IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan...

9

Click here to load reader

Transcript of IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan...

Page 1: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 97

IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) DENGAN PENDEKATAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

MATERI POKOK PERUBAHAN FISIKA DAN PERUBAHAN KIMIA DI SMP NEGERI I JETIS MOJOKERTO

Harun Nasrudin 1, Choirun Nisa 2

1,2Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: [email protected]

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kualitas pembelajaran melalui implementasi model pembelajaran Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri yang ditinjau dari aspek aktivitas guru aktivitas siswa dan ketuntasan belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-F SMP Negeri I Jetis Mojokerto Tahun Ajaran 2010/2011. Rancangan penelitian yang digunakan adalah ”one group pretest posttest design” yang dilaksanakan dalam dua pertemuan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) Aktivitas guru yang dominan pada pertemuan I dan II adalah membimbing siswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% pada pertemuan II, (2) Aktivitas siswa yang dominan pada pertemuan I dan II adalah melakukan praktikum dengan kelompok tentang materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia dengan proporsi 20,5% pada pertemuan I dan 25,2% pada pertemuan II. (3) Ketuntasan belajar klasikal pada pertemuan I sebesar 90,00% dan pada pertemuan II sebesar 86,67%.

Abstract - The purpose of the research are to know the implementation of learning Cycle Model with inkuiri's approaching sighted of teacher’s activity, students’s activity and the students learned thoroughness after perform learning. This research is given to VII-F class of SMPN 1 Jetis Mojokerto in year 2010/2011. The design of this research design is ”one group pretest posttest design”, that consist of two lesson meeting. Results of this research are (1) The activity of teacher that dominated in first and second lesson meeting is adjoin student to do the exsperimen with percentage 26,31% in first lesson meeting and 23,91% in second lesson meeting. (2) The activity of students that dominated in first and second lesson meeting is do the experimen with percentage 20,5% in first lesson meeting and 25,2% in second lesson meeting. (3) The students classical learned thoroughness in each lesson meeting are 90,00%, and 86,67%. Kata Kunci : Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan inkuiri, kualitas pembelajaran, perubahan fisika dan perubahan kimia.

PENDAHULUAN

Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang telah diakui dalam pendidikan IPA. Learning Cycle dikembangkan berdasarkan teori yang dikembangkan pada masa kini tentang bagaimana siswa seharusnya belajar. Model ini merupakan model pembelajaran yang mudah untuk digunakan oleh guru dan dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas belajar IPA pada setiap siswa. Learning Cycle adalah model pembelajaran yang menyarankan agar proses pembelajaran dapat

melibatkan siswa dalam kegiatan belajar secara aktif sehingga terjadi proses asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa. Apabila proses konstruksi pengetahuan terjadi dengan baik, maka pembelajaran akan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Model pembelajaran learning cycle memiliki 5 fase diantaranya fase pendahuluan (engagement), eksplorasi (exploration), penjelasan (explaination), penerapan konsep (extend/ elaboration),dan evaluasi. (Kamdi, 2007: 98).

Page 2: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 98

Penerapan model learning cycle dalam suatu proses pembelajaran, dapat ditunjang dengan menerapkan pendekatan yang sesuai dengan model pembelajaran tersebut. Peneliti memilih untuk menggunakan pendekatan inkuiri karena sesuai dengan model Learning Cycle yang mendorong siswa untuk menemukan konsep secara mandiri dengan melakukan suatu percobaan dalam suatu kelompok. Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan model pembelajaran Learning Cycle dengan pendekatan Inkuiri untuk membantu siswa dalam memahami materi pokok Perubahan Fisika dan Perubahan Kimia.

Dari uraian di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aktivitas guru dalam membimbing siswa untuk memperoleh informasi selama menerapkan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia, bagaimana aktivitas siswa ketika diterapkannya model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia, dan bagaimana ketuntasan belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia.

Adapun tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas guru dalam membimbing siswa untuk memperoleh informasi selama menerapkan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia, mengetahui aktivitas siswa ketika diterapkannya model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia, dan mengetahui ketuntasan belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia.

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada banyak pihak, antara lain membantu siswa mencapai ketuntasan belajar

serta memberi kesempatan bagi siswa untuk beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran, sebagai referensi bagi guru dalam mengajarkan materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia menggunakan model pembelajaran siklus belajar (Learning Cycle) dengan pendekatan inkuiri serta sebagai alternatif bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran yang berbeda dalam mengajarkan materi pelajaran IPA.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen

semu, dimana peneliti hanya menggunakan satu kelas untuk dijadikan subjek penelitian.

