Web viewStatus ekonomi individu pada masa lalu dan ... Dengan demikian orang yang mengkonsumsi...
Transcript of Web viewStatus ekonomi individu pada masa lalu dan ... Dengan demikian orang yang mengkonsumsi...
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
EPIDEMIOLOGI DAN SURVEILANS GIZI
Obesitas Lansia
Oleh:
Kelompok
1. Sabilla Emilda (101011039)
2. Faradiba Hikmarida (101011046)
3. Chaerul Reza (101011101)
4. Nadya Laksmi Leozita (101011225)
5. Irma Dwi Suryani (101011237)
6. Putri Al Fatih Artha H. (101011246)
7. Risyad Indra (101011254)
8. Romi Darmawan (101011265)
9. Teguh Kusnur E. P. (100911167)
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
IKMA 2010
2013
1
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
A. Deskripsi
Obesitas merupakan keadaan patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang
berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh (Mayer, 1973 dalam Pudjiaji,
1990). Obesitas dilihat dari segi kesehatan merupakan salah satu penyakit masalah gizi,
sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi kebutuhannya. Perbandingan
normal antara tubuh dengan berat badan adalah sekitar 12-35% pada wanita dan 18-23%
pada pria. Apabila seseorang mengalami gizi lebih, maka dapat menyebabkan penyakit
degenerative, seperti Diabetes Mellitus (DM), Penyakit Jantung Koroner (PJK), dan
Hipertensi.
Perubahan komposisi tubuh yang terjadi pada lansia, dimana mengalami kenaikan
lemak tubuh dan menurunnya jaringan otot seiring peningkatan usia memberikan
kontribusi terjadinya obesitas. Pada lansia yang obesitas, penurunan berat badan dapat
menurunkan kesakitan karena arthritis, diabetes, dan menurunkan penyakit kardiovaskular
dan meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan aktivitas fisik pada lansia dapat
memperbaiki kekuatan otot dan kesehatan lansia secara keseluruhan (Darmojo, 2009).
Mendeskripsikan masalah obesitas pada lansia berdasarkan pemeriksaan antropometri,
dietetik, biokimia, dan klinis dengan melihat sensitivitas dan spesifisitas.
1. Pemeriksaan Antropometri
a. IMT
spesifik : penentuan obesitas melalui IMT pada lansia dianggap kurang tepat. Hal
ini dapat kita lihat apabila seseorang telah memasuki masa lanjut usia. Seiring
bertambahnya usia, lansia biasanya mengalami perubahan bentuk dan ukuran
tubuh. Pada kondisi demikian, hasil pengukuran IMT dianggap tidak akurat lagi
untuk menentukan tingkat obesitas pada lansia, karena IMT tidak bisa
mencerminkan distribusi timbunan lemak dalam tubuh atau dapat dikatakan tidak
spesifik.
Sensitif : Penentuan obesitas dengan menggunakan IMT dapat dikatakan sensitif,
karena IMT akan berubah mengikuti perubahan berat badan. IMT akan meningkat
apabila berat badan bertambah begitu pula sebaliknya.
b. rasio lingkar pinggang-lingkar panggul (waist-hip ratio = WHR)
spesifik : untuk memperkirakan distribusi lemak tubuh seperti yang dianjurkan
oleh WHO Expert Comittee in Antropometry. Terutama untuk mengukur
timbunan lemak yang ada di rongga perut yang terlihat dari dari meningkatnya
lingkar pinggang.
2
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
Sensitif : WHR merefleksikan suatu kegemukan abdominal atau viceral atau
yang dikenal juga sebagai obesitas sentral (Purba, 2004). Kriteria obesitas
sentral menurut WHO (2000) dalam Gibson (2005) adalah > 1,00 untuk
individu laki-laki dan > 0,85 untuk perempuan. pinggang berukuran lebih dari
90 cm adalah tanda "bahaya" bagi pria. Sedangkan untuk wanita, risiko
meningkat bila lingkar pinggang lebih dari 80 cm. obesitas sentral yaitu
timbunan lemak di rongga perut yang tercermin dari meningkatnya lingkar
pinggang. Ahli gizi Dr Endang Darmoutomo MS SpGK menuturkan, jaringan
lemak tubuh yang merupakan tempat deposit kelebihan kalori, terutama di
bagian dalam rongga perut, dapat mengganggu kerja insulin (resistensi insulin).
