Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

11
IMPLIKASI PARADIGMA GERAKAN SOSIAL DAN KEBERDAYAAN ORGANISASI GERAKAN SOSIAL (Mampukah?) Oleh: Tua Hasiholan Hutabarat Mataram, 10 Juni 2010 Tidak banyak yang membicarakan tema ini. Ada yang bilang; sensitif; tidak penting; rahasia; bahkan ada juga yang menganggap anti membicarakan sumberdaya yang mendorong gerakan sosial, karena sumberdaya lebih dimaknai sebagai logistik. Tapi bagaimanapun sikap kita tentang sumberdaya dalam gerakan sosial, kenyataan menunjukkan besarnya pengaruh sumberdaya terhadap kemunculan, jalannya gerakan, bahkan kemunduran, surut, bahkan matinya sebuah gerakan sosial. Dalam sejarah memang kita tidak banyak bisa mempelajari bagaimana pengelolaan sumberdaya dan manfaatnya bagi gerakan sosial. Banyak komponen gerakan sosial yang cenderung menyembunyikan dan merahasiakan, bahkan menganggap sumberdaya sebagai faktor yang tidak penting dalam gerakan sosial, sehingga tidak menjadi catatan-catatan pembelajaran bagi generasi selanjutnya. Kita tidak banyak bisa memetik pelajaran tentang bagaimana gerakan sosial pada masa lalu dibangun dan bagaimana pengelolaannya dalam mendorong gerakan sosial. Begitu juga sebaliknya, kita juga tidak mendapatkan pembelajaran tentang kemunduran, surut dan matinya gerakan sosial dalam kaitannya dengan keberadaan 1

Transcript of Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

Page 1: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

IMPLIKASI PARADIGMA GERAKAN SOSIAL DAN KEBERDAYAAN

ORGANISASI GERAKAN SOSIAL (Mampukah?)

Oleh:Tua Hasiholan HutabaratMataram, 10 Juni 2010

Tidak banyak yang membicarakan tema ini. Ada yang bilang; sensitif; tidak penting; rahasia; bahkan ada juga yang menganggap anti membicarakan sumberdaya yang mendorong gerakan sosial, karena sumberdaya lebih dimaknai sebagai logistik. Tapi bagaimanapun sikap kita tentang sumberdaya dalam gerakan sosial, kenyataan menunjukkan besarnya pengaruh sumberdaya terhadap kemunculan, jalannya gerakan, bahkan kemunduran, surut, bahkan matinya sebuah gerakan sosial.

Dalam sejarah memang kita tidak banyak bisa mempelajari bagaimana pengelolaan sumberdaya dan manfaatnya bagi gerakan sosial. Banyak komponen gerakan sosial yang cenderung menyembunyikan dan merahasiakan, bahkan menganggap sumberdaya sebagai faktor yang tidak penting dalam gerakan sosial, sehingga tidak menjadi catatan-catatan pembelajaran bagi generasi selanjutnya. Kita tidak banyak bisa memetik pelajaran tentang bagaimana gerakan sosial pada masa lalu dibangun dan bagaimana pengelolaannya dalam mendorong gerakan sosial. Begitu juga sebaliknya, kita juga tidak mendapatkan pembelajaran tentang kemunduran, surut dan matinya gerakan sosial dalam kaitannya dengan keberadaan sumberdaya. Sebagaimana besar kontribusi sumberdaya terhadap keberhasilan dan kegagalan sebuah gerakan sosial? Pertanyaan sederhana tersebut cenderung sulit untuk dijawab. Mungkin beberapa penjelasan berikut bisa sedikit menarik perhatian kita tentang tema ini.

Pertama-tama mungkin kita bisa melihat sumberdaya secara teoritis, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Jenkins dan Perrow, maupun McCarthy dan Zald seperti yang dikutip oleh Anand Swaminathan dalam sebuah tulisannya tentang Social Movement Theory and The Evolution of New Organizational Forms. Pada tulisan tersebut beliau mengutip sebuah teori yang bernama Resource Mobilization Theory. Di situ dinyatakan, perkembangan ataupun kemuncuran

1

Page 2: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

gerakan sosial atau social movement sangat tergantung dari fluktuasi dari sumberdaya. Adapun sumberdaya yang dimaksud dalam teori ini ada empat, yakni; keahlian atau pengalaman, keuangan, sumber informasi dan legitimasi.

