Implementaasi perubahan kebijakan terminal

56
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang masalah Pemerintah Daerah menghadapi berbagai persoalan dalam melaksanakan tugasnya. Persoalan-persoalan sosial seringkali menghambat implementasi kebijakan Pemerintah Daerah di Indonesia. Persoalan-persoalan tersebut muncul, bisa disebabkan oleh kurang matangnya perencanaan, sampai dengan faktor-faktor non teknis yang mengganggu proses implementasi kebijakan. Hal tersebut juga melanda Pemerintah Kota Sanggau, yang memiliki persoalan dalam implementasi Terminal Angkutan Kota dan Barang Rawa Bangun di Kota Sanggau. Jika kita berkunjung ke Kota Sanggau, yang juga bagian dari Kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Barat, maka kita akan melihat sebuah terminal angkutan kota yang

Transcript of Implementaasi perubahan kebijakan terminal

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

Pemerintah Daerah menghadapi berbagai persoalan dalam

melaksanakan tugasnya. Persoalan-persoalan sosial seringkali menghambat

implementasi kebijakan Pemerintah Daerah di Indonesia. Persoalan-

persoalan tersebut muncul, bisa disebabkan oleh kurang matangnya

perencanaan, sampai dengan faktor-faktor non teknis yang mengganggu

proses implementasi kebijakan. Hal tersebut juga melanda Pemerintah Kota

Sanggau, yang memiliki persoalan dalam implementasi Terminal Angkutan

Kota dan Barang Rawa Bangun di Kota Sanggau. Jika kita berkunjung ke

Kota Sanggau, yang juga bagian dari Kabupaten yang ada di Provinsi

Kalimantan Barat, maka kita akan melihat sebuah terminal angkutan kota

yang terabaikan. Begitulah keadaan kota Sanggau saat sekarang ini, kota

yang memiliki terminal tetapi tidak adanya aktifitas angkutan orang maupun

barang. Sebenarnya Kota Sanggau memiliki terminal angkutan orang dan

barang yang berada di jalan A.Yani, yang merupakan satu-satunya akses

masyarakat kota Sanggau. Akan tetapi pemerintah Sanggau mengambil

langkah membangun Terminal angkutan kota yang baru yakni Terminal

Rawa Bangun.

2

Dinas perhubungan selaku instansi yang berwenang untuk

melaksanakan Keputusan Bupati No.307 tahun 2009 tentang penetapan

terminal orang dan barang, mengaku kesulitan untuk mengoptimalkan

terminal Rawa Bangun sebagai terminal angkutan Kota.

Pembangunan terminal angkutan kota Rawa Bangun ini dimulai tahun 2009.

Dengan keputusan bupati nomor 43 tahun 2013 “tentang perubahan atas

keputusan Bupati Nomor 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal

Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau.

Terbitnya keputusan Bupati ini pada Tanggal 07 februari 2013 dengan

tujuan untuk mengektifkan dan kelancaran penggunaan terminal angkutan

orang dan barang di Kota Sanggau. Maka dari itu berhubungan diterbitnya

peraturan Bupati Nomor 307 tahun 2009 Tentang penetapan terminal

angkutan orang dan barang serta melihat tujuannya hingga sekarang 2015,

belum berjalan sebagai mana mestinya tujuan terminal Rawa Bangun

tersebut.

Tujuan di bangunnya sebuah terminal rawa bangun yaitu;

1. Menetapkan dan memusatkan kegiatan angkut orang dan barang di

terminal Rawa Bangun.

2. Merelokasikan terminal kota yang ada di jalan ahmad yani ke

terminal Rawa bangun.

Terminal rawa bangun dibangun pada tahun 2009, tepatnya di jantung

kota Sanggau. Letak terminal kota rawa bangun ini, tidak jauh dari Kantor

Pemerintahan Daerah, Kantor Kepolisian, BANK KALBAR, dan Sekolah –

3

sekolah. Selain itu terdapat bangunan sebuah pasar yang bernama pasar

rawa bangun, yang berjarak hanya 25 meter dari terminal tersebut. Adanya

sebuah Terminal yang berdekatan dengan pasar mempunya tujuan yaitu

meningkatkan kegiatan muat angkut orang dan barang serta memberi

kelancaran transportasi bagi para pembeli, maupun pengunjung

Sebelum didirikan terminal rawa bangun dan pasar, supir - supir

angkutan kota dan para pedagang maupun pembeli beroperasi di terminal

angkutan kota yang berada di jalan Ahmad Yani Kota Sanggau. Terminal

rawa bangun letaknya tidak jauh dari terminal ahmad yani yang hanya

berjarak kira kira 200 meter. Terminal ahmad yani adalah akses transportasi

darat yang utama bagi masyarakat kota sanggau, bahkan hingga sekarang

terminal ini masih beroperasi. Letak terminal ini berada di jantung kota

sanggau, hanya keberadaan terminal ini berada di pinggiran jalan umum.

Selain itu keberadaan pasar senggol adalah hal pokok yang utama yang

membuat keberadaan terminal ahmad yani sangat penting, terutama bagi

para supir – supir.

