IDENTIFIKASI PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT ISPA …repository.poltekkes-kdi.ac.id/338/1/KARYA...
-
Upload
phungtuong -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of IDENTIFIKASI PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT ISPA …repository.poltekkes-kdi.ac.id/338/1/KARYA...
i
IDENTIFIKASI PENGETAHUAN IBU TENTANG PENYAKIT
ISPA PADA BALITA DI POLI ANAK PUSKESMAS
PUUWATU KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Jurusan Diploma III Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH
RAHIMIN
P00320014037
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2017
ii
iii
iv
MOTTO
SELAMA KITA MASIH PUNYA TEKAD YANG TERPELIHARA
DALAM SEMANGAT, MAKA TIADA KATA TERLAMBAT UNTUK
MEMULAI SEBUAH AWAL YANG BARU.
Kupersembahkan karya tulis ini untuk,
Ayahanda dan ibunda tercinta,
Saudara dan keluarga besarku,
Sahabat tersayang,
Serta almamaterku
Sebagai tanda terima kasih
v
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
a. Nama : Rahimin
b. Tempat/Tanggal Lahir : Metere, 4 September 1994
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Suku/Bangsa : Buton/ Indonesia
e. Agama : Islam
II. JENJANG PENDIDIKAN
a. SD Satap Metere tamat tahun 2008
b. SMP Negeri 1 Metere tamat tahun 2011
c. SMA Negeri 2 Lakudo tamat tahun 2014
d. Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan sejak tahun 2014.
vi
ABSTRAK
RAHIMIN (P00320014037)” Identifikasi Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit
ISPA Pada Balita Di Poli Anak Puskesmas Puuwatu Kota Kendari” Dengan
Pembimbing I H. Taamu Dan Muslimin L. (Xiii + VI BAB + Halaman + 9 Tabel
+ 11 Lampiran). ISPA adalah Infeksi Pernapasan Akut yang berlangsung selama
14 hari. pengetahuan merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian
penyakit ISPA pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat
pengetahuan ibu tentan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
Balita Di Poli Anak Puskesmas Puuwatu Kota Kendari. Variabel penelitian ini
adalah penyebab, tanda dan gejala, serta pencegahan dan perawatan ISPA.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 sampai 20 Agustus 2017. Jumlah
sampel penelitian ini adalah 35 responden. Data dikumpulkan dengan menyebar
kuesioner dengan teknik accidental sampling. Data disajikan secara deksriptif
dalam bentuk distribusi frekuensi dan dinarasikan. Hasil penelitian diperoleh
pengetahuan ibu tentang penyebab ISPA dengan pengetahuan baik 22 orang
(34,29%), pengetahuan cukup sebanyak 11 orang (31,43%), dan pengetahuan
kurang sebanyak 2 orang (5,71%). Pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala ISPA
dengan pengetahuan cukup 18 orang(51,43%), pengetahuan baik 12 orang
(34,29%), dan pengetahuan kurang 5 orang (14,29%). Pengetahuan ibu tentang
pencegahan dan perawatan ISPA dengan pengetahuan baik 17 orang (48,57%),
pengetahuan cukup 13 orang (37,14%), dan pengetahuan kurang 5 orang
(14,29%). Kesimpulan penelitian ini adalah 22 orang (62,86%) dikategorikan
berpengetahuan cukup tentang ISPA, 10 orang (28,57%) dikategorikan
berpengetahuan baik tentang ISPA, dan 3 orang (8,57%) dikategorikan
berpengetahuan kurang tentang ISPA. Saran yang dapat diberikan peneliti bagi
ibu yang memiliki balita di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu harus menambah
pengetahuan dan pemehamanya tentang penyakit ISPA pada balita.
Kata Kunci : Pengetahuan, Ibu, Ispa Pada Balita
Daftar Pustaka : 14 (1997-2016)
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
atas rahmat, magrifah dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Identifikasi
Pengetahuan Ibu tentang Penyakit ISPA pada Balita di Poli Anak Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari”. Karya tulis ilmiah ini disusun dalam rangka
melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma
III (D III) Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari.
Terselesainya karya tulis ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai pihak, terutama Bapak H. Taamu, A.Kep.,S.Pd.,M.Kes selaku
pembimbing I dan Bapak Muslimin L, A.Kep.,S.Pd.,M.Si selaku pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini.
Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Petrus, SKM.,M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis dalam penelitian ini.
3. Bapak Muslimin L, A.Kep.,S.Pd.,M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari yang telah memberi kesempatan serta fasilitas
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan.
4. selaku Kepala Puskesmas Puuwatu yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Puskesmas Puuwatu.
viii
5. Bapak Indriono Hadi, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing Akademik
penulis yang telah memberikan semangat, nasehat dan membimbing dalam
menempuh pendidikan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Kendari.
6. Tim penguji (Ibu Lena Atoy, SST.,MPH ; Bapak Akhmad, SST.,M.Kes dan
Ibu Dali, SKM.,M.Kes) yang telah memberikan masukan, kritik dan saran
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan
serta seluruh staf dan karyawan atas segala fasilitas dan pelayanan akademik
yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
8. Teristimewa dan tak terhingga penulis ucapkan terima kasih kepada
Ayahanda La Mani dan Ibunda Wa Aji yang selama ini telah banyak
berkorban baik materi maupun non materi demi kesuksesan penulis.
9. Kakakku tercinta (Herman dan Sahrul), serta keluarga besarku yang telah
memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menempuh
pendidikan di Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
10. Seluruh teman-teman (khususnya Wayan Swarniti, Nurwiah, Ratnan Saana,
Marwiyah, Marno, I Wayan Sudiarta, Hartono, Nur Annisha Karunia Latief,
Nur Ramadhani Hidayat, Wa Ode Titin dan Friskyanti Tizar) di Poltekkes
Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan Angkatan 2014, terima kasih atas
persahabatan yang tulus, pengalaman berharga, dan kenangan yang tak
terlupakan selama penulis menuntut ilmu.
ix
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga karya
tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan yang
ada pada penulis sehingga bentuk, isi, dan pembuatan karya tulis ini masih jauh
dari kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati adanya
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari segala pihak yang bertujuan untuk
menyempurnakan karya tulis ini. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.
Kendari, 20 Augustus 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
MOTTO ......................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang ISPA ………………........................................ 8
B. Tinjauan Tentang Balita …………............................................. 17
C. Tinjauan Tentang Pengetahuan …................................................ 27
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Pikir .............................................................................. 33
B. Kerangka Konsep ......................................................................... 34
C. Variabel Penelitian ....................................................................... 34
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .................................. 35
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 39
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 39
C. Populasi dan Sampel .................................................................... 39
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................... 40
E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 40
xi
F. Pengolahan Data ........................................................................... 40
G. Analisa Data ................................................................................. 41
H. Penyajian Data ............................................................................. 41
I. Etika Penelitian ............................................................................ 41
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ……................................................................... 43
B. Pembahasan .................................................................................. 54
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 66
B. Saran ............................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Distribusi Jumlah dan Jenis Sarana Kesehatan di Puskesmas
Puuwatu Tahun 2016
46
Tabel 5.2
Distribusi Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas
Puuwatu Tahun 2016 47
Tabel 5.3
Distribusi Kelompok Umur Responden di Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari Tahun 2017
49
Tabel 5.4
Distribusi Jenjang Pendidikan Responden di Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
49
Tabel 5.5
Distribusi Pekerjaan Responden di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari Tahun 2017
50
Tabel 5.6
Distribusi Pengetahuan Tentang Penyebab ISPA pada Ibu di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
51
Tabel 5.7
Distribusi Pengetahuan Tentang Tanda dan Gejala ISPA pada
Ibu di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
52
Tabel 5.8
Distribusi Pengetahuan Tentang Pencegahan dan Perawatan
ISPA pada Ibu di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun
2017
52
Tabel 5.9
Distribusi Pengetahuan Tentang Penyakit ISPA pada Ibu di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
53
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3 Lembar Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Surat Pengantar Izin Pengambilan Data Awal Penelitian dari
Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 5
Surat Pengantar Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes
Kendari
Lampiran 6
Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesahatan Kota Kendari
Lampiran 8 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9
Tabulasi Data Hasil Penelitian Identifikasi Pengetahuan Ibu
Tentang Penyakit ISPA pada Balita di Poli Anak Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari
Lampiran 10
Master Tabel Hasil Penelitian Identifikasi Pengetahuan Ibu
Tentang Penyakit ISPA Pada Balita Di Poli Anak Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari
Lampiran 11 Dokumentasi penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembanggunan kesehatan merupakan upaya peningkatan kualitas
manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan
berdasarkan kemampuan nasional. Bertolak dari visi bangsa Indonesia
dimana ditetapkan pola visi pembanggunan kesehatan secara nasional
yaitu Indonesia sehat 2010 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan yang optimal Anonim,(1992: 5).
Tujuan peningkatan kesehatan adalah berfokus pada potensi individu
berdasarkan sasaran sesuai usia tehadap kesejahteraan dan untuk
mendorong individu sehingga mengubah kebiasaan pribadi,gaya hidup dan
lingkungan dengan cara mengurangi risiko, meningkatnya kesehatan dan
kesejahteaan (Ritno) Brunner and Suddarth, 2004: 4).
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan kesehatan, maka salah satu
upaya pemerintah adalah menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian bayi dan balita. Khususnya angka kematian balita merupakan
salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan kesehatan ( Depkes,
2004: 4).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang
diadaptasi dari bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI) Depkes
(2004). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran
pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah
2
masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.Infeksi
akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah pembunuh utama balita di
dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS,
malaria, dan campak.ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga
kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga
disekitar hidung (sinus para nasal), rongga telinga tengah, dan pleura
(Departemen Kesehatan RI, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang
dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta
organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura
(Habeahan, 2009).
Terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut dipengaruhi atau
ditimbulkan oleh tiga hal yaitu adanya kuman (terdiri dari lebih dari 300
jenis bakteri, virus, dan riketsia), keadaan daya tahan tubuh (status nutrisi,
imunisasi), dan keadaan lingkungan (rumah yang kurang ventilasi,
3
lembab, basah, dan kepadatan penduduk). Selain itu faktor risiko yang
secara umum dapat menyebabkan terjadinya ISPA adalah keadaan sosial
ekonomi menurun gizi buruk, pencemaran udara, dan asap rokok
(Departemen Kesehatan RI, 2002).
ISPA merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada
balita Yusari (2014). Menurut World Health Organization (WHO) dalam
Yusari (2014), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan kematian pada balita, sehingga ISPA masih merupakan
penyakit yang mengakibatkan kematian cukup tinggi.
World Health Organization memperkirakan insiden ISPA di negara
berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran
hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia balita. Menurut
WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, di mana
pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Rismawati, dkk, 2012).
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan penyakit yang
sering terjadi pada balita.Episode penyakit batuk-pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan 3 – 6 kali per tahun.Infeksi Saluran Pernapasa Akut
juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana
kesehatan.Sebanyak 40% – 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan
15% – 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap
Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA. (Departemen Kesehatan RI, 2009)
(digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-undergraduate).
4
Upaya kesehatan dilaksanakan melalui upaya preventif (pencegahan
penyakit), Promotif (peningkatan kesehatan), kuratif (pengobatan), dan
rehabilitative (pemulihan kesehatan). Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka pemerintah mengupayakan berbagai cara dalam penanggulangan
berbagai macam penyakit yang terjadi di masyarakat. Angka kematian
anak di Indonesia rata-rata 39 per 1000 kelahiran hidup, ini berarti bahwa
1000 orang bayi yang dilahirkan hidup naka 39 orang akan meninggal
mencapai 5 tahun. Berbagai factor yang menyebabkan angka kematian
pada bayi dan anak diantaanya jenis penyakit menular yang sering terjadi
di kalangan masyakat adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
(Ritno) Depkes RI, 2001 :5).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi
pada saluran pernapasan yang datang secara mendadak serta menimbulkan
kegawatan atau kematian. ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta kematian
pada balita setiap tahunya. Pada negara sedang berkembang angka
kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup yakni 15-20 % per
tahunya ( WHO dalam Handayani, 2010). ISPA merupakan suatu penyakit
yang terbanyak dan tersering yang diderita oleh balita karena system
pertahanan tubuh masih rendah, baik di negara berkembang maupun
negara yang sudah mampu (Anonim, 2011).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) akan semakin berbahaya jika
diderita oleh balita. Selama bertahun-tahun. ISPA merupakan masalah
kesehatan balita dan penyumbang terbesar penyebab kematian balita (Said,
2006). ISPA yang terjadi pada balita akan memberikan gambaran klinik
5
yang lebih jelek dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik
yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh
infeksi virus pada balita yang belum memperoleh kekebalan alamiah
(Alasagaff dan Mukti dalam Anonim, 2011).
Data Dinkes penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
balita di Sulawesi Tenggara, sejak tahun 2016 adalah 31.523 kasus.
Penderita ISPA di Puskesmas Puuwatu pada bulan januari sampai maret
tahun 2017 sebanyak 94 balita yang menderita ISPA.
Pengetahuan Merupakan salah satu faktor resiko terhadap kejadian
penyakit ISPA pada balita.Semakin rendah pengetahuan ibu tentang
bahaya ISPA pada balita maka makin besar peluang balita yang terkena
ISPA untuk mengalami kondisi yang lebih buruk dari penyakitnya.
Sebaiknya pengetahuan yang baik tentang penyakit ini akan menolong ibu
dalam upaya pencegahannya (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan dapat memotivasi untuk berperilaku sehat, khususnya
tehadap penyakit ISPA maka akan lebih besar kemungkinan mau
menciptakan lingkungan yang sehat untuk selalu terhindar dari ISPA dan
dapat menyadari secepatnya jika balita menderita ISPA dengan melakukan
tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tetarik melakukan
penelitian mengenai “Identifikasi Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit ISPA
Pada Balita Di Poli Anak Puskesmas Puuwatu Kota Kendari”
6
B. Rumusan Masalah
Berdasakan latar belakang di atas, dapat diambil perumusan masalah
yaitu: “Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Puuwatu”.
C. Tujuan Penelitian
1) Tujuan Umun
Untuk mengetahuitingkat pengetahuan ibu tentang penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas Puuwatu.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang
“Penyebab” penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada balita diPuskesmas Puuwatu.
b. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang “Tanda
dan Gejala” penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
balita diPuskesmas Puuwatu.
c. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang
“Pencegahan dan Perawatan” penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Puuwatu.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Kesehatan
Memberikan masukan pada institusi kesehatan dalam memberikan
pemahaman dan penyuluhan terhadap orang tua dalam hal ini
pengetahuan tentang penyakit ISPA pada balita.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil yang diharapkan dapat memberikan tambahan referensi bacaan
pada Institusi Poltekes Kemenkes Kendari tentang pengetahuan
penyakit ISPA pada balita.
3. Bagi Penulis
Sebagai pengalaman pribadi dalam melakukan penyusunan proposal
dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah di
Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Keperawatan.
4. Bagi Orang Tua
Memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang perawatan dan
pencegahan penyakit ISPA pada balita.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA)
1. Pengertian Tentang Infeksi Saluarn Pernapasan Akut (ISPA)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas
diantaranya saluan atas (selesma,sinusitis, dan radang tenggorokan),
hingga saluran napas bawah (pneumonia dan bronchitis akut) (Eiyta
Ardinasari, 2016 :172).
Batuk pilek yang merupakan bentuk dari ISPA paling sering
menyerang pada bayi dan anak usia 1-5 tahun. Pada usia tersebut anak
peka terhadap penyakit ISPA, karena belum mempunyai daya tahan
tubuh yang baik untuk melawan virus penyebab inveksi ini. Disamping
itu, orang tua menganggap bahwa batuk pilek tidak membahayakan
karena penyakit ini dapat menimbulkan penyakit lebih berat jika tidak
diobati terutama saat daya tahan tubuh menurun. Untuk itu, pada usia
ini perlu mendapat perhatian dari oang tua dan perlunya kesehatan
secepatnya ( Ngastisah, 2000: 25).
2. Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Etiologi atau penyebab Infeksi Saluran Penapasan Akut (ISPA)
terdiri dari 300 jenis bakteri,virus ,dan rikcetsia. Bakteri penyebab
ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus, stafilokokus,
pneumokokus, hemofilus, bodetela, dan korinebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain dari golongan miksovirus, adenovirus,
9
koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, hefesvirus, dan lain-lain
(Depkes, 2002: 5).
Factor resiko yang meningkatka insiden ISPA adalah : Gizi kurang,
berat badan lahir rendah (BBLR), ASI tidak memadai, polusi udara,
kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap, tingkat pengetahuan
orang tua rendah, tingkat social ekonomi rendah dan jangkauan
pelayanan kesehatan rendah (Depkes RI. 2000:7).
Sedangkan menurut dr. Eiyta Ardinasari penyebab umun terjadinya
ISPA pada bayi, balita, dan anak-anak, di antaranya: (2016 : 172)
a. Daya tahan tubuh dari bayi, balita, dan anak yang lemah.
b. Ada gejala suatu penyakit.
c. Cuaca yang tidak cukup menentu dan ekstrem yang terjadi
dilingkungan sekitar.
d. Adanya infeksi virus, seperti pilek.
e. Sering menghirup asap rokok atau asap tembakau.
f. Hipotermi atau kedinginan yang akut.
g. Populsi udara dari lingkungan sekitar.
h. Penyebab alergi, seperti debu, serbuk bunga, bulu-bulu hewan.
i. Ada reaksi alergi yang pernah terjadi sebelumnya, misalnya alergi
makanan.
3. Klasifikasi Infeksi Saluan Pernapasan Akut (ISPA)
Eiyta Ardinasari (2016 : 172) berpendapat bahwa system
pernapasan terbagi atas dua yaitu:
10
a. Infeksi Salura Penapasan Atas diantaranya selesma,sinusitis, dan
radang tenggorokan.
1) Influenza atau selesma. Gejala yang ditimbulkan hampit sama
dengan radang tenggorokan, di antaranya batuk-batuk, hidung
tersumbat, pilek, dan demam (untuk selesma yang sifatnya
berat).
2) Sinusitis. Jenis ISPA yang satu ini tidak bisa dianggap
sepele.Penanganan sinusitis harus hati-hati.Sinusitis sendiri
merupakan jenis ISPA bagian atas yang juga bisa menyerang
saluran pernapasan bawah. Sinusitis pada penderita asma bisa
memicu munculnya serangan asma.
3) Radang tenggorokan umumnya disebabkan oleh virus. Gejala
yang dirasakan adalah batuk-batuk, demam, terasa sakit saat
menelan makanan, dan ada rasa yang tidak nyaman di dalam
mulut.
b. Infeksi Saluran Pernapasan bawah di antaranya adalah pneumonia
dan bronchitis akut.
1) Pneumonia, atau dikenal juga dengan sebutan radang paru-
paru. Pneumonia merupakan salah satu penyakit ISPA bagian
bawah yang serius dan perlu mendapatkan penanganan yang
serius juga. Pneumonia adalah salah satu penyakit yang
berbahaya yang akan mengantarkan penderitanya pada
kematian jika tidak ditangani dengan baik. Penyaki ini pun
menjadi salah satu faktor yang bisa menyebabkan kematian
11
pada balita. Penyebab utama pneumonia pada balita adalah
virus. Tetapi penyebab lainya juga tidak kalah bahayanya, yaitu
terhirupnya senyawa hidrokarbon yang berasal dari minyak
tanah,bensin,dan masih banyak lagi.
Penyakit pneumonia pada balita menimbulkan beberapa
gejala yang perlu diketahui oleh orang tua. Di antaranya adalah
suara napas balita melemah dari keadaan normalnya, timbul
rasa nyeri pada dada balita, dan berbagai jenis gangguan
pernapasan lain.
2) Penyebab utama bronkhitis akut adalah virus. Gejala utama
dari bronkhitis adalah batuk-batuk yang disertai dengan lendir.
Mulanya lendir yang keluar hanya sedikit, tetapi lama-
kelamaan akan semakin banyak, kemudian akan menghilang
dalam kurun waktu dua minggu. Apabila dalam waktu dua
minggu batuk dan lendir tidak kunjung hilang, maka ada
penyebab lain dan perlu segera ditangani.
4. Tanda dan Gejala
a. ISPA ringan
1) Batuk
2) Pilek
3) Serak
4) Keluarnya cairan yang lebih dari dua minggu tanpa rasa sakit
dari telinga
12
b. ISPA sedang
1) Pernapasan cepat dari 50 kali per menit ( tanda utama)
2) Whezing
3) Panas 39◦ C atau lebih
4) Sakit telinga
5) Keluarnya cairan dari telinga yang belum dari dua minggu
6) Campak
c. ISPA berat
1) Terdapat retraksi dada kedalam
2) Stridor
3) Tak mampu makan
5. Pencegahan Infeksi SaluranPenapasan Akut
1) Melakukan imunisasi sesuai usia anak dan sesuai yang disarankan,
sehingga bayi, balita, dan anak memiliki kekebalan terhadap
berbagai serangan penyakit.
2) Menjaga asupan makanan dan nutrisi.
3) Menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
4) Hindarkan bayi, balita dan anak dari asap rokok, tembakau, dan
populasi udara ain.
5) Hindarkan bayi, balita, dan anak dari seseorang yang tengah
menderita ISPA.
13
6. Perawatan ISPA Pada Balita
Pada prinsipnya terapi utama infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) adalah pemberian antibiotic yang sesuai dan pengobatan
simtomatis. Disamping terapi obat perlu juga diberikan juga terapi
supportif seperti pemberian oksigen, pemberian bronkodilator,
fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak khususnya anjuran untuk
batuk efektif dan napas dalam serta pengeluaran cairan( dahlan,
2001:807).
Beberapa hal yang perlu dikerjakan oleh orang tua untuk mengatasi
anak yang terserang ISPA:
a) Mengatasi Demam
Penanganan demam pada anak tergantung dari peran orang
tua khususnya pada ibu.Ibu adalah bagian dari penyelenggara
rumah tangga.Ibu yang tahu tentang mengatasi demam dan
memiliki sikap yang baik dalam pemberian perawatan, dapat
menemukan pengelolaan yang baik bagi anaknya.
Pada dasarnya menurunkan demam pada anak secara self
management dapat dilakukan melalui terapi fisik, dan terapi obat
maupun kombinasi keduanya.Terapi fisik yang dilakukan adalah
menempatkan anak dalam ruangan bersuhu normal, memberikan
minuman yang banyak dan melakukan kompres.Terapi obat-obatan
dilakukan dengan pemberian obat antipiretik.
Perawatan dan pengobatan demam sangat penting karena
demam sangat memberatkan kesehatan anak dan sangat
14
menghabiskan energi.Demam yang tinggi dari 39◦ Celsius bisa
mengganggu pemberian makanan, dan harus segera diobati. Untuk
anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan pemberian
obat antipiretik (obat penurun panas) untuk menurunkan demam
sesuai dengan berat badan anak atau sesuai dosis. Kemudian
dengan pemberian kompres, anak yang demam harus dikompres
untuk mngurangi beban anak akibat peningkatan suhu tubuh.
Adapun caramengatasi demam adalah gunakanlah kain bersih yang
dicelupkan pada air biasa, bukan air es. Sedangkan untuk bayi
berusia di bawah dua bulan yang menderita demam akibat ISPA,
segera periksakan ke dokter.
b) Mengatasi Batuk
Batuk dan pilek merupakan bagian dari ISPA yang sering
terjadi pada usia 1-5 tahun. Batuk dan pilek sering kali dianggap
penyakit biasa, namun dapat berbahaya jika tidak mendapat
perawatan atau pengobatan serta akan bertambah parah jika sistem
daya tahun tubuh anak menurun. Perawatan batuk dapat dilakukan
dengan memberikan cairan sebanyak mungkin untuk melepaskan
batuk.Bayi maupun anak balita yang menderita batuk sering
terganggu di malam hari karena lendir yang mengalir turun ke
tenggorokan menimbulkan rasa gatal dan batuk.Berikan posisi
yang nyaman seperti tidur miring atau tidur tidak menggunakan
bantal.
15
Periksa ke dokter apabila bertahan 2 sampai 3 minggu
setelah influenzanya sendiri teratasi. Dianjurkan memberi obat
batuk yang aman yaitu obat yang sesuai dosis dan anak usia.
c) Pemberian Makanan
Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap
artinya kualitas dari makanan baik dan kuantitas makanan harus
cukup, dan bergizi artinya makanan yang mengandung semua zat
gizi. Bayi dan anak balita yang bergizi baik jarang menderita
penyakit yang serius karena karena tubuhnya dapat menangkal
infeksi.Berikan mkanan yang cukup gizi, sediki-sedikit tetapi
berulang yaitu lebih dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusui tetap
diteruskan.Bayi dan balita yang bergizi baik jarang menderita
penyakit yang serius karena karena tubuhnya dapat menangkal
infeksi. Pemberian ASI 4-6 bulan pertama akan membantu bayi
dari kemungkinan infeksi.
Adapun makanan yang bergizi adalah; makanan cukup
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
mineral.Karbohidrat dapat diperoleh dari nasi, jagung, sagu, roti.
Protein dapat diperoleh dari ikan, tulur, daging, tempe atau tahu.
Lemak dapat diperoleh dari minyak, mentega, kacang tanah dan
kelapa.Vitamin dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran
hijau.
16
Anak yang muntah terus menerus bisa mengalami
malnutrisi. Perlu diperhatikan pada anak dengan kasus batuk rejan
(pertussis) yang sering kali muntah, ibu harus memberi makanan
pada saat muntahnya reda,usahakan makanan sesering mungkin
selama sakit dan sesudah sembuh.
d) Pemberian Asupan Cairan
Anak dengan infeksi saluran pernapasan dapat kehilangan
cairan lebih banyak dari biasanya terutama bila demam.Demam
jika suhu tubuh naik 39◦ C. Seorang ibu harus memberikan cairan
tambahan, lebih banyak pemberian ASI dan usahakan pemberian
tambahan cairan (air putih, sari buah, dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akanmembantu mengencerkan dahak.
Kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
7. Penatalaksanaan Pengobatan ISPA
Pengobatan dan penanganan ISPA pada bayi, balita dan anak
secara umum bisa dilakukan di rumah. Berikut ini beberapa
caranya (Eiyta Ardinsari, 2016:177).
a) Anda dapat dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang
sifatnya aman dan kalau bisa yang alami. Sedangkan untuk
bayi, sebaiknya segera diperiksakan ke dokter.
b) Cara mengatasi demam untuk balita yang berusia 2 bulan
sampai 5 tahun adalah dengan memberikan parasetamol juga
dikonpres. Untuk kompres, gunakanlah kain bersih yang
dicelupkan pada air biasa, bukan air es. Sedangkan untuk bayi
17
berusia di bawah dua bulan yang menderita demam akibat
ISPA, segera periksakan ke dokter.
c) Penderita ISPA memerlukan banyak asupan makanan yang
bergizi. Pemberian makanan bisa sedikit demi sedikit, tetapi
rutin dan berulang. Sedangkan untuk bayi yang masih
menyusui, ASI Ekslusif tetap diberikan oleh ibu.
d) Usahakan agar penderita ISPA tidak sampai kekurangan cairan.
Berikanlah air yang lebih banyak daripada biasanya, baik air
putih maupun sari buah. Asupan minuman yang banyak akan
membantu mencegah dehidrasi dan mengencerkan dahak.
B. Tinjauan Umum Tentang Balita
1. Pengertian Balita
Balita atau bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari
lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk
dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi
usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun,
maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan
yang dikatakan balita. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan
perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami
perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun
harus disesuaikan dengan keadaannya (Uripi, 2004).
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak
18
diperiode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan
masa yang belangsung cepat dan tidak penah terulang , karena ini
sering disebut golden age atau masa keemasan (Uripi, 2004)
(digilib.unila.ac.id).
2. Karakteristik Umut Balita
a. Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa
batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan
jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya
dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar.
Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering.
b. usia pra-sekolah (1-5 tahun) anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak
mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup
sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku.
Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga
mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan (Uripi,
2004).
3. Pengelompokan Umur balita
Menurut Soetjaningsih (1995: 116), pengelompokan umur balita yaitu:
a. Umur 0-12 bulan
b. Umur 13-24 bulan
19
c. Umur 25-36 bulan
d. Umur 37-48 bulan
e. Umur 49-60 bulan
4. Kategori Anak Balita
Balita atau anak dibawah umur lima tahun adalah anak usia kurang
dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah lima tahun juga termasuk
dalam golongan ini, Namun faal (kerja alat tubuh semestinya), bagi
usia dibawah satu tahun berbeda dengan anak usia diatas lima tahun,
maka anak dibawah satu tahu tidak dimasukan kedalam golongan yang
dikatakan balita.Berdasarkan kategori anak balita usia 1-5 tahun dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu yang berumur 1-3 tahun dikenal dengan
batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan 4-5 tahun dikatakan usia
pra sekolah yang dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2010).
5. Perkembangan Masa Balita
Perkembangan balita menurut buku petunjuk program BKB (Bina
Keluarga Balita), terbagi menjadi 7 aspek perkembangan yaitu:
(BKKBN, 1993:32).
a. Gerak motorik kasar
b. Gerak motorik halus
c. Komunikasi pasif
d. Komunikasi aktif
e. Intelektual (kecerdasan)
f. Menolong diri sendiri
g. Tingkah laku sosial
20
6. Perkembangan Mental Anak Balita (SKALA YAUMIL-MIMI)
a. Dari lahir sampai 3 bulan
1) Belajar mengankat kepala
2) Belajar mengikuti objek dengan matanya
3) Melihat kemuka orang dengan tersenyum
4) Bereaksi tehadap suara/bunyi
5) Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, dan kontak.
6) Menahan barang yang dipegangnya Mengoceh spontan atau
bereaksi dengan mengoceh
b. Dari 3 sampai 6 bulan
1) Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan
bertopang tangan
2) Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauanya
atau diluar jangkauanya
3) Menaruh benda-benda di dalam mulutnya
4) Berusaha memperluas lapangan pandangan
5) Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
6) Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang
c. Dari 6 sampai 9 bulan
1) Dapat duduk tanpa dibantu
2) Dapat tengkurep dan berbalik sendiri
3) Dapat merangkat meraih benda atau mendekati seseorang
4) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
21
5) Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
6) Bergembira dengan melempar benda-benda
7) Mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti
8) Mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada
orang asing/lain
9) Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan
sembunyi-sembunyian
d. Dari 9 sampai 12 bulan
1) Dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
2) Dapat berjalan dengan dituntun
3) Menirukan suara
4) Mengulang bunyi yang didengarnya
5) Belajar menyatakan satu kata atau dua kata
6) Mengerti perintah sederhana atau larangan
7) Memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi
sekitanya, ingin menyentuh apa saja dan memasukan benda-
benda ke mulutnya
8) Berpartisipasi dalam permainan
e. Dari 12 sampai 18 bulan
1) Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah
2) Menyusun dua atau tiga kotak
3) Dapat mengatakan 5-10 kata
4) Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing
22
f. Dari 18 sampai 24 bulan
1) Naik turun tangga
2) Menyusun 6 kotak
3) Menunjuk mata dan hidungnya
4) Menyusun dua kata
5) Belajar makan sendiri
6) Menggambar garis di kertas atau pasir
7) Mulai mengontrol buang air besar dan buang air kecil
8) Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang
yang lebih besar
g. Dari 2 sampai 3 tahun
1) Belajar meloncat,memanjat,melompat dengan satu kaki
2) Membuat jembatan dengan tiga kotak
3) Mempergunakan kata-kata saya,bertanya,mengerti kata-kata
yang ditunjukan kepadanya
4) Menggambar lingkaran dnjuka
5) Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya
lingkungan lain di luar keluarganya
h. Dari 3 sampai 4 tahun
1) Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tangga
2) Berjalan pada jari kaki
3) Belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
4) Menggambar garis silang
5) Menggambar orang yang hanya kepala dan badan
23
6) Mengenal 2 atau 3 warna
7) Bicara dengan baik
8) Menyebut namanya,jenis kelamin dan umurnya
9) Banyak bertanya
10) Bertanya bagaimana anak dilahirkan
11) Mengenal sisi atas,sisi bawah,sisi muka,sisi belakang
12) Mendengarkan cerita-cerita
13) Bermain dengan anak lain
14) Menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaanya
15) Dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana
i. Dari 4 sampai 5 tahun
1) Melompat dan menari
2) Menggambar orang terdiri dari kepala,lengan,badan
3) Mengambar segi empat dan segi tiga
4) Pandai bicara
5) Dapat menghitung jari-jarinya
6) Dapat menyebut hari-hari dalam seminggu
7) Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
8) Minat kepada kata baru dan artinya
9) Memprotes bila dilarang apa yang diinginya
10) Mengenal 4 warna
11) Memperkiakan bentuk dan besar benda,membedakan besar dan
kecil
12) Menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa
24
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi tahap pertumbuhan dan
perkembangan pada balita.
a. Faktor Herediter
Herediter/keturunan merupakan hal yang tidak dapat untuk diubah
ataupun dimodifikasi, ini merupakan modal dasar mendapatkan
hasil akhir dari proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi
genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan, termasuk dalam
genetik ini adalah jenis kelamin dan suku bangsa/ras.
b. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Internal
Hal yang paling berpengaruh diantaranya adalah hormon
dan emosi. Ada tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan
anak, hormon somatotropin merupakan hormon yang
mempengaruhi sel otak pada masa pertumbuhan, berkuranya
hormon ini dapat menyebabkan gigantisme. Hormon tiroid akan
mempengaruhi pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini
akan menyebabkan kretinesme dan hormon gonadotropin yang
berfungsi untuk merangsan perkembangan seks laki-laki dan
produksi spermatozoa, Sedangkan estrogen merangsan
perkembangan seks wanita dan produksi sel telur, jika
kekurangan hormon gonadotropin ini akan terhambatnya
perkembangan seks.
25
Terciptanya hubungan yang sangat hangat dengan orang
lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya, guru dan
sebagainya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan
emosi, sosia, dan intelekttual anak. Cara seorang anak dalam
berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi interaki anak
diluar rumah. Pada umumnya anak yang tahap perkembanganya
baik akan mempunyai intelegensi yang tinggi dibandingkan
dengan anak yang tahap perkembanganya terhambat.
2) Lingkungan Eksternal
Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang
mempengaruhi, diantaranya adalah kebudayaan, status sosial,
status nutrisi, dan sebagainya.
c. Faktor pelayanan kesehatan
Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada di sekitar
lingkungan di mana anak dapat tumbuh dan berkembang dengan
pesat, sehingga apabila terdapat sesuatu mengenai perkembangan
dan keterlambatan yang meragukan pada anak dapat segera
mendapatkan pelayanan kesehatan dan diberikan solusi
pencegahanya.
8. Kebutuhan Gizi Masa Balita
Pada prinsipnya, makanan yang diberikan pada bayi bervariasi,
selain untuk memenuhi kebutuhan gizinya juga untuk mencegah
kebosanan. Bila anak tidak mau makan, jangan menganti makanan
26
dengan satu jenis makanan yang disukai saja, akan tetapi berusaha
mencoba lagi ketika anak lapar.
Masa balita adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yan
pesat, untuk itu kebutuhan akan zat gizi yang tinggi harus terpenuhi.
Masa balita juga merupakan masa yang rentan mengalami masalah gizi
(lailiyana, 2010 : 43).
Manfaat zat gizi bagi balita:
a. Untuk poses pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
b. Memelihara kesehatan dan memulihkan kesehatan bila sakit.
c. Melaksanakan berbagai aktifitas.
d. Mendidik kebiasaