IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP...

15
1 IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP TOUCHING VUGGY DAN KUALITAS RESERVOAR FORMASI NGIMBANG CEKUNGAN JAWA TIMUR Oleh: Mellinda Arisandy* Undang Mardiana* Vijaya Isnaniawardhani* *Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran SARI Blok P Lepas Pantai Utara Madura merupakan lapangan Petronas Carigali Jakarta yang berada di Cekungan Laut Jawa Timur Utara. Lapangan ini mulai berproduksi pada tahun 2001, terdiri dari 14 sumur dan 6 (enam) sumur pada Blok P merupakan fokus penelitian. Sumur P-1 sampai P-4 sedang dalam pengembangan dan sumur P-5 sampai P-6 sudah dilakukan pengeboran. Produksi harian sumur-sumur pada Blok P adalah 2500-3100 BOPD. Produksi hidrokarbon yang terus menurun membutuhkan berbagai studi geologi untuk meningkatkan produksi hidrokarbon salah satunya adalah tentang studi petrofisik pada batugamping. Penelitian ini dimulai dengan analisis data sumur untuk menentukan zona produktif reservoar batugamping dan karakteristik batugamping berdasarkan data log sumur, DST, dan core. Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai SPI (Secondary Porosity Index) sebagai nilai adanya porositas sekunder (touching vuggy) pada batugamping dan rock type sebagai karakteristik setiap fasies pada masing-masing sumur sehingga dapat dihitung permeabilitas batugamping tersebut. Metode penelitian menggunakan data log sumur sehingga diperoleh porositas, permeabilitas, saturasi air, SPI untuk menunjukkan kehadiran touching vuggy, dan interpretasi lingkungan pengendapan. Selain itu, digunakan pula data core untuk menentukan visible porosity khususnya touching vuggy, nilai m sebagai faktor turtoisi batugamping, dan crossplot porositas dan permeabilitas core sehingga reservoar dapat dibagi menjadi beberapa rock type. Perbedaan pada setiap rock type dipengaruhi oleh fasies dan proses diagenesis. Diagenesis yang terjadi pada sumur P-1 sampai P-6 didominasi oleh proses disolusi oleh air meteorik karena berada pada lingkungan vadose. Berada pada dua fase diagenesis yaitu keep up phase dan drowning phase pada Kala Oligosen. Nilai SPI, m dan rock type dapat menentukan kehadiran touching vuggy pada reservoar batugamping. Touching vuggy sangat penting kehadirannya pada batugamping agar mudah untuk mengalirkan hidrokarbon sehingga dilakukan analisis pada sumur P-2 sampai P-4 terhadap kemunculan nilai SPI, nilai m<2, dan rock type jenis 1 dan 2. Pada batugamping Formasi Ngimbang, merupakan reservoar dengan kualitas baik dibuktikan dengan adanya porositas sekunder berdasarkan core dan adanya touching vuggy berdasarkan perhitungan SPI dan m. Berdasarkan perhitungan tersebut, sumur yang mempunyai data tes juga memiliki nilai SPI. Sehingga nilai SPI tersebut dapat digunakan pada sumur lain yang tidak memiliki core. Namun, data touching vuggy harus di tampilkan secara horizontal untuk mengetahui penyebarannya dan dibutuhkan log modern seperti FMI dan NMR. Tetapi, nilai SPI dan m dari sumur P-2 sampai P-4 dapat digunakan sebagai

Transcript of IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP...

Page 1: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

1

IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP TOUCHING VUGGY DAN

KUALITAS RESERVOAR FORMASI NGIMBANG CEKUNGAN JAWA TIMUR

Oleh:

Mellinda Arisandy*

Undang Mardiana*

Vijaya Isnaniawardhani*

*Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

SARI

Blok P Lepas Pantai Utara Madura merupakan lapangan Petronas Carigali Jakarta

yang berada di Cekungan Laut Jawa Timur Utara. Lapangan ini mulai berproduksi pada

tahun 2001, terdiri dari 14 sumur dan 6 (enam) sumur pada Blok P merupakan fokus

penelitian. Sumur P-1 sampai P-4 sedang dalam pengembangan dan sumur P-5 sampai P-6

sudah dilakukan pengeboran. Produksi harian sumur-sumur pada Blok P adalah 2500-3100

BOPD. Produksi hidrokarbon yang terus menurun membutuhkan berbagai studi geologi

untuk meningkatkan produksi hidrokarbon salah satunya adalah tentang studi petrofisik pada

batugamping.

Penelitian ini dimulai dengan analisis data sumur untuk menentukan zona produktif

reservoar batugamping dan karakteristik batugamping berdasarkan data log sumur, DST, dan

core. Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai SPI (Secondary Porosity Index) sebagai nilai

adanya porositas sekunder (touching vuggy) pada batugamping dan rock type sebagai

karakteristik setiap fasies pada masing-masing sumur sehingga dapat dihitung permeabilitas

batugamping tersebut.

