Gerakan Sosial Petani Tugas Diskusi Kelompok 1 (Mata Kuliah Gerakan Sosial Keagamaan)

download Gerakan Sosial Petani Tugas Diskusi Kelompok 1 (Mata Kuliah Gerakan Sosial Keagamaan)

of 27

Transcript of Gerakan Sosial Petani Tugas Diskusi Kelompok 1 (Mata Kuliah Gerakan Sosial Keagamaan)

  • 1

    GERAKAN SOSIAL PETANI

    Studi Kasus Gerakan Oprasioal Petani (GOP) Desa Jelegong Kecamatan

    Rancaekek Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Gerakan Sosial Keagamaan

    Disusun oleh :

    1. Rudi Hardian (1211105121)

    2. Setiyani (1211105132)

    3. Sobur Hermawan (1211105139)

    4. Sumiyati (1211105141)

    5. Tina Astiawati (1211105146)

    6. Vensi Gandita Kusuma (1211105148)

    PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SUNAN GUNUNG DJATI

    BANDUNG

    2014/2015

  • 2

    KATA PENGANTAR

    Bissmillahirahmanirrahiim,

    Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena

    atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya

    tulis dengan tepat waktu.

    Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul

    Gerakan Sosial Petani", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar

    bagi kita untuk mempelajari Gerakan Sosial .

    Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon

    permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya

    buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.

    Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima

    kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan

    manfaat.

    Bandung, Maret

    Penulis,

  • 3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ................................................................................ i

    DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3

    D. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian Gerakan Sosial .............................................................. 6

    B. Definisi Masyarakat Petani ............................................................. 7

    C. Reforma Agraria dan Petani ............................................................ 8

    D. Faktor Lahirnya Gerakan Sosial Petani........................................... 10

    BAB III STUDI KASUS

    A. Demografi Desa Jelegong Kec.Rancaekek ..................................... 12

    B. Dampak Industrialisasi terhadap Sektor Agraria atau persawahan di desa

    Jelegong Kec.Rancaekek................................................................. 14

  • 4

    C. Gerakan Oprasional Petani (GOP)

    Desa Jelegong Kec.Rancaekek........................................................ 16

    Tujuan Gerakan Oprasional (GOP) Petani dalam Pembaruan Reforma Agraria

    Rancaekek ....................................................................................... 18

    BAB IV PENUTUP

    1.1 Kesimpulan ................................................................................... 21

    1.2 Saran ............................................................................................. 22

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Gerakan sosial merupakan jawaban spontan maupun terorganisir dari massa

    rakyat terhadap negara yang mengabaikan hak-hak rakyat, yang ditandai oleh

    penggunaan cara-cara di luar jalur kelembagaan negara atau bahkan yang

    bertentangan dengan prosedur hukum dan kelembagaan negara. Gerakan sosial dapat

    dipahami sebagai upaya bersama massa rakyat yang hendak melakukan pembaruan

    atas situasi dan kondisi sosial politik yang dipandang tidak berubah dari waktu ke

    waktu atau juga untuk menghentikan kondisi status quo.

    Definisi petani seakan memiliki pengertian terbatas dalam orang yang

    melakukan produksi pertanian menanam komuditas tani menjual ke pasar disisi lain

    presfektif petani ternyata mengandung pengertian yang berbeda dan tingkah laku baik

    sosiologi dan ekonomi yang berbeda Menurut Rodjak ( 2002 ) Petani adalah orang

    yang melakukan kegiatan bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan

    tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola

    usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan

    lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga.

    Reforma agraria diharapkan mempersempit ketimpangan penguasaan dan

    pemilikan lahan yang terjadi sejak masa feodalisme, kolonialisme, hingga

    kemerdekaan. Reforma agraria menurut Gunawan Wiradi (2005) adalah penataan

    kembali susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber agraria, untuk

    kepentingan rakyat kecil, secara menyeluruh dan komprehensif.

    Karena itu, program reforma agraria harus disertai dengan program- program

    penunjangnya, seperti penyuluhan dan pendidikan tentang teknologi produksi,

    program perkreditan, pemasaran, dan sebagainya. Reforma agraria memacu

  • 6

    peningkatkan kesejahteraan petani. Dengan redistribusi lahan yang lebih merata,

    kedaulatan petani dalam melakukan usaha tani ditumbuhkembangkan.

    Seperti halnya kata Marx (1850) dalam Peasantry as a Class, bahwa

    petani tidak dapat memperjuangkan kepentingan kelas mereka atas nama mereka

    sendiri. Mereka tidak mampu merepresentasikan diri mereka kedalam sebuah

    kelas, mereka harus diwakilkan. Perwakilan tersebut, pada saat yang bersamaan

    haruslah bertindak sebagai pemimpin, pembuat peraturan, dan kekuatan institusional

    yang dapat melindungi mereka dari tekanan kelas lain.

    Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang

    sudah melampaui batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup

    untuk menjadi pemicu bagi petani untuk melampiaskan kemarahannya terhadap

    tatanan sosial yang ada. Gerakan gerakan perlawanan petani, pada bentuk sederhana

    seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang lebih adil dan

    merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat hirarkis.

    Gerakan Oprasional Petani (GOP) ini datang sejak tahun 2005 tepatnya pada

    tanggal 03 maret, yang dipicu oleh revolusi industry gerakan ini di buat oleh

    sekelompok masyarakat petani dan para tokoh masyarakat seperti pak. Nanang,

    Pak.Idris dll yang langsung mendapatkan antusias yang positive dari sebagian

    masyarakat terutama kaum petani karena dari struktur fungsionalnya kelembagaan ini

    berfungsi sebagai pemerdayaan lahan produktivitas agrarian yang menjadi cirri atau

    karakteristik masyarakat desa jelegong kec.rancaekek, lembaga ini di isi oleh

    sebagian kalangan usia tua,maupun muda yang berprihatin akan kemunduran atau

    menurunnya tingat produktivitas atau daya saing beras di masyarakat desa jelegong

    karena sering gagalnnya panen atau bahkan hilang demi hilangnya petakan sawah

    akibat pembangunan komplek perumahan dan pencemaran limbah industry yang

    merusak sawah.