Subyek penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas

VII-F SMP Negeri I Jetis Kabupaten Mojokerto Tahun Ajaran 2010/2011.

Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen semu, yang dilaksanakan untuk mengetahui dampak dari suatu perlakuan yang dikenakan pada subyek penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah ”one group pre-test post-test design”, artinya dilakukan terhadap 1 kelompok saja tanpa kelompok pembanding, dengan gambaran sebagai berikut:

Keterangan: T1 : pre-test

X : treatment atau perlakuan terhadap siswa melalui penerapan model pembelajaran learning cycle dengan pendekatan inkuiri

T2 : post-test

Prosedur Penelitian Berdasarkan pada rancangan penelitian

dan data yang ingin diperoleh, maka prosedur penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan tahap analisis data.

T1 X T2

Page 3: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 99

a. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah merancang perangkat pembelajaran yang digunakan untuk penelitian yaitu RPP, LKS, kunci jawaban LKS, dan instrumen penelitian yang meliputi : lembar pengamatan aktivitas guru, dan lembar pengamatan aktivitas siswa, dan tes hasil belajar.

b. Tahap Pelaksanaan

Pelaksaan kegiatan pembelajaran meliputi pre-test, penyampaian materi pembelajaran, pengumpulan data hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa, dan post-test.

c. Tahap Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran.Data hasil belajar siswa dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui ketuntasan belajar ditinjau dari jumlah indikator yang telah dikuasai oleh siswa. Siswa dikatakan tuntas belajar jika telah memperoleh nilai di atas 65. Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika terdapat lebih dari 70% siswa yang telah mencapai daya serap minimal 65% (telah mencapai ketuntasan belajar individual).

Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan

dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut :

1. Metode observasi

Metode observasi digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran. Lembar observasi diberikan kepada 3 orang observer untuk mengamati aktivitas guru dan siswa.

2. Metode tes

Metode tes digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif berupa skor tes sebagai hasil belajar siswa. Cara pengumpulan data

menggunakan pre-test dan post-test. Pre-test dilaksanakan sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung. Post-test dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Tes yang digunakan disusun dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda.

Teknik Analisis Data 1. Analisis lembar observasi

Pada tahap ini dilakukan analisis data hasil observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran melalui penerapan model pembelajaran learning cycle sesuai dengan tahap-tahapnya. Analisis dilakukan dengan cara menghitung prosentase kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle.(Riduwan,2005)

2. Analisis hasil belajar

Analisis data hasil belajar dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa pada masing-masing pertemuan. Sekaligus untuk untuk mengetahui sebarapa jauh penerapan model pembelajaran learning cycle dengan pendekatan inkuiri efektif dalam proses pembelajaran. Untuk mengetahui prosentase ketuntasan belajar siswa, dilakukan analisis terhadap hasil pre-test dan post-test siswa. Perhitungan ini dilaksanakan dengan mencari prosentase ketuntasan hasil belajar siswa. Secara individu seorang siswa telah tuntas belajar jika telah mencapai nilai minimal 65. Secara klasikal suatu kelas telah tuntas belajar jika di kelas tersebut terdapat ≥ 70% siswa mencapai ketuntasan belajar.(Depdiknas,2006)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Aktivitas Guru Hasil pengamatan aktivitas guru selama pelaksanaan pembelajaran menggunakan model Learning Cycle dengan pendekatan Inkuiri disajikan dalam Gambar 1 sebagai berikut.

Page 4: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 100

Gambar 1. Persentase Aktivitas Guru

Keterangan Aktivitas:

1. Menginformasikan indikator/tujuan 2. Memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan 3. Mengkomunikasikan pembahasan yang akan dipelajari 4. Membagi kelas dalam beberapa kelompok 5. Membagikan LKS 6. Membimbing siswa untuk melakukan percobaan 7. Membimbing siswa untuk mengkomunikasikan hasil

percobaan di depan kelas

8. Memberikan penjelasan tambahan tentang konsep yang dipelajari

9. Membimbing siswa untuk membuat kesimpulan 10. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

bertanya 11. Memberi latihan lanjutan 12. Melakukan penilaian 13. Mengakhiri pembelajaran 14. Perilaku yang tidak relevan