Padahal, gangguan lemak darah dan resistensi insulin dapat mengakibatkan
kumpulan gejala yang disebut sindrom metabolik. Ini bisa dikenali dari tanda-
tanda seperti obesitas sentral, hipertensi, dislipidemia dan meningkatnya gula
darah puasa.
2. Pemeriksaan Dietetik
Melihat asupan energi : Pada lansia, kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5
persen pada usia 40 - 49 tahun dan 10 persen pada usia 50 - 59 tahun serta 60 -
69 tahun. Obesitas atau kegemukan terjadi karena konsumsi makanan yang
melebihi kebutuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) perhari. Bila kelebihan ini
terjadi dalam jangka waktu lama dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang
cukup untuk membakar kelebihan energi, lambat laun kelebihan energi tersebut
akan diubah menjadi lemak dan ditimbun sebagai jaringan lemak dibawah kulit
sehingga orang tersebut akan menjadi gemuk
Melihat asupan lemak : Konsumsi lemak jenuh berlebihan akan meningkatkan
kadar kolesterol dalam darah.
Melihat asupan protein : kebutuhan asam amino esensial meningkat pada usia
lanjut. Protein dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pembangun dan pemelihara
sel. Pemeliharaan protein yang baik untuk lansia sangat penting mengingat
sintesis protein didalam tubuh tidak sebaik saat masih muda, dan banyak terjadi
kerusakan sel yang harus segera diganti. Dengan bertambahnya usia, perlu
pemilihan makanan yang kandungan proteinnya bermutu tinggi dan mudah
dicerna.
Melihat asupan cairan : Konsumsi cairan yang tepat sangat penting bagi
kesehatan dan merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi lansia.
3
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
Menurut Miller 2004 lansia mengkonsumsi 1500-2000 ml (6-8 gelas) per hari
diperlukan untuk menjaga hidrasi yang memadai. Minuman seperti kopi, teh
kental, minuman ringan, alkohol, es, mauun sirup bahkan tidak baik untuk
kesehatan dan harus dihindari terutama bagi lansia yang memiliki penyakit-
penyakit tertentu seperti DM, hipertensi, obesitas, dan jantung. Asupan air pada
lansia harus diperhatikan. Hal ini dikarenakan omoreseptor pada lansia kurang
sensitif, sehingga mereka sering kali tidak merasa haus. Selain penurunan rasa
haus, peningkatan jumlah lemak dan penurunan fungsi ginjal untuk memekatkan
urin asupan cairan yang kurang pada lansia dapat menimbulkan masalah
kekurangan cairan pada lansia.
3. Pemeriksaan Klinis
Obesitas ada dua macam yaitu obesitas sentral dan obesitas viscral. Pembagian
tersebut didasarkan pada distrbibusi lemak dalam tubuh. Obesitas sentral merupakan
obesitas bagian atas yaitu lemak dominan menumpuk di trunkal, obesitas ini lebih
sering terjadi pada pria dan lebih berisiko terhadap penyakit. Obesitas viseral adalah
obesitas dengan lemak dominan berada pada tubuh bagian bawah yaitu pada regio
gluteofemoral, obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita.
Ciri-ciri obesitas :
- Wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada
menggembung dengan payudara yang membesar menggandung jaringan lemak,
perut membuncit dan berlipat-lipat, tungkai umumnya berbentuk X dengan
pangkal paha bagian dalam yang saling menempel dan menimbulkan lecet.
B. Distribusi Obesitas pada Lansia
1. Lokasi
Menurut World Health Organization (WHO) 2004, menyatakan bahwa obesitas
telah menjadi masalah dunia. Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi
obesitas tertinggi di dunia, yakni 37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat
(31%). Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di
negara berkembang. The Australian Diabetes, Obesity and Lifestyle Report (2000),
menunjukkan prevalensi overweight dan obesitas meningkat pada kelompok umur 45-
54 tahun (1990 dan 2000). Prevalensi overweight tahun 1990 (14,0%) dan tahun 2000
(21,0%). Sedangkan obesitas tahun 1990 (17,6%) dan tahun 2000 ( 25,2%).
4
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
National Health Survey (2004-2005), pada penduduk Australia menunjukkan data
hasil prevalensi overweight meningkat dari 29,5% menjadi 32,6% dan obesitas dari
11,1% menjadi 16,4% pada kelompok umur 55-64 tahun. Penduduk Australia, ≥ 65
tahun 43% mengalami kegemukan (overweight) dan 25% obesitas. Berdasarkan hasil
survei Kementerian Kesehatan New Zealand (2003), menunjukkan trends peningkatan
prevalensi obesitas dari kelompok umur 45-54 tahun (27,0%), 55-64 tahun (28,0%),
dan 65-75 tahun (45,0%) pada laki-laki. Pada perempuan umur 45-54 tahun (24,0%),
55-64 tahun (31,0%), dan 65-75 tahun (32,0%).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2000), beberapa provinsi di Indonesia
memiliki persentase jumlah lansia (≥60 tahun) yang melebihi angka nasional (7,18%),
seperti di Yogyakarta (12,48%), Jawa Timur (9,3%), Jawa Tengah (9,26%), Bali
(8,77%), Sumatera Barat (8,08%) dan Sulawesi Utara (7,64%). Di Sumatera Utara
(2000), proporsi penduduk lansia mencapai 18,46 % dan di kota Medan (2001),
proporsi penduduk lansia mencapai 21,2%, kemudian meningkat pada tahun 2004
mencapai 24,69 %. Hasil pemantauan masalah gizi lebih pada orang dewasa yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan tahun 1997 menunjukkan, prevalensi obesitas
pada orang dewasa (≥18 tahun) adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita). Prevalensi
obesitas tertinggi terjadi pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%). Pada
kelompok umur 40-49 tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu
masing-masing 24,4% dan 23,0% pada laki-laki, dan 30,4% dan 43,0% pada wanita.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi obesitas
pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah laki-laki 13,9% dan perempuan 23,8%. Dari
survei Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok usia ≥ 60 tahun di kota besar di
Indonesia tahun 2004, 15,6% pria dan 26,1% wanita mengalami obesitas. Sedangkan
menurut penelitian pada usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota
Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara (2005), 19 orang (30,6%) lansia mengalami
obesitas dari 62 responden. Menurut penelitian Juwita (2007), pada lansia di
Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25 orang (20,7%) lansia
mengalami obesitas dari 121 responden.Hasil penelitian Nelvin (2008), pada orang
dewasa (21-60 tahun) dari keluarga miskin di Desa Marindal, 53 orang yang
mengalami obesitas, dengan rincian pada umur 21-30 tahun terdapat 21 orang
(39,62%), umur 31-40 tahun terdapat 18 orang (33,96%), umur 41-50 tahun terdapat
10 orang (18,87%), dan umur 51-60 tahun terdapat 4 orang (7,55%) yang mengalami
obesitas.
5
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
2. Jenis Kelamin
Menurut depkes 1997 prevalensi gizi lebih pada lansia sebesar 20,6%. Menurut
studi yang dilakukan di 13 kota di indonesia menunjukkan bahwa IMT wanita lebih
tinggi dibanding IMT pria. Pada pria lebih sering mengalami obesitas sentral dan
lebih berisiko terhadap penyakit. Obesitas viseral adalah obesitas dengan lemak
dominan berada pada tubuh bagian bawah yaitu pada regio gluteofemoral, obesitas ini
lebih banyak terjadi pada wanita.
3. Sosio-ekonomi
Status ekonomi individu pada masa lalu dan sekarang mempengaruhi individu
dalam memilih makanan. Lansia dengan pendapatan yang rendah akan memikirkan
dan memilih untuk kebutuhan sehari-hari termasuk makan. Bahkan lansia memilih
makan hanya sekali dalam sehari untuk mencukupi kebutuhannya. Menurut Touhy
dan Jett terdapat hubungan kuat antara kekurangan nutrisi dan pendapatan yang
rendah. selain itu Tingkat pendidikan mencerminkan tingkat kecerdasan dan
ketrampilan seseorang. Pendidikan yang memadai mempunyai andil yang besar
terhadap kemajuan ekonomi. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan
berpengaruh terhadap pekerjaan dan pendapatan dan pengetahuan untuk mendapatkan
informasi makanan yang mengandung gizi yang diperlukan dalam tubuh dan untuk
kesehatan.
4. Pola Makan
Konsumsi makanan yang kaya akan lemak jenuh dan rendah serat dapat
meningkatkan resiko obesitas pada lansia.
5. Faktor Internal
Mengalami penurunan fungsi hati, yaitu semakin meningkatnya usia, secara
histologis dan anatomis akan terjadi perubahan akibat atrofi sebagaian besar sel dihati.
