IKM-ISK

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatuinfeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran kemih manusia. Saluran kemi merupakan organ-organ yang bekerja untuk mengumpul dan menyimpan urin serta orga yang mengeluarkan urin dari tubuh, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih dan uretr National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC), ISK merupakan penyakit infeksi kedua tersering setelah infeksi saluran pernafasan da 8, juta kasus dilaporkan per tahun. ISK dapat menyerang pasien dari segala usia baru lahir hingga orang tua. !ada umumnya "anita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria. #amu pada masa neonatus ISK lebih banyak terjadi pada bayi laki ($,%&) ya sirkumsisi daripada bayi perempuan (',%&). engan bertambahnya usia, insiden ISK yaitu pada masa sekolah ISK pada anak perempuan &, sedangkan anak laki-laki , Insiden ISK ini pada remaja anak perempuan meningkat , sampai *,8& (!urnomo, $ 1.2 Identifikasi Masalah Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK). Dimana penyakit ini banyak di derita o anak-anak hingga orang lanjut usia. 1.3 Tujuan Pada makalah ini akan dibahas tentang penyakit infeksi saluran kemih terutama mengenai diagnostik kliniknya. 1

description

isk

Transcript of IKM-ISK

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangInfeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran kemih manusia. Saluran kemih manusia merupakan organ-organ yang bekerja untuk mengumpul dan menyimpan urin serta organ yang mengeluarkan urin dari tubuh, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC), ISK merupakan penyakit infeksi kedua tersering setelah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3 juta kasus dilaporkan per tahun. ISK dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria. Namun, pada masa neonatus ISK lebih banyak terjadi pada bayi laki (2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia, insiden ISK terbalik yaitu pada masa sekolah ISK pada anak perempuan 3%, sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK ini pada remaja anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8% (Purnomo, 2009).

1.2 Identifikasi Masalah Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah Infeksi Saluran Kemih (ISK). Dimana penyakit ini banyak di derita oleh anak-anak hingga orang lanjut usia.1.3 TujuanPada makalah ini akan dibahas tentang penyakit infeksi saluran kemih terutama mengenai diagnostik kliniknya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH2.1.1 DefinisiInfeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. (Sukandar, E., 2004)2.1.2 KlasifikasiInfeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita, pielonefritis non komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens, uretritis dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik. (Sukandar, E., 2004)Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK complicated lebih sukar diobati.2.1.3 EpidemiologiISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi. (Sukandar, E., 2004)2.1.4 EtiologiPada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab.Bakteri infeksi saluran kemih dapat disebabkan oleh bakteri-bakteri di bawah ini: a. Enterobacteriaceae Adalah kuman yang hidup diusus besar manusia dan hewan, tanah, air dan dapat pula ditemukan pada komposisi material. Sebagian kuman enterik ini tidak menimbulkan penyakit pada host (tuan rumah) bila kuman tetap berada di dalarn usus besar, tetapi pada keadaan-keadaan dimana terjadi perubahan pada host atau bila ada kesempatan memasuki bagian tubuh yang lain, banyak diantara kuman ini mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia. Organisme-organisme di dalam famili ini pada kenyataannya mempunyai peranan penting di dalam infeksi nosokomial misalnya sebagai penyebab infeksi saluran kemih, infeksi pada luka, dan infeksi lainnya. Kuman berikut merupakan dari golongan enterobacteriaceae yang sering menyebabkan ISK : Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Enterobacter aerogenes, Proteus mirabilisb. Pseudomonas aeruginosa Kuman ini sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia organisme ini dapat merupakan penyebab 10-20% infeksi nosokomial. Sering diisolasi dari penderita yang neoplastik, luka dan luka bakar yang berrat. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran pemapasan bagian bawah, saluran kemih, mata dan lain-lainnya.c. Acinetobacter Acinetobacter calroaceticus adalah spesies bakteri gram-negatif aerob yang tersebar luas ditanah dan air dan kadang-kadang dapat dibiakkan dari kulit, selaput mukosa dan sekresi.d. Enterococcus Terdapat sedikitnya 12 spesies enterococcus. Enterococcus faecalis merupakan yang paling sering dan menyebabkan 85-90% infeksi enterococcus. Enterococcus adalah yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial, terutama pada unit perawatan intensif, dan hanya pada pengobatan dengan sefalosporin dan antibiotika lainnya dimana mereka bersifat resisten. Enterococcus ditularkan dari satu pasien ke pasien lainnya terutama melalui tangan perawat kesehatan yang beberapa diantara mereka mungkin pembawa enterokokus pencernaannya. Enterococcus kadang-kadang ditularkan melalui melalui alat-alat kedokteran. Pada pasien tempat yang paling sering terkena infeksi adalah saluran kemih, luka tusuk dan saluran empedu dan darah.e. Staphylococcus saprophyticus Staphylococcus ssecara khas tidak berpigmen, resisten terhadap novobiosin, dan nonhemolitik ; bakteri ini menyebabkan infeksi saluran kemih pada wanita muda. Spesies yang menyebabkan infeksi saluran kemih adalah Staphylococcus saprophyticus.2.1.5. Pathogenesis Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).a. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).b. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).c. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti -hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% -hemolisin terikat pada kromosom danberhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004). Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)d. Peranan Faktor Tuan Rumah (host) Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004) Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar, E., 2004)2.1.6 Faktor ResikoFaktor resiko yang berpengaruh terhadap infeksi saluran kemih:-Panjang urethra. Wanita mempunyai urethra yang lebih pendek dibandingkan pria sehingga lebih mudah terkena infeksi saluran kemih.-Faktor usia. Orang tua lebih mudah terkena dibanndingkan dengan usia yang lebih muda.-Wanita hamil lebih mudah terkena penyakit ini karena penaruh hormonal ketika kehamilan yang menyebabkan perubahan pada fungsi ginjal dibandingkan sebelum kehamilan.-Faktor hormonal seperti menopause. Wanita pada masa menopause lebih rentan terkena karena selaput mukosa yang tergantung pada esterogen yang dapat berfungsi sebagai pelindung.-Gangguan pada anatomi dan fisiologis urin. Sifat urin yang asam dapat menjadi antibakteri alami tetapi apabila terjadi gangguan dapat menyebabkan menurunnya pertahanan terhadap kontaminasi bakteri.-Penderita diabetes, orang yang menderita cedera korda spinalis, atau menggunakan kateter dapat mengalami peningkatan resiko infeksi.

