BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian...

69
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Titik berat kajian terhadap hasil penelitian terdahulu, dalam hal ini, difokuskan pada penggunaan konsep umum atau teori, variabel penelitian, metodologi yang digunakan, serta hasil penelitian atau temuan-temuan penting yang telah berhasil diungkap. Selanjutnya dilakukan kajian kritis atas hasil penelitian terdahulu tersebut, untuk mempelajari keunggulan dan keterbatasan dari segi teori maupun metodologinya, serta temuan-temuan penting yang direkomendasikan untuk penelitian berikutnya. Suroso (2004) dengan judul Kerjasama Usaha Patungan Antara PDAM Dengan Investor Dalam rangka Pelaksanaan UU. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah Khususnya di Kota Manado. Penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis dengan melakukan pendekatan yuridis normatif. Sehubungan dengan metode pendekatan yuridis normative yang penulis gunakan, maka lebih diutamakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Untuk menunjang dan melengkapi data sekunder, maka penulis melakukan penelitian lapangan. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian...

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Titik berat kajian terhadap hasil penelitian terdahulu, dalam hal

ini, difokuskan pada penggunaan konsep umum atau teori, variabel

penelitian, metodologi yang digunakan, serta hasil penelitian atau

temuan-temuan penting yang telah berhasil diungkap. Selanjutnya

dilakukan kajian kritis atas hasil penelitian terdahulu tersebut, untuk

mempelajari keunggulan dan keterbatasan dari segi teori maupun

metodologinya, serta temuan-temuan penting yang direkomendasikan

untuk penelitian berikutnya.

Suroso (2004) dengan judul Kerjasama Usaha Patungan Antara

PDAM Dengan Investor Dalam rangka Pelaksanaan UU. 22 Tahun 1999

Tentang Pemerintah Daerah Khususnya di Kota Manado. Penelitian

yang digunakan dalam tesis ini adalah bersifat deskriptif analitis dengan

melakukan pendekatan yuridis normatif. Sehubungan dengan metode

pendekatan yuridis normative yang penulis gunakan, maka lebih

diutamakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Untuk

menunjang dan melengkapi data sekunder, maka penulis melakukan

penelitian lapangan. Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis secara

2

kualitatif, sehingga tidak menggunakan angka-angka. Berdasarkan

penelitian tersebut dapat diketahui bahwa kerjasama PDAM dengan

investor asing dalam bentuk usaha patungan telah sesuai dengan

perundangan yang berlaku, khususnya UU. 22 tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah, Kepmendagri No. 43 tahun 2000 tentang tata cara

kerjasama daerah dan investor asing. Ketentuan tersebut menjadi payung

hukum yang melindungi semua pihak yang terlibat, baik PDAM, Pemda

maupun Investor. Sehingga kerjasama tersebut dapat menjawab

permasalahan yang dihadapai PDAM di Indonesia sebagai salah satu

penggerak roda perekonomian daerah dan pembangunan nasional untuk

meningkatkan keuntungan sebagai sumber pendapatan asli daerah.

Nina Karlina (2011) dengan judul penelitian Pengaruh

Perubahan Organisasi Terhadap Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) Kota Bandung. Penelitian terdahulu ini mendasarkan

permasalahan pada kinerja PDAM Kota Bandung masih belum optimal,

dimana saat ini air bersih yang sampai ke pelanggan masih belum

memenuhi kualitas standar air minum. Belum lagi sejumlah persoalan

yang secara umum melingkupi pengelolaan PDAM Kota Bandung,

seperti distribusi pelayanan air yang tidak merata. Dalam persoalan

distribusi air, tampak lebih difokuskan dalam melayani kegiatan

komersial yang mendukung pembangunan ekonomi, dimana hanya

konsumen yang mampu membayar yang dapat memiliki akses terhadap

3

air bersih. Sedangkan masalah lain yang cukup dominan adalah masih

banyak idle capacity, kontinuitas pelayanan dan otorisasi pengelolaan

yang belum diserahkan sepenuhnya. Kondisi yang ada saat ini juga

seringkali memberikan peluang pada para pemilik dan pengelola PDAM

Kota Bandung untuk melangggar fungsinya. Mereka lebih memelihara

unsur proteksi diri terhadap kepentingannya, dibandingkan dengan

melakukan orientasi kepada pelanggan yang menjadi beban tugasnya.

Penelitian ini dilakukan pada aspek struktur organisasi dan

kinerja yang dicapai, sehingga menggunakan desain kuantitatif. Dengan

desain ini, peneliti melakukan explanatory survey. Desain penelitian ini

dilakukan dengan cara survei untuk mengumpulkan informasi dari

responden dengan menggunakan angket. Populasi dalam penelitian ini

adalah pihak-pihak yang terkait dengan hasil restrukturisasi organisasi

PDAM dan secara langsung terkait pula dengan kinerja organisasi

PDAM Kota Bandung. Teknik penentuan sampel dilakukan dengan cara

proportionate stratified random sampling. Variabel perubahan organisasi

PDAM dianalisis dengan dimensi human resources, functional

resources, technological capabilities, dan organizational abilities,

sedangkan variabel kinerja organisasi PDAM dilihat secara seimbang

dari dimensi financial perspective, customer perspective, internal

business process perspective, dan learning and growth perspective.

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah

4

Structural Equation Modeling (SEM) dengan parameter yang diuji pada

dasarnya adalah korelasi atau kovarian yaitu apakah matrik korelasi atau

kovarian sampel sesuai dengan matrik korelasi atau kovarians populasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan organisasi

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja PDAM Kota

Bandung, dimana kontribusi perubahan organisasi ini sangat

mempengaruhi kinerja PDAM Kota Bandung. Dengan demikian

terjadinya perubahan organisasi akan memberikan dampak yang sangat

besar terhadap kinerja PDAM Kota Bandung. Selain itu perubahan

organisasi yang dilakukan harus memperhatikan dimensi perilaku

organisasi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam

organisasi, yang meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh PDAM

Kota Bandung terhadap para pegawainya, demikian pula sebaliknya

aspek yang ditimbulkan dari para pegawai yang memberikan

pengaruhnya terhadap PDAM Kota Bandung sehingga mendeterminasi

perilaku manusia yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja PDAM

Kota Bandung.

Rozieneni (2001) yang berjudul Strategi pengelolaan

bagaimana yang sebaiknya dilakukan oleh PDAM Tirta Dharma Kota

Bengkulu sebagai sebuah BUMD sumber PAD di era otonomi. Dalam

tesis ini digunakan tiga konsep teoritis yaitu konsep mengenai otonomi

daerah yang merupakan peluang dan tantangan bagi pemerintah daerah

5

dalam memberikan pelayanan publik dan melaksanakan pembangunan.

Konsep mengenai BUMN/BUMD yang memberikan jasa pelayanan

kepada masyarakat dan menjalankan operasinya dengan prinsip-prinsip

perusahaan. Konsep manajemen strategis adalah suatu cara untuk

mengendalikan organisasi secara efektif dan efisien sampai kepada

implementasi garis terdepan, sedemikian rupa sehingga tujuan dan

sasarannya tercapai. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan

ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisis SWOT, guna

mengidentifikasi lingkungan eksternal dan internal sehingga diperoleh

isu-isu strategis yang pada akhirnya dapat dijadikan alternatif strategi

dalam pengelolaan PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu. Sebagaimana

diketahui bahwa PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu memiliki

permasalahan berupa rendahnya cakupan pelayanan, tingginya angka

kebocoran air dan efisiensi perusahaan. Kondisi yang demikian

mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan yang diterima masyarakat

yang tercermin melalui rendahnya kualitas, kuantitas dan kontinuitas air

bersih, serta lambannya penyelesaian pengaduan pelanggan. Guna

mengatasi masalah tersebut PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu

memerlukan beberapa alternatif strategi yang tepat, yang dapat

diterapkan di era otonomi ini. Setelah dilakukan analisis SWOT

terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal, dan setelah

dilakukan tes litmus, didapatkan strategi yang dapat diterapkan dalam

6

mengelola PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu di era otonomi ini yaitu

: (1) Mengembangkan pemasaran dan cakupan pelanggan, (2)

Meningkatkan kualitas SDM guna meningkatkan manajemen operasi

dan kualitas pelayanan, (3) Menekan angka kebocoran air pada pipa

produksi, transmisi dan distribusi. Ketiganya diharapkan dapat mewakili

dimensi sosial dan dimensi komersial sebuah BUMD, serta tuntutan era

otonomi untuk mensejahterakan masyarakat dengan memberikan

pelayanan yang makin baik.

2.1.2. Pengertian Organisasi

Orang mendirikan organisasi agar tujuan tertentu dapat dicapai

melalui tindakan bersama yang telah disetujui bersama. Dengan

organisasi, tujuan dan sasaran dapat dicapai secara lebih efisien dan

efektif dengan cara tindakan yang dilakukan secara bersama-sama.

Idealnya, konsep ini dapat dilaksanakan apabila para organisatoris atau

manajer yang ada dalam organisasi tahu betul tentang organisasi.

Definisi organisasi banyak ragamnya, tergantung pada sudut pandang

yang dipakai untuk melihat organisasi. Organisasi dapat dipandang

sebagai wadah, sebagai proses, sebagai perilaku, dan sebagai alat untuk

mencapai tujuan. Namun demikian, definisi organisasi yang telah

dikemukakan oleh para ahli organisasi sekurang-kurangnya ada unsur

7

sistem kerjasama, orang yang bekerja sama, dan tujuan bersama yang

hendak dicapai.

Siagian (1997: 138-141) mendefinisikan organisasi sebagai

berikut:

“Organisasi adalah setiap bentuk perserikatan antara dua orang

atau lebih yang bekerja sama untuk tujuan bersama dan terikat

secara formal dalam persekutuan mana selalu terdapat

hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut

pimpinan dan seorang atau sekelompok orang lain yang disebut

bawahan.”

Gibson, et. al. (1996: 5) berpendapat bahwa ciri khas

organisasi tetap sama, yaitu perilaku terarah pada tujuan. Gibson dan

kawan-kawan berpendapat bahwa “Organisasi itu mengejar tujuan dan

sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan

tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Sementara itu, Dessler

(1985:116) mengemukakan pendapatnya bahwa :

“Organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya

dalam suatu kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut

telah tersusun secara sistematis untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-masing

personal yang terlibat di dalamnya diberi tugas, wewenang,

dan tanggung jawab, yang dikoordinasi untuk mencapai tujuan

organisasi. Dimana tujuan organisasi tersebut dirumuskan

secara musyawarah, sebagai tujuan bersama yang diwujudkan

secara bersama-sama”.

Uraian pengertian atau definisi organisasi dari beberapa ahli

organisasi tersebut di atas selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan

untuk mendefinisikan organisasi secara sederhana, sebagai berikut :

8

“Organisasi adalah kesatuan susunan yang terdiri dari

sekelompok orang yang mempunyai tujuan yang sama, yang

dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien melalui tindakan

yang dilakukan secara bersama, dimana dalam melakukan

tindakan itu ada pembagian tugas, wewenang, dan tanggung

jawab bagi tiap-tiap personal yang terlibat di dalamnya untuk

mencapai tujuan organisasi."

Pentingnya organisasi sebagai alat administrasi dan manajemen

dalam industri atau dunia kerja lainnya terlihat apabila diingat bahwa

bergerak tidaknya suatu organisasi ke arah pencapaian tujuan sangat

tergantung pada kemampuan manusia dalam menggerakkan organisasi

itu ke arah tujuan yang telah ditentukan. Dengan organisasi tercipta

keterpaduan pikiran, konsepsi, tindakan dan ketrampilan yang dimiliki

oleh tiap-tiap personel yang terlibat di dalamnya untuk berhimpun

menjadi satu kesatuan kekuatan yang terkoordinasi untuk mencapai

tujuannya.