Hal ini akan menyebabkan perubahan fungsi hati yaitu kapasitas metabolisme
karbohidrat, pepsi dan lemak mengalami penurunan.
Daftar Pustaka
6
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
http://intisari-online.com/read/buat-lansia-ini-asupan-gizinya
http://dokter-23.blogspot.com/2013/06/definisi-dan-kriteria-obesitas.html
http://tedjho.wordpress.com/2012/09/21/antropometri/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28147/5/Chapter%20I.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126590-S-5633-Aktifitas%20fisik-Literatur.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31021/4/Chapter%20II.pdf
DETERMINAN DAN VARIABEL OBESITAS LANSIA
7
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
1. Determinan Obesitas Lansia
a. Faktor yang menyebabkan obesitas secara langsung.
1) Genetik
Yang dimaksud factor genetik adalah faktor keturunan yang berasal dari orang
tuanya. Pengaruh faktor tersebut sebenarnya belum terlalu jelas sebagai penyebab
kegemukan . Namun demikian, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa factor
genetic merupakan factor penguat terjadinya kegemukan (Purwati, 2001). Menurut
penelitian , anak-anak dari orang tua yang mempunyai berat badan normal ternyata
mempunyai 10 % resiko kegemukan. Bila salah satu orang tuanya menderita
kegemukan , maka peluang itu meningkat menjadi 40 – 50 %. Dan bila kedua orang
tuanya menderita kegemukan maka peluang factor keturunan menjadi 70–80%
(Purwati, 2001).
2) Hormonal
Pada wanita yang telah mengalami menopause, fungsi hormone tiroid didalam
tubuhnya akan menurun. Oleh karena itu kemampuan untuk menggunakan energi
akan berkurang. Terlebih lagi pada usia ini juga terjadi penurunan metabolisme basal
tubuh, sehingga mempunyai kecenderungan untuk meningkat berat badannya
(Wirakusumah, 1997). Selain hormon tiroid hormone insulin juga dapat menyebabkan
kegemukan. Hal ini dikarenakan hormone insulin mempunyai peranan dalam
menyalurkan energi kedalam sel-sel tubuh. Orang yang mengalami peningkatan
8
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
hormone insulin, maka timbunan lemak didalam tubuhnyapun akan meningkat.
Hormon lainnya yang berpengaruh adalah hormone leptin yang dihasilkan oleh
kelenjar pituitary, sebab hormone ini berfungsi sebagai pengatur metabolisme dan
nafsu makan serta fungsi hipotalmus yang abnormal, yang menyebabkan hiperfagia
(Purwati, 2001).
3) Obat-obatan
Saat ini sudah terdapat beberapa obat yang dapat merangsang pusat lapar
didalam tubuh. Dengan demikian orang yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut,
nafsu makannya akan meningkat, apalagi jika dikonsumsi dalam waktu yang relative
lama, seperti dalam keadaan penyembuhan suatu penyakit, maka hal ini akan memicu
terjadinya kegemukan (Purwati, 2001).
4) Asupan makanan
Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi seseorang.
Asupan Energi yang berlebih secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan,
berat badan lebih (over weight), dan obesitas. Makanan dengan kepadatan Energi
yang tinggi (banyak mengandung lemak dan gula yang ditambahkan dan kurang
mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang
positip ini (Gibney, 2009) Perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin terjadi jika
terdapat kelebihan makanan dalam tubuh, terutama bahan makanan sumber energi.
Dan kelebihan makanan itu sering tidak disadari oleh penderita obesitas (Moehyi,
1997).
Ada tiga hal yang mempengaruhi asupan makan, yaitu:
a) kebiasaan makan, pengetahuan, dan ketersediaan makanan dalam keluarga.
Kebiasaan makan berkaitan dengan makanan menurut tradisi setempat, meliputi
hal-hal bagaimana makanan diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan,
siapa yang memakan, dan seberapa banyak yang dimakan.
b) Ketersediaan pangan juga mempengaruhi asupan makan, semakin baik
ketersediaan pangan suatu keluarga, memungkinkan terpenuhinya seluruh
kebutuhan zat gizi (Soekirman, 2000).
c) Pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumberdaya masyarakat mempengaruhi
ketersediaan pangan. Sedangkan kedua hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan dan kemiskinan.