2.1.7 Patofisiologi ISKInfeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending), hematogen, limfogen, dan eksogen ( akibat pemakaian kateter). Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.

Secara asending yaitu: Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain: faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal. Secara hematogen yaitu:Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.

Gambar 5. Patofisiologi Infeksi Saluran KemihPada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya: Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif. Mobilitas menurun Nutrisi yang sering kurang baik Sistem imunitas yang menurun Adanya hambatan pada saluran urin Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke seluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menGakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefrosis. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.2.1.8 Presentasi klinis ISKSetiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakukan investigasi faktor predisposisi atau pencetus.a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria.c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin 6 minggu mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)2.1.9 Pemeriksaan penunjang diagnosis ISKAnalisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)Pemeriksaan laboratorium1. Urinalisisa. LeukosuriaLeukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.

b. HematuriaDipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.2. Bakteriologisa. MikroskopisDapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi.b. Biakan bakteriDimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996: Wanita, simtomatik>102 organisme coliform/ml urin plus piuria, atau> 105 organisme pathogen apapun/ml urin, atauAdanya pertumbuhan organisme patogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik Laki-laki, simtomatik>103 organisme patogen/ml urin Pasien asimtomatik> 105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan. 3. Tes kimiawiYang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37 C. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui. 2.1.9 Manajemen ISK2.1.9.1 Infeksi saluran kemih bawahPrinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin: Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekositoria.Reinfeksi berulang (frequent re-infection) Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko. Tanpa faktor predisposisi- Asupan cairan banyak- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg)- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 103-105 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004)2.1.9.2 infeksi saluran kemih bagian bawahPielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut:- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.- Pasien sakit berat atau debilitasi.- Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.- Diperlukan invesstigasi lanjutan.- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).2.1.10. PencegahanData epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan. (Sukandar, E., 2004)2.2. Uji Sensitiviatas Antibiotika (Antibiotic Sensitivity Test)Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik / bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba Universitas Sumatera Utara penyebab infeksi pada manusia (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).Tes uji kepekaan antibiotika merupakan suatu metode untuk menentukan kerentanan suatu orgamisme terhadap terapi antibiotika yang diberikan. Apabila organism infeksius telah dikenali, ia dikultur dan diuji terhadap beberapa jenis obat antibiotic (tergantung jenis mikroba sama ada gram positif atau gram negative). Sekiranya pertumbuhan mikroba dihambat oleh aksi obat tersebut, ia dilaporkan sebagai sensitive/peka terhadap antibiotic tersebut. Jika pertumbuhan mikroba tidak dihambat oleh antibiotik, dikatakan sebagai resisten terhadap obat tersebut. (The Free Dictionary by Farlex)Identifikasi suatu mikroba selalu dikerjakan bersamaan dengan tes AST. Ini dapat memberi gambaran jenis mikroba yang telah dikultur sekaligus mengenali jenis antibiotika yang harus dipertimbangkan. Kepekaan suatu isolasi terhadap antibiotic tertentu diukur dengan mencapai Minimim Inhibitory Concentration (MIC) atau breakpoint. Ini merupakan konsentrasi minimal/terendah (diuji di double dilutions) antibiotika dimana isolate tidak dapat memberikan pertumbahan yang tampak setelah inkubasi (Rapidmicrobiology).Penetapan kerentanan patogen terhadap antimikroba penting untuk menyelidik antibiotik yang sesuai untuk mengobati penyakit. Tidak ada gunanya menggunakan antibiotik yang tidak efektif untuk menlawan mikroorganisme penyebab penyakit. Ada beberapa prosedur berbeda yang digunakan oleh ahli mikrobiologi klinis untuk menentukan sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik, antara lain metode Cakran KIRBY-BAUER dan Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) atau Minimum inhibitory concentration (MIC) (Harmita dan Radji, M., 2008).Cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan organisme terhadap mikroorganisme terhadap antibiotik adalah degan mengokulasi pelat agar dengan biakan dan membiarkan antibiotik berdifusi ke media agar. Cakram yang telah mengandungi antibiotik diletakakkan di permukaan pelat agar yang mengandung mikroorganisme yang ingin diuji. Konsentrasi sebanding dengan luas bidang difusi. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram, antibiotik berdifusi sampai pada titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih atau bersih yang mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur dengan penggaris dan hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram (Harmita dan Radji, M., 2008).2.2.1. Metode Cakram KIRBY-BAUERMetode difusi agar telah digunakan secara luas dengan menggunakan cakram kertas saring yang tersedia secara komersial, kemasan yang menujukkan konsentrasi antibiotik tertentu juga tersedia. Efektivitas relatif antibiotik yang berbeda menjadi dasar bagi spektrum sensitivitas suatu organisme. Informasi ini, bersama dengan berbagai pertimbangan farmakologi, digunakan dalam memilih antibiotik untuk pengobatan (Harmita dan Radji, M., 2008).Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas media biakan, kecepatan difusi antibiotik, dan interaksi antibiotik dengan media. Selain itu, zat yang ditemukan mempunyai efek samping signifikan tidak bolah digunakan untuk terapi karena zat ini mungkin juga mempunyai efek samping signifikan pada sistem yang diobati (Harmita dan Radji, M., 2008).Metode cakram mewakili prosedur sederhana untuk menyelidik zat dalam menentukan apakah zat tersebut signifikan dan mempunyai aktivitas antibiotik yang berguna (Harmita dan Radji, M., 2008).2.2.2. Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM)Konsentrasi hambatan minimum (KHM) adalah konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan organisme tertentu. Prosedur ini digunakan untuk menentukan konsentrasi antibiotik yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan patogen dan mengindikasikan dosis antibiotik yang efektif untuk mengontrol infeksi pada pasien. Inokulum mikroorganisme yang telah distandarisasi ditambahkan ke dalam tabung yang mengandung seri enceran suatu antibiotika, dan pertumbuhan mikroorganisme akan termonitor dengan perubahan kekeruhan. Dengan cara ini, KHM antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme in vitro dapat ditentukan (Harmita dan Radji, M., 2008).2.2.3. Kepekaan Kuman Terhadap AntibiotikRumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik paling banyak ditemukan. Di negara yang sudah maju 13 37 % dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal ataupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30 80 % penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik. (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap antibiotika. Faktor yang penting adalah faktor penggunaan antibiotika dan pengendalian infeksi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika secara bijaksana merupakan hal yang sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut ke masyarakat (Hadi, 2006). Data yang akurat berkenaan dengan kuantitas penggunaan antibiotika sangat diperlukan. Data-data tersebut akan lebih bernilai jika dikumpulkan, dianalisis, serta disajikan dengan suatu sistem atau metode yang terstandar (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007). Resisitensi antibiotik dapat berlaku secara natural terhadap sesuatu mikroba/ kombinasi obat, atau resisten yang didapat (acquired resistance), dimana penyalahgunaan antimikroba disebabkan populasi yang terexpose kepada lingkungan dengan mikroba yang resisten secara genetik (mutasi spontaneous atau DNA transfer dari sel lain yang resisten). Mikroba tersebut dapat tumbuh dan menyebar (Rapidmicrobiology).Setiap wilayah perlu mengembangkan suatu kebijakan penggunaan antibiotika sesuai prevalensi resistensi setempat. Situasi penggunaan antibiotika memang harus dievaluasi dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan hasil monitoring kepekaan kuman yang mutakhir serta masukan yang dapat diberikan oleh klinikus (Nelwan, 2006). Diketahuinya pola kepekaan kuman juga sangat bermanfaat untuk menetapkan kebijakan perputaran penggunaan antibiotika (antibiotics cycling) sebagai salah satu upaya meminimalkan kejadian resistensi. Perubahan penggunaan antibiotika untuk pengobatan suatu infeksi sangat mungkin dan bahkan harus dilakukan dengan catatan dilakukan atas dasar pertimbangan pola kepekaan setempat. Dengan demikian terapi antibiotika diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).2.2 HL. BLUMKonsep hidup sehat HL Blum sampai saat ini masih relevan untuk diterapkan. Kondisi sehat secara holistik secara fisik melainkan juga spiritual dan sosial dalam masyarakat. Untuk menciptakan kondisi sehat seperti ini diperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan tubuh. HL. Blum menjelaskan ada 4 faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

