Putusan MK,Journal Konstitusi

Volume 4 Nomor 1, Maret 2007.

Page 100: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

88

Skripsi

Sudrajat, Agung. Implikasi Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Positive Legislator

Pada Uji Materiil Undang-Undang Terhadap Proses Legislasi di Indonesia

(Studi Kasus: Putusan MK No.10/PUU-VI/2008 tentang Pemuatan Syarata

Domisili Calon Anggota DPD dalam UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan

Umum,Skripsi S 1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2012.

Peraturan Perundang-Undangan

Dewan Perwakilan Rakyat. Keputusan DPR, No.15/DPR-RI/I/2004-2005 tentang

Peraturan Tata Tetib DPR. Pasal 42.

__________. Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.24 Tahun

2003,LN. 98 Tahun 2003, TLN.No.4316.

__________. Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,

No. 11 Tahun 2011, LN No.82 Tahun 2012, TLN No. 5234.

__________.Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No.24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.8 tahun 2011, LN

No.70 Tahun 2011, TLN No. 5266.

Hamzah, Andi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jakarta: Rineka

Cipta, 2010.

Mahkamah Konstitusi RI, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, 2011.

___________. Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian Pasal 77 huruf a

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentan Hukum Acara Pidana.Putusan

MK No.21/PUU-XII/2014.

Internet

Achmad, Fazli Zulfikar. Putusan MK Terkait Praperadilan Belum Dapat

dijalankan, http://news.metrotvnews.com//, diakses pada tanggal 26

Agustus 2015.

Ihsanuddin, Artikel, MK Putuskan Penetapan Tersangka sebagai Objek

Praperadilan, http//nasional.kompas.com//Mk-Putuskan-Penetapan-

Page 101: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

89

Tersangka-sebagai-Objek-Praperadilan, diakses pada tanggal 27 Agustus

2015.

Indriani, Tri Yuanita, Artikel, Akademisi: Kita Bisa Menarik Manfaat dari

Putusan Praperadilan BG, http://www.hukumonline.com//, diakses pada

tanggal 27 Agustus 2015.

Indonesia Hukum , http://www.bbc.com/indonesia/ berita_indonesia diakses pada

tanggal 9 Oktober 2015 Pukul 14.36.

Israa, Saldi, Negative Legislator. www.saldiisraa.co.id. artikel diakses pada

tanggal 13 Agustus 2015.

Mahkamah Konstitusi, Profil Sejarah Berdirinya Lembaga Mahkamah Konstitusi,

c.n,http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page.website. Profil

SejarahMK diunduh pada 1 September 2015

Mahkamah Konstitusi, Kedudukan Mahkamah Konstitusi,c.n, http://www.mahkamah

konstitusi.go.id /index .php?page.website.KedudukanMK diunduh pada 1

September 2015

Saksi Ahli Jaksa mendukung Dahlan Iskan, http://www.kaltimpost.co.id// Diakses

pada tanggal 26 Agustus 2015 pada pukul 21.19.

Page 102: IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30102/1/NOVITA... · the limitation of power and associated with the ... menjadi basis

90

LAMPIRAN