Organisasi dapat ditinjau dari beberapa sudut pandangan,

antara lain:

1. Organisasi Sebagai Wadah

Organisasi dipandang sebagai wadah mencerminkan bahwa

organisasi merupakan tempat dijalankannya aktivitas

administrasi dan manajemen. Organisasi sebagai wadah

bersifat relatif statis. Istilah relatif statis digunakan oleh

Siagian (1997: 138-141) untuk menjelaskan organisasi sebagai

wadah, karena menurut Siagian, tidak ada organisasi yang

9

dapat berkembang, tumbuh, dan maju, dalam keadaan absolut

statis.

Apabila organisasi dipandang sebagai wadah aktivitas, maka

pola dasar organisasi dan struktur organisasi harus dibuat atas

dasar landasan yang kuat dan pemikiran yang matang. Hal ini

dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perubahan tujuan,

perubahan aktivitas, pergantian pimpinan, beralihnya tugas-

tugas, yang menuntut adanya perubahan pola dasar dan

struktur organisasi tidak harus selalu ikut berubah kalau

disusun atas dasar konsepsi yang matang yang mendasarkan

pada perspektif perkembangan organisasi. Wadahnya tetap,

tetapi tujuan, pimpinan, dan tugas-tugasnya dapat berubah

sesuai dengan tuntutan situasi, kondisi, dan perkembangan

organisasi. Inilah yang dimaksud organisasi dipandang sebagai

wadah.

2. Organisasi Sebagai Proses

Organisasi dipandang sebagai proses mencerminkan

kedinamisan aktivitas kerja dalam organisasi. Organisasi

sebagai proses menyoroti kedinamisan interaksi antara pihak-

pihak yang terlibat dalam organisasi itu. Interaksi ini terjadi

antara individu dengan individu, individu dengan kelompok,

kelompok dengan kelompok, bahkan antar organisasi. Sudarso

10

(1988:37) menyatakan bahwa bila memandang organisasi

sebagai proses, maka di dalamnya terdapat pembahasan

tentang dua macam hubungan yang terjadi dalam organisasi.

Hubungan tersebut adalah : pertama, hubungan-hubungan

formal yang menimbulkan formal organization, dan kedua,

hubungan-hubungan informal dalam organisasi yang

menimbulkan informal organization.

Hubungan-hubungan formal dalam organisasi telah diatur

melalui pola dasar dan struktur organisasi, pembagian tugas

dan wewenang, hirarki kedudukan pejabat yang ada dalam

organisasi itu. Hubungan ini menimbulkan kedinamisan kerja

antar personel di dalamnya. Hubungan ini juga dapat

menghasilkan karya kerja yang dapat dipertanggungjawabkan

secara organisatoris. Sebaliknya hubungan informal dalam

organisasi tidak diatur dalam pola dasar maupun dalam dasar

pendirian organisasi. Hubungan informal ini juga tidak terlihat

dalam struktur organisasi. Namun demikian, hubungan

informal dalam organisasi ini dapat dilihat dengan jelas pada

lobby personel dalam mencapai tujuan yang dikehendaki, atau

lobby-lobby lainnya. Dasar-dasar hubungan yang bersifat

informal ini menurut Sudarso (1988 : 38) adalah: (1)

hubungan-hubungan pribadi, (2) kesamaan keahlian antar

11

anggota organisasi, (3) kesamaan kepentingan, dan (4)

kesamaan kepentingan di dalam kegiatan-kegiatan di luar

organisasi, misalnya kesamaan hobby bermain golf, main

tennis, dan kesamaan lainnya yang dapat dijadikan sebagai

tempat atau sarana untuk lobby.

3. Organisasi Sebagai Suatu Sistem Perilaku

Organisasi dipandang sebagai suatu sistem perilaku apabila

organisasi tersebut lebih dinamis bila dibandingkan dengan

organisasi sebagai proses atau pun sebagai wadah. Organisasi

sebagai suatu sistem perilaku, di dalamnya tercakup input,

proses, dan output. Inputnya dapat berupa sekumpulan orang,

sarana, dan atau prasarana organisasi yang dapat dijadikan

sebagai masukan untuk proses selanjutnya. Prosesnya dapat

berupa interaksi masing-masing atau antar personel yang

terlibat dalam organisasi tersebut. Tiap-tiap personel atau

kelompok kerja mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung

jawab yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan

secara organisatoris dalam rangka mencapai tujuan.

keluarannya berupa hasil kerja sama dalam melaksanakan

sesuatu untuk mencapai tujuan yang sama. Keluaran ini

senantiasa dievaluasi setiap periode tertentu untuk mengetahui

tingkat pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini dapat

12

menjadi umpan balik untuk pengembangan organisasi

selanjutnya. Pendapat Louis Allen yang dikutip oleh The Liang

Gie (1974 : 61) memandang organisasi sebagai suatu sistem

perilaku kerja sama. Ia mendefinisikan organisasi sebagai

berikut :

“Organisasi adalah suatu sistem mengenai pekerjaan-pekerjaan

yang dirumuskan dengan baik, dan masing-masing pekerjaan

itu mengandung sejumlah tugas, wewenang, dan tanggung

jawab tertentu, keseluruhannya disusun secara sadar agar

orang-orang dari badan usaha itu dapat bekerja sama secara

efektif dalam mencapai tujuan mereka”

.

Dari definisi organisasi tersebut jelaslah bahwa Louis Allen

menekankan tentang pentingnya organisasi sebagai suatu

sistem perilaku kerjasama yang mengandung unsur kerja,

wewenang, tugas dan tanggung jawab, untuk mencapai tujuan

bersama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi

juga merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur-unsur

yang saling berhubungan. Unsur-unsur tersebut adalah

sekelompok orang, kerja sama, dan tujuan tertentu. Sutarto

(1980: 265-266) membagi organisasi dari sudut pandang sistem

menjadi dua, yaitu: organisasi dalam sistem terbuka dan

organisasi dalam sistem tertutup. Organisasi dalam sistem

terbuka adalah organisasi yang memiliki hubungan saling

mempengaruhi dengan lingkungannya.

13

Dalam konteks ini ada input, proses, output, dan masukan balik

atau feedback. Feedback dalam satu kesatuan sistem sangat

diperlukan oleh organisasi untuk menjaga kelangsungan

proses, untuk perbaikan rencana program, dan untuk

pengembangan organisasi lebih lanjut. Ada feedback yang

positif ada juga yang negatif. Feedback yang perlu mendapat

perhatian informasi yang berharga yang dapat menunjukkan

kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses sehingga

outputnya tidak sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

Organisasi dalam sistem tertutup tidak dipengaruhi oleh

lingkungan. Batasnya tidak jelas dan tidak dapat ditembus.

Sifatnya kurang fleksibel. Organisasi dalam sistem tertutup

cenderung tidak dapat berkembang bila dibandingkan dengan

organisasi dalam sistem terbuka. Pada organisasi sistem

tertutup sangat kecil kemungkinan untuk menerima inovasi

pengembangan organisasi yang datangnya dari luar sistemnya.

Padahal gerak organisasi senantiasa berhubungan dengan

lingkungannya. Organisasi dan lingkungannya laksana dua sisi

mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Organisasi dan lingkungannya mempunyai keterkaitan saling

mempengaruhi. Keduanya saling mengadakan penyesuaian.

Organisasi dapat menyesuaikan lingkungannya bahkan bila

14

mampu organisasi harus dapat merubah lingkungannya ke arah

lingkungan yang lebih baik dan dikehendaki. Dengan

demikian, organisasi dalam sistem tertutup yang cenderung

tidak mengenal lingkungannya sulit untuk berkembang dengan

baik. Organisasi dalam suatu sistem yang baik adalah

organisasi yang tahu tujuannya, tahu lingkungan untuk

pengembangan selanjutnya, dan dapat memprediksi

keuntungan dan kerugian yang akan terjadi dengan

berlandaskan pada data informasi tentang lingkungannya.

Antara organisasi dan lingkungan harus ada interaksi yang

saling menguntungkan.

4. Organisasi Sebagai Alat Untuk Mencapai Tujuan

Organisasi dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai

tujuan. Para organisator menyadari bahwa tujuan individu yang

besar dan berat tidak dapat tercapai bila hanya dipikul sendiri.

Oleh karena itu, mereka membentuk satu kesatuan kelompok

kerja dalam organisasi. Organisasi disini sebagai alat untuk

meringankan, mengefektifkan, mengefisienkan, dan

mengoptimalkan, pencapaian tujuan yang hendak dicapai

bersama dengan cara kerja bersama-sama. Dengan demikian,

maka tujuan yang tidak dapat dicapai secara individu, dengan

organisasi tujuan tersebut kemungkinan besar dapat tercapai.

15

Hal ini dapat berjalan efektif apabila tiap-tiap individu yang

ada di dalam organisasi tersebut sadar akan tugas, wewenang,

dan tanggung jawab yang diembannya untuk mencapai tujuan

yang sama yang telah dirumuskan melalui musyawarah.

Organisasi dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapai

tujuan, sekaligus juga dapat menjadi bumerang manakala

orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak tahu-menahu

tentang organisasi.

2.1.3. Konsep Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik, sebagaimana pendapat

Gogin(1990), Higgins(1985), Steers(1980), Joedono(1974),dan

Jones(1995). Numberi (2000) menyatakan bahwa struktur organisasi

merupakan unsur yang sangat penting karena struktur organisasi akan

menjelaskan bagaimana kedudukan, tugas, dan fungsi dialokasikan di

dalam organisasi. Hal ini mempunyai dampak yang signifikan terhadap

cara orang melaksanakan tugasnya (bekerja) dalam organisasi. Lebih

lanjut Numberi menjelaskan bahwa ketika arah dan strategi organisasi

secara keseluruhan telah ditetapkan serta struktur organisasi telah

didesain, maka hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana organisasi

tersebut melakukan kegiatan atau menjalankan tugas dan fungsinya.

16

Hasibuan (1996) mengemukakan bahwa struktur organisasi

adalah suatu gambar yang menggambarkan tipe organisasi,

pendepartemenan organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat,

bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggungjawab,

rentang kendali dan istem pimpinan organisasi. Sedangkan The Liang

Gie (dalam Malayu,1980) menyatakan bahwa struktur organisasi adalah

kerangka yang mewujudkan pola tetap dari hubungan-hubungan diantara

bidang-bidang kerja, maupun orang-orang yang menunjukan kedudukan

dan peranan masing-masing dalam kebutuhan kerjasama.

Sutarto (1987:37) memberikan definisi struktur organisasi

sebagai kerangka hubungan satuan-satuan organisasi yang di dalamnhya

terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing memiliki

peran tertentu dalam kesatuan yang utuh. Sedangkan Handoko

(1987:169) mengemukakan bahwa:

“Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan

perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-

fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang

yang menunjukkan kedudukan, tugas, fungsi dan tanggung

jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Struktur ini

mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi,

koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan

keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja”.

Robbin (1994:6) mengemukakan bahwa struktur organisasi

menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa,

17

dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan

diikuti. Mengenai struktur, Sedarmayanti (2000 : 3) mengemukakan:

“Struktur pada dasarnya merupakan ciri organisasi yang

berfungsi untuk mengendalikan atau membedakan semua

bagiannya. Adanya struktur akan memudahkan organisasi

dalam mengendalikan perilaku para pegawai, dalam arti tidak

mampu membuat pilihan yang mutlak bebas dalam melakukan

suatu pekerjaan dan cara mengerjakannya. Disamping itu,

struktur juga mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan

didalam organisasi.Dengan demikina untuk dapat menciptakan

efektivitas dan efisiensi organisasi, diperlukan keputusan yang

sarat dengan mendesain struktur organisasi”.

