IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI …...3. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas...

63
1 IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi UNS OLEH : DANIK TRISUSILOWATI F1107509 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI …...3. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas...

1

IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN

PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi UNS

OLEH :

DANIK TRISUSILOWATI

F1107509

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

2

3

4

5

MOTTO

b Kita hidup untuk masa depan maka jangan kau tangisi hari kemaren.

b Selalu belajar dari kesalahan ,lupakan masa lalu dan mari menatap masa

depa yang lebih baik.

b Lawanlah nafsu bicara dengan diam. Hadapilah kesukaran dengan

merenung.Berpikir cermat berarti selamat .Penyesalan dan keinsyafan

berarti waspada.berpikirlah sebelum mengambil keputusan.

b Jangan mengnggap dirimu orang yang berpaling,tunjukan dirimu sebagai

hamba Allah yang sejati.

b Mutiara yang paling berharga bagi wanita ialah menjaga kehormatannya.

(Mr. Tony )

6

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk

b Bapak Ibu tercinta atas kasih sayang dan do’anya

b Kedua kakakku atas motifasinya

b Mas Andryku

b Keponakan dan sahabatku

b Keluarga besar tercintaku

b Almamaterku

7

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan

karuniaNya, sehingga skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI SEKTOR

EKONOMI UNNGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN

SELAM PELASANAAN OTONOMI DAERAH. Terselesaikan dengan baik dan

lancar.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Dari pelaksanaan penelitian hingga tersusunya skripsi ini tentunya

tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan bimbingan serta

petunjuk kepada penulis.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

4. Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

5. Kepala Sub bagian Pendidikan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

8

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dari awal – akhir.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh

informasi data-data yang diperlukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua inspirasi dan motivasiku, terima kasih atas semua ini.

9. Alamamater Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu.

Semoga kebaikan dan ketulusan hati mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu

kritik serta saran pembaca sangat penulis harapkan akhirnya penulis berharap

semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, ……………………

Penulis

9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i

HALAMAN ABSTRAKSI………………………………………… ii

HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………… iii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………. iv

HALAMAN MOTO……………………………………………… v

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………. vi

HALAMAN KATA PENGANTAR……………………………… vii

HALAMAN DAFTAR ISI……………………………………….. ix

HALAMAN DAFTAR TABEL………………………………….. xii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN…………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………… 1

B. Perumusan Masalah……………………………………… 4

C. Tujuan Penelitian………………………………………… 5

D. Manfaat Penelitian………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori…………………………………………. 7

1. Definisi Pembangunan ……………………………… 7

2. Pembangunan Ekonomi Daerah ……………………. 7

10

3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah …………………….. 11

4. Sektor Unggulan …………………………………… 14

5. PDRB ………………………………………………. 15

6. Desentralisasi ………………………………………. 16

7. Otonomi Daerah …………………………………… 16

a. Definisi Otonomi Daerah ………………………… 16

b. Dasar hokum Pelaksanaan Otonomi Daerah …….. 17

c. Tujuan otonomi Daerah …………………………. 19

8. Peran dan Fungsi Pemerintahan Dalam Pembangunan

Di Daerah …………………………………………….. 20

B. Penelitian Sebelumnya …………………………………. 21

C. Kerangka Pemikiran ……………………………………. 23

D. Hipotesis ………………………………………………. 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian……………………………………… 26

B. Definisi Operasional ………………………………….. 26

C. Metode Analisa Data …………………………………. 28

1. Analisis Deskriftif …………………………………... 28

2. Analisi Uji Hipotesis ………………………………... 28

a. Analisis Overlay …………………………………… 28

b. Location Quotient ( LQ ) ………………………….. 29

c. Model Rasio Pertumbuhan ………………………… 32

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

11

A. Gambaran umum daerah penelitian …………………… 35

1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Tengah …………. 35

a. aspek geografis ………………………………… 35

b. luas wilayah dan kondisi kependudukan ……… 37

c. Tenaga kerja …………………………………… 40

d. Pemerintahan …………………………………… 41

e. Aspek Sosial ……………………………………. 41

f. Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi ……………. 42

g. PDRB Perkapita ………………………………… 45

B. Analisa data …………………………………………….. 46

1. AnalisisDeskriptif …………………………………… 46

2. Analisis Uji Hipotesis ………………………………. 46

a.Analisis Overlay …………………………………. 47

b. Analisis Location Quotient ……………………… 47

c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan …………….. 47

C. Pembahasan……………………………………………... 48

1. AnalisisDeskriptif …………………………………… 48

2. Analisis Uji Hipotesis ……………………………….. 48

a.Analisis Overlay …………………………………. 48

b. Analisis Location Quotient ……………………… 51

c. Analisis Model Rasio Pertumbuhan …………….. 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………… 60

12

B. Saran ……………………………………………………. 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 PDRB atas harga konstan 2000 serta perkembangannya di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2006 ………………………………… 3

Tabel 4.1 Letak Geografis Propinsi Jawa Tengah …………… 36 Tabel 4.2 Luas Wilyah jumlah penduduk,

Kepadatan penduduk propinsi Jawa Tengah …………. 39 Tabel 4.3 Distribusi Presentasi PDRB atas dasar

Harga berlaku di propinsi Jawa Tengah ……………… 43 Tabel 4.4 Distribusi Presentasi PDRB atas dasar

Harga konstan di propinsi Jawa Tengah ……………... 44 Tabel 4.5 Perkapita propinsi Jawa Tengah

Tahun 1999 – 2003 …………………………………… 45 Tabel 4.6 PDRB propinsi Jawa Tengah atas dasar konstan

Tahun 1998 – 2003 …………………………………… 46 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Analisis Overlay

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah ………………… 49 Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Analisis Overlay

Sesudah pelaksanaan otonomi daerah …………………. 51 Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Analisis LQ

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah ………………… 52 Tabel 4.10 Klasifikasi hasil analisis LQ propinsi

Jawa Tengah sebelum pelaksanaan otonomi daerah ……. 53 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Analisis LQ

Sesudah pelaksanaan otonomi daerah ………………….. 54 Tabel 4.12 Klasifikasi hasil analisis LQ propinsi

Jawa Tengah sesudah pelaksanaan otonomi daerah ……. 54 Tabel 4.13 Perhitungan analisis MRp sebelum

pelaksanaan otonomi daerah …………………………… 55 Tabel 4.14 Klasifikasi hasil analisis MRp propinsi

Jawa Tengah sebelum pelaksanaan otonomi daerah ……. 57 Tabel 4.15 Perhitungan analisis MRp sesudah

13

pelaksanaan otonomi daerah …………………………… 57 Tabel 4.16 Klasifikasi hasil analisis MRp propinsi

Jawa Tengah sesudah pelaksanaan otonomi daerah ……. 59

DAFTAR LAMPIRAN

IDENTIFIKASI SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PROPINSI JAWA TENGAH SEBELUM DAN SELAMA PELAKSANAAN OTONOMI

DAERAH

ABSTRAKSI

DANIK TRI SUSILOWATI F1107509

Pemberlakuan otonomi daerah (otonomi daerah) diharapkan mampu

membawa semangat baru bagi tercapainya pemerintah daerah yang otonom dan mandiri. Salah satu aspek yang berpengaruh bagi suatu daerah agar mampu mengatur daeahnya sendiri, yaitu dengan mengetahui serta menggali sector ekonomi potensial di daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan latar belakang diatas dilakukan penelitian tentang identifikasi sector ekonomi potensial sebelum dan selama otonomi daerah di Propinsi Jawa Tengah. Dipilihnya Propinsi Jawa Tengah sebagai objek penelitian karena Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi dengan PDRB tertinggi di Indonesia. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kegiatan perekonomian di propinsi Jawa Tengah kondisi basis ekonomi, serta sector potensial propinsi Jawa Tengahyang memberikan sumbangan dominant, pada sebelum maupun selama otonomi Daerah. Tujuan penelitian untuk mengetahui kondisi basis ekonomi, kontribusi sektoral, kegiatan ekonomi potensial dan gambaran kegiatan perekonomian yang dominant pada sebelum maupun selama otonomi daerah.

