II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk...

20
FTIP001626/019 [2] [3] [1] HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Aren Tanaman aren atau enau (Arenga pinnata atau Arenga saccaharifera) mirip pohon kelapa (Cocos nucifera) yang dapat mencapai ketinggian hingga 20 meter dengan garis tengah batang mencapai 65 cm. Bahan baku pembuatan gula aren diperoleh dari sari gula atau yang sering disebut sebagai nira, yaitu tangkai bunga jantan yang dapat disadap ketika tanaman aren berumur lima tahun dengan puncak produksi pada umur 15-20 tahun. Nira aren yang keluar dari tangkai bunganya biasanya ditampung dalam bumbung (batang bambu sepanjang satu meter) dan proses penampungan dapat berlangsung hingga tiga bulan terus menerus tanpa henti. Setiap pohon dapat menghasilkan 10-15 liter nira per hari dengan dua kali penyadapan yaitu pada waktu pagi dan sore hari (Burhanuddin, 2005). Nira aren segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna dan memiliki derajat keasaman atau pH sekitar 5,5 – 6. Rasa manis pada nira disebabkan karena adanya sukrosa, glukosa, fruktosa serta gula lainnya (Dachlan, 1984 dikutip Darojat, 1994). Komposisi nira dari suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan (Goutara dan Wijandi, 1975). Umumnya nira terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain dan bahan inorganik. Gula reduksi dapat terdiri dari heksosa, glukosa dan fruktosa serta mannosa dalam jumlah yang rendah sekali. Bahan organik terdiri dari protein, asam

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/019

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gula Serbuk Aren

Tanaman aren atau enau (Arenga pinnata atau Arenga saccaharifera) mirip

pohon kelapa (Cocos nucifera) yang dapat mencapai ketinggian hingga 20 meter

dengan garis tengah batang mencapai 65 cm. Bahan baku pembuatan gula aren

diperoleh dari sari gula atau yang sering disebut sebagai nira, yaitu tangkai bunga

jantan yang dapat disadap ketika tanaman aren berumur lima tahun dengan puncak

produksi pada umur 15-20 tahun. Nira aren yang keluar dari tangkai bunganya

biasanya ditampung dalam bumbung (batang bambu sepanjang satu meter) dan proses

penampungan dapat berlangsung hingga tiga bulan terus menerus tanpa henti. Setiap

pohon dapat menghasilkan 10-15 liter nira per hari dengan dua kali penyadapan yaitu

pada waktu pagi dan sore hari (Burhanuddin, 2005).

Nira aren segar mempunyai rasa manis, berbau harum, tidak berwarna dan

memiliki derajat keasaman atau pH sekitar 5,5 – 6. Rasa manis pada nira disebabkan

karena adanya sukrosa, glukosa, fruktosa serta gula lainnya (Dachlan, 1984 dikutip

Darojat, 1994). Komposisi nira dari suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah,

iklim, pemupukan dan pengairan (Goutara dan Wijandi, 1975).

Umumnya nira terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain dan

bahan inorganik. Gula reduksi dapat terdiri dari heksosa, glukosa dan fruktosa serta

mannosa dalam jumlah yang rendah sekali. Bahan organik terdiri dari protein, asam

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/020

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

7

amino, zat warna, lemak dan karbohidrat selain gula. Bahan inorganik terdiri dari

garam-garam mineral (Goutara dan Wijandi, 1975). Komposisi kimia nira aren dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Nira Aren

Komponen Jumlah Kadar air (%) 87,20 Karbohidrat (gula) (%) 11,28 Abu (%) 0,24 Protein (%) 0,20 Lemak (%) 0,20 Senyawa sitrat (ppm) 0,9 Senyawa tartarat (ppm) 0,6 Senyawa malat (ppm) 17,0 Senyawa suksinat (ppm) 5,1 Senyawa laktat (ppm) 4,0 Senyawa fumanat (ppm) 0,1 Senyawa pyroglutamat (ppm) 3,9

