Iman Ashari G2I1 14 024 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

43
Karya Tulis Ilmiah: PROSES BERPIKIR MATEMATIK “ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA KELAS X3 SMA NEGERI 1 WAKORUMBA SELATANOLEH IMAN ASHARI G2I1 14 024 PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015

description

jhguhuy

Transcript of Iman Ashari G2I1 14 024 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

  • Karya Tulis Ilmiah:

    PROSES BERPIKIR MATEMATIK

    ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA KELAS X3 SMA NEGERI 1

    WAKORUMBA SELATAN

    OLEH

    IMAN ASHARI

    G2I1 14 024

    PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA

    UNIVERSITAS HALU OLEO

    KENDARI

    2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Matematika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki

    peranan penting dalam pembentukan kualitas sumber daya manusia. Mutu

    pendidikan matematika harus terus ditingkatkan sebagai upaya pembentukan

    sumber daya manusia yang bermutu tinggi, yakni manusia yang mampu berpikir

    kritis, logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan berinisiatif dalam menanggapi

    masalah yang terjadi. Oleh sebab itu, matematika sebagai ilmu dasar perlu

    dikuasai dengan baik oleh siswa, baik oleh siswa SD, SMP, SMA juga oleh

    mahasiswa perguruan tinggi

    Tujuan pembelajaran matematika ini dengan harapan terbentuknya

    kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berfikir

    kritis, logis, sistematis, dan mempunyai sifat jujur, disiplin. Pemecahan masalah

    merupakan tipe belajar yang paling tinggi tingkatannya dan kompleks (Suyitno

    dkk, 2001: 31). Memecahkan masalah sesuatu yang biasa dalam hidup setiap

    manusia dan tiap hari sepuluh dua puluh kali ia memecahkan masalah. Menurut

    Nasution (2008: 139) memecahan masalah memerlukan pemikiran dengan

    menggunakan dan menghubungkan berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal

    menurut kombinasi yang berlainan. Dalam memecahkan masalah sering-sering

    harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu,

    mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala

  • langkah yang perlu ia pikirkan. Namun, keadaan di lapangan belum sesuai dengan

    yang diharapkan. Kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan

    kemampuan berpikir siswa. Pendekatan yang kurang bervariasi dapat juga

    mengakibatkan motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar

    cenderung menghafal. Masalah ini juga terjadi di SMA Negeri 1 Wakorsel di

    Kecamatan Pasir Putih Kab. Muna. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara

    langsung dilapangan pada tanggal 26 Januari 2015 dalam proses belajar mengajar

    yang berlangsung di kelas masih terlihat sejumlah siswa yang kurang aktif terlibat

    dalam pembelajaran, tidak memperhatikan guru saat mengajar karena sibuk

    dengan kegiatannya sendiri. Terbatasnya alat peraga atau media pembelajaran dan

    sumber belajar menjadi penyebab sehingga siswa kurang terpusat pada pengajaran

    guru di kelas dan kurangnya perhatian orang tua siswa akan masalah kesulitan

    siswa dalam belajar. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab adalah tebatasnya

    cara guru untuk mengubah suasah dalam kelassehingga siswa dapat menalar

    dengan baik dalam menghadapi masalah pembelajaran matematika. Mencermati

    hal tersebut, perlu adanya pembaharuan guna mencapai tujuan pembelajaran.

    Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

    kemampuan sebagai berikut:

    1. Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

    mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat

    dalam memecahkan masalah.

  • 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

    dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan

    pernyataan matematika.

    3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memehamai masalah,

    merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

    yang diperoleh.

    4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagram atau media lain

    untuk memperjelas keadaaan atau masalah.

    5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

    memiliki rasa ingin tahu, pengertian, minat dalam mempelajari matematika serta

    ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).

    Berdasarkan tujuan di atas, pemecahan masalah merupakan salah satu

    kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

    matematika di sekolah. Dengan menguasai kemampuan ini diharapkan dapat

    membantu siswa menuju kepada pemahaman matematika yang memungkinkan

    siswa untuk melihat hubungan antar konsep dan akhirnya siswa dapat memilih

    berbagai macam strategi untuk merancang solusi.

    Kemampuan memecahkan masalah merupakan hal yang ingin dihindari oleh semua

    orang. Namun kenyataannya semua orang sulit untuk menghindari suatu masalah karena

    kehidupan selalu menghadirkan masalah-masalah yang harus dicari pemecahannya. Jika

    tidak berhasil untuk memecahkannya harus berusaha memecahkannya dengan cara yang lainnya

    sampai masalah tersebut terselesaikan. Dalam pelajaran matematika, soal dapat

    dinyatakan sebagai masalah dengan syarat soal tersebut dapat dimengerti oleh siswa dan

  • menjadi tantangan bagi siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, serta tidak

    dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa.

    Untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis yang

    maksimal maka pembelajaran yang dilakukan haruslah memfasilitasi

    munculnya kemampuan tersebut. Hasil penelitian Sumarmo, dkk (dalam

    Hulukati, 2005) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika memiliki

    karakteristik: Untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang baik dan agar dapat

    mengetahui bagaimana kondisi siswa dalam menghadapi soal-soal yang kaitannya

    dengan kemampuan pemecahan masalah matematika maka saya mencoba

    melakukan tes dengan memberi soal dalam bentuk cerita tentang sistem

    persamaan liner dua variabel di SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan. Ini juga

    melatih siswa agar bisa berpikir matematika dan bisa menafsirkan soal cerita

    menjadi sebuah persamaan dal;am matematika sehingga siswa mendapatkan

    solusi pemecahan masalah matematika matematika.

    1.1 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

    1. Apa yang dimaksud dengan Berpikir

    2. Apa yang dimaksud dengan proses berpikir

    3. Apa yang dimaksud dengan proses berpikir matematik

    4. Bagamana hasil uji coba terkait kemampuan pemecahan masalah

    matematika dengan materi Sistem persamaan liner Dua variabel di SMA

    Negeri 1 Wakorumba Selatan.

  • 1.2 Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah di atas,tujuan dari penelitian ini adalah

    untuk mendeskripsikan:

    1. Mampu memahami apa itu berpikir

    2. Mampu memahami apa itu proses berpikir

    3. Mampu memahami apa itu poses berpikir matematika

    4. Dapat memahami pemecahan masalah matematika disekolah yang dites

    terkait system persaan linear dua variabel.

    1.3 Manfaat

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

    1. Membantu guru dalam proses pembelajaran dan sebagai bahan masukan

    bagi guru untuk meningkatkan kreatifitasnya dalam mengembangkan

    pembelajaran yang lebih inovatif.

    2. Sebagai bahan masukan bagi sekolah yang dijadikan obyek penelitian dalam

    upaya peningkatan mutu dan kemampuan siswa dalam memecahkan

    masalah matematika.

    3. Sebagai bekal pengalaman nyata bagi penulis dalam proses pembelajaran

    dimasa mendatang.

