Implementaasi perubahan kebijakan terminal
-
Upload
ramasyafaradi -
Category
Documents
-
view
133 -
download
1
Transcript of Implementaasi perubahan kebijakan terminal
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Pemerintah Daerah menghadapi berbagai persoalan dalam
melaksanakan tugasnya. Persoalan-persoalan sosial seringkali menghambat
implementasi kebijakan Pemerintah Daerah di Indonesia. Persoalan-
persoalan tersebut muncul, bisa disebabkan oleh kurang matangnya
perencanaan, sampai dengan faktor-faktor non teknis yang mengganggu
proses implementasi kebijakan. Hal tersebut juga melanda Pemerintah Kota
Sanggau, yang memiliki persoalan dalam implementasi Terminal Angkutan
Kota dan Barang Rawa Bangun di Kota Sanggau. Jika kita berkunjung ke
Kota Sanggau, yang juga bagian dari Kabupaten yang ada di Provinsi
Kalimantan Barat, maka kita akan melihat sebuah terminal angkutan kota
yang terabaikan. Begitulah keadaan kota Sanggau saat sekarang ini, kota
yang memiliki terminal tetapi tidak adanya aktifitas angkutan orang maupun
barang. Sebenarnya Kota Sanggau memiliki terminal angkutan orang dan
barang yang berada di jalan A.Yani, yang merupakan satu-satunya akses
masyarakat kota Sanggau. Akan tetapi pemerintah Sanggau mengambil
langkah membangun Terminal angkutan kota yang baru yakni Terminal
Rawa Bangun.
2
Dinas perhubungan selaku instansi yang berwenang untuk
melaksanakan Keputusan Bupati No.307 tahun 2009 tentang penetapan
terminal orang dan barang, mengaku kesulitan untuk mengoptimalkan
terminal Rawa Bangun sebagai terminal angkutan Kota.
Pembangunan terminal angkutan kota Rawa Bangun ini dimulai tahun 2009.
Dengan keputusan bupati nomor 43 tahun 2013 “tentang perubahan atas
keputusan Bupati Nomor 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal
Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau.
Terbitnya keputusan Bupati ini pada Tanggal 07 februari 2013 dengan
tujuan untuk mengektifkan dan kelancaran penggunaan terminal angkutan
orang dan barang di Kota Sanggau. Maka dari itu berhubungan diterbitnya
peraturan Bupati Nomor 307 tahun 2009 Tentang penetapan terminal
angkutan orang dan barang serta melihat tujuannya hingga sekarang 2015,
belum berjalan sebagai mana mestinya tujuan terminal Rawa Bangun
tersebut.
Tujuan di bangunnya sebuah terminal rawa bangun yaitu;
1. Menetapkan dan memusatkan kegiatan angkut orang dan barang di
terminal Rawa Bangun.
2. Merelokasikan terminal kota yang ada di jalan ahmad yani ke
terminal Rawa bangun.
Terminal rawa bangun dibangun pada tahun 2009, tepatnya di jantung
kota Sanggau. Letak terminal kota rawa bangun ini, tidak jauh dari Kantor
Pemerintahan Daerah, Kantor Kepolisian, BANK KALBAR, dan Sekolah –
3
sekolah. Selain itu terdapat bangunan sebuah pasar yang bernama pasar
rawa bangun, yang berjarak hanya 25 meter dari terminal tersebut. Adanya
sebuah Terminal yang berdekatan dengan pasar mempunya tujuan yaitu
meningkatkan kegiatan muat angkut orang dan barang serta memberi
kelancaran transportasi bagi para pembeli, maupun pengunjung
Sebelum didirikan terminal rawa bangun dan pasar, supir - supir
angkutan kota dan para pedagang maupun pembeli beroperasi di terminal
angkutan kota yang berada di jalan Ahmad Yani Kota Sanggau. Terminal
rawa bangun letaknya tidak jauh dari terminal ahmad yani yang hanya
berjarak kira kira 200 meter. Terminal ahmad yani adalah akses transportasi
darat yang utama bagi masyarakat kota sanggau, bahkan hingga sekarang
terminal ini masih beroperasi. Letak terminal ini berada di jantung kota
sanggau, hanya keberadaan terminal ini berada di pinggiran jalan umum.
Selain itu keberadaan pasar senggol adalah hal pokok yang utama yang
membuat keberadaan terminal ahmad yani sangat penting, terutama bagi
para supir – supir.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, pengunjung, maupun
pembeli Pemerintah Kabupaten Sanggau mengambil langkah yaitu
mendirikan terminal rawa bangun dan pasar rawa bangun untuk
mengalokasikan para supir – supir dan pedagang untuk pindah ke lokasi
rawa bangun serta menciptakan kota yang bersih dan rapi.