Sumber: Itoh et. al. (1985) Nira aren dapat diolah menjadi gula serbuk atau yang biasa dikenal dengan

gula semut. BPK Manado (1990) dikutip Kusumah (1992), menyatakan bahwa

pengolahan gula semut bernilai ekonomis tinggi dan mempunyai peluang ekspor yang

cukup besar. Pengolahan menjadi gula semut lebih menguntungkan yaitu memiliki

harga jual lebih tinggi karena berbentuk serbuk sehingga lebih mudah pemakaiannya,

lebih tinggi daya simpannya karena tingkat kekeringan yang lebih tinggi. Syarat mutu

gula aren serbuk menurut SII-2043-87 dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/021

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

8

Tabel 2. Syarat Mutu Gula Semut (SII-2043-87) No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan:

Bentuk Warna Ganda rasa

Serbuk

Kuning kecokelatan Normal dan khas

2. Gula total (dihitung sebagai sukrosa) % (b/b) Min. 80 3. Gula reduksi (dihitung sebagai

glukosa) % (b/b) Maks. 6,0

4. Air % (b/b) Maks. 3,0 5. Abu % (b/b) Maks. 2,0 6. Padatan tidak larut dalam air % (b/b) Maks. 0,2 7. Pati Tidak ternyata 8. Belerang dioksida (SO2) Tidak ternyata 9. Cemaran logam berbahaya:

Timbal (Pb) Raksa (Hg) Arsen (Ar) Tembaga (Cu)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks. 0,5

Maks. 0,05 Maks. 1,0 Maks. 20

Sumber: Departemen Perindustrian RI (1992) Cara yang umum digunakan dalam pembuatan gula semut adalah dengan

prinsip yang sama pada pembuatan gula merah yaitu kristalisasi yang dilakukan pada

akhir pemasakan gula. Pemasakan gula dilakukan untuk memperoleh kepekatan gula

yang tinggi, dimana akan dihasilkan tingkat kekeringan yang cukup untuk

pembentukan serbuk (Herman, 1984, dikutip Kusumah, 1992). Menurut Sardjono dan

Dachlan (1988) dikutip Darojat (1994), dalam pembuatan gula semut setelah pekatan

nira mengental dilakukan pendinginan selama kurang lebih 10 menit tanpa diaduk.

Setelah itu pekatan nira diaduk sampai terbentuk serbuk-serbuk gula. Berikut

merupakan diagram proses pembuatan gula semut dengan cara pemanasan dan

pengadukan intensif disajikan pada Gambar 1.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/022

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

9

Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Gula Semut dari Nira dengan Cara Pemanasan dan Pengadukan Intensif

(Herman, 1984 dikutip Varina, 1990)

Nira hasil penyadapan disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan kotoran

atau endapan-endapan. Nira segar diuapkan sampai kekentalan tertentu dengan suhu

pemasakan berkisar antara 110 – 120oC (Pragita, 2010). Pada saat nira mendidih,

nira berbuih dan tampak bercampur dengan kotoran halus dan harus dihilangkan

dengan diserok. Minyak ditambahkan agar buih pada saat penguapan tidak meluap.

Pada saat ini harus dihindari terjadinya pemasakan yang melewati titik end point

yakni berkisar 110oC. End point merupakan suhu akhir pemasakan, dimana nira

sudah mulai kental dan meletup-letup. Setelah nira aren yang diuapkan menjadi

pekat, kemudian didinginkan selama 10 menit. Pengadukan dilanjutkan secara

intensif (terus-menerus) sampai diperoleh serbuk-serbuk gula. Serbuk yang masih

Nira

Penyaringan

Penguapan (T = 110 – 120oC)

Pendinginan (t = 10 menit) T = 60-70oC

Pengadukan secara intensif

Pengayakan

Minyak goreng

Gula semut

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/023

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

10

kasar ini disebut dengan gula aren semut setengah jadi dengan kadar air masih di atas

5%. Gula semut setengah jadi kemudian diayak sesuai dengan ukuran yang

diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20

mesh dengan kadar air di bawah 3% (BPBU-TP3KU, 2009). Keberhasilan proses

pembuatan gula semut ditentukan oleh mutu nira yang digunakan. Nira yang telah

terfermentasi dengan pH kurang dari 6 tidak dapat diolah menjadi gula semut karena

proses kristalisasinya menjadi sulit, tetapi masih dapat diolah mejadi gula cetak.

Untuk mempertahankan pH nira lebih dari 6 dapat digunakan kapur tohor. Dari 50

liter nira dapat dihasilkan sekitar 7,5 kg gula kristal setengah padat (Herman, 1984

dikutip Darojat, 1994).

Proses pembuatan gula semut dengan metode konvensional membutuhkan

waktu yang cukup lama yaitu 4 – 5 jam untuk memasak 25 – 30 liter nira. Kendala

tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode spray drying. Salah satu produk

yang menggunakan metode spray drying adalah susu bubuk. Pembuatan gula tebu,

gula semut dan susu bubuk memiliki prinsip yang sama yaitu menguapkan air bahan

berupa cairan menjadi bentuk butiran padat.

Pada pembuatan gula semut dan gula tebu, penguapan air nira dilakukan

dengan cara pemasakan yang dilanjutkan dengan pengkristalan, sedangkan pada

pembuatan susu bubuk, penguapan air dari susu segar dilakukan melalui proses

atomisasi pada suhu tinggi dengan waktu yang singkat. Komponen protein dalam

susu segar akan terkoagulasi dengan adanya panas pada waktu atomisasi. Proses

pembuatan gula pasir dari nira tebu memiliki perbedaan yaitu adanya proses

penjernihan nira terlebih dahulu. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan bahan

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/024

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

11

bukan sukrosa. Gula semut tidak melalui proses penjernihan sehingga warna yang

dihasilkan merah kecoklatan. Warna merah kecoklatan yang dihasilkan pada gula

semut juga dapat terjadi karena proses karamelisasi. Proses pembuatan gula semut

melalui proses pemasakan yang lama dengan suhu yang tinggi yaitu sekitar 110 –

120oC, setelah itu dilakukan proses pengkristalan. Proses ini mengakibatkan bahan

nira kontak dengan panas dalam waktu yang cukup lama sehingga menyebabkan

karamelisasi.

2.2. Metode Spray Drying

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan

sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Keuntungannya

adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil, sehingga

mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan. Proses

pengeringan dapat dijumpai pada pembuatan bubuk instan. Metode yang paling luas

digunakan dalam proses pembuatan bubuk instan adalah dengan alat pengering

semprot (spray dryer). Menurut Toledo (2007), spray drying merupakan proses

dimana suatu tetesan cair dikeringkan karena adanya kontak dengan aliran udara

panas. Bahan disemprotkan ke dalam suatu media pengering yang panas, dan

berdasarkan sifat fisik dan kimia bahan serta desain dan pengoperasian alat

pengering, suatu bahan dibentuk menjadi bubuk, granula atau produk aglomerat.

Bahan pangan yang dikeringkan menggunakan pengeringan semprot harus

dalam bentuk cair. Pengeringan semprot bisa digunakan untuk bahan yang berbentuk

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/025

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

12

cairan dengan viskositas yang rendah. Penggunaannya terutama untuk produk-produk

yang sensitif terhadap panas. Pengeringan semprot ini memperkecil resiko kerusakan

bahan pangan akibat pemanasan. Waktu kontak antara droplet bahan dengan udara

panas dalam ruang pengeringan berlangsung singkat, hanya beberapa detik, sehingga

sedikit sekali kemungkinan zat nutrisi terdegradasi karena panas. Larutan yang akan

dikeringkan harus mempunyai konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyangkut rendemen

hasil pengeringan (Masters, 1979). Menurut Filkova dan Mujundar (1987) dikutip

Yulianto (2002), menyatakan bahwa parameter dalam pengering semprot yang

berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan adalah jenis atomizer, suhu udara

masuk, suhu udara keluar, kecepatan alir bahan, desain ruang pengering dan jenis

bahan yang dikeringkan.

Spray drying terdiri dari empat tahap proses, yaitu : (1) atomisasi bahan

melalui sebuah penyemprot, (2) kontak antara droplet dengan udara pengering, (3)

evaporasi uap air, dan (4) pemisahan produk kering dari udara kering (Kjaergaard

dikutip Purba, 2003). Tahapan proses yang terjadi pada spray dryer disajikan pada

Gambar 2.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/026

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

13

Gambar 2. Tahapan Proses Pengeringan dengan Spray Dryer

(Filkova dan Mujundar dikutip Yulianto, 2002)

Dispersi dapat dicapai dengan tekanan nozzle, dua fluid nozzle, sebuah rotary

disk atomizer atau nozzle ultrasonik. Jadi jenis energi yang berbeda dapat digunakan

untuk mendispersikan cairan menjadi partikel-partikel halus. Pemilihan pada jenis

atomizer tergantung pada sifat dan jumlah bahan pangan serta karakteristik yang

diinginkan dari produk kering. Semakin tinggi energi yang digunakan untuk dispersi,

semakin kecil pula tetesan yang dihasilkan (Buchi Labortechnik AG, 2002).

Tiga elemen yang sangat penting pada pengeringan semprot yaitu atomizer,

ruang pengeringan (drying chamber) dan sistem pengumpul partikel-partikel yang

telah kering. Masing-masing elemen tersebut memerlukan kondisi tertentu yang

sangat tergantung dari sifat bahan yang dikeringkan (Harper dikutip Kumalasari,

2001).

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/027

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

14

Atomizer

Fungsi utama atomizer adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran

kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses

penguapan akan lebih cepat. Disamping itu, atomizer bertindak sebagai alat pengatur

kecepatan aliran produk pada proses pengeringan. Atomizer mendistribusikan cairan

pada aliran udara dengan cara yang relatif seragam dan menghasilkan droplet dengan

ukuran tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Ukuran droplet berkorelasi positif

dengan kecepatan aliran bahan dan mempunyai korelasi negatif dengan kecepatan

putaran atomizer (Heldman et al. dikutip Yulianto, 2002).

Salah satu fungsi utama dari proses atomisasi adalah untuk mempertinggi

rasio antara luas permukaan dengan massa bahan sehingga proses pengeringan dapat

berlangsung dalam waktu singkat. Pengeringan yang cepat akan dapat

mempertahankan partikel-partikel bahan tetap dalam keadaan dingin (Spicer dikutip

Yulianto, 2002).

Ruang Pengering (Drying Chamber)

Fungsi dari ruang pengering adalah untuk mempertahankan suspensi partikel

di dalam aliran udara panas dalam jangka waktu yang cukup sampai proses

pengeringan selesai. Bentuk dan pengaturannya dapat berbeda-beda, tergantung pada

sifat dari produk yang akan dikeringkan. Pada drying chamber terpasang termokopel

pada bagian dinding mesinnya untuk mengukur suhu pemanas gas.

Di dalam drying chamber terjadi proses evaporasi. Evaporasi terjadi karena

adanya kontak antara droplet dengan udara pengering, sehingga terjadi transfer panas

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/028

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

15

dari udara pengering ke droplet dan air yang terdapat dalam droplet akan menguap.

Evaporasi terjadi pada masing-masing droplet yang bersinggungan dengan udara

pengering (Kjaergaard dikutip Yulianto, 2002). Kecepatan evaporasi dipengaruhi

oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan, semakin tinggi total

padatan, maka proses evaporasi akan berlangsung cepat (Heldman, et al. dikutip

Yulianto, 2002).

Sistem Pengumpul Partikel Pengering (Cyclone)

Peralatan pemisahan partikel kering yang paling umum adalah cyclone.