Metode penelitian menggunakan data log sumur sehingga diperoleh porositas,

permeabilitas, saturasi air, SPI untuk menunjukkan kehadiran touching vuggy, dan

interpretasi lingkungan pengendapan. Selain itu, digunakan pula data core untuk menentukan

visible porosity khususnya touching vuggy, nilai m sebagai faktor turtoisi batugamping, dan

crossplot porositas dan permeabilitas core sehingga reservoar dapat dibagi menjadi beberapa

rock type. Perbedaan pada setiap rock type dipengaruhi oleh fasies dan proses diagenesis.

Diagenesis yang terjadi pada sumur P-1 sampai P-6 didominasi oleh proses disolusi oleh air

meteorik karena berada pada lingkungan vadose. Berada pada dua fase diagenesis yaitu keep

up phase dan drowning phase pada Kala Oligosen. Nilai SPI, m dan rock type dapat

menentukan kehadiran touching vuggy pada reservoar batugamping. Touching vuggy sangat

penting kehadirannya pada batugamping agar mudah untuk mengalirkan hidrokarbon

sehingga dilakukan analisis pada sumur P-2 sampai P-4 terhadap kemunculan nilai SPI, nilai

m<2, dan rock type jenis 1 dan 2.

Pada batugamping Formasi Ngimbang, merupakan reservoar dengan kualitas baik

dibuktikan dengan adanya porositas sekunder berdasarkan core dan adanya touching vuggy

berdasarkan perhitungan SPI dan m. Berdasarkan perhitungan tersebut, sumur yang

mempunyai data tes juga memiliki nilai SPI. Sehingga nilai SPI tersebut dapat digunakan

pada sumur lain yang tidak memiliki core. Namun, data touching vuggy harus di tampilkan

secara horizontal untuk mengetahui penyebarannya dan dibutuhkan log modern seperti FMI

dan NMR. Tetapi, nilai SPI dan m dari sumur P-2 sampai P-4 dapat digunakan sebagai

Page 2: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

2

metode cepat untuk menentukan kehadiran touching vuggy dan nilai permeabilitas reservoar

karbonat.

Kata kunci : diagenesis, touching vuggy, reservoar batugamping, Formasi Ngimbang

PENDAHULUAN

Cekungan Jawa Timur mencakup daerah seluas kira-kira 50.000 km2 dimulai dari Jawa

Tengah bagian timur, bagian utara Jawa Timur, Laut Jawa Timur, Madura, dan Selat Madura

(Pertamina BPPKA, 1996). Cekungan Jawa Timur menempati posisi sebagai cekungan

belakang-busur (backarc basin) sejak masa Paleogen. Bagian lepas pantai Cekungan Jawa

Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar berarah timurlaut-

baratdaya yang terdefinisi dengan baik. Terban-terban di antara tinggian-tinggian ini memuat

sedimen Tersier sampai setebal 6000 meter terdiri dari batugamping sebagai salah satu satu

tempat terakumulasinya hidrokarbon.

Batugamping merupakan batuan sedimen yang mempunyai komposisi CaCO3 dapat

berupa batuan klastik maupun hasil endapan organisme yang telah punah. Batugamping pada

daerah penelitian merupakan batuan penghasil hidrokarbon yang dapat bertindak pula sebagai

reservoar. Porositas pada batugamping lebih kompleks dibandingkan dengan batupasir,

karena klasifikasi dan proses diagenesis yang terjadi setelah pengendapan. Porositas pada

batugamping dibagi menjadi dua yaitu porositas primer dan porositas sekunder. Porositas

primer terbentuk pada saat pengendapan dan porositas sekunder terbentuk setelah terjadinya

sedimentasi umumnya berhubungan dengan proses diagenesis. Menurut Lucia (1983),

porositas sekunder pada batugamping dikenal sebagai vuggy. Vuggy dibagi menjadi dua

yaitu separate vug sebagai vuggy yang tidak terhubung (non-connected) dan touching vug

sebagai vuggy yang terhubung (connected). Separate vuggy dapat berupa moldic, shelter, dan

intrafossil sedangkan touching vuggy dapat berupa cavern, fracture, breccia, dan fenestral.

Berdasarkan analisis log, dapat dihasilkan porositas sekunder batuan karbonat menggunakan

perhitungan Secondary Porosity Index (SPI) sebagai selisih antara porositas densitas-neutron

dengan porositas sonik.

Pada penelitian ini, studi difokuskan pada touching vug sebagai parameter

permeabilitas yang baik pada reservoar. Porositas vuggy dipengaruhi oleh faktor sementasi

(m=turtoisy) sebagai kemampuan suatu reservoar untuk mengalirkan fluida. Setiap fasies

batugamping akan mempunyai nilai m yang berbeda. Fasies batugamping yang terdiri atas

separate vug memiliki nilai m>2 dan touching vug memiliki nilai m<2. Oleh karena itu,

untuk menentukan nilai m setiap fasies, setiap sumur dengan fasies yang berbeda dibagi

menjadi beberapa rock type berdasarkan crossplot permeabiliats dan porositas core untuk

menentukan nilai m yang dipengaruhi oleh kehadiran porositas sekunder. Suatu reservoar

batugamping yang terdiri atas touching vug akan memiliki nilai permeabilitas yang baik.