Data yang digunakan adalah data PDRB tahun 1996-2000 sebagai tahun sebelum otonomi daerah dan tahun 2001-2005 sebagai tahun selama otonomi daerah alat analisis yang digunakan :Overlay, LQ (Location Quotient), MRp (Model Rasio Pertumbuhan).Hipotesis yang diajukan diduga kondisi basis ekonomi, tingkat kontribusi sektoral, kondisi kegiatan ekonomi potensial serta gambaran sector dominant mengalami perbedaan antara sebelum dan selama otonomi daerah.

14

Berdasarkan data PDRB sector basis Propinsi Jawa Tengah pada sebelum maupun sesudah otonomi daerah sama yakni sector industri pengolahan serta sector perdagangan, hotel dan restoran.

Saran yang diberikan pemerintah Propinsi Jawa Tengah harus mempertahankan sector basis, membuat perencanaan pembangunan yang tepat, mengembangkan sector dominant maupun potensial dengan optimal dengan tetap mempertahankan kelestarian alam, memperkenalkan sector unggulan daerah ke luar Propinsi untuk menarik minat investor serta proaktif memberikan penyuluhan mengenai pembagunan dimasa otonomi daerah kepada masyarakat.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan dan

merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan yang berkesinambungan,

berkelanjutan dan bertahap menuju ke tingkat yang lebih baik.

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat. Keberhasilan pembangunan daerah yang dilaksanakan.

Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan

dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan sektor

mana yang potensi yang dapat kontribusi terbesar terhadap kesejahteraan

rakyat.

15

Pembangunan suatu wilayah ditunjang oleh beberapa sektor antara lain

industri, sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor jasa, sektor bangunan,

sektor transportasi dan sektor pertambangan. Masing-masing sektor tersebut

memberikan kontribusi yang besarnya berbeda-beda terhadap perekonomian

wilayah. Besarnya kontribusi masing-masing sektor akan berpengaruh

terhadap prioritas pembangunan wilayah tersebut.

PDRB merupakan indikator ekonomi yang utama untuk mengukur

sejauh mana suatu daerah melakukan pembangunan. Mengingat krisis

ekonomi membawa dampak yang sedemikian besar terhadap kegiatan

perekonomian di Indonesia khususnya di Kabupaten Propinsi Jawa Tengah.

Disisi lain, tuntutan adanya pelaksanaan otonomi daerah yang begitu kuat

menjadi pemacu pemerintah untuk semakin berbenah di sisi perekonomian.

Implementasi otonomi daerah diharapkan menjadi motor untuk menjalankan

pembangunan ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Mengingat pelaksanaan otonomi daerah dengan pemberdayaan potensi

ekonomi daerah akan bisa berjalan jika spesialisasi sektor ekonomi daerah

dapat dioptimalkan. Spesialisasi sektor ekonomi penting untuk diketahui

guna menentukan skala prioritas dalam pembangunan ekonomi daerah.

Propinsi-propinsi di Pulau Jawa merupakan suatu daerah yang

dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi di Indonesia terjadi dan

berkembang pesat dibanding dengan propinsi-propinsi di luar Pulau Jawa

(Yuniarti, 2005:81). Dari berbagai pelosok propinsi-propinsi di Pulau Jawa

tersebut terdapat sifat-sifat yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara

16

lain dari segi pendapatan per kapita, sosial budaya, geografis dan lain

sebagainya.

Propinsi Jawa Tengah adalah daerah dengan luas wilayah sebesar

32.799,71 Km2 atau sekitar 25 persen dari luas Pulau Jawa. Propinsi Jawa

Tengah yang pertumbuhan ekonominya rendah dibandingkan dengan

propinsi lain di pulau Jawa yang wilayahnya lebih kecil, maka fenomena ini

menjadi menarik untuk dikaji.

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 serta Perkembangannya di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2006

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan

2000 Tahun Jumlah

(Juta Rp) Perkembangan

Jumlah (Juta Rp)

Perkembangan

1 2 3 4 5

2002

2005

2004

2005

2006

151 968 825,74

171 881 877,04

193 435 263,05

234 435 323,31

281 996 709,11

132,49

149,85

168,64

204,39

245,85

123 038 541,13

129 166 462,45

135 789 872,31

143 051 213,88

150 682 654,74

107,27

112,61

118,39

124,72

131,37

PDRB Jawa Tengah tahun 2006

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Propinsi Jawa Tengah

berdasarkan atas dasar harga berlaku pada tahun 2002 – 2006 selalu

mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 mencapai 151.968.823,74 juta

rupiah. Tahun 2003 meningkat menjadi 171.881.877,04 juta rupiah. Tahun

2004 meningkat lagi menjadi 193.435.263,05 juta rupiah. Tahun 2005

17

meningkat menjadi 234.435.323,31 juta rupiah dan tahun 2006 meningkat

menjadi 281.996.709,11.

Produk Domestik Regional Bruto Popinsi Jawa Tengah berdasarkan

harga konstan tahun 2002-2006 mengalami kenaikan. Pada tahun 2002

mencapai 123.038.541,13 juta rupiah. Tahun 2003 meningkat menjadi

129.166.462,45 juta rupiah. Tahun 2004 menjadi 135.789.872,31 juta

rupiah. Tahun 2005 meningkat menjadi 143.051.213,88. Dan tahun 2006

meningkat lagi menjadi 150.682.654,74.

Keadaan struktur perekonomian pada masing-masing sektor di

Propinsi Jawa Tengah diharapkan mampu untuk dapat menyumbang

perekonomian dalam peningkatan pendapatan daerah. Namun kondisi

pertumbuhan perekonomian mengalami penurunan sesudah terjadinya krisis

kemudian kondisi perekonomian kembali pulih dengan memperlihatkan

adanya pertumbuhan dari tahun ke tahun yang semakin mengalami

peningkatan sampai dengan tahun 2006.

Berdasarkan uraian diatas, perlu diadakan studi untuk mengidentifikasi

sektor ekonomi unggulan di Propinsi Jawa Tengah pada periode sebelum

krisis ekonomi dan periode recovery/ pemulihan krisis ekonomi mengingat

krisis ekonomi membawa dampak yang sedemikian besar terhadap kegiatan

perekonomian di Indonesia khususnya Propinsi Jawa Tengah. Disisi lain,

tuntutan adanya pelaksanaan otonomi daerah yang begitu kuat menjadi

pemacu pemerintah daerah untuk semakin berbenah disisi perekonomian.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul

18

“Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan Propinsi Jawa Tengah Sebelum Dan

Selama Pelaksanaan Otonomi Daerah”

B. Perumusan Masalah

1 Bagaimanakah deskripsi kegiatan ekonomi Propinsi Jawa Tengah

Tahun 1996 – 2005 ?

2 Bagaimana deskripsi basis ekonomi sektoral di Propinsi Jawa Tengah

pada era sebelum dan pada era otonomi daerah tahun 1996 – 2005 ?

3 Bagaimana deskripsi sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa

Tengah sebelum dan pada Era Otonomi daerah tahun 1996 – 2005 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :

1 Untuk mengetahui deskripsi perkembangan sektor-sektor ekonomi

Propinsi Jawa Tengah tahun 1996 – 2005.

2 Untuk mengetahui basis ekonomi sektoral di Propinsi Jawa Tengah

pada era sebelum dan pada era otonomi daerah pada tahun 1996 –

2005.

3 Untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa

Tengah sebelum dan pada era otonomi daerah pada tahun 1996-2005.

D. Manfaat Penelitian

19

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa

pihak berikut ini :

1 Bagi Pemerintah Daerah

Bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai kondisi sektor-sektor ekonomi yang

berkembang di wilayahnya, sehingga penelitian ini bisa menjadi

pertimbangan dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan di

Propinsi Jawa Tengah

2 Bagi Masyarakat Akademis

Bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang ekonomi regional dan

perencanaan pembangunan, penelitian ini diharapkan memberikan

pengetahuan empiris tentang pengidentifikasian sektor-sektor ekonomi

potensial dengan menggunakan model-model ekonomi regional di

Propinsi Jawa Tengah

3 Bagi Masyarakat Umum

Bagi masyarakat umum ini diharapkan dapat memberikan manfaat

berupa pengetahuan praktis dan empiris

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Definisi Pembangunan

Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegunaan usaha tanpa

akhir. Pembangunan pada dasarnya merupakan proses transformasi

dan proses tersebut membawa perubahan dan alokasi sumber-sumber

ekonomi. Distribusi manfaat dan akumulasi yang membawa pada

peningkatan produksi pendapatan dan kesejahteraan.

Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang

dinamis dan terus menerus atas suatu masyarakat atau system social

yang membawa perubahan dan peningkatan keadaan dari yang

mempunyai corak sederhana ketingkatan yang lebih maju

21

Pengertian pembangunan secara konvensional diartikan sebagai

kapasitas dari suatu perekonomian nasional, yang kondisi awalnya

lebih kurang statis dalam jangka waktu yang cukup lama, untuk

berupaya menghasilkan dan mempertahankan kenaikan tahunan

produk nasional brutonya pada tingkat 5-7% atau lebih (Todaro,

1998:16)

2. Pembangunan ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah suatu proses dimana pemerintah

dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk

pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

proses tersebut mencakup pembentukan institusi baru, pembangunan

industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk

menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik. Identifikasi pasar-pasar

baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-

perusahaan baru (Lincolin Arsyad, 1999 :108)

Tujuan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan taraf

hidup masyarakat dengan cara memperluas kesempatan kerja,

pemerataan pendapatan masyarakat, peningkatan hubungan antar darah

serta terus diupayakan adanya proses pergeseran kegiatan ekonomi

dari sektor primer, menuju sektor sekunder dan tersier.

22

Lincolin Arsyad (1999 : 6) mendefinisikan pembangunan

ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan

riil per kapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang yang

disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Dari definisi diatas jelas

bahwa pembangunan ekonomi mempunyai pengertian :

a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus

menerus.

b. Usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita

c. Kenaikan pendapatan per kapita harus terus berlangsung dalam

jangka panjang

d. Perbaikan sistem kelembagaan disegala bidang sistem

kelembagaan ditinjau dari 2 aspek yaitu aspek perbaikan di

bidang institusi dan perbaikan di bidang regulasi

ML Shingan (1996:6-8) mengemukakan bahwa pembangunan

(perkembangan) ekonomi didefinisikan dalam 3 (tiga) cara :

a. Pembangunan (perkembangan) ekonomi harus diukur dalam arti

kenaikan pendapatan nasional nyata dalam suatu jangka waktu

yang panjang.

b. Berkaitan dengan kenaikan pendapatan nyata per kapita dalam

jangka panjang. Definisi ini menekankan bahwa bagi

pembangunan ekonomi, tingkat kenaikan pendapatan nyata

seharusnya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan penduduk

23

c. Mendefinisikan pembangunan (perkembangan) ekonomi dari

titik-titik kesejahteraan ekonomi. Artinya, pembangunan

(perkembangan) ekonomi dipandang sebagai suatu proses

dimana pendapatan nasional nyata per kapita naik dibarengi

dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan

keinginan masyarakat secara keseluruhan.

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses ketika

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil atau pendapatan riil

perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan

produktivitas per kapita. Sasaran berupa kenaikan tingkat produksi riil

(pendapatan nasional) dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita)

merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan

penyerahan sumber-sumber produksi.

Selanjutnya Todaro menekankan bahwa pembangunan harus

dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak (multi dimensional)

yang melibatkan perubahan-perubahan mendasar dan struktur sosial.

Sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan

pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan

pemberantasan kemiskinan absolute (Todaro, 1998:19).

Pada intinya pembangunan harus menampilkan perubahan yang

menyeluruh yang meliputi usaha penyelarasan keseluruhan sistem

sosial terhadap kebutuhan dasar dan keinginan-keinginan yang berbeda

bagi setiap individu dan kelompok sosial dalam sistem tersebut,

24

berpindah dari suatu kondisi kehidupan yang dianggap tidak

menyenangkan kepada suatu kondisi kehidupan yang dianggap lebih

baik secara material maupun spiritual.

Untuk mendukung usaha penyelarasan pada perubahan yang

terjadi, maka pembangunan pada setiap elemen masyarakat paling

tidak harus mempunyai 3 sasaran yaitu :

1) Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-

barang kebutuhan pokok seperti pangan papan, kesehatan dan

perlindungan

2) Meningkatkan taraf hidup yaitu selain meningkatkan pendapatan,

memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih baik dan

juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya dan

kemanusiaan, yang seluruhnya akan memperbaiki bukan hanya

kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri

sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa.

3) Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap

orang dan bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan

dan ketergantungan yang bukan hanya dalam hubungan dengan

orang dan Negara lain tetapi juga kebodohan dan kesengsaraan

manusia. (Todaro, 1998:22).

Selanjutnya pembangunan perlu dipandang sebagai kenaikan

dalam pendapatan per kapita karena kenaikan itu merupakan

penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi

25

masyarakat. Biasanya laju pembangunan ekonomi suatu Negara

ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan PDB/ PNB.

Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu

proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi

tersebut dapat diidentifikasikan dan dianalisis secara seksama. Dengan

cara tersebut bisa diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan

mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan

masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan

berikutnya.

3 Pertumbuhan ekonomi daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah adalah proses pertumbuhan dari

pendapatan regional yang terjadi di suatu wilayah dari suatu tahun ke

tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan

peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi

masyarakat.

Beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisa

pertumbuhan ekonomi daerah/ regional antara lain (Lincolin Arsyad,

1999:115-118)

a. Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori neoklasik ini memberikan 2 konsep pokok dalam

pembangunan ekonomi daerah, yaitu keseimbangan

(equilibrium) dan keseimbangan alamiahnya jika modal bisa

26

mengalir tanpa pembatasan oleh karena itu modal akan mengalir

dari daerah yang berubah rendah.

b. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory)

Teori ini didasarkan pada sudut pandang teori lokasi, yaitu

pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan banyak ditentukan oleh

jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan oleh

daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Berarti dalam

menentukan strategi pembangunan harus disesuaikan dengan

keuntungan lokasi yang dimiliki guna meningkatkan

pertumbuhan ekonomi daerah.

c. Teori lokasi

Teori ini mengemukakan tentang pemilihan lokasi yang

dapat meminimumkan biaya. Lokasi optimum dari suatu

perusahaan atau industri umumnya terletak atau berdekatan

dengan pasar/ sumber bahan baku. Artinya semakin tepat dalam

pemilihan lokasi (strategis) maka semakin kecil ongkos produksi

yang akan dikeluarkan.

d. Teori Tempat Sentral

Teori ini menganggap bahwa ada semacam huarki tempat.

Setiap sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil

yang menyediakan sumber daya (industri dan bahan baku).

Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang

menyediakan jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

27

e. Teori Kausasi Kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk

menunjukkan konsep dasar dari teori kausasi kumulatif, dengan

kata lain kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah

kesenjangan antar daerah-daerah tersebut. lebih lanjut dikatakan

bahwa daerah yang mengalami keunggulan kompetitif dibanding

dengan daerah-daerah lain.

f. Model Daya Tarik (Attraction)

Teori model daya tarik adalah model pertumbuhan

ekonomi-ekonomi yang banyak digunakan oleh masyarakat.

Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu

masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap

industrialisasi melalui pemberian subsidi dan insentif.

4. Sektor Unggulan

Konsep prinsip dan instrument kebijakan di dalam model pada

perencanaan ekonomi kawasan adalah konsep kutub pertumbuhan

yang pada awalnya dirumuskan oleh Perroux (1995) dengan

pertumbuhan yang dirangsang oleh suatu kombinasi inter – industial.

Sektor unggulan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai

penggerak perekonomian kawasan yang memiliki kriteria sebagai

kawasan sekitar (Royat, 1996). Penetapan suatu daerah menjadi sektor

unggulan karena diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu

daerah. Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,

28

yaitu akumulasi modal pertumbuhan penduduk dan kemajuan

teknologi (Todaro, 2000). Pengembangan sektor komoditi unggulan

tidak terlepas dari pengembangan kawasan agropolitan. Suatu sektor

agropolitan yang sudah berjalan dan berkembang mempunyai ciri-ciri :

a. Sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut memperoleh

pendapatan dari kegiatan pertanian

b. Kegiatan dikawasan tersebut sebagian besar didominasi oleh

kegiatan pertanian termasuk di dalamnya usaha industri

(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian,

perdagangan pertanian hulu, agrowisata dan jasa pelayanan.

c. Hubungan antara kota dan daerah pedalaman di kawasan

agropolitan bersifat interdependensi yang harmonis, dan saling

membutuhkan.