Dengan berkembangnya jumlah penduduk, pengunjung, maupun

pembeli Pemerintah Kabupaten Sanggau mengambil langkah yaitu

mendirikan terminal rawa bangun dan pasar rawa bangun untuk

mengalokasikan para supir – supir dan pedagang untuk pindah ke lokasi

rawa bangun serta menciptakan kota yang bersih dan rapi.

4

Pada tahun 2010 para supir dan pedagang di relokasikan ke pasar rawa

bangun, akan tetapi kurangnya para pembeli, atau pengunjung, maka para

sebagian pedagangpun tidak akan pindah ke pasar rawa bangun dikarenaka

sepi pembeli. Maka dari itu para pedagangpun mengambil langkah dan

kembali ke pasar Senggol. Mendapat keluhan serupa supir - supir angkutan

kota mengambil langkah di sebabkan penghasilan berkurang , maka dari itu

supir - supir tersebut pindah ke terminal ahmad yani.

Pada awalnya, pembangunan terminal rawa bangun kota sanggau ini

bertujuan untuk mengembangkan atau memperluas pembangunan Kota

Sanggau. Pelaksanaan terminal rawa bangun di Kota Sanggau belum

berjalan secara maksimal. Pelaksanaan pembangunan terminal rawa bangun

di kota sanggau telah mulai dibangun sejak tahun 2009. Pembangunan

terminal ini diatas lahan ± panjang 50m, dan lebar 20m. Namun

pemanfaatannya tidak dapat dirasakan secara nyata untuk perkembangan

kota Sanggau. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang sangat serius,

karena terminal yang telah dibangun dan dirancang sedemikian rupa namun

dalam pengoperasian fungsi, dan keberadaannya masih belum dilaksanakan

secara utuh.

Pembangunan sebuah terminal yang sudah terlaksana hanya berbentuk

bangunan fisik tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota sanggau,

pembangunan sarana adalah kebutuhan dasar masyarakat Kota Sanggau

dengan perioritas utama menciptakan kota yang lancar, bersih, dan rapi.

5

Berdasarkan informasi dari masyarakat, terlihat bahwa dalam proses

pelaksanaan penetapan terminal angkutan orang dan barang adalah

kurangnya komunikasi antara pihak dinas perhubungan dengan supir-supir

angkutan kota. Pihak perhubungan menjelaskan bahwa sudah menjalankan

keputusan Bupati No. 307 tahun 2009 tentang penetaapan terminal sesuai

dengan prosedur yang sudah ada.

Namun faktanya dilapangan supir -supir masih banyak yang kurang

kemauan ingin pindah ke terminal rawa bangun yang telah disediakan .

Dalam mensosialisasikan tentang merelokasikan terminal yang seharusnya

melalui musyawarah, akan tetapi sebagian supir – supir yang terlibat dalam

perelokasian terminal tersebut tidak hadir dalam undangan musyawarah

perelokasian terminal, seharusnya supir yang merupakan subyek dan sasaran

dari penetapan terminal harus terlibat dan keikut-sertaan dalam proses

kegiatan tersebut.

Kurangnya komunikasi antara pihak Dinas Perhubungan dengan para

supir - supir sangat merugikan masyarakat, khususnya masyarakat kota

sanggau. Adanya sebuah infrastruktur pembangunan sebuah terminal yang

didanai pemerintah daerah sanggau tidak berjalan sesuai dengan apa yang

sebenarnya yang dibutuhkan oleh masyarakat kota sanggau sehingga

terminal tersebut terabaikan fungsinya.

Dalam proses kegiatan, tampak sekali bahwa sumber daya manusia

dalam kemampuan mengelola organisasi dan kemampuan manajerial para

pengurus terminal yang telah dibentuk seperti Dinas Perhubungan untuk

mengimplementasikan Penetapan Terminal angkutan sangat rendah

6

sehingga kegiatan tidak optimal dalam memanfaatkan potensi dan letak

yang strategis, selain itu kurangnya tim aparatur pelaksana dalam

mendorong supir - supir untuk menjalankan kegiatan-kegiatan muat angkut

orang dan barang di terminal . Lemahnya sumber daya manusia tampak dari

kemampuan merencanakan kegiatan, kemampuan komunikasi dan

kemampuan mengorganisasikan serta mengawasi kegiatan-kegiatan

program. Sehingga pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam program berjalan

apa adanya saja, tidak tepat sasaran, tidak memberdayakan dan tidak

menghasilkan manfaat yang besar bagi masarakat.

Kurangnya dorongan aparatur pemerintah kota terhadap dinas

perhubungan dalam mengimplementasikan penetapan terminal angkutan

orang dan barang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh dinas

perhubungan hanya berbentuk fisik, ada juga cuma hanya perehapan. Hal ini

terjadi karena Dinas Perhubungan menganggap penetapan terminal baru

akan berjalan, akan tetapi menunggu rekomendasi dari bupati dan Pemda

sanggau. Pembangunan terminal adalah sebagai sebuah proyek yang bisa di

ambil keuntungan dan hanya menghabiskan anggaran saja sehingga hasilnya

hanya dalam bentuk pembangunan fisik yang kurang bersentuhan dengan

yang benar-benar dibutuhkan masarakat.