Partikel kering atau droplet yang terbentuk akan dipisahkan dari udara dan

dikumpulkan oleh cyclone. Pemisahan dapat dilakukan secara langsung maupun

bertahap, tergantung dari desain alat. Pada prinsipnya terdapat dua sistem untuk

memisahkan partikel dari medium pengering yaitu pemisahan primer partikel kering

berlangsung di dasar ruang pengering, dan pengambilan total secara langsung (Buchi

Labortechnik AG, 2002).

Suhu yang digunakan dalam pengeringan menggunakan metode spray drying

bervariasi tergantung jenis bahan yang digunakan. Tabel 3 menunjukkan suhu masuk

dan suhu keluar pada proses mikroenkapsulasi menggunakan spray dryer.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/029

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

16

Tabel 3. Suhu pada Proses Mikroenkapsulasi Menggunakan Spray Dryer Produk Suhu Masuk (oC) Suhu Keluar (oC)

Konsentrat buah, raspberry, pada maltodekstrin, 2:8 150 90

Konsentrat buah, jeruk, pada maltodekstrin, 2 :8 150 90

Gula inversi (date pulp) pada laktosa, 1:1 100 80

Sari buah blackcurrant pada maltodekstrin 170 100

Minyak kacang kedelai pada maltodekstrin/gelatin 150 90

Gula/ campuran lemak pada maltodekstrin/gum arab 25:15:50:10

160 90

Sumber : Buchi Labortechnik AG (2002) Suhu inlet menunjukkan suhu pengeringan udara panas. Udara dihisap atau

dialirkan ke dalam heater dengan menggunakan aspirator. Suhu inlet diukur sebelum

dialirkan ke ruang pengering. Suhu udara dengan partikel-partikel padat sebelum

memasuki cyclone disebut dengan suhu outlet. Suhu ini adalah suhu hasil dari panas

dan neraca massa di dalam ruang pengering sehingga tidak dapat diatur. Partikel

dapat dianggap memiliki suhu yang sama seperti gas karena intensitas panas,

perpindahan massa, dan hilangnya kelembaban. Jadi suhu outlet sama dengan suhu

maksimal produk (Buchi Labortechnik AG, 2002).

Menurut Spicer (1974) dikutip Lastriningsih (1997) dikutip Kumalasari

(2001), pengering semprot mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan

jenis alat pengering yang lain, diantaranya : (1) produk akan menjadi kering tanpa

bersentuhan dengan permukaan logam panas, (2) suhu produk rendah meskipun suhu

udara pengering yang digunakan cukup tinggi, (3) penguapan air terjadi pada

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/030

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

17

permukaan yang sangat luas sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan

hanya beberapa detik saja, dan (4) produk akhir yang dihasilkan berbentuk bubuk

yang memudahkan penanganan dan transportasi.

2.3. Mikroenkapsulasi

Enkapsulasi merupakan proses fisik dimana bahan aktif (bahan inti) seperti

partikel padatan, tetesan air ataupun gas, dikemas dalam bahan sekunder (dinding),

berupa lapisan film tipis. Proses ini digunakan untuk melindungi suatu zat agar tetap

tersimpan dalam keadaan baik dan untuk melepaskan zat tersebut pada kondisi

tertentu saat digunakan. Ide dasar enkapsulasi berasal dari sel, yaitu permeabilitas

selektif membran sel memberikan perlindungan terhadap inti sel dari kondisi

lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam pengaturan metabolisme sel.

Enkapsulasi yang berkembang saat ini menggunakan prinsip yang sama untuk

melindungi bahan aktif dari kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Partikel yang telah dienkapsulasi disebut makrokapsul bila berukuran lebih

besar dari 5000 μm, mikrokapsul berukuran antara 0,2-5000 μm, dan partikel yang

berukuran lebih kecil dari 0,2 μm disebut nanokapsul. Tabel 3 menunjukkan ukuran

partikel berdasarkan metode enkapsulasi yang digunakan.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/031

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

18

Tabel 4.Ukuran Partikel Berdasarkan Metode Enkapsulasi

Metode Enkapsulasi Range Ukuran (μm) Spray drying 20-150 Centrifugal extrusion 125-3000 Air suspension coating 50-10000 Ekstrusi 700-6000 Coacervation 1-500 Centrifugal suspension-separation 5-1000 Sumber : Vasishtha dikutip Barbosa-Cánovas (2005)

Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa penggunaan metode spray drying

memiliki ukuran 20-150 μm sehingga proses enkapsulasinya disebut dengan

mikroenkapsulasi. Mikrokapsul dapat berbentuk bola, persegi panjang ataupun tak

beraturan. Dua jenis struktur utama dari mikrokapsul adalah satu inti (single core)

dan banyak inti (multiple core) pada bagian dindingnya. Jenis struktur utama

mikrokapsul dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Jenis Struktur Utama Mikrokapsul (Paramita, 2010)

Mikrokapsul dengan satu inti biasanya diproduksi dengan cara coacervation,

droplet co-extrusion dan pemasukan molekul. Model ini biasanya memiliki muatan

inti yang tinggi, misalnya 90% dari total berat mikrokapsul. Mikrokapsul dengan

struktur banyak inti di bagian dinding umumnya diproduksi menggunakan spray

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/032

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

19

drying. Bahan inti tersebar secara merata di bagian dinding dan bagian tengah

mikrokapsul biasanya berupa rongga kosong yang dihasilkan dari pemuaian selama

tahap-tahap pengeringan akhir. Biasanya, struktur ini memiliki persentasi pelapis

hingga 70% dari berat mikrokapsul.

Bahan di dalam mikrokapsul disebut sebagai inti, fasa internal, atau pengisi.

Bahan inti dapat berupa emulsi, bahan kristalin, suspensi padatan, atapun gas. Isi

dalam mikrokapsul dilepaskan dengan berbagai macam mekanisme. Pelapis dapat

rusak secara mekanik, misalnya akibat dikunyah, meleleh ketika terekspos dengan

panas, terlarut dalam solvent (pelarut).

Tujuan utama umum mikroenkapsulasi adalah untuk membuat bahan cairan

bersifat seperti padatan. Hal ini menyebabkan beberapa sifat bahan inti menjadi

berubah, misalnya sifat aliran bahan dan penanganan bahan menjadi lebih mudah

dalam bentuk padatan. Sifat-sifat bahan inti dan bahan penyalut yang digunakan

dalam mikroenkapsulasi dijelaskan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat-sifat Bahan Inti dan Bahan Penyalut Bahan Inti Bahan Penyalut

Tekanan uap yang tinggi, dapat mempersulit proses penyimpanan.

Tidak bereaksi dengan bahan inti. Mampu memberikan perlindungan maksimal selama proses dan penyimpanan dari kondisi lingkungan.

Berat molekul bahan, berpengaruh terhadap difusivitas bahan selama proses.

Melepaskan bahan inti dengan sempurna pada kondisi yang diinginkan.

Kelarutan bahan terhadap air, makin mudah larut akan mudah menguap.

Memiliki alasan ekonomi (harga) yang baik.

Memiliki kelarutan dan rheological yang baik.

Sumber : Paramita (2010).

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/033

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

20

Bahan penyalut adalah bahan-bahan yang berfungsi untuk menyalut atau

membungkus bahan inti selama proses pemadatan atau pengeringan, selain untuk

memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan, juga dapat mencegah

kerusakan bahan oleh panas karena waktu kontak yang singkat (Masters, 1979 dikutip

Chandrayani, 2002, dikutip Gautama, 2010). Jenis bahan penyalut yang biasa

digunakan dalam proses mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Keuntungan penggunaan proses mikroenkapsulasi pada bahan pangan adalah (

Versic, Greenblatt et al, DeZarn dikutip Barbosa-Cánovas, 2005) :

a. Mengendalikan pelepasan bahan (misalnya, pelepasan bertahap bahan flavor

selama proses microwave, bahan pengembang pada proses baking, dan

melepaskan asam sitrat selama pembuatan sosis);

b. Meningkatkan stabilitas terhadap suhu, oksidasi, kelembaban, dan cahaya;

c. Menutup rasa yang tidak diinginkan;

d. Mengurangi interaksi negatif dengan senyawa lain (misalnya, mikroenkapsulasi

asidulan seperti asam sitrat, asam laktat, dan asam askorbat untuk

mempertahankan warna, tekstur, kandungan nutrisi, dan aroma makanan);

e. Mendorong penanganan yang lebih mudah dari materi inti dengan mencegah

penggumpalan, meningkatkan kemampuan mengalir, kompresi, dan sifat

pencampuran, dan memodifikasi kepadatan partikel.