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Perpikir

    Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan

    konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri

    seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses

    penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam

    diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. Berpikir mencakup

    banyak aktivitas mental. Kita berpikir saat memutuskan barang apa yang akan

    kita beli di toko. Kita berpikir saat melamun sambil menunggu kuliah

    pengantar psikologi dimulai. Kita berpikir saat mencoba memecahkan ujian

    yang diberikan di kelas. Kita berpikir saat menulis artikel, menulis makalah,

    menulis surat, membaca buku, membaca koran, merencanakan liburan, atau

    mengkhawatirkan suatu persahabatan yang terganggu.

    Berpikir meliputi dua aspek utama yakni kritis dan kreatif. Berpikir terjadi

    dalam setiap aktivitas mental manusia yang berfungsi untuk memformulasikan

    atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta mencari pemahaman.

    Melalui berpikirlah manusia mampu memperoleh makna atau pemahaman

    tentang setiap hal yang dihadapinya dalam kehidupan. Aktivitas utama dalam

    berpikir dilakukan dalam keadaan sadar, walaupun tidak tertutup kemungkinan

    berkaitan dengan sesuatu yang diperoleh secara tidak sadar.

  • Berpikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak.

    Walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih

    dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga

    melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan

    kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada obyek

    tertentu, menyadari secara aktif dan menghadirkannya dalam pikiran kemudian

    mempunyai wawasan tentang obyek tersebut.

    Berpikir juga berarti berjerih-payah secara mental untuk memahami

    sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang

    dihadapi. Dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan,

    merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan,

    menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan,

    menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis

    dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada,

    menimbang, dan memutuskan.

    Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental

    atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang

    atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-

    simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berpikir adalah sebuah

    representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117).

    Sedangkan menurut Drever (dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006:117)

    berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang

    dimulai dengan adanya masalah. Solso (1998 dalam Khodijah, 2006:117)

  • berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk

    melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut

    mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.

    Siswono mengatakan berpikir sebagai suatu kemampuan mental seseorang

    dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis, analitis,

    sistematis, kritis dan kreatif. Menurut analisis Fisher (1995), keberhasilan dalam

    proses berpikir ditentukan oleh ketiga operasi dari: (1) pemerolehan pengetahuan

    ( input ), (2) strategi penggunaan pengetahuan dan pemecahan masalah ( output),

    serta (3) metakognisi dan pengambilan keputusan ( control ). Keberhasilan ini

    pada ahirnya akan berpengaruh terhadap pengembangan intelegensi seseorang

    seperti diperlihatkan melalui diagram di atas.

    Dimensi Berpikir Menurut Marzano, dkk. (1988) berpikir meliputi lima

    dimensi yaitu metakognisi, berpikir kritis dan kreatif, proses berpikir,

    kemampuan berpikir inti, dan dimensi hubungan antara berpikir dengan

    pengetahuan tertentu. Walaupun kelima dimensi ini tidak membentuk suatu

    taksonomi, akan tetapi masing-masing dimensi tidak berdiri sendiri melainkan

    saling terkait erat.

    Potensi hambatan dalam penerapan proses ini dapat diatasi dengan

    beberapa perencanaan dan kreativitas. Meskipun ada sedikit pertanyaan yang

    kondisi kelas dan kendala waktu dapat membatasi banyaknya teknik dan durasi

    yang mendorong berpikir tingkat tinggi. Masih sangat mungkin untuk melibatkan

    para siswa dalam kelompok besar. Meskipun penggunaan proses lima langkah

    untuk mengembangkankan berpikir siswa ke arah tingkat yang lebih tinggi

  • mungkin memerlukan perubahan dalam teknik instruksional, manfaat bagi siswa,

    guru, administrator, dan badan-badan akreditasi.

    Menurut Boody (2008), refleksi guru secara umum dapat dicirikan

    sebagai: retrospeksi, pemecahan masalah, analisis kritis dan menempatkan pikiran

    ke dalam aksi. Untuk ulasan ini, kami telah terintegrasi kerangka teoritis oleh

    Boody (2008), Hamilton (2005) dan Schon (1987) dan akan membahas reflektif

    berpikir berdasarkan karakteristik sebagai berikut: a) refleksi sebagai retrospektif

    analisis, b) refleksi sebagai pemecahan masalah, c) refleksi kritis terhadap diri

    sendiri, dan d) refleksi pada keyakinan tentang diri dan self-efficacy.

    B. Proses Berpikir

    Proses berpikir didefinisikan Ormrod (2009) sebagai suatu cara merespon

    atau memikirkan secara mental terhadap informasi atau suatu peristiwa.

    Pendapat lain tentang proses berpikir dikemukakan oleh Suryabrata (2004) yang

    menyatakan bahwa proses berpikir dapat diklasifikasikan ke dalam tiga langkah,

    yaitu: (1) pembentukan pengertian dari informasi yang masuk, (2) pembentukan

    pendapat dengan membanding-bandingkan pengetahuan yang ada sehingga

    terbentuk pendapat-pendapat, dan (3) penarikan kesimpulan.

    Siswono mengatakan (1986) proses berpikir adalah aktivitas yang terjadi

    dalam otak manusia. Dahar menyatakan informasi-informasi dan data yang

    masuk diolah didalamnya, sehingga apa yang sudah ada di dalam perlu

    penyesuaian bahkan perubahan. Proses demikian dinamakan adaptasi. Dalam

    pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata). Setiap skema

  • berperan sebagai suatu filter dan fasilitator bagi pengalaman-pengalaman dan

    ide-ide baru.

    Marzano, dkk. (1988) mengajukan delapan komponen utama dari proses

    berpikir yakni pembentukan konsep, pembentukan prinsip, pemahaman,

    pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penelitian, penyusunan, dan

    berwacana secara oral. Komponen-komponen ini dipilih karena beberapa alasan

    antara lain sering muncul sebagai kajian teoritik maupun literatur hasil

    penelitian, komponen-komponen tersebut secara konsep sangat jelas sehingga

    memungkinkan untuk diajarkan, serta dipandang sebagai hal yang sangat

    fundamental untuk mengajarkan berbagai bidang studi termasuk matematika.

    Jika dilihat dari terbentuknya pengetahuan seseorang yang diakibatkan dari

    komponen-komponen proses berpikir tersebut, maka proses berpikir tersebut

    dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu pemerolehan pengetahuan dan

    produksi atau aplikasi pengetahuan. Hal tersebut secara diagram dapat

    dinyatakan seperti di bawah ini (Marzano, dkk., 1988).

    Alat yang sesuai dengan proses berpikir untuk membantu siswa

    menyusun ide-ide dan dalam jangka panjang, membantu mereka untuk membaca,

    menulis, dan berpikir lebih baik. Peta berpikir adalah alat visual seperti

    representasi grafis dan bagaimana mengatur, menganalisis, dan mengevaluasi apa

    yang mereka baca, tulis, atau pikirkan (Hyerle, 2000). Peta berpikir mirip dengan

    peta konsep yang sering digunakan dalam ilmu mengajar untuk

    memvisualisasikan konsep-konsep yang kompleks . Sementara peta konsep fokus

    pada rincian spesifik dari konsep (Chan, 2007), berpikir peta mengatur atau

  • menampilkan gambar yang lebih luas (O'Bannon et al, 2006; Hyerle, 1996, 2000).