Kurangnya komunikasi, lemahnya sember daya manusia dan

kurangnya dorongan aparatur pemerintah membuat kegitan-kegiatan yang

muat angkut orang dan barang di terminal belum efektif , kurang efisien,dan

tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

7

Dalam hal ini, adanya sesuatu yang menjadi penyebab kegagalan dalam

pengoperasian sebuah terminal dalam pelaksanaan kebijakan

penyelenggaran terminal Rawa Bangun di Kota Sanggau, yang menuai

kegagalan dalam pelaksanaannya.

Berhubungan diluncurnya Peraturan Bupati Nomor 307 tahun 2009

hingga sekarang, belum jelas adanya sebuah kegiatan Angkutan Orang dan

Barang di pasar Rawa Bangun. Melihat fenomena tersebut saya bersimpati

dan menarik buat saya teliti.

1.2. Identifikasi Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah

yang ada dalam Kebijakan keputusan Bupati No.307 tahun 2009 Tentang

Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota Sanggsu sebagai

berikut :

Adapun Permasalahan yang peneliti temukan sebagai berikut :

1. Kurangnya komunikasi antara aparatur pemerintah/Dinas

perhubungan kota Sanggau dengan supir - supir angkutan kota.

2. Lemahnya sumber daya manusia, Aparatur pemerintah dan Tim

Penyelenggara Terminal dalam melaksanakan kegiatan,

merencanakan kegiatan, dan mengorganisasikan kegiatan.

3. Kurangnya dorongan para Aparatur pemerintah kota dalam

mendukung pengelolaan terminal serta mensosialisasikan para supir

- supir angkutan kota dalam mewujudkan penetapan Terminal

Angkutan Kota dan Barang di Kota Sanggau.

8

1.3. Fokus Penelitian

Melihat adanya permasalahan yang terjadi dan akan diteliti yaitu

mengenai masalah selama (2009 - 2014), akan tetapi program tersebut

belum efektis sebagaimana semestinya. Maka berkaitan dengan hal tersebut,

penelitian ini menfokuskan pada “Efektifitas Kebijakan Penetapan Terminal

Angkutan Kota di Rawa bangun Kota Sanggau”.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis mengarahkan

penelitian ini agar lebih jelas, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut:

Bagaimana Implementasi Kebijakan Keputusan Bupati Nomor 307 Tahun

2009 Tentang Penetapan Terminal angkutan Kota Rawa Bangun di Kota

Sanggau?

1.5. Tujuan Peneliti

a. Untuk mengetahui proses komunikasi yang dilakukan Tim

Pelaksana Kegiatan (Dinas Perhubungan) dan supir - supir

dalam Implementasi Kebijakan Keputusan Bupati No 307 Tahun

2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang

di Kota Sanggau.

b. Untuk mengetahui sumber daya Tim Pelaksana Kegiatan

( Pemda dan Dinas Perhubungan) dalam Implementasi Kebijakan

Keputusan Bupati No 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan

Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota Sanggau.

9

c. Untuk mengetahui Disposisi (kemauan) Tim Pelaksana Kegiatan

( Pemda dan Dinas Perhubungan ) dalam Implementasi

Kebijakan Keputusan Bupati No 307 Tahun 2009 Tentang

Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota

Sanggau.

d. Untuk mengetahui Struktur Birokrasi dalam Implementasi

Kebijakan Keputusan Bupati No 307 Tahun 2009 Tentang

Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota

Sanggau.

1.6. Manfaat penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini, manfaat yang diberikan peneliti adalah untuk

pengembangan Ilmu Administrasi Negara khususnya aspek kebijakan public

1.6.2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini, dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah

Kabupaten Sanggau khususnya pada Dinas Perhubungan kota sanggau,

dalam menetapkan Terminal angkutan Orang dan Barang. Adapun aspek

praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Sanggau dalam

menyempurnakan proses kebijakan keputusan Bupati No.307 tahun

2009 tentang penetapan teminal angkutan orang dan barang di Kota

Sanggau.

2. Menjadi bahan masukan bagi Dinas Perhubungan Kota Sanggau

10

dalam mengatasi hambatan penetapan terminal angkutan orang dan

barang di Kota Sanggau.

3. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Sanggau dan Dinas

Perhubungan agar memberikan sanksi yang jelas dan tegas kepada

aparatur pelaksana maupun supir – supir yang terlibat dalam

penetapan terminal angkutan orang dan barang di Kota Sanggau.

11

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Teori

2.1.1. Implementasi Kebijakan

Menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (Agustino, 2008: 139)

dalam bukunya implementation and public policy mendefinisikan

implementasi kebijakan publik sebagai:

“pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang

ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai, dan sebagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses

implementasinya”.

Menurut Winarno (2002:102) “implementasi kebijakan adalah sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-

kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya”.