Berdasarkan Gambar 1. di atas, aktivitas

guru dalam menginformasikan indikator/tujuan pembelajaran mengalami peningkatan dari 3,97% pada pertemuan I menjadi 4,23% pada pertemuan II, seiring dengan peningkatan aktivitas guru dalam memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan dan mengkomunikasikan pembahasan yang akan dipelajari. Hal ini dikarenakan guru menganggap bahwa materi yang akan dipelajari pada pertemuan II lebih sulit jika dibandingkan dengan materi yang dipelajari pada pertemuan I. Sehingga guru memberikan motivasi lebih kepada siswa untuk meningkatkan minat dan keingintahuan siswa dalam mempelajari materi pada pertemuan II.

Aspek memotivasi siswa sangat penting dalam setiap proses pembelajaran. Dengan motivasi, siswa akan menjadi tertarik untuk mempelajari lebih dalam materi yang akan disampaikan. Aspek apersepsi sangat penting untuk menunjukkan kesinambungan antara materi yang telah dipelajari dengan materi yang

akan dipelajari sehingga akan menghasilkan pemahaman yang menyeluruh. Ibrahim, dkk (2006) menyebutkan bahwa guru yang berhasil memulai pelajaran dengan menelaah ulang, menjelaskan tujuan mereka dengan bahasa yang mudah dipahami, dengan menunjukkan bagaimana pelajaran itu terkait dengan pelajaran sebelumnya. Sementara itu, Nur (2000) mengemukakan bahwa pembelajaran yang baik diawali oleh guru dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dengan mengetahui tujuan pembelajaran akan membantu siswa memotivasi diri dan mendatangkan komitmen yang dibutuhkan.

Pada saat guru melakukan aktivitas menginformasikan indikator/ tujuan pembelajaran memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan dan mengkomunikasikan pembahasan yang akan dipelajari, pembelajaran masih dalam fase pertama yaitu fase engagement.

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

%

Aktivitas Guru

PERT. 1

PERT. 2

Page 5: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 101

Aktivitas membagi kelas dalam beberapa kelompok dan membagikan LKS yang dilakukan oleh guru pada pertemuan I adalah sebesar 5,20% dan 3,97%. Sedangkan pada pertemuan II aktivitas tersebut mengalami peningkatan menjadi 4,23% dan 5,68%. Peningkatan tersebut terjadi kerana pada pertemuan II siswa meminta kepada guru untuk diizinkan memilih kelompok sendiri, sedangkan pada pertemuan I siswa tidak keberatan untuk berkelompok dengan kelompok yang telah ditentukan oleh guru. Pada saat guru melakukan aktivitas membagi kelas dalam beberapa kelompok, pembelajaran memasuki fase kedua yaitu fase exploration.

Pada fase exploration, guru juga melakukan aktivitas membimbing siswa untuk melakukan percobaan. Aktivitas tersebut mengalami penurunan yaitu pada pertemuan I sebesar 26,31% menjadi 23,91% pada pertemuan II. Penurunan tersebut terjadi karena pada pertemuan I siswa masih bingung dengan percobaan yang akan dilakukan, sehingga guru harus memberikan bimbingan lebih kepada siswa. Sedangkan pada pertemuan II siswa sudah lebih memahami percobaan yang akan dilakukan, karena telah mendapatkan pengalaman pada pertemuan I, sehingga bimbingan yang dilakukan oleh guru berkurang. Dasna (2005) menyatakan bahwa pada saat siswa melakukan percobaan, guru sebaiknya berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya).

Aktivitas membimbing siswa untuk mengkomunikasikan hasil percobaan di depan kelas yang dilakukan oleh guru pada pertemuan I sebesar 7,93%, lebih rendah dari pada pertemuan II yaitu sebesar 11,29%. Pada pertemuan I, tidak banyak siswa yang ingin mempresentasikan hasil percobaan mereka I depan kelas, hal ini terjadi karena pada pertemuan I siswa masih merasa canggung dengan guru. Sehingga pada pertemuan I, guru langsung menunjuk perwakilan dari masing-masing kelompok untuk presentasi di depan kelas. Berbeda dengan yang terjadi pada pertemuan II, dimana siswa saling berebut untuk mengkomunikasikan hasil percobaan mereka di depan kelas, sehingga guru harus memberikan bimbingan lebih kepada siswa.