Berdasarkan perspektif teori mobilisasi sumberdaya, sebuah gerakan sosial sangat dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya yang ada. Dengan kata lain, keberadaan sumberdaya sangat menentukan keberhasilan, kesinambungan, bahkan kemunduran dan kehancuran gerakan sosial. Begitu pentingnya faktor ini, sehingga tanpa ada sumberdaya yang cukup, atau ketidakmampuan mengelola sumberdaya menjadi penyebab mandeg nya sebuah gerakan.

Tentu saja bagi sebahagian komponen sosial, teori ini jelas tidak populer. Selain mereduksi faktor lain dalam gerakan sosial, juga mengandung konotasi negatif yang selama ini banyak dihindari, terutama bagi komponen gerakan sosial yang mengutamakan kesadaran, solidaritas, kolektivitas dan komunikasi gerakan. Kaum leftist cenderung menghindari diri dari konsentrasi terhadap mobilisasi dan manajemen sumberdaya, karena sebuah gerakan sosial harus dibangun atas dasar kebersamaan, militansi, kesadaran dan ideologi. Beberapa basis konsep yang disebutkan terakhir menjadi api yang dapat membakar komponen gerakan untuk melakukan perlawanan bagi terwujudnya sebuah perubahan. Sumberdaya dianggap sebagai komponen internal yang kerap disembunyikan karena bersifat sensitif, taktis dan kontraproduktif terhadap gerakan massa.

Lihat saja bagaimana sejarah gerakan sosial di Indonesia. Kita tidak pernah mendapatkan catatan-catatan penting tentang bagaimana sumberdaya dibangun. Kita sering disuguhi oleh faktor-faktor landasan-landasan struktural dan kultural yang mendorong sebuah gerakan sosial, namun sangat sedikit sekali yang mencermati bagaimana organisasi gerakan sosial tersebut membangun sumberdayanya. Apakah memang sengaja disembunyikan karena tidak dapat bermanfaat buruk bagi gerakan, atau dianggap tidak penting sehingga menjadi urusan kesekian dari organisasi? Atau juga kemungkinan dianggap sebagai unsur paling taktis dalam kerja-kerja organisasi sehingga tidak layak diungkapkan bagi kepentingan massa atau publik? Ada begitu banyak alasan yang bisa diungkapkan, namun secara umum memang kita tidak mendapat banyak pembelajaran tentang bagaimana pengelolaan sumberdaya dalam gerakan sosial.

Keberadaan sumberdaya dalam gerakan sosial memang cukup dilematis, khususnya ketika berhubungan dengan keuangan, logistik atau faktor-faktor yang terkait dengan dukungan material gerakan. Kondisi seperti ini banyak dihadapi oleh komponen gerakan sosial yang memiliki pandangan radikal atau prinsip revolusionary dalam sebuah gerakan sosial. Begitu alerginya komponen gerakan sosial tipe seperti ini terhadap keberadaan sumberdaya, sehingga sering

2

Page 3: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

dipinggirkan dalam wacana-wacana dan dimensi praxis sebuah organisasi. Sumberdaya dianggap dapat merusak kemurnian, kesucian sebuah gerakan sosial, bahkan dapat mengalihkan tujuan utama gerakan sosial. Sisi radikalitas gerakan tak memberi tempat yang pantas bagi pengelolaan sumberdaya, karena pengaruh kesadaran, ideologi, militansi organisasi dan kemampuan membangun kolektivitas gerakan adalah paling utama dalam sebuah gerakan sosial.

Strategi tersebut bukannya tanpa konsekuensi. Kerap kali godaan dan tekanan eksternal, khususnya dari tuntutan modernitas hidup menciptakan gejolak di kalangan internal organisasi. Ketidaksiapan seluruh anggota dalam organisasi pendorong gerakan sosial untuk hidup secara kolektif dan bergerak atas dasar kesadaran penuh terhadap situasi menciptakan riak-riak yang kontraproduktif terhadap ideologi dan visi bersama. Dalam jangka panjang sulit mengharapkan organisasi radikal untuk mewujudkan kesinambungan gerakan akibat tingginya tekanan lingkungan sosial. Belum lagi persoalan-persoalan keterbatasan dukungan logistik (pendanaan) gerakan sosial yang kerap mengancam kegagalan kegiatan-kegiatan mobilisasi dan gerak perjuangan.