Disisi lain menurut Wahab (2001:102)untuk memperjelas persoalannya,

proses implementasi harus ditinjau menurut tahapan-tahapannya yaitu:

12

1. Output kebijaksanaan dari badan pelaksana;

2. Kebutuhan kelompok-kelompok sasaranterhadap kebutuhan tersebut;

3. Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana;

4. Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut;

5. Evaluasi sistem politik terhadap undang-uandang baik terhadap

perubahan mendasar dalam isinya.

Lester dan Steward Jr. (dalam Agustino, 2008: 139), mereka

mengatakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil

(output). Keberhasilan suatu implementasi dapat diukur atau dilihat dari

proses dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya

tujuan-tujuan yang ingin diraih. Marrile Grindle (dalam Agustino, 2008:

139) juga mengatakan, “pengukuran keberhasilan implementasi dapat

dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan

program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action

program dari individual projeck dan yang kedua apakah tujuan program

tersebut tercapai”.

Menurut Dimock (dalam Tachjan, 2006: 71) mengemukakan bahwa

ada beberapa tindakan yang diambil dalam implementasi kebijakan yaitu:

1. Penentuan tujuan dan sasaran organisasional;

2. Analisis serta perumusan kebijakan dan strategi;

3. Pengambilan keputusan;

4. Perencanaan;

5. Penyusunan program;

6. Pengorganisasian;

13

7. Penggerakan manusia;

8. Pelaksanaan kegiatan operasional;

9. Pengawasan dan penilaian.

Menurut Moenir (2006:141) ‘tindakan adalah bentuk aktifitas akal dan

fikiran yang ditunjukkan pada objek tertentu yang sedang dihadapi yang

kemudian diikuti dengan perbuatan setelah ada rangsangan untuk berbuat,

sedangkan tingkah laku atau prilaku individu adalah bentuk nyata suatu

perbuatan untuk mencapai apa yang diinginkan, baik berupa benda atau

keputusan terentu”.

Meter dan Horn (1975) dalam Wahab (2005:65) merumuskan proses

implementasi kebijakan ini sebagai: “tindakan-tindakan yang dilakukan baik

oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang

telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.”

Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2009:503) implementasi

kebijakan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja

kebijakan publik. Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publik

adalah:

1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi

2. Karakteristik dari agen pelaksana atau implementor

3. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

4. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana atau implementor

14

Selanjutnya menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino,

2008: 139) mendefinisikan implementasi sebagai, “tindakan-tindakan yang

dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-

kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-

tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Van meter

dan Van Horn juga merumuskan model pendekatan top-down yang disebut

dengan A Model of the policy implementation. Ada 6 variabel menurut Van

Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2008: 142), yang mempengaruhi

kinerja kebijakan publik, diantaranya:

a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

b. Sumber Daya

c. Karakteristik Agen Pelaksana

d. Sikap/kecendrungan (disposition) Para Pelaksana

e. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktifitas Pelaksana

f. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Menurut George Edward III dalam Winarno, 2002:126), ada empat

faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yaitu:

a. Faktor Komunikasi (Communication)

Menurut Edward III dalam Agustino (2006:157-158), komunikasi

merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi

implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan

keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik.

Informasi kebijakan publik disampaikan kepada pelaku kebijakan agar

para pelaku kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang

15

menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran kebijakan agar para pelaku

kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus

dipersiapkan dan lakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar

apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai

dengan yang diharapkan.

Kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus

dipersiapkan dan dilakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar

tujuan dan sasaran kebijakan dapat tercapai sesuai yang telah direncanakan

sebelumnya.

Edward III dalam Agustino (2008:158) ada tiga indiktor yang dapat

digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

1. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat

menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.

2. Kejelasan, yaitu komunikasi yang di terima oleh pelaksana

kebijakan harus jelas dan dan tidak membingungkan.

3. Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan

suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan dan

dijalankan.

b. Sumber Daya (Resources)

Edward III dalam Agustino (2008:158) mengemukakan bahwa

sumber daya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan

yang baik. Lebih lanjut Edward III menegaskan bahwa bagaimana

jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan

16

tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab

untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber

daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi

kebijakan tersebut tidak akan efektif.

Menurut Widodo dalam Analisis Kebijakan Publik (2007:98),

sumber daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya

manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatan

(gedung, peralatan, tanah dan suku cadang lain) yang diperlukan

dalam melaksanakan kebijakan.

c. Disposisi (Disposition)

Menurut Edward III (2005:142) mengemukakan bahwa disposisi

merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting

bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana

mempunyai kecenderungan atau sikap positif terhadap implementasi

kebijakan, maka terdaapt kemungkinan yang besar implementasi

kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal.

Disposisi merupakan kemauan, keinginan dan kecendrungan

para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara

sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat

diwujudkan.

Disposisi yang tinggi menurut Edward III dan Van Horn

Matter berpengaruh pada tingkat keberhasilan pelaksanaan

kebijakan.

17

d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Stucture)

Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) struktur

birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji

implementasi kebijakan publik. Struktur birokrasi ini mencakup

aspek-aspek seperti struktur organisasi yang ada dalam organisasi

yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar

dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur organisasi mencakup

dimensi fragmentasi (fragmentation) dan standar prosedur operasi

(standar operation prodecure) yang akan memudahkan dan

menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam

melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.