Aktivitas guru dalam memberikan penjelasan tambahan tentang konsep yang dipelajari mengalami penurunan dari 6,65% pada pertemuan I menjadi 5,62% pada pertemuan II. Penurunan ini dikarenakan pada pertemuan II materi yang dipelajari lebih sulit untuk dipahami, sehingga guru lebih banyak memberikan kesempatan bertanya kepada siswa, yaitu sebesar 5,20% pada pertemuan I menjadi 7,00% pada pertemuan II, agar guru lebih mengetahui hal-hal yang belum dipahami oleh siswa.

Penjelasan tambahan penting dilakukan guru untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru didorong untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya (Dasna: 2005).

Sebagaimana penjelasan sebelumnya yaitu bahwa materi yang diajarkan pada pertemuan II lebih sulit dipahami dari materi yang diajarkan pada pertemuan I, maka aktivitas guru dalam membimbing siswa untuk membuat kesimpulan pun meningkat dari 6,48% pada pertemuan I menjadi 8,45% pada pertemuan II.

Aktivitas guru dalam memberi latihan lanjutan dan melakukan penilaian menurun dari 9,38% dan 6,53% pada pertemuan I menjadi 8,45% dan 4,23% pada pertemuan II. Begitu pula aktivitas yang tidak relevan mengalami penurunan dari 6,48% pada pertemuan I menjadi 4,23% pada pertemuan II. Dalam penelitian ini perilaku yang tidak relevan yang dilakukan oleh guru misalnya berbicara dengan pengamat.

Secara keseluruhan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guru lebih banyak terlibat dalam aktivitas yang positif, yaitu menggambarkan aktivitas dalam model pembelajaran Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri.

Aktivitas Siswa Persentase aktivitas siswa dalam

kegiatan pembelajaran, disajikan dalam Gambar 2 sebagai berikut.

Page 6: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 102

Gambar 2. Persentase Aktivitas Siswa

Keterangan Aktivitas: 1. Mendengarkan penjelasan guru 2. Membaca LKS 3. Mengerjakan LKS 4. Melakukan praktikum dengan kelompok tentang materi

pokok Perubahan fisika dan perubahan kimia

5. Mempresentasikan hasil praktikum 6. Mengajukan pertanyaan 7. Menyampaikan pendapat 8. Mengerjakan tes 9. Perilaku yang tidak relevan

Berdasarkan Gambar 2. di atas, aktivitas

siswa dalam mendengarkan penjelasan guru pada pertemuan I sebesar 10,7% mengalami penurunan pada pertemuan II menjadi sebesar 10,2%. Sedangkan aktivitas membaca dan mengerjakan LKS mengalami peningkatan dari 9,7% dan 13,0% pada pertemuan I menjadi 10,0% dan 14,0% pada pertemuan II. Aktivitas siswa dalam mengerjakan LKS meliputi aktivitas merumuskan masalah dan membuat hipotesis. Semua aktivitas tersebut termasuk pada fase engagement (pendahuluan).

Aktivitas siswa dalam melakukan praktikum dengan kelompok tentang materi pokok mengalami peningkatan dari 20,5% pada pertemuan I menjadi 25,2% pada pertemuan II. Peningkatan tersebut dikarenakan pada pertemuan II siswa lebih bersemangat untuk melakukan percobaan, sebagai akibat dari motivasi lebih yang diberikan oleh guru pada fase sebelumnya.

Pada saat siswa mulai melakukan percobaan, pembelajaran memasuki fase kedua yaitu fase Exploration. Aktivitas siswa yang utama pada fase ini adalah bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil, menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide (Kamdi dkk: 2007).

Aktivitas melakukan percobaan merupakan aktivitas dengan persentase tertinggi yang dilakukan oleh siswa baik pada pertemuan I maupun pada pertemuan II. Hal ini karena pada model pembelajaran Learning Cycle siswa diberi kesempatan lebih untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran yaitu dengan melakukan percobaan (Kamdi dkk: 2007). Selain itu karena pada pembelajaran tersebut guru menggunakan pendekatan inkuiri yang mendorong siswa untuk menemukan konsep sendiri melalui percobaan.

