II. TINJAUAN PUSTAKAmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070002_2_3251.pdfBesarnya kadar bahan...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKAmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070002_2_3251.pdfBesarnya kadar bahan...
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biskuit Bonggol Pisang
Biskuit merupakan produk panggang berukuran kecil yang dibuat dari tepung,
gula, dan lemak. Biskuit memiliki kandungan air kurang dari 4% dan ketika dikemas
dalam kemasan kedap uap air dapat memiliki umur simpan yang lebih panjang,
sekitar 6 bulan atau lebih. Biskuit dibuat dalam beragam bentuk, ukuran dan setelah
dipanggang biskuit dapat dilapisi dengan coklat, diberi isi dengan krim seperti
sandwhich atau diberi tambahan flavor (Manley, 1998).
Syarat mutu biskuit yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian
tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI.01-2973-1992). Berikut
merupakan syarat mutu biskuit ditinjau dari aspek objektif (analisis kimia) :
Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992)
Kriteria Mutu Klasifikasi BiskuitAir Maksimum 5%
Protein Minimum 9%Lemak Minimum 9,5%
Karbohidrat Minimum 70%Abu Maksimum 1,6%
Logam berbahaya NegatifSerat kasar Maksimum 0,5%
Kalori Minimum 400 kal/100 grJenis tepung TeriguBau dan rasa Normal, tidak tengik
Warna NormalSumber : Standar Nasional Indonesia, 1992
Biskuit bonggol pisang merupakan salah satu produk hasil diversifikasi
pangan sebagai hasil dari pemanfaatan limbah dan sumber daya alam lokal di
FTIP001650/023
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
7
Indonesia. Biskuit bonggol pisang tidak menggunakan tepung terigu pada
formulasinya, melainkan memanfaatkan limbah bonggol pisang batu dan ubi jalar
kuning yang ditepungkan sebagai pengganti terigu. Berdasarkan hasil penelitian
Jasmin (2010), imbangan tepung bonggol pisang dan ubi jalar 55 : 45 menghasilkan
biskuit dengan karakteristik yang paling disukai oleh panelis, yaitu warna, aroma,
rasa, kerenyahan, dan kenampakan keseluruhan.
Biskuit bonggol pisang yang dihasilkan Jasmin (2010) masih belum
memenuhi Standar Nasional Indonesia (1992) tentang biskuit karena kandungan
protein biskuit bonggol pisang tidak mencapai 9% sehingga diperlukan penambahan
bahan pangan yang dapat meningkatkan kandungan protein biskuit namun tidak
mengubah tingkat kesukaan penalis terhadap karakteristik biskuit.
2.1.1. Bahan-Bahan Penyusun Biskuit Bonggol Pisang
Matz and Matz (1978) membagi bahan-bahan penyusun biskuit menjadi dua
bagian yaitu: bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi
sebagai perapuh tekstur yang akan mepengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi
sebagai pengikat atau pembentukan adonan yang kompak, yaitu tepung, air, susu, dan
putih telur. Sedangkan yang termasuk bahan perapuh, antara lain: gula, kuning telur,
bahan pengembang, dan shortening. Mentega, gula, telur, dan tepung mempengaruhi
pembentukan struktur pada produk biskuit yang dihasilkan. Bahan tambahan seperti
bahan pengemulsi, bahan pengembang adonan, garam, flavor, juga berpengaruh
terhadap fungsi dan kualitas produk (Faridi, 1994). Bahan-bahan utama yang
digunakan dalam pembuatan biskuit terdiri dari :
FTIP001650/024
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
8
1. Tepung Bonggol Pisang
Tepung bonggol pisang merupakan bentuk olahan bonggol pisang setengah
jadi yang dibuat dengan menggiling bonggol pisang yang telah dikeringkan (Jasmin,
2010). Menurut Ardiyanto (2008), tepung bonggol pisang adalah butiran halus yang
lolos ayakan 80 mesh yang dihasilkan dari proses penggilingan gaplek bonggol
pisang.
2. Tepung Ubi Jalar
Tepung ubi jalar dapat dihasilkan dari berbagai jenis ubi jalar dan akan
menghasilkan tepung yang beragam. Ubi jalar yang sesuai digunakan untuk
pembuatan tepung adalah ubi yang memiliki kadar bahan kering dan pati yang tinggi,
serta kadar air yang rendah. Kadar bahan kering yang tinggi akan menghasilkan
rendemen tepung yang tinggi. Besarnya kadar bahan kering ubi jalar tergantung pada
jenis, lingkungan dan umur tanamannya (Antarlina, 1994 dikutip Jasmin, 2010).
Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain sebagai tepung
komposit, antara lain terigu, tepung kacang-kacangan, jagung, maupun jenis tepung
lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan baku pangan. Tepung ubi jalar dapat
dimanfaatkan untuk membuat produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan
sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain-lain (Jasmin, 2010).
3. Gula
Gula penting dalam menghasilkan citarasa dan struktur biskuit. Menurut Hui
(2006) gula merupakan bahan yang penting pada produk bakery, selain berfungsi sebagai
bahan pemanis, gula juga berpengaruh pada proses fermentasi, memberi flavor,
berpengaruh pada proses pencoklatan, dan berfungsi sebagai humektan (bahan yang dapat
FTIP001650/025
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
9
menyerap lembab) pada produk akhir. Jumlah gula yang digunakan pada pembuatan
biskuit cukup banyak untuk jenis adonan biskuit keras, lebih sedikit untuk adonan semi-
sweet dan sangat sedikit untuk adonan crackers dan wafer (Manley, 1998). Jumlah gula
dan sirup gula yang digunakan pada produk bakery sangat bervariasi tergantung dari jenis
produknya, kandungan gula pada produk bakery dapat berkisar antara 0% - 40% namun
untuk produk biskuit, jumlah kandungan gula dalam formulasi dapat berkisar antara 20% -
40% (Hui 2006). Jika jumlah gula yang digunakan pada formulasi biskuit tinggi (> 40%)
maka akan terbentuk lapisan keras setelah proses pemanggangan.
4. Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak berfungsi untuk memerangkap dan menahan udara yang
masuk selama proses creaming pada tahap pencampuran, dan untuk menghasilkan sifat
sensori seperti kelembaban, kerenyahan, kegaringan, dan shortness (Faridi, 1994).
Selama pencampuran terjadi kompetisi di permukaan terigu antara lapisan air dan lemak.
Jika lemak menyelimuti tepung terigu maka air atau sirup gula yang berinteraksi dengan
gluten akan membentuk sifat kohesif dan daya tarik sehingga tekstur biskuit setelah
pemanggangan menjadi tidak terlalu keras dan mudah lumat di dalam mulut.
Jumlah lemak yang digunakan dalam formulasi tergantung pada jenis adonan
yang diinginkan dan jenis biskuit yang dibuat. Lemak yang digunakan jumlahnya lebih
banyak bila ingin membuat adonan biskuit jenis soft dough dibandingkan pada adonan
jenis hard dough (Manley, 1998). Jenis lemak yang dapat digunakan pada produk biskuit
antara lain : mentega dan margarin. Mentega atau margarin digunakan sebagai shortening
dan menghasilkan flavor pada produk biskuit. Flavor pada mentega dan margarin
semakin kuat selama proses pemanggangan.
FTIP001650/026
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
10
5. Telur
Telur mengandung beberapa protein dan berfungsi untuk membentuk
karakteristik produk cookies dan crackers. Telur mengandung protein globulin yang
berperan dalam proses aerasi pada saat pengadonan biskuit. Protein ovomucin
berfungsi untuk menstabilkan busa. Lemak pada kuning telur yang mengandung
fosfolipid berfungsi sebagai bahan pengemulsi dan pengaerasi (Faridi, 1994).