George Edward III juga menambahkan, ada enam karakteristik

birokrasi yakni:

a. Birokrasi dimananapun berada dipilih sebagai instrumen sosial

yang ditunjukkan untuk masalah-masalah yang didefinisikan

sebagai urusan publik.

b. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam

pelaksanaan program program kebijakan, yang tidak

berkepentingannya berbeda-beda.

c. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.

d. Birokrasi jarang mati, naluri untuk bertahan hidup tidak

dipertanyakan lagi.

18

e. Fungsi brokrasi berada dalam lingkungan yang luas dan

kompleks.

f. Birokrasi bukan merupakan suatu yang netral dalam pilihan

kebijakan, mereka tidak juga dikontrol oleh kekuatan luar.

Untuk keberhasilan implementasi kebijakan, perlu adanya kerjasama

yang baik pada banyak orang. Koordinasi diperlukan untuk

mengimplementasikan suatu kebijakan yang kompleks dan keberhasilan

yang akan dicapai.

2.1.2. Evektifitas

Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti

berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah

popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil

guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan definisi efektivitas

sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka

panjang.

Efektivitas organisasi adalah konsep tentang efektif dimana sebuah

organisasi bertujuan untuk menghasilkan. Organizational effectiveness

(efektivitas organisasi) dapat dilakukan dengan memperhatikan kepuasan

pelanggan, pencapaian visi orgaisasi, pemenuhan aspirasi, menghasilkan

keuntungan bagi organisasi, pengembangan sumber daya manusia

organisasi dan aspirasi yang dimiliki, serta memberikan dampak positif bagi

masyarakat di luar organisasi.

19

Bamard (1938:20) menyatakan bahwa efektivitas organisasi

merupakan kemahiran dalam sasaran spesifik dari organisasi yang bersifat

objektif (“if it accomplished its specific objective aim”). Schein dalam

bukunya yang berjudul Organizational Psychology mendefinisikan

efektivitas organisasi sebagai kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan

diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari fungsi-fungsi tertentu

yang dimiliki oleh organisasi tersebut.

Efektivitas dapat didefinisikan dengan empat hal yang menggambarkan

tentang efektivitas, yaitu :

1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang

seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya.

2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang

terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik.

3. Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu

memberi hasil yang bermanfaat.

4. Menangani tantangan masa depan

Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau

pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari

produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang

maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas

dan waktu.

20

Efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa

“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar

persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Sedangkan pengertian efektivitas menurut Schemerhon John R. Jr.

(1986:35) adalah sebagai berikut :“Efektivitas adalah pencapaian target

output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau

seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OS)

> (OA) disebut efektif ”.

Adapun pengertian efektivitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984)

adalah : “Efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang

dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“.

Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan

bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh

target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen,

yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal

tersebut maka untuk mencari tingkat efektivitas dapat digunakan rumus

sebagai berikut:

Efektivitas = Ouput Aktual / Output Target >=1

a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar

atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektivitas.

b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang

daripada 1 (satu), maka efektivitas tidak tercapai.

21

Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah

jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya

dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa

melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang

tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.

Adapun Martoyo (1998:4) memberikan definisi sebagai berikut:

“Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana

dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan,

serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang

diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan”.

Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dipahami bahwa

efektivitas dalam proses suatu program yang tidak dapat mengabaikan target

sasaran yang telah ditetapkan agar operasionalisasi untuk mencapai

keberhasilan dari program yang dilaksaksanakan dapat tercapai dengan tetap

memperhatikan segi kualitas yang diinginkan oleh program.

Pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh

tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut

sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang

menjelaskan bahwa “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan

seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana

makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

22

Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah; yang pertama

adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati

secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu

kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses.

Emitai Etzioni (1982:54) mengemukakan bahwa “Efektivitas

organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam

usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.” Adapun Komaruddin

(1994:294) juga mengungkapkan bahwa “Efektivitas adalah suatu keadaan

yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Berdasarkan

pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan

suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran

mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau

dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan

dari aktivasi-aktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target

yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas

merupakan pencaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang

tepat dari serangkaian alternative atau pilihan cara dan menentukan pilihan

dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai

pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah

ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan

pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar

atau efektif.

23

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teory Edward III, dengan

argumentasi adalah bahwa penggunaan teori Edward III dalam penelitian ini

tidak dimaksudkan untuk di uji akan tetapi lebih sebagai panduan atau

pedoman bagi penulis dalam rangka untuk melaksanakan penelitian

dilapangan.

Di lihat dari berbagai faktor Implementasi Kebijakan yang telah

dikemukakan oleh Teori Edward III diatas, apabila dikaitkan dengan

permasalahan penelitian ini dalam Implementasi Kebijakan Penetapan

Terminal Angkutan Kota Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau yakni

kurangnya komunikasi antara aparatur pemerintah kota Sanggau dengan

dinas perhubungan serta supir – supir angkutan kota.,lemahnya sumberdaya

manusia dalam pengelolaan terminal, serta kurangnya disposisi atau

kemauan,dan dorongan untuk melaksanakan penetapan Terminal dengan

sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan Pendirian Terminal

tidak tercapai.