Setelah siswa melakukan percobaan, siswa mempresentasikan hasil percobaan. Aktivitas tersebut mengalami peningkatan dari 6,5% pada pertemuan I menjadi 7,6% pada

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9

%

Aktivitas Siswa

PERT. 1

PERT. 2

Page 7: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 103

pertemuan II. Selain itu, aktivitas tersebut juga menandakan bahwa pembelajaran telah memasuki fase ketiga yaitu fase Explaination.

Aktivitas mengajukan pertanyaan dan menyampaikan pendapat juga termasuk dalam fase Explanation. Aktivitas mengajukan pertanyaan pada pertemuan I lebih tinggi dari pertemuan II yaitu dari 14,8% menjadi 11,4%. Sedangkan aktivitas menyampaikan pendapat mengalami peningkatan dari 7,5% pada pertemuan I menjadi 8,9% pada pertemuan II. Hal ini dikarenakan pada pertemuan II siswa lebih berani mengajukan pendapat mereka.

Aktivitas siswa dalam mengerjakan tes mengalami penurunan dari 9,7% pada pertemuan I menjadi 8,9% pada pertemuan II. Seiring dengan penurunan perilaku tidak relavan yang dilakukan siswa yaitu dari 7,5% pada pertemuan

I menjadi 3,6% pada pertemuan II. Aktivitas tidak relevan yang sering muncul yaitu berbicara yang tidak perlu, berjalan-jalan di dalam kelas dan tidak terlibat aktif dalam melakukan percobaan.

Secara keseluruhan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, siswa lebih banyak terlibat dalam aktivitas yang positif. Dengan kata lain, penerapan model pembelajaran Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Ketuntasan hasil belajar siswa disajikan dalam Gambar 3 sebagai berikut:

Ketuntasan belajar siswa dapat diketahui

dari nilai posttest, yaitu tes yang diberikan pada setiap akhir pembelajaran. Siswa SMP Negeri I Jetis Mojokerto dikatakan tuntas secara individu apabila mencapai nilai ≥65, sedangkan secara klasikal suatu kelas dikatakan tuntas belajar apabila ≥70% siswa di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan individu.

Berdasarkan tabel 4.4 dan 4.5 dapat diketahui ketuntasan belajar siswa secara klasikal yang diperoleh dari hasil analisis terhadap 31 siswa yang masuk pada pertemuan I dan II. Siswa yang tidak masuk kelas tidak dimasukkan dalam perhitungan agar peneliti dapat mengetahui pengaruh penerapan model pembeljaran Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan

90

86.67

85

86

87

88

89

90

91

Pert. 1 Pert. 2

%

Ketuntasan Hasil Belajar Siswa secara Klasikal

Page 8: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 104

perubahan kimia terhadap ketuntasan belajar siswa pada pertemuan I dan II. Persentase ketuntasan klasikal yang dicapai siswa pada pertemuan I sebesar 87,5% dan pada pertemuan II menurun menjadi 84,4%. Meskipun demikian, siswa sudah mencapai ketuntasan secara klasikal baik pada pertemuan I maupun II karena sudah memenuhi standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Penurunan persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal dari pertemuan I ke pertemuan II terjadi karena materi yang dipelajari pada pertemuan II memerlukan tingkat pemikiran yang lebih tinggi dari pada materi yang dipelajari pada pertemuan II. Materi yang dipelajari pada pertemuan I berkaitan dengan ciri-ciri perubahan fisika dan ciri-ciri perubahan kimia yang dapat diketahui dengan mudah saat siswa melakukan percobaan. Sedangkan materi yang dipelajari pada pertemuan II berkaitan dengan sifat fisika dan sifat kimia zat yang memerlukan analisis lebih untuk dapat diketahui oleh siswa. Dimana analisis yang dilakukan juga tergantung dari pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

Selain dari ketuntasan belajar secara klasikal yang dicapai oleh siswa pada pertemuan I dan II, pengaruh penerapan model pembelajaran Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia juga dapat diketahui dari peningkatan ketuntasan belajar siswa dari hasil pretest-posttest yang dilakukan pada setiap pertemuan. Pada pertemuan I, dari hasil pretest yang dilakukan sebelum pembelajaran dimulai, dari 31 siswa kelas VII-F yang dapat mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 16 siswa, berarti ketuntasan belajar klasikalnya sebesar 48,4%. Sedangkan dari hasil posttest pada pertemuan I, ketuntasan klasikal tersebut mengalami peningkatan menjadi 87,5%, atau dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar 39,1% dari ketuntasan belajar yang diperoleh dari hasil pretest. Demikian pula pada pertemuan II, hasil pretest menunjukkan bahwa dari 31 siswa kelas VII-F yang mencapai ketuntasan belajar individu adalah sebanyak 19 siswa yang berarti ketuntasan belajar klasikalnya sebesar 61,29%. Sedangkan dari hasil posttest pada pertemuan II, ketuntasan belajar tersebut

mengalami peningkatan menjadi 84,4%, atau dapat dikatakan terjadi peningkatan sebesar 23,11% dari ketuntasan belajar klasikal yang diperoleh dari hasil pretest.