Uraian tentang organisasi dapat disimpulkan bahwa struktur

organisasi kerangka atau pola yang menunjukkan seluruh kegiatan untuk

mencapai tujuan organisasi, hubungan antar fungsi, wewenang dan

tanggung jawab. Tujuan dari struktur organisasi adalah mengendalikan

perilaku untuk mencapai yang dianggap tujuan organisasi (Gibson dkk,

1994 : 90).

Menurut Hadari Nawawi (dalam Kaho, 1988) ditinjau dari

tujuannya, organisasi dapat dirumuskan sebagai,”…a system of action”

atau sebagai sistem kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan

bersama. Sedangkan ditinjau dari strukturnya, organisasi dapat

dirumuskan sebagai susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi

beserta segenap pejabat, kekuasaan, tugas, dan hubungan-hubungan satu

sama lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. (Pfiffner, dalam

Kaho, 1988).

18

Flippo (1987) menyatakan bahwa hasil langsung dari proses

organisasi adalah penciptaan struktur organisasi. Struktur adalah

kerangka dasar dari hubungan formal yang telah disusun. Maksud dari

struktur itu adalah untuk membantu dalam mengatur dan mengarahkan

usaha-usaha yang dilakukan dalam organisasi sehingga dengan demikian

usaha-usaha itu terkoordinir dan konsisten dengan sasaran organisasi.

Lebih lanjut Flippo menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk (tipe)

dasar struktur organisasi, yaitu struktur lini, struktur lini dan staf,

struktur fungsional, struktur proyek.

Kaho (1988), menyatakan bahwa untuk mewujudkan suatu

organisasi yang baik serta efektif dan agar struktur organisasi yang ada

dapat sehat dan efisien, maka dalam organisasi tersebut perlu diterapkan

beberapa asas atau prinsip organisasi. Dengan perkataan lain, organisasi

yang sehat, efektif, efisien adalah organisasi yang dalam pelaksanan

tugas-tugasnya mendasari diri pada asas-asas organisasi tertentu. Asas-

asas organisasi terdiri dari : 1) rumusan tujuan dengan jelas, 2)

pembagian pekerjan, 3) pelimpahan / pendelegasian wewenang, 4)

koordinasi, 5) rentangan kontrol, 6) kesatuan komando.

Dalam perancangan struktur organisasi, faktor-faktor utama

yang menentukan adalah: Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya.

Strategi akan menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran

19

komunikasi dapat disusun antara para manajer dan bawahan. Aliran

kerja sangat dipengaruhi oleh strategi sehingga bila strategi berubah

maka struktur organisasi juga.Teknologi yang digunakan. Perbedaan

teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa

akan membedakan bentuk struktur organisasi. Anggota dan orang-orang

yang terlibat dalam organisasi. Kemampuan dan cara berpikir para

anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerjasama harus diperhatikan

dalam merancang struktur organisasi. Ukuran organisasi. Besarnya

organisasi secara keseluruhan maupun satuan-satuan kerjanya akan

sangat mempengaruhi struktur organisasi. Semakin besar ukuran

organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks, dan harus dipilih

bentuk struktur yang tepat.

Struktur Organisasi adalah sistem formal dari aturan dan tugas

serta hubungan otoritas yang mengawasi bagaimana anggota organisasi

bekerjasama dan menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan

organisasi (Jones, 1995). Perhatian sebuah organisasi terhadap bentuk

struktur organisasi dapat membantu organisasi untuk mempersatukan,

meningkatkan kemampuan organisasi untuk mengatur dan

mengendalikan keanekaragaman, menghasilkan barang dan jasa,

efektivitas organisasi, mengintegrasikan dan memotivasi fungsi-fungsi

dan anggotanya, dan membawa organisasi ke arah yang lebih baik.

20

Lebih lanjut Jones (1995) mengemukakan bahwa ada tiga

pendekatan terhadap struktur organisasi. Pertama, pendekatan

manajemen untuk merespon tantangan yang dihadapi, dimana struktur

organisasi dibagi menjadi struktur mekanistik dan struktur organik.

Struktur mekanistik mengurangi peranan dan tanggungjawab anggota

organisasi. Otoritas pengambilan keputusan yang sentralistis dibentuk

dari atas ke bawah secara hierarkis. Sub ordinasi diawasi secara tertutup

dan arus informasi secara vertikal. Dalam sebuah struktur mekanistik

peranan ditetapkan secara jelas. Sedangkan struktur organik lebih

fleksibel dimana anggota organisasi mempunyai inisiatif untuk dapat

merubah dan beradaptasi secara cepat ke dalam kondisi yang berubah.

Struktur organik memberikan kesempatan untuk budaya yang dapat

mengadakan antisipasi dan mempunyai stabilitas dan menghindarkan

pengelompokan. Kedua, pendekatan efektivitas pengambilan keputusan

dan komunikasi. Struktur organisasi terdiri dari struktur organisasi yang

pipih dan runcing. Struktur organisasi yang pipih memiliki sedikit

hierarki sedangkan struktur organisasi yang runcing memiliki hierarki

yang banyak. Rantai komando yang panjang mengakibatkan komunikasi

antar pimpinan dengan bawahan akan memakan waktu yang lebih lama.

Pengambilan keputusan menjadi lambat yang akan berakibat pada

kelambanan dalam merespon keinginan pelanggan dan pesaing.

Berlawanan dengan struktur organisasi yang pipih para manajer lebih

21

memiliki otoritas dan dapat lebih menciptakan motivasi dalam peranan

yang seimbang. Ketiga, pendekatan spesialisasi dan koordinasi, yang

terdiri dari struktur organisasi fungsional, divisional, dan matriks.

Tujuan dibentuknya suatu organisasi dengan struktur fungsional atau

divisional adalah agar dapat dengan mudah mendayagunakan

keterampilan dan sumber dayanya. Sebagai spesialisasi struktur

organisasi fungsional dapat meningkatkan keterampilan dan

memperbaiki tugas dan kemampuan daya saing organisasi. Struktur

organisai matriks adalah penggabungan antara jalur vertikal sebagai

pertanggungjawaban fungsional dan jalur horizontal sebagai

pertanggungjawaban produksi. Organisasi dengan struktur matriks

dikembangkan karena berbagai macam fungsi organisasi dan spesialisasi

yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi

matriks sangat pipih, dengan hierarki yang minimal dan fungsi serta

otoritas yang terdesentralisasi.

Sementara itu, Sarwoto (1978) menyatakan bahwa dalam

kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai pelbagai macam

organisasi. Ada empat bentuk organisasi yaitu 1) organisasi garis (line

organization), dalam orgnisasi ini tugas-tugs perencanan, pengendalian

dan pengawasan berada disatu tangan dan garis kewenangan (line

authority) langsung dari pimpinan kepada bawahan, 2) organisasi garis

dan staf (line and staff organization), pada umumnya digunakan untuk

22

organisasi yang besar, daerah kerjanya luas dan mempunyai bidang-

bidang tugas yang beraneka ragam serta rumit, 3) organisasi fungsional

(functional organization), adalah organisasi yang disusun beradasarkan

sifat dan macam-macam fungsi yang harus dilaksanakan. 4) organisasi

panitia (committee organization), pada umumnya dibentuk dalam waktu

yang terbatas untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Lebih lanjut

Sarwoto mengatakan bahwa struktur organisasi akan nampak lebih jelas

dan tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi dan akan

memberikan pengertian yang mudah mengenai organisasi yang

bersangkutan.

Menurut Ancok (2001) harus disadari bahwa pembentukan

suatu oganisasi baik devisi SDM maupun devisi lainnya senantiasa

memperhatikan struktur organisasi, karena akan sangat mempengaruhi

perilaku pegawai. Organisasi dengan struktur yang kaku dan birokratik

akan menghambat tumbuhnya kreativitas pegawai. Selain itu

pengambilan keputusan menjadi sangat lamban, dan komunikasi antar

unit organisasi menjadi berkurang. Organisasi yang kaku dan terkotak-

kotak seringkali menimbulkan pemborosan, karena sumber daya (SDM

dan fasilitas) tidak dapat dipakai bersama-sama.

Keban (1995) menyatakan bahwa isu terpenting bagi seorang

administrator publik adalah bagaimana menentukan design struktur

organisasi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi publik tertentu.

23

Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukan batas-batas suatu

organisasi formal dan dalam hal apa organisasi tersebut beroperasi.

Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa struktur organisasi sangat

menentukan dinamika organisasi. Secara teoritis, suatu bentuk struktur

organisasi sangat ditentukan oleh berbagai macam faktor sebagaimana

menurut teori kontingensi, yaitu ukuran organisasi, perbedaan dalam

unit-unit organisasi, stabilitas lingkungan, tujuan organisasi itu sendiri,

karakteristik tugas-tugas yang ada dalam organisasi, karakteristik tenaga

kerja, dan pendekatan serta gaya management yang dianut.

Sesuai dengan pendapat di atas, Siagian (1995) menyatakan

bahwa kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan dilaksanakan dalam

konteks organisasional. Artinya, organisasi merupakan wahana dan

wadah melalui dan dalam mana berbagai kegiatan dilaksanakan. Ada

dua segi yang biasanya mendapat sorotan dalam membahas organisasi

dalam kaitannya dengan pelaksanaan suatu kebijaksanaan dan strategi

yaitu struktur dan proses. Struktur ialah hubungan formal antara

peranan dan tugas yang harus dimainkan dan dilaksanakan,

pendelegasian wewenang, arus informasi baik secara vertikal maupun

horizontal, kesatuan arah, kesatuan komando, deliniasi tugas dan

tanggungjawab yang jelas. Lebih lanjut Siagian menjelaskan bahwa

struktur organisasi yang tidak sesuai dengan tuntutan operasional dapat

menjadi penghalang terhadap implementasi yang lancar. Dengan

24

demikian gabungan antara struktur yang tepat dan proses yang

terintegrasi merupakan salah satu jaminan lancarnya implementasi.

Sementara itu Gogin (dalam Effendi:2002) menyatakan bahwa

struktur organisasi yang “hierarchically integrated” akan lebih

memungkinkan implementasi berhasil, karena komunikasi akan lebih

berjalan lancar dan kedekatan unit-unit organisasi dan personel.

Implementasi oleh intraorganisasi akan lebih berhasil dibanding

interorganisasi (O’Toole, 1983). Jumlah organisasi yang terlibat akan

menentukan keberhasilan implemenatasi (Kelman, 1984).

Lebih lanjut Gogin menjelaskan bahwa yang menyangkut

struktur organisasi adalah:

Untuk kebijakan yang secara teknis tidak memerlukan adaptasi

dan perubahan, struktur yang sederhana lebih cocok dipilih.

Untuk kebijakan yang memerlukan adaptasi struktur yang

kompoleks akan lebih cocok.

Perlunya lembaga (agen) tunggal pelaksana impelementasi.

Agen tunggal akan mendukung integrasi hierarki akan tetapi

mengurangi fleksibilitas.

Penyertaan LSM / swasta. Propinsi / Kabupaten sering tidak

mungkin melaksanakan kebijakan sendiri, mereka kadang

membutuhkan LSM dan bahkan swasta dalam implementasi

kebijakan tertentu.

25

Perlunya lead agency yang memiliki kewenangan untuk

melakukan peran koordinasi (integrasi).

Dalam rangka penataan kelembagaan termasuk struktur

organisasi, sebaiknya dapat menerapkan manajemen modern sebagai

salah satu kecenderungan global (Numberi,2000). Adapun prinsif-prinsif

manajemen modern terdiri dari : berorientasi kepada konsumen atau

pelanggan, menggunakan teknik-teknik yang lebih ilmiah dalam analisis

dan pengambilan keputusan, bersifat jaringan kerja, bekerja di dalam

tim, organisasi sebagai sistem terbuka dan desentralisasi.