4
Pada tahun 2010 para supir dan pedagang di relokasikan ke pasar rawa
bangun, akan tetapi kurangnya para pembeli, atau pengunjung, maka para
sebagian pedagangpun tidak akan pindah ke pasar rawa bangun dikarenaka
sepi pembeli. Maka dari itu para pedagangpun mengambil langkah dan
kembali ke pasar Senggol. Mendapat keluhan serupa supir - supir angkutan
kota mengambil langkah di sebabkan penghasilan berkurang , maka dari itu
supir - supir tersebut pindah ke terminal ahmad yani.
Pada awalnya, pembangunan terminal rawa bangun kota sanggau ini
bertujuan untuk mengembangkan atau memperluas pembangunan Kota
Sanggau. Pelaksanaan terminal rawa bangun di Kota Sanggau belum
berjalan secara maksimal. Pelaksanaan pembangunan terminal rawa bangun
di kota sanggau telah mulai dibangun sejak tahun 2009. Pembangunan
terminal ini diatas lahan ± panjang 50m, dan lebar 20m. Namun
pemanfaatannya tidak dapat dirasakan secara nyata untuk perkembangan
kota Sanggau. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang sangat serius,
karena terminal yang telah dibangun dan dirancang sedemikian rupa namun
dalam pengoperasian fungsi, dan keberadaannya masih belum dilaksanakan
secara utuh.
Pembangunan sebuah terminal yang sudah terlaksana hanya berbentuk
bangunan fisik tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota sanggau,
pembangunan sarana adalah kebutuhan dasar masyarakat Kota Sanggau
dengan perioritas utama menciptakan kota yang lancar, bersih, dan rapi.
5
Berdasarkan informasi dari masyarakat, terlihat bahwa dalam proses
pelaksanaan penetapan terminal angkutan orang dan barang adalah
kurangnya komunikasi antara pihak dinas perhubungan dengan supir-supir
angkutan kota. Pihak perhubungan menjelaskan bahwa sudah menjalankan
keputusan Bupati No. 307 tahun 2009 tentang penetaapan terminal sesuai
dengan prosedur yang sudah ada.
Namun faktanya dilapangan supir -supir masih banyak yang kurang
kemauan ingin pindah ke terminal rawa bangun yang telah disediakan .
Dalam mensosialisasikan tentang merelokasikan terminal yang seharusnya
melalui musyawarah, akan tetapi sebagian supir – supir yang terlibat dalam
perelokasian terminal tersebut tidak hadir dalam undangan musyawarah
perelokasian terminal, seharusnya supir yang merupakan subyek dan sasaran
dari penetapan terminal harus terlibat dan keikut-sertaan dalam proses
kegiatan tersebut.
Kurangnya komunikasi antara pihak Dinas Perhubungan dengan para
supir - supir sangat merugikan masyarakat, khususnya masyarakat kota
sanggau. Adanya sebuah infrastruktur pembangunan sebuah terminal yang
didanai pemerintah daerah sanggau tidak berjalan sesuai dengan apa yang
sebenarnya yang dibutuhkan oleh masyarakat kota sanggau sehingga
terminal tersebut terabaikan fungsinya.
Dalam proses kegiatan, tampak sekali bahwa sumber daya manusia
dalam kemampuan mengelola organisasi dan kemampuan manajerial para
pengurus terminal yang telah dibentuk seperti Dinas Perhubungan untuk
mengimplementasikan Penetapan Terminal angkutan sangat rendah
6
sehingga kegiatan tidak optimal dalam memanfaatkan potensi dan letak
yang strategis, selain itu kurangnya tim aparatur pelaksana dalam
mendorong supir - supir untuk menjalankan kegiatan-kegiatan muat angkut
orang dan barang di terminal . Lemahnya sumber daya manusia tampak dari
kemampuan merencanakan kegiatan, kemampuan komunikasi dan
kemampuan mengorganisasikan serta mengawasi kegiatan-kegiatan
program. Sehingga pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam program berjalan
apa adanya saja, tidak tepat sasaran, tidak memberdayakan dan tidak
menghasilkan manfaat yang besar bagi masarakat.
Kurangnya dorongan aparatur pemerintah kota terhadap dinas
perhubungan dalam mengimplementasikan penetapan terminal angkutan
orang dan barang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh dinas
perhubungan hanya berbentuk fisik, ada juga cuma hanya perehapan. Hal ini
terjadi karena Dinas Perhubungan menganggap penetapan terminal baru
akan berjalan, akan tetapi menunggu rekomendasi dari bupati dan Pemda
sanggau. Pembangunan terminal adalah sebagai sebuah proyek yang bisa di
ambil keuntungan dan hanya menghabiskan anggaran saja sehingga hasilnya
hanya dalam bentuk pembangunan fisik yang kurang bersentuhan dengan
yang benar-benar dibutuhkan masarakat.
Kurangnya komunikasi, lemahnya sember daya manusia dan
kurangnya dorongan aparatur pemerintah membuat kegitan-kegiatan yang
muat angkut orang dan barang di terminal belum efektif , kurang efisien,dan
tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
7
Dalam hal ini, adanya sesuatu yang menjadi penyebab kegagalan dalam
pengoperasian sebuah terminal dalam pelaksanaan kebijakan
penyelenggaran terminal Rawa Bangun di Kota Sanggau, yang menuai
kegagalan dalam pelaksanaannya.