Sehingga rock type dengan nilai permeabilitas yang tinggi memiliki kualitas reservoar yang

baik pula.

Setiap rock type yang terdiri dari beberapa fasies akan memiliki touching vug yang

berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh proses diagenesis yang berlangsung pada batugamping

tersebut. Batugamping yang didominasi oleh disolusi akan meningkatkan porositas batuan

karbonat baik berupa separate vug maupun touching vug termasuk pada Formasi Ngimbang.

Pada formasi ini batugamping mengalami diagenesis pada lingkungan vadose sehingga

disolusi akan dominan oleh air meteorik.

Page 3: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

3

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif dan kuantitatif

menggunakan data log, data batuan inti, dan data pendukung lainnya. Perangkat lunak yang

digunakan selama pengolahan data adalah Geolog 6.7. Tahap-tahap penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Tahap persiapan: berupa studi pendahuluan meliputi regional daerah penelitian,

pengenalan perangkat lunak, pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk

analisis, dan semua literatur yang dibutuhkan selama penelitian.

b. Tahap penelitian dan pengolahan data: pengolahan data log sumur (.LAS) untuk

menentukan volume shale, porositas, saturasi air, permeabilitas, dan SPI. Selanjutnya

menentukan fasies batugamping pada daerah penelitian untuk menentukan sejarah

diagenesis dan porositas sekunder yang dibentuk selama proses diagenesis

berlangsung. Serta membandingkan nilai porositas dari analisis log dengan data core.

- Perhitungan petrofisika, menggunakan perangkat lunak Geolog 6.7 meliputi

perhitungan di bawah ini :

• Observasi (prediksi, wash out) : sebelum dilakukan pengolahan data,

dilakukan observasi terhadap data log yang tersedia yaitu log GR, log SP, log

resistivitas, log densitas, log neutron, dan log sonik. Sehingga dapat diperoleh

prediksi kehadiran hidrokarbon baik minyak maupun gas berupa cross-over

dari log densitas dan neutron serta kehadiran washout akibat bedhole. Adanya

washout dapat diprediksi dengan log caliper yang menyimpang dari nilai

umumnya. Penyimpangan ini dapat disebabkan oleh bedhole akibat loose

sirkulasi ataupun adanya gerowong pada reservoar batugamping. Toleransi

terhadap log caliper adalah 1,5 inch artinya lebih dari angka toleransi tersebut

sumur pengeboran disebut bedhole.

• Prekalkulasi, dilakukan untuk melakukan pre-perhitungan petrofisika agar

seluruh besaran log disamakan nilainya.

• Koreksi lingkungan : GR, densitas, neutron, laterolog, MSFL. Semua log harus

dikoreksi keadaan lingkungannya karena ada beberapa hal yang dapat

menyebabkan pengukuran lo yang tidak sesuai dengan hasil yang sebenarnya.

Log GR dikoreksi terhadap lingkungan karena dalam pengukurannya log ini

harus berada di tengah lubang bor karena sifatnya memancarkan sinar Gamma.

Log densitas yang terdiri dari pad saat melakukan pengukuran harus berada

menempel pada dinding sumur karena log densitas berhubungan dengan

elektron formasi. Begitu pula dengan log neutron, laterolog, dan log induksi.

• Menghitung volume shale : untuk mengetahui volume shale yang terdapat di

dalam formasi, dapat menggunakan log GR atau gabungan log densitas-

neutron.

• Menghitung porositas : untuk memperoleh porositas total dan porositas efektif

menggunakan log densitas-neutron dan atau log sonik.

• Menghitung saturasi air : untuk mengetahui kejenuhan air yang terdapat dalam

formasi. Dapat menggunakan metode Archie (untuk formasi bersih atau clean

sand), Simandoux (modifikasi metode Indonesia untuk formasi shaly sand),

Page 4: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

4

Indonesia (untuk formasi shaly sand), Dual Water (dengan menghitung CEC

formasi), Waxman-Smith (dengan memperhatikan nilai Swirr formasi).

• Menentukan jenis litologi : untuk menentukan jenis litologi formasi dengan

menentukan jenis mineral yang terdapat pada formasi tersebut menggunakan

log GR.

- Menghitung SPI (log D-N and log sonik) : nilai SPI dihitung dengan menghitung

selisish nilai log densitas-neutron dan log sonik. Nilai SPI merupakan nilai

porositas sekunder pada reservoar karbonat.

- Crossplot porositas-permeabilitas core dan permeabilitas log (Coates): untuk

menentukan permeabilitas dari log dan beberapa formula untuk menghitung

permeabilitas log dengan membagi beberapa rock type.

- Membandingkan SPI dan crossplot dengan data SCAL (m) : untuk kalibrasi

adanya porositas sekunder dengan angka faktor turtoisy dari data SCAL.

Touching vuggy memiliki nilai m<2 dan separate vuggy memiliki nilai m>2.

- Kalibrasi log, crossplot, dan SPI dengan fasies core : untuk menentukan jenis

fasies yang memiliki nilai SPI, touching vuggy dan nilai m<2.