    Contoh dari peta pemikiran adalah struktur organisasi yang merupakan jenis

    hirarkis atau pohon peta. Jenis peta juga dapat digunakan untuk menunjukkan

    hubungan, seperti antara ide-ide utama dan rincian pendukung. Selain peta

    hirarkis, Hyerle (1966) menggambarkan empat jenis tambahan peta berpikir:

    dialogis, metafora, sistem, dan evaluatif. Peta dialogis membantu menentukan ide

    atau hal-hal dalam konteks dan membantu ketika menyajikan sudut pandang. Peta

    metafora membantu menjelaskan analogi. Sistem atau peta aliran menunjukkan

    proses atau peristiwa dalam urutan atau menunjukkan penyebab dan efek dari

    peristiwa dan memprediksi hasil. Peta evaluatif atau gelembung yang digunakan

    untuk menggambarkan kualitas atau membandingkan dan kontras kualitas. Maps

    dapat menjadi lebih kompleks sebagai pemikiran dan pemahaman siswa

    meningkat (O'Bannon et al, 2006).

    Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada empat langkah, yaitu

    a. Pembentukan Pengertian

    Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis di bentuk melalui tiga

    tingkatan, sebagai berikut:

    Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita

    perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Kita ambil manusia dari

    berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-ciri misalnya, manusia Indonesia, ciri -

    cirinya: makhluk hidup, berbudi, berkulit sawo matang, berambut hitam,

  • dan untuk manusia Eropa, ciri-cirinya: mahluk hidup, berbudi, berkulit

    putih, berambut pirang atau putih, bermata biru terbuka.

    Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri - ciri mana

    yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang

    tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.

    Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak

    hakiki, menangkap cirri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang

    hakiki itu ialah: Makhluk hidup yang berbudi.

    b. Pembentukan Pendapat, yaitu menggabungkan atau memisah beberapa

    pengertian menjadi suatu tanda yang khas dari masalah itu. Pendapat

    dibedakan menjadi tiga macam:

    a. Pendapat Afirmatif (positif), yaitu pendapat yang secara tegas menyatakan

    sesuatu, misalnya si Ani itu rajin, si Totok itu pandai, dsb.

    b. Pendapat Negatif, yaitu pendapat yang secara tegas menerangkan tidak

    adanya sesuatu sifat pada sesuatu hal, misalnya si Ani tidak marah, si

    Totok tidak bodoh, dsb.

    c. Pendapat Modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang menerangkan

    kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada suatu hal, misalnya hari ini

    mungkin hujan, si Ali mungkin tidak datang, dsb.

    c. Pembentukan Keputusan, yaitu menggabung-gabungkan pendapat tersebut.

    Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru

  • berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan,

    yaitu:

    1. Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin paman duduk

    dikursi yang panjang, masjid dikota kami disebelah alun-alun, dsb.

    2. Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: anjing kami menggigit

    seorang kusir, sepeda saya sudah tua, dsb.

    3. Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak

    baik, bunga itu indah, dsb.

    d. Pembentukan Kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari keputusan-

    keputusan yang lain.

    C. Proses Berpikir Matematik

    Untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir seperti yang telah

    dijabarkan diatas, maka pembelajaran matematika dewasa ini seharusnya

    difokuskan pada upaya untuk melatih siswa menggunakan potensi berpikir yang

    dimiliki. Selain itu, Soedjadi (2000) menyatakan bahwa objek dasar matematika

    yang merupakan fakta, konsep, relasi/operasi dan prinsip merupakan hal-hal yang

    abstrak sehingga untuk memahaminya tidak cukup hanya dengan menghafal tetapi

    dibutuhkan adanya proses berpikir. Dengan demikian maka pembelajaran

    matematika seharusnya memberikan penekanan pada proses berpikir siswa.

    Proses yang terjadi dalam aktivitas belajar melibatkan proses mental yang

    terjadi dalam otak siswa, sehingga belajar merupakan aktivitas yang selalu terkait

  • dengan proses berpikir. Sieger (Santrock, 2004) menyatakan bahwa berpikir

    adalah pemrosesan informasi. Ketika anak merasakan (perceive), melakukan

    penyandian (encoding), merepresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia

    sekelilingnya, maka mereka sedang melakukan proses berpikir.

    Menurut Mason dkk (Mason dkk, 2010) proses berfikir matematika

    memiliki tiga fase yaitu: Fase masuk (entry phase), fase menyelesaikan (attack

    phase), dan fase review (review phase). Pada fase masuk antara lain dilakukan

    proses pengenalan masalah dan mendefinisikan masalah. Pada fase ini dilakukan

    upaya mengelompokkan dan mengenali masalah termasuk dalam bidang aljabar,

    geometri, teori bilangan, kombinatorika, atau campuran. Kemudian pada fase ini

    juga diperkenalkan symbol dan notasi-notasi.

    Menurut Davidson dan Sternberg, editor, 2003), Pengetahuan tentang

    teknik, prinsip, atau konsep matematika tentu menjadi syarat utama dalam

    menjalani fase ini. Beberapa hal seperti kemampuan intelektual, kreatifitas,

    ingatan, dan ketrampilan juga menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan

    dalam fase menyelesaikan.

    Berpikir matematis adalah suatu proses, itu mungkin sebaiknya

    dibicarakan melalui contoh, tapi sebelum melihat contoh, saya telaah secara

    singkat beberapa kerangka kerja disediakan untuk menerangi berpikir

    matematis, melampaui ide-ide keaksaraan matematika. Ada banyak cara yang

    berbeda melalui berpikir matematis. Panitia untuk konferensi ini (APEC, 2006)

    telah memberikan diskusi substansial dalam hal ini, Stacey (2005) memberikan

  • review tentang bagaimana berpikir matematis diperlakukan dalam dokumen

    kurikulum Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Salah satu kerangka kerja yang

    diteliti dan disediakan oleh Schoenfeld (1985), yang mengorganisir karyanya pada

    masalah pemecahan matematika dalam empat judul: sumber daya pengetahuan

    matematika dan keterampilan bahwa siswa membawa ke tugas, heuristik yang

    strategi bahwa siswa dapat digunakan dalam memecahkan masalah, monitoring

    dan kontrol yang siswa diberikan pada proses pemecahan masalah untuk

    membimbing dalam arah produktif, dan keyakinan bahwa siswa memegang

    peranan tentang matematika, yang mengaktifkan atau menonaktifkan upaya

    pemecahan masalah. McLeod (1992) telah dilengkapi ini tampilan dengan

    menguraikan pada pentingnya mempengaruhi dalam pemecahan masalah

    matematika. Kami juga mengidentifikasi empat proses dasar yang menunjukkan

    bagaimana berpikir matematis di antara mereka:

    mengkhususkan - mencoba kasus khusus, melihat contoh

    generalisasi - mencari pola dan hubungan

    conjecturing - memprediksi hubungan dan hasil

    meyakinkan - temuan dan berkomunikasi alasan mengapa sesuatu itu

    benar.