Pada situasi tertentu, militansi dan radikalisme dalam gerakan sosial dapat diantisipasi dengan kerja-kerja taktis. Dalam sistem sosial seperti saat ini, dimana kapitalisme mempengaruhi sendi kehidupan manusia dan struktur sosial yang liberal ada di keseharian hidup manusia, maka mau tidak mau organisasi gerakan sosial harus mampu memutar otak untuk menjalankan peran strategis dan taktis. Tindakan yang terkesan bermuka dua ini kerap dijalankan oleh berbagai organisasi gerakan sosial di masa transisi seperti saat ini. Bertahan dengan konsistensi ideologi, strategi dan aksi cenderung mempercepat kematian gerakan dihimpit oleh tekanan dan tuntutan lingkungan sosial.

Sayangnya, upaya menjalankan kerja-kerja taktis dan strategis sering mengalami kegagalan. Biasanya anggota akan terbagi dua, yakni yang masih tetap konsisten menjalankan keselarasan nilai dan tindakan dengan mereka yang dianggap pragmatis dan mampu taktis dalam kerja-kerja organisasi. Perpecahan pun sering menjadi dampak dari pilihan kerja taktis dan strategis ini. Ada organisasi yang kemudian cenderung terjebak dengan kerja-kerja taktis, sehingga melupakan tujuan utama gerakan. Ketika situasi ini terjadi, maka konflik internal pun akan terjadi, dan akhirnya perpecahan organisasilah menjadi akhir dari konflik tersebut.

Dilema pengelolaan sumberdaya, khususnya logistik gerakan sosial bukan hanya terkait dengan pertaruangan ideologi dan aksi. Dilema juga terjadi terkait dengan kemampuan menggali kapasitas logistik lembaga yang cenderung ditinggalkan oleh seluruh anggota maupun pengurus. Tidak banyak personal atau anggota yang mau mendalami aspek ini, sehingga kerap malah menjebak organisasi

3

Page 4: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

pada usaha-usaha jangka pendek, seperti mencari dukungan dana secara instan melalui proposal-proposal taktis. Pola seperti ini banyak mengalami kegagalan akibat minimnya orang yang bisa mengelola dana secara benar. Mereka tidak dibekali dengan kemampuan pengelolaan keuangan yang memadai, karena adanya stigma negatif terhadap sistem pengelolaan keuangan secara profesional yang bias ekonomi kapitalis.

Belum lagi persoalan-persoalan tekanan ekonomi anggota organisasi yang kerap menggerogoti dan secara perlahan mengikis kapabilitas kemandirian logistik kelembagaan. Bagi sebahagian pihak di dalam organisasi, cara termudah yang sering dilakukan adalah mengambil keuntungan. Jumlahnya memang tidak terlalu besar, namun jika dilakukan, maka akan menciptakan distrust di kalangan anggota organisasi. Namun ada juga sekelompok orang yang kemudian mencari solusi yang dianggap tidak merusak organisasi. Mereka memilih untuk mencari sumber ekonomi pribadi yang terpisah dengan sumber dana kelembagaan. Cara seperti ini memang cenderung tidak merusak organisasi, namun dalam jangka panjang akan mengikis perhatian terhadap kerja-kerja organisasi.

Dilema yang dihadapi oleh organisasi gerakan sosial memang lebih rumit dari yang sekedar dijabarkan di atas. Ada begitu banyak kendala dan tantangan yang sehari-hari mengancam keberlangsungan gerakan, antara lain terkait dengan tipe organisasi yang cenderung cair, kurang berdisiplin, akar kelas pemimpin organisasi yang kurang mengakar basis kelas gerakan dan sebagainya. Kesulitan-kesulitan tersebut menghantui setiap individu di dalamnya. Seluruh situasi yang dialami oleh organisasi berikut anggota bukan hanya meruntuhkan kesinambungan gerakan sosial, namun juga menciptakan multi konflik antar anggota dan pemimpin organisasi. Dikarenakan tingginya hubungan interpersonal di dalam organisasi, maka konflik yang ditimbulkan juga sangat keras, bahkan lebih keras dibandingkan pertemanan taktis dalam sebuah hubungan sosial di luar organisas gerakan sosial.

