0. Cover Renja W D Z/Ed , < hW d E ^ DW E' Z E E < Z: /E ^ < d , E E W E' E < hW d E ^ DW E' n Z v i
ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC...
-
Upload
miftahuljannah -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC etdoXACk2ikgmDJXNKAC...
BAB II
PEMBAHASAN
DETERMINAN SOSIAL BERKAITAN DENGAN KESEHATAN
A. Determinan sosial berkaitan dengan kesehatan
Dalam bahasa Inggris, kata health mempunyai dua pengertian dalam bahasa Indonesia yaitu
sehat atau kesehatan. Sehat menjelaskan kondisi atau keadaan dari subjek, misalnya anak sehat,
ibu sehat, dan orang sehat. Sedangkan kesehatan menjelaskan tentang sifat dari subjek,
misalnya kesehatan manusia, kesehatan masyarakat, dan kesehatan individu. Sehat dalam
pengertian keadaan atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam, sehat
diartikan keadaan seseorang yang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat
menjalankan kesehatan sehari-hari, dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah, sehat atau
kesehatan telah dirumuskan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, ”keadaan
sempurna baik fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta
produktif secara ekonomi dan sosial. Hal ini berarti, kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari
aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti
mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Banyak sekali hal-hal yang mempengaruhi kesehatan kita, yang mungkin tidak kita sadari
bahwa hal-hal yang berada di sekitar kita adalah faktor-faktor utama yang mempengaruhi
kesehatan. Kesehatan adalah hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (fisik dan psikis)
maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan). Faktor-
faktor tersebut saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar masalah kesehatan itu
sendiri.
B. Teori Henrik L. Blum
Menurut Henrik L. Blum (1974) seperti dikutip Azwar (1983), terdapat empat faktor yang
memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan yaitu faktor perilaku, faktor lingkungan, faktor
pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan yang saling mempengaruhi.
1. Faktor perilaku masyarakat (Life Style)
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk
mewujudkan masyarakat yang sehat.Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus
dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya.Diperlukan suatu
program untuk menggerakan masyarakat menuju sehat. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah
orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai
kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan
budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti berolah raga, tidur yang cukup, tidak
merokok, dan tidak minum minuman beralkohol. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang
bagus dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh.Sekali-kali
atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu yang lebih lalma, kita bebas melakukan kebiasaan-
kebiasaan harian. Namun, bagaimanapun juga sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu
keharusan agar benar-benar sehat.Tubuh kita memerlukan tidur yang cukup, olah raga, dan
rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya.
Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk
mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus
dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu
program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2010. Sebagai
tenaga motorik tersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan
masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilaku hidup
bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat.
Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan
untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan
sanksi hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta
dalam menyukseskan program-program kesehatan.
2. Faktor lingkungan
Berbicara mengenai lingkungan sering kali kita meninjau dari kondisi fisik.Lingkungan yang
memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit.Hal ini jelas
membahayakan kesehatan masyarakat kita.Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat
dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga
lingkungan menjadi tanggung jawab semua pihak, untuk itulah perlu kesadaran dari semua
pihak.
Disamping lingkungan fisik juga ada lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial
kita membutuhkan bantuan orang lain sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya
harus terjalin dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah
kejiwaan.
Puskesmas sendiri memiliki program kesehatan lingkungan dimana berperan besar dalam
mengukur, mengawasi, dan menjaga kesehatan lingkungan masyarakat. namun dilematisnya di
puskesmas jumlah tenaga kesehatan lingkungan sangat terbatas padahal banyak penyakit yang
berasal dari lingkungan kita seperti diare, demam berdarah, malaria, TBC, cacar dan sebagainya.
3. Pelayanan kesehatan
Kondisi pelayanan kesehatan juga menunjang derajat kesehatan masyarakat.Pelayanan
kesehatan yang berkualitas sangat dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu,
puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan
pengobatan dan perawatan kesehatan terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang
memang banyak dibutuhkan masyarakat. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang
kesehatan juga harus ditingkatkan.
Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat sangat besar
peranannyasebab di puskesmaslah akan ditangani masyarakat yang membutuhkan edukasi dan
perawatan primer. Peranan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebagai manager yang memiliki
kompetensi di bidang manajemen kesehatan dibutuhkan dalam menyusun program-program
kesehatan. Utamanya program-program pencegahan penyakit yang bersifat preventif sehingga
masyarakat tidaka banyak yang jatuh sakit. Banyak kejadian kematian yang seharusnya dapat
dicegah seperti diare, demam berdarah, malaria, dan penyakit degeneratif yang berkembang
saat ini seperti jantung koroner, stroke, diabetes mellitus asalkan masyarakat paham dan
melakukan nasehat dalam menjaga kondisi lingkungan dan kesehatannya.
4. Faktor keturunan yang saling mempengaruhi (genetik)
Nasib suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Oleh sebab itu kita harus
terus meningkatkan kualitas generasi muda kita agar mereka mampu berkompetisi dan memiliki
kreatifitas tinggi dalam membangun bangsanya.
Dalam hal ini kita harus memperhatikan status gizi balita sebab pada masa inilah
perkembangan otak anak yang menjadi aset kita dimasa mendatang. Namun masih banyak saja
anak Indonesia yang status gizinya kurang bahkan buruk padahal potensi alam Indonesia cukup
mendukung. Oleh sebab itulah program penanggulangan kekurangan gizi dan peningkatan status
gizi masyarakat masih tetap diperlukan seperti program posyandu yang biasanya dilaksanakan di
tingkat RT/RW. Dengan berjalannya program ini maka akan terdeteksi secara dini status gizi
masyarakat dan cepat dapat tertangani
Ilustrasi konsep Blum
Semua negara di dunia menggunakan konsep Blum dalam menjaga kesehatan warga
negaranya. Untuk negara maju saat ini sudah fokus pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Sehingga asupan makanan anak-anak mereka begitu dijaga dari segi gizi sehingga akan
melahirkan keturunan yang berbobot. Kondisi yang berseberangan dialami Indonesia sebagai
negara agraris, segala regulasi pemerintah tentang kesehatan malah fokus pada penanggulangan
kekurangan gizi masyarakatnya.Bahkan dilematisnya, banyak masyarakat kota yang mengalami
kekurangan gizi padahal dari hasil penelitian membuktikan wilayah Indonesia potensial sebagai
lahan pangan dan perternakan karena wilayahnya yang luas dengan topografi yang mendukung.
Seringkali dalam analisis kesehatan, pemerintah kurang mempertimbangkan pendapat ahli
kesehatan masyarakat (public health) sehingga kebijakan yang dibuat hanya dari sudut pandang
kejadian sehat-sakit.
Perilaku adalah resultan antar stimulus (faktor eksternal) dengan respon (faktor
internal)dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Perilaku seseorang atau subjek
dipengaruhi atau ditentukan oelah faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor
yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Dalam bidang perilaku
kesehatan ada tiga teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian kesehatan.
1. Teori Lawrence Green
Ada dua determinan masalah kesehatan yaitu faktor perilaku (behavioral factor) dan
faktor nonperilaku (non-behavioral factor). Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh tiga
faktor utama.
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antgara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nila-nilai, dan tradisi. Misalnya,
seorang ibu mau membawa anaknya ke posyandu karena tahu bahwa di posyandu
akan dilakukan penimbangan anak untuk mengetahui pertumbuhannya. Anaknya
akan memperoleh imunisasai untuk pencegahan penyakit, dan sebagainya. Tanpa
adanya pengetahuan-pengetahuan ini, ibu tersebut mungkin tidak akan membawa
anaknya ke posyandu.
b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor-faktor yang memungkinkan
atau yang memfasilitasi perilaku serta tindakan. Yang dimaksud dengan faktor
pemungkin dalah saran dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku
kesehatan, misalnya puskesmas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan air,
tempat pembuangan sampah, tempat olahraga, makanan bergizi, uang dan
sebagainya. Misalnya, sebuah keluarga yang sudah tahu masalah kesehatan,
mengupayakan keluarganya untuk menggunakan iar bersih, buang air besar di WC,
makan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Tetapi apabila keluarga tersebut
tidak mampu untuk mengadakan fasilitas itu semua maka dengan terpaksa buang
air besar di kali atau kebun, menggunakan air kali untuk keperluan sehari-hari,
makan seadany, dan sebagainya.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu
dan mampu untuk berperlaku sehat, tetapi tidak melakukannya, seorang ibu hamil
tahu manfaat periksa hamil, dan di dekat rumahnya ada polindes, dekat dengan
bidan, tetapi dia tidak mau melakukan periksa hamil karena ibu lurah dan ibu-ibu
tokoh lain tidak pernah periksa hamil namun anaknya tetap sehat. Hal ini berarti,
bahwa untuk berperilaku sehhat memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat.