Selain itu, organisasi pemerintah harus semakin diarahkan

menuju kelembagaan yang semakin mampu, fleksibel, dan responsif

terhadap kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini.

Memperhatikan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kebijakan

organisasi pemerintah diarahkan pada reformasi kelembagaan menuju

organisasi masa depan yang bercirikan:

1) Visi dan misi organisasi jelas

Dengan visi dan misi yang jelas, akan dapat disusun organisasi

yang benar-benar sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan

terutama mampu menyeimbangkan antara kemampuan sumber

daya organisasi dengan kebutuhan nyata masyarakat

2) Organisasi flat atau datar

26

Dengan organisasi yang berbentuk flat atau datar berarti

struktur organisasi tidak perlu terdiri dari banyak tingkatan

atau hierarki, organisasi cukup memiliki satu layer di bawah

pucuk pimpinan

Dengan bentuk organisasi seperti itu naka proses dalam

organisasi akan dapat dilakukan dengan cepat karena dengan

penghematan layer dalam struktur organisasi, maka waktu

yang kurang diperlukan akan tereduksi

3) Organisasi ramping atau tidak banyak pembidangan

Dengan orgnisasi yang berbentuk ramping, maka jumlah

pembidangan secara horisontal dapat ditekan seminimal

mungkin sesuai dengan beban dan sifat tugasnya, sehingga

span of control-nya berada pada posisi ideal

4) Organisasi jejaring (network Organization)

Dalam era globalisasi dewasa ini, harus ditumbuhkan

organisasi jejaring, karena organisasi seperti inilah yang

mampu melakukan aktifitas organisasi secara cepat dan efisien.

Organisasi yang tidak memanfaatkan networking, cepat atau

lambat akan ditinggalkan pelanggan , tertinggal karena kalah

bersaing. Untuk itu berbagai kalangan menilai bahwa

organisasi yang sukses adalah “small organization, large

networking”

27

5) Strategi organisasi pembelajar (Learning Organization)

Dalam suasana perubahan yang sangat cepat dewasa ini,

diperlukan organisasi yang mampu mentranformasikan dirinya

untuk menjawab tantangan-tantangan dan kesempatan yang

timbul akibat perubahan tersebut. Proses transformasi atau

belajar dari setiap unsur dalam organisasi tersebut kita kenal

sebagai “organisasi pembelajar”. Pada akhirnya organisasi

yang cepat belajar akan mampu beradaptasi dengan cepat

terhadap perubahan yang terjadi.

6) Organisasi banyak diisi jabatan-jabatan profesional

Hal ini terkait dengan bentuk organisasi yang flat dengan layer

struktural yang minimal, maka sejalan itu organisasi lebih

banyak diisi oleh pejabat-pejabat profesional atau fungsional

yang bekerja berdasarkan kompetisi profesional di bidang

tertentu sesuai dengan core business organisasi yang

bersangkutan

7) Organisasi bervariasi

Organisasi terbuka untuk memiliki struktur yang berbeda

antara satu lembaga dengan lembaga yang lain, sesuai dengan

kondisi dan prioritas misi masing-masing lembaga tersebut.

Untuk itu pendekatan uniformitas yang kaku tidak tepat

digunakan dalam penataan kelembagaan (Numberi, 2000)

28

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan PT. Air

Manado dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya akan ditentukan

salah satunya oleh struktur organisasi yang dibentuk. Karena struktur

organisasi akan menentukan pola prilaku individu dalam pencapaian

tujuan organisasi.

Untuk memilih bentuk susunan organisasi yang efektif dengan

kekuatan dan kelemahan dari berbagai bentuk struktur teoritik yang ada

yang ada Minzberg (dalam Sedarmayanti, 2000 : 35) menjelaskan

bahwa:

1. Simple structure (struktur sederhana). Struktur ini terdiri dari

lima komponen utama, yaitu manajemen puncak, manajemen

menengah, teknostruktur, staf pendukung, dan pelaksana.

Model struktur ini cukup baik untuk melaksanakan tugas yang

spesifik, tetapi kurang sesuai jika harus melakukan tugas dan

fungsi yang beraneka ragam.

2. Machine Bureucracy (birokrasi mesin). Dalam model ini,

standarisasi tugas merupakan ciri utama tugas rutinitas,

formalisasi, aturan atau prosedur, departemenisasi fungsi,

pemusatan wewenang, dan pembuatan keputusan untuk

dilaksanakan oleh bawahan melalui instruksi administrative

yang membedakan antara fungsi lain dan fungsi staf, yang

karenannya merupakan karakteristik pokok dan birokrasi

mesin.

3. Professional bureaucracy (birokrasi professional). Dalam

model ini ada kombinasi antara standarisasi dan desentralisasi.

Aparat dalam organisasi ini dituntut untuk memenuhi

persyaratan kualifikasi keahlian yang tinggi, sebab optimalisasi

pelaksanaan tugas menjadi acuan utama.

4. Divisional structure (struktur atas dasar pembaguan tugas).

Model ini secara umun dikenal sebagaimana yang telah

dicontohkan dalam banyak bentuk organisasi yang birokrat,

29

dimana dalam satuan fungsional atas prinsip pembagian tugas

yang ketat.

5. Adhocracy (kekuatan untuk tujuan atau kasus khusus). Dalam

model ini, peran staf professional tampak menonjol,

diferensiasi horizontal sangat besar, sedangkan diferensiasi

vertical sangat rendah. Model ini tidak mengenal

departemenisasi yang permanen, formalitas hamper tidak ada,

desentralisasi kewenangan sangat kuat, fleksibilitas dan daya

tangkap tinggi.

Adapun dimensi dan struktur organisasi banyak dikemukakan

para ahli, seperti Robbin (1994 : 90) yang mengemukakan pendapatnya

mengenai dimensi struktur organisasi yaitu “paling tidak ada tiga

dimensi dari struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalitas, dan

desentralisasi”. Gibson (1994 : 340) mengemukakan pendapat senada

mengenai dimensi struktur sebagai berikut:

“Walaupun persetujuan universal mengenai seperangkat

dimensi itu tidak mungkin diperoleh dan juga tidak juga diinginkan,

namun dapat digunakan tiga dimensi dalam riset dan praktek untuk

menguraikan struktur.Tiga dimensi itu adalah formalisasi

(formalization), sentralisasi (centralization) dan kerumitan

(complexity)”.

Handoko (1987:170-171) mengemukakan dimensi struktur

organisasi itu terdiri dari:

1. Spesialisasi kegiatan berkenaan dengan spesifikasi tugas-tugas

individual dan kelompok kerja dalam organisasi (pembagian

kerja) dan penyatuan tugas-tugas tersebut menjadi satuan-

satuan kerja (departemenisasi)

30

2. Standarisasi kegiatan, merupakan prosedur-prosedur yang

digunakan organisasi untuk menjamin terlaksananya kegiatan

yang seperti direncanakan

3. Koordinasi kegiatan, menunjukkan prosedur-prosedur yang

mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan-satuan kerja dalam

organisasi

4. Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan, yang

menunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan.

5. Ukuran satuan kerja menunjukkan jumlah pegawai dalam suatu

kelompok kerja

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Robbin (2003:585-594)

mengenai fondasi struktur organisasi nampaknya menjadi dasar struktur

organisasi secara lengkap. Dalam pendapatnya, Robbin menyatakan

bahwa struktur organisasi merupakan cara tugas pekerjaan secara formal

dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Lebih lanjut Robbin

menyatakan bahwa untuk mendefinisikan suatu struktur organisasi maka

terdapat enam unsur kunci struktur organisasi yang dijelaskan sebagai

berikut:

1. Spesialisasi Kerja. Spesialisasi kerja merupakan pembagian

bidang kerja yaitu sampai tingkat mana tugas dalam organisasi

dipecah-pecah menjadi pekerjaan terpisah-pisah sesuai dengan

kebutuhan, pendidikan, pengalaman daqn ketrampilan yang

dimiliki oleh pegawai. Atas dasar tersebut maka indicator

dalam dimensi spesialisasi pekerjaan adalah: kesesuaian

jabatan dengan kebutuhan, kesesuaian jabatan dengan

31

pendidikan, kesesuaian jabatan dengan pengalaman dan

kesesuaian jabatan dengan ketrampilan

2. Departementalisasi. Departementalisasi merupakan dasar yang

dipakai dalam pengelompokkan pelaksanaan tugas pada

masing-masing individu, jenis pekerjaan dan jabatan guna

pencapaian tujuan organisasi.Berdasarkan hal tersebut, maka

indicator dalam dimensi departementalisasi adalah: kejelasan

fungsi, kejelasan output, produk yang dihasilkan, kejelasan

proses.

3. Rantai Komando. Rantai komando merupakan garis wewenang

yang tidak terputus-putus yang terentang dari pucuk organisasi

ke eselon terbawah dan memperjelas siapa melapor

kesiapa.Dalam rantai komando ini terdiri dari pertama,

wewenang yakni hak-hak yang inheren dalam posisi manajerial

untuk memberi perintah itu dipenuhi. Kedua, kesatuan

komando yakni bawahan seharusnya mempunyai satu atasan

yang kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Rantai

komando menunjukkan bagaimana tanggung jawab pekerjaaan

diberikan dan dipertanggung jawabkan menurut tingkatan

manajerial. Atas dasar hal tersebut, maka indikator dalam

dimensi rantai komando adalah: kejelasan alur

perintah/wewenang, dan kesatuan komando.

32

4. Rentang Kendali. Rentang kendali merupakan jumlah bawahan

yang dapat diatur manajer secara efektiv dan efisien sehingga

organisasi dapat bekerja dengan seoptimal mungkin.

Berdasarkan hal tersebut maka indicator yang digunakkan

dalam dimensi rentang kendali adalah: kesesuaina jumlah

pegawai dengan jabatan structural yang ada dan kesesuaian

jumlah pegawai denagn volume pekerjaan yang ada.

5. Sentralisasi/Desentralisasi . Sentralisasi/desentralisasi

merupakan tingkat dana dimana pengambilan keputusan

dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi, atau sebaliknya

pada tingkat mana wewenang pengambilan keputusan dapat

diserahkan kepada tingkat yang lebih rendah.

Sentralisasi/desentralisasi ini merupakan bagian penting dlam

gerak organisasi. Ketidak seimbangan antara sentralisasi

maupun desentralisasi memberikan pengaruh terhadapa

bagaimana organisasi akan bekerja. Atas dasar hal tersebut

maka indicator yang digunakan dalam dimensi

sentralisasi/desentralisasi adalah: pelimpahan wewnang

pengambilan keputusan dan pemusatan keputusan.

6. Formalisasi. Formalisasi merupakan tingkat mana pekerjaan

dalam organisasi dabakukan.Biasanya dalam formalisasi ini

mencakup penggunaan standar kerja yang dikenal sebagai

33

Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan kerja

formal untuk setiap individu, bagian dan jabatan yang ada.

Dengan demikian maka indicator yang digunakan dalam

dimensi formalisasi adalah: adanya standar operasioan

prosedur (SOP) dan pelaksanaan standar operasioanl prosedur

(SOP).

2.1.4 Konsep Kinerja

Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu

kinerja pegawai (individu) dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai dapat

dipahami sebagai hasil kerja dari seorang pegawai dalam organisasi

sedangkan kinerja organisasi adalah keseluruhan hasil kerja yang dicapai

oleh organisasi dalam satu periode tertentu. Kinerja pegawai dan kinerja

organisasi tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya sebab tercapainya

tujuan organisasi yang terlihat dalam kinerja organisasi tidak bisa lepas

dari sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut yang digerakkan

dan di jalankan oleh individu/pegawai yang adalah pelaku dalam

pencapaian tujuan organisasi tersebut. Kata Kinerja merefleksikan

kesuksesan sebuah organisasi.