Teori klasik yang dikembangkan oleh HL.Blum 1974 mengatakan bahwa adanya 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat, antara lain :a. Lingkunganb. Perilakuc. Pelayanan kesehatand. Keturunan / herediterKe empat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Diantara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi disusul dengan faktor lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.1. Faktor lingkungan Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya suatu kesehatan yang optimal pula. Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungana hidup manusia agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup di dalamnya.2. Faktor perilaku Faktor perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia sehat 2014. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Masyarakat yang sadar akan kesehatan akan menumbuhkan opitimisme kemajuan bangsa ini, dikarenakan tingkat produktivitasnya diharapkan akan membaik.3. Faktor pelayanan kesehatanSistem pelayanan kesehatan masyarakat mencakup pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat. Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub sistem pelayanan kesehatan, yang tujuannya adalah pelayanan preventif dan promotif dengan sasaran masyarakat.4. Faktor keturunan Faktor keturunan merupakan faktor yang telah ada sejak lahir. Nsib suatu bangsa ditentukan oleh nasib generasi mudanya. Oleh sebab itu kita harus meningkatkan kualitas generasi muda agar mereka mampu berkompetisi dan berkreativitas tinggi dalam membangun bangsanya. Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab dalam masa inilah perkembangan otak anak yang menjadi aset kita di masa mendatang.

BAB IIILAPORAN KASUSI. IDENTITAS PASIENNama : Ny. SUmur : 36 tahunJenis kelamin : PerempuanAlamat : Batu DaweAgama : IslamWaktu Pemeriksaan : 15 Juni 2015II. ANAMNESISRiwayat Penyakit Sekarang : Keluhan Utama : - Deskripsi : OS datang membawa surat rujukan dr. Yoyong C Santosa untuk melakukan pemeriksaan kultur urine dan uji sensitivitas antibiotik di BLKM. Pada saat itu pasien mengeluh nyeri perut bawah, nyeri saat BAK, BAK tidak ada darah, demam (+), pasir (-) dan pasien memeriksakan ke dokter, selanjutnya di lakukan pemeriksaan lebih lanjut di BLKM untuk tindakan selanjutnya.Riwayat Penyakit Dahulu : tidak adaRiwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan OSRiwayat alergi : DisangkalIII. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan umum :Keadaan UmumSakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda Vital

Tensi : 120/80mmHgNadi : 80 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukupFrekuensi Respirasi: 20 x/menitSuhu : 36.5 0C

KepalaBentuk normocepali, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka (-)

MataMata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), edema palpebra (-/-),

Telingasekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

HidungNafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik

MulutSianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-)