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/034

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

21

Tabel 6. Jenis Bahan Penyalut yang Biasa Digunakan pada Proses Mikroenkapsulasi

Golongan Jenis Gum Gum arab, agar, natrium alginat, karagenan Karbohidrat Pati, dekstrin, sukrosa, sirup jagung, CMC, ethyl selulosa,

metil selulosa, nitro selulosa, asetil selulosa, asetat phitat selulosa, asetat butilat phitat selulosa

Lemak Lilin, parafin, tristearin, asam stearat, monogliserida, digliserida, lilin tawon, minyak, lemak, minyak kertas

Bahan anorganik Kalsium phospat, silikat, tanah liat Protein Gluten, kasein, gelatin, albumin Sumber : Jackson and Lee (1991) dikutipAntara (1995) dikutip Gautama (2010). 2.4 Dekstrin

Dekstrin merupakan oligosakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati secara

tidak sempurna, akibatnya rantai panjang pati mengalami pemutusan dan terjadi

perubahan sifat pati yang tidak larut dalam air menjadi dekstrin yang mudah larut

dalam air (Lineback dan Inlett dikutip Kumalasari, 2001). Pada pembentukan dekstrin

terjadi transglukosidasi yaitu perubahan ikatan alpha 1,4-glukosidik menjadi ikatan

alpha 1,6-glukosidik. Prinsip pembuatan dekstrin adalah menghidrolisis molekul-

molekul pati yang besar menjadi fraksi-fraksi yang lebih kecil. Perubahan ini

menyebabkan dekstrin tidak kental, lebih cepat terdispersi dan lebih stabil daripada

pati. Struktur dekstrin dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/035

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

22

Gambar 4. Struktur Dekstrin (Helmenstine, 2011)

Dekstrin dapat digunakan dalam industri pangan dan non pangan. Dalam

bidang pangan dekstrin digunakan sebagai pembentuk film dan edible adhesive untuk

menggantikan gum arab pada produk-produk tertentu seperti pelapis kacang dan

permen. Dekstrin juga digunakan sebagai bahan pengisi dan pembawa aroma yang

disemprot kering (Smith, 1982, dikutip Ridwansyah, 2006). Dekstrin juga dapat

digunakan sebagai bahan enkapsulasi (BeMiller dan Whistler, 1996, dikutip

Ridwansyah, 2006).

Dekstrin didefinisikan sebagai produk yang dihasilkan dari hidrolisis pati

dengan enzim atau dengan katalis asam (Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari,

2008). Dekstrin merupakan produk hidrolisis parsial dari amilum sebelum terbentuk

maltosa (Poedjiadi dikutip Lestari, 2008). Menurut Brautlecht dikutip Lestari (2008),

dekstrin memiliki struktur kimia (C6H10O5)n dan secara umum sifat kimianya antara

pati dan dekstrosa. Dekstrin memiliki sifat larut dalam air dingin dan tidak larut

dalam alkohol dan pelarut netral. Dekstrin umumnya berbentuk bubuk dan berwarna

putih sampai kekuningan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (1992), dekstrin

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/036

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

23

didefinisikan sebagai salah satu produk hidrolisi pati, berbentuk amorf, berwana putih

sampai kekuning-kuningan. Dekstrin yang dipasarkan di Indonesia harus memenuhi

syarat mutu seperti yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Syarat Mutu Dekstrin (SNI 01-2593-1992) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Warna - Putih sampai

kekuning-kuningan 2 Warna dengan larutan lugol - Ungu kecoklat-

coklatan 3 Kehalusan mesh %b/b Min 90 (lolos) 4 Air %b/b Maks 11 5 Abu %b/b Maks 0,5 6 Serat kasar %b/b Maks 0,6 7 Bagian yang larut dalam air dingin Min 97 8 Kekentalan oE 3-4 9 Dekstrosa Maks 5 10 Derajat asam ml NaOh 0,1 N/100 g Maks 3 11 Cemaran logam