2. Teori Snehandu B. Karr
Mengidentisikasi adanya lima determinan perilaku yaitu :
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau
stimulus di luar dirinya. Misalnya orang mau membuat jamban/WC keluarga di
rumahnya apabila dia mempunyai niat untuk itu.
b. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support). Di dalam kehidupan
seseorang di masyarakat, perilaku orang tersebut cenderung memerlukan legitimasi
dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak
memperoleh dukungan dari masyarakat, maka dia akan merasa kurang atau tidak
nyaman. Demikian pula untuk berperilaku sehat, orang memerlukan dukungan dari
masyarakat sekitarnya, minimal tidak mendapat gunjingan atau bahan pembicaraan
masyarakat.
c. Terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi-informasi terkait dengan
tindakan yang akan diambil seseorang. Misalnya, sebuah keluarga mau ikut
program keluarga berencana, apabila keluarga ini memperoleh penjelasan yang
lengkap tentang keluarga berencana yaitu tujuan ber KB, bagaimana cara ber KB
(alat-alat kontrasepsi yang tersedia), efek samping dari KB yang digunakan, dan
sebagainya.
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan. Di Indonesia,
terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama di pedesaan.
Seorang istri dalam pengambilan keputusan masih sangat tergantung pada suami.
Misalnya, untuk membawa anaknya yang sakit ke puskesmas harus menunggu
setelah suaminya pulang kerja. Demikian pula, untuk periksa hamil, seorang istri
harus memperoleh persetujuan dari suami, dan kalu suami tidak setuju maka tidak
akan ada pemeriksaan kehamilan.
e. Adanya kondisi atau situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk bertindak
apapun memang diperlukan suatu kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi
mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kempuan yang
ada. Untuk membangun rumah yang sehat misalnya, jelas sangat tergantung pada
kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak da
masalah, tetapi apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku
tesebut tidak akan terjadi.
3. Teori Perilaku menurut WHO
Ada empat determinan yaitu :
a. Pemikiran dan perasaan (thought and feeling) yang merupakan hasil pemikiran-
pemikran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan
pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulasi, merupakan
modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Misalnya, seorang ibu akan
membawa anaknya ke puskesmas untuk memperoleh imunisasi, akan didasarkan
pertimbangan untung rugunya, manfaatnya, dan sumber daya atau uangnya yang
tersedia.
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercaya (personal
references). Di dalam masyarakat, di mana sikap peternalistik masih kuat maka
perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan atau referensi yang
pada umunya dalah para tokoh masyarakat setempat. Misalnya, orang mau
mebangun jamban keluarga kalau para tokoh masyarakatnya sudah lebih dulu
mempunyai jamban keluarga sendiri.
c. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan dengan teori Green,
sumber daya ini dalah saba dengan enabling factors (sarana dan prasarana atau
fasilitas). Misalnya, sebuah keluarga akan selalu menyediakan makanan yang
bergizi bagi anak-anaknya apabila mempunyai uang yang cukup untuk memebeli
makanan tersebut, dan orang mau menggosok gigi menggunakan pasta gigi kalau
mampu membeli sikat gigi dan sikat gigi.
d. Sosiobudaya (culture) yangmerupakan faktor eksternal untuk terbentuknya
perilaku seseorang. Sosiobudaya setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis di Indonesia
yang berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya yang
berbeda-beda.
Kini makin disadari kesehatan dipengaruhi oleh determinan sosial dan lingkungan, fisik,
dan biologi. Ada sepuluh determinan sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan.
1. Kesenjangan sosial
Masyarakat dengan kelas sosial ekonomi lemah, biasanya sangat rentan dan beresiko
terhadap penyakit, serta memiliki harapan hidup yang rendah.