6. Garam
Garam digunakan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang
digunakan pada pembuatan biskuit (McWilliams, 2008). Pada pembuatan biskuit,
garam berfungsi untuk memberi rasa dan aroma, memperkuat gluten dan memberikan
warna lebih putih pada remahan biskuit. Sebagian besar formula biskuit
menggunakan 1% garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal kecil untuk
mempermudah kelarutannya. Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada jenis
tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan
membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.
7. Bahan Pengembang (Leavening Agent)
Pengembang adonan yang dapat digunakan pada produk baking terdiri dari
dua jenis, yaitu bahan pengembang biologi dan kimia. Biological agent yang dapat
digunakan pada produk baking seperti roti dan biskuit adalah ragi (Saccharomyces
cerevisiae) dan gabungan dari bakteri dan yeast (L. sanfrancisco, ragi Saccharomyces
exigus dan S. inusitatus) (McWilliams, 2008). Chemical Agent yang biasa digunakan
pada produk baking terdiri dari dua jenis bahan yaitu golongan asam dan golongan
alkali. Efektifitas dari komponen bahan pengembang dalam memproduksi gas tidak
FTIP001650/027
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
11
hanya bergantung pada jumlah gas yang dihasilkan, tetapi juga pada kecepatan reaksi
pengembangannya (McWilliams, 2008)
Baking powder merupakan bahan pengembang kimia yang sering digunakan
pada pembuatan biskuit. Baking powder terdiri dari Natrium Bikarbonat (alkali),
garam asam, dan pati jagung. Alkali dan asam berfungsi untuk menghasilkan gas
karbondioksida, sedangkan pati jagung berfungsi untuk memperpanjang umur simpan
bubuk dengan menyerap kelembaban yang masuk ke dalam kemasan, sehingga dapat
mencegah pelarutan alkali dan asam yang dapat mempengaruhi keaktifan bahan
pengembang (McWilliams, 2008).
8. Air
Air berfungsi mengontrol kepadatan adonan, suhu adonan, melarutkan garam,
menahan dan menyebarkan bahan-bahan tepung, membasahi dan mengembangkan
pati. Penggunaan air dalam pembuatan biskuit tidak mutlak bahkan beberapa biskuit
dibuat tanpa menambahkan air sedikitpun.
9. Susu
Menurut Matz and Matz (1978) penggunaan susu untuk produk-produk bakery
berfungsi untuk membentuk flavor, mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur
yang kuat dan porus. Selain itu, protein susu (kasein) berfungsi untuk membentuk warna
dengan adanya reaksi pencoklatan dan juga berpengaruh pada karakterisitik sensori biskuit
yaitu keempukan. Penggunaan susu pada biskuit juga bertujuan untuk meningkatkan nilai
gizi produk, karena susu memiliki kandungan gizi lengkap. Jenis olahan susu yang
digunakan pada pembuatan biskuit ini adalah susu full krim. Susu full krim berfungsi untuk
memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi.
FTIP001650/028
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
12
2.1.2. Proses Pembuatan Biskuit
Pembuatan biskuit berbahan baku tepung komposit bonggol pisang dan ubi
jalar didasarkan atas hasil penelitian Jasmin (2010). Formulasi yang digunakan yaitu
tepung bonggol pisang 55 g, tepung ubi jalar 45 g, gula tepung 70 g, minyak nabati
50 g, susu full krim 40 g, kuning telur 30 g, air 48 g, garam 0,8 g, baking soda 0,7 g,
dan baking powder 0,5 g. Tahapan pembuatan biskuit bonggol pisang selengkapnya
meliputi :
a. Penyiapan bahan
Penyiapan bahan meliputi tahap penimbangan bahan-bahan yang digunakan yaitu:
tepung bonggol pisang, tepung ubi jalar, garam, gula tepung, minyak nabati, susu
full krim, kuning telur dan bahan pengembang (baking powder dan baking soda).
b. Pencampuran bahan I
Pencampuran bahan I yaitu mencampurkan bahan seperti gula tepung, garam dan
minyak nabati yang diaduk dengan mixer (10 menit) sampai terbentuk krim.
c. Pencampuran bahan II
Penambahan susu full krim dan kuning telur ke dalam krim, lalu diaduk kembali
sampai tercampur halus (4 menit).
d. Pencampuran bahan III
Penambahan tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar dengan imbangan yang
telah ditentukan, juga ditambahkan bahan pengembang.
e. Pembentukan Adonan
Pembentukan adonan dilakukan dengan mengaduk bahan-bahan yang telah tercampur di
atas dengan menggunakan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk adonan yang merata.
FTIP001650/029
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
13
f. Aging (15-30 menit)
Setelah adonan terbentuk, dilakukan proses aging pada suhu ruang ± 27°C. Aging
diperlukan untuk memberi kesempatan kepada bahan pengembang untuk bekerja.
g. Pencetakkan
Sebelum dicetak, adonan yang telah diaging mengalami penipisan terlebih dahulu
sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan yaitu sekitar 3 mm, lalu dicetak.
h. Pemanggangan
Pemanggangan pada pembuatan biskuit dilakukan dengan menggunakan oven
listrik suhu 180oC selama 15-18 menit.
i. Pendinginan
Setelah keluar dari oven, biskuit harus cepat didinginkan pada suhu ruang (25°C)
untuk menurunkan suhu dan mengeraskan biskuit akibat pemadatan gula dan
lemak. Prosedur pembuatan biskuit selengkapnya terdapat pada Gambar 1.
FTIP001650/030
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
14
55 g Tepung bonggolpisang
45 g Tepung ubi jalar0,7 g Baking soda
0,8 g Baking powder
70 g Gula tepung,50 g Minyak nabati,
dan 0,8 g Garam
Pencampuran Bahan I(Pengadukan dengan mixer kecepatan tinggi
sampai tebentuk krim selama 10 menit)
Pencampuran Bahan II(Pengadukan dengan mixer
kecepatan rendah selama 4 menit)
Pencampuran Bahan III
40 g Susu full krim30 g Kuning telur
Pembuatan adonan(Penambahan air sedikit demi sedikit)
48 g Air
Aging (15-30 menit)
Pencetakan
Pemanggangan T : 160°C ; t : 15-18 menit
Biskuit bonggol
pisang
Pendinginan
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biskuit Bonggol Pisang(Jasmin, 2010)
2.2. Konsentrat Protein Whey
Whey merupakan produk yang didapatkan dari susu setelah lemak dan kasein
dihilangkan. Protein whey adalah protein yang tetap larut ketika kasein tersebut terkoagulasi
oleh enzim atau asam. Whey umumnya merupakan limbah dari kasein atau dari pembuatan
FTIP001650/031
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
15
keju. Whey terdiri dari 80% - 90% total volume susu yang masuk ke dalam proses pembuatan
keju atau kasein dan mengandung 50% dari kandungan gizi susu (Bylund, 1995). Komponen
utama dari whey adalah 95% air, karbohidrat terutama laktosa, protein, dan mineral.