Berhubungan diluncurnya Peraturan Bupati Nomor 307 tahun 2009
hingga sekarang, belum jelas adanya sebuah kegiatan Angkutan Orang dan
Barang di pasar Rawa Bangun. Melihat fenomena tersebut saya bersimpati
dan menarik buat saya teliti.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah
yang ada dalam Kebijakan keputusan Bupati No.307 tahun 2009 Tentang
Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota Sanggsu sebagai
berikut :
Adapun Permasalahan yang peneliti temukan sebagai berikut :
1. Kurangnya komunikasi antara aparatur pemerintah/Dinas
perhubungan kota Sanggau dengan supir - supir angkutan kota.
2. Lemahnya sumber daya manusia, Aparatur pemerintah dan Tim
Penyelenggara Terminal dalam melaksanakan kegiatan,
merencanakan kegiatan, dan mengorganisasikan kegiatan.
3. Kurangnya dorongan para Aparatur pemerintah kota dalam
mendukung pengelolaan terminal serta mensosialisasikan para supir
- supir angkutan kota dalam mewujudkan penetapan Terminal
Angkutan Kota dan Barang di Kota Sanggau.
8
1.3. Fokus Penelitian
Melihat adanya permasalahan yang terjadi dan akan diteliti yaitu
mengenai masalah selama (2009 - 2014), akan tetapi program tersebut
belum efektis sebagaimana semestinya. Maka berkaitan dengan hal tersebut,
penelitian ini menfokuskan pada “Efektifitas Kebijakan Penetapan Terminal
Angkutan Kota di Rawa bangun Kota Sanggau”.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis mengarahkan
penelitian ini agar lebih jelas, peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut:
Bagaimana Implementasi Kebijakan Keputusan Bupati Nomor 307 Tahun
2009 Tentang Penetapan Terminal angkutan Kota Rawa Bangun di Kota
Sanggau?
1.5. Tujuan Peneliti
a. Untuk mengetahui proses komunikasi yang dilakukan Tim
Pelaksana Kegiatan (Dinas Perhubungan) dan supir - supir
dalam Implementasi Kebijakan Keputusan Bupati No 307 Tahun
2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang
di Kota Sanggau.
b. Untuk mengetahui sumber daya Tim Pelaksana Kegiatan
( Pemda dan Dinas Perhubungan) dalam Implementasi Kebijakan
Keputusan Bupati No 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota Sanggau.
9
c. Untuk mengetahui Disposisi (kemauan) Tim Pelaksana Kegiatan
( Pemda dan Dinas Perhubungan ) dalam Implementasi
Kebijakan Keputusan Bupati No 307 Tahun 2009 Tentang
Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota
Sanggau.
d. Untuk mengetahui Struktur Birokrasi dalam Implementasi
Kebijakan Keputusan Bupati No 307 Tahun 2009 Tentang
Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di Kota
Sanggau.
1.6. Manfaat penelitian
1.6.1. Manfaat Teoritis
Melalui penelitian ini, manfaat yang diberikan peneliti adalah untuk
pengembangan Ilmu Administrasi Negara khususnya aspek kebijakan public
1.6.2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini, dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah
Kabupaten Sanggau khususnya pada Dinas Perhubungan kota sanggau,
dalam menetapkan Terminal angkutan Orang dan Barang. Adapun aspek
praktis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menjadi masukan bagi Pemerintah Kota Sanggau dalam
menyempurnakan proses kebijakan keputusan Bupati No.307 tahun
2009 tentang penetapan teminal angkutan orang dan barang di Kota
Sanggau.
2. Menjadi bahan masukan bagi Dinas Perhubungan Kota Sanggau
10
dalam mengatasi hambatan penetapan terminal angkutan orang dan
barang di Kota Sanggau.
3. Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Sanggau dan Dinas
Perhubungan agar memberikan sanksi yang jelas dan tegas kepada
aparatur pelaksana maupun supir – supir yang terlibat dalam
penetapan terminal angkutan orang dan barang di Kota Sanggau.
11
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Teori
2.1.1. Implementasi Kebijakan
Menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (Agustino, 2008: 139)
dalam bukunya implementation and public policy mendefinisikan
implementasi kebijakan publik sebagai:
“pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang
ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai, dan sebagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses
implementasinya”.
Menurut Winarno (2002:102) “implementasi kebijakan adalah sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya”.
Disisi lain menurut Wahab (2001:102)untuk memperjelas persoalannya,
proses implementasi harus ditinjau menurut tahapan-tahapannya yaitu:
12
1. Output kebijaksanaan dari badan pelaksana;
2. Kebutuhan kelompok-kelompok sasaranterhadap kebutuhan tersebut;
3. Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana;
4. Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut;
5. Evaluasi sistem politik terhadap undang-uandang baik terhadap
perubahan mendasar dalam isinya.