- Membandingkan tipe log, SPI, crossplot, dan fasies core dengan sumur lainnya

yang tidak memiliki core : nilai SPI, m dan kehadiran touching vuggy akan

memiliki tipe dan nilai log tertentu setelah dikalibrasi dengan core dapat

digunakan untuk menentukan nilai SPI pada sumur lainnya yang tidak memiliki

core (uncore well).

c. Studi lanjutan dan pembuatan laporan akhir: berupa tahapan terakhir penelitian, hasil

pengolahan data akan dijelaskan dalam laporan akhir.

GEOLOGI REGIONAL

Cekungan Jawa Timur mencakup daerah seluas kira-kira 50.000 km2 dimulai dari Jawa

Tengah bagian timur, bagian utara Jawa Timur, Laut Jawa Timur, Madura, dan Selat Madura

(Pertamina BPPKA, 1996). Tinggian Karimunjawa memisahkan Cekungan Jawa Timur dari

Cekungan Jawa Barat dan busur volkanik Jawa membatasi cekungan ini di sebelah selatan.

Cekungan Jawa Timur membuka ke sebelah timur memasuki cekungan dalam yaitu

Cekungan Lombok dan mendangkal ke arah utara menuju Tinggian Paternosfer yang

memisahkannya dengan Cekungan Makassar. Cekungan Jawa Timur menempati posisi

sebagai cekungan belakang-busur (backarc basin) sejak masa Paleogen.

Pola struktur Cekungan Jawa Timur dapat dibedakan menjadi dua asal, yaitu sesar

ekstensional berarah timurlaut-baratdaya dan sesar mendatar berarah timur-barat (Bransden

dan Matthews, 1992; Manur dan Barraclough, 1994; Satyana dan Darwis, 2001). Pola tegasan

(stress regime) yang berbeda mengontrol kedua asal struktur ini, yaitu fase rifting pada saat

Paloegen dan fase inversi pada saat Neogen.

Pola tegasan ekstensi aktif dari Eosen Tengah sampai dengan Miosen Awal. Tahap

awal fase ekstensi ini ditandai dengan terjadinya rifting pada saat Eosen yang secara langsung

diikuti oleh tahap kedua yaotu subsidence seluruh cekungan pada saat Oligosen. Terban-

Page 5: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

5

terban hasil rifting ini pada awalnya diisi oleh sedimen klastik nonmarine yang cukup tebal

termasuk sedimen danau (lacustrine). Sedimentasi ini kemudian berubah menjadi marin yang

dicirikan oleh endapan serpih berumur Eosen Akhir sampai Oligosen Awal dengan disertai

perkembangan karbonat di beberapa tempat (daerah tinggian). Daerah ini kemudian terangkat

dan tererosi pada saar Oligosen Tengah (30Ma). Peristiwa ini diikuti oleh perioda tektonik

yang relatif tenang dan berlanjut sepanjang Oligosen Akhir sampai memasuki Miosen Awal.

Pada awal Miosen Tengah, pengangkatan Daratan Sunda terjadi sebagai akibat collision

antara Lempeng Australia dengan zona penunjaman bagian timur atau berhubungan dengan

berakhirnya rifting Laut Cina Selatan yang menyebabkan pengankatan Tinggian Kuching di

Kalimantan Tengah (Hutchison, 1989; van de Weerd dan Armin, 1992). Bukti terjadinya

pengangkatan regional ini adalah masuknya aliran sedimen pasir kuarsaan Formasi Ngrayong

yang cukup tebal ke dalam Cekungan Jawa Timur. Struktur kompresi kemudian terbentuk

selama periode-periode tektonik selanjutnya.

Tektonik Neogen dicirikan oleh perubahan mendasar pada pola tegasan yang

mengakibatkan terjadinya struktur inversi pada saat Miosen Tengah dengan aktifnya

pergerakan translasi dan rotasi blok-blok sesar berasosiasi dengan terjadinya diapirisme

serpih yang tersebar luas. Pembalikan cekungan dan diapirisme serpih asosiasinya merupakan

struktur-struktur utama yang mengontrol daerah di sebelah selatan tepi paparan yang

didominasi oleh pola tektonik berarah timur-barat Zona Rembang-Madura-Kangean (Zona

RMK) atau Zona Sesar Sakala yang memperlihatkan pola penyesaran mendatar mengiri.

Pergerakan sesar mendatar mengiri ini memanjang dari barat ke timur melintasi Jawa Timur,

Madura, pantai timur Madura, dan Kangean.

Periode tektonik terakhir dan paling kuat dimulai pada Miosen Akhir dan menerus

secara terputus-putus sampai Plistosen. Periode tektonik ini dihasilkan oleh kombinasi antara

penunjaman Lempeng Samudera Hindia di bawah Jawa, collision antara Lempeng Benua

Australia dengan Timor, dan pergerakan beberapa fragmen bernua dari bagian utara Lempeng

Autralia ke arah barat.