9
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifitas, berat badan, tinggi
badan, genetic, dan keadaan hamil dan menyusui Kebutuhan energi total untuk orang
dewasa diperlukan untuk metabolisme basal, aktivitas fisik, dan efek makanan atau
pengaruh dinamik khusus (SDA). Kebutuhan energi terbesar diperlukan untuk
metabolisme basal (Almatsier, 2005). Metabolisme basal pada usia senja akan
semakin menurun. Pada lansia, kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5 persen pada
usia 40 - 49 tahun dan 10 persen pada usia 50 - 59 tahun serta 60 - 69 tahun. Obesitas
atau kegemukan terjadi karena konsumsi makanan yang melebihi kebutuhan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) perhari. Bila kelebihan ini terjadi dalam jangka waktu lama
dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang cukup untuk membakar kelebihan energi,
lambat laun kelebihan energi tersebut akan diubah menjadi lemak dan ditimbun
sebagai jaringan lemak dibawah kulit sehingga orang tersebut akan menjadi gemuk.
5) Aktivitas Fisik
Obesitas juga dapat terjadi bukan hanya karena makan yang berlebihan, tetapi
juga dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi. Pada
lansia aktivitas fisik cenderung berkurang sehingga jika lansia tetap mengkonsumsi
makanan yang melebihi AKG tetapi tidak di imbangi dengan aktivitas fisik maka dapat
menyebabkan terjadinya obesitas.
b. Faktor yang menyebabkan obesitas secara tidak langsung
1) Pengetahuan gizi.
Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan pangan
dengan baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang cukup. Pada lansia selain
pengetahuan gizi dari lansia itu sendiri juga dipengaruhi pengetahuan keluarga lansia
terhadap gizi. Pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikannya.Tingkat pendidikan ,
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki sangat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seseorang akan lebih banyak
memperoleh informasi dalam menentukan pola makan bagi dirinya maupun
keluarganya .
2) Pengaturan Makan
Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat gizi tenaga,
zat pembangun , dan zat pengatur yang dikonsumsi seseorang dalam waktu satu hari
sesuai dengan kecukupan tubuhnya (Departemen Kesehatan RI, 1996) Makanan
sumber karbohidrat kompleks merupakan sumber energi utama. Bahan makanan
sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras, jagung, gandum), umbi-
10
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
umbian (singkong ubi jalar dan kentang), dan bahan makanan lain yang mengandung
banyak karbohidrat seperti pisang dan sagu. Gula tidak mengenyangkan tetapi
cenderung dikonsumsi berlebih, konsumsi gula berlebihan menyebabkan kegemukan.
Oleh karena itu konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan
energi atau 3-4 sendok makan setiap harinya. Konsumsi zat tenaga yang melebihi
kecukupan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan, bila keadaan ini berlanjut
akan menyebabkan obesitas yang biasanya disertai dengan gangguan kesehatan
lainnya. Obesitas dapat terjadi jika konsumsi makanan dalam tubuh melebihi
kebutuhan, dan penggunaan energi yang rendah. pada lansia aktifitas fisik cenderung
menurun sehingga konsumsi makanan yang melebihi kebutuhan akan dapat
menyebabkan obesitas
2. Variabel determinan
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Status gizi Dilihat dari
perbandingan
berat badan (kg)
dengan tinggi
badan (m2)
Health
scale dan
microtoa
IMT
< 18.50 : kurus
18.50-22.99 : normal
23.00-27.49 : overweight
>= 27.50 : obese
Ordinal
rasio lingkar
pinggang-
lingkar panggul
(waist-hip ratio
= WHR)
Pita ukur Kriteria obesitas :
WHR > 1,00 untuk individu
laki-laki dan > 0,85
perempuan
Ordinal
2. Asupan
makanan
banyaknya
makanan yang
dikonsumsi
seseorang.
Kuesioner
food
recall
AKG untuk lansia:
< AKG
= AKG
>AKG
Ordinal
3. Kebiasaan
makan
Jenis makanan
yang biasa
dikonsumsi
Food
frequency
Harian, mingguan, bulanan,
tahunan
Nominal
4. Aktivitas Aktivitas fisik Kuesioner Aktivitas fisik: Ordinal
11
Agent :Asupan kalori berlebihan( dari kh, lemak),kurang aktifitas fisik Host : nafsu makan tinggi, Reaksi psikologis terhadap Makanan, kelainan Hereditas Environment : Fisik, sosial, ekonomi.
