Strategi kebijakan tentang keberadaan terminal angkutan kota rawa bangun di kota sanggau
-
Upload
ramasyafaradi -
Category
Data & Analytics
-
view
65 -
download
0
Transcript of Strategi kebijakan tentang keberadaan terminal angkutan kota rawa bangun di kota sanggau
Strategi Kebijakan Tentang Letak Keberadaan Terminal Angkutan Kota Rawa Bangun di Wilayah Kota Sanggau
Outline
Oleh
RAMASYAFARDI
NIM : E.01109068
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNG PURA
PONTIANAK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Angkutan kota sebagai dari sistem transportasi perkotaan memiliki peran
menunjang mobilisasi masyarakat kota dalam melakukan aktivitas sehari- hari.
Angkutan kota juga memegang peranan yang sangat penting strategis dalam
pengembangan dan pembangunan kota baik pada sektor ekonomi, sektor sosial
budaya maupun sektor pendidikan. Oleh karena itu keberadaan angkutan kota
harus ditangani dengan baik dan benar sehingga tidak menimbulkan masalah bagi
kehidupan pekotaan.
Masalah-masalah yang ada saat ini dilokasi adalah “Keberadaan terminal
Rawa bangun di kota Sanggau, provinsi Kalimantan Barat. Pembangunan terminal
angkutan kota Rawa Bangun ini dimulai tahun 2009. Dengan keputusan bupati
nomor 43 tahun 2013 “Tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Nomor 307
Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di
Wilayah Kota Sanggau”.
Terbitnya Keputusan Bupati ini pada Tanggal 07 februari 2013 dengan Tujuan
Untuk Mengektifkan dan kelancaran Penggunaan Terminal Angkutan Orang dan
Barang di Wilayah Kota. Maka dari itu Berhubungan diterbitnya Peraturan
Bupati Nomor 307 tahun 2009 Tentang Penetapan terminal Angkutan Orang Dan
Barang serta melihat tujuannya hingga sekarang 2014, belum berfungsi sebagai
mana mestinya fungsi terminal Rawa Bangun tersebut.
Terminal Rawa Bangun Tersebut dibangun tahun 2009, tepatnya di jantung
kota Sanggau. Letak Terminal Kota Rawa Bangun ini, tidaklah jauh dari Kantor
Pemerintahan Daerah, Kantor Kepolisian, BANK KALBAR, Dan Sekolah –
Sekolah. Selain itu terdapat sebuah pasar juga yang bernama pasar Rawa Bangun,
yang berjarak hanya 25 Meter dari terminal tersebut. Adanya sebuah Terminal
yang berdekatan dengan pasar mempunya tujuan yaitu meningkatkan kegiatan
muat angkut orang dan barang dalam mencapai Ekonomi yang baik.
Sebelum didirikan Terminal Rawa Bangun dan pasar, supir - supir angkutan
kota dan para pedagang maupun pembeli beroperasi diterminal angkutan kota
yang berada di Jalan Ahmad Yani Kota Sanggau. Terminal Ahmad Yani begitu
tidak rapi, dan tampak kumuh, begitu pula dengan pasar, Pedagang yang
mengalihkan lapak jualannya di pinggiran kota dan jalan. Dengan melihat
permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Sanggau mengambil langkah yaitu
Mendirikan Terminal Rawa Bangun dan Pasar Rawa Bangun untuk
Mengalokasikan para supir – supir dan pedagang untuk pindah ke lokasi Rawa
Bangun serta menciptakan Kota yang Bersih dan Rapi. Terminal Rawa Bangun
Letaknya tidak jauh dari Terminal Ahmad Yani yang hanya berjarak kira kira 200
meter.