Lester dan Steward Jr. (dalam Agustino, 2008: 139), mereka
mengatakan bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil
(output). Keberhasilan suatu implementasi dapat diukur atau dilihat dari
proses dan pencapaian tujuan hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya
tujuan-tujuan yang ingin diraih. Marrile Grindle (dalam Agustino, 2008:
139) juga mengatakan, “pengukuran keberhasilan implementasi dapat
dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action
program dari individual projeck dan yang kedua apakah tujuan program
tersebut tercapai”.
Menurut Dimock (dalam Tachjan, 2006: 71) mengemukakan bahwa
ada beberapa tindakan yang diambil dalam implementasi kebijakan yaitu:
1. Penentuan tujuan dan sasaran organisasional;
2. Analisis serta perumusan kebijakan dan strategi;
3. Pengambilan keputusan;
4. Perencanaan;
5. Penyusunan program;
6. Pengorganisasian;
13
7. Penggerakan manusia;
8. Pelaksanaan kegiatan operasional;
9. Pengawasan dan penilaian.
Menurut Moenir (2006:141) ‘tindakan adalah bentuk aktifitas akal dan
fikiran yang ditunjukkan pada objek tertentu yang sedang dihadapi yang
kemudian diikuti dengan perbuatan setelah ada rangsangan untuk berbuat,
sedangkan tingkah laku atau prilaku individu adalah bentuk nyata suatu
perbuatan untuk mencapai apa yang diinginkan, baik berupa benda atau
keputusan terentu”.
Meter dan Horn (1975) dalam Wahab (2005:65) merumuskan proses
implementasi kebijakan ini sebagai: “tindakan-tindakan yang dilakukan baik
oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.”
Meter dan Horn (1975) dalam Nugroho (2009:503) implementasi
kebijakan secara linear dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja
kebijakan publik. Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan publik
adalah:
1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
2. Karakteristik dari agen pelaksana atau implementor
3. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik
4. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana atau implementor
14
Selanjutnya menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino,
2008: 139) mendefinisikan implementasi sebagai, “tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Van meter
dan Van Horn juga merumuskan model pendekatan top-down yang disebut
dengan A Model of the policy implementation. Ada 6 variabel menurut Van
Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2008: 142), yang mempengaruhi
kinerja kebijakan publik, diantaranya:
a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
b. Sumber Daya
c. Karakteristik Agen Pelaksana
d. Sikap/kecendrungan (disposition) Para Pelaksana
e. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktifitas Pelaksana
f. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Menurut George Edward III dalam Winarno, 2002:126), ada empat
faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yaitu:
a. Faktor Komunikasi (Communication)
Menurut Edward III dalam Agustino (2006:157-158), komunikasi
merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi
implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik.
Informasi kebijakan publik disampaikan kepada pelaku kebijakan agar
para pelaku kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang
15
menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran kebijakan agar para pelaku
kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus
dipersiapkan dan lakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar
apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai
dengan yang diharapkan.
Kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus
dipersiapkan dan dilakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar
tujuan dan sasaran kebijakan dapat tercapai sesuai yang telah direncanakan
sebelumnya.
Edward III dalam Agustino (2008:158) ada tiga indiktor yang dapat
digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
1. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
2. Kejelasan, yaitu komunikasi yang di terima oleh pelaksana
kebijakan harus jelas dan dan tidak membingungkan.
3. Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan
suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan dan
dijalankan.
b. Sumber Daya (Resources)
Edward III dalam Agustino (2008:158) mengemukakan bahwa
sumber daya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan
yang baik. Lebih lanjut Edward III menegaskan bahwa bagaimana
jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan
16
tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber
daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Menurut Widodo dalam Analisis Kebijakan Publik (2007:98),
sumber daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya
manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatan
(gedung, peralatan, tanah dan suku cadang lain) yang diperlukan
dalam melaksanakan kebijakan.
c. Disposisi (Disposition)
Menurut Edward III (2005:142) mengemukakan bahwa disposisi
merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting
bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana
mempunyai kecenderungan atau sikap positif terhadap implementasi
kebijakan, maka terdaapt kemungkinan yang besar implementasi
kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal.
Disposisi merupakan kemauan, keinginan dan kecendrungan
para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara
sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat
diwujudkan.
Disposisi yang tinggi menurut Edward III dan Van Horn
Matter berpengaruh pada tingkat keberhasilan pelaksanaan
kebijakan.
17
d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Stucture)
Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) struktur
birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji
implementasi kebijakan publik. Struktur birokrasi ini mencakup
aspek-aspek seperti struktur organisasi yang ada dalam organisasi
yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar
dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur organisasi mencakup
dimensi fragmentasi (fragmentation) dan standar prosedur operasi
(standar operation prodecure) yang akan memudahkan dan
menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam
melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.