Stratigrafi Cekungan Jawa Timur terdiri atas serangkaian daur atau sekuen pengendpan

(Gulf Resources. 2000; Satya dan Darwis, 2001). Setiap daur dimulai dengan regresi dan

diakhiri dengan transgresi. Suatu peristiwa tektonik memulai setiap daur dengan jalan

peremajaan daerah sumber sedimen yang menghasilkan aliran sedimen klastik. Fase ini

menghasilkan suatu keadaan regresi setelah cekungan secara cepat terisi dan menjadi

dangkal. Periode erosi dan subsidence berikutnya atas daerah sumber sedimen secara

isostratik kemudian mengakibatkan terjadinya transgresi. Di daerah tropis, sedimentasi ini

terutama didominasi oleh pengendapan karbonat,

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Daerah penelitian merupakan Blok P di Cekungan Jawa Timur Utara yang merupakan

blok operasi dari Tim Eksplorasi P, Petronas Carigali. Hingga saat ini terdapat 14 sumur di

lapangan ini. 6 (enam) data log sumur dari 14 sumur ini merupakan data utama dalam

penelitian. Formasi Ngimbang dalam wilayah ini berperan sebagai reservoar untuk Blok P

dan menjadi objek penelitian.

Studi pada Formasi Ngimbang Blok P dilakukan dengan mengolah data petrofisik dari

data log sumur dari kegiatan pemboran 6 sumur yang telah dilakukan sebelumnya.

Ketersediaan data log ditunjukkan dalam tabel di bawah:

Page 6: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

6

Tabel 4.1. Ketersediaan log sumur Blok P N

o

Nam

a

Su

mu

r

Tipe Log

GR

SP

CA

L

LL

D

LL

S

ILD

MS

FL

RH

OB

DR

HO

NP

HI

DT

PE

F

1 P_1 √ √ √ √ √ √ √ √ x √ √ √

2 P_2 √ √ √ √ √ √ x √ x √ √ √

3 P_3 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4 P_4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ x √

5 P_5 √ √ √ √ √ √ x √ √ √ x x

6 P_6 √ √ √ √ √ √ x √ √ √ √ x

Tabel 4.2. Data core, SCAL, petrography, FMI, dan DST sumur Blok P

No Nama

Sumur

Well

Report

Petrography

Report SCAL

Routine

Core FMI DST

Well

Type

1 P_1 √ √ √ x x √ V

2 P_2 √ √ √ √ x √ V

3 P_3 √ √ √ √ x √ V

4 P_4 √ √ √ √ x √ V

5 P_5 x √ √ √ √ √ V

6 P_6 x √ √ √ √ √ V

Sumur P_1 sampai P_6 diendapkan pada platform yang sama yaitu isolated platform

sebagai platform air dangkal dengan kemiringan landai, lebar sepuluh sampai ratusan

kilometer, terletak pada lepas pantai paparan kontinental dangkal, yang dikelilingi oleh air

dalam yang berkisar dari beberapa ratus sampai beberapa kilometer kedalamannya. Hal ini

sesuai dengan keberadaan sumur yang terletak pada lepas pantai Madura Utara dan rekaman

Google Earth cekungan Jawa Timur. Menurut zona marginal reef yang dibagi oleh James,

N.P, fasies batuan karbonat pada sumur P_1 sampai P_6 adalah :

Gambar Zona reef sumur P_1 sampai P_4 (James N.P,1983).

Page 7: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

7

Gambar 4.4. Line seismik yang menunjukkan basement high sebagai lingkungan

pengendapan isolated platform pada Blok P.

Gambar 4.5 Sayatan tipis core sumur P-2: A. large foraminifera wackestone to packstone, B.

coral floatstone, C. echinoderm packstone.

Berdasarkan klasifikasi Dunham dimodifikasi oleh Embry&Klovan (1971), litofasies

batugamping pada sumur P-2 sampai P-4 terdiri dari batugamping yang didominasi oleh mud

(mud-supported >10%). Menunjukkan batugamping yang diendapkan pada lingkungan

berenergi rendah dan arus yang tenang (backreef). Berdasarkan analisis elektrofasies, sumur

P_2 sampai P_4 bersifat membentuk pola regular beds with sharp tops and bases dengan

I’

I

A B C

Page 8: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

8

bentuk cylindrical. Batuan mengalami agradasi yang terdiri dari fasies yang heterogen dan

terakumulasi pada shallow water (keep-up carbonate shelf).

Berikut adalah hasil rata-rata perhitungan petrofisika setiap sumur :

Sumur P-2 Sumur P-3 Sumur P-4

Volume shale (%) 24 36 22

Porositas (%) 24 21 21

Permeablitas (mD) 500 540 760

Saturasi Air (%) 26 22 22

Data porositas dan permeabilitas core diperoleh dari routine core analyses (RCA) dan di plot

dalam sebuah crossplot porositas-permeabilitas untuk menentukan rock type resevoar

karbonat. Rock type dibagi berdasarkan penyebaran nilai porositas dan permeabilitas core

yang memiliki persebaran data baik dengan regresi mendekati 1. Dengan adanya touching

vug akan menghasilkan nilai permeabilitas yang baik pada reservoar. Setiap rock type akan

terdiri dari beberapa fasies karbonat dengan porositas sekunder yang berbeda. Setiap fasies

pada setiap rock type akan di kalibrasi dengan data core sehingga dapat ditentukan jenis

porositas sekunder dan nilai m dari data RCA. Rock type 1-4 secara berurutan memiliki nilai

permeabilitas dari yang terbesar sampai terkecil.