5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto didefinisikan sebagai

keseluruhan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh

seluruh kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dalam suatu wilayah

pada periode tertentu (Mulyanto, 2003:9).

Keseluruhan kegiatan usaha tersebut dalam penyajian ini

dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha

(sektor), yaitu :

a. Sektor pertanian yang terbagi atas :

1 Tanaman bahan makanan

29

2 Tanaman perkebunan

3 Peternakan dan hasil-hasilnya

4 Kehutanan

5 Perikanan

b. Sektor pertambangan dan penggalian

c. Sektor industri pengolahan

d. Sektor listrik, gas, dan air bersih

e. Sektor bangunan

f. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran

g. Sektor pengangkutan dan komunikasi

h. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

i. Jasa-jasa

Pendekatan yang digunakan untuk menurunkan besaran PDRB

ini adalah pendekatan produksi.

6 Desentralisasi

Desentralisasi merupakan prinsip pendelegasian wewenang dari

pusat ke bagian-bagiannya, baik bersifat kewilayahan maupun

kefungsian. Secara umum desentralisasi terbagi menjadi dua, yaitu :

desentralisasi kewilayahan dan desentralisasi fungsional.

Desentralisasi kewilayahan berarti pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada wilayah di dalam Negara. Desentralisasi

fungsional berarti pelimpahan wewenang kepada organisasi fungsional

30

yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat (Sarundajang

dalam Riant Nugroho, 2000 : 42)

7 Otonomi Daerah

Dimulainya era otonomi daerah ini ditandai dengan disahkannya

UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25

tahun 2009 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua

UU tersebut menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok

pemerintahan di daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang

pemerintahan desa. Secara praktis otonomi daerah mulai dilaksanakan

secara utuh pada 1 Januari 2001 karena pemerintah perlu melakukan

persiapan untuk implementasi UU No. 22 dan UU No. 25 tahun 1999

tersebut.

a. Definisi Otonomi Daerah

Otonomi daerah ditengah kompleksitas masalah yang

menyertainya, tetap memberikan lebih banyak nilai-nilai yang

posotif. Dengan otonomi memungkinkan terlaksananya bottom

up planning secara signifikan dan mengikis rantai birokrasi yang

menghambat pelayanan kepada masyarakat. Otonomi akan

memperdayakan partisipasi masyarakat yang lebih besar dan

melaksanakan pembangunan, sehingga proses pembangunan

akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Secara

etimologis, otonomi berasal dari bahasa Yunani (autos berarti

sendiri dan nomos berarti aturan). Secara umum otonomi daerah

31

dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya secara mandiri

menurut prakarsa sendiri berdasarkan perundangan yang berlaku,

dalam kerangka Negara kesatuan maupun Negara federal.

Secara prinsip terdapat dua hal yang tercakup dalam

otonomi, yaitu hak dan wewenang untuk mengelola daerah, serta

tanggung jawab untuk kegagalan dalam mengelola daerah

(Sarundajang dalam Riant Nugroho, 2000:46)

b. Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah

Otonomi daerah diatur berdasarkan undang-undang dasar

1945 pasal 1 ayat (1) : (Negara Indonesia adalah Negara kesatuan

yang berbentuk republik), serta dalam pasal 18 (pemerintah

daerah dibentuk atas dasar pembagian daerah Indonesia atas

daerah besar dan kecil dengan bentuk susunannya ditetapkan

dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat

dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dn

hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa).

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan

otonomi daerah antara lain sebagai berikut :

1) Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang peraturan

mengenai kedudukan komite nasional daerah

2) Undang-undang No. 2 tahun 1948 tentang pemerintah

daerah

32

3) Undang-undang No. 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok

pemerintah daerah

4) Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok

pemerintah daerah

5) Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok

pemerintah di daerah

6) Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah

daerah

7) Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah

daerah

Sebagai instrument operasionalisasi dwi undang-undang

diatas pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) guna

mendukung pelaksanaan otonomi daerah yaitu :

1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 105 tahun 2000 mengenai

perimbangan

2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 106 Tahun 2000 mengenai

pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah.

3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 106 Tahun 2000 mengenai

pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah

dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan

4) Peraturan Pemerintah (PP) No. 107 tahun 2000 mengenai

pinjaman daerah

33

5) Peraturan Pemerintah (PP) No. 108 Tahun 2000 mengenai

Tata Cara pertanggung jawaban Kepala Daerah

6) Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 tahun 2000 mengenai

kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala

daerah

7) Peraturan Pemerintah (PP) No. 110 tahun 2000 mengenai

kedudukan keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

c. Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk

meningkatkan pelayanan publik serta memajukan perekonomian

daerah. Terdapat tiga misi utama dari pelaksanaan otonomi

daerah yaitu :

1 Menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber

daya daerah

2 Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan public serta

kemakmuran masyarakat

3 Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat

(publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan

(Masdiasmo, 2002:59)

8 Peran dan Fungsi pemerintah dalam pembangunan di daerah

Untuk menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak

dapat apabila hanya menyerahkan kepada mekanisme pasar, campur

tangan pemerintah diperlukan untuk mencapai proses pembangunan

34

yang lebih cepat, dan untuk mencegah akibat-akibat buruk yang dapat

ditimbulkan oleh tidak bekerjanya mekanisme pasar.

Lincolin Arsyad (1999:120-121) mengemukakan empat peran

pemerintah dalam proses pembangunan ekonomi daerah, yaitu sebagai

entre preneur, fasilitator, koordinasi serta stimulator bagi lahirnya

inisiatif-inisiatif pembangunn daerah.

a. Enterprenur

Pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk

menjalankan suatu usaha bisnis sendiri (BUMD/ Badan Usaha

Milik Daera) serta dapat mengelola dengan baik asset-aset daerah

sehingga mampu memberikan keuntungan secara ekonomis

b. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui

perbaikan lingkungan perilaku / budaya masyarakat di daerahnya

masing-masing. Hal ini akan dapat mempercepat proses

pembangunan serta prosedur perencanaan dan penetapan daerah

yang lebih baik

c. Koordinator

Pemerintah daerah bertugas sebagai koordinator menetapkan

kebijakan atau mengusulkan strategi yang tepat bagi proses

pembangunan di daerah pemerintah daerah dapat melibatkan

lembaga-lembaga pemerintah daerah yang lain, kelangan dunia

usaha serta masyarakat di dalam penyusunan sasaran.

35

d. Stimulator

Pemerintah daerah berperan sebagai stimulator melalui tindakan-

tindakan khusus yang akan membawa pengaruh bagi kalangan

perusahaan untuk masuk dan melakukan investasi serta menjaga

agar perusahaan yang telah ada tetap beroperasi di daerah

tersebut. Cara yang ditempuh antara lain pembangunan kawasan-

kawasan industri

B. Kerangka Pemikiran

Pada masa otonomi daerah, pembangunan ekonomi suatu daerah harus

didasari dengan kebijakan-kebijakan pembangunan yang tepat dari

pemerintah daerah. Dalam menentukan kebijakan tersebut pemerintah

daerah harus mengetahui sektor-sektor yang potensial dan menjadi prioritas

dalam melaksanakan pembangunan sehingga pembangunan akan tepat

sasaran.

Sebagai salah satu propinsi di dalam wilayah NKRI, Propinsi Jawa

Tengah dituntut untuk siap melaksanakan otonomi daerah. Bertolak dari hal

tersebut, perlu kiranya untuk mengidentifikasi potensi-potensi ekonomi

daerah, khususnya di Propinsi Jawa Tengah. Hal ini penting dilakukan guna

melihat serta sekaligus menguji apakah terdapat satu atau lebih sektor-sektor

ekonomi yang dapat dijadikan sektor unggulan daerah. Dengan demikian

diharapkan agar dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah

Propinsi Jawa Tengah dalam membuat dan merumuskan kebijakan bagi

pembangunan.