George Edward III juga menambahkan, ada enam karakteristik
birokrasi yakni:
a. Birokrasi dimananapun berada dipilih sebagai instrumen sosial
yang ditunjukkan untuk masalah-masalah yang didefinisikan
sebagai urusan publik.
b. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam
pelaksanaan program program kebijakan, yang tidak
berkepentingannya berbeda-beda.
c. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.
d. Birokrasi jarang mati, naluri untuk bertahan hidup tidak
dipertanyakan lagi.
18
e. Fungsi brokrasi berada dalam lingkungan yang luas dan
kompleks.
f. Birokrasi bukan merupakan suatu yang netral dalam pilihan
kebijakan, mereka tidak juga dikontrol oleh kekuatan luar.
Untuk keberhasilan implementasi kebijakan, perlu adanya kerjasama
yang baik pada banyak orang. Koordinasi diperlukan untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan yang kompleks dan keberhasilan
yang akan dicapai.
2.1.2. Evektifitas
Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti
berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah
popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil
guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan definisi efektivitas
sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka
panjang.
Efektivitas organisasi adalah konsep tentang efektif dimana sebuah
organisasi bertujuan untuk menghasilkan. Organizational effectiveness
(efektivitas organisasi) dapat dilakukan dengan memperhatikan kepuasan
pelanggan, pencapaian visi orgaisasi, pemenuhan aspirasi, menghasilkan
keuntungan bagi organisasi, pengembangan sumber daya manusia
organisasi dan aspirasi yang dimiliki, serta memberikan dampak positif bagi
masyarakat di luar organisasi.
19
Bamard (1938:20) menyatakan bahwa efektivitas organisasi
merupakan kemahiran dalam sasaran spesifik dari organisasi yang bersifat
objektif (“if it accomplished its specific objective aim”). Schein dalam
bukunya yang berjudul Organizational Psychology mendefinisikan
efektivitas organisasi sebagai kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan
diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari fungsi-fungsi tertentu
yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
Efektivitas dapat didefinisikan dengan empat hal yang menggambarkan
tentang efektivitas, yaitu :
1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang
seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya.
2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang
terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik.
3. Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu
memberi hasil yang bermanfaat.
4. Menangani tantangan masa depan
Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau
pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari
produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang
maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas
dan waktu.
20
Efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa
“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar
persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.
Sedangkan pengertian efektivitas menurut Schemerhon John R. Jr.
(1986:35) adalah sebagai berikut :“Efektivitas adalah pencapaian target
output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau
seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OS)
> (OA) disebut efektif ”.
Adapun pengertian efektivitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984)
adalah : “Efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang
dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“.
Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan
bahwa efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen,
yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal
tersebut maka untuk mencari tingkat efektivitas dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
Efektivitas = Ouput Aktual / Output Target >=1
a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar
atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektivitas.
b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang
daripada 1 (satu), maka efektivitas tidak tercapai.
21
Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah
jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya
dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa
melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang
tidak wajar terhadap pelaksanaannya”.
Adapun Martoyo (1998:4) memberikan definisi sebagai berikut:
“Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana
dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan,
serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang
diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan”.
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dipahami bahwa
efektivitas dalam proses suatu program yang tidak dapat mengabaikan target
sasaran yang telah ditetapkan agar operasionalisasi untuk mencapai
keberhasilan dari program yang dilaksaksanakan dapat tercapai dengan tetap
memperhatikan segi kualitas yang diinginkan oleh program.
Pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh
tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut
sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang
menjelaskan bahwa “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana
makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.
22
Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah; yang pertama
adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati
secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu
kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses.
Emitai Etzioni (1982:54) mengemukakan bahwa “Efektivitas
organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam
usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.” Adapun Komaruddin
(1994:294) juga mengungkapkan bahwa “Efektivitas adalah suatu keadaan
yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan
suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran
mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau
dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan
dari aktivasi-aktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas
merupakan pencaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang
tepat dari serangkaian alternative atau pilihan cara dan menentukan pilihan
dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai
pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan
pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar
atau efektif.
23
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teory Edward III, dengan
argumentasi adalah bahwa penggunaan teori Edward III dalam penelitian ini
tidak dimaksudkan untuk di uji akan tetapi lebih sebagai panduan atau
pedoman bagi penulis dalam rangka untuk melaksanakan penelitian
dilapangan.
Di lihat dari berbagai faktor Implementasi Kebijakan yang telah
dikemukakan oleh Teori Edward III diatas, apabila dikaitkan dengan
permasalahan penelitian ini dalam Implementasi Kebijakan Penetapan
Terminal Angkutan Kota Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau yakni
kurangnya komunikasi antara aparatur pemerintah kota Sanggau dengan
dinas perhubungan serta supir – supir angkutan kota.,lemahnya sumberdaya
manusia dalam pengelolaan terminal, serta kurangnya disposisi atau
kemauan,dan dorongan untuk melaksanakan penetapan Terminal dengan
sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan Pendirian Terminal
tidak tercapai.