Pada tahun 2010 para supir dan pedagang di relokasikan ke pasar rawa
bangun, akan tetapi kurangnya para pembeli, atau pengunjung, maka para
sebagian pedagangpun enggan pindah ke pasar rawa bangun karena sepi, dan
kembali ke pasar Ahmad Yani. Mendapat keluhan juga dari supir - supir angkutan
kota karena penghasilan berkurang , maka dari itu supir - supir tersebut pindah ke
terminal Ahmad Yani, dan enggan pindah ke terminal Rawa Bangun. Melihat
fenomena tersebut yakni bergantungnya sebuah terminal dengan adanya pasar
maka saya bersimpati dan menarik buat saya teliti.
1.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
identifikasi masalahnya adalah:
1. Kegiatan muat angkut orang atau barang dalam Terminal
tersebut Terhenti karena kurangnya peminat atau pengunjung,
sehingga meyebabkan pindah ke lokasi lama.
2. Kurang Tegasnya aparatur pemerintah Kota Sanggau dalam
menjalankan Peraturan Bupati 307 Tahun 2009 terhadap para
supir dan pedagang untuk pindah ke Rawa Bangun.
3. Lemahnya sumber daya manusia dalam mengelola terminal di kota sanggau.
1.2. Fokus Penelitian
Melihat adanya permasalahan yang terjadi dan akan diteliti yaitu
mengenai masalah selama (2009 - 2014), akan tetapi program tersebut
belum efektif. Maka berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini
menfokuskan pada “Efektifitas Kebijakan Terminal Angkutan Kota di
Rawa bangun Kota Sanggau”
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan Masalahnya adalah ;
Apa Faktor-faktor yang menghambat Implementasi Kebijakan
Terminal angkutan Kota Rawa Bangun di Kota Sanggau ?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor faktor penghambat Implementasi Kebijakan
Terminal Angkutan Kota Rawa Bangun di Kota Sanggau.
2. Mengetahui dan menganalisis diluncurkannya“Peraturan Bupati Nomor
307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Kota dan Barang
Di Wilayah Kota Sanggau”.
1.5. Manfaat penelitian
Penelitian ilmiah yang akan dilakukan penulis ini mudah - mudahan dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pihak - pihak lain yang
berkepentingan.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap khasanah
keilmuan, khususnya bagi yang mengambil focus penelitian pada kebijakan,
terkait mengenai suatu kebijakan yang telah diputuskan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat:
1. Bagi Aparatur Pemerintah Daerah/ Kabupaten
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi Aparatur
Pemerintah Daerah, yaitu mensosialisasikan pentingnya sebuah Transportasi
dalam membangun perekonomian kota, dan mengevaluasi ulang sebuah kebijakan
yang kurang efektif.
2. Masyarakat
Penelitian ini diharapkan supaya masyarakat mampu memberikan
perhatian yang lebih, sehubungan dengan Penetapan Terminal angkutan orang di
kota sanggau dalam mencapai perekonomian yang baik.
3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan
bagi peneliti sehingga mampu mendeskripsikan mengenai ‘Strategi Kebijakan
Tentang Keberadaan Terminal Angkutan Kota Rawa Bangun Di Kabupaten
Sanggau.
4. Bagi mahasiawa FISIP Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi
mahasiswa program study IA berkaitan dengan suatu Administrasi yang ada
khususnya berkenaan dengan penyususunan strategi serta kaitannya dengan
motivasi tenaga pendidik dalam menaati kebijakan yang telah ada dalam
peroses pembelajaran IA khussnya kajian Kebijakan Publik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1. Teori
2.1.1. Kebijakan Publik
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, yakni tidak berfungsinya
Terminal angkutan Kota Rawa Bangun secara efektif, dan nampak terabaikan.
maka hal ini menjadi masalah Publik karena tidak sesuai dengan tujuan
dikeluarkan oleh pemerintah Kota Kabupaten Sanggau mengenai Peraturan Bupati
307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang dan Barang di
Wilayah Kota Sanggau.