Paradigma Baru Gerakan Sosial

Situasi struktural yang eksploitatif, tidak berkeadilan, dan permasalahan-permasalahan struktural lainnya memang menjadi basis utama gerakan sosial, terutama di negara-negara dunia ketiga dimana kapitalisme dan liberalisme sedang tumbuh. Basis persoalan seperti itu kemudian melahirkan ideologi dan gerakan perubahan radikal yang menginginkan pembalikan struktur sosial ekonomi dan politik yang dianggap eksploitatif. Ada cita-cita dan impian untuk mewujudkan struktur baru dimana semua persoalan yang memiskinkan masyarakat menjadi hilang, digantikan oleh sebuah sistem yang lebih berkeadilan dan egaliter. Persoalannya, gerakan sosial seperti ini dalam posisi sangat terhimpit oleh lingkungan sosial dan ekonomi yang menekan organisasi dan setiap individu yang

4

Page 5: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

ada di dalamnya. Ketahanan gerakan sosial diancam dari segala sisi, sehingga sulit untuk bertahan. Apalagi kecenderungannya gerakan sosial tersebut tidak didukung oleh kemampuan membangun kesinambungan gerakan, salah satunya dalam hal pengelolaan sumberdaya.

Situasi yang serba salah dan serba terancam tersebut menurut berbagai kalangan sudah tidak jamannya lagi. Daripada terus konsisten dengan teori dan konsep klasik yang rentan terhadap ancaman eksternal, bahkan dituduh tidak berkontribusi terhadap perbaikan masyarakat dalam jangka waktu pendek, maka lebih baik membangun satu pola gerakan sosial yang lebih moderat atau lunak.

Menyadari sulitnya membangun gerakan sosial yang terus-menerus membenturkan kepala ke dinding tebal struktur, maka di eropa dan amerika lahir moda gerakan baru yang lebih lunak namun cenderung lebih bisa bertahan. Tanpa menyebut gerakan sosial tersebut sebagai upaya taktis, paradigma gerakan sosial baru tersebut berupaya melakukan aksi-aksi mediasi persoalan struktural. Ada dua pendekatan yang ditawarkan dalam gerakan sosial baru tersebut, yakni teori atau paradigma gerakan sosial baru (New Social Movement Theory)dan paradigma atau teori mobilisasi sumberdaya (Resource Mobilization Theory).

Prinsipnya, kedua paradigma gerakan sosial tersebut lebih melihat persoalan rakyat pada level mikro. Dengan berbagai landasan teoritik yang ada, mereka mengkritik gaya perjuangan yang kerap mati dan hancur ditekan oleh sistem. Paradigma tersebut juga mengkritik basis teori gerakan yang cenderung mereduksi faktor-faktor lainnya sehingga mengakibatkan kegagalan upaya perubahan. Walau tak menyatakan paradigma tersebut sebagai upaya taktis, namun dalam kacamata gerakan sosial radikal, paradigma tersebut merupakan wajah lunak dari sebuah gerakan sosial. Paradigma tersebut merupakan jalan moderat yang sengaja disebarkan untuk melemahkan gerbong gerakan revolusioner.

Tanpa mau terjebak dalam perdebatan tersebut, ada satu hal positif yang bisa diambil pelajaran dari dua paradigma atau dua teori tersebut. Pertama, dua paradigma yang bersifat lebih mikro dalam melihat penindasan dan eksploitasi tersebut menuntut mereka untuk mengintegrasikan gerakan dengan sistem. Tanpa adanya proses integrasi, maka gerakan sosial akan mengalami kehancuran dalam waktu cepat. Pengintegrasian tersebut kemudian berimplikasi terhadap format gerakan, dan kemudian format gerakan tersebut membentuk tipe organisasi dan pola perjuangan yang berbeda dengan gerakan radikal.

Pengaruh pengintegrasian tipe gerakan sosial yang kemudian berwujud dalam bentuk mediasi persoalan rakyat kemudian mendorong organisasi-organisasi gerakan untuk memiliki kapasitas yang terintegrasi pula dengan struktur kapabilitas sistem yang ada. Tuntutan integrasi tersebut memaksa organisasi gerakan sosial

5

Page 6: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

untuk belajar membangun gerakan sosial secara berkesinambungan. Salah satunya adalah membangun kemandirian dan kapasitas logistik organisasi. Berbagai cara pun dilakukan demi menjamin keberlangsungan gerakan sosial, diantaranya membangun usaha-usaha kolektif. Terbukti di negara-negara eropa dan amerika utara hal tersebut berhasil, bahkan eksistensinya tetap diakui sebagai bagian dari gelombang gerakan sosial yang bisa mempengaruhi perubahan sosial.