Whey harus cepat disimpan pada suhu rendah kira-kira 5°C untuk menghentikan
pertumbuhan bakteri sementara waktu (Bylund, 1995). Kasein yang terkandung dalam whey
dapat menyebabkan dampak yang merugikan pada saat pemisahan lemak, sehingga kasein
harus dihilangkan terlebih dahulu. Teknik pemisahan yang dapat digunakan untuk memisahkan
kasein dan lemak, yaitu dengan sentrifugasi. Whey krim yang terpisah setelah sentrifugasi
dapat digunakan kembali untuk pembuatan keju setelah melalui tahap pemasakan dan
pemeraman karena masih memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 25% – 30%
(Bylund, 1995). Cairan whey yang didapat setelah proses pemisahan harus segera didinginkan
atau dipasteurisasi. Pendinginan whey dilakukan selama 10 jam – 15 jam cukup untuk
mengurangi aktivitas bakteri, sedangkan bila ingin disimpan lebih lama maka whey perlu
dipasteurisasi terlebih dahulu. Skema proses pemisahan kasein dan lemak pada whey dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Proses Pemisahan Kasein dan Lemak dari Whey(Bylund, 1995)
Keterangan :1 : Tangki Penampungan Whey2 : Alat Pemanas3 : Saringan berputar (Rotating Strainer)4 : Tangki Pengumpul Whey halus
5 : Separator whey krim6 : Tangki whey krim7 : whey untuk proses selanjutnya
15
keju. Whey terdiri dari 80% - 90% total volume susu yang masuk ke dalam proses pembuatan
keju atau kasein dan mengandung 50% dari kandungan gizi susu (Bylund, 1995). Komponen
utama dari whey adalah 95% air, karbohidrat terutama laktosa, protein, dan mineral.
Whey harus cepat disimpan pada suhu rendah kira-kira 5°C untuk menghentikan
pertumbuhan bakteri sementara waktu (Bylund, 1995). Kasein yang terkandung dalam whey
dapat menyebabkan dampak yang merugikan pada saat pemisahan lemak, sehingga kasein
harus dihilangkan terlebih dahulu. Teknik pemisahan yang dapat digunakan untuk memisahkan
kasein dan lemak, yaitu dengan sentrifugasi. Whey krim yang terpisah setelah sentrifugasi
dapat digunakan kembali untuk pembuatan keju setelah melalui tahap pemasakan dan
pemeraman karena masih memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 25% – 30%
(Bylund, 1995). Cairan whey yang didapat setelah proses pemisahan harus segera didinginkan
atau dipasteurisasi. Pendinginan whey dilakukan selama 10 jam – 15 jam cukup untuk
mengurangi aktivitas bakteri, sedangkan bila ingin disimpan lebih lama maka whey perlu
dipasteurisasi terlebih dahulu. Skema proses pemisahan kasein dan lemak pada whey dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Proses Pemisahan Kasein dan Lemak dari Whey(Bylund, 1995)
Keterangan :1 : Tangki Penampungan Whey2 : Alat Pemanas3 : Saringan berputar (Rotating Strainer)4 : Tangki Pengumpul Whey halus
5 : Separator whey krim6 : Tangki whey krim7 : whey untuk proses selanjutnya
15
keju. Whey terdiri dari 80% - 90% total volume susu yang masuk ke dalam proses pembuatan
keju atau kasein dan mengandung 50% dari kandungan gizi susu (Bylund, 1995). Komponen
utama dari whey adalah 95% air, karbohidrat terutama laktosa, protein, dan mineral.
Whey harus cepat disimpan pada suhu rendah kira-kira 5°C untuk menghentikan
pertumbuhan bakteri sementara waktu (Bylund, 1995). Kasein yang terkandung dalam whey
dapat menyebabkan dampak yang merugikan pada saat pemisahan lemak, sehingga kasein
harus dihilangkan terlebih dahulu. Teknik pemisahan yang dapat digunakan untuk memisahkan
kasein dan lemak, yaitu dengan sentrifugasi. Whey krim yang terpisah setelah sentrifugasi
dapat digunakan kembali untuk pembuatan keju setelah melalui tahap pemasakan dan
pemeraman karena masih memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 25% – 30%
(Bylund, 1995). Cairan whey yang didapat setelah proses pemisahan harus segera didinginkan
atau dipasteurisasi. Pendinginan whey dilakukan selama 10 jam – 15 jam cukup untuk
mengurangi aktivitas bakteri, sedangkan bila ingin disimpan lebih lama maka whey perlu
dipasteurisasi terlebih dahulu. Skema proses pemisahan kasein dan lemak pada whey dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Proses Pemisahan Kasein dan Lemak dari Whey(Bylund, 1995)
Keterangan :1 : Tangki Penampungan Whey2 : Alat Pemanas3 : Saringan berputar (Rotating Strainer)4 : Tangki Pengumpul Whey halus
5 : Separator whey krim6 : Tangki whey krim7 : whey untuk proses selanjutnya
FTIP001650/032
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
16
Keterangan :1 : Unit Ultrafiltrasi2 : Tangki penampungan retentat3 : Tangki penampungan whey retentat
4 : Evaporator5 : Alat pengering (Spray Drying)6 : Pengemasan
Konsentrat protein whey (KPW) diperoleh dari pengeluaran secukupnya unsur-
unsur pokok yang bukan protein dari pasteurisasi whey sehingga produk kering akhir
mengandung 34% - 80% protein (Whey Product-United State, 2004). KPW memiliki
asam amino yang sangat baik dengan kandungan lisin dan sistein yang paling tinggi.
KPW bubuk dibuat dengan mengeringkan retentat whey dari proses ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi menyerap laktosa dan zat abu serta dapat
mengkonsentrasikan protein dari whey, dengan demikian menjadikan membran
ultrafiltrasi sebagai alat standar untuk memproduksi konsentrat protein whey (KPW).
Lebih banyak jumlah laktosa dan abu yang dihilangkan maka semakin besar kandungan
protein pada KPW (Whey Product-United State, 2004). Kandungan protein dari hasil
pengeringan ini dapat berkisar antara 35% - 85% (Bylund, 1995). Skema proses
pembuatan KPW dengan ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Pengolahan Konsentrat Protein Whey (KPW) dengan Ultrafiltrasi(Bylund, 1995)
Protein pada whey sangat mudah dicerna dan mengandung asam amino
esensial dalam proporsi yang tepat, dan digolongkan sebagai sumber nutrisi yang
16
Keterangan :1 : Unit Ultrafiltrasi2 : Tangki penampungan retentat3 : Tangki penampungan whey retentat
4 : Evaporator5 : Alat pengering (Spray Drying)6 : Pengemasan
Konsentrat protein whey (KPW) diperoleh dari pengeluaran secukupnya unsur-
unsur pokok yang bukan protein dari pasteurisasi whey sehingga produk kering akhir
mengandung 34% - 80% protein (Whey Product-United State, 2004). KPW memiliki
asam amino yang sangat baik dengan kandungan lisin dan sistein yang paling tinggi.
KPW bubuk dibuat dengan mengeringkan retentat whey dari proses ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi menyerap laktosa dan zat abu serta dapat
mengkonsentrasikan protein dari whey, dengan demikian menjadikan membran
ultrafiltrasi sebagai alat standar untuk memproduksi konsentrat protein whey (KPW).
Lebih banyak jumlah laktosa dan abu yang dihilangkan maka semakin besar kandungan
protein pada KPW (Whey Product-United State, 2004). Kandungan protein dari hasil
pengeringan ini dapat berkisar antara 35% - 85% (Bylund, 1995). Skema proses
pembuatan KPW dengan ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Pengolahan Konsentrat Protein Whey (KPW) dengan Ultrafiltrasi(Bylund, 1995)
Protein pada whey sangat mudah dicerna dan mengandung asam amino
esensial dalam proporsi yang tepat, dan digolongkan sebagai sumber nutrisi yang
16
Keterangan :1 : Unit Ultrafiltrasi2 : Tangki penampungan retentat3 : Tangki penampungan whey retentat
4 : Evaporator5 : Alat pengering (Spray Drying)6 : Pengemasan
Konsentrat protein whey (KPW) diperoleh dari pengeluaran secukupnya unsur-
unsur pokok yang bukan protein dari pasteurisasi whey sehingga produk kering akhir
mengandung 34% - 80% protein (Whey Product-United State, 2004). KPW memiliki
asam amino yang sangat baik dengan kandungan lisin dan sistein yang paling tinggi.