  • 7

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa itu gerakan oprasioal Petani (GOP) ?

    2. Bagaimana Terbentuknya Gerakan Sosial GOP diRancaekek tersebut ?

    3. Bagaimana tujuan dari Gerakan Sosial GOP dalam Pembaruan Reforma

    Agraria di Rancaekek ?

    C. Tujuan pembahasan

    1. Untuk mengetahui gerakan oprasioal Petani (GOP) .

    2. Untuyk mengetahui Terbentuknya Gerakan Sosial GOP di Rancaekek.

    3. Untuk mengetahui tujuan dari Gerakan Sosial GOP dalam Pembaruan

    Reforma Agraria di Rancaekek.

    D. Kerangka Pemikiran

    Moore (1966), mencirikan petani sebagai kelompok yang berbeda

    dengan kelompok masyarakat yang lain, dengan melihat posisinya sebagai golongan

    yang tersubordinasi serta mempunyai budaya yang tersendiri.

    Sejalan dengan hal tersebut Shanin (1971) dalam tulisan yang

    berjudul Peasantry as a Political Factor, mendefinisikan petani sebagai produsen

    pertanian skala kecil yang menggunakan peralatan yang sederhana dan mengerjakan

    lahan dengan tenaga kerja keluarga, dimana hasil produksi sebagian besar digunakan

    untuk konsumsi pribadi dan untuk memenuhi kewajiban mereka kepada pemegang

    kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Namun seiring perkembanganya hubungan

    petani dengan pihak yang diatasnya menimbulkan masalah agrarian yang

    berkepanjangan, mulai dari era feodalisme, kolonialisme, sampai kapitalisme bahkan

    masih berlangsung sampai sekarang ini.

    Menurut Moch. Tauchid dalam bukunya Masalah Agraria (1952) Soal

    agrarian adalah menyangkut soal hidup dan penghidupan manusia ; tanah adalah

    sumber dan asal makanan bagi manusia. Siapa menguasai tanah, ia menguasai

  • 8

    makanan. Karena nilainya yang sangat berharga, maka konflik tanah selalu hadir di

    tengah-tengah dinamika sosial di masyarakat. Tanah terbagi-bagi menjadi hak milik

    akibat adanya stratifikasi sosial, penguasaan produksi, kekuasaan politik dan

    sebagainya. Dengan adanya kepemilikan tanah, manusia berupaya mempertahankan

    atau bahkan memperluasnya untuk keberlangsungan hidup.

    Bagi petani tanah tidak hanya sebagai komoditas ekonomi, tetapi

    juga bermakna sosial dan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan tempat

    sumber makanan, tempat mencari penghidupan, sebagai tempat melakukan

    aktivitas produktif, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani.

    Secara sosial tanah berarti eksistensi diri, sebagai tempat untuk menemukan

    dirinya secara utuh, bahkan tanah merupakan simbol status sosial di dalam

    masyarakat. Di dalam makna keamanan, tanah akan membawa rasa aman tertentu

    bagi petanijika sesuatu terjadi pada diri mereka, yang berarti tanah membawa efek

    psikologis bagi petani.

    Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena tanah

    merupakan modal utama, disanalah tempat atau pangkal dari budaya petani itu

    sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani, tanah

    memiliki nilai yang begitu besar. Didalam beberapa kebudayaan, tanah bahkan

    dipandang sebagai sikep (istri) kedua (Bahri, 1999). Studi yang dilakukan oleh Scott

    (1974 dan 1989) dan Popkin (1976), di pedesaan Asia, mengenai maraknya gerakan

    perlawanan petani pada masa kolonial, memperlihatkan terdapatnya empat faktor

    utama penyebab kemarahan kaum tani, yaitu perubahan struktur Agraria,

    meningkatnya eksploitasi, kemerosotan status sosial, dan desprivasi relatif.

    Melalui kolonialisme, desa desa di Asia terintegrasi dengan sistem kapitalis

    dunia. Penduduk desa di Asia pada massa pra-kapitalis merupakan sebuah unit rumah

    tangga yang bertumpu pada tingkat subsisten. Eksploitasi kolonial ditambah dengan

    tekanan demografi yang semakin meningkat, mengakibatkan rusaknya pola pola

    yang sudah ada, serta mengkhianati sendi - sendi moral ekonomi petani yang

    didasarkan pada etika subsistensi (Scott, 1976).

  • 9

    Konsep Dalam Marxisme tradisional perjuangan kelas ditempatkan pada titik

    sentral dan faktor esensial dalam menentukan suatu perubahan sosial. Masyarakat

    kapitalis dibagi menjadi dua kelas utama, yaitu kelas proletar (kelas yang

    dieksploitasi) dan kelas kapitalis (kelas yang mengeksploitasi). Oleh karena itu,

    dalam perspektif ini, masyarakat terdiri dari dua unsur esensial, yaitu dasar dan

    superstruktur.1

    Unsur dasar adalah faktor ekonomi, dianggap sebagai landasan yang secara

    esensial menentukan dalam perubahan sosial. Sedangkan superstruktur, adalah faktor

    pendidikan, budaya, dan ideologi yang berada di tempat kedua, karena faktor tersebut

    ditentukan oleh kondisi perekonomian. Dengan demikian, menurut pendekatan ini,

    perubahan sosial terkaji dikarenakan adanya perjuangan kelas, yaitu kelas yang

    dieksploitasi (buruh) berjuang melawan kelas yang mengeksploitasi (kelas

    kapitalis).Dengan kata lain, aspek esensial perubahan sosial adalah revolusi kelas

    buruh, dengan determinisme ekonomi sebagai landasan gerakan sosial.