Rock Type Sumur P-2

Tabel 4.3. Tabel porositas-permeabilitas core sumur P-2 berserta fasies dan jenis porositas

sekunder berdasarkan klasifikasi Lucia (1983).

Depth

(ft)

K

(md)

Por

(%)

Fasies

Porositas

Sekunder

Lucia's

Classification

6301,50 0,014 6,3

LF wackestone to

packstone interparticle SV

6314,33 0,002 4,9

mollusc wackestone

to packstone intraparticle SV

6323,58 0,085 9,4

LF wackestone to

packstone moldic, vug, fracture TV

6338,58 0,001 4,8 LF floatstone

6341,92 0,0007 4,1 LF wackestone

intraparticle, moldic,

fracture TV

6351,42 0,007 4,8

LF wackestone to

packstone moldic SV

6358,33 0,0007 2,8

LF wackestone to

packstone

6361,08 0,0002 2,5 coral floatstone intraparticle SV

6377,50 0,020 7,2 rotaliids wackestone intraparticle SV

6378,83 0,003 4,0 coral floatstone moldic, vug SV

6385,83 0,006 5,5 coral floatstone

moldic, fracture,

intraparticle, intercryst TV

6336,92 0,016 5,9 coral floatstone intraparticle SV

6349,08 0,225 9,4

LF wackestone to

packstone

intraparticle, vug,

fracture TV

6388,92 0,049 5,9 coral floatstone

moldic, vug, fracture,

intraparticle TV

6326,00 0,052 5,9 echinoderm moldic, fracture TV

Page 9: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

9

wackestone to

packstone

6317,42 0,275 8,7

echinoderm

packstone moldic, fracture TV

6331,33 0,470 9,3

LF wackestone to

packstone fracture TV

6329,75 0,376 4,1 coral floatstone moldic, fracture TV

6381,50 0,728 6,1

mollusc wackestone

to packstone fracture TV

6352,17 0,798 6,4 LF floatstone intraparticle, fracture SV

6367,42 7,16 22,3 coral floatstone moldic, fracture TV

6368,17 6,88 24,7 coralgal floatstone

6344,25 0,003 6,2

LF wackestone to

packstone intraparticle SV

6305,50 0,010 7,3

LF wackestone to

packstone

6311,67 0,028 10,3 echinoderm packtone

moldic, vug,

intraparticle, fracture TV

6320,50 0,134 16,5

echinoderm

wackestone to

packstone

intraparticle, intercryst,

moldic SV

6362,75 0,046 11,6 coral floatstone intercryst, moldic SV

6364,83 0,069 11,8 coral floatstone moldic, vug, intercryst SV

6383,33 0,050 12,1

echinoderm

wackestone to

packstone

6390,25 0,029 10,2 coral floatstone vug SV

6308,33 0,003 7,0 coral floatstone intraparticle SV

Keterangan :

Biru : rock type 3

Ungu : rock type 1

Merah : rock type 4

Hijau : rock type 2

TV : touching vug

SV : separate vug

Gambar 4.26. Persebaran data porositas-permeabilitas core sumur P-2 dan rock type.

Page 10: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

10

Berdasarkan crossplot di atas, diperoleh persamaan linear untuk menghitung

permeabilitas. Sehingga selain menggunakan permeabilitas hasil perhitungan Coates pada

program Geolog, dapat pula digunakan persamaan tersebut untuk menghitung nilai

permeabilitas. Misalkan persamaan Y = 0,0356 X 1,6736

, Y adalah permeabilitas dan X adalah

nilai porositas core. Data porositas dan permeabilitas core yang diinput sebagai titik (point)

bewarna hitam sebagai permeabilitas core dan warna merah tua sebagai porositas core. Log

rock type 1 (warna ungu) dan 2 (warna hijau) memiliki nilai yang hampir sama dengan nilai

permeabilitas core dan nilai porositas efektif densitas-neutron memiliki nilai yang sama

dengan porositas core. Sedangkan nilai permeabilitas dari perhitungan petrofisik (Coates)

mendekati nilai permeabilitas dari rock type 1 (hijau) dengan nilai permeabilitas paling

tinggi.

Rock Type sumur uncore (sumur P-6)

Berdasarkan penentuan rock type pada sumur P-2 sampai P-4, dapat diasumsikan

bahwa sumur P-1, P-5, dan P-6 memiliki nilai SPI, m, dan rock type yang sama. Dengan

demikian, ketiga sumur uncore tersebut memiliki nilai permeabilitas yang baik pada rock

type 1 dan 2 dengan kehadiran touching vuggy dan nilai m kecil dari 2. Sumur P-6 tidak

memiliki data core tetapi memiliki data FMI (Formation Micro Imager) merupakan advance

log yang dapat menunjukkan kehadiran touching vuggy pada batugamping berupa sinusoidal.