Peningkatan ketuntasan belajar klasikal yang diperoleh dari hasil pretest dan posttes pada pertemuan I dan II menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Learning cycle dengan pendekatan inkuiri pada materi pokok perubahan fisika dan perubahan kimia memberikan pengaruh yang positif terhadap ketuntasan belajar siswa, atau dengan kata lain dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan

pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Aktivitas guru yang terjadi selama pembelajaran menggunakan model Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri menunjukkan bahwa guru telah menjadi fasilitator yang baik bagi siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Aktivitas siswa yang terjadi selama pembelajaran menggunakan model Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri menunjukkan bahwa siswa terlibat aktif dalam menemukan konsep pelajaran yang harus mereka kuasai.

3. Ketuntasan hasil belajar siswa kelas VII-F yang dicapai oleh siswa pada pertemuan I dan II masing-masing 87,5% (tuntas) dan 84,4% (tuntas) yang berarti bahwa siswa kelas VII-F telah memenuhi standar ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan oleh sekolah.

Saran Berdasarkan pelaksanaan dan hasil

penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti yang ingin menerapkan model pembelajaran Learning Cycle dengan pendekatan inkuiri, hendaknya dapat

Page 9: IMPLEMENTASI MODEL SIKLUS BELAJAR (LEARNING · PDF filesiswa untuk melakukan percobaan dengan proporsi 26,31% pada pertemuan I dan 23,91% ... Model Pembelajaran Learning Cycle, pendekatan

Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012

B - 105

2. mengelola waktu dengan baik. Khususnya waktu dalam melakukan praktikum perlu dikontrol dengan baik agar tidak mengurangi waktu untuk aktivitas lain.

3. Berdasarkan penelitian, sebaiknya peneliti memperhatikan pengetahuan awal yang harus dimiliki oleh siswa sebelum mempelajari topik tertentu, misalnya sebelum melakukan praktikum siswa harus sudah memahami makna dari istilah yang berkaitan dengan kegiatan praktikum seperti rumusan masalah, hipotesis, dan sebagainya, serta memberikan pengetahuan kepada siswa tentang alat-alat yang akan digunakan dalam melakukan percobaan agar siswa dapat melakukan percobaan dengan baik.

4. Sebelum pelaksanaan penelitian, hendaknya peneliti memberikan pengarahan tentang cara mengisi lembar observasi kepada pengamat agar tidak terjadi kesalahan dalam pengisian lembar observasi.

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Mulyati, dkk. 2000. Strategi Belajar

Mengajar Kimia. Bandung: Penerbit JICA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Dasna, I Wayan dan Sutrisno. 2005. Model-Model Pembelajaran Konstruktivistik dalam Pengajaran Sains/ Kimia. Malang: Universitas Negeri Malang

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kurikulum IPA. Jakarta: Departemen Nasional Pendidikan.

Depdikbud. 1994. Kurikulum Sekolah Menengah Umum (SMU). Jakarta

Depdiknas. 2006 a. Silabus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta

Depdiknas. 2006 b. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta

Depdiknas. 2007. Buku Saku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta

Hardiana, Yayu. 2010. Penerapan Pendekatan Inkuiri pada Pembelajaran IPA Materi Pokok Asam, Basa dan Garam di SMP Negeri 4 Surabaya. Surabaya: Skripsi tidak dipublikasikan

Ibrahim, Muslimin. dkk. 2006. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa press

Kamdi, Waras, dkk. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: UM Press

Nur dan Prima R. W. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa Press

Riduwan. 2005. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta CV

Sudjana, Nana. 2006. Skala Pengukuran dan Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, Nana S. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Yamin, Martinis. 2006. Profesionalisasi guru dan Implementasi kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press

http://www.depdiknas.go.id/content.php?content=file_edupedia&id=20081017135659. Diakses 22 Agustus 2010.