    Pendekatan yang digunakan dalam Marxisme tradisional tersebut di atas

    mendapatkan kritikan dari beberapa tokoh antiesensialisme dan nonreduksionis,

    termasuk Antonio Gramsci. Mereka menolak pendekatan bahwa kompleksitas yang

    terjadi di masyarakat hanya direduksi secara sederhana dengan hubungan sebab dan

    akibat. Setiap sebab itu sendiri merupakan sebuah akibat dan demikian pula

    sebaliknya. Inti pemikiran Antonio Gramsci adalah konsep hegemoni, yang kaitan

    dengan studi tentang gerakan sosial dan perubahan sosial.2

    1 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi), FEUI, Jakarta, 2004. h.117

    2 Kartasapoetra, G dan Kreimers, L.J.B, Sosiologi Umum, Bina Aksara, Jakarta. 1987. h. 98

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian Gerakan Sosial

    Gerakan sosial merupakan jawaban spontan maupun terorganisir dari massa

    rakyat terhadap negara yang mengabaikan hak-hak rakyat, yang ditandai oleh

    penggunaan cara-cara di luar jalur kelembagaan negara atau bahkan yang

    bertentangan dengan prosedur hukum dan kelembagaan negara. Gerakan sosial dapat

    dipahami sebagai upaya bersama massa rakyat yang hendak melakukan pembaruan

    atas situasi dan kondisi sosial politik yang dipandang tidak berubah dari waktu ke

    waktu atau juga untuk menghentikan kondisi status quo. Beberapa pengertian

    gerakan sosial yaitu: menurut Bruce J Cohen (1992) bahwa gerakan sosial (politik)

    adalah gerakan yang dilakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk merubah

    (properubahan) ataupun mempertahankan (konservatif) unsur tertentu dari

    masyarakat yang lebih luas. Sedangkan menurut James W. Vander Zanden (1990)

    dan Rafael Raga Maran (2001) bahwa gerakan sosial (politik) adalah suatu upaya

    yang kurang lebih keras dan terorganisir yang dilakukan oleh orangorang yang

    relative besar jumlahnya, entah untuk menimbulkan perubahan, enath untuk

    menentangnya (mempertahankan status-quo). Dan terakhir menurut Robert Mirsel

    (2004) bahwa gerakan kemasyarakatan adalah seperangkat keyakinan dan tindakan

    yang tak terlembaga (noninstitutionalised) yang dilakukan sekelompok orang untuk

    memajukan atau menghalangi perubahan di dalam suatu masyarakat.Tidak

    terlembaga mengandung arti mereka cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang

    berlaku umum secara luas dan sah di dalam suatu masyarakat.

    Definisikan gerakan sosial sebagai : any board social alliance of people who

    are associated in seeking to effect or to block an aspect of social change within a

    society artinya, Suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk

  • 11

    mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam suatu

    masyarakat.

    Secara singkat dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial berkaitan dengan aksi

    organisasi atau keleompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang

    perubahan sosial. Namun yang masih perlu diperjelas adalah gejala sosial diluar

    gerakan sosial itu apa saja? Sehingga kita dapat mempunyai peta dan mengetahui

    apakah sesuatu itu dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial atau tidak. Hal yang

    penting adalah padanan gerakan sosial yang seringkali dikaitkan dengan perubahan

    sosial atau masyarakat sipil. Seperti yang kita ketahui seringkali ada pembagian ranah

    antara negara (state); perusahaan atau pasar (corporation atau market) dan

    masyarakat sipil (civil socAiety). 3

    B. Definisi Masyarakat Petani

    Definisi petani seakan memiliki pengertian terbatas dalam orang yang

    melakukan produksi pertanian menanam komuditas tani menjual ke pasar disisi lain

    presfektif petani ternyata mengandung pengertian yang berbeda dan tingkah laku baik

    sosiologi dan ekonomi yang berbeda Menurut Rodjak ( 2002 ) Petani adalah orang

    yang melakukan kegiatan bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan

    tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola

    usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan

    lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga.

    Dalam hal ini wolf 1985 membedakan antara petani kecil tradisional (

    Peaseant ) dan pengusaha pertanian ( farmers), peaseant dalam hal ini tidak

    melakukan usaha pertanian dalam artian ekonomi maksudnya ia bukanlah sebuah

    perusahan petanian melainkan merujuk pada rumah tangga pertanian berbeda dengan

    3 Bruce J Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 1992. h. 201

  • 12

    hal farmers ia mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk menuju laba sebagai

    suatu perusahan pertanian.

    Wolf (1983) memahami masyarakat petani merupakan fase setelah

    masyarakat primitif dan masyarakat modern. Pendekatan antropologis yang ia bangun

    didasarkan bahwa masyarakat petani tidak bisa hanya dipandang sebagai agregat

    tanpa bentuk. Masyarakat petani memiliki keteraturan dan memiliki bentuk-bentuk

    organisasi yang khas.

    Sejalan dengan Wolf (1983), Scott (1981) melihat petani sebagai entitas unik

    yang hidup secara sub sistem. Penelitian Scott (1981) mengungkapkan bahwa

    masyarakat petani di Asia Tenggara tidak akan melakukan perlawanan ketika

    kebutuhan-kebutuhan dasarnya terpenuhi.

    Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian

    masyarakat petani ialah sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu tempat

    yang memiliki sikap saling membutuhkan satu dengan yang lain dan bermata

    pencaharian sebagai petani, atau kesimpulan lain ialah sekelompok orang yang hidup

    bersama di suatu desa dan masih memelihara budaya nenek moyang (hidup bergotong

    royong).4

    C. Reforma Agraria dan Petani

    Posisi strategis petani dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri

    diakui semua pihak. Namun, ironisnya, petani kurang diperhatikan penguasa. Data

    BPS 2011 menunjukkan, penduduk miskin Indonesia 30,02 juta jiwa atau 12,49%

    dari total penduduk. Hampir 19 juta penduduk miskin berada di perdesaan dan

    sebagian besar adalah para petani. Karena itu, reforma agrarian sejatinya memberikan

    secerah harapan perubahan sosial ekonomi masyarakat, khususnya petani.

    4 Wolf Erik.1983. Petani suatu Tinjauan Antropologi.CV Rajawali Jakarta

  • 13

    Reforma agraria diharapkan mempersempit ketimpangan penguasaan dan

    pemilikan lahan yang terjadi sejak masa feodalisme, kolonialisme, hingga

    kemerdekaan. Reforma agraria menurut Gunawan Wiradi (2005) adalah penataan

    kembali susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber agraria, untuk

    kepentingan rakyat kecil, secara menyeluruh dan komprehensif.

    Karena itu, program reforma agraria harus disertai dengan program- program

    penunjangnya, seperti penyuluhan dan pendidikan tentang teknologi produksi,

    program perkreditan, pemasaran, dan sebagainya. Reforma agraria memacu

    peningkatkan kesejahteraan petani. Dengan redistribusi lahan yang lebih merata,

    kedaulatan petani dalam melakukan usaha tani ditumbuhkembangkan.

    Peluang keuntungan usaha pun semakin terbuka. Kemampuan petani

    mengelola tanah juga akan meningkat. Karena itulah program pengentasan

    kemiskinan perdesaan mutlak diintegrasikan dengan program reforma agraria.

    Peningkatan kesejahteraan petani mestinya seiring dengan kemandirian pangan

    nasional. Tanpa hal ini, kemandirian pangan akan rapuh dan tidak berakar kuat.

    Reforma agraria juga berperan meningkatkan produktivitas tanah. Selama ini

    banyak lahan telantar dan tidak produktif karena dikuasai swasta atau institusi negara.

    Dengan reforma agraria yang terarah, hal itu akan menjamin status tanah. Reforma

    agraria mestinya menyentuh hal fundamnetal berupa pengakuan tanah milik pribadi,

    negara, dan tanah milik umum yang secara pemanfaatan hasilnya dikembalikan untuk

    memenuhi kepentingan masyarakat.

    fungsi strategis tanah harus kembali dikembalikan untuk dikelola dan

    diproduktifkan. Tidak boleh ada tanah yang telantar dan dikuasai pihak tertentu,

    sementara petani tidak punya akses tanah. Di sanalah terkandung tujuan pelaksanaan

    reforma agraria, yakni meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat,

  • 14

    khususnya petani kecil secara adil dan merata, sehingga terbuka kesempatan untuk

    mengembangkan diri mencapai kemakmuran.5

    D. Faktor Lahirnya Gerakan Sosial Petani.

    Kemerosotan ekonomi secara mengejutkan, dimana hal tersebut dibarengi

    dengan peningkatan eksploitasi yang dilakukan oleh negara atau tuan tanah.

    Ekploitasi yang dilakukan secara berkelanjutan dengan kualitas yang terus

    meningkat, menimpa banyak petani, dan hampir terjadi diseluruh wilayah, serta dapat

    mengancam jaring pengaman sosial mereka atas sumber sumber subsistensial, maka

    besar sekali kemungkinan eksploitasi tersebut mencetuskan sebuah aksi perlawanan.

    Perlawanan petani lahir karena adanya pengorganisasian yang di alkuakan oleh satu

    atau beberapa orang tokoh karismatik.

    Seperti halnya kata Marx (1850) dalam Peasantry as a Class, bahwa

    petani tidak dapat memperjuangkan kepentingan kelas mereka atas nama mereka

    sendiri. Mereka tidak mampu merepresentasikan diri mereka kedalam sebuah

    kelas, mereka harus diwakilkan. Perwakilan tersebut, pada saat yang bersamaan

    haruslah bertindak sebagai pemimpin, pembuat peraturan, dan kekuatan institusional

    yang dapat melindungi mereka dari tekanan kelas lain.

    Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang

    sudah melampaui batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup

    untuk menjadi pemicu bagi petani untuk melampiaskan kemarahannya terhadap

    tatanan sosial yang ada. Gerakan gerakan perlawanan petani, pada bentuk sederhana

    seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang lebih adil dan

    merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat hirarkis.

    Lahirnya suatu mitos bersama tentang keadilan yang transedental sering

    dapat menggerakan kaum tani untuk melakukan gerakan sosial. Mitos mitos seperti

    5 Rukmana, Rahmat . Usaha Tani Kapri. 2004. Jakarta: Kanisius. h.79

  • 15

    ini mempersatuakan kaum tani hingga mampu membentuk koalisi koalisi

    petani, meskipun tidak stabil, sangat rentan, dan hanya dipersatukan untuk

    sementara waktu oleh suatu impian milenial (Wolf, 1966). Berdasarkan penjelasan di

    atas secara umum ada beberapa factor yang memicu lahirnya gerakan social petani

    seperti sebagai berikut;

    Pertama Radikalisasi terhadap Petani. Radikalisasi terhadap petani tersebut

    menjadi hal yang mendasar yang memicu lahirnya gerakan social dari petani pada

    masa colonial. Pada umumnya, kondisi tersebut berasal dari luar masyarakat petani,

    seperti penindasan, pungutan pajak, pengekangan hak, pembatasan kerja, dsb.