    D. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

    Salah satu tujuan pembelajaran matematika di Indonesia adalah

    kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

    masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

    solusi yang diperoleh. Fernandez, Linares, dan Vals (2013) menjelaskan individu

  • belajar untuk mengedepankan pikiran mereka, yang berkembang ketika mereka

    memecahkan masalah, dengan cara yang sistematis melalui pemecahan masalah

    dan menemukan cara berpikir yang baru. Oleh karena itu, mereka mendapatkan

    kepercayaan diri ketika mereka dihadapkan dengan peristiwa yang tidak biasa.

    Zevenbergen, Dole, & Wright (2004) menjelaskan pengajaran pemecahan

    masalah dilakukan dengan mengajar melalui pemecahan masalah, dan mengajar

    tentang pemecahan masalah. Mengajar melalui pemecahan masalah berarti

    membawa siswa dalam berbagai masalah baru, tantangan, dan masalah yang

    memotivasi yang merupakan bagian dalam program pembelajaran matematika.

    Mengajar tentang pemecahan masalah berarti memberikan bimbingan melalui

    penyediaan strategi pemecahan masalah. Sedangkan menurut Stenberg pemecahan

    masalah merupakan proses kerja mental untuk mengatasi masalah yang ada dalam

    mencapai suatu tujuan.

    Schoenfeld (2013: 11) menjelaskan, secara teoritis, konsep pemecahan

    masalah matematika merupakan sebuah kerangka kerja untuk analisis

    keberhasilan atau kegagalan dalam upaya memecahkan masalah dalam

    matematika dan bersifat hipotetis dalam semua domain pemecahan masalah.

    Pemecahan masalah didefinisikan sebagai usaha untuk mencapai hasil, ketika

    tidak ada metode yang dikenal oleh individu yang berusaha untuk mencapai hasil

    itu.

    Schoenfeld (1992) menyajikan pandangan bahwa pemahaman dan

    pengajaran matematika harus didekati sebagai domain pemecahan masalah.

    Menurut Schoenfeld (1992), empat kategori pengetahuan/keterampilan yang

  • dibutuhkan untuk menjadi sukses dalam matematika: (1) referensi - proposisi dan

    pengetahuan prosedural matematika, (2) heuristik - strategi dan teknik untuk

    pemecahan masalah, (3) kontrol - keputusan tentang kapan, sumber daya, dan

    strategi untuk digunakan dalam pemecahan masalah, dan (4) keyakinan

    matematika dianggap sebagai pandangan yang menentukan bagaimana

    seseorang mendekati dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

    Memnun et al. (2012) dalam menjelaskan keyakinan matematika akan

    mempengaruhi keterampilan pemecahan masalah dan juga penerapan dalam

    kehidupan nyata.

    Hudojo dalam Aisyah (2007) menjelaskan bahwa pemecahan masalah

    pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan

    masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah

    baginya. Ada empat langkah tahap pemecahan masalah yang diusulkan oleh Polya

    (1973), yakni:

    a. Memahami masalah; pada tahap ini kegiatan pemecahan masalah diarahkan

    untuk membantu siswa menerapkan apa yang diketahui dalam permasalahan

    dan apa yang ditanyakan.

    b. Membuat rencana untuk menyelesaikan masalah; pemecahan masalah tidak

    akan berhasil tanpa perencanaan yang baik. Dalam perencanaan pemecahan

    masalah, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi

    pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah.

    c. Melaksanakan penyelesaian masalah; jika siswa telah memahami

    permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya,

  • langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan

    strategi yang direncanakan.

    Memeriksa ulang jawaban yang diperoleh; ada empat langkah penting

    dalam tahap ini, yaitu: 1) mencocokkan hasil yang diperoleh dengan yang

    ditanyakan, 2) menginterpretasikan jawaban yang diperoleh, 3) mengidentifikasi

    adakah cara lain yang dapat digunakan menyelesaikan permasalahan, dan 4)

    mengidentifikasi adakah jawaban lain yang memenuhiPemecahan masalah

    dalam Pehkonen (2007) menyatakan bahwa problem solving has generally been

    accepted as means for advancing thinking skills., yang berarti bahwa

    pemecahan masalah telah diterima secara umum sebagai cara untuk

    meningkatkan keahlian berpikir. Selain itu, NCTM (2010) menyatakan bahwa

    problem solving plays an important role in mathematics and should have a

    prominent role in the mathematics education. Pendapat tersebut berarti bahwa

    pemecahan masalah memainkan peranan penting dalam matematika dan

    seharusnya mempunyai peranan utama dalam pendidikan matematika.

    Berdasarkan pengalaman peneliti, dalam memecahkan masalah matematika

    ditemukan bahwa ada siswa yang menunjukkan kemampuan yang sangat baik,

    ada siswa yang menunjukkan kemampuan yang biasa saja, dan ada siswa yang

    mengalami kesulitan. Dalam memecahkan masalah, hampir sebagian besar siswa

    menuliskan langkah-langkah sistematis, yaitu diawali dengan menuliskan yang

    diketahui dan ditanyakan dan selanjutnya menyelesaikan masalah.

    Polya (Clark, 2009) menyatakan bahwa Solving a problem means finding

    a way out of difficulty, a way around an obstacle, attaining an aim which is not

  • immediately attainable. Hal ini berarti bahwa memecahkan masalah merupakan

    suatu usaha menemukan cara untuk keluar dari kesulitan, dimana cara tersebut

    masih dikelilingi sejumlah hambatan, suatu usaha mencapai tujuan yang tidak

    segera dapat dicapai. Polya (1973) memberikan 4 langkah sistematis dalam

    memecahkan masalah, yaitu: Understanding the problem (memahami masalah),

    Devising a plan (membuat rencana), Carrying out the plan (melaksanakan

    rencana), dan Looking back (mengecek kembali).

    Sabandar dalam Kurniawan yang mengatakan bahwa pemecahan masalah

    merupakan suatu kemampuan yang harus dicapai dan peningkatan berpikir

    merupakan prioritas tujuan pembelajaran matematika. Anderson dalam

    Dewiyani menyatakan bahwa masalah timbul bila terjadi kesenjangan antara

    situasi saat ini dengan situasi yang akan datang atau antara keadaan saat ini

    dengan tujuan yang diinginkan. Di dalam dunia pendidikan matematika,

    biasanya masalah merupakan pertanyaan atau soal matematika yang harus

    dijawab atau direspon. Berkaitan dengan hal ini Hudoyo menyatakan bahwa

    suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seseorang jika orang tersebut

    tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk

    menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Dalam memecahkan masalah, siswa

    melakukan proses berpikir dalam benak sehingga siswa dapat sampai pada

    jawaban.

    Robert L Solso (1995) dalam Dewiyani menyatakan problem solving is

    thinking that is directed toward the solving of a spesific problem that involves

    both the information of responses and the selection among possible response.