KPW bubuk dibuat dengan mengeringkan retentat whey dari proses ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi menyerap laktosa dan zat abu serta dapat
mengkonsentrasikan protein dari whey, dengan demikian menjadikan membran
ultrafiltrasi sebagai alat standar untuk memproduksi konsentrat protein whey (KPW).
Lebih banyak jumlah laktosa dan abu yang dihilangkan maka semakin besar kandungan
protein pada KPW (Whey Product-United State, 2004). Kandungan protein dari hasil
pengeringan ini dapat berkisar antara 35% - 85% (Bylund, 1995). Skema proses
pembuatan KPW dengan ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Pengolahan Konsentrat Protein Whey (KPW) dengan Ultrafiltrasi(Bylund, 1995)
Protein pada whey sangat mudah dicerna dan mengandung asam amino
esensial dalam proporsi yang tepat, dan digolongkan sebagai sumber nutrisi yang
FTIP001650/033
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
17
terbaik. Protein whey secara proporsional mempunyai kandungan asam amino sistein
dan metionin lebih banyak daripada kasein, sehingga rasio PER (Protein Efficiency
Ratio) konsentrat protein whey (KPW) lebih tinggi daripada kasein. Nilai PER KPW
yang lebih dari 3,0 digolongkan sebagai protein dengan nutrisi terbaik, karena profil
asam amino protein whey yang seimbang, produk whey merupakan bahan dasar yang
sangat baik bagi fortifikasi protein. Susunan komposisi umum beberapa jenis whey
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Susunan Komposisi Umum Dairy Product Berdasarkan The AmericanDairy Product Institute (ADPI)
KriteriaWhey Kering(Tipe Manis)
Permeat(Produk
Susu Padat)
WheyMineral
Tereduksi
KonsentratProteinWhey
IsolatProteinWhey
Protein 11,0-14,5% 3,0 – 5,0% 11,0 – 15,0% 34,4 – 79,9% 92,0%Laktosa 63,0 -75% 65,0 – 85,0% 70,0 – 80,0% 10,0 – 55,0% 0,5%Lemak susu 1,0 -1,5% 0,0 – 1,5% 0,5 – 1,8% 1,0 – 10,0% 1,0%Abu 8,2 – 8,8% 8,0 – 20,0% 1,0 – 7,0% 4,0 – 8,0% 2,0%Kelembaban 3,5 – 5,0% 3,0 – 5,0% 3,0 -4,0% 3,0 -4,0% 4,5%SPC <30.000/gr <30.000/gr <30.000/gr <30.000/gr <30.000/grKoliform <10/gr <10/gr <10/gr <10/gr <10/grSalmonella Test Negatif Test Negatif Test Negatif Test Negatif Test
NegatifListeria Test Negatif Test Negatif Test Negatif Test Negatif Test
NegatifStaphylococci Test Negatif Test Negatif Test Negatif Test Negatif Test
NegatifPartikel-partikelrusak
7,5 – 15,0 mg 7,5 – 15,0 mg 7,5 – 15,0mg
7,5 – 15,0mg
7,5 – 15,0mg
Asamtertitrasi
0,10 – 0,15% 0,10 – 0,15% - - -
pH 5,8 – 6,5 - 6,2 – 7,0 6,0 -6,7 6,7 – 7,5Warna Putih – krem
sampai KremPutih – kremsampai Krem
Kremsampai krem
tua
Putih sampaikrem muda
Putihsampai
krem mudaRasa Rasa whey
normalRasa whey
normalRasa whey
normalTawar,bersih
Tawar,bersih
AlkanitasAbu
≤ 225 ml0,1N
HCl/100g
Sumber : Whey Product-United States-Handbook, 2004
FTIP001650/034
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
18
2.3. Probiotik
Para peneliti di dunia membuktikan pentingnya peranan mikroflora atau
bakteri saluran pencernaan bagi kesehatan, diantaranya adalah bakteri asam laktat
yang berperan positif menjaga keseimbangan mikroflora usus serta membantu
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dikenal sebagai efek probiotik (Surono, 2004).
Fuller (1989) dikutip Surono (2004) mendefinisikan probiotik sebagai suplemen
mikroba hidup yang memberikan efek positif manusia atau hewan dengan
memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Saat ini definisi probiotik adalah adanya
penekanan perlunya jumlah mikroba yang cukup agar memberikan efek positif bagi
kesehatan, bisa berkolonisasi sehingga bisa mencapai jumlah tertentu selama waktu
tertentu (Surono, 2004).
Klein dkk. (1998) dikutip Surono (2004) melaporkan taksonomi dan fisiologi
spesies Lactobacillus probiotik, yaitu termasuk ke dalam kelompok a) L. acidophilus,
b) L. casei, dan c) L. reuteri/L. fermentum. Hingga pertengahan tahun 1980-an, genus
Bifidobacterium diklasifikasikan sebagai Lactobacillus spp, dan dewasa ini 30 jenis
spesies yang berbeda telah diidentifikasi. Bakteri asam laktat dan Bifidobacteria
secara alami terdapat dalam saluran pencernaan manusia dan hewan, dan dalam
makanan fermentasi seperti yakult, yogurt, keju, berbagai produk salami, pikel buah
dan sayuran dikenal aman (GRAS : Generally Recognize as Safe) (Surono, 2004).
Beberapa karakteristik penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih
strain probiotik potensial mencakup aspek keamanan, fungsional, dan teknologi,
diilustrasikan pada gambar berikut :
FTIP001650/035
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
19
Gambar 4. Kriteria Seleksi Bakteri Probiotik(Saarela et al., 2000 dikutip Surono, 2004)
Lactobacillus acidophilus
L. acidophilus pertama kali di isolasi pada tahun 1900 oleh Moro, warga
Negara Australia dari feses bayi yang diberi susu dalam botol dan bakteri tersebut
diberi nama Bacillus acidophilus (Kanbe, 1992). L. acidophilus merupakan bakteri
berbentuk batang dari famili Lactobacillaceae yang termasuk golongan gram positif,
bersifat mesofilik dan tidak dapat membentuk spora. L. acidophilus bersifat
homofermentatif dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat.
L. acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus kecil dan bagian
awal usus besar. Bakteri ini memproduksi asam organik, hidrogen peroksida dan
antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri pembusuk,
hal ini menunjukkan sifat antimikroba bakteri gram positif lebih kuat dari pada
bakteri gram negatif. Hal itu juga yang mengklaim bahwa aktivitas antimikroba L.
Terbuktisecara klinis
terhadapkesehatan
19
Gambar 4. Kriteria Seleksi Bakteri Probiotik(Saarela et al., 2000 dikutip Surono, 2004)
Lactobacillus acidophilus
L. acidophilus pertama kali di isolasi pada tahun 1900 oleh Moro, warga
Negara Australia dari feses bayi yang diberi susu dalam botol dan bakteri tersebut
diberi nama Bacillus acidophilus (Kanbe, 1992). L. acidophilus merupakan bakteri
berbentuk batang dari famili Lactobacillaceae yang termasuk golongan gram positif,
bersifat mesofilik dan tidak dapat membentuk spora. L. acidophilus bersifat
homofermentatif dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat.
L. acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus kecil dan bagian
awal usus besar. Bakteri ini memproduksi asam organik, hidrogen peroksida dan
antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri pembusuk,
hal ini menunjukkan sifat antimikroba bakteri gram positif lebih kuat dari pada
bakteri gram negatif. Hal itu juga yang mengklaim bahwa aktivitas antimikroba L.
KarakteristikStrain Probiotik
Tahan asam& empedu
Melekat kesel usus
Bertahandaam
saluran usus
Produksiantimikroba
Antagonisterhadappatogen
Aman dalammakanandan klinis
Terbuktisecara klinis
terhadapkesehatan
Berasal darimanusia
19
Gambar 4. Kriteria Seleksi Bakteri Probiotik(Saarela et al., 2000 dikutip Surono, 2004)
Lactobacillus acidophilus
L. acidophilus pertama kali di isolasi pada tahun 1900 oleh Moro, warga
Negara Australia dari feses bayi yang diberi susu dalam botol dan bakteri tersebut
diberi nama Bacillus acidophilus (Kanbe, 1992). L. acidophilus merupakan bakteri
berbentuk batang dari famili Lactobacillaceae yang termasuk golongan gram positif,
bersifat mesofilik dan tidak dapat membentuk spora. L. acidophilus bersifat
homofermentatif dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat.
L. acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus kecil dan bagian
awal usus besar. Bakteri ini memproduksi asam organik, hidrogen peroksida dan
antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau bakteri pembusuk,
hal ini menunjukkan sifat antimikroba bakteri gram positif lebih kuat dari pada
bakteri gram negatif. Hal itu juga yang mengklaim bahwa aktivitas antimikroba L.
FTIP001650/036
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
20
acidophilus paling kuat dalam menghambat bakteri patogen. L. acidophilus dalam
saluran pencernaan dapat juga menghambat bakteri patogen. L. acidophilus dalam
saluran pencernaan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau pembusuk
yang menyebabkan masalah usus, diare dan gangguan pencernaan serta berperan
dalam menjaga kesehatan (Kanbe, 1992).
Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis, diantaranya adalah L. casei
subsp. casei Shirota strain yang terdapat dalam yakult, Bifidobacterium, L. acidophilus
dan beberapa bakteri asam laktat lainnya. Bakteri yogurt, yaitu L. bulgaricus dan S.
thermophilus tidak termasuk probiotik, meskipun enzim yang dihasilkan mengatasi
intoleransi laktosa, namun tidak bisa lolos berbagai rintangan dalam saluran
pencernaan untuk tetap hidup di usus. Yogurt biasanya ditambah bakteri probiotik
seperti L. acidophilus agar mempunyai efek fungsional bagi kesehatan.
Karakteristik bakteri L. acidophilus diantaranya: 1) tidak tumbuh pada suhu
15ºC dan tidak dapat memfermentasi ribosa, 2) suhu optimum untuk pertumbuhannya
adalah 35 - 38ºC dan pH optimum 5,5 – 6,0, 3) di dalam susu sapi, bakteri ini
memproduksi 0,3 - 1,9% asam laktat, 4) umumnya membutuhkan nutrisi berupa
asetat, riboflavin, asam pantotenat, kalsium, niasin dan asam folat, 5) resisten
terhadap asam empedu, 6) memproduksi threonine aldolase dan alcohol
dehydrogenase yang mempengaruhi aroma (Kanbe, 1992).
2.4. Yogurt Probiotik
Menurut Tamime dan Robinson (2007), yogurt didefinisikan sebagai produk
pangan berbahan dasar susu, membentuk gel atau semi padat dimana telah mengalami
FTIP001650/037
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
21
perubahan struktur dasar melalui fermentasi yang melibatkan mikroorganisme spesifik
dari starter asal. Code of Federal Regulation (Amerika Serikat) mendefinisikan yogurt
sebagai minuman yang dibuat dari susu segar, susu skim, atau kombinasi keduanya
yang difermentasi oleh starter yang mengandung bakteri asam laktat, yaitu L.
bulgaricus dan S. thermophilus. Bakteri yogurt merupakan bakteri asam laktat yang
bersifat tahan panas (termodurik), bekerja pada satu macam substrat (selektif), dan
homofermentatif yang berarti hanya menghasilkan asam laktat hingga lebih dari 85%.
Keaktifan dari bakteri yogurt sangat dipengaruhi oleh suhu inkubasi dan pH. Suhu
optimum untuk pertumbuhan bakteri L. bulgaricus adalah 45ºC, sedangkan S.
thermophilus adalah 37ºC. L. bulgaricus menyukai lingkungan yang agak asam (pH 5,5)
untuk pertumbuhan optimumnya sedangkan S. thermophilus memiliki pH optimum 6,5.
Oleh karena itu, pada awal fermentasi S. thermophilus tumbuh dengan cepat, setelah
terbentuknya sejumlah asam laktat yang diikuti penurunan pH substrat maka pertumbuhan
bakteri ini terhambat, sedangkan pada saat itu L. bulgaricus akan tumbuh cepat.
Bakteri yogurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus) tidak termasuk bakteri
probiotik karena bakteri ini tidak dapat lolos berbagai rintangan dalam saluran
pencernaan untuk tetap hidup di usus, maka untuk membuat yogurt probiotik
diperlukan bakteri probiotik ditambahkan pada bakteri starter yogurt. Salah satu
bakteri probiotik yang digunakan adalah L. acidophilus. L. acidophilus merupakan
salah satu spesies bakteri yang mampu melewati hambatan-hambatan di dalam
saluran pencernaan. Spesies ini resisten terhadap enzim dalam air liur, asam lambung,
dan asam empedu sehingga mampu mencapai usus dalam keadaan hidup. L.
acidophilus banyak ditemukan pada bagian akhir usus halus dan bagian awal usus
FTIP001650/038
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
22
besar. Bakteri ini mampu memproduksi berbagai zat metabolit, seperti : asam
organik, hidrogen peroksida dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen (Kanbe, 1992). Hasil akhir produk yang difermentasi
dengan L. acidophilus ditemukan dalam jumlah 2 x 108 – 4 x 108 cfu/ml.
Prinsip proses pembuatan yogurt adalah proses penggumpalan susu oleh bakteri
asam laktat pada kondisi pertumbuhan yang optimal. Tahap-tahap pembuatan yogurt
yang utama adalah pemanasan, pendinginan, dan pemeraman (Hadiwiyoto, 1983).
a. Pemanasan
Pemanasan dimaksudkan untuk membunuh semua mikroba patogen yang terdapat di
dalam susu. Suhu pemanasan adalah 80-85ºC dan waktu pemanasan 15 - 30 menit.
b. Pendinginan
Tujuan pendinginan adalah untuk memberikan kondisi yang optimum bagi
pertumbuhan bakteri starter. Pendinginan dilakukan sampai mencapai suhu 43ºC.
c. Penambahan Starter
Starter ditambahkan sebanyak 5% dari jumlah susu. Starter yang digunakan untuk
membuat yogurt adalah bakteri-bakteri pembentuk asam laktat yaitu L. bulgaricus
dan S. thermophilus.