Tentu saja tak mudah, dan kadang tak mungkin memoderasi diri dalam gerakan sosial seperti yang ditampilkan oleh organisasi-organisas yang menerapkan paradigma gerakan sosial baru dan paradigma manajemen sumberdaya. Ada pertentangan yang muncul antara pandangan klasik yang mutlak menuntut perubahan sosial secara revolusioner dengan mereka yang berusaha mengadopsi paradigma tersebut. Padahal, ada jalan tengah yang bisa dilakukan oleh organisasi-organisasi gerakan sosial, yakni dengan menerapkan pola-pola pengelolaan kelembagaan yang lebih menjamin keberlangsungan gerakan sosial. Ada pilihan terbuka bagi organ gerakan untuk tampil lebih profesional dengan membangun kemandirian gerakan. Tentu saja tak usah meniru cara-cara kapitalistik yang kerap dianggap eksploitatif, karena sebenarnya terbuka cara-cara dan metode men-generate kemampuan logistik kelembagaan yang berbasis kolektif.

Membangun kemampuan logistik gerakan sosial yang berbasis kolektivitas tersebut sebenarnya juga bukan hal baru bagi komponen gerakan sosial di Indonesia. Persoalannya, pemahaman terhadap kolektivitas dikalangan organisasi gerakan di Indonesia sama sekali belum tuntas. Begitu juga dengan tantangan kesadaran yang terus-menerus belum terbentuk dikalangan komunitas pendorong perubahan. Harus ada kesadaran dikalangan pemimpin dan orang-orang yang membangun gerakan sosial untuk tuntas memandang strategi kemandirian dan kesinambungan gerakan. Kesinambungan dan kemandirian tidak selalu dipertentangkan dengan sistem yang ada, karena instrumen yang ada dan berlaku di dalam sistem bersifat value free. Walaupun ada banyak instrumen atau ruang-ruang yang sarat eksploitasi, namun masih banyak metoda yang lebih murni dan terlepas dari kecenderungan eksploitatif yang selama ini dijauhi oleh gerakan sosial radikal.

Memanfaatkan ruang-ruang dan instrumen yang menjamin kesinambungan gerakan sosial tersebut tentu saja harus dapat diterima dan dipahami oleh organ gerakan sosial. Harus diciptakan mekanisme dan metode yang tidak selalu mempertentangkan basis nilai dan strategi gerakan dengan upaya membangun ketahanan logistik lembaga. Untuk itu harus diformulasi media dan moda internalisasi yang dapat memediasi nilai dan metoda membangun kesinambungan gerakan sosial tersebut. Hal itulah yang sampai sekarang belum banyak menjadi perhatian kaum gerakan sosial di Indonesia. Tentu saja studi ke arah itu akan menciptakan konsekuensi yang jika tidak ditangani secara baik akan kembali

6

Page 7: Implikasi Paradigma Gerakan Sosial Dan Keberdayaan Organisasi Gerakan Sosial

menciptakan friksi di dalam organisasi. Dalam posisi tersebutlah dibutuhkan metode dan juga kepemimpinan yang mampu menyambungkan secara logis dan berbasis ideologi yang dimiliki. Tanpa itu, akan muncul perlawanan antar kawan sendiri, maupun antar organisasi.

Gerakan sosial adalah upaya perubahan dimana rakyat menjadi basis utama. Rakyat adalah realitas hidup sekaligus basis ideologi. Perubahan realitas tentu saja berdampak pada perubahan pada banyak sisi, tidak terkecuali ideologi itu sendiri. Namun ideologi juga tak bisa dibiarkan mati dikarengkeng oleh komponen gerakan sosial. Salah satu cara sederhana namun juga penting adalah membangun kesinambungan organisasi gerakan sosial, melalui pembangunan logistik organisasi lembaga. Membangun kesinambungan tersebut sulit terjadi dalam sebuah alam berfikir makro secara total, namun juga memanfaatkan ruang-ruang mikro yang juga penting bagi rakyat. Diantaranya adalah membuka ruang pengintegrasian gerakan sosial terhadap sistem. Pengintegrasian bukan berarti mengawinkan, namun mencari keterhubungan akar atau sumber-sumber yang bisa menjamin kesinambungan gerakan sosial.

Bahan Bacaan.

Swaminathan, Anand, and James B. Wade, Social Movement Theory and The Evolution of New Organizational Forms, Standford University Press.

Phongpaichit, Pasuk, 1999. Theories of Social Movements and Their Relevance for Thailand. A Paper for Project on Social Movement in Thailand, Supported under The Thailand Research Funds Methi Wichai Awuso Proggrame.

Canel, Eduardo, 2004. New Social Movement Theory and Resource Mobilization Theory: The Need For Integratian, http://www.idrc.ca

7