36

Berdasarkan data PDRB berdasar harga konstan pada kurun waktu

1996 – 2005 pada Propinsi Jawa Tengah dan Nasional dilakukan analisa

untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi potensial Propinsi Jawa

Tengah dengan diketahuinya sektor potensial dan kondisi perekonomian

OTONOMI DAERAH

PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH

PDRB Propinsi Jawa Tengah

1996 – 2000 dan 2001 - 2005

MRP LQ

PNB Indonesia Tahun 1996 – 2000

dan 2001 - 2005

Overlay

Kegiatan Ekonomi Propinsi

Jawa Tengah

Sektor Basis Propinsi Jawa

Tengah

Sektor Potensial Propinsi Jawa

Tengah

37

Propinsi Jawa Tengah diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam membuat dan memutuskan

kebijakan bagi pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Tentunya kebijakan yang

diambil adalah kebijakan yang tepat, sehingga pembangunan ekonomi di

Propinsi Jawa Tengah dapat lebih terarah dan dapat tercapainya keberhasilan

pembangunan Propinsi Jawa Tengah dimana hal ini ditandai dengan adanya

kenaikan nilai PDRB serta kesejahteraan Masyarakat Propinsi Jawa Tengah.

C. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan di atas maka dalam penelitian ini diajukan

hipotesis sebagai berikut :

1. Diskripsi kegiatan ekonomi Propinsi Jawa Tengah yang memberikan

sumbangan yang dominan atau besar antara masa sebelum otonomi

daerah tahun 1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun

2001-2005.

2. Kondisi basis ekonomi sektoral Propinsi Jawa Tengah diduga

mengalami perbedaan antara masa sebelum otonomi daerah tahun

1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005.

3. Diskripsi sektor-sektor ekonomi potensial di Propinsi Jawa Tengah

mengalami perbedaan antara masa sebelum otonomi daerah tahun

1996-2000 dan selama pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001-2005.

38

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini berupa studi kasus yang dilakukan di wilayah

administrasi Propinsi Jawa Tengah. Survey dilakukan atas data sekunder

variabel PDRB (beserta komponen-komponennya) atas dasar harga konstan

yang tersedia dikantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bappeda Jawa

Tengah.

Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data sekunder

yaitu data PDRB atas harga konstan pada kurun waktu tahun 1996-2005.

Beberapa sumber data sekunder yang dapat digunakan antara lain :

a. Nilai Produk Nasional Bruto (PNB) berdasarkan lapangan usaha atas

dasar harga konstan.

b. Laju Produk Nasional Bruto (PNB) berdasarkan lapangan usaha atas

dasar harga konstan.

39

c. PDRB Propinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha atas dasar

harga konstan.

d. Laju Produk Domestik (PDRB) Propinsi Jawa Tengah berdasarkan

lapangan usaha atas dasar harga konstan.

B. Definisi Operasional

1. Produk Daerah Regional Bruto (PDRB) adalah keseluruhan nilai

tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan

ekonomi atau lapangan usaha dalam Negara/ wilayah pada periode

tertentu dihitung dalam satuan rupiah

2. PDRB atas dasar harga konstan adalah keseluruhan nilai tambah

barang dan jasa dari seluruh sektor ekonomi dasar perekonomian suatu

daerah dan pada waktu tertentu berdasarkan harga tahun dasar.

3. Sektor Unggulan / Sektor Andalan

Suatu sektor disebut sebagai sektor unggulan, apabila sektor yang

bersangkutan memiliki potensi yang lebih besar untuk terus tumbuh

dibandingkan sektor lain dalam suatu komponen PDRB yang sama.

Pendekatan yang digunakan untuk mengukur sektor unggulan di suatu

daerah diturunkan dari nilai-nilai parameter hasil analisis (diperoleh

dengan memakai gabungan dari hasil analisis LQ dan MRp)

(Mulyanto, 2003:9)

4. Keunggulan Daerah

40

Suatu daerah memiliki tingkat keunggulan pada suatu sektor tertentu

jika daerah yang bersangkutan mempunyai potensi yang lebih besar

untuk tumbuh dibandingkan daerah lainnya dalam suatu propinsi.

Antara lain disebabkan oleh banyaknya faktor produksi yang dimiliki

yang dapat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan penduduk dan

angkatan kerja, kemajuan teknologi). Keunggulan daerah diperoleh

dengan memilah dua wilayah / daerah, yaitu pertama : daerah referensi

(Indonesia/ nasional) dan kedua : daerah studi (Propinsi Jawa Tengah)

(Mulyanto, 2003:9)

5. Tenaga Kerja

Menurut Badan pusat statistik, tenaga kerja adalah penduduk usia

kerja, yang kemudian didefinisikan sebagai penduduk berumur 10

tahun ke atas dan dibedakan sebagai angkatan kerja. Dalam hal ini

tenaga kerja di Jawa Tengah pada kurun waktu tahun 1997 – 2003 dan

tenaga kerja ini merupakan komponen utama dalam perhitugan dengan

alat analisis guna mengetahui seberapa besar penyerapan tenaga kerja

masing-masing sektor diukur dengan satuan orang.

C. Metode Analisa Data

Alat analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua. Yaitu tahap

analisis diskriptif dan tahap analisis uji hipotesis

1. Analisis Deskriptif

41

Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

perkembangan komponen PDRB di Propinsi Jawa Tengah.

2. Analisis Uji Hipotesis

Analisis ini dipakai untuk menguji kebenaran dari pernyataan-

pernyataan yang dirumuskan dalam hipotesis

Dalam analisis uji hipotesis alat yang dipakai dalam penelitian ini

adalah Overlay, LQ serta MRp

a. Analisis Over Lay

Analisis Over Lay bertujuan untuk melihat deskripsi (gambaran

umum) kegiatan ekonomi di suatu daerah yang potensial berdasarkan

kriteria kontribusi dan berdasarkan kriteria pertumbuhan (Yusuf,

1999:229). Nilai hasil perhitungan baik LQ dan MRp lebih besar dari 1

diberi symbol positif (+) sedangkan untuk nilai kurang dari 1 diberi

simbol negatif (-).

Terdapat empat kemungkinan di dalam hasil analisis overlay yaitu :

1. Pertumbuhan positif (+) dan kontribusi positif (+). Hal ini

menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang dominant baik

berdasarkan kriteria (LQ) maupun kriteria Pertumbuhan (RPs).

2. Per tumbuhan positif (+) dan sumbangan/ kontribusi negatif (-).

Ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang pertumbuhannya

(RPs) dominan namun kontribusi (LQ) kecil

42

3. Pertumbuhan negatif (-) dan sumbangan/ kontribusi positif (+).

Ini ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang pertumbuhan

(RPs) kecil, namun kontribusinya (LQ) besar

4. Pertumbuhan negatif (-) dan sumbangan/ kontribusi negatif (-).

Ini ini menunjukkan suatu kegiatan ekonomi yang tidak potensial

baik berdasarkan kontribusi (LQ) maupun Pertumbuhannya

(RPs) sama-sama kecil (Maulana Yusuf, 2002 :10)

b. Location Quotient (LQ)

Alat analisis Location Quotient dipakai untuk mengukur

konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan

cara membandingkan peranannya perekonmian daerah itu dengan

peranan kegiatan/ industri sejenis dalam perekonomian regional/

nasional.

Adapun rumus dari alat analisis Location Quotient (LQ) adalah

sebagai berikut (Lincolin Arsyad, 1999:142) :

VtVtViVi

VtViVtVi

LQ//

//

==

Analisis Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisis

untuk menunjukkan basis ekonomi wilayah terutama dari kriteria

kontribusi (Yusuf, 1999:227). Sementara itu menurut Rondinelli

(1985) dalam Yusuf (1999:227) LQ adalah suatu teknik perhitungan

yang mudah untuk menunjukkan spesialisasi relatif (kemampuan)

wilayah dalam kegiatan atau karakteristik tertentu dengan diketahui

nilai LQ per sektor maka dapat ditentukan sektor-sektor mana yang

43

unggul.(berspesialisasi) dan tidak unggul di Propinsi Jawa Tengah.

Rumus untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut :

Dimana :

Eij = kesempatan kerja/ PDRB sektor i di wilayah studi

Ej = nilai total kesempatan kerja/ PDRB di wilayah studi

Ein = kesempatan kerja/ PDRB sektor i di tingkat regional

En = nilai total kesempatan kerja / PDRB di tingkat regional.

Menurut Bandavid (1991)terdapat tiga (3) kategori hasil analisis

LQ pada suatu daerah.