d. Pemeraman
Pemeraman dilakukan pada suhu 43ºC selama 4 jam, atau dilakukan pada suhu
37ºC selama 24 jam. Kriteria selesainya pemeraman adalah pH yogurt yang telah
mencapai 4,5 atau kadar asam telah mencapai 0,85% - 0,95%. Selama pemeraman
akan dihasilkan asam laktat, asetaldehid, diasetil, asam asetat, dan senyawa-
FTIP001650/039
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
23
senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri starter. Diagram alir
pembuatan yogurt secara rinci disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Proses Pembuatan Yogurt(Hadiwiyoto, 1983)
2.5. Krim
Krim Sandwich pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890. Krim merupakan
dispersi partikel padat yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Krim pada
dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan penambahan flavor serta
pewarna jika dianggap perlu (Matz and Matz, 1978). Dalam krim manis, bahan baku
utama yang digunakan adalah gula dan lemak. Asal dan jumlah lemak memegang
peranan penting dalam menentukan karakter krim. Biasanya formula krim mengandung
30% lemak (Faridi, 1994), tetapi juga dapat mengandung lemak dalam jumlah 20% -
40% (Manley, 1998). Beberapa produsen menambahkan susu bubuk, tepung jagung,
Susu skim 5%
5 % v/vStarter
L. b: S. t = 1 : 1
23
senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri starter. Diagram alir
pembuatan yogurt secara rinci disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Proses Pembuatan Yogurt(Hadiwiyoto, 1983)
2.5. Krim
Krim Sandwich pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890. Krim merupakan
dispersi partikel padat yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Krim pada
dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan penambahan flavor serta
pewarna jika dianggap perlu (Matz and Matz, 1978). Dalam krim manis, bahan baku
utama yang digunakan adalah gula dan lemak. Asal dan jumlah lemak memegang
peranan penting dalam menentukan karakter krim. Biasanya formula krim mengandung
30% lemak (Faridi, 1994), tetapi juga dapat mengandung lemak dalam jumlah 20% -
40% (Manley, 1998). Beberapa produsen menambahkan susu bubuk, tepung jagung,
Susu
Pemanasan (T : 80-85ºC ; t : 15 menit)
Pendinginan (T : 43ºC)
Inokulasi
Inkubasi (T : 43-45ºC, t : 3 jam)
Yogurt
Susu skim 5%
5 % v/vStarter
L. b: S. t = 1 : 1
23
senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri starter. Diagram alir
pembuatan yogurt secara rinci disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram Proses Pembuatan Yogurt(Hadiwiyoto, 1983)
2.5. Krim
Krim Sandwich pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890. Krim merupakan
dispersi partikel padat yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Krim pada
dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan penambahan flavor serta
pewarna jika dianggap perlu (Matz and Matz, 1978). Dalam krim manis, bahan baku
utama yang digunakan adalah gula dan lemak. Asal dan jumlah lemak memegang
peranan penting dalam menentukan karakter krim. Biasanya formula krim mengandung
30% lemak (Faridi, 1994), tetapi juga dapat mengandung lemak dalam jumlah 20% -
40% (Manley, 1998). Beberapa produsen menambahkan susu bubuk, tepung jagung,
Susu skim 5%
5 % v/vStarter
L. b: S. t = 1 : 1
FTIP001650/040
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
24
coklat bubuk, garam, lesitin, tepung kedelai, dekstrosa, kelapa dan sebagainya untuk
mendapatkan karakter krim yang diinginkan (Smith, 1972).
Lemak yang paling banyak digunakan dalam krim adalah lemak kelapa
terhidrogenasi dan lemak sawit. Lemak kelapa sering disebut minyak laurat. Lemak
ini memiliki titik leleh yang tidak jauh di atas suhu ruang walaupun merupakan lemak
jenuh karena mengandung asam lemak rantai pendek dalam persentase besar (Matz
and Matz, 1978). Lemak sawit hanya memiliki 0,1% asam laurat, tetapi banyak
mengandung asam lemak palmitat (46,8%). Titik leleh minyak sawit adalah 27ºC -
50ºC. Lemak sawit memiliki struktur β’ yang stabil dimana struktur ini sangat
penting dalam proses pembentukan krim.
Parameter yang diperhatikan untuk memilih lemak yang ideal untuk krim biskuit
adalah blandness, creamability, dan ketahanan terhadap ketengikan (Smith, 1972). Berbagai
macam shortening dapat digunakan sebagai bahan baku krim, penggunaan campuran lemak
keras dan lunak yang tepat dapat menghasilkan konsistensi krim yang diinginkan.
Icing sugar (gula tepung) adalah pemanis yang paling sering digunakan dalam
pembuatan krim sandwich. Produsen biskuit sandwich juga banyak menggunakan
glukosa bubuk atau dekstrosa pada krim dimana gula jenis ini dapat mengurangi
kemanisan serta menimbulkan sensasi dingin di mulut. Untuk menghasilkan krim dengan
tingkat penerimaan maksimum, ukuran partikel gula harus cukup kecil untuk meleleh
dimulut, yaitu kurang dari 40µ. Menurut Manley (2001) gula yang digunakan harus gula
yang 95% lolos ayakan 200 mesh. Selain ukuran partikel gula, krim yang baik juga
dipengaruhi oleh lamanya pengadukan maka semakin kecil partikel dan semakin lama
waktu pengadukan karakteristik krim yang dihasilkan akan semakin baik.
FTIP001650/041
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
25
Bahan penyusun krim yang lainnya, antara lain susu bubuk tanpa lemak (susu
skim) dan emulsifier. Penggunaan susu bubuk dalam formulasi krim dapat
mengurangi kemanisan namun terjadi perbaikan citarasa pada krim yang dihasilkan.
Penambahan susu biasanya sekitar 5% dari total berat krim. Fungsi emulsifier pada
krim adalah untuk mengontrol pemisahan minyak, meningkatkan volume,
meningkatkan retensi air, memperbaiki penampakan, tekstur dan mouthfeel,
mengurangi waktu pengadukan, membantu aerasi dan memperpanjang umur simpan.
Proses pembuatan krim dimulai dengan pengadukan lemak (butter, margarin)
dengan menggunakan horizontal mixer dengan kecepatan rendah selama 1 menit.
Kemudian pengadukan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama 2 menit.
Kemudian dilakukan penambahan Icing sugar (gula halus) dan susu cair. Semua
bahan diaduk dengan kecepatan rendah selama 1 menit, selanjutnya dengan
kecepatan tinggi 3 menit (hingga adonan menjadi kalis). Diagram proses pembuatan
kirm secara lengkap adalah sebagai berikut :
Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Krim Biskuit Sandwich(Rieuwpassa, 2005)
10 g Butter + 10 g Margarin
Pengadukan dengan horizontal mixer kecepatan rendah (posisi 1) selama 1 menit
Pengadukan dengan kecepatan tinggi (posisi 5) selama 2 menit
Pengadukan dengan kecepatan rendah (posisi 1) selama 1 menit
Pengadukan dengan kecepatan tinggi (posisi 5) selama 3 menit
Krim
75 g gula tepung
FTIP001650/042
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
26
Parameter Mutu Krim
1. Densitas
Densitas merupakan salah satu sifat fisik dari suatu bahan, yang didefinisikan
sebagai massa bahan per unit volume dengan satuan gram per ml (Kenkel, J., 2002).
Densitas krim dapat digunakan untuk mengukur tingkat inkorporasi udara dalam krim
melalui aerasi. Pada akhir pengadukan densitas krim dapat bervariasi antara 0,75 g/ml -
1,15 g/ml (Manley, 1991).
Menurut Matz and Matz (1978), densitas krim dipengaruhi oleh jenis lemak yang
dipakai, ukuran partikel padatan, temperatur bahan, laju perpindahan panas selama
pengadukan, serta jumlah penambahan lesitin. Kemampuan lemak untuk memerangkap
udara selama pengadukan disebut creaming quality. Jenis lemk yang memiliki creaming
quality baik adalah yang memiliki komponen jenuh yang tinggi (Pyler, 1973).