    Radikalisme terhadap petani ini jugalah yang menyebabkan gerakan resistensi

    petani yang dipimpin oleh dua orang tokoh, Entong Tolo dan Entong Gendut dikenal

    sebagai pemimpin bandit sosial yang bercampur motivasi politik di salah satu distrik

    Jatinegara. Mereka dikenal sebagai Robin Hood Batavia yang anti tuan tanah.

    Yang ke dua Pengorganisiran Petani Proses mobilisisasi petani, baik berupa

    sumberdaya yang bersifat terbatas seperti uang dan makanan ataupun individu petani

    itu sendiri, guna mencapai suatu tujuan tertentu, pengorganisiran dapat bersifat

    formal atau informal.Pengorganisasian petani ini biasanya di lakukan oleh seorang

    tokoh karismatik dalam rangka menanamkan dokrinitas untuk melawan segala bentuk

    penindasan terhadap politik colonial, dan kapitalismeYang ke tiga Makna Tanah Bagi

    Petani. intepretasi yang timbul dari ikatan ikatan yang ada antara petani dengan

    tanah, dapat bersifat ekonomi, sakral, ataupun kultural. Hal ini kemudin terjadi

    sebuah perubahan oleh system yang di berlakukan oleh pemerintahan hindia

    belanda.Dimana semulanya tanah merupakan hal yang sakral bagi petani namun

    politik colonial mengambil alih itu semua.6

    6 Rodjak.2006.Manajeman Usaha Tani.Pustaka Gitaguna Bandung. h.205

  • 16

    BAB III

    STUDI KASUS

    A. Demografi Desa Jelegong

    Jelegong adalah sebuah desa di kecamatan Rancaekek, Bandung, Jawa Barat,

    Indonesia. Desa jelegong mempunyai lahan seluas 437.423 Ha dan jumlah

    penduduknya sebanyak 18.759 jiwa .Desa Jelegong dilalui Sungai Cikijing yang

    berhulu di daerah Sumedang, sebagai anak Sungai Citarik yang bermuara ke Sungai

    Citarum. terletak pada ketianggian rata-rata 688 m dpl.7

    Dapat dilihat dari aspek geografis dan potensi SDA yang ada di Desa

    Jelegong ini, Masyarakat Desa jelegong Kec.Rancakek Kab.Bandung pada umumnya

    lebih cendrung mempropesikan dirinya sebagai petani sawah karena dalam perjalanan

    historis desa jelegong Kec.Rancaekek ini adalah salah satu wilayah di Kabupaten

    Bandung yang terkenal dengan sistem agraris yang sebagian wilayahnya terdominasi

    oleh petakan sawah yang luas. Era agraria itu tidak bertahan lama ketika arus

    modernisasi dan perubahan social menghampiri masyarakat Desa jelegong yang

    berdampak keankaragaman dalam system mata pencaharian baik mata pencaharian

    7 Dinas Pemerintahan Kab. Bandung. Daftar isian Data profil Desa Jelgong dan Kelurahan.

    Lampiran tahun 2010.

  • 17

    yang berkualitaskan Negeri maupun swasta, factor yang paling signifikan mengubah

    mata pencaharian masyarakat desa jelegong ini adalah sejak muculnya pengoprasian

    per industrian yang beroprasi disekitar kawasan ini pada tahun 1990 yang mengubah

    paradigma masyarakat desa jelegong Kec.Rancaekek ini pada system mata

    pencaharian yang asalnya mereka melestarikan atau menurunkan system agrarian

    sampai anak turunan kini masyarakat desa Jelegong lebih memobilitaskan mata

    pencahariannya pada sisten industrial dengan menjadi pegawai swasta pabrib-pabrik

    yang beroprasikan di wilayah Desa Jelegong Kec.Rancaekek Kab.Bandung.

    Potensi alam pun yang ada di Desa Jelegong saat ini sungguh memprihatinkan

    akibat limbah industri sehingga merusak tatanan sumber daya alam yang ada Akibat

    rusaknya alam terutama lahan pertanian yang pada awalnya menjadi unggulan dari

    Desa jelegong, pada saat ini sudah banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman

    disamping itu sumber - sumber air yang ada sudah tidak layak dipergunakan akibat

    limbah perindustrian. Hal ini sudah berlangsung sejak kurang lebih 20 tahun yang

    lalu dan hingga saat ini masih belum menemukan solusi penyelesain atas masalah

    ini.8

    8 Dinas Pemerintahan Kab.Bandung. Daftar isian Data Tingkat Perkembangan. .Desa dan

    Kelurahan. Lampiran tahun 2010.

  • 18

    B. Dampak Industrialisasi terhadap Sektor Agraria atau persawahan di

    desa Jelegong Kec.Rancaekek

    Pertama-tama yang akan penulis rinkas dan kaji adalah dampak perubahan

    sosial dalam peranan industrialisasi yang pada tahun 2013 ini terpusat di Desa

    Jelegong RW.06 Dusun V Kecamatan Rancaekek yang pada mulanya wilayah ini

    adalah sebagai wilayah yang berpotensi dalam pengelolaan SDA, hal ini terlihat dari

    wilayah persawahan yang sangat luas dan berada di sekitar daerah industri. dan

    mayoritas warga masyrakat disana merupakan seorang pekerja (buruh) baik pekerja

    di dalam industri maupun di luar industri, yang merupakan fokus dari penelitian

    dampak Industrialisasi ini.

    Namun berdasarkan data di lapangan wilayah RW.06 Dusun V Desa Jelegong

    Kecamatan Rancaekek merupakan kawasan pertanian, hampir sebagian besar warga

    masayrakat berprofesi sebagai petani, lahan-lahan tersebut ada yang milik sendiri

    serta ada pula yang bekerja sebgai penggarap sawah. Selain lahan persawahan disana

    juga terdapat kolam-kolam ikan, karena hampir seluruh warga masyrakat berprofesi

    sebagai petani dan peternak, seperti petrnak ikan, ayam, bebek.