Kinerja yang diterjemahkan dari kata performance dapat

berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil

kerja/unjuk kerja/penampilan kerja (LAN, 1992:3). Cardoso Gomes

34

(1995:142) mendefenisikan kinerja adalah catatan hasil produksi pada

fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu

tertentu. Pendapat Gomes ini menjelaskan bahwa kinerja merupakan

suatu hasil pekerjaan yang sesuai dengan fungsi yang diemban oleh

masing-masing karyawan atau unit-unit kerja dalam jangka waktu

tertentu. Para ahli perilaku dan manajemen setuju bahwa penghargaan

ekstrinsik dan intrinsik dapat digunakan untuk memotivasi kinerja

pekerjaan (Ivancevich, 2005:234) . sedangkan A.A. Anwar Prabu

Mangkunegara berpendapat bahwa kinerja pegawai (prestasi kerja)

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya, pendapat ini senada dengan

pernyataan Milkovich dan Boudreau (1997) yang mengungkapkan

bahwa “performance reflects the organization’s success”. Employee

performance is the degree to which employees accomplish work

requirements” yaitu Kinerja pegawai sebagai tingkat dimana pegawai

tersebut menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan). Dan August

W. Smith (1982:393) menyatakan bahwa performance atau kinerja

adalah output drive from processes, human or otherwise yaitu kinerja

sebagai hasil atau keluaran dari suatu proses. Pendapat yang lebih luar

lagi dikemukakan oleh Luthans, (1995) berpendapat bahwa kinerja tidak

hanya dipengaruhi oleh sejumlah usaha yang dilakukan seseorang, tetapi

35

dipengaruhi pula oleh kemampuannya, seperti : pengetahuan, pekerjaan

dan keahlian, serta bagaimana seseorang merasakan peran yang

dibawakannya.

Para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku

organisasi menjelaskan konsep kinerja (Performance) dengan

menggunakan ungkapan bahasa dan tinjauan dari sudut pandang yang

berbeda-beda namun makna yang terkandung pada hakekatnya sama,

yaitu kinerja (Performance) adalah catatan outcome yang dihasilkan dari

suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama suatu periode waktu

tertentu. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bernardin dan

Russel (1998 : 239), yang menyatakan bahwa : “Performance is defined

as the record of outcome produced on a specified job function or

activity during a specified time period”. Hal ini diperjelas lagi oleh

Ivancevich & Donelly (2005 : 118) yang menyatakan bahwa kinerja

adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Mathis & Jackson (2001: 78) menyatakan bahwa kinerja pada

dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak

mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain

termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,

kehadiran di tempat kerja.

36

Dari pengertian dan pendapat yang dikemukakan diatas dapat

dipahami bahwa secara garis besar konsep kinerja sebagaimana yang

dikemukakan oleh Rummler dan Barche dalam Sudarmanto (2009:7)

bahwa terdapat tiga level kinerja yaitu :

1) Kinerja organisasi; yang merupakan pencapaian hasil (out-

come) pada level atau unit analisis organisasi yaitu yang terkait

dengan tujuan organisasi dan manajemen organisasi.

2) Kinerja proses; yang merupakan kinerja pada proses tahapan

dalam menghasilkan produk atau layanan yang dipengaruhi

oleh tujuan proses, rencana proses dan manajemen proses.

3) Kinerja individu/pekerja; merupakan pencapaian atau

efektivitas pada tingkatan pegawai atau pekerjaan yang

dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan dan

manajemen pekerjaan serta karakteristik individu.

Dan secara garis besar, pengertian kinerja dapat dikategorikan

kedalam dua pengertian besar yaitu :

1) Kinerja merujuk pada pengertian hasil. Dalam pengertian hasil,

Bernardin (2001:143) menyatakan bahwa kinerja merupakan

catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan

tertentu atau kativitas-aktivitas selama periode tertentu. Dari

definisi ini, Bernardin menekankan kinerja sebagai hasil bukan

karakter sifat (trait) dan perlaku.

2) Kinerja merujuk pada pengertian sebagai perilaku. Terkait

dengan kinerja sebagai perilaku, Murphy dalam Sudarmanto

(2009:8) menyatakan bahwa kinerja merupakan seperangkat

perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi atau unit

37

organisasi tempat orang bekerja. Kinerja merupakan sinonim

dengan perilaku sebagai suatu yang secara actual orang

kerjakan dan dapat diobservasi, dalam pengertian ini kinerja

mencakup tindakan-tindakan dan perilaku yang relevan dengan

tujuan organisasi. Kinerja bukan konsekuensi atau hasil

tindakan akan tetapi tindakan itu sendiri.

Mahmudi (2007 : 8) mengemukakan bahwa tugas utama

pemerintah sebagai organisasi sektor publik adalah untuk menciptakan

kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya

berupa kesejahteraan fisik yang berupa material saja, namun termasuk

kesejahteraan non fisik yang bersifat immaterial. Dalam suatu

pemerintahan yang menganut azas demokrasi hubungan antara

pemerintah dan masyarakat dapat digambarkan sebagai suatu hubungan

keagenan (agency relationship).

Dalam masyarakat yang demokratis, kinerja begitu penting,

mengingat didalam masyarakat yang demokratis mengharuskan

pemerintah untuk melaksanakan amanah yang diberikan dan memikul

suatu tanggung jawab untuk mencatat seluruh aktifitas dalam kegiatan

yang diamanahkan kepadanya, sehingga setiap satuan kerja

pemerintah daerah diharapkan untuk bertanggung jawab secara

mandiri mengenai tindakan-tindakan dan terhadap capaian-capaian

yang diinginkannya.

38

Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999, tentang akuntabilitas

kinerja diartikan sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi

pemerintah untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau

kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan

sasaran secara periodik. Sasaran adalah hasil yang akan dicapai

secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang yang

lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari

tujuan. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran yang merupakan

tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada periode

bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai dengan rencana tingkat

pencapaiannya (target) masing-masing. Sasaran diupayakan untuk

dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu secara berkesinambungan

sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana strategik.

Kaplan dan Norton (2001) menyatakan bahwa organisasi

nonprofit dan pemerintahan umumnya mengalami kesulitan yang

penting dalam menentukan strategi mereka dengan jelas. Kebanyakan

nonprofit dan pemerintahan mengalami kesulitan dengan arsitektur asli

Balance Scorecard, dimana perspektif finansial dtempatkan diatas

hierarki, karena memperoleh keuntungan finansial adalah bukan tujuan

utama bagi kebanyakan organisasi tersebut, arsitekturnya dapat di atur

ulang sehingga menempatkan customer atau constituent pada hierarki

teratas.

39

Gambar 2.1

Adapting the Balance Scorecard Framework to Nonprofit and Public

Organization

The Mission

Customer PerspectiveFiduciary Perspective

Internal Perspective

“ If we succed, how will look

to our taxpayers (or

donors)”

“ To achieve our vision, how

must look to our customer “

“ To satisfy our customer

and financial donors, which

business process must we

excel at ?

Learning and Growth

Perspective

“ To achieve our vision, how

must our organization learn

and improve “

Selanjutnya dalam penjelasan pasal 5 Peraturan Pemerintah No

: 108 Tahun 2000 tentang indikator kinerja yang dibagi kedalam

kelompok ; (a) masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan

agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam

rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana,

material, waktu teknologi dan lain sebagainya; (b) keluaran (output)

adalah segala sesuatu berupa produk atau jasa (fisik dan non fisik)

sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program

berdasarkan masukan yang digunakan; (c) hasil (outcomes) adalah

40

segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan

pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh

setiap produk atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan

masyarakat; (d) manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran

(outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat, yang dapat

berupa tersedianya fasilitas yang dapat dikases oleh publik; dan (e)

dampak (impact) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi,

lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai dari capaian

kinerja setiap indikator dalam setiap kegiatan.

Dalam instansi pemerintah, penilaian kinerja sangat berguna

untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi

para birokrat pelaksana, serta memonitor pemerintah agar lebih

memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani, dan menuntun

perbaikan dalam pelayanan publik. Oleh sebab itu, informasi mengenai

kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan

yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan

pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka

upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah

dan sistematis. Disamping itu, dengan adanya informasi kinerja maka

benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk

memperbaiki kinerja bisa diciptakan.

41

2.1.4.1. Dimensi Pengukuran Kinerja.

Makna kinerja pada dasarnya merujuk pada pencapai hasil

kerja. Smith (1982:393) menyebutkan bahwa kinerja merupakan hasil

atau keluaran dari suatu proses. Kinerja dapat diartikan sebagai

pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau penampilan kerja

organisasi (L.A.N, 1992:3). Moenir (1983:76) mendefinisikan kinerja

sebagai hasil kerja pada kesatuan waktu dan ukuran tertentu. Sedangkan

menurut Keban (1995:1) kinerja dapat diartikan sebagai tingkat

pencapaian hasil atau merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Setiap organisasi memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan

dalam proses pencapaian tujuan tersebut tergantung pada kinerja

masing-masing organisasi. Kinerja sangat dipengaruhi oleh analisis

suatu lingkungan dan organisasi (Simamora, 1995:328).

Bagi organisasi bisnis, menurut Mulyadi (2001:293-294)

kinerja organisasi perusahaan berupa penciptaan kekayaan dalam jumlah

yang memadai sekaligus melipatgandakannya agar perusahaan dapat

bertahan hidup dan berkembang. Proses pelipatgandaan kinerja

organisasi perusahaan tidak dapat dilakukan hanya dengan kerja lebih

keras (work harder), namun diperlukan kerja lebih cerdas (work

smarter).

Kekayaan organisasi perusahan dapat dilipatgandakan dengan

cara meletakannya pada sumber daya manusia (human capital) dan

42

organisasi (organization capital). Human capital berkaitan dengan

kemampuan karyawan dalam mengoperasionalkan perusahaan.

Sedangkan organizational capital berupa pembuatan jejaring (net work)

dalam hubungannnya dengan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan

perusahaan (Mulyadi, 2001:294-295).

Dalam pengertian yang lebih terukur, menurut Suwarsono

(2001:5), kinerja perusahaan sebelumnya dikaitkan terlebih dahulu

dengan visi dan misi yang dimiliki oleh perusahaan. Kemudian

dijabarkan melalui kinerja operasional dan kinerja strategis. Kinerja

operasional bersinggungan dengan ukuran keuangan dan kinerja

strategis banyak bersinggungan dengan operasional.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai konsep kinerja di

atas, secara lebih spesifik dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan

adalah hasil yang dicapai dari suatu proses kerja perusahaan yang dapat

dilihat dari aspek keuangan, aspek operasional (human capital) dan

aspek organisasional (organizational capital) menurut ukuran dan

satuan waktu tertentu.

Standar kinerja perlu dirumuskan sebagai tolak ukur untuk

membandingkan apa yang telah dilakukan dengan harapan. Standar

dimaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan

pertanggungjawaban terhadap apa yang dilakukan (Sedarmayanti,

2001:51). Menurut Robert Simons (Modul AKIP, 2000:5) sistem

43

pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode sistematis dalam

penetapan sasaran dan tujuan dan pelaporan periodik yang

mengindikasikan realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan. Sistem ini

dapat membantu para manajer dalam memonitor implementasi strategi

bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran

dan tujuan strategis perusahaan.

Khusus bagi organiasi perusahaan daerah yang bergerak dalam

bidang pelayanan air bersih, standar pengukuran kinerjanya telah

ditetapkan melalui Kepmendagri No. 47 tahun 1999. Variabel kinerja

diukur dari 3 sub variabel, yakni aspek keuangan, aspek operasional dan

aspek administrasi. Menurut Riyanto (1998:11), keuangan adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan kas dan dana yang masuk dan keluar

dalam perusahaan untuk membiayai investasi dan operasi perusahaan

serta mampu memenuhi kewajibannya. Perusahaan harus mampu

menghasilkan keuntungan dan mampu untuk reinvestasi dalam

membiayai pertumbuhan perusahaan.