  • Pandangan ini menyatakan bahwa proses pemecahan masalah, selain harus

    melibatkan proses berpikir dan dilakukan penuh usaha, tapi juga harus memilih

    di antara banyak kemungkinan yang ada.

    Wickelgren menyatakan bahwa bagian dari masalah dapat diubah hanya

    dengan mengaplikasikan sebuah pernyataan untuk menghasilkan pernyataan

    yang baru. Pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah sebagai

    tantangan untuk memecahkannya.

    Huitt mengklasifikasikan teknik yang digunakan dalam pemecahan

    masalah dan pengambilan keputusan ke dalam dua kelompok secara kasar,

    terkait dengan dikotomi kritikal/kreativitas. Kelompok pertama cenderung lebih

    linear dan serial, lebih terstruktur, lebih rasional dan analitik, dan lebih

    berorientasi ketujuan; teknik ini sering dipandang sebagai bagian dari latihan

    berpikir kritis. Kelompok kedua cenderung lebih holistik dan paralel, lebih

    emosional dan intuitif, lebih kreatif, dan lebih aktual/kinestetik; teknik ini sering

    dipandang sebagai bagian dari latihan berpikir kreatif.

  • BAB III

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    a. Pemecahan Masalah Matematika

    Salah satu tujuan pembelajaran matematika di Indonesia adalah

    kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

    masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

    solusi yang diperoleh. Fernandez, Linares, dan Vals (2013) menjelaskan individu

    belajar untuk mengedepankan pikiran mereka, yang berkembang ketika mereka

    memecahkan masalah, dengan cara yang sistematis melalui pemecahan masalah

    dan menemukan cara berpikir yang baru. Oleh karena itu, mereka mendapatkan

    kepercayaan diri ketika mereka dihadapkan dengan peristiwa yang tidak biasa.

    Zevenbergen, Dole, & Wright (2004) menjelaskan pengajaran pemecahan

    masalah dilakukan dengan mengajar melalui pemecahan masalah, dan mengajar

    tentang pemecahan masalah. Mengajar melalui pemecahan masalah berarti

    membawa siswa dalam berbagai masalah baru, tantangan, dan masalah yang

    memotivasi yang merupakan bagian dalam program pembelajaran matematika.

    Mengajar tentang pemecahan masalah berarti memberikan bimbingan melalui

    penyediaan strategi pemecahan masalah. Sedangkan menurut Stenberg pemecahan

    masalah merupakan proses kerja mental untuk mengatasi masalah yang ada dalam

    mencapai suatu tujuan.

    Schoenfeld (2013: 11) menjelaskan, secara teoritis, konsep pemecahan

    masalah matematika merupakan sebuah kerangka kerja untuk analisis

    keberhasilan atau kegagalan dalam upaya memecahkan masalah dalam

  • matematika dan bersifat hipotetis dalam semua domain pemecahan masalah.

    Pemecahan masalah didefinisikan sebagai usaha untuk mencapai hasil, ketika

    tidak ada metode yang dikenal oleh individu yang berusaha untuk mencapai hasil

    itu.

    b. Hasil Tes Uji Coba Kemampuam Pemecahan Masalah Matematika

    Uji coba ini dilaksanakan pada hari jumat tanggal 30 Januari 2014.

    Sampel dalam tes uji coba ini adalah siswa kelas X- SMA Negeri 1 Wakorumba

    Selatan sebanyak 20 orang siswa dengan materi Sistem persamaan linear dua

    variabel. Soal terdiri dari 5 butir soal dengan memprediksi patokan yang akan

    diambil pada soal tersebut adalah memahami masalah, meliputi kemampuan: (a)

    mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah; dan (b) membuat

    model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari ( PM1 ).

    menyelesaikan masalah, meliputi kemampuan: (a) memilih dan menerapkan

    strategi untuk menyelesaikan model atau masalah matematika dan atau di luar

    matematika; dan (b) menerapkan matematika secara bermakna ( PM2 ). menjawab

    masalah, meliputi kemampuan: (a) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil

    sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban ( PM2 ).

    Hasil tes uji coba soal koneksi matematik dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

    Tabel 1. Data Hasil Tes Uji Coba Koneksi Matematik Siswa Kelas Kelas X

    SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan

    N

    O Nama Siswa

    L/

    P

    Nomor Item Skor

    Total

    Nilai

    1 2 3 4 5

    1 Siti Fera Hazira P 6 0 0 0 0 6 12

    2 Fanti Rahwana P 6 0 0 0 0 6 12

  • 3 Hisman L 2 10 0 0 0 12 24

    4 Sulaiman L 4 8 4 0 0 16 32

    5 Wd. Siska A P 6 0 0 0 0 6 12

    6 Boby L 6 10 2 0 0 18 36

    7 Ali Mudatsir L 6 10 2 0 0 18 36

    8 Ld. Parman L 6 10 0 0 0 16 32

    9 Nariati P 6 0 0 0 0 6 12

    10 Imran L 6 10 0 0 0 16 32

    11 Ilham Bintang P L 6 10 0 0 0 16 32

    12 Pus Nawir L 6 10 2 2 0 21 42

    13 Siti Zalma Sari P 6 10 6 0 0 22 44

    14 Triani Mustika R P 6 0 0 0 0 6 12

    15 Rudi Nasir L 6 8 0 0 0 14 28

    16 Narlin L 6 0 0 0 0 6 12

    17 Afdal Yasin L 6 0 8 0 0 14 28

    18 Wd. Ramlan P 4 0 0 0 0 4 8

    19 Wd. Putri Bayasti P 4 2 0 0 0 6 12

    20 Ld. Arfan L 6 10 0 0 0 16 32

    Dari hasil hasil uji coba tes diatas nilai yang didapatkan oleh siswa

    SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan Kabupaten Muna bisa dikatan sangat rendah

    sebab banyak siswa yang tidak menjawab item soal yang diberikan oleh

    penulis dan lebih jelasnya kita dapat lihat hasil tersebut pada data hasil

    validasi dan realibilitas serta analisis deskripsi hasil tes tersebut dibawa.

  • c. Hasil Analisis Validitas Dan Reliabilitas

    1. Validitas

    Validitas merupakan kesahihan suatu instrumen pengukur dalam

    mengukur apa yang hendak diukur. Validitas instrumen yang akan diukur adalah

    validitas empiris berdasarkan data hasil uji coba tes kemampuan pemecahan

    masalah matematik di kelas X SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan Kabupaten

    Muna. Dengan menggunakan rumus koefisien korelasi product moment sebagai

    berikut:

    2222 YYNXXNYXXYN

    r

    (Djaali dan Muljono, 2004: 71).

    Keterangan:

    r = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

    X = Skor item

    Y = Skor Total

    N = Jumlah responden

    Berdasarkan analisis menggunakan SPSS 21 diperoleh bahwa semua

    item tes kemampuan kemampuanh pemecahan masalah matematik yang

    dilakukan oleh penulis di kelas X SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan Kabupaten

    Muna yang telah diujikan pada tanggal 30 Januari 2015 valid dengan nilai p <

    0,05.