    Namun sekarang ini semua kondisi wilayah RW.06 Dusun V Desa Jelegong

    Kecamatan Rancaekek, sumber sumber lingkungan tersebut sudah tidak dapat

    dimanfaatkan lagi oleh masayrkaat sebagai mata pencaharian masayarakat. Karena

    kondisi lingkungan hidup RW.06 Dusun V Desa Jelegong Kecamatan Rancaekek

    sudah menjadi masalah utama. terutama sulitnya mendaptkan air bersih yang bisa

  • 19

    digunakan masyarakat untuk di konsumsi. Dari data di lapangan, pencemaran

    lingkungan hidup terjadi karena limbah cair yang kemudian mencemari air di wilayah

    RW.06 Dusun V Desa Jelegong, kecamatan rancaekek. Limbah cair itu berasal dari

    pabrik yang berada dekat dengan lingkungnan masayrakat. Serta sumber air yang

    biasanya di pergunakan oleh masyarakat yang berasal dari sungai yang mengalir dari

    sungai yang berada di desa cikeruh, di bendung oleh pabrik untuk masuk ke pabrik.

    Kemudian air yang mengalir melalui pemukiman warga masayrakat merupakan

    limbah cair yang di buang oleh pabrik ke sungai citarum.

    Dalam penanggulangannya masyrakat sudah melalukan berbagai upaya-

    upaya, seperti masyarakat pernah demo ke pabrik karena limbahnya namun tidak di

    tanggapi, kemudian masyrakat ke gedung sate mengadukan pabrik karena limbahnya,

    namun semua itu hingga saat ini tidak ada realisasinya baik dari pemerintah, maupun

    pabrik. Adapun kompensasi yang masayrakat terima dari kerugian masayrakat

    tersebut, pabrik membuat kebijakan pengecualian untuk masyrakat asli. Masyaraakt

    boleh bekerja minimal lulusan SMP. berdasarkan data di lapangan, warga masyrakat

    Desa Jelegong, khususnya RW.06 Dusun V, limbah cair yang mengalir melewati

    pemukian warga banyak menuai kerugian. Mulai dari kondisi ekonomi penduduk,

    dulunya masyarakat Desa Jelegong, khususnya RW.06 Dusun V mayoritas adalah

    petani, dan mereka semua hampir memiliki lahan persawan pribadi, tapi semenjak

    pabrik-pabrik berdiri, sedikit-sedikit sawah mulai tidak bisa di tananmi. Sawah yang

    sudah tidak bisa di tanami sekarang ini hanya menjadi rawa-rawa, hal itu disebabkan

    karena komoditas utama air bersih masayrakat telah tercemar oleh limbah pabrik.

    Bermula dari situ masayrakat selalu mendapat kerugian dalam bidang pertanian,

    karena jika masyrakat memaksakan untuk tetap bertani, masyrakat hanya bisa bertani

    pada saat musim hujan, dan keberhasilan dari bertani tersebut hanya berkisa 50% dari

    hasil panen yang seharusnya. Oleh karena itu, sedikit-demi sedikit lahan pertaninan

    yang semua milik warga, sekarang ini warga menjual lahan mereka tersebut kepada

    orang kota. Karena sudah tidak adanya lahan pertanian yang berfungsi secara optimal

    di wilayah RW.06 Dusun V, Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek tersebut,

  • 20

    mayoritas masyarakat beralih profesi menjadi buruh serabutan, karena keterbatasan

    pendidikan.

    Bukan hanya kesehatan masayrakat juga terganggu karena limbah tersebut,

    pencemaran udara turut ambil peran dalam pencemaran lingkungan tersebut, dari bau

    limbah pabrik yang kurang sedap. Oleh karena itu, mayoritas masayrakat Desa

    Jelegong Dusun V, khususnya RW.06 banyak yang mengidap penyakit Infeksi

    Saluran Pernafasan (ISPA).

    C. Gerakan Oprasional Petani (GOP) Desa Jelegong Kec.Rancaekek

    Gerakan Oprasional Petani (GOP) adalah suatu gerakan social masyarakat

    desa Jelegong kec.rancaekek yang memiliki fungsi dan tujuan sebagai pemberdayaan

    pertanian dikawasan Rancaekek gerakan ini datang sejak tahun 2005 tepatnya pada

    tanggal 03 maret, yang dipicu oleh revolusi industry gerakan ini di buat oleh

    sekelompok masyarakat petani dan para tokoh masyarakat seperti pak. Nanang,

    Pak.Idris dll yang langsung mendapatkan antusias yang positive dari sebagian

    masyarakat terutama kaum petani karena dari struktur fungsionalnya kelembagaan ini

    berfungsi sebagai pemerdayaan lahan produktivitas agrarian yang menjadi cirri atau

    karakteristik masyarakat desa jelegong kec.rancaekek, lembaga ini di isi oleh

    sebagian kalangan usia tua,maupun muda yang berprihatin akan kemunduran atau

    menurunnya tingat produktivitas atau daya saing beras di masyarakat desa jelegong

  • 21

    karena sering gagalnnya panen atau bahkan hilang demi hilangnya petakan sawah

    akibat pembangunan komplek perumahan dan pencemaran limbah industry yang

    merusak sawah.

    Sebelum masa pembentukan kelembagaan ini atau sebelum tahun 2005

    revolusi industry menyebabkan dampak positif maupun negative bagi masyarakat

    luas terutama masyarakat dikecamatan rancaekek ini, industry telah mengubah

    hampeir 80 % karakteristik masyarakat ini, seperti contoh GOP atau gerakan

    oprasional Petani ini muncul akibat reaksi yang ditimbulkan oleh industry terhadap

    sector pertanian.