Menurut Handoko (1993:3) yang dimaksud kemampuan

operasional adalah usaha-usaha pengeloaan secara optimal penggunaan

sumber daya (faktor-faktor produksi) yang meliputi faktor tenaga kerja,

mesin-mesin/peralatan, bahan mentah dan sebagainya dalam proses

transformasi menjadi produk atau jasa. Sedangkan aspek administrasi

secara teknis dapat ditinjau dari 3 sudut (Suradinata, 1995:86) yaitu:

44

“Pertama proses, yakni berkaitan dengan kegiatan yang

dilakukan untuk mencapai tujuan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan sampai pada evaluasi hasil pelaksanaan. Kedua

fungsi, yakni segala kegiatan yang meliputi tugas/fungsi

pengorganisasian, pengawasan dan sebagainya. Ketiga

institusi, yakni totalitas kegiatan dalam kelembagaan untuk

mencapai tujuan. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang

menyeluruh dilakukan dari tingkat atasan sampai dengan

bawahan”.

Dimensi kinerja merupakan aspek yang menjadi ukuran dalam

menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai

kinerja. Dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena akan

bermanfaat baik bagi banyak pihak. John Miner dalam Sudarmanto

(2009:11) mengemukakan empat dimensi yang dapat dijadikan sebagai

tolak ukur dalam menilai kinerja yaitu :

1) Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.

2) Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.

3) Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,

keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang.

4) Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja.

Keempat dimensi kinerja yang dikemukakan oleh John Miner

diatas, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil kerja yaitu

kualitas hasil dan kuantitas keluaran sedangkan dua hal lainnya yaitu

penggunaaan waktu dalam bekerja (tingkat kepatuhan dalam jam kerja,

disiplin) dan kerja sama terkait dengan aspek individu. Kinerja

karyawan adalah catatan hasil kerja/aktivitas tertentu yang dicapai

selama periode waktu tertentu. (Benardin & Russell, 1998). Ada enam

45

kriteria primer untuk mengukur kinerja menurut Bernardin dan Russel

(1998:383), yaitu:

1. Quality, merupakan tingkat atau sejauh mana proses atau hasil

pelaksanaan kegiatan mendekati tujuan yang diharapkan

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah

rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3. Timeliness, adalah tingkat sejauhmana suatu kegiatan

diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan

memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang

tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost-effectiveness, adalah tingkat sejauhmana penggunaan

sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi,

material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau

pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber

daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauhmana

seseorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan

tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk

mencegah tindakan yang kurang diinginkan

6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauhmana

karyawan/pegawai memelihara harga diri, nama baik dan

kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan.

Kriteria lain dari pengukuran kinerja berdasarkan delapan

dimensi kinerja yang dikemukan oleh Cardoso gomes ( 1995 : 42 ).yang

terdiri dari:

1. Quantity of work; jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan

pada periode tertentu.

2. Quality of work; kualitas pekerjaan yang dicapai berdasarkan

syarat yang ditentukan.

3. Job knowledge; pemahaman karyawan pada prosedur kerja dan

informasi teknis tentang pekerjaan.

4. Creativeness; kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi

dan dapat diandalkan dalam pekerjaan

5. Cooperation; kerja sama dengan rekan kerja dan atasan.

6. Dependability; kemampuan menyelesaikan pekerjaan tanpa

tergantung kepada orang lain.

7. Initiative; kemampuan melahirkan ide-ide dalam pekerjaan

46

8. Personal qualities ; kemampuan dalam bidang pekerjaan.

Robbins, (2002:259 , kinerja karyawan dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Pertama, manajemen menggunakan penilaian untuk

mengambil keputusan personalia secara umum. Penilaian memberikan

informasi yang berhubungan dengan pengambilan keputusanyang

penting dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian. Kedua,

penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan

yang dibutuhkan. Dalam hal ini, penilaian menjelaskan ketrampilan dan

daya saing para pekerja yang belum cukup tetapi dapat diperbaiki jika

suatu program yang memadai dikembangkan. Ketiga, penilaian kinerja

dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan

pengembangan yang disahkan. Pegawai baru yang kinerjanya masih

rendah, dapat diidentifikasikan melalui penilaian kinerja. Sama halnya

efektivitas suatu pelatihan serta program pengembangan dapat

ditentukan dengan cara menaksir seberapa baik partisipasi pegawai

dalam memenuhi penilaian kinerja mereka. Keempat, penilaian kinerja

juga untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para

pekerja tentang bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.

Terakhir, penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk

mengalokasikan atau menentukan penghargaan.

Menurut Robbins kepentingan para pimpinan pada kepuasan

kerja cenderung berpusat dan efeknya pada kinerja pegawai. Dalam

47

literatur yang sama Robbins juga mengatakan bahwa tingkat upaya

(motivasi) akan menghantar ke hasil kinerja pekerjaan yang

menguntungkan bila disalurkan ke dalam suatu arah yang bermanfaat

bagi organisasi itu. Sementara Dale Yoder Rusman Soleman, 2007

menyatakan bahwa balas jasa membuat anggota tim kerja dapat

bekerjasama dan berprestasi.

Disamping itu, Selim dan Woodward dalam Nasucha

(2004:180) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

ekonomi, efisiensi, efektifitas dan persamaan pelayanan. Dalam konteks

ini, aspek ekonomi diartikan sebagai strategi untuk menggunakan

sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan

kegiatan pelayanan publik. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga

dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik

(proporsional) antara input pelayanan dengan output pelayanan.

Demikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat

tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah

ditentukan. Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga

dilihat sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk

pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat

publik memiliki akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang

ditawarkan.

48

Dari berbagai pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan

bahwa dimensi pengukuran kinerja sangat beragam tergantung

tergantung dari aspek tertentu yang diukur (atribut atau kompetensi

indivudunya-kinerja individu), kualitas dan kuantitas produk barang atau

jasa yang dihasilkan (kinerja hasil), kinerja organisasi ataupun kinerja

proses dan cara pengukurannya. Karakteristik organisasi apakah

bergerak dibidang produksi/barang ataupun pelayanan jasa, lembaga

bisnis ataupun lembaga public (birokrasi pemerintah) juga akan

menentukan dimensi pengukuran kinerja yang digunakan.

Sebuah konsep yang menarik sehubungan dengan kinerja

organisasi dapat dicermati dari Karlina (2011:36) bahwa kinerja

organisasi mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu organisasi

telah sesuai dengan kondisi lingkungan eksternalnya seperti faktor

ekonomi, politik dan budaya yang ada. Kemudian apakah struktur dan

kebijakan mendukung kinerja yang diinginkan,apakah memiliki

kepemimpinan, modal dan infrastruktur dalam mencapai misinya,

apakah kebijakan, budaya dan sistim insentifnya mendukung pencapaian

kinerja yang diinginkan, dan apakah organisasi menciptakan serta

memelihara kebijakan seleksi dan pelatihan sumberdaya manusianya.

Karlina (2011) mencermati bahwa sejatinya peningkatan

kinerja organisasi sangat bergantung pada orang-orang dalam organisasi

itu sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan

49

keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci

keunggulan kompetitif, maka keterlibatan dan kinerja pegawai, dapat

menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi.

Dengan mengadopsi konsep pemikiran dari Kaplan dan Norton

(2001) sebagaimana tulisan Karlina (2011) berkaitan dengan kinerja PT.

Air Manado menyatakan bahwa organisasi nonprofit dan pemerintahan

umumnya mengalami kesulitan yang penting dalam menentukan strategi

mereka dengan jelas. Kebanyakan nonprofit dan pemerintahan

mengalami kesulitan dengan arsitektur asli Balance Scorecard, dimana

perspektif finansial dtempatkan diatas hierarki, karena memperoleh

keuntungan finansial adalah bukan tujuan utama bagi kebanyakan

organisasi tersebut, arsitekturnya dapat di atur ulang sehingga

menempatkan customer atau constituent pada hierarki teratas.

Menurut Kaplan dan Norton (dalam Tika 2006) Balanced

berarti keseimbangan, sedangkan scorecard adalah kartu yang dipakai

untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang atau kelompok. Jadi,

Balance scorecard adalah metode untuk mengukur kinerja seseorang

atau kelompok/organisasi dengan menggunakan kartu untuk mencatat

skor hasil-hasil kinerja. Balance scorecard merupakan ide untuk

menyeimbagkan aspek keuangan dan non keuangan serta aspek internal

dan eksternal perusahaan. Balance scorecard membantu usaha

organisasi dalam mengembangkan dan melaksanakan strategi program

50

dan pelayanan untuk melaksanakan misi. Organisasi biasanya

menggunakan BSC untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada

seluruh karyawannya untuk mengukur keberhasilan program dan

pelayanan yang diberikan, dan melakukan kajian-kajian akan perubahan

yang perlu di lakukan organisasi untuk melakukan peningkatan efisiensi

dan keefektifan program. Scorecard kinerja merupakan bagian dari

agenda pimpinan manajemen, dan digunakan untuk menelusuri

perkembangan dari program dan layanan sebuah organisai.

Balance scorecard untuk public sector merupakan perspektif

yang menyeluruh untuk mengukur kinerja secara tepat dalam organisasi

public sector. Dimana keuntungan (profit) bukan merupakan pemacu

utama untuk organisasi public sector. Norton dan kaplan melakukan

penyesuaian kembali perspektif yang ada pada BSC. Pada BSC untuk

public sector, misi menggantikan hasil financial sebagai tujuan puncak

dari organisasi public sector dan di dukung oleh tiga perspective yang

penting lainnya yaitu cost, benefits, dan legitimizing authorities.

Dalam Balance Scorecard untuk public sector yang dimaksud

Cost perspective adalah financial cost dan social cost. Tidak seperti

pada organisasi yang berorientasi pada profit yang senantiasa di ukur

dengan financial, organisasi pada public sector biasanya manfaat ukuran

pelaksanaan program dan kebijakan di nilai dengan positif dan negatif.

Perspektif legitimizing authority pada BSC mengubah perspektif

51

pelanggan Merujuk pada Karlina (2011) dan Tika (2006) bahwa model

pengukuran Balanced Scorecard dari Kaplan & Norton cocok untuk

penelitian ini dimana seluruh skema teori-teori diatas yang membahas

kinerja sebagaimana terdapat dalam skema Balanced scorecard Kaplan

& Norton. Pengukuran Balance Scorecard dari Kaplan & Norton

(1996:95) menggunakan empat perspektif kinerja organisasi yaitu :

Financial perspective (perpektif keuangan), Customer perspective

(perspektif konsumen), Internal business process perspective (perspektif

proses bisnis internal) dan Learning and growth perspective (perpektif

proses belajar dan berkembang).

2.1.5. Hubungan Struktur Organisasi Terhadap Kinerja

Beberapa pandangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja organisasi, yang dipengaruhi oleh ruang dan waktu, dapat

ditemui dari berbagai kepustakaan yang berusaha menggambarkan

kinerja organisasi. Suatu organisasi, terlepas dari bagaimana bentuknya

organisasi tersebut, apapun tujuan yang akan dicapai, selalu

mengharapkan sasaran / target yang telah ditetapkan akan dapat tercapai

semaksimal mungkin. Untuk mencapai target tersebut, banyak faktor

yang dapat mempengaruhinya.