1. Jika LQ > 1, maka daerah tersebut lebih berspesialisasi

(berpotensi) atas produk sektor tertentu, dibandingkan dengan

wilayah referensi

2. Jika LQ < 1 maka daerah tersebut kurang berspesialisasi

(berpotensi) atas produk sektor tertentu dibandingkan dengan

wilayah referensi

3. Jika LQ = 1 maka daerah tersebut memiliki spesialisasi

(berpotensi) yang sama atas produk tertentu dibandingkan

dengan wilayah referensi

Menurut Yusuf (1992:227), hasil analisis LQ belum mampu

memberikan kesimpulan akhir. Kesimpulan yang diperoleh baru

merupakan kesimpulan sementara yang masih harus dibandingkan

EnEin

EjEij

LQ =

44

dengan teknik analisis lain seperti analisis Shift Share, analisis MRp,

serta mempertimbangkan data existing untuk mencari solusi apakah

kesimpulan sementara di atas terbukti kebenarannya.

Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan non

basis dari sembilan lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah. Analisis

LQ menggunakan pendekatan pada kontribusi, yaitu besarnya

sumbangan suatu sektor terhadap penyerapan tenaga kerja atau kepada

perekonomian daerah. Menurut Arsyad suatu ekonomi daerah dibagi

menjadi dua, yaitu :

b. Kegiatan ekonomi/ industri yang melayani pasar di daerah itu

sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan disebut dengan

industri basic

c. Kegiatan ekonomi/ industri yang hanya melayani pasar di daerah

tersebut, disebut dengan industri non-basic (industri lokal).

Rumus yang digunakan mengemukakan untuk menghitung nilai

LQ perekonomian suatu daerah dalam perbandingannya dengan

perekonomian tingkat diatasnya. (Bendavid-Vac dalam

Harimurti, 2002 :6)

Dimana : LQ = Koefisien Location Quotient

qi = Output sektor/ regional

qs = Output total regional

Qi = Output sektor/ Nasional

QsQiqsqi

LQ//

=

45

Qs = Output total nasional

c. Model Rasio Pertumbuhan (MRp)

Pendekatan analisis model rasio pertumbuhan dapat dibagi

menjadi dua, yaitu (1) Rasio Pertumbuhan Wilayah referensi (RPr),

dan (2) Rasio Pertumbuhan Wilayah studi (RPs). RPr membandingkan

pertumbuhan masing-masing kegiatan dalam konteks wilayah referensi

dengan PDRB wilayah referensi. Sedangkan RPs membandingkan

pertumbuhan kegiatan yang bersangkutan pada tingkat wilayah

referensi.

MRp digunakan untuk melihat deskripsi sektor-sektor ekonomi,

potensial di Propinsi Jawa Tengah.MRp merupakan alat analisis

alternatif dalam perencanaan wilayah atau kota yang didapat dengan

memodifikasi model analisis shift share. Pada MRp dikenal dua

macam rasio, yaitu rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan rasio

pertumbuhan wilayah referensi (RPr) (Yusuf, 1999:220) Dengan

mengkombinasikan keduanya akan diperoleh diskripsi kegiatan

ekonomi yang potensial, baik di wilayah studi maupun wilayah

referensi. Pada perhitungan MRp akan didapatkan nilai Riil yang

selanjutnya perlu konversi dengan nilai minimalnya baik RPs maupun

RPr. Jika nilainya lebih besar dari 1, maka nilai nominalnya positif (+),

sedangkan bila nilai Riilnya lebih kecil dari 1 maka nilai nominalnya

negatif (-).

Terdapat empat klasifikasi hasil penilaian tersebut yaitu :

46

1. Klasifikasi pertama : nilai (+) dan nilai (+) berarti kegiatan sektor

tersebut pada wilayah referensi (nasional) dan wilayah studi

(Propinsi) memiliki pertumbuhan yang menonjol

2. Klasifikasi kedua: Nilai (+) dan Nilai (-) berarti kegiatan sektor

tersebut pada tingkat referensi (nasional) memiliki pertumbuhan

yang menonjol (potensial) sedangkan di wilayah studi (Propinsi)

memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol.

3. Klasifikasi ketiga: Nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor

tersebut pada pada tingkat referensi (nasional) memiliki

pertumbuhan yang kurang menonjol sedangkan di wilayah studi

(Propinsi) memiliki pertumbuhan yang menonjol (potensial).

Klasifikasi Keempat : nilai (-) dan (+) berarti kegiatan sektor

tersebut baik pada wilayah referensi (nasional) maupun wilayah

studi (Propinsi) memiliki pertumbuhan yang kurang menonjol

(Maulana Yusuf, 2002 :8)

Rumus untuk menghitung RPr dan RPs :

1. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr)

Rpr = Rasio pertumbuhan wilayah referensi

^ Eir = perubahan pendapatan kegiatan i di wilayah

referensi

^ Er = perubahan PDRB di wilayah referensi

)(/^)(/^

PrtErErtEirEir

R =

47

Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) merupakan

perbandingan laju pertumbuhan kegiatan i wilayah studi

dengan laju pertumbuhan kegiatan i di wilayah referensi.

RPs dirumuskan sebagai berikut :

2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs)

RPr = Rasio pertumbuhan wilayah referensi

^Eij = perubahan pendapatan kegiatan i di wilayah studi

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

1. Gambaran Umum Propinsi Jawa Tengah

a. Aspek Geografis

Jawa Tengah sebagai salah satu propinsi di Indonesia letaknya

diapit oleh dua propinsi besar, yakni Propinsi Jawa Timur dan

Propinsi Jawa Barat. Ibu kota Jawa Tengah terletak di Kota

Semarang, Jawa Tengah terletak pada 50401 dan 80301 lintang

selatan dan diantara 1080301 dan 1110301 bujur timur (termasuk

pulau Karimun Jawa). Luas Jawa Tengah (sekitar 3,25 juta

hektar) terdiri dari 998 ribu hektar (30,68 persen) lahan sawah

dan 2,26 juta hektar (69,32 persen) bukan lahan sawah. Apabila

)(^)(^tEirEirtEijEij

RPs =

48

dibandingkan dengan tahun 2002, luas lahan sawah tahun 2003

mengalami penurunan sebesar 0,07 persen, sebaliknya luas bukan

lahan sawah mengalami kenaikan sebesar 0,03 persen. Menurut

penggunaannya sebagian besar lahan persawahan dipergunakan

sebagai lahan sawah berpengairan teknis (39,18 persen), lainnya

memakai sistem pengairan setengah teknis, sederhana dan tadah.

Dengan menggunakan teknik irigasi yang baik, potensi lahan

sawah dapat ditanami padi lebih dari dua kali dalam satu tahun.

Adapun lahan kering yang yang dipergunakan sebagai teguran/

kebun mencapai sebesar 33,69 persen dari total lahan bukan

sawah.

Obyek-obyek wisata yang terdapat di wilayah Jawa Tengah

antara lain : Candi Borobudur, Taman Wisata Kyai Langgeng

dan tempat arung jeram (di Kabupaten Magelang). Komplek

Candi pegunungan Dieng (di Kabupaten Banjarnegara), Taman

Maerokoco, Museum Kereta Api, PRPP, Candi Gedongsongo (di

Semarang).

Gambaran selengkapnya mengenai letak geografis Jawa Tengah

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 letak Geografis Propinsi Jawa Tengah

Keadaan/ Kondisi Uraian 1. Letak 2. Batas

Propinsi Jawa Tengah terletak diantara diantara 1080301 dan 1110301 bujur timur serta 50401 dan 80301 lintang selatan. Propinsi Jawa Tengah dibatasi oleh : Di sebelah utara : Laut Jawa

49

3. Tinggi 4. Iklim 5. Kelembaban udara

Di sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur Di sebelah selatan : Propinsi DIY Di sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat Propinsi Jawa Tengah berketinggian rata-rata ± 55 m di atas permukaan laut. Propinsi Jawa Tengah beriklim tropis dan bertemperatur sedang Propinsi Jawa Tengah memiliki kelembaban udara antara 77 % – 88 %

Sumber BPS Propinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah Dalam Angka 2004

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, diketahui kondisi geografis Jawa

Tengah dimana secara umum Jawa Tengah mempunyai iklim

tropis dan bertemperatur sedang. Suhu udara rata-rata berkisar

antara 170C sampai dengan 290C. Tempat-tempat yang

berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif

tinggi.

b. Luas wilayah dan kondisi kependudukan

1) Luas Wilayah

Luas wilayah Jawa Tengah mencapai sekitar 3,25 juta

hektar (sekitar 1,70 persen dari luas Indonesia). Pada tahun

2003, dari total jumlah 8.553 desa/ kelurahan, 733

diantaranya berstatus kelurahan yang berada dalam wilayah

35 kabupaten/ kota dan 7820 lainnya berstatus sebagai desa

yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten atau kota.