Leher

JVP R+2cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)

Jantung :

InspeksiIktus kordis tidak tampak

PalpasiIktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra

PerkusiBatas jantung kanan : ICS V linea sternalis dextraBatas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistraBatas pinggang jantung : ICS III parasternalis sinistra Batas jantung atas : ICS II linea sternalis sinistra

AuskultasiS1S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-)

Pulmo :

InspeksiNormochest, simetris +/+

PalpasiSimetris, pergerakan dada ka = ki, peranjakan dada ka = ki, fremitus raba kanan = kiri

PerkusiSonor / Sonor

Auskultasi

Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan wheezing (-/-), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)

Punggungkifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-),

Abdomen :

InspeksiBentuk datar (+) sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)

AuscultasiPeristaltik (+) normal

PerkusiTimpani, pekak alih (-)

PalpasiSupel, nyeri tekan (+) di supra pubik, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

GenitourinariaUlkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

EkstremitasKuku pucat (-),Akral dingin Odem

__

__

__

__

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUMPEMERIKSAAN KULTUR URIN a. Tahap Pra Analitik Pengambilan spesimen urine dilakukan oleh penderita sendiri (kecuali dalam keadaan yang tidak memungkinkan).Sebelum pengambilan spesimen, penderita harus diberi penjelasan tentang tata cara pengambilan yang benar. Spesimen urine yang ideal adalah urine pancaran tengah (midstream), di mana aliran pertama urin dibuang dan aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah yang telah disediakan. Pengumpulan urine selesai sebelum aliran urine habis. Aliran pertama urine berfungsi untuk menyiram sel-sel dan mikroba dari luar uretra agar tidak mencemari spesimen urine. Sebelum dan sesudah pengumpulan urine, pasien harus mencuci tangan dengan sabun sampai bersih dan mengeringkannya dengan handuk, kain yang bersih atau tissue.Pasien juga perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung spesimen. b. Analitik 1. INSTRUKSI KERJA Hari Ia. Hitungan angka kuman Siapkan 4 tabung yang berisi NaCl steril 0,9 ml Tambahkan 0,1 ml urine ke dalam tabung I, kemudian lakukan pengenceran denganmengambil 0,1 ml dari tabung I ke tabung II dan seterusnya Dengan menggunakan ose standard atau 10 UL ambil masing-masing pengencerandan tanam pada media CLED agar, inkubasi 37C selama 24 jamb. Untuk biakan kuman, ambil urine tanam pada media BHI, Inkubasi 37C selama 24jam. Hari II Sampel yang positif adanya kuman ditandai dengan adanya kekeruhan , sampel yangpositif ditanam pada media BAP agar dan MC agar,Inkubasi 37C selama 24 jam. Hitung angka kuman pada media CLED agar. Hari IIIKoloni yang tumbuh di cat gram, bila gram negatif batang, maka tanam ke media gula-gula, Inkubasi 37C selama 24 jam. Bila gram positif coccus maka lakukan catalase test,coagulase test, tanam pada media D-Nase agar, Inkubasi 37C selama 24 jam. Hari IVBaca pertumbuhan kuman pada media gula-gula dan media lainnya, lakukan identifikasikuman. Lakukan sencitivity test pada media MH agar Inkubasi 37C selama 24 jam. Hari VLakukan pembacaan, pengukuran diameter zona hambatan.

Uji Antibiotik Uji kepekaan antibiotik bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kepekaan suatu mikroorganisme terhadap antibiotik tertentu, atau untuk mengetahui sejauh mana potensi antibiotik tertentu terhadap mikroorganisme secara in vitro. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh antibiotik sebagai wilayah jernih (zona hambat) di sekitar pertumbuhan mikroorganisme. Luasnya wilayah jernih (zona hambatan) merupakan petunjuk mikroorganisme terhadap antibiotik, selain itu luasnya wilayah juga berkaitan dengan kecepatan berdifusi antibiotik dalam media. Pembuatan Stok Suspensi Bakteri Cara kerja: Bakteri dari media KIA yang berumur 24 jam, diambil sebanyak satu ose kemudian diinokulasi ke dalam media nutrien broth (NB) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Pembuatan Uji Antibiotik Bakteri yang berhasil diisolasi dari sampel urin selanjutnya diuji dengan antibiotik penicilin, streptomicin dan neomicin. Cara kerja: 1. Sebanyak 0,5 ml bakteri dari media NB diteteskan pada media NA dalam cawan petri kemudian diratakan dengan sprider, kemudian paper disk antibiotik diletakan di atas media NA. 2. Selanjutnya media NA diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C. 3. Zona hambat atau zona bening di sekeliling paper disk antibiotik kemudian diukur manggunakan kaliper. c. Pasca AnalitikLaporan Hasil Uji (LHU) Pemeriksaan Kultur Sensitivitas TesPengujian : Kultur + Sens TesSampel : UrinePemeriksaan MikroskopikJenis antibiotikKepekaan