Muljarto (1977), menyatakan bahwa organisasi bukanlah

sistem yang tertutup (close system) melainkan organisasi tersebut akan

52

selalu dipaksa untuk memberi tanggapan atas rangsangan yang berasal

dari lingkungannya. Pengaruh lingkungan dapat dilihat dari dua segi:

pertama, lingkungan eksternal yang umumnya menggambarkan

kekuatan yang berada di luar organisasi seperti faktor politik, ekonomi

dan sosial, kedua adalah lingkungan internal yaitu faktor-faktor dalam

organisasi yang menciptakan iklim organisasi dimana berfungsinya

kegiatan mencapai tujuan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Higgins (1985) dalam

Salusu (1996) menyatakan bahwa ada dua kondisi yang dapat

mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu kapabilitas organisasi yaitu

konsep yang dipakai untuk menunjuk pada kondisi lingkungan internal

yang terdiri atas dua faktor stratejik yaitu kekuatan dan kelemahan.

Kekuatan adalah situasi dan kemampuan internal yang bersifat positip,

yang memungkinkan organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam

mencapai sasarannya; sedangkan kelemahan adalah situasi dan

ketidakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat

mencapai sasarannya. Kedua faktor ini saling berkaitan dan saling

mempengaruhi. Faktor yang perlu diperhitungkan dalam melihat

kemampuan internal organisasi antara lain : struktur organisasi,

sumberdaya baik dana maupun tenaga, lokasi, fasilitas yang dimiliki,

integritas seluruh karyawan dan integritas kepemimpinan. Kondisi yang

kedua adalah lingkungan eksternal, yang terdiri atas dua faktor stratejik,

53

yaitu peluang dan ancaman atau tantangan. Peluang sebagai situasi dan

faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan

bisa melampaui pencapaian sasarannya; sedangkan ancaman adalah

faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat

mencapai sasarannya. Dalam mengamati lingkungan eksternal, ada

beberapa sektor yang peka secara stratejik, artinya bisa menciptakan

peluang, atau sebaliknya merupakan ancaman. Perkembangan teknologi

misalnya, peraturan perundang-undangan, atau situasi keuangan, dapat

saja memberi keuntungan atau kerugian bagi organisasi.

Tetapi yang jelas, menurut William Cohen (David, 1989) ialah

bahwa peluang dan ancaman hadir pada setiap saat dan senantiasa

melampaui sumber daya yang tersedia. Artinya, kekuatan yang dimiliki

organisasi selalu berada dalam posisi lebih lemah dalam menanggulangi

ancaman, bahkan dalam mengejar dan memanfaatkan peluang sekalipun.

Sementara itu Steers (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor

yang menyokong keberhasilan akhir suatu orgaisasi dapat ditemukan

dalam empat kelompok umum. Satu dari empat kelompok umum

tersebut adalah Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan

teknologi organisasi. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan

teknologi organisasi. Yang dimaksudkan dengan struktur adalah

hubungan yang relatif tetap sifatnya seperti dijumpai dalam organisasi,

sehubungan dengan susunan sumber daya manusia. Struktur adalah cara

54

unik suatu organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan

sebuah organisasi.

Dengan demikian pengertian struktur meliputi faktor-faktor

seperti luasnya desentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi

pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi, dan seterusnya.

Jadi, keputusan mengenai cara bagaimana orang-orang akan

dikelompokan untuk menyelesaikan pekerjaan. Dilain fihak, yang

dimaksud dengan teknologi adalah mekanisme suatu organisasi untuk

mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat

memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses

mekanis yang digunakan dalam produksi, variasi dalam bahan yang

digunakan dan variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk

menunjang kegiatan menuju sasaran. Sementara itu Joedono (1974)

mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah

organisasi antara lain meliputi : 1) faktor kualitas SDM, 2) struktur

organisasi, 3) teknologi 4) pimpinan dan masyarakat, 5) bentuk

kepemimpinan.

Sementara itu Gogin (1990) menyatakan bahwa kapasitas

organisasi dapat memberi kontribusi pada keberhasilan implementasi.

Kemampuan organisasi akan dipengaruhi (produk dari) tiga hal pokok

yaitu: struktur organisasi, personel (human resources) dan finansial.

Lebih lanjut Gogin menjelaskan bahwa meskipun suatu kebijakan telah

55

dirumuskan dengan jelas (yang memungkinkan untuk

diimplementasikan secara mudah) akan tetapi mungkin saja bisa gagal

oleh kelemahan struktur organisasi atau kelemahan sistem. Struktur

yang ketat dan tersentralisir akan mendukung kepatuhan. Jika semua

dalam kondisi sama (struktur, dsb) maka keberhasilan implementasi

nampaknya akan sangat tergantung pada karakter dari tujuan kebijakan

itu sendiri, jumlah staf yang memadai, ahli, dan mempunyai motivasi

tinggi akan mempermudah proses konversi pesan kebijakan menjadi

realita. Hal ini akan lebih berhasil lagi apabila juga didukung oleh

kondisi finansial yang memadai.

Moeheriono, (2009:99) mengemukakan bahwa kinerja

organisasi didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of work) karena

hasil kerja memberi kan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan

strategi organisasi, kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi. Lebih

lanjut Moeheriono (2009:99) , mengemukakan bahwa struktur

organisasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja

organisasi seperti pada gambar berikut :

56

Gambar 2.2

Pengaruh Kinerja Individu dan Kelompok terhadap Kinerja

Organisasi

Dengan mengacu pada kerangka teori yang digunakan para ahli

pada penelitian kinerja organisasi, diharapkan kerangka teori tersebut

dapat dijadikan pedoman dalam melihat fenomena yang terjadi dalam

kinerja PT. Air Manado dalam kaitannya dengan struktur organisasi

yang ada. Dengan mengacu pada berbagai teori yang dijelaskan di atas

dan dihubungkan dengan fenomena di lapangan (actionable causes),

maka terlihat dengan jelas bahwa struktur organisasi memiliki hubungan

pengaruh dengan kinerja.

2.2. Kerangka Pemikiran

Kinerja

Individu

Kinerja

Tim/Kelompok

Kinerja

Organisasi

Faktor Kinerja

1.Knowledge

2.Skill

3.Motivasi

4.Peran

Faktor Kinerja

1.Keeratan tim

2.Kepemimpinan

3.Kekompakkan

(kesolidan tim

4.Struktur tim

5.Peran tim

6.Norma

Faktor Kinerja

1.Lingkungan

2.Kepemimpinan

3.Struktur Organisasi

4.Pilihan Strategis

5.Kultur/Organisasi

6.Proses

57

Kehadiran PT Air Manado berawal dari memburuknya kinerja

dan pelayanan PDAM Manado sebagai perusahaan daerah milik

pemerintah Kota Manado dalam menyediakan air bersih, baik secara

kuantitas maupun kualitas kepada masyarakat dari tahun ke tahun. Dan

klimaksnya pada akhir tahun (Desember 2007) PDAM Manado

berdasarkan hasil pemeriksaan tim audit keuangan independent kantor

Akuntan Publik Hassanudin memberikan penilaian yaitu laporan

keuangan PDAM Manado untuk periode per 31 Desember 2006 tidak

dapat memberikan pendapat (disclamer) sehingga dengan laporan

auditor independent PDAM tidak beroperasi lagi. Fakta ini jelas

memberikan gambaran kondisi PDAM Manado berada pada kondisi

kritis atau berada pada status perusahaan yang tidak sehat dan ibarat

mengidap penyakit pada tingkatan stadium yang tinggi, akibat salah

penanganan, salah urus (miss manajemen) dan kondisi perusahaan

defisit.

Perusahaan Daerah Air Minum dengan pemberlakuan Undang-

undang tersebut harus menyesuaikan diri terutama dalam sistem

manajemen dan pengelolaan perusahaan agar supaya mampu go public

sebagai perusahaan yang layak. Perseroan Terbatas (PT) Air Manado

sebagai upaya memperbaiki sistem pengelolaan perusahaan daerah

akibat buruknya kinerja PDAM Manado.

58

Berubahnya sistem manajemen perusahaan daerah air minum

ke PT Air mengharuskan seluruh kegiatan dan manajemen perusahaan

ini harus disesuaikan dengan sistem yang diatur dalam undang-undang

PT baru yang mengharuskan penggunaan standar Good Coorperate

Governance. Dalam Konsiderans Menimbang dari Undang-undang No.

40 Tahun 2007 yang menyatakan “bahwa Perseroan Terbatas sebagai

salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan

landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Stoner dan Freeman (1996:70) menyatakan, bahwa kinerja

organisasi dapat diukur dengan dua konsep yaitu efesiensi dan

efektivitas. Efesiensi adalah hubungan antara input dan output, yaitu

kemampuan mencapai output yang optimal dengan input tertentu,

sedangkan efektivitas adalah kemampuan memilih dan mancapai tujuan

yang tepat. Dengan demikian, efektivitas menunjuk kepada kombinasi

menjadi perhatian utama anggota organisasi terutama dalam hal

pengambilan keputusan strategis dalam rangka memaksimalkan tujuan

(maximizing goals) dan mengoptimalkan tujuan (optimizing goals).

Dalam konteks ini diharapkan organisasi dapat memberikan nilai

manfaat (outcomes) baik dalam rangka memenuhi kebutuhan internal

maupun eksternal (lingkungannya) berupa kebutuhan masyarakat. Dari

sudut pandang organisasi, Mulyadi (1998:387) menyatakan tentang

59

pendekatan yang digunakan untuk mengorganisasi sumber daya manusia

dalam mewujudkan efektivitas organisasi.

Perusahaan PT. Air Manado adalah merupakan perusahaan

swasta daerah yang merupakan produk kerjasama yang dimiliki oleh

pemerintah daerah. PT. Air yang dulunya bernama PDAM Manado yang

dalam perkembangannya diubah menjadi PT. Air karena kerjasama PT

tersebut dengan perusahaan asing. PT Air bekerjasama dengan

perusahaan Belanda yaitu Waterleidengmaatscappij Drenthe

Belanda/WMD melalui anak perusahaan BV. Tirta Sulawesi. Hasil

kerjasama melahirkan suatu perjanjian kerjasama membentuk suatu

perusahaan bersama Joint Venture Company (JVC). JVC ini dikenal

dengan nama PT. Air Manado dan secara operasional PDAM dinyatakan

tidak beroperasi lagi, dan asset, hutang serta pegawai/karyawan PDAM

dialihkan ke PT. Air Manado.

Untuk memilih dan menetapkan kepemimpinan/Direksi PT Air

Manado pertama, serta diikuti dengan perubahan struktur dalam

organisasi PT. AIR guna meningkatkan kinerja organisasi tersebut.

Pengoperasian PT. Air Manado adalah salah satu solusi nyata

Pemerintah Kota Manado untuk menjawab harapan masyarakat sebagai

perusahaan penyedia Air yang profesional, terdepan dan terbaik baik

pengolahan dan pelayanan air bersih baik secara kuantitas, kualitas dan

berlangsung secara terus menerus.

60

Untuk produktivitas usaha maka perusahaan harus sesuai

dengan atau berpedoman pada Tata Perusahan Yang Baik.

Penyelenggaraan perusahaan, baik dalam maupun luar negeri terutama

perusahaan yang berbadan hukum, sistem pengelolaan berpedoman pada

akuntabilitas, transparansi, pertanggungjawaban dan kewajaran guna

mewujudkan kinerja organisasi. Keberhasilan penyelenggaraan

perusahan sangat tergantung pada diterapkannya prinsp – prinsp dasar

perusahaan guna mencapai tujuan organisasi dengan baik. Hal ini juga

termasuk perusahaan-perusahaan pemerintah public service harus juga

menerapkan Good Corporate Governance. Di era persaingan pasar

bebas, maka tidak lagi dibatasi antara privat dan publik enterprise.

Tetapi pada kualitas pelayanan dari perusahaan. Dalam manajemen

administrasi khususnya perusahaan negara atau perusahaan milik daerah

harus mampu bersaing dengan privat sektor. Kemampuan bersaing

sangat tergantung pada penerapan pengelolaan perusahaan yang baik.