Diantara kabupaten atau kota yang ada di Jawa Tengah,

Kabupaten Cilacap memiliki luas wilayah yang paling

besar yaitu seluas 2.138.51 Km2. Dan daerah yang memiliki

50

luas wilayah yang paling kecil yaitu seluas 18,12 Km2

adalah kota Magelang.

2) Kependudukan

Masalah kependudukan tidak hanya menyangkut masalah

jumlah penduduk dalam suatu wilayah saja (aspek

kuantitatif) tetapi juga menyangkut aspek mutu atau

kualitas dari penduduk di wilayah tersebut (aspek

kualitatif). Peningkatan pada aspek kuantitatif dapat dilihat

langsung berdasar peningkatan jumlah penduduk dari tahun

ke tahun, sedang peningkatan dalam aspek kualitatif dapat

dilihat dari peningkatan aspek-aspek yang dapat

mempengaruhi seperti aspek pendidikan, kesehatan, gizi

dan lainnya. Jumlah penduduk di Jawa Tengah pada tahun

2002 berjumlah 31,69 juta jiwa (sekitar 15% dari jumlah

penduduk Indonesia). Ini menempatkan Jawa Tengah

sebagai Propinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah

penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.

Jumlah ini meningkat menjadi 32,05 Juta jiwa pada tahun

2003. Dilihat dari jenis kelamin pada tahun 2003 jumlah

penduduk perempuan selalu lebih besar dibandingkan

dengan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini bisa dilihat dari

rasio jenis kelamin pada tahun 2003 sebesar 99,14 yang

berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99

51

penduduk laki-laki. Penduduk Jawa Tengah belum

menyebar secara merata di seluruh wilayah Jawa Tengah.

Pada umumnya penduduk banyak tinggal di daerah kota

dibandingkan dengan kabupaten dan pedesaaan. Secara

rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah pada tahun

2003 mencapai 984.90 orang/ Km2. Pada tahun 2003

wilayah yang paling padat penduduknya adalah kota

Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 11.026,60

orang/ Km2, sedangkan yang paling rendah di Kabupaten

Blora yaitu sebesar 460,71 orang/ Km2.

Seiring dengan naiknya jumlah penduduk, jumlah rumah

tangga juga mengalami kenaikan dari sebesar 7,90 juta pada

tahun 2001 menjadi 8,18 juta pada tahun 2002. Namun

pada tahun 2003 mengalami penurunan menjadi 7,96 juta

(turun 2,64%). Peserta Keluarga Berencana (KB) di

Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2003 mencapai 4,60 juta

peserta KB aktif. Pada tahun 2003 peserta KB baru

mencapai jumlah 6,93 ribu peserta di mana suntik

merupakan metode kontrasepsi yang paling diminati peserta

KB aktif dan KB baru.

Gambaran mengenai kondisi kependudukan di Jawa

Tengah kurun waktu 1999 – 2003 dapat dilihat pada tabel

4.2 berikut ini.

52

Tabel 4.2 luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan

penduduk per Km2 di Jawa Tengah Tahun 1999 – 2003.

Tahun Luas Wilayah

(Km2)

Jumlah Penduduk

(jiwa)

Kepadatan Penduduk (per Km2)

1999 2000 2001 2002 2003

32.544.12 32.544.12 32.544.12 32.544.12 32.544.12

30.761.221 30.775.846 31.063.818 31.691.866 32.052.840

945.22 945.67 954.51 973.81 984.90

Sumber BPS Propinsi Jawa Tengah, Jawa Tengah Dalam Angka 2004

Berdasarkan tabel 4.2 diatas tersebut, terjadi kecenderungan

peningkatan kepadatan penduduk, terutama di kota-kota

besar (Surakarta, Semarang dll), yang antara lain

disebabkan oleh meningkatnya arus urbanisasi masyarakat

di daerah pedesaan menuju ke kota untuk mencari

pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik.

Pertambahan jumlah penduduk juga menyebabkan

terjadinya kenaikan tingkat kepadatan jumlah penduduk.

Tingkat kepadatan penduduk tahun 2001-2003 mengalami

peningkatan.semula pada tahun 2001 kepadatan penduduk

sebesar 954,51 jiwa/ Km2, kemudian meningkat menjadi

973,81 jiwa/ Km2 pada tahun 2002 dan meningkat lagi pada

tahun 2003 menjadi 984,90 jiwa/ Km2.

c. Tenaga Kerja

53

Berdasarkan hasil survey BPS, angkatan kerja di Jawa Tengah

pada tahun 2003 mencapai 15,08 juta orang, mengalami kenaikan

2,37 persen bila dibandingkan dengan tahun 2002 yang mencapai

15,03 juta orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk

Jawa Tengah mencapai 60,83 dan angka pengangguran terbuka

mencapai 5,66 persen.

Menurut status pekerjaan utama sebagian besar pekerja menjadi

buruh/ karyawan, yakni mencapai 39,53 persen. Sedangkan yang

menjalankan usaha dengan dibantu oleh anggota rumah tangga/

buruh tetap/ tidak sebesar 20,58 persen, bekerja sendiri tanpa

dibantu orang lain sebesar 3,11 persen, dan pekerja yang tidak

dibayar sebesar 17,45 persen. Menurut jenis lapangan usaha

sektor pertanian menyerap paling banyak tenaga kerja (44,66

persen). Sektor lainnya yang banyak menyerap tenaga kerja

adalah sektor perdagangan (18,77 persen),sektor industri (16,25

persen) dan sisanya sektor-sektor yang lainnya.

d. Pemerintahan

Secara administratif, Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten

dan 6 kota. Wilayah tersebut terdiri dari 563 kecamatan dan

8.553 desa / kelurahan. Pada tahun 2003, jumlah Pegawai Negeri

Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

sebanyak 19.863 orang, yang terdiri dari 14.521 serta 5.342

perempuan. Jumlah pegawai menurut pendidikan yang

54

ditamatkan adalah : tamat/ tidak tamat SD (8,62 persen), SLTP (

8,89 persen), SMU ( 43,39 persen) dan Sarjana ( 39,10 persen).

e. Aspek Sosial

1) Pendidikan

Pentingnya peran pendidikan dalam meningkatkan

kecerdasan kemampuan berfikir, dan memperbaiki kualitas

kehidupan penduduk, mengharuskan pemerintah untuk

berupaya semaksimal mungkin dalam meningkatkan dan

memperluas fasilitas pendidikan.

Jumlah sekolah untuk jenjang pendidikan Taman Kanak-

kanak sebanyak 11.433 sekolah, Sekolah Dasar (20.236

sekolah) Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (2.721 sekolah),

Sekolah Menengah Umum (1.624 sekolah) dan Sekolah

Menengah Kejuruan (213 sekolah), untuk jenjang

Perguruan Tinggi terdapat 227 Perguruan Tinggi di Jawa

Tengah.

2) Kesehatan

Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana di bidang

kesehatan akan membawa pengaruh positif bagi

perkembangan kualitas penduduk pada khususnya dan

kualitas kehidupan masyarakat pada umumnya. Kesehatan

merupakan salah satu modal masyarakat untuk dapat

melakukan aktivitas kehidupan mereka dengan baik. Pada

55

tahun 2003, jumlah rumah sakit umum pemerintah sebesar

48 buah, rumah sakit khusus dan rumah sakit umum swasta

137 buah, dengan didukung pula oleh kesehatan masyarakat

sebanyak 845 buah. Fasilitas kesehatan lainnya meliputi

apotek, toko obat, distributor obat tradisional. Tahun 2003

terdapat 824 apotek, 24 industri farmasi, dan 181 pedagang

besar farmasi.

f. Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi

1) Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

Pembangunan ekonomi dilaksanakan dengan tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta

mengupayakan agar terjadi pergeseran struktur ekonomi

yang lebih baik. Keberhasilan pembangunan ekonomi

diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat

secara nominal,sehingga pada akhirnya akan dapat

menaikkan taraf hidup masyarakat. Pertumbuhan ekonomi

di Jawa Tengah pasa tahun 2003 secara agregat cukup

dinamis. Sejak terjadinya krisis ekonomi pertumbuhan

ekonomi tahun 1998 minus 11,74 persen. Namun demikian

pada periode 1999 sampai dengan 2003 perekonomian

Jawa Tengah menunjukkan adanya perbaikan, yaitu rata-

rata mengalami pertumbuhan berkisar di atas 3 persen. Pada

tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mencapai

56

3,52 persen mengalami peningkatan dibandingkan tahun

2002 (3,48 persen), yang antara lain disebabkan oleh

membaiknya kondisi perekonomian.