Dimana kita ketahui, komunikasi merupakan suatu variabel penting
bagi pelaku kebijakan, sumber daya akan menjadi tolak ukur keberhasilan
program tersebut ditambah lagi disposisi dan birokrasi yang kuat maka akan
terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu peneliti menganggap George Edward III yang
mengatakan dalam proses Implementasi kebijakan publik mencakup 4
tahapan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, birokrasi dirasa cocok
dalam penelitian ini.
24
2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini membutuhkan perbandingan penelitian sebelumnya
yang relevan, penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Ada pun beberapa penelitian
relevan sebagai acuan adalah:
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Said Rizal yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Pengoperasian Terminal Sungai Carang oleh
Bidang Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika Kota Tanjung Pinang”. Penelitian ini menggunakan teori Van
Meter dan Van Horn yang membahas enam variabel Implementasi
Kebijakan yaitu
1. Standar dan sasaran kebijakan
2. Sumber-sumber kebijakan
3. Komunikasi antara organisasi dan penguataan aktvitas
4. Karakteristik agen pelaksana
5. Kondisi ekonomi soisial dan politik
6. Disposisi implementator
Dimana dalam penelitian ini menjelaskan tentang masih rendahnya
partisipasi masyarakat dalam pelaksannaan program pembangunan
infrastruktur seperti sosialisasi dan keikutsertaan dalam musyawarah.
25
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kurang nya partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan suatu program maka pencapaian tujuan dan
sasaran tidak akan tercapai secara maksimal. Dalam penelitian ini,
pembangunan berupa terminal angkutan kota sungai carang tanjung pinang
dapat terbilang rendah dalam tingkat partisipasi masyarakat dan perlu ada
upaya dalam proses belajar peningkatan partisipasi dalam diri masyarakat
itu sendiri. Penelitian ini memiliki permasalahan yang berkaitan dengan
ketidak ikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program padahal peranan
masyarakat sangat penting dalam menunjang keberhasilan suatu program.
dan infrastruktur
Penelitian ini hanya meneliti tentang Implementasi kebijakan
mengenai operasional terminal hanya saja perbedaan penelitian ini terletak
pada fokus penelitian itu sendiri dimana beliau mengkaji kurangnya
partisipasi masyarakat dalam pengoperasian terminal sedangkan,yang
dilakukan (peneliti) penulis hanya memfokuskan pembahasan pada
Efektifitas Kebijakan Penetapan Terminal Angkutan Kota di Rawa bangun
Kota Sanggau”.
26
2.3. Kerangka Pikir
Alur pikir penelitian
Berikut kerangka pikir penelitian :
TINJAUAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN
1.1. Tinjauan Teoritis
Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau
1. Kurangnya komunikasi antara aparatur pemerintah kota Sanggau dengan supir - supir angkutan kota.
2. Lemahnya sumber daya manusia, Aparatur Pemerintah dan Tim Penyelenggara Terminal dalam melaksanakan kegiatan, merencanakan kegiatan, dan mengorganisasikan kegiatan.
3. Kurangnya dorongan para Aparatur pemerintah kota dalam Mendukung pengelolaan terminal serta mensosialisasikan para supir - supir angkutan kota dalam mewujudkan penetapan Terminal Angkutan Kota dan Barang di Kota Sanggau.
Menurut Edward III, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:
1. Komunikasi2. Sumber Daya3. Disposisi4. StrukturBirokrasi
Mengetahui proses Implementasi kebijakan nomor 307 tahun 2009 tentang penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang Di wilayah Kota Sanggau
Tercapainya secara efektif terminal Rawa Bangun sebagai Angkutan orang dan barang di
wilayah Kota Sanggau
27
2.4. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diatas, maka pertanyaan
penelitian yang ingin peneliti ungkapkan dalam penelitian ini adalah,
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Komunikasi dalam proses Kebijakan
Implementasi Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009
Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di
Wilayah Kota Sanggau
2. Bagaimanakah Sumber Daya dalam proses Implementasi
Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009 Tentang
Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah
Kota Sanggau
3. Bagaimanakah Disposisi (sikap Implementor) dalam proses
Implementasi Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009
Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di
Wilayah Kota Sanggau
4. Bagaimana Struktur Birokrasi dalam proses Implementasi
Keputusan Bupati Sanggau Nomor 307 Tahun 2009 Tentang
Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah
Kota Sanggau
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif.
Penelitian ini dikatakan bersifat deskriptif kualitatif karena berusaha dan
mencoba memberi gambaran secermat mungkin tentang keadaan yang
diteliti dengan mengeksplor kecenderungan pelaksana. Penelitian deskriptif
ini bertujuan mengungkapkan dan memecahkan masalah berdasarkan data-
data terkumpul dan yang nampak sebagaimana adanya sesuai dengan
kondisi saat penelitian ini dilaksanakan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Moleong (2011:6) metode penelitian kualitatif, penelitian yang untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya, prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini secara umum dilaksanakan di Kota Sanggau, Kecamatan
Kapuas, dipilih sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan bahwa Kota
dan Terminal ini pernah dan sedang dilaksanakan. secara geografis yang
relatif luas dan faktor kedekatan serta pengenalan lokasi sudah dikenal oleh
peneliti.
29
Kemudian, diterminal ini yang cukup menarik karena terminal ini
terletak di jantung kota tidak jauh dari kantor pemerintahan dan sekolah -
sekolah sehingga menarik untuk dilihat sejauh mana pelaksanaan berjalan.
3.2.2. Waktu Penelitian
4.NJenis
Kegiatan
Waktu Penelitian
2015feb Mar apr mei juni juli agust okt nov des
1.Pra Penelitian dan
persiapanX X _ _ _ _ _ _
2. Peyusunan _ X X _ _ _ _ _
3.Konsultasi
Pembimbing_ X X X X X X X X
4.Seminar Proposal
dan Perbaikan_ _ _ _ _ X X _
5.Pelaksanaan Penelitian
_ _ _ _ _ _ X X X
6.Pengolahan hasil
penelitian_ _ _ _ _ _ X X X
7.Ujian Skripsi dan
Perbaikan_ _ _ _ _ _ _ _ X
Sumber: Diolah Oleh Peneliti
Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap Pra Penelitian dan persiapan meliputi pengumpulan data
dilakukan mulai desember hingga Juni 2014.
b. Tahap penyusunan dilakukan selama 9 bulan mulai desember 2014
hingga september 2015
c. Konsultasi dengan pembimbing dilakukan mulai tahap
penyusunan hingga selesai yaitu bulan januari 2015
30
d. Tahap seminar proposal dan perbaikan dilaksanakan bulan
februari 2015
e. Tahap pelaksanaan penelitian, meliputi surat izin dan
pengumpulan data dilakukan selama__ bulan yaitu _hingga
Januari 201_.
f. Tahap pengelolaan hasil pengelolaan hasil penelitian dilakukan
selama 3 bulan yaitu ___hingga ___ 201_
g. Tahap ujian Skripsi dan perbaikan dilakukan selama__bulan yaitu
__ 201_.
3.3. Subjek dan Objek Penelitian
3.3.1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang menjadi sumber-sumber penyedian informasi
yang mendukung dan menjadi pusat perhatian penulis. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan informan atau sumber data yang dianggap informan
kunci yang dapat memberikan informan yang dibutuhkan berupa dokumen-
dokumen, arsip-arsip, foto-foto, dan keterangan-keterangan melalui proses
wawancara.
Adapun untuk menentukan informan dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik purposive yaitu suatu teknik penentuan sumber
informasi untuk tujuan tertentu saja. Kemudian penulis juga menggunakan
tehnik incidental yaitu penentuan sumber informasi secara kebetulan yaitu
siapa saja yang ditemui secara kebetulan dan dianggap penulis berkaitan
dalam penelitian.
31
Adapun subjek penelitian ini, penulis akan mengambil
sumber data dari pihak-pihak terkait diantaranya sebagai
berikut:
Pemda sanggau
Kasi Badan bagian Perhubungan darat
Direktur utama C.V. kenari kabupaten sanggau
Kepala Tim Pelaksana Kegiatan Terminal
Supir
3.3.2. Objek penelitian
Objek penelitian dipusatkan pada proses perkembangan implementasi
guna mengetahui sejauh mana tujuan kebijakan ini tercapai dan mengetahui
faktor-faktor penghambat dalam proses implementasi Penetapan Terminal.
3.4. Instrument Pengumpul Data
Dalam penelitian ini yang menjadi instrumennya adalah peneliti
sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas maka akan
dikembangkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.
1. Pedoman observasi, yaitu melakukan pengamatan secara
langsung oleh peneliti terhadap yang diteliti untuk memperoleh
data yang sebenarnya dalam hal ini peneliti sebagai partisipan
saja.
2. Panduan wawancara, yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti kemudian disampaikan
kepada sumber informasi untuk dijawab secara langsung dan
32
dapat menggunakan tape recorder sebagai alat pengumpul sumber
informasi tersebut.
3. Teknik dokumentasi, yaitu pengambilan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen. Dokumen
tersebut berasal dari kantor Dinas Perhubungan
Kabupaten Sanggau, Kantor bupati, supir, dan masyarakat
yang tinggal di pemukiman terminal rawa bangun.
3.5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengungkapkan masalah yang diteliti diperlukan suatu teknik
pengumpulan data sehingga data yang diperoleh relevan dengan
permasalahan yang diteliti. Dari beberapa teknik pengumpulan data yang
dipaparkan oleh Nawawi (1991:94), maka peneliti mengambil sebagian dari
teknik pengambilan data tersebut yang dianggap relevan dengan jenis data
penelitian ini, yaitu:
a. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui
pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti
untuk memperoleh data yang sebenarnya dalam hal ini penliti
terlibat langsung.
b. Wawancara, yaitu suatu teknik pendekatan untuk mengumpulkan
data dengan melakukan wawancara secara langsung dengan subjek
penelitian. Sedangkan wawancara dalam proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara bertanya jawab
samil bertatap muka antara pewawancara dengan responden.