Dalam era persaingan pasar bebas, kualitas pelayanan perusahaan baik

perusahaan milik pemerintah maupun swasta, menjadi tuntutan publik

(konsumen) oleh karena itu siapa yang mampu menerapkan pengelolaan

perusahaan yang baik, itulah yang akan memenangkan persaingan

tersebut.

Perusahaan daerah yang selama era orde baru terus dimanja

sering berhadapan dengan turunnya minat konsumen karena pelayanan

61

yang tidak memuaskan. Perusahaan daerah harus mampu menerapkan

prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan sebagaimana yang diterapkan

oleh perusahaan swasta. Berdasarkan hal tersebut salah satu masalah

yang dihadapi perusahan daerah yaitu skill atau kemampuan mengelolah

perusahaan. Skill atau kemampuan mengelolah perusahaan inilah yang

sering kali menjadi kendala dalam bersaing merebut pasar. Penelitian ini

di dasarkan pada kenyataan bahwa pengelolaan perusahaan daerah air

minum PT. Air Manado belum maksimal. Perusahaan daerah selalu

kalah bersaing dengan perusahaan swasta yang secara konsisten

menerapkan pengelolaan perusahaan yang baik. Persoalan paling

mendasar dalam penelitian ini, apakah perusahan daerah sudah mampu

menerapkan pengelolaan perusahaan yang baik dalam pengelolaan

perusahaan. Sejauh ini survey membuktikan bahwa perusahaan daerah

selalu kalah bersaing dalam public service dengan perusahaan swasta.

Robbin (2003:585-594) dalam pendapatnya menyatakan bahwa

struktur organisasi merupakan cara tugas pekerjaan secara formal dibagi,

dikelompokkan, dan dikoordinasikan. Lebih lanjut Robbin menyatakan

bahwa untuk mendefinisikan suatu struktur organisasi maka terdapat

enam unsur kunci struktur organisasi yang dijelaskan melalui

spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang

kendali, sentralisasi dan formalisasi.

62

Spesialisasi kerja merupakan pembagian bidang kerja yaitu

sampai tingkat mana tugas dalam organisasi dipecah-pecah menjadi

pekerjaan terpisah-pisah sesuai dengan kebutuhan, pendidikan,

pengalaman daqn ketrampilan yang dimiliki oleh pegawai. Atas dasar

tersebut maka indicator dalam dimensi spesialisasi pekerjaan adalah:

kesesuaian jabatan dengan kebutuhan, kesesuaian jabatan dengan

pendidikan, kesesuaian jabatan dengan pengalaman dan kesesuaian

jabatan dengan ketrampilan.

Departementalisasi merupakan dasar yang dipakai dalam

pengelompokkan pelaksanaan tugas pada masing-masing individu, jenis

pekerjaan dan jabatan guna pencapaian tujuan organisasi.Berdasarkan

hal tersebut, maka indikator dalam dimensi departementalisasi adalah:

kejelasan fungsi, kejelasan output produk yang dihasilkan, kejelasan

proses.

Rantai komando merupakan garis wewenang yang tidak

terputus-putus yang terentang dari pucuk organisasi ke eselon terbawah

dan memperjelas siapa melapor kesiapa.Dalam rantai komando ini

terdiri dari pertama, wewenang yakni hak-hak yang inheren dalam posisi

manajerial untuk memberi perintah itu dipenuhi. Kedua, kesatuan

komando yakni bawahan seharusnya mempunyai satu atasan yang

kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Rantai komando

menunjukkan bagaimana tanggung jawab pekerjaaan diberikan dan

63

dipertanggung jawabkan menurut tingkatan manajerial. Atas dasar hal

tersebut, maka indikator dalam dimensi rantai komando adalah:

kejelasan alur perintah/wewenang, dan kesatuan komando.

Rentang kendali merupakan jumlah bawahan yang dapat diatur

manajer secara efektiv dan efisien sehingga organisasi dapat bekerja

dengan seoptimal mungkin. Berdasarkan hal tersebut maka indicator

yang digunakkan dalam dimensi rentang kendali adalah: kesesuaina

jumlah pegawai dengan jabatan structural yang ada dan kesesuaian

jumlah pegawai denagn volume pekerjaan yang ada.

Sentralisasi/desentralisasi merupakan tingkat dana dimana

pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi,

atau sebaliknya pada tingkat mana wewenang pengambilan keputusan

dapat diserahkan kepada tingkat yang lebih rendah.

Sentralisasi/desentralisasi ini merupakan bagian penting dlam gerak

organisasi. Ketidak seimbangan antara sentralisasi maupun

desentralisasi memberikan pengaruh terhadapa bagaimana organisasi

akan bekerja. Atas dasar hal tersebut maka indicator yang digunakan

dalam dimensi sentralisasi/desentralisasi adalah: pelimpahan wewnang

pengambilan keputusan dan pemusatan keputusan.

Formalisasi merupakan tingkat mana pekerjaan dalam

organisasi dabakukan.Biasanya dalam formalisasi ini mencakup

penggunaan standar kerja yang dikenal sebagai Standar Operasional

64

Prosedur (SOP) sebagai acuan kerja formal untuk setiap individu, bagian

dan jabatan yang ada. Dengan demikian maka indicator yang digunakan

dalam dimensi formalisasi adalah: adanya standar operasioan prosedur

(SOP) dan pelaksanaan standar operasioanl prosedur (SOP).

Dalam kaitannya dengan kinerja organisasi dapat dipahami

bawa kinerja mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu organisasi

telah sesuai dengan kondisi lingkungan eksternalnya seperti factor

ekonomi, politik dan budaya yang ada. Kemudian apakah struktur dan

kebijakan mendukung kinerja yang diinginkan,apakah memiliki

kepemimpinan, modal dan infrastruktur dalam mencapai misinya,

apakah kebijakan, budaya dan sistim insentifnya mendukung pencapaian

kinerja yang diinginkan, dan apakah organisasi menciptakan serta

memelihara kebijakan seleksi dan pelatihan sumberdaya manusianya.

Jika dicermati dengan seksama, sejatinya peningkatan kinerja

organisasi sangat bergantung pada orang-orang dalam organisasi itu

sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan

keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci

keunggulan kompetitif, maka keterlibatan dan kinerja pegawai, dapat

menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi.

Pencapaian kinerja dalam organisasi, setiap individu dalam hal

ini pegawai, dengan segala kemampuan yang dimiliki, hendaknya harus

mampu mengembangkan diri dalam menghadapi tuntutan organisasi

65

dalam kerja agar tugas-tugas yang dibebankan kepadanya akan dapat

diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan apa yang telah

direncanakan oleh organisasi tersebut.

Kinerja dapat dipahami sebagai hasil kerja dari seorang dalam

organisasi. Kinerja pegawai dan organisasi tidak dapat dipisahkan satu

sama lainnya sebab tercapainya tujuan organisasi yang terlihat dalam

hasil kerja organisasi dan pegawai melalui pemanfaatan sumber daya

yang dimiliki oleh organisasi yang digerakkan dan di jalankan oleh

individu yang adalah pelaku dalam pencapaian tujuan organisasi

tersebut.

Karlina (2011) mencermati bahwa sejatinya peningkatan

kinerja organisasi sangat bergantung pada orang-orang dalam organisasi

itu sendiri. SDM menjadi faktor paling signifikan dalam menciptakan

keunggulan kompetitif yang berkesinambungan. Sebagai sumber kunci

keunggulan kompetitif, maka keterlibatan dan kinerja pegawai, dapat

menjalankan atau menghancurkan setiap strategi organisasi.

Dengan mengadopsi konsep pemikiran dari Kaplan dan Norton

(2001) sebagaimana tulisan Karlina (2011) berkaitan dengan kinerja PT.

Air Manado menyatakan bahwa organisasi nonprofit dan pemerintahan

umumnya mengalami kesulitan yang penting dalam menentukan strategi

mereka dengan jelas. Kebanyakan nonprofit dan pemerintahan

mengalami kesulitan dengan arsitektur asli Balance Scorecard, dimana

66

perspektif finansial dtempatkan diatas hierarki, karena memperoleh

keuntungan finansial adalah bukan tujuan utama bagi kebanyakan

organisasi tersebut, arsitekturnya dapat di atur ulang sehingga

menempatkan customer atau constituent pada hierarki teratas.

Balanced scorecard membantu usaha organisasi dalam

mengembangkan dan melaksanakan strategi program dan pelayanan

untuk melaksankan misi. Organisasi biasanya menggunakan BSC untuk

mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruh karyawannya

untuk mengukur keberhasilan program dan pelayanan yang diberikan,

dan melakukan kajian-kajian akan perubahan yang perlu di lakukan

organisasi untuk melakukan peningkatan efisiensi dan keefektifan

program. Scorecard kinerja merupakan bagian dari agenda pimpinan

manajemen, dan digunakan untuk menelusuri perkembangan dari

program dan layanan sebuah organisai.

Balance scorecard untuk public sector merupakan perspektif

yang menyeluruh untuk mengukur kinerja secara tepat dalam organisasi

public sector. Dimana keuntungan (profit) bukan merupakan pemacu

utama untuk organisasi public sector. Norton dan kaplan melakukan

penyesuaian kembali perspektif yang ada pada BSC. Pada BSC untuk

public sector, misi menggantikan hasil financial sebagai tujuan puncak

dari organisasi public sector dan di dukung oleh tiga perspective yang

penting lainnya yaitu cost, benefits, dan legitimizing authorities.

67

Balance scorecard menyediakan framework untuk melihat dari

segi strategi untuk menciptakan value dari 4 perspektif yang berbeda :

1. Perspektif Keuangan; pendekatan perspektif keuangan dalam

balanced scorecard merupakan hal yang sangat penting, hal ini

disebabkan ukuran keuangan merupakan suatu konsekwensi

dari suatu keputusan ekonomi yang diambil dari suatu tindakan

ekonomi. Ukuran keuangan ini menunjukkan adanya

perencanaan, implementasi. serta evaluasi dari pelaksanaan

strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan tercermin dari

sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan

yang diperoleh.

2. Perspektif Pelanggan; Penilaian kinerja pelanggan ini sangat

penting, karena maju atau mundurnya kinerja perusahaan

sangat ditentukan oleh pelanggan ini, apalagi masuknya era

globalisasi sehingga persaingan antar perusahaan menjadi

sangat ketat. Jadi perusahaan harus bersaing dengan usaha

mencari pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama.

Untuk memasarkan produknya perusahaan terlebih dahulu

harus menentukan segmen calon pelanggan mana yang harus

dimasuki oleh perusahaan, dengan demikian akan lebih jelas

dan lebih terfokus tolok ukurnya.

68

3. Perspektif Proses Bisnis Internal; Untuk bisa menggunakan

tolok ukur kinerja ini, maka perusahaan harus mengidentifikasi

proses bisnis internal yang terjadi pada perusahaan. Secara

umum proses tersebut terdiri dari inovasi, operasi dan layanan

purna jual (after sales service).

4. Perspektif Belajar dan Berkembang : bertujuan untuk

mendorong pembelajaran dan pertumbuhan organisasi.

Sebagai alur kerangka pemikiran penelitian digambarkan

seperti berikut:

Gambar 2.3

Alur Kerangka Pemikiran Penelitian

2.3. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran di atas

maka hipotesis kerja dalam penelitan ini adalah besarnya pengaruh

struktur organisasi terhadap kinerja PT. Air Manado ditentukan oleh

Struktur Organisasi

Spesialisasi Pekerjaan,

Departementalisasi,

Rantai Komando,

Rentang Kendali,

Sentralisasi dan

Formalisasi

Kinerja

Perspektif Keuangan,

Perspektif Pelanggan,

Perspektif Proses Bisnis

Internal,

Perspektif Proses Belajar dan

Berkembang

69

Spesialisasi Pekerjaan, Departementalisasi, Rantai Komando, Rentang

Kendali, Sentralisasi dan Formalisasi.