  • Tabel 2. Data Hasil analisis validitas tes menggunakan SPSS 21 Kelas X

    SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan

    Berdasarkan tabel 2 di atas, maka diperoleh bahwa Item soal nomor 1

    (0,439), 4 (0,230), dan 5 (0,130 ) artinya hasil uji coba pada soal nomor 1, 4, dan

    5 tidak valid sedangkan hasil uji coba soal nomor 2 (0.00) dan 3 (0,024) item

    soal masuk pada kategori valid dengan nilai p < 0,05.

    2. Reliabilitas

    Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen

    cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Data yang

    dimaksud di sini adalah kemampuan komunikasi matematik dengan menggunakan

    rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

    2

    t

    2

    i

    iiS

    S1

    1k

    kr (Djaali dan Muljono, 2004: 78).

  • Keterangan:

    iir = koefisien reliabilitas tes

    2

    iS = varians skor butir yang valid

    2

    tS = varians skor total

    k = Banyaknya butir yang valid

    Tabel 3. Data Hasil analisis Realibilitas tes menggunakan SPSS 21 Kelas X

    SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan

    Dari table 3 diatas diperoleh nilai r11 = 0,151 yang berarti reliabilitas

    instrumen berada pada kategori rendah sehingga dapat dikatakan bahwa tes

    kemampuan pemecahan masalah matematik matematik di kelas X SMA Negeri 1

    Wakorumba Selatan Kabupaten Muna belum memenuhi kategori reliabel yang

    maksimum atau dapat dapat dikatakan bahwa tingkat kepercayaan pada hasil tes

    uji coba belum maksimal untuk melihat kemampuan pemecahan masalah

    matematik siswa kelas X SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan Kabupaten

    Muna.

    3. Analisis Deskriptif

    Hasil statistik deskriptif nilai konversi skala 100 tes kemampuan pemecahan

    masalahy matematik menggunakan SPSS 21, terlihat pada tabel 4 sebagai

    berikut:

  • Tabel 3. Data Hasil analisis Realibilitas tes menggunakan SPSS 21 Kelas X

    SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan

    Tampak pada hasil analisis statistik deskriptif kemampuan pemecahan

    masalah matematik siswa kelas X SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan

    Kabupaten Muna bahwa memiliki rata-rata = 24,50, standar deviasi = 11,750,

    varians = 138,053, nilai maksimum = 44, nilai minimum = 8, modus = 12, dan

    median = 28,00.

    Dari hasil tersebut diatas dapat kita katakan bahwa tingkat kemampuan

    siswa kelas X SMA Negerim 1 Wakurumbah Selatan Kabupaten Muna dalam

    menyelesaikan soal cerita tentang pemecahan masalah matematik sangat rendah

    terlihat dari rata-rata, nilai maksimun, nilai minimum yang diperoleh siswa sangat

    rendah dan tidak mencapai tingkat kelulusan ujian ketika kita memakai standar

    kelulusan Ujian Nasional yang berlaku se3karang.

  • Grafik kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas X SMA

    Negeri 1 Wakorumba Selatan Kabupaten Muna. per aspek sebagai berikut:

    Grafik diatas menunjukan bahwa dari 5 nomor soal tes uji coba yang

    diberikan oleh penulis kepada kelas X SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan

    Kabupaten Muna, Soal yang hanya maksimal yang dijawab oleh siswa adalah

    pada item soal nomor 1 dan nomor 2 sedangkan soal nomor 3 dan nomor 4 tidak

    maksimal bahkan soal nomor lima hanya dijawab oleh seorang siswa dari

    jumlah 20 orang siswa itupun tidak maksimal dijawab.

    Hal ini menarik simpati kepada pemberi tes uji coba pada kelas X

    SMA Negeri 1 Wakorumba Selatan untuk melakukan tes kembali dalam hal

    ini adalah melakukan uji coba sebagai bentuk penelitian agar bisa memberi

    solusi kepada pihak sekolah terhadap masalah pemecahan masalah

    matematik yang dihadapi oleh siswa karena salah satu penyebab rendahnya

    hasil tes ini menurut hemat penulis adalah kurangnya pemberian latihan

    110 108

    24

    2 1

    -10

    10

    30

    50

    70

    90

    110

    130

    1 2 3 4 5

    NIL

    AI

    ITEM SOAL

    Grafik Pemecahan Masalah Matematik

  • kepada siswa untuk menalar soal-soal cerita yang dibentuk menjadi

    persamaan matematik sehingga hal ini menyebabkan siswa tidak bisa

    mengoperasikan sosl-soal yang diberikan dengan benar.

  • BAB IV

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMA

    Negeri 1 Wakorumba Selatan Kabupaten Muna dan pembahasan dapat

    disimpulkan sebagai berikut :

    1. Sebagian besar siswa yang mengikuti tes kemampuan pemecahan masalah

    matematik belum mempersiapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan

    matematika.

    2. Siswa belum terbiasa mengerjakan soal cerita dan belum termotivasi untuk

    berlatih soal non rutin serta mereka tidak terlatih untuk mandiri

    mengerjakan soal pemecahan masalah pada pokok bahasan sistem

    persamaan linear dua variabel.

    3. Data kemampuan pemecahan masalah matematik ini akan menjadi data

    awal untuk digunakan pada penelitian selanjutnya dan sebagai sumber

    untuk melatih siswa pada soal-soal non rutin.

    B. Saran

    Adapun saran dalam pembahasan kali ini adalah, diharapkan bagi Guru

    Matematika untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

    matematika siswa dengan memberikan memberikan soal yang beragam serta

    soal yang kontekstual, agar kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

    meningkat khususnya pada materi sistem persamaan linear dua peubah.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Departemen

    Pendidikan Nasional.

    Barbara Limbach And Wendy Waugh, 1999, Developing Higher level Thinking,

    Chadron State College : USA

    Begle, E. G. (1979). Critical variables in mathematics education. Washington,

    D. C.: Mathematical Association of America and the National Council

    of Teachers of Mathematics

    Clark, Andy. 2009. Problem Solving in Singapore Math.

    http://www.hmheducation.com/.../pdf.MIFProbSolving. diakses 20

    September 2011.

    Davidson, J.E., dan Sternberg R.J., editors, The Psychology of Problem Solving,

    Cambridge University Press, Cambridge, 2003.

    http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/38/Berfikir-Secara-

    Matematika.html.

    Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta,

    Depdiknas.

    Dewiyani, 2008, Mengajarkan Pemecahan Masalah dengan Menggunakan

    Langkah Polya, Jurnal STIKOM, Volume 12 Nomor 2.

    Djaali dan Pudji Muljono. 2004. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

    Program Pasca sarjana Universitas Negeri Jakarta.