Dimana kita ketahui, komunikasi merupakan suatu variabel penting

bagi pelaku kebijakan, sumber daya akan menjadi tolak ukur keberhasilan

program tersebut ditambah lagi disposisi dan birokrasi yang kuat maka akan

terlaksana dengan baik.

Oleh karena itu peneliti menganggap George Edward III yang

mengatakan dalam proses Implementasi kebijakan publik mencakup 4

tahapan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, birokrasi dirasa cocok

dalam penelitian ini.

24

2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini membutuhkan perbandingan penelitian sebelumnya

yang relevan, penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai bahan

acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Ada pun beberapa penelitian

relevan sebagai acuan adalah:

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Said Rizal yang berjudul

“Implementasi Kebijakan Pengoperasian Terminal Sungai Carang oleh

Bidang Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Komunikasi dan

Informatika Kota Tanjung Pinang”. Penelitian ini menggunakan teori Van

Meter dan Van Horn yang membahas enam variabel Implementasi

Kebijakan yaitu

1. Standar dan sasaran kebijakan

2. Sumber-sumber kebijakan

3. Komunikasi antara organisasi dan penguataan aktvitas

4. Karakteristik agen pelaksana

5. Kondisi ekonomi soisial dan politik

6. Disposisi implementator

Dimana dalam penelitian ini menjelaskan tentang masih rendahnya

partisipasi masyarakat dalam pelaksannaan program pembangunan

infrastruktur seperti sosialisasi dan keikutsertaan dalam musyawarah.

25

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kurang nya partisipasi

masyarakat dalam pelaksanaan suatu program maka pencapaian tujuan dan

sasaran tidak akan tercapai secara maksimal. Dalam penelitian ini,

pembangunan berupa terminal angkutan kota sungai carang tanjung pinang

dapat terbilang rendah dalam tingkat partisipasi masyarakat dan perlu ada

upaya dalam proses belajar peningkatan partisipasi dalam diri masyarakat

itu sendiri. Penelitian ini memiliki permasalahan yang berkaitan dengan

ketidak ikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program padahal peranan

masyarakat sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu program.

dan infrastruktur

Penelitian ini hanya meneliti tentang Implementasi kebijakan

mengenai operasional terminal hanya saja perbedaan penelitian ini terletak

pada fokus penelitian itu sendiri dimana beliau mengkaji kurangnya

partisipasi masyarakat dalam pengoperasian terminal sedangkan,yang

dilakukan (peneliti) penulis hanya memfokuskan pembahasan pada

Efektifitas Kebijakan Penetapan Terminal Angkutan Kota di Rawa bangun

Kota Sanggau”.

26

2.3. Kerangka Pikir

Alur pikir penelitian

Berikut kerangka pikir penelitian :

TINJAUAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN

1.1. Tinjauan Teoritis

Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau

1. Kurangnya komunikasi antara aparatur pemerintah kota Sanggau dengan supir - supir angkutan kota.

2. Lemahnya sumber daya manusia, Aparatur Pemerintah dan Tim Penyelenggara Terminal dalam melaksanakan kegiatan, merencanakan kegiatan, dan mengorganisasikan kegiatan.

3. Kurangnya dorongan para Aparatur pemerintah kota dalam Mendukung pengelolaan terminal serta mensosialisasikan para supir - supir angkutan kota dalam mewujudkan penetapan Terminal Angkutan Kota dan Barang di Kota Sanggau.

Menurut Edward III, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

1. Komunikasi2. Sumber Daya3. Disposisi4. StrukturBirokrasi

Mengetahui proses Implementasi kebijakan nomor 307 tahun 2009 tentang penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang Di wilayah Kota Sanggau

Tercapainya secara efektif terminal Rawa Bangun sebagai Angkutan orang dan barang di

wilayah Kota Sanggau

27

2.4. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diatas, maka pertanyaan

penelitian yang ingin peneliti ungkapkan dalam penelitian ini adalah,

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Komunikasi dalam proses Kebijakan

Implementasi Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009

Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di

Wilayah Kota Sanggau

2. Bagaimanakah Sumber Daya dalam proses Implementasi

Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009 Tentang

Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah

Kota Sanggau

3. Bagaimanakah Disposisi (sikap Implementor) dalam proses

Implementasi Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009

Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di

Wilayah Kota Sanggau

4. Bagaimana Struktur Birokrasi dalam proses Implementasi

Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009 Tentang

Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah

Kota Sanggau

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif.

Penelitian ini dikatakan bersifat deskriptif kualitatif karena berusaha dan

mencoba memberi gambaran secermat mungkin tentang keadaan yang

diteliti dengan mengeksplor kecenderungan pelaksana. Penelitian deskriptif

ini bertujuan mengungkapkan dan memecahkan masalah berdasarkan data-

data terkumpul dan yang nampak sebagaimana adanya sesuai dengan

kondisi saat penelitian ini dilaksanakan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh

Moleong (2011:6) metode penelitian kualitatif, penelitian yang untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya, prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini secara umum dilaksanakan di Kota Sanggau, Kecamatan

Kapuas, dipilih sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan bahwa Kota

dan Terminal ini pernah dan sedang dilaksanakan. secara geografis yang

relatif luas dan faktor kedekatan serta pengenalan lokasi sudah dikenal oleh

peneliti.