Ukuran gelembung udara yang terdispersi dalam lemak dapat dikurangi apabila
emulsifier ditambahkan ke dalam lemak. Dalam krim, gelembung udara yang
terperangkap dalam lemak akan distabilkan dengan cara absorbsi oleh partikel gula yang
terdapat pada interfase lemak/udara (Stauffer, 1990). Shortening yang biasanya
digunakan untuk krim mengandung 2% - 3% α-monogliserida. α-monogliserida
berfungsi untuk memperbaiki aerasi dan whippability, serta menstabilkan krim selama
penyimpanan. Kristal α-monogliserida dari asam lemak jenuh memiliki kemampuan
aerasi yang lebih baik daripada α-monogliserida dari asam tidak jenuh.
2. Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai sifat suatu bahan untuk menahan penetrasi
benda lain ke dalamnya. Kekerasan dinyatakan sebagai rasio dari gaya yang
FTIP001650/043
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
27
dibutuhkan untuk menahan dibanding dengan luas permukaan tekanan (Vasic dan
deMan, 1968 dalam deMan, 1976). Nilai yang menyatakan kekerasan suatu bahan
dapat dikonversi dari pembacaan nilai kedalaman penetrasi cone penetrometer (Vasic
dan deMan, 1968 dalam deMan, 1976). Kekerasan krim merupakan karakteristik
penting sehubungan dengan proses sandwiching. Krim tidak boleh terlalu lembek,
karena krim yang terlalu lembek akan mudah keluar dari sandwich. Jarak krim dari
tepi biskuit yang ideal adalah ¼ inchi pada saat pengisian krim, dan menyebar
menjadi ¼ inchi pada saat ditumpuk dengan biskuit di atasnya (Smith, 1972).
3. Setting
Setting krim merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
keadaan krim yang cukup keras untuk menjaga bentuk krim dalam sandwich dan
menjaga agar kedua keping sandwich tidak mudah lepas.
Menurut Manley (1991), sifat fisik lemak dalam krim harus dapat
memberikan konsistensi yang kaku pada suhu ruang tetapi dapat mencair dengan
cepat dalam mulut sehingga gula dan flavor dapat terasa. Krim harus keras pada suhu
ruang untuk memudahkan penanganan dan mencegah krim keluar dari biskuit pada
saat digigit. Sandwich tidak boleh terlepas selama penyimpanan, penempelan krim
pada biskuit bisa didapat dengan kombinasi penempelan krim secara mekanik dengan
mengepres krim pada biskuit berpermukaan kasar dan dengan migrasi lemak cair dari
krim ke permukaan biskuit sebelum proses pendinginan (Manley, 1991).
Setting dipengaruhi oleh lemak krim. Setting yang baik dapat diperoleh bila
pada saat proses sandwiching terdapat sejumlah lemak dalam bentuk cair yang kontak
dengan permukaan biskuit. Lemak cair ini kemudian memadat pada saat proses
FTIP001650/044
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
28
pendinginan dan akan mengikat biskuit. Biskuit yang digunakan sebaiknya tidak
terlalu dingin karena krim yang diisikan pada biskuit akan segera memadat dan
menghasilkan adhesi yang jelek.
Krim harus cukup keras sehingga tidak ada krim yang keluar ketika biskuit
sandwich diangkat dan menerima tekanan normal dari tangan. Setting yang baik bisa
didapat jika jumlah panas yang hilang dari sandwich pada saat proses pendinginan
sudah cukup. Setting yang buruk dapat mengakibatkan biskuit berada pada posisi
yang salah (miring), sandwich dan kemasan menjadi kotor sehingga dapat
mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen.
4. Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat reologi bahan. Vikositas suatu fluida
berbeda antara bahan Newtonian dan non-Newtonian. Krim biskuit merupakan
suspensi gula dan padatan lain dalam medium lemak, maka kehadiran partikel padat
ini menyebabkan krim sandwich termasuk pada golongan non-Newtonian. Non-
Newtonian didefinisikan sebagai klasifikasi bahan yang memiliki laju alir yang
dipengaruhi oleh share rate, misalnya coklat dan emulsi (krim) (McWilliams, 2008).
Viskositas krim dipengaruhi oleh kadar lemak dan ukuran partikel padat.
Semakin banyak jumlah lemak yang digunakan maka viskositas akan semakin
rendah. Penurunan sifat fluiditas ini akibat dari pengecilan ukuran partikel yang
disebabkan oleh peningkatan luas permukaan kontak antara lemak dengan padatan
(Manley, 1991). Viskositas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar air
partikel gula dan kehadiran surfaktan. Air yang terdapat pada permukaan gula
mengakibatkan fraksi antara partikel gula sehingga pergerakan partikel terhambat.
FTIP001650/045
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
29
Kehadiran emulsifier dapat mempengaruhi kemudahan pergerakan partikel.
Pengikatan emulsifier dengan air yang terdapat pada permukaan gula dapat
meningkatkan mobilitas partikel dan pada akhirnya dapat menurunkan viskositas
krim yang dihasilkan.
5. Stabilitas Emulsi
Pemisahan fase pada suatu emulsi krim merupakan hal yang tidak diinginkan
dan harus dikontrol dengan cara pemilihan bahan emulsifier yang sesuai. Emulsifier
dapat menjaga kestabilan emulsi krim sandwich, misalnya lesitin, mono-digliserida,
polisorbat, propilen glikol mono-diester, sodium stearoil laktat, sorbitan monostearat,
monogliserida teretoksilasi, dan monogliserida terlaktilasi. Emulsifier yang umum
digunakan pada krim sandwich adalah lesitin kedelai.
6. Sifat Organoleptik
a. Flavor
Flavor mewakili gabungan penerimaan antara rasa dan aroma di dalam mulut.
Sifat organoleptik ini sangat penting pada suatu makanan dan sulit untuk
digambarkan. Mekanisme penilaian flavor dilakukan secara subjektif dengan cara
yang sederhana yaitu dengan menilai tingkat penerimaan total flavor pada makanan
(McWilliams, 2008).
Menurut Manley (1991), gula tidak boleh kasar ketika dimakan dan semakin
kecil ukuran partikel gula maka semakin mudah larut dalam mulut. Namun hal
tersebut tidak dapat mempengaruhi flavor dan tekstur pada krim. Flavor pada krim
dipengaruhi oleh susu skim bubuk, coklat bubuk, dan perasa sintetis maupun alami.
Kandungan lemak pada suatu bahan dapat mempengaruhi rasa dari makanan tersebut.
FTIP001650/046
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
30
Lemak yang banyak digunakan adalah lemak yang tahan terhadap off-flavor.
Emulsifier juga dapat mempengaruhi flavor akhir produk, semakin banyak jumlah
emulsifier yang ditambahkan maka flavor pada krim akan semakin buruk.
a. Tekstur
Kualitas tekstur bahan pangan memiliki hubungan dengan penampilan atau
wujud suatu produk. Penilaian tekstur dapat dilakukan dengan menggunakan tangan
maupun mulut. Penilaian tekstur di dalam mulut dilakukan untuk menilai mouthfeel
suatu makanan. Beberapa aspek mouthfeel yang umumnya dievaluasi pada produk
krim antara lain smoothness (kehalusan), viscosity (kekentalan), grittiness (berpasir),
slickness (licin), stickiness (kelengketan), moistness (kelembaban), greasiness
(berminyak) dan hardeness (kekerasan).
Ukuran partikel gula mempengaruhi tekstur krim terutama smoothness sehingga
berpengaruh pada tingkat penerimaan terhadap konsumen. Viskositas krim dapat
mempengaruhi mouthfeel pada saat penilaian tekstur krim. Viskositas banyak
dipengaruhi oleh jenis dan jumlah lemak serta jumlah penambahan emulsifier yang
digunakan. Sifat berminyak di dalam mulut pada krim juga diinginkan oleh konsumen.