    Gallagher, M. L. (2011). Using thinking maps to facilitate research writing in

    upper level undergraduates classes. Journal of Family and Consumer

    Sciences Education, 53-56

    Glover, Jerry., 2002, Adaptive Leadership: When Change is Not Enough, The

    Organization Development Journal,

  • Huitt, 1992, Problem Solving and Decision Making: Consideration of individual

    differences using the Myers-BriggsType Indicator. Journal of

    psychological type. 24. 33-44 tersedia dalam :

    http://chiron.valdosta.edu/whuit/papers/prbsmbti.html

    Huitt, 1992,. Journal of Psychological Type.24.33-44. tersedia dalam:

    http://chiron.valdosta.edu/whuitt/papers/prbsmbti.html

    Kadir. 2010. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir

    Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

    Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keterampilan social Siswa SMP.

    Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

    Kaye Stacea, 1999, What Is Mathematical Thinking and Why is It Important,

    University of Merbourne: Australia

    Kurniawan, Rudi., 2010, Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis

    (Artikel Kajian Pendidikan Matematika, Makalah disampaikan pada

    Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di UNY pada

    tanggal 27 November 2010.

    Mason, J., Burton, L., dan Stacey, K., Thinking Mathematically, 2nd Edition,

    Prentice Hall, Harlow, 2010. Tersedia dalam :

    http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/38/Berfikir-Secara-

    Matematika.html.

    NCTM. 2010. Why Is Teaching With Problem Solving Important To Student

    Learnig? www.nctm.org/.../Research_brief_14_- _Problem_Solving.pdf.

    diakses tanggal 15 Juli 2012.

    Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan

    Berkembang. Jakarta. Erlangga

  • Polya, G. 1973. How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press.

    Schoenfeld, A. 2013. Reflections on Problem Solving Theory and Practice. The Mathematics Enthusiast, Vol. 10, No. 1 & 2, Hal. 9-34.

    S. Chee Choy And Pou San Oo, 2012, Reflective Thinking and Teaching Practise

    , Malaysia : International Journal Of Instruction; January 2012 vol 5.

    No. 1 Tungku Abdul Rahman College

    Siswono, Tatag Yuli Eko., 2007, Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan

    Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan

    Mengajukan Masalah Matematika, Disertasi, Surabaya: Universitas

    Negeri Surabaya

    Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia. Konstatasi

    Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Direktorat

    Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

    Suherman, H. E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

    Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

    Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Masmedia Buana

    Pustaka.

    Wicklelgren, Wayne A., 1974. How to Solve Problem; Elements of a Theory of

    Problems and Problems Solving. New York: W.H. Freeman and

    Company

    Zevenbergen, R., S. Dole, & R. J. Wright. 2004. Teaching Mathematics in

    Primary Schools. Australia: Allen & Unwin

  • Lampiran 1

    Kisi-Kisi dan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

    Jenjang / Mata Pelajaran : SMA / Matematika

    Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

    Kelas / Semester : X / Ganjil

    Jumlah Soal / Alokasi Waktu : 5 Soal / 90 Menit

    No Indikator yang Diukur

    Indikator

    1 Diberikan soal cerita tentang pembuatan Dua kantang

    yang bentuk berbeda dan dimasukan dua hewan yang

    berbeda dengan banyak hewan yang sudah

    dimasukkan suda diketahui. Siswa dapat memahami

    masalah, menyelesaikan masalah, dan menjawab

    masalah.

    PM1, PM2,

    PM3

    2 Diberikan soal cerita tentang perlanan peknik disuatu

    pulau dengan menyewa ketinting dan harga hari

    pertama dan kedu serta seterusnya berbeda dan uang

    yang ada diketahui. Siswa dapat memahami masalah,

    menyelesaikan masalah, dan menjawab masalah

    sehingga dapat menentukan pilihan gaji yang terbaik.

    PM1, PM2,

    PM3

    3 Diberikan soal cerita tentang duan orang anak

    membeli buah dua jenis dengan harga yang berbeda.

    Siswa dapat memahami masalah, menyelesaikan

    masalah, dan menjawab masalah

    PM1, PM2,

    PM3

    4 Diberikan soal cerita tentang harga buku dab pensil

    yang mungkin dengan mengoperasika nilai

    sebelumnya yang diketehui. Siswa dapat memahami

    masalah, menyelesaikan masalah, dan menjawab

    masalah sehingga dapat menentukan waktu terbaik

    kedua anak setelah berlatih selama 10 minggu

    PM1, PM2,

    PM3

    5 Diberikan soal cerita tentang Kebutuhan biaya PM1, PM2,

    PM3

  • kelompok nelayan. Siswa dapat memahami masalah,

    menyelesaikan masalah, dan menjawab masalah

    sehingga dapat menentukan banyak banyaknya bibit

    dan harga perbibit yang akan dibeli.

    Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik (P) Kemampuan yang tergolong pada

    pemecahan masalah matematika adalah:

    1. memahami masalah, meliputi kemampuan: (a) mengidentifikasi kecukupan data untuk

    memecahkan masalah; dan (b) membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah

    sehari-hari ( PM1 ).

    2. menyelesaikan masalah, meliputi kemampuan: (a) memilih dan menerapkan strategi

    untuk menyelesaikan model atau masalah matematika dan atau di luar matematika; dan

    (b) menerapkan matematika secara bermakna ( PM2 ).

    3. menjawab masalah, meliputi kemampuan: (a) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil

    sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban ( PM3 ).

  • Lampiran 2

    SOAL UJI COBA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

    Jenjang / Mata Pelajaran : SMA / Matematika

    Pokok Bahasan : Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

    Kelas / Semester : X / Ganjil

    Jumlah Soal / Alokasi Waktu : 5 Soal / 90 Menit

    1. Budiman memiliki beberapa jumlah kandang. Keseluruhan kandang tersebut dapat dipilih

    dua jenis kandang berdasarkan bentuknya. Jenis pertama berbentuk persegi terdapat 2 ekor

    itik dan 4 ekor ayam dan jenis kedua berbentuk persegi panjang terdapat 2 ekor itik dan 8

    ekor ayam. Berapa banyak kandang bentuk persegi dan kandang bentuk persegi panjang yang

    dibutuhkan agar jumlah itik 30 ekor dan jumlah ayam 80 ekor.

    2. Kelas X SMAN 1 Wakorsel akan melaksanakan peknik disebuah permandian dengan

    menggunakan ketinting. Hari pertama mereka peknik menyewa ketinmting dengan harga

    sewanya Rp. 50.000,-. Untuk penambahan hari berikutnya dikenakan sewa seharga Rp.

    40.000,- per hari. Jika hasil patungan siswa siswi kelas X SMAN 1 Wakorsel tersebut untuk

    sewa ketinting selama peknik Rp. 450.000,-. Berapa harikah mereka paling banyak menyewa

    ketinting untuk peknik tersebut ?

    3. Harga 2 buah mangga dan 3 buah jeruk adalah Rp. 6000, kemudian apabila membeli 5 buah

    mangga dan 4 buah jeruk adalah Rp11.500,-

    Berapa jumlah uang yang harus dibayar apabila kita akan membeli 4 buah mangga dan 5 .

    buah jeruk ?