Formula untuk menghitung permeabilitas pada sumur uncore diperoleh berdasarkan posisi

sumur yang berdekatan, sumur P-1, P-5 dan P-6 dapat menggunakan formula permeabilitas

sumur P-4. Nilai SPI dan m kecil dari 2 umumnya muncul pada zona A, C, dan E pada

batugamping sumur P-2 sampai P-4 begitu pula pada sumur P-1, P-5, dan P-6. Hal tersebut

terlihat pada gambar 4.36 yang menunjukkan munculnya SPI pada zona A,C, dan E pada

sumur P-6 dan kalibrasi dengan log FMI.

Diagenesis batugamping pada Blok P

Berdasarkan keterangan di atas, diagenesis yang berlangsung pada batugamping di

setiap sumur yang terdapat pada Blok P hampir sama, karena berdasarkan data sekunder

berupa seismik, secara stratigrafi batugamping pada Blok P diendapkan pada waktu yang

sama yaitu pada Kala Oligosen. Batugampig pada Blok P berada pada zona vadose karena

menunjukkan dominasi disolusi oleh air meteorik.

Gambar 4.36. Lingkungan diagenesis vadose pada Blok P (Huan Chui, 2011).

Page 11: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

11

Terdiri dari dua fase diagenesis, dimulai dengan agradasi (keep up phase) yang

dibuktikan dengan adanya exposure ke permukaan beberapa kali dan mengalami disolusi oleh

air meteorik. Hal ini berlangsung selama Oligosen Awal-Oligosen Tengah. Dilanjutkan

dengan transgresi (drowning phase) pada Oligosen Akhir. Pada fase ini batugamping akan

mengalami kompaksi dan burial karena air laut yang terus naik sedangkan batugamping tidak

dapat mengikuti naiknya air laut tersebut.

Gambar 4.37. Diagenesis Blok P pada Kala Oligosen

Gambar 4.38. Kronostratigrafi sedimen karbonat pada Formasi Ngimbang.

Ngimbang

Oligosen Bawah

Oligosen Atas

K

K

Page 12: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

12

Gambar 4.39. Fase pertama (keep up phase) diagenesis batugamping pada Blok P.

Gambar 4.40. Contoh sayatan yang mengalami fase drowning pada kedalaman A: 6283,17

kaki dan B: 6285,29 kaki.

Gambar 4.41. Fase kedua (drowning phase) diagenesis batugamping pada Blok P (modifikasi

Paterson, et al., 2008).

Ke

ep

Page 13: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

13

Berdasarkan sayatan di atas, pada fase drowning sedimen karbonat pada Blok P tidak

mengalami keep-up dengan muka air laut. Sehingga pada lingkungan isolated platform,

bagian pinggir reef akan didominasi oleh sementasi dan menghasilkan porositas yang

rendah, dan pada bagian lagoon didominasi oleh proses disolusi dan menghasilkan porositas

yang tinggi. Ilustrasi fase drowning ditunjukkan oleh gambar 4.41.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian reservoar karbonat pada Formasi Ngimbang sumur P-2

sampai P-4, dapat disimpulkan bahwa :

1. Litofasies pada Formasi Ngimbang dibagi menjadi 11 fasies berdasarkan tekstur

dan jenis butir, yaitu skeletal packstone, coral floatstone, LF wackestone to

packstone, echinoderm wackestone to packstone, echinoderm packstone,

echinoderm wackestone, LF wackestone, LF packstone, rudstone, milliolids

wackestone to packstone, coralgal floatstone.

2. Berdasarkan analisis elektrofasies, sumur P_2 sampai P_4 bersifat membentuk pola

regular beds with sharp tops and bases dengan bentuk cylindrical. Batuan

mengalami agradasi yang terdiri dari fasies yang heterogen dan terakumulasi pada

shallow water (keep-up carbonate shelf).

3. Dalam menentukan zona reservoar produktif pada sumur P-1 sampai P-4

dibutuhkan perhitungan petrofisik serta dikalibrasi dengan data core dan DST. Pada

keempat sumur, semua perhitungan menunjukkan hasil yang sama dengan data

kalibrasi. Zona reservoar terdapat pada zona A,C,D, dan E. Reservoar karbonat

pada Formasi Ngimbang berada pada daerah tinggian (high) dengan lingkungan

pengendapan isolated platform.

4. Pada zona reservoar produktif sumur P-2 sampai P-4 menunjukkan adanya touching

vug sebagai porositas sekunder. Touching vug menunjukkan permeabilitas yang

baik untuk reservoar. Diperoleh berdasarkan perhitungan SPI yang dikalibrasi

dengan SCAL (m) dan data core. Touching vug memiliki nilai m<2 sesuai dengan

data SCAL. Terdiri dari fracture yang disebabkan oleh proses karstifikasi. Tipe log

pada sumur P-2 sampai P-4 dapat digunakan untuk uncore well sebagai parameter

menentukan reservoar produktif dengan mempertimbangkan nilai SPI dan m.