Interaksi antara Host, Agent, Environment Kelebihan kalori
PrepatogenesisPatogenesis
Host Agent
Environment
mati
Adanya penyakit degeneratif
Berat Badan sangat besar tidak bisa bergerak
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
fisik adalah setiap
gerakan tubuh
yang dihasilkan
oleh otot rangka
yang
memerlukan
pengeluaran
energi
- Ringan
- Sedang
- berat
5. Pengetahuan
gizi
Tingkat
pengetahuan
terhadap
masalah gizi
kuesioner Baik : > 80%
Sedang : 60% - 80%
Kurang : < 60%
Ordinal
6. Konsumsi
obat-obatan
Mengkonsumsi
obat-obatan
yang dapat
merangsang rasa
lapar
kuesioner Ya
Tidak
Nominal
Sumber :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/120/jtptunimus-gdl-wahyusarig-5984-2-babii.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301303-S42017-Oktariyani.pdf
RIWAYAT ALAMIAH OBESITAS LANSIA
12
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
Gambar Riwayat Alamiah Terjadinya Obesitas pada Lansia
1. Pengertian
Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit tanpa campur tangan medis atau
bentuk intervensi lainnya sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural atau Adanya
respon dari host terhadap stimulus dari interaksi agent dan environment.
2. Tahap Riwayat Alamiah Penyakit Pada Obesita Lansia
a. Tahap Prepatogenesis
1) Host : nafsu makan yang tinggi, reaksi psikologis terhadap makanan, kelainan
Hereditas.
2) Agent : Asupan kalori yang berlebihan (dari karbohidrat dan lemak) dan kurang
aktifitas fisik.
3) Environment :
- Fisik : iklim, musim – produksi makanan berlimpah
- Ekonomi : kemampuan beli makanan cukup atau lebih
- Sosial : kontrol keluarga terhadap pola makan dan aktifitas fisik.
Interaksi awal antara Host, Agent, dan Environment menghasilkan stimulus berupa
kelebihan berat badan.
b. Tahap Patogenesis
Fase Subklinis
Interaksi lanjutan antara stimulus dengan host menghasilkan respon berupa :
13
Kelompok 7 – Obesitas Lansia
1) Akumulasi lemak jaringan
2) Meningkatnya berat badan melebihi standar. Pemeriksaan berat badan dapat
dilakukan dengan mengkur BMI (Body Mass Index). BMI yang masuk kategori
overweight yaitu >= 23,00-24,9 kg/m2.
3) Distribusi lemak secara menyeluruh pada tubuh.
Pada fase ini masih dalam clinical inapperent (belum tampak tanda-tanda klinis).
Pada gambar riwayat alamiah obesitas pada lansia fase subklinis berada dibawah
garis merah putus-putus.
Fase Klinis
Bila reaksi antara stimulus dan host terus berlanjut dan telah melibatkan system
organ maka akan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda klinis. Tahapan pada fase
klinis yaitu:
1) Tidak sakit-tidak sehat
Pada tahap ini berada pada kategori pre-obese dan obese I dengan BMI >=
25,0-29,9 kg/m2. Pada kategori pre-obese dan obese I resiko morbiditas
meningkat. Pada tahap ini dapat ditemui sindroma Met’S yaitu abdomial
obesitas (lingkar pinggang laki-laki >90cm, wanita >80cm), glukosa darah
>100mg/dl, trigliserida >150mg/dl, tekanan darah 130/85mmHg, kolesterol
HDL pada laki-laki <40mg/dl dan wanita <50mg/dl. Bila ada 3 dari 5 sindroma
Met’S disebut The Met’S.
2) Sakit
Pada tahap ini sudah memasuki kategori obesitas II dengan BMI >= 30,0
kg/m2. Pada tahap ini sudah memasuki tahap berbahaya karena umumnya
sudah ditemui adanya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner,
diabetes melitus, stroke, osteoartritis dan lain sebagainya.
3) Akhir perjalanan obesitas lansia
Akhir dari perjalanan obesitas pada lansia dapat berupa:
- Sembuh lansia dapat mengontrol berat badannya dan menjalani hidup
sehat (olahraga rutin dan mengkonsumsi makanan yang rendah lemak-
karbohidrat) sehingga dapat normal kembali.
- Cacat berat badan yang terus meningkat dapat menyebabkan kecacatan
pada lansia. Kecacatan dapat berupa kesulitan untuk bergerak.
- Mati karena terkena penyakit degeneratif sehingga dapat menimbulkan
kematian.
14