Standart (mm)12

RIS

Gram positif coccus : positif (+)Amoksisilin

Stap. Haemophylus19-20S (22)

Organisme lain1314-1718

---

Biakan KhususAmpisilin

---

Staphylococus2021-2829R (11)

Gram (-) Enterobacter1112-1314

Gram (+) bacil19-20

Jenis Kuman : Staphylococcus haemolitycus : positif (+)Asam pipemidat17-18R (0)

Eritromisin 1314-1718TD

Gentamisin 1213-1415R (10)

Kotrimoksazol 1011-1516I (15)

Nitrofurantion 1415-1617S (43)

Norfoloksasin 1213-1617R (0)

Ofloksasin 1213-1516R (0)

Pefloksasin 1314-1819R (0)

Keterangan :S : Sensitif PekaI : Intermedite / kurang pekaR : ResistenTD : Tidak DipasangCefadroksil 14-17S (23)

Cefotaksim 1415-2223I (18)

Cefradin 1415-1718S (23)

Cefuroksim 1415-17218S (23)

Ciprofloksasim 1516-2021R (0)

Nystatin ----

*) TerakreditasiV. DIAGNOSIS ISKVI. PENATALAKSANAANPemberian antibiotik : berdasarkan uji kultur sensitivitas pada pasien ini dapat diberikan amoxicilin, Nitrofurantion, Cefadroksil, Cefradin, Cefuroksim.

VII. KIE Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut : Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan pakai dan cara penggunaan obat; Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama pengobatan, serta Memberikan edukasi kepada pasien bahwa perlu menjaga kebersihan agar tidak terinfeksi bakteri.

BAB IVPENUTUP Kesimpulan ISK merupakan suatu infeksi pada saluran kemih yang ditandai dengan adanya bakteri patogen, yang sering terjadi pada anak dan memberi gejala yang samar dengan resiko kerusakan ginjal dan komplikasi lain yang berat.Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan antara lain USG dan VCUG. Pemberian antibiotika yang tepat pada ISK sangat penting untuk mengeradikasi kuman dan mencegah timbulnya komplikasi yang lebih berat, selain pemberian terapi simptomatik terhadap gejala lain yang timbul.Pencegahan ISK dapat dilakukan dengan menjaga higiene saluran kemih, kencing teratur, serta sirkumsisi pada anak laki-laki.

Saran Semoga untuk ke depan dapat ditingkatkan kesehatan dan kebersihan pribadi tiap tiap individu sehingga dapat terhindar dari penyakit Cystitis khususnya, dan penyakit infeksi bakteri secara umum.

DAFTAR PUSTAKADavey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.50Price, Sylvia Andrson. (1995).Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes.Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4.Jakarta: EGCTessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih.Edisi: 3.Jakarta: FKUI. Jawetz E et al (eds) : Medical MIcrobiology, 19th ed , Appleton and Lange, Norwalk, Connecticut/San Mateo Californiam 1991. Jawetz. E , Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC Jakarta 1996 Joklik W.K et.al (eds) : Zinserr Microbiology, 19th ed, Appleton Century-Crofts, New York, 1988 Morse SA: Chancroid and Haemophylus ducreyi, Clin Micribiol Rev 1989; 2; 137. Pelzar Michael: Dasar-dasar Mikrobiologi, jilid 2 UI-Press Jakarta 1988. Pranawa, Yogiantoro M, Irwanadi C, Santoso D, Mardiana N, Thaha M, Widodo, dkk. 2007. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. 230-233.PAPDI. 2008. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen IPD FK UI. Hal: 171-174.Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi Ke-2. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia; 2003.h.62-65.Ryan: Sherris Medical Microbiology , third edition, Prentice-hall America 1994Sjasuhidrajat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.756-63.Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 3. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD; 2006.h.26-93.27