2) Struktur Ekonomi Jawa Tengah

Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar

terhadap PDRB Jawa Tengah. Gambaran mengenai

distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku

menurut lapangan usaha di Jawa Tengah pada tahun 1998-

2003 dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi presentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut laporan usaha di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1998-2003 (dalam persen)

Tahun Sektor

1998 1999 2000 2001 2002 2003 1 2 3 4 5 6 7 8 9

25.58 1.07 27.72 0.68 3.57 23.6 4.17 3.68 9.93

25.09 1.00 29.10 0.65 3.92 22.99 4.11 3.65 9.49

25.61 0.97 28.54 0.74 4.07 23.32 4.40 3.69 8.66

24.48 0.99 29.15 0.77 3.96 23.97 4.59 3.65 8.44

23.40 0.94 29.62 1.01 3.86 23.91 5.07 3.69 8.50

21.40 1.00 30.3 1.18 4.01 24.19 5.69 3.71 8.52

Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah PDRB Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa peranan

sektor industri pengolahan pada tahun 2003 mengalami

kenaikan dari tahun 2002 sebesar 29,62 persen menjadi

30,30 persen pada tahun 2003. Sektor kedua yang

memberikan kontribusi cukup besar adalah sektor

57

perdagangan, hotel dan restoran. Sektor tersebut naik dari

sebesar 23,91 persen pada tahun 2002 menjadi 24,19 persen

ditahun 2003. dilihat dari segi pertumbuhannya sektor

angkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan terbesar

pada tahun 2003 yakni sebesar 6,33 persen.

Gambaran selengkapnya mengenai pertumbuhan PDRB

atas dasar harga konstan 1993 menurut lapangan usaha di

Jawa Tengah tahun 1998-2003 dapat dilihat pada tabel 4.4

di bawah ini :

Tabel 4.4 Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah Tahun 1998-2003 (dalam persen)

Tahun Sektor

1998 1999 2000 2001 2002 2003 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-3.35 -7.11 -14.61 3.64

-32.10 -9.00 -0.09 -34.20 -9.60

3.07 3.49 2.82 10.38 11.93 3.20 10.29 3.77 -0.20

3.31 2.49 3.19 9.66 1.49 6.71 5.45 2.99 1.27

1.69 8.82 3.21 3.12 2.58 4.77 8.13 1.04 1.71

0.80 3.98 4.33 10.82 4.30 3.64 5.39 3.22 3.71

-0.86 5.32 6.26 1.88 4.08 6.01 6.33 2.87 1.83

Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah PDRB Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004

g. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan penduduk di suatu daerah. Gambaran mengenai

58

PDRB per kapita Propinsi Jawa Tengah pada tahun 1999-2003

dapat dilihat dalam tabel 4.5.

Tabel 4.5 PDRB per kapita penduduk Propinsi Jawa Tengah Tahun 1999-2003

PDRB per kapita ADHB PDRB per kapita ADHK

Tahun Nilai (Rp) Pertumbuhan

(%) Nilai (Rp) Pertumbuhan

(%) 1999 2000 2001 2002 2003

2.897.290.57 3.332.069.31 3.785.573.45 4.311.046.83 4.510.962.04

19.85 15.01 13.61 13.88 13.53

1.102.823.33 1.132.931.26 1.152.253.92 1.177.675.06 1.196.998.44

2.41 2.73 1.71 2.21 2.56

Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2004

Pada tabel 4.5 di atas terlihat bahwa PDRB per kapita atas Dsr

harga berlaku (ADHB) Jawa Tengah menunjukkan peningkatan.

Jika pada tahun 2002 sebesar Rp. 4.311.046.83, pada tahun 2003

meningkat menjadi Rp. 4.510.6962.04. Sedangkan bila dilihat

dari nilai PDRB per kapita atas dasar harga konstan (ADHK),

pertumbuhannya juga positif. Jika pada tahun 2002 sebesar Rp.

1.177.675.06 maka pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp.

1.196.998.44 harga PDRB harga berlaku dan harga konstan.

PDRB atas dasar Harga Berlaku Jawa Tengah tahun 2003 sebesar

173.852.789.13 juta meningkat dari tahun 2002 yang sebesar

156.418.300.46 juta. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan

Jawa Tengah tahun 2003 sebesar 45.557.108.45 juta meningkat

dari tahun 2002 yang sebesar 43.775.693.08 juta. Data mengenai

59

PDRB Harga Berlaku dan harga Konstan Jawa Tengah tahun

1998-2003 dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6 PDRB Propinsi Jawa Tengah atas dasar Harga Konstan tahun 1998-2003

Harga berlaku Harga Konstan 1993

Tahun Nilai (Jt Rp) Pertumbuhan

(%) Nilai (Jt Rp) Pertumbuhan

(%) 1998

1999

2000

2001

2002

2003

84.610.222.51

101.509.193.76

117.782.925.19

136.131.480.16

156.418.300.46

173.852.789.13

30.32

10.10

8.83

17.44

11.97

12.02

38.665.273.35

39.394.513.74

40.491.667.09

42.305.176.40

43.775.693.08

45.557.108.45

-4.79

0.79

1.89

3.18

3.71

4.12

Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah PDRB Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004

60

B. Analisa Data

Alat analisis dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tahap analisis

deskriptif dan tahap analisis uji hipotesis.

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

perkembangan komponen PDRB di Jawa Tengah.

2. Analisis Uji Hipotesis

Analisis ini dipakai untuk menguji kebenaran dari pernyataan yang

dirumuskan dalam uji hipotesis, alat analisis yang dipakai adalah

overlay, LQ, dan MRp

a. Analisis Overlay

Analisis overlay bertujuan untuk melihat gambaran umum

kegiatan perekonomian di suatu daerah yang memberikan

sumbangan dominan/ besar berdasarkan kriteria pertumbuhan

(MRp) dan kriteria kontribusi sumbangan (LQ)

b. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis ini digunakan untuk menentukan sektor basis dan non

basis dari sembilan lapangan usaha di Jawa Tengah. Analisis LQ

menggunakan pendekatan pada kontribusi, yaitu besarnya

sumbangan suatu sektor terhadap PDRB.

c. Analisis MRp

MRp digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi

terutama struktur ekonomi wilayah studi dalam perbandingan

dengan wilayah referensi.

61

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE UGM.

BPS Propinsi Jawa Tengah (beberapa edisi). Produk Domestik Regional Bruto

Propinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah. BPS. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 2003. Buku Pedoman Penulisan

Skripsi. Surakarta. FE UNS Mulyanto. 2003. Identifikasi dan Analisis Sektor Ekonomi Unggulan di Kawasan

Subosuko Wonosraten Propinsi Jawa Tengah Hasil-Hasil Penelitian. Fakultas Ekonomi UNS

Lilino Joko Suprapto. 2006. Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Basis

Ekonomi Propinsi DIY Tahun 1998-2004 Lukito, Shofa Adi. 2005. Identifikasi Sektor Ekonomi Unggulan di Kabupaten

Sragen Tahun 1994-2003. Surakarta. Fakultas Ekonomi UNS Susatya, Muhammad Zakki Irfan. 2005. Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial

Kabupaten Kudus Sebelum dan Selama Pelaksanaan Otda (1998-2003). Surakarta. Fakultas Ekonomi UNS.

Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Edisi Ketujuh.

Jakarta. Erlangga. Tambunan, Tulus. 2000. Perekonomian Indonesia. Beberapa Isu Penting. Jakarta :

Ghalia Indonesia. Yusuf Maulana. 1999. Model Rasio Pertumbuhan (MRp) sebagai salah satu alat

analisis alternatif dalam perencanaan wilayah dan kota. (Aplikasi Model : Wilayah Bangka Belitung). Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XLVII No. 2 Hal. 219-233

iii