Angkutan kota sebagai dari sistem transportasi perkotaan memiliki peran
menunjang mobilisasi masyarakat kota dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.Angkutan kota juga memegang peranan yang sangat penting dalam
pengembangan dan pembangunan kota baik pada sektor ekonomi, sektor sosial
budaya maupun sektor pendidikan. Oleh karena itu keberadaan angkutan kota
harus ditangani dengan baik dan benar sehingga tidak menmbulkan masalah bagi
kehidupan perkotaan khususnya. Dengan ini saya menyimpulkan bahwa masalah
ini adalah masalah publik yang mengarah kepada keberhasilan suatu kebijakan
publik.
Kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok, atau pemerintah dan suatu lingkungan tersentu dimana
terdapat hambatan-hambatan dimana kebijakan itu diusulkan agar berguna dalam
mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud (carl friedrich, dalam
Agustino, 2008:7).
Thomas R. Dye (dalam Widodo, 2007:12) kebijakan publik adalah apapun
yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Anderson
menambahkn kebijakan publik diartikan sebagai serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau
sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu (Widodo, 2007:13).
Ada pendapat lain mengenai kebijakan yaitu, menurut Heinz Eulau dan
Kenneth Prewitt (dalam Agustino, 2008:6) dalam persepektif mereka
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “keputusan tetap yang dicirikan dengan
konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah laku dari mereka yang membuat
dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut”. Richard Rose menambahkan
kebijakan publik sebagai, “sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit
kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi yang
berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan” ( Agustino, 2008:7).
Menurut Subarsono (2005:11) dalam menyusun agenda kebijakan ada tiga
kebijakan yang perlu dilakukan yakni:
1. benar-benar dianggap sebagai masalah sebab bisa jadi suatu gejala oleh
kelompok masyarakat tertentu dianggap masalah, tetapi oleh sebagian
masyarakat yang lain atau elit politik bukan dianggap sebagai masalah.
2. Membuat batasan masalah.
3. Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut masuk dalam agenda
pemerintah.
Sedangkan menurut Michel Howlet dan M.Ramesh (dalam Subarsono,
2005:13), menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri lima tahapan sebagai
berikut:
1. Menyusun agenda (formulating setting) yakni suatu proses agar suatu masalah
bisa dapat perhatian dan pemerintah
2. Formulasi kebijakan (policy formulating ), yakni proses perumusan pilihan-
pilihan kebijakan oleh pemerintah.
3. Pembuatan kebijakan (policy making), yakni proses ketika pemerintah memilih
untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation ), yaitu proses untuk memonitor dan
menilai hasil kinerja kebijakan.
2.1.2. Implementasi Kebijakan
Menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (Agustino, 2008: 139)
dalam bukunya implementation and public policy mendefinisikan implementasi
kebijakan publik sebagai:
“pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah
yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dan sebagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses
implementasinya”.
Menurut Winarno (2002:102) “implementasi kebijakan adalah sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya”. Disisi lain
menurut Wahab (2001:102) untuk memperjelas persoalannya, proses
implementasi harus ditinjau menurut tahapan-tahapannya yaitu:
1. Output kebijaksanaan dari badan pelaksana;
2. Kebutuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap kebutuhan tersebut;
3. Dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana;
4. Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut;
5. Evaluasi sistem politik terhadap undang-uandang baik terhadap perubahan
mendasar dalam isinya.
Lester dan Steward Jr. (dalam Agustino, 2008: 139), mereka mengatakan
bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output). Keberhasilan
suatu implementasi dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan
hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Marrile
Grindle (dalam Agustino, 2008: 139) juga mengatakan, “pengukuran
keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan
apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat
pada action program dari individual projeck dan yang kedua apakah tujuan
program tersebut tercapai”.