    Sebelum tahun 2005 atau pembentukan GOP oleh para tokoh masyarakat

    seperti dan kaum petani wilayah rancaekek gerakan ini telah melalui tiga tahap dalam

    pembentukannya, seperti tahap pertama atau yang disebut oleh Rex hopper dengan

    tahap Reaksi Massa, dalam tahap ini suatu gerakan akan dimulai dengan kesenjangan

    social seperti yang terjadi dalam gerakan ini tahap reaksi massa muncul pada tahun

    2003 ketika terjadi kesadaran para kaum petani dengan dampak industry yang

    mengekploitasi lahan mereka, dalam tahap Reaksi massa para kaum petani ini belum

    terorganisir melainkan mereka melakukan negosiasi terhadap para petani lain dan

    untuk membuat suatu aliansi kekecewaan dan permintaan pertanggung jawaban

    terhadap desa dan kecamatan setempat tetapi masih kurang ditanggapi.

    Setelah melewati tahap Reaksi massa, petani di wilayah rancaekek ini kembali

    mengalami kesenjangan pada tahun 2004 kembali para petani merasakan gagal panen

    atau melihat rusaknya lahan produksi mereka akibat limbah pabrik, para petani

    rancaekek pun sudah merasa tidak tahan akan masalah ini, dan setelah itu pada tahun

    2004 tepatnya pada bulan Januari para petani melakukan tahap kedua setelah reaksi

    massa, yaitu tahap Tindakan massa, dimana pada tahap ini para masyarakat petani

    langsung terjun kelapangan seperi aksi demo ke salah satu pabrik di Rancaekek,

    Pemerintahan Setempat sampai ke gedung sate dengan di aktori oleh beberapa tokoh

    intelektual yang simpati dengan masalah mereka dan kembali mereka tidak

    mendapatkan tanggapan langsung dari pihak-pihak tersebut.

  • 22

    Dan pada tahun 2005 para petani di kawasan desa jelegong kecamatan

    rancaekek ini melakukan tahap akhir gerakan social yaitu tahap Pembentukan,

    dimana pada tahun 2005 sampai dengan sekarang ini para petani sudah memiliki

    badan atau wadah aspirasi mereka dan sudah bertrasformatif menuju gerakan social

    yang terstruktur.

    D. Tujuan Gerakan Oprasional (GOP) Petani dalam Pembaruan Reforma

    Agraria Rancaekek

    Tujuan Masyarakat tani rancaekek atau (GOP) dalam memperjuangkan

    Reforma Agraria adalah jelas yaitu, mengambil kembali hak-hak petani atas tanah.

    Bicara tentang tanah adalah bicara tentang hidup dan penghidupan. Bagaimana petani

    mau mempertahankan hidup dan penghidupannya jika tanah-tanah yang seharusnya

    mereka garap dan mereka miliki, malah dikuasai tangan-tangan penguasa dan

    pengusaha tanpa ada kontribusi yang jelas kepada pemerintah.

    Reforma Argaria itu sendiri terdiri atas dua aspek yakni aspek landreform dan

    aspek non-landreform , Landreform merupakan penataan ulang dan penguasaan lahan

    terhadap petani, sedangkan aspek non landreform berupa berbagai hal untuk

    mendukungnya misalnya dukungan prasarana, kredit, teknologi serta pendampingan

    dan pengembangan organisasi petani. Penataan kembali hubungan sewa dan atau bagi

    hasil yang dapat memberikan kepastian penguasaan garapan bagi penggarapnya juga

    termasuk dalam cakupan pengertian Reforma Agraria.

  • 23

    Aspek landreform dapat dimaknai sebagai penataan ulang penguasaan dan

    pemilikan tanah, dimana faktor pembentuknya adalah masalah hukum (negara dan

    adat), tekanan demografis, serta struktur ekonomi setempat misalnya ketersediaan

    lapangan kerja non-pertanian.

    Masalah yang dihadapi pada aspek ini adalah konflik penguasaan/pemilikan

    secara vertikal dan horizontal, inkosistensi hukum (misalnya antara UUPA dan

    turunannya), ketimpangan penguasaan dan pemilikan, penguasaan yang sempit

    oleh petani sehingga tidak ekonomis, serta ketidaklengkapan dan inkosistensi data.

    Aktifitas reforma agraria yang relevan pada aspek landreform ini misalnya adalah

    penetapan objek tanah landreform, penetapan petani penerima, penetapan harga tanah

    dan cara pembayaran, pendistribusian tanah kepada penerima, perbaikan penguasaan

    (misalnya perbaikan sistem penyakapan), serta penertiban tanah guntay (absentee).

    Dalam Pasal 2 Tap MPR IX/2001, Pembaruan Reforma Agraria didefnisikan

    sebagai Suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali

    penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfatan sumber daya agraria .

    Terlihat bahwa, dari empat point tersebut, pembaruan agraria terdiri atas dua sisi saja,

    yaitu: (1) sisi penguasaan dan pemilikan, dan (2) sisi penggunaan dan pemanfaatan.

    Kedua sisi ini jelas berbeda. Yang pertama berbicara tentang hubungan hukum antara

    manusia dengan tanah, sedangkan yang kedua tentang bagaimana tanah dimanfaatkan

    secara fisik.

    Dengan kata lain, reforma agraria terdiri dari dua pokok permasalahan yaitu

    penguasaan dan pemilikan di satu sisi, dan penggunaan dan pemanfaatan di sisi

    lainnya. Kedua sisi tersebut ibarat dua sisi mata uang yang harus dilakukan secara

    seiring. Namun sayangnya, sebagian besar pihak hanya tertarik kepada satu sisi saja

    yaitu tentang penguasaan dan pemilikan.

    Dalam perjuangan nya, para kaum petani di wilayah rancaekek sendiri

    bertujuan agar Agraria kembali lagi kepada arti yang sesunggunya yaitu, penataan

    kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfatan sumber daya agraria.