2.6. Sistem Imunitas Tubuh
Sistem imunitas merupakan sistem pertahanan yang disusun untuk melindungi
integritas suatu organisme dengan menghilangkan semua elemen yang dirasa sebagai
benda asing. Fungsi perlindungan dilakukan oleh jaringan komplek dari sel dan
molekul yang mampu mengenali dan membunuh berbagai jenis mikroorganisme
patogen (Charalampopoulos dan Robert, 2009). Sistem imun terdiri dari kompenen
FTIP001650/047
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
31
bawaan (respon non spesifik) dan komponen adaptif (respon spesifik). Respon imun
non spesifik merupakan pertahanan pertama inang dan meliputi kumpulan
mekanisme perlawanan non spesifik pada patogen. Sel-sel pertahanan pada sistem
imun bawaan diantaranya sel fagosit (neutrofil/sel polimorponuklear (PMNs),
monosit/makrofag dan sel dentritik) dan sel pembunuh alami (natural killer cells).
Kegagalan dari sistem bawaan untuk menghalangi infeksi akan mengaktifkan respon
imun adatif (Charalampopoulos dan Robert, 2009).
Sistem imun adatif (spesifik) terdiri dari komponen selular dan humoral.
Komponen selular dari sistem adatif tersusun atas sel T limfosit helper (Th) dan sel T
limfosit sitotoksik (Tc) yang dihasilkan kelenjar timus, dan sel B limfosit yang
dihasilkan oleh sum-sum tulang belakang dan sel tambahan lainnya seperti sel dendritic
dan makrofag. Sel Th terbagi atas 2 jenis, yaitu Th1 dan Th2, masing-masing sel
memiliki fungsi yang berbeda dan berlawanan. Keseimbangan yang tepat antara respon
imun Th1 dan Th2 kritis untuk imun homeostatis. Sel T mempengaruhi aktivitas
komponen imun lainnya dengan memproduksi sitokin dalam jumlah besar. Sistem
imun adatif humoral tersusun atas antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma (sel b
limfosit). Aktivasi pusat dan pengeluaran respon imun diproduksi oleh sitokin (seperti
interferon, interleukin, faktor stimulasi kolon) (Charalampopoulos dan Robert, 2009).
Antibodi merupakan respon terhadap gangguan dari luar, senjata yang
dibentuk oleh limfosit B. Antibodi tersusun dari protein yang disebut sebagai
immunoglobulin (Ig). Ada 5 jenis immunoglobulin (serum protein globulin), yaitu
IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD. IgG adalah antibodi yang paling banyak terdapat dalam
darah yaitu sebesar 80%. Antibodi IgA terdiri dari 2 macam, yaitu serum IgA dan
FTIP001650/048
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
32
sekretori IgA yang banyak ditemukan dalam air liur, mukus, air mata, dan sekresi
eksternal lainnya. IgE yang terdapat pada kulit, saluran pencernaan, dan cairan tubuh
bertanggung jawab dalam reaksi alergi, seperti pada penyakit asma. Sedangkan IgD
paling sedikit dijumpai dalam darah. Mukus disekresikan pada permukaan mukosa
usus dan mengandung faktor pelindung humoral seperti laktoferin, lisozime, asam
empedu dan faktor pelindung selular seperti neutrofil dan makrofag (Surono, 2004).
2.7. Pengujian In Vivo
Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan hewan percobaan untuk menguji keamanan atau efek samping dari suatu
bahan kimia atau alami di dalam tubuh. Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium
(Malole et al., 1989 dikutip Harianti, 2009). Hewan percobaan harus memiliki kriteria
jika digunakan dalam penelitian, antara lain kemiripan fungsi fisiologis dengan
manusia, perkembangbiakan yang cepat, mudah didapat dan dipelihara serta murah
secara ekonomi (Subahagio et al., 1997 dikutip Harianti, 2009).
Tikus putih sering digunakan sebagai hewan percobaan karena sesuai dengan
kriteria karena memiliki saluran pencernaan yang menyerupai saluran pencernaan
manusia, sehingga yang dimakan oleh manusia juga dapat dimakan oleh tikus.
Terdapat tiga galur tikus putih yang umum dikenal, yaitu galur Sprague Dawley,
galur Winstar, dan galur Long-Evans. Tikus galur Sprague Dawley umumnya sering
digunakan pada penelitian karena memiliki sifat yang lebih tenang sehingga mudah
FTIP001650/049
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
33
dalam penanganan, tikus ini memiliki warna putih albino, berkepala kecil, leher
sedang, dan panjang tubuh bisa sama panjang atau lebih pendek dari pada ekor.
Bobot tikus jantan pada umur 12 minggu dapat mencapai 300 g, sedangkan tikus
betina hanya mencapai 200 g (Tabel 3).
Tabel 3. Data Biologis Tikus PutihKriteria Nilai
Berat badan dewasa jantan 300 – 400 gBerat badan dewasa betina 250 – 300 gBerat lahir 5 - 6 gTemperature tubuh 36 -39ºC (rata-rata 37,5ºC)Harapan hidup 2 -3 tahun, dapat sampai 4 tahunKonsumsi makanan 10 g/ekor/hariKonsumsi air minum 10 – 12 ml/ekor/hariJumlah pernapasan 65 – 115/menitKawin setelah beranak 1 – 24 jamKonsumsi oksigen 1,29 – 2,68 ml/g/jam
Sumber : Malole et al., 1989 dikutip Harianti, 2009
Tikus putih liar aktif pada malam hari (nocturnal), sedangkan tikus putih
percobaan biasanya aktif pada siang hari. Tikus putih yang digunakan di laboratorium
umumnya ditempatkan di kotak yang terbuat dari plastik dan diberi alas kandang
secukupnya, kotak tersebut diberi tutup berupa kawat. Alas kandang yang baik dapat
berupa sekam padi atau serbuk gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas
debu, bila digunakan sekam padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak
terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewijoyo, 1987).
Tikus putih yang digunakan sebagai hewan percobaan biasanya diberikan
makanan berupa pelet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia pada
kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang terbuat dari
kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas. Botol dan selang
FTIP001650/050
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
34
harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu (Smith dan
Mangkoewijoyo, 1987). Sebelum masa perlakuan semua tikus perlu diadaptasikan
selama 7 hari agar seragam. Penyeragaman pola makan dan minum, kondisi kandang
dan lingkungan merupakan usaha untuk mencapai kehomogenan.
Satu pertiga dari komposisi fekal adalah bakteri yang masih hidup maupun
yang sudah mati. Sekitar 99% bakteri tersebut bersifat anaerob. Usus besar atau kolon
ditempati sekitar 400 – 500 jenis bakteri yang jumlahnya triliunan bakteri, dan bakteri
laktat jumlahnya 104 – 109 CFU/ml bakteri (Surono, 2004) sehingga fekal dapat
dijadikan sampel percobaan untuk menganalisis bakteri asam laktat. Berikut adalah
komposisi mikroflora pada saluran pencernaan :
Tabel 4. Komposisi Mikroflora pada Saluran Pencernaan
Lokasi Jenis Mikroflora Jumlah(koloni/ml)
Mulut Streptococcus, peptosterptococcus, fusobacterium 107 – 108
Lambung Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacillus < 103
Usus 12 jari Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Enterococcus 103 – 104
Usus Halus Coliform, Bacteroides, Bifidobacterium 106 – 1010
Usus Besar Clostridium, Streptococcus, Staphylococcus,Lactobacillus
1011 – 1012
Sumber : Young dan Huffman, 2003 dikutip Surono, 2004)
FTIP001650/051