29

Kemudian, diterminal ini yang cukup menarik karena terminal ini

terletak di jantung kota tidak jauh dari kantor pemerintahan dan sekolah -

sekolah sehingga menarik untuk dilihat sejauh mana pelaksanaan berjalan.

3.2.2. Waktu Penelitian

4.NJenis

Kegiatan

Waktu Penelitian

2015feb Mar apr mei juni juli agust okt nov des

1.Pra Penelitian dan

persiapanX X _ _ _ _ _ _

2. Peyusunan _ X X _ _ _ _ _

3.Konsultasi

Pembimbing_ X X X X X X X X

4.Seminar Proposal

dan Perbaikan_ _ _ _ _ X X _

5.Pelaksanaan Penelitian

_ _ _ _ _ _ X X X

6.Pengolahan hasil

penelitian_ _ _ _ _ _ X X X

7.Ujian Skripsi dan

Perbaikan_ _ _ _ _ _ _ _ X

Sumber: Diolah Oleh Peneliti

Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap Pra Penelitian dan persiapan meliputi pengumpulan data

dilakukan mulai desember hingga Juni 2014.

b. Tahap penyusunan dilakukan selama 9 bulan mulai desember 2014

hingga september 2015

c. Konsultasi dengan pembimbing dilakukan mulai tahap

penyusunan hingga selesai yaitu bulan januari 2015

30

d. Tahap seminar proposal dan perbaikan dilaksanakan bulan

februari 2015

e. Tahap pelaksanaan penelitian, meliputi surat izin dan

pengumpulan data dilakukan selama__ bulan yaitu _hingga

Januari 201_.

f. Tahap pengelolaan hasil pengelolaan hasil penelitian dilakukan

selama 3 bulan yaitu ___hingga ___ 201_

g. Tahap ujian Skripsi dan perbaikan dilakukan selama__bulan yaitu

__ 201_.

3.3. Subjek dan Objek Penelitian

3.3.1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang menjadi sumber-sumber penyedian informasi

yang mendukung dan menjadi pusat perhatian penulis. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan informan atau sumber data yang dianggap informan

kunci yang dapat memberikan informan yang dibutuhkan berupa dokumen-

dokumen, arsip-arsip, foto-foto, dan keterangan-keterangan melalui proses

wawancara.

Adapun untuk menentukan informan dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik purposive yaitu suatu teknik penentuan sumber

informasi untuk tujuan tertentu saja. Kemudian penulis juga menggunakan

tehnik incidental yaitu penentuan sumber informasi secara kebetulan yaitu

siapa saja yang ditemui secara kebetulan dan dianggap penulis berkaitan

dalam penelitian.

31

Adapun subjek penelitian ini, penulis akan mengambil

sumber data dari pihak-pihak terkait diantaranya sebagai

berikut:

Pemda sanggau

Kasi Badan bagian Perhubungan darat

Direktur utama C.V. kenari kabupaten sanggau

Kepala Tim Pelaksana Kegiatan Terminal

Supir

3.3.2. Objek penelitian

Objek penelitian dipusatkan pada proses perkembangan implementasi

guna mengetahui sejauh mana tujuan kebijakan ini tercapai dan mengetahui

faktor-faktor penghambat dalam proses implementasi Penetapan Terminal.

3.4. Instrument Pengumpul Data

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumennya adalah peneliti

sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas maka akan

dikembangkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Pedoman observasi, yaitu melakukan pengamatan secara

langsung oleh peneliti terhadap yang diteliti untuk memperoleh

data yang sebenarnya dalam hal ini peneliti sebagai partisipan

saja.

2. Panduan wawancara, yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti kemudian disampaikan

kepada sumber informasi untuk dijawab secara langsung dan

32

dapat menggunakan tape recorder sebagai alat pengumpul sumber

informasi tersebut.

3. Teknik dokumentasi, yaitu pengambilan data yang

diperoleh melalui dokumen-dokumen. Dokumen

tersebut berasal dari kantor Dinas Perhubungan

Kabupaten Sanggau, Kantor bupati, supir, dan masyarakat

yang tinggal di pemukiman terminal rawa bangun.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengungkapkan masalah yang diteliti diperlukan suatu teknik

pengumpulan data sehingga data yang diperoleh relevan dengan

permasalahan yang diteliti. Dari beberapa teknik pengumpulan data yang

dipaparkan oleh Nawawi (1991:94), maka peneliti mengambil sebagian dari

teknik pengambilan data tersebut yang dianggap relevan dengan jenis data

penelitian ini, yaitu:

a. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti

untuk memperoleh data yang sebenarnya dalam hal ini penliti

terlibat langsung.

b. Wawancara, yaitu suatu teknik pendekatan untuk mengumpulkan

data dengan melakukan wawancara secara langsung dengan subjek

penelitian. Sedangkan wawancara dalam proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara bertanya jawab

samil bertatap muka antara pewawancara dengan responden.