11.1 Timbal (Pb) 11.2 Tembaga (Cu) 11.3 Seng (Zn) 11.4 Timah (Sn)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

Maks 2 Maks 30 Maks 40 Maks 40

12 Arsen mg/kg Maks 1 13 Cemaran mikroba

13.1 Kapang dan ragi 13.2 Total aerobik 13.3 Bakteri koliform 13.4 Salmonella

MPN/g MPN/g MPN/g MPN/g

Maks 102 102-106

Maks 102 0

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1992). Berdasarkan proses pengolahannya, dekstrin dibagi menjadi tiga jenis yaitu

siklodektrin, maltodekstrin dan pirodekstrin (Satterthwaite dan Iwinski dikutip

Lestari, 2008). Pirodekstrin merupakan dekstrin yang dihasilkan dengan cara

hidrolisis asam atau pemanasan kering (roasting). Prosesnya dilakukan dengan

pemanasan pati kering sambil diaduk, kemudian disemprot dengan asam klorida dan

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/037

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

24

sulfat. Derajat hidrolisisnya tergantung dari waktu, suhu, dan pH dari proses konversi

(Smith, 1982, dikutip Ridwansyah, 2006). Proses pembuatan dekstrin dengan

pemanasan kering dilakukan empat tahap meliputi persiapan bahan, pemanasan

pendahuluan, pirokonversi atau pemanasan lanjut, dan pendinginan. Klarifikasi

pirodekstrin menurut Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi Pirodekstrin Karakteristik Dekstrin Putih Dekstrin Kuning British Gum Kondisi : Katalis

Suhu (oC) Waktu (jam)

HCl 79-121

3-7

HCl 149-190

6-20

HCl 135-190 10-24

Warna Putih hingga krem muda

Kekuningan hingga kuning tua

Kekuningan hingga coklat tua

Kelarutan (%) 1-98 95-100 1-100 Sumber : Satterthwaite dan Iwinski dikutip Lestari (2008) Jenis pirodekstrin ini berbeda dalam cara perlakuan pati sebelum dipanaskan,

cara dan tingkat pemanasan, dan sifat-sifat produk yang dihasilkan. Secara umum

dekstrin putih dibuat dengan konversi pada suhu rendah dan pH yang tergantung

kecepatan proses konversi tanpa pembentukan warna yang berlebihan. Dekstrin

kuning merupakan produk yang terkonversi tanpa pembentukan warna yang

berlebihan. Dekstrin kuning merupakan produk yang terkonversi lebih tinggi yang

dibuat dengan kombinasi pH rendah dan suhu yang tinggi. British gum disisi yang

lain dikonversi pada pH yang tinggi dan suhu yang tinggi untuk konversinya,

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gula Serbuk Arenmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070010_2_5478.pdfPengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya

FTIP001626/038

[2]

[3]

[1]

HA

K C

IPTA

DIL

IND

UN

GI U

ND

AN

G-U

ND

AN

G

Tidak diperkenankan m

engumum

kan, mem

ublikasikan, mem

perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam

bentuk apapun tanpa izin tertulis

Tidak diperkenankan m

engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m

encantumkan sum

ber tulisan

Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem

ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan

25

sehingga warna British gum lebih gelap daripada dekstrin putih (Wurzburg, 1986,

dikutip Ridwansyah, 2006).

Menurut Fennema dikutip Lestari (2008), dekstrin memiliki viskositas yang

relatif rendah sehingga pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak masih diijinkan.

Izin pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak menguntungkan apabila pemakaian

dekstrin dimaksudkan sebagai bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat

produk yang dihasilkan dalam bentuk bubuk.