Menurut Dimock (dalam Tachjan, 2006: 71) mengemukakan bahwa ada
beberapa tindakan yang diambil dalam implementasi kebijakan yaitu:
1. Penentuan tujuan dan sasaran organisasional;
2. Analisis serta perumusan kebijakan dan strategi;
3. Pengambilan keputusan;
4. Perencanaan;
5. Penyusunan program;
6. Pengorganisasian;
7. Penggerakan manusia;
8. Pelaksanaan kegiatan operasional;
9. Pengawasan dan penilaian.
Menurut Moenir (2006:141) ‘tindakan adalah bentuk aktifitas akal dan
fikiran yang ditunjukkan pada objek tertentu yang sedang dihadapi yang
kemudian diikuti dengan perbuatan setelah ada rangsangan untuk berbuat,
sedangkan tingkah laku atau prilaku individu adalah bentuk nyata suatu perbuatan
untuk mencapai apa yang diinginkan, baik berupa benda atau keputusan terentu”.
Selanjutnya menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2008:
139) mendefinisikan implementasi sebagai, “tindakan-tindakan yang dilakukan
baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Van meter dan Van Horn juga
merumuskan model pendekatan top-down yang disebut dengan A Model of the
policy implementation. Ada 6 variabel menurut Van Meter dan Van Horn (dalam
Agustino, 2008: 142), yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, diantaranya:
a. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
b. Sumber Daya
c. Karakteristik Agen Pelaksana
d. Sikap/kecendrungan (disposition) Para Pelaksana
e. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktifitas Pelaksana
f. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Menurut George Edward III dalam Winarno, 2002:126), ada empat
faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yaitu:
a. Faktor Komunikasi (Communication)
Menurut Edward III dalam Agustino (2006:157-158), komunikasi
merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi
kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
dari implementasi kebijakan publik.
Informasi kebijakan publik disampaikan kepada pelaku kebijakan agar
para pelaku kebijakan dapat mengetahui, memahami apa yang menjadi isi, tujuan,
arah, kelompok sasaran kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat
mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan lakukan untuk
melaksanakan kebijakan publik agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus
dipersiapkan dan dilakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar tujuan dan
sasaran kebijakan dapat tercapai sesuai yang telah direncanakan sebelumnya.
Edward III dalam Agustino (2008:158) ada tiga indiktor yang dapat
digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
1. Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula.
2. Kejelasan, yaitu komunikasi yang di terima oleh pelaksana kebijakan
harus jelas dan dan tidak membingungkan.
3. Konsistensi, yaitu perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan dan dijalankan.
b. Sumber Daya (Resources)
Edward III dalam Agustino (2008:158) mengemukakan bahwa sumber
daya merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Lebih
lanjut Edward III menegaskan bahwa bagaimana jelas dan konsistennya
ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai
sumber-sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Menurut Widodo dalam Analisis Kebijakan Publik (2007:98), sumber
daya sebagaimana telah disebutkan meliputi sumber daya manusia, sumber daya
keuangan dan sumber daya peralatan (gedung, peralatan, tanah dan suku cadang
lain) yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan.
c. Disposisi (Disposition)
Menurut Edward III (2005:142) mengemukakan bahwa disposisi
merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi
implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai
kecenderungan atau sikap positif terhadap implementasi kebijakan, maka terdapat
kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan
keputusan awal.
Disposisi merupakan kemauan, keinginan dan kecendrungan para pelaku
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh sehingga
apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Disposisi yang tinggi
menurut Edward III dan Van Horn Matter berpengaruh pada tingkat keberhasilan
pelaksanaan kebijakan.
d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Stucture)
Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) struktur birokrasi
merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan
publik. Struktur birokrasi ini mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi
yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan
organisasi luar dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur organisasi mencakup
dimensi fragmentasi (fragmentation) dan standar prosedur operasi (standar
operation prodecure) yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari
para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.
George Edward III juga menambahkan, ada enam karakteristik birokrasi
yakni:
a. Birokrasi dimananapun berada dipilih sebagai instrumen sosial yang
ditunjukkan untuk masalah-masalah yang didefinisikan sebagai urusan
publik.
b. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam pelaksanaan
program program kebijakan, yang tidak berkepentingannya berbeda-
beda.
c. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.
d. Birokrasi jarang mati, naluri untuk bertahan hidup tidak dipertanyakan
lagi.
e. Fungsi brokrasi berada dalam lingkungan yang luas dan kompleks.
f. Birokrasi bukan merupakan suatu yang netral dalam pilihan kebijakan,
mereka tidak juga dikontrol oleh kekuatan luar.
Untuk keberhasilan implementasi kebijakan, perlu adanya kerjasama yang
baik pada banyak orang. Koordinasi diperlukan untuk mengimplementasikan
suatu kebijakan yang kompleks dan keberhasilan yang akan dicapai.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teory Edward III, dengan
argumentasi adalah bahwa penggunaan teori Edward III dalam penelitian ini tidak
dimaksudkan untuk di uji akan tetapi lebih sebagai panduan atau pedoman bagi
penulis dalam rangka untuk melaksanakan penelitian dilapangan.
Di lihat dari berbagai faktor Implementasi Kebijakan yang telah
dikemukakan oleh Teori Edward III diatas, apabila dikaitkan dengan
permasalahan penelitian Kegiatan muat angkut orang atau barang dalam Terminal
tersebut Terhenti karena Kurangnya Koordinasi antara para aparatur pemerintah
daerah, dan para supir, dan pedagang., sehingga meyebabkan pindah ke lokasi
lama, lemahnya kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola Terminal di
Kota Sanggau, kurangnya sikap Pelaksana Untuk merealisasikan Operasional
Terminal Rawa Bangun atau tindakan tegas dalam pelaksana dalam
mengoperasikan sebuah terminal terhadap supir maupun pedagang.
Dimana kita ketahui, komunikasi merupakan suatu variabel penting bagi
pelaku kebijakan, sumber daya akan menjadi tolak ukur keberhasilan program
tersebut ditambah lagi disposisi dan birokrasi yang kuat maka akan terlaksana
dengan baik.
Oleh karena itu peneliti menganggap George Edward III yang mengatakan
dalam proses Implementasi kebijakan publik mencakup 4 tahapan yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, birokrasi dirasa cocok dalam penelitian ini.
2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini membutuhkan perbandingan penelitian sebelumnya yang
relevan, penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kurang tegasnya Aparatur
Pemerintah Daerah, dalam mempertegaskan para supir maka pencapaian tujuan
dan sasaran tidak akan tercapai secara maksimal. penulis hanya
memfokuskan pembahasan pada” Efektifitas Kebijakan Terminal
Angkutan Kota di Rawa Bangun Kota Sanggau”
1.3. Kerangka Pikir Penelitian
Berikut kerangka pikir penelitian :
Peraturan Bupati Sanggau Nomor 43 Tahun 2013 tentang Tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati
Nomor 307 Tahun 2009 Tentang Penetapan Terminal Angkutan Orang Dan Barang Di Wilayah Kota Sanggau
a. Kegiatan muat angkut orang atau barang dalam Terminal tersebut Terhenti karena kurangnya peminat atau pengunjung, sehingga meyebabkan pindah ke lokasi lama.
b. Kurang Tegasnya aparatur pemerintah Kota Sanggau dalam menjalankan Peraturan Bupati 307 Tahun 2009 terhadap para supir dan pedagang untuk pindah ke Rawa Bangun.
c. Lemahnya sumber daya manusia dalam mengelola terminal di kota sanggau.
Menurut Edward III, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:
1. Komunikasi2. Sumber Daya3. Disposisi4. StrukturBirokrasi
Strategi Kebijakan Tentang Letak Keberadaan Terminal Angkutan Kota Rawa Bangun di Wilayah Kota Sanggau
Tercapainya Operasional Terminal Angkutan Kota dan Barang Di Rawa Bangun Wilayah Kota
Sanggau