33
c. Studi dokumentasi, yaitu suatu cara untuk mencari,
mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen, surat-surat,
catatan-catatan, buku-buku dan laporan tertulis serta berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti.
3.6. Teknis Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam
pendekatan kualitatif peneliti bermaksud untuk memahami fenomena-
fenomena apa saja yang terjadi di lapangan dengan cara mendeskripsikan
dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan metode ilmiah. Dalam penelitian kualitatif, data
diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik penggumpulan
data yang bermacam-macam dan dilakukan terus-menerus sampai datanya
jenuh.
Supadly (dalam Sugiyono, 2008:246 ), membagi analisis data di
lapangan dalam beberapa tahapan yaitu:
1. Reduksi data (meringkas)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci dan perlu segera dilakukan
analisis data melalui reduksi data. Dalam setiap pengumpulan data yang
dilakukan peneliti, baik melalui observasi, wawancara ataupun
dokumentasi tentu akan menghasilkan begitu banyak data yang masih
bersifat umum, oleh karenanya reduksi diperlukan untuk merangkum,
34
memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada masalah penting kemudian
ditentukan polanya. Tentu tidak semua data tersebut dipakai dalam
penelitian. Sampah data yang tidak terpakai tersebut tidak serta merta
dibuang, tetapi tetap disimpan karena mungkin saja sampah data
tersebut dibutuhkan nantinya.
Dalam penelitian ini, fokus utama penelitian terletak pada
pencapaian tujuan kebijakan dan hambatan dalam setiap tahunnya. Maka
dari itu, reduksi data yang dapat dilakukan peneliti misalnya dengan
membagi mana data pendukung pencapaian tujuan kebijakan dan mana yang
merupakan hambatan implementasinya. Setelah data tersebut
dikelompokkan sesuai pola data, dinarasikan dengan penjelasan-penjelasan
dari tiap-tiap bagian kelompok data yang saling berhubungan. Baru
kemudian kelompok data tersebut dihubungkan menjadi satu kesatuan
dalam benang merah penelitian.
1. Penyajian Data (memaparkan)
Penyajian data dilakuakan dengan memberikan sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dari data yang telah
direduksi, peneliti dapat menyajikannya berdasarkan pola atau
kelompok temuan di lapangan yang tentunya telah dinarasikan untuk
memudahkan pemahaman terhadap temuan tersebut. Akan tetapi,
bila data belum jenuh, penyajian data juga dapat berkembang selama
peneliti melakukan penelitian. Oleh karenanya, penyajian data
terakhir hanya akan disertakan pada laporan akhir penelitian.
35
Misalnya saja data-data penghambat proses implementasi Subsidi
BBM dapat disajikan melalui uraian yang dibedakan setiap
tahunnya.
2. Verifikasi (menyimpulkan)
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpualan awal yang
dilakukan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
kredibel. Selain itu, untuk menyakinkan kesimpulan tersebut benar
valid, peneliti akan mengverifikasi langsung kesimpulan yang telah
diperoleh kepada para informan. Data yang telah disajikan
sebelumnya merupakan tolak ukur dalam pengambilan kesimpulan.
3.7. Teknik Keabsahan Data (Uji Validitas)
Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena
beberapa hal yaitu subyektivitas penelitian merupakan hal yang dominan
dalam penelitian kualitatif, alat yang diandalkan adalah wawancara dan
observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka.
Selain itu, dengan banyaknya subjek penelitian perlu dilakukan pengecekan
terhadap hasil pengamatan dari tiap subjek penelitian secara keseluruhan.
Oleh karena ini peneliti menggunakan metode Triangulasi untuk mengecek
keabsahan data.
36
Menurut Moleong (2011:326) ada beberapa cara dalam pemeriksaan
keabsahan data. Disini peneliti menggunakan metode keabsahan data
Triangulasi. Teknik Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (dalam
Moleong 2011:330) membedakan 4 macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik,
dan teori.
Menurut Patton (dalam Moleong 2011:330) Triangulasi dengan
sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif. Menurut Patton (dalam Moleong 2011:331) pada
triangulasi dengan metode terdapat 2 strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat
penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2)
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang
sama. Teknik Triangulasi yang ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan
peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan data.
Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong 2011:331)
Triangulasi dengan teori yaitu berdasarkan anggapan bahwa
fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan
satu atau lebih teori. Sedangkan Menurut Patton (dalam
Moleong 2011:331) berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu
37
dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan
banding (rival explanation).
Peneliti melakukan triangulasi dengan meng-cross cek data-data yang
didapat dari para sumber, baik melalui observasi, wawancara maupun
dokumentasi untuk memeriksa kebenaran data yang peneliti dapat. Juga
untuk membandingkan data-data tersebut, bila ada perbedaan, maka peneliti
akan kembali ke lapangan