2. Stres
Stres merupaka keadaan psikologis/jiwa yang labil. Kegagalan menanggulangi stres
baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan di lingkungan kerja akan
mempengaruhi kesehatan seseorang.
3. Pengucilan sosial
Kehidupan di pengasingan atau perasaan terkucil akan menghasilkan perasaan tidak
nyaman, tidak berharga, kehilangan harga diri, akan mempengaruhi kesehatan fisik
maupaun mental.
4. Kehidupan dini
Kesehatan masa dewasa ditentukan oleh kondisi kesehatan di awal kehidupan.
Pertumbuhan fisik yang lambat, serta dukungan emosi yang kurang baik pada awal
kehidupan akan memberikan dampak pada kesehatan fisik, mental, dan kemampuan
intelektual masa dewasa.
5. Pekerjaan
Stres di tempat kerja meningkatkan resiko terhadap penyakit dan kematian. Syarat-
syarat kesehatan di tempat kerja akan membantu meningkatkan derajat kesehatan.
6. Pengangguran
Pekerjaan merupakan penopang biaya kehidupan. Jaminan pekerjaan yang mantap
akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi diri dan keluarganya.
7. Dukungan sosial
Hubungan sosial termasuk diantaranya adalah persahabatan serta kekerabatan yang
baik dalam keluarga dan juga di tempat kerja.
8. Penyalahgunaan napza
Pemakaian napza merupakan faktor memperburuk kondisi kesehatan, keselamat dan
kesejahteraan. Napza atau pemakaian narkoba, alkohol, dan merokok akan
memberika dampak buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
9. Pangan
Ketersediaan pangan, pendayagunaan penghasilan keluarga untuk pangan, serta cara
makan berpengaruh terhadap kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.
Kekurangan gizi maupun kelebihan gizi berdampak terhadap kesehatan dan penyakit.
10. Transportasi
Transportasi yang sehat, mengurangi waktu berkendara, meningkatkan aktivitas fisik
yang memadai akan baik bagi kebugaran dan kesehatan. Selain itu, mengurangi waktu
berkendara dan jumlah kendaraan akan mengurangi polusi pada manusia.
Disamping determinan-determinan tersebut, masih terdapat faktor lain yang
mempengaruhi atau menentukan terwujudnya kesehatan seseorang, kelompok atau
masyarakat. Determinan-determinan yang menentukan atau mempengaruhi kesehatan baik
individu, kelompok atau masyarakat ini, dalam Piagam Otawa (Ottawa Charter ) disebut pra
syarat untuk kesehatan (prerequisites for health). Piagam Ottawa, 1986 mengidentifikasikan
pra syarat untuk kesehatan ini dalam 9 faktor, yaitu:
1. Perdamaian atau keamanan ( peace)
2. Tempat tinggal (shelter)
3. Pendidikan (education)
4. Makanan ( food )
5. Pendapatan (income)
6. Ekosistem yang stabil dan seimbang (a stable eco-sistem)
7. Sumber daya yang berkesinambungan (sustainable resources)
8. Keadilan sosial (social justice)
9. Pemerataan (equity)
C. Hubungan dengan klien
Pendidikan pasien merupakan hubungan terapeutik yang harus difokuskan terhadap
kebutuhan spesifik klien. Klien memiliki nilai yang unik, kepercayaan atau agama,
kemampuan kognitif, dan pilahan cara untuk belajar untuk mempengaruhi hasil akhir dari
proses pendidikan pasien. Oleh karena itu, seorang bidan haruslah mengizinkan klien untuk
berbagi atau sharing mengenai apa yang menjadi apa yang menjadi kepercayaannya dan apa
yang menjadi pilihannya. Dengan begitu, bidan akam mengerti lebih baik lagi tentang
keunikan setiap individu dan mengetahui apa yang dibutuhkan oleh klien pada saat proses
belajar berlangsung. Tenaga kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan
klien/masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan pentingnya peran tenaga kesehatan
masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat menuju hidup bersih dan sehat. Program
promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS atau promosi higiene
merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular melaui pengadopsian
perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui,
diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan
informasi tersebut (Curtis V, dkk. 1997; UNICEF, WHO).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan
kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat
serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan
menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi
kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu mengambil bagian dalam
promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup
berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk
dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka
bekerja.