  • 24

    Karena selama ini tentang penataan penguasaan dan kepemilikan tanah tidak

    sesuai dengan tujuan pembaharuan Reforma Agraria dan UUD 1945 pasal 33 ayat 3

    yaitu bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang dikuasai

    oleh pemerintah, sebesar-besarnya untuk kemakmuaran rakyat.

    Ini sudah jelas bahwa tanah untuk rakyat. Tapi ironi nya petani hanya menjadi

    buruh dinegri yang kaya ini. Tanah-tanah yang seharusnya untuk rakyat malah

    biberikan dan dikuasai oleh kaum-kaum kapitalis.

    Oleh sebab itu masyarakat Petani Rancaekek diperjuangkan oleh GOP untuk

    mendukung terciptanya reforma agraria yang sejati khususnya di wilayah rancaekek

    dengan mendorong pemerintah untuk segera melihat, mencatat dan menata kembali

    sumber-suber agraria yang selama ini dikuasai oleh kaum pemodal dan penguasa.

  • 25

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Posisi strategis petani dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri

    diakui semua pihak. Namun, ironisnya, petani kurang diperhatikan penguasa. Data

    BPS 2011 menunjukkan, penduduk miskin Indonesia 30,02 juta jiwa atau 12,49%

    dari total penduduk. Hampir 19 juta penduduk miskin berada di perdesaan dan

    sebagian besar adalah para petani. Karena itu, reforma agrarian sejatinya memberikan

    secerah harapan perubahan sosial ekonomi masyarakat, khususnya petani.

    Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena tanah

    merupakan modal utama, disanalah tempat atau pangkal dari budaya petani itu

    sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani, tanah

    memiliki nilai yang begitu besar. Didalam beberapa kebudayaan, tanah bahkan

    dipandang sebagai sikep (istri) kedua (Bahri, 1999). Studi yang dilakukan oleh Scott

    (1974 dan 1989) dan Popkin (1976), di pedesaan Asia, mengenai maraknya gerakan

    perlawanan petani pada masa kolonial, memperlihatkan terdapatnya empat faktor

    utama penyebab kemarahan kaum tani, yaitu perubahan struktur Agraria,

    meningkatnya eksploitasi, kemerosotan status sosial, dan desprivasi relatif.

    Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang

    sudah melampaui batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup

    untuk menjadi pemicu bagi petani untuk melampiaskan kemarahannya terhadap

    tatanan sosial yang ada. Gerakan gerakan perlawanan petani, pada bentuk sederhana

    seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang lebih adil dan

    merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat hirarkis.

    Gerakan Oprasional Petani (GOP) adalah suatu gerakan social masyarakat

    desa Jelegong kec.rancaekek yang memiliki fungsi dan tujuan sebagai pemberdayaan

    pertanian dikawasan Rancaekek gerakan ini datang sejak tahun 2005 tepatnya pada

  • 26

    tanggal 03 maret, yang dipicu oleh revolusi industry gerakan ini di buat oleh

    sekelompok masyarakat petani dan para tokoh masyarakat seperti pak. Nanang,

    Pak.Idris dll yang langsung mendapatkan antusias yang positive dari sebagian

    masyarakat terutama kaum petani karena dari struktur fungsionalnya kelembagaan ini

    berfungsi sebagai pemerdayaan lahan produktivitas agrarian yang menjadi cirri atau

    karakteristik masyarakat desa jelegong kec.rancaekek, lembaga ini di isi oleh

    sebagian kalangan usia tua,maupun muda yang berprihatin akan kemunduran atau

    menurunnya tingat produktivitas atau daya saing beras di masyarakat desa jelegong

    karena sering gagalnnya panen atau bahkan hilang demi hilangnya petakan sawah

    akibat pembangunan komplek perumahan dan pencemaran limbah industry yang

    merusak sawah.

    B. Saran

    Melihat kenyataan diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa segala fenomena

    social itu pasti mempunyai dampak baik positive maupun negative, sebagai contoh

    fenomena social gerakan social masyarakat dating akibat kesenjangan atau akibat

    reaksi dari suatu perubahan social yang dialami masyarakat, seperti fenomena GOP

    terlahir akibat kesenjangan social kaum petani di kawsan rancaekek akibat ekploitasi

    pabrik industry yang hampir menghabiskan lahan produktivitas masyarakat setempat

    dan mengakibatkan ketidakadilan di negri ini.

    Maka dari itu penulis menyarankan supaya setiap warga atau masyarakat desa

    jelegong Kecamatan Rancaekek ini bisa melihat setiap gejala atau fenomena-

    fenomena yang ada dalam lingkungan masyarakat desa jelegong tersebut, dan kepada

    pemerintahan setemapat maupun Negara agar bisa kembali konsisten akan UUD yang

    sudah di Dekralasikan.

  • 27

    Daftar Pustaka

    Bruce J Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, 1992 Rineka Cipta : Jakarta

    Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). , 2004 FEUI: Jakarta

    Kartasapoetra, G dan Kreimers, L.J.B, Sosiologi Umum,1987 Bina Aksara :

    Jakarta.

    Rodjak.Manajeman Usaha Tani.2006 ,Pustaka Gitaguna: Bandung

    Rukmana, Rahmat . Usaha Tani Kapri. 2004. Kanisius: Jakarta

    Wolf Erik.. Petani suatu Tinjauan Antropologi. 1983 CV Rajawali: Jakarta

    Sumber Lain :

    Dinas Pemerintahan Kab. Bandung. Daftar isian Data profil Desa Jelgong dan .

    Kelurahan. Lampiran tahun 2010.

    Dinas Pemerintahan Kab.Bandung. Daftar isian Data Tingkat Perkembangan. .

    Desa dan Kelurahan. Lampiran tahun 2010.