33

c. Studi dokumentasi, yaitu suatu cara untuk mencari,

mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen, surat-surat,

catatan-catatan, buku-buku dan laporan tertulis serta berhubungan

dengan permasalahan yang diteliti.

3.6. Teknis Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam

pendekatan kualitatif peneliti bermaksud untuk memahami fenomena-

fenomena apa saja yang terjadi di lapangan dengan cara mendeskripsikan

dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah

dan dengan memanfaatkan metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif, data

diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik penggumpulan

data yang bermacam-macam dan dilakukan terus-menerus sampai datanya

jenuh.

Supadly (dalam Sugiyono, 2008:246 ), membagi analisis data di

lapangan dalam beberapa tahapan yaitu:

1. Reduksi data (meringkas)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk

itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci dan perlu segera dilakukan

analisis data melalui reduksi data. Dalam setiap pengumpulan data yang

dilakukan peneliti, baik melalui observasi, wawancara ataupun

dokumentasi tentu akan menghasilkan begitu banyak data yang masih

bersifat umum, oleh karenanya reduksi diperlukan untuk merangkum,

34

memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada masalah penting kemudian

ditentukan polanya. Tentu tidak semua data tersebut dipakai dalam

penelitian. Sampah data yang tidak terpakai tersebut tidak serta merta

dibuang, tetapi tetap disimpan karena mungkin saja sampah data

tersebut dibutuhkan nantinya.

Dalam penelitian ini, fokus utama penelitian terletak pada

pencapaian tujuan kebijakan dan hambatan dalam setiap tahunnya. Maka

dari itu, reduksi data yang dapat dilakukan peneliti misalnya dengan

membagi mana data pendukung pencapaian tujuan kebijakan dan mana yang

merupakan hambatan implementasinya. Setelah data tersebut

dikelompokkan sesuai pola data, dinarasikan dengan penjelasan-penjelasan

dari tiap-tiap bagian kelompok data yang saling berhubungan. Baru

kemudian kelompok data tersebut dihubungkan menjadi satu kesatuan

dalam benang merah penelitian.

1. Penyajian Data (memaparkan)

Penyajian data dilakuakan dengan memberikan sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dari data yang telah

direduksi, peneliti dapat menyajikannya berdasarkan pola atau

kelompok temuan di lapangan yang tentunya telah dinarasikan untuk

memudahkan pemahaman terhadap temuan tersebut. Akan tetapi,

bila data belum jenuh, penyajian data juga dapat berkembang selama

peneliti melakukan penelitian. Oleh karenanya, penyajian data

terakhir hanya akan disertakan pada laporan akhir penelitian.

35

Misalnya saja data-data penghambat proses implementasi Subsidi

BBM dapat disajikan melalui uraian yang dibedakan setiap

tahunnya.

2. Verifikasi (menyimpulkan)

Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah

penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpualan awal yang

dilakukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid

maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

kredibel. Selain itu, untuk menyakinkan kesimpulan tersebut benar

valid, peneliti akan mengverifikasi langsung kesimpulan yang telah

diperoleh kepada para informan. Data yang telah disajikan

sebelumnya merupakan tolak ukur dalam pengambilan kesimpulan.

3.7. Teknik Keabsahan Data (Uji Validitas)

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena

beberapa hal yaitu subyektivitas penelitian merupakan hal yang dominan

dalam penelitian kualitatif, alat yang diandalkan adalah wawancara dan

observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka.

Selain itu, dengan banyaknya subjek penelitian perlu dilakukan pengecekan

terhadap hasil pengamatan dari tiap subjek penelitian secara keseluruhan.

Oleh karena ini peneliti menggunakan metode Triangulasi untuk mengecek

keabsahan data.

36

Menurut Moleong (2011:326) ada beberapa cara dalam pemeriksaan

keabsahan data. Disini peneliti menggunakan metode keabsahan data

Triangulasi. Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (dalam

Moleong 2011:330) membedakan 4 macam triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik,

dan teori.

Menurut Patton (dalam Moleong 2011:330) Triangulasi dengan

sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif. Menurut Patton (dalam Moleong 2011:331) pada

triangulasi dengan metode terdapat 2 strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat

penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2)

pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang

sama. Teknik Triangulasi yang ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan

peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat

kepercayaan data.

Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong 2011:331)

Triangulasi dengan teori yaitu berdasarkan anggapan bahwa

fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan

satu atau lebih teori. Sedangkan Menurut Patton (dalam

Moleong 2011:331) berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu

37

dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan

banding (rival explanation).

Peneliti melakukan triangulasi dengan meng-cross cek data-data yang

didapat dari para sumber, baik melalui observasi, wawancara maupun

dokumentasi untuk memeriksa kebenaran data yang peneliti dapat. Juga

untuk membandingkan data-data tersebut, bila ada perbedaan, maka peneliti

akan kembali ke lapangan