5. Adanya touching vuggy pada reservoar karbonat dipengaruhi oleh diagenesis dan

tektonik. Pada sumur P-2 sampai P-4 didominasi oleh proses disolusi sehingga

meningkatkan porositas. Terdapat dua fase diagenesis yang terjadi yaitu keep up

phase dan drowning phase. Periode tektonik pada Cekungan Jawa Timur juga dapat

mengakibatkan adanya touching vuggy seperti pengangkatan dan tektonik lainnya.

Page 14: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

14

ACUAN

AHR., Wayne M. 2008. Geology of Carbonate Resevoirs : The Identification, Description,

and Characterization of Hydrocarbon Reservoirs in Carbonate Rocks. A&M

University. Texas : Wiley.

Archie., G. E. 1952. Classfication of Carbonate Reservoir Rocks and Petrophysical

Considerations. Texas : Bulletin of AAPG vol. 36 No 2 PP 278-298, 5 FIG.

Asquith, George. B. 1985. Handbook of Log Evaluation Techniques For Carbonate

Reservoirs. Tulsa, Oklahoma : AAPG.

Asquith, G.B., with C.R. Gibson. 1982. Basic Well Log Anlysis for Geologist : AAPG

Methods in Exploration No. 3, 216 p.

Bateman, R.M., 1985, Open-hole Log Analysis & Formation Evaluation, International

Human Resources Development Corporation, Boston.

Bathurst, Robin. G.C. Carbonate Sediments and their Diagenesis. Elsevier: University of

Liverpool.

Darling, T, 2005, Well Logging and Formation Evaluation, Gulf Freeway, Texas.

Dewan, J.T. 1983. Essentials of Modern Open-hole Log Interpretation: Tulsa, Oklahoma,

Penn Well Publishing Company, 361 p.

Dewar, Jan dan Pickford, Scott. 2001. Rock Physic for The Rest of Us-an Informal

Discussion. Calgary : CSEG.

Doveton, John. H. 2009. Reservoir Petrophysical Log Analysis Course and Workshop. Bali:

PT. Geoservices (Ltd.).

Dunham, Robert J. Classification of Carbonate Rocks According to Depositional Textures.

Ellis, D. V. & Singer, J. M., 2008, Well Logging for Earth Scientist 2nd Edition, Springer,

Netherlands.

E.R Crain. P. Eng. Petrophysical Handbook. www.spec2000.net.

Flugel, Erik. 2004. Microfacies of Carbonate Rocks Analysis, Interpretation, and

Application. Springer.

Harsono, A, 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Schlumberger Oilfield Services,

Jakarta.

Kendall, Chris. 2005. An Overview of Carbonates. University of South Carolina: SEPM.

Kendall, Chris. 2005. Carbonate Depositional Systems. University of South Carolina: SEPM.

Koesomadinata, R.P. 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi. Bandung: ITB.

Page 15: IMPLIKASI DIAGENESIS BATUGAMPING TERHADAP …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/07/Karya-Tulis-CISRAL.… · Timur dicirikan oleh kehadiran serangkaian tinggian batuan dasar

15

Klovan, J Edward dan Embry, Ashton F. 1971. A Late Devonian Reef Tract on Northeastern

Bank Island N.W.T. Bulletin of Canadian Petroleum geology Vol. 19 No. 4 P 730-781.

Lucia, F. Jerry. 2007. Carbonate Reservoir Characterization An Integrated Approach 2nd

Edition. Texas : Springer.

Moore, Clyde. M. 2001. Carbonate Reservoirs Porosity Evolution and Diagenesis in a

Sequence Stratigraphic Framework. Oxford : Elsevier.

Moore., C. H. 1997. Carbonate Diagenesis and Porosity. Netherlands : Elsevier.

Rider, M, 1996, The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition, Interprint Ltd,

Malta.

Schlumberger, 1989, Log Interpretation Principles/Aplication, Schlumberger Educational

Services, Texas.

Sekti, Rizky. P. Dan Gantyno, Allaudin. A. 2012. Sedimentology and Stratigraphy of

Carbonate. Bandung : UNPAD.

Serra, O. 1980. Sedimentary Environments From Wireline Logs. Schlumberger.

SEPM Stratigraphy Web. 2013. Society for Sedimentary Geology.

---. Basic Types of Carbonate Platform. 1995. SEPM.

Steinen, Randolph P dan Matthews, R.K. 1973. Phreatic vs Vadose Diagenesis : Stratigraphy

and Mineralogy of A Cored Borehole on Barbados. Journal of Sedimentary Petrology

Vol 43 No 4 P 1012-1020.

Stratigraphic Relation of Carbonate Reservoirs. 1978. Principles of Carbonate

Sedimentation. OCGS.

Tucker, E. Maurice. 1990. Carbonate Flatforms Facies, Sequences and Evolution.

International Association of Sedimentologist. Melbourne.

Zarza, A.M Alonso dan Tanner, L.H. 2010. Carbonates in Continental Settings:

geochemistry, Diagenesis and Applications. New York : Elsevier.