    4. Harga 8 buah buku tulis dan 6 buah pensil Rp. 14.400,- dan harga 6 buah buku tulis dan 5

    buah pensil adalah Rp. 11.200,-. Berapa harga 5 buah buku tulis dan 8 buah pensil.

  • 5. Kelompok nelanyan kecamatan Pasikolaga mendapatkan bantuan budidaya rumput laut,

    untuk dikembangkan (disemaikan). karena tempat persemaian yang terbatas, kelompok

    nelayan ini membudidayakan rumput laut dalam dua tahap seperti yang terlihat pada tabel

    berikut dibawah ini :

    Tempat Banyak Bibit Pada Tahap

    Budidaya I II

    1 100 100

    2 50 75

    Total Biaya Rp. 400.000,- Rp. 500.000,-

    Jika biaya pada masing-masing tahap tetap, berapakah total biaya yang dibutuhkan jika tempat

    persemaian tahap pertama 120 bibit dan persemaian tahap kedua 150 bibit !

    -----------------------------------Selamat Bekerja -----------------

  • Lampiran 3

    PEDOMAN PENSKORAN SOAL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

    Kemampuan yang Diukur Siswa Terhadap Soal Skor

    Tidak menjawab soal 0

    membuat model matematika, memilih dan

    menerapkan strategi untuk menyelesaikan model

    atau masalah matematika sebagian besar salah,

    dan menjelaskan atau hasil tidak sesuai

    permasalahan asal.

    2

    membuat model,

    menyelesaikan dan

    menjelaskan sesuai dengan

    permasalahan asal.

    membuat model matematika benar, memilih dan

    menerapkan strategi untuk menyelesaikan model

    atau masalah matematika salah, dan menjelaskan

    atau hasil tidak sesuai permasalahan asal.

    4

    membuat model matematika benar, memilih dan

    menerapkan strategi untuk menyelesaikan model

    atau masalah matematika Kurang lengkap, dan

    menjelaskan atau hasil tidak sesuai permasalahan

    asal.

    6

    membuat model matematika benar, memilih dan

    menerapkan strategi untuk menyelesaikan model

    atau masalah matematika benar, dan menjelaskan

    atau hasil tidak sesuai permasalahan asal.

    8

    membuat model matematika benar, memilih dan

    menerapkan strategi untuk menyelesaikan model

    atau masalah matematika benar, dan menjelaskan

    atau hasil sesuai permasalahan asal.

    10

    Skor maksimal 10

  • Lampiran 4

    KUNCI JAWABAN SOAL UJI COBA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

    MATEMATIKA

    1. misalkan: kandang bentuk persegi adalah x dan kandang bentuk persegi panjang adalah y,

    maka persamaan diatas adalah

    2x + 2y = 30

    4x + 8y = 80

    ditanyakan x dan y ? (4)

    dicari dalam bentuk eliminasi

    2x + 2y = 30 | x 2 | 4x + 4y = 60

    4x + 8y = 80 | x 1 | 4x + 8y = 80

    -4y= -20

    y= -20

    -4

    y= 5

    y=5 pada persamaan 2x + 2y = 30 (4)

    2x + 2(5) = 30

    2x + 10 = 30

    2x = 30 -10

    x= 20

    2

    x= 10

    sehingga banyak kandang bentuk persegi yang dibutuhkan adalah 10 dan kandang bentuk

    persegi panjang adalah 5. (2)

    2. Sewa hari pertama Rp. 50.000,-

    Sewa hari kedua dan seterusnya Rp. 40.000,/hari

    Jadi, sewa untuk x hari adalah 50.000,- + 40.000x (4)

    Jika, harga sewa adalah Rp. 450.000,-, maka :

    450.000 = 50.000 + 40.000x

    40.000x = 450.000 50.000 (4)

    x = 400.000

    40.000

    x = 10 hari (2)

    3. Misal: harga 1 buah mangga adalah x dan harga 1 buah jeruk adalah y

    Maka model matematika soal tersebut di atas adalah :

    2x + 3 y = 6000

    5x + 4 y = 11500 (4)

  • Ditanya 4 x + 5 y = ?

    Kita eliminasi variable x :

    2x + 3 y = 6000 | x 5 | = 10x + 15 y = 30.000

    5x + 4 y = 11500 | x 2 | = 10x + 8 y = 23.000 -

    7y = 7000

    y = 1000

    y = 1000 masukkan ke dalam suatu persamaan : 2x + 3 y = 6000

    2x + 3 . 1000 = 6000

    2x + 3000 = 6000

    2x = 6000 3000

    2x = 3000

    x = 1.500 (4)

    didapatkan x = 1500 (harga sebuah mangga) dan y = 1000 (harga sebuah jeruk)

    sehingga uang yang harus dibayar untuk membeli 4 buah mangga dan 5 buah jeruk

    adalah 4 x + 5 y = 4. 1500 + 5. 1000

    = 6000 + 5000 = Rp. 11.000,- (2)

    4. Misalkan harga 1 buah buku tulis adalah x dan harga 1 pinsil adalah y

    Maka model matematika soal tersebut adalah

    8x + 6y = 14.400

    6x + 5y = 11.200 (4)

    Ditanyakan, 5x + 8y =

    Kita eliminasi variable x

    8x + 6y = 14.400 | x 6 | = 48x + 36y = 86.400

    6x + 5y = 11.200 | x 8 | = 48x + 40y = 89.600

    -4y = -3200

    y = -3200

    -4

    y= 800

    y= 800 pada persamaan 8x + 6y = 14.400

    8x + 6(800) = 14.400

    8x + 4800 = 14.400

    8x = 14.400 4800

    8x = 9600

    x= 9600

    8

    x= 1200 (4)

    Harga 1 buah buku tulis adalah Rp. 1200,- dan harga 1 pensil adalah Rp. 800,-

    Maka harga 5 buah buku tulis dan 8 buah pensil adalah

    5x + 8y = ?

    5(1200) + 8(800) =

  • 6000 + 6400 = Rp. 12.400,- (2)

    5. misalkan : biaya 1 kg bibit rumput laut pada tempat pertama adalah x dan biaya 1 kg

    bibit rumput laut tempat kedua adalah y

    maka bentuk SPLDV adalah ;

    100x + 50y = 400.000 (4)

    100x + 75y = 500.000

    atau

    20x + 10y = 80.000

    20x + 15y = 100.000

    -5y = -20.000

    y = -20.000

    -5

    y = 4000

    y = 4000 pada persamaan 20x + 10y = 80.000

    20x + 10(4000) = 80.000

    20x + 40.000 = 80.000

    20x = 80.000 - 40.000

    x = 40.000

    20

    x = 2000 (4)

    jadi biaya perbibit rumput laut pada tempat pertama adalah Rp.2000 dan biaya perbibit

    pada tempat dua adalah Rp. 4000.

    Sehingga dengan demikian, total biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan bibit

    rumput laut 120 bibit pada termpat pertama dan 150 bibit pada tempat kedua adalah;

    120 (2000) + 150 (4000) =

    240.000 + 600.000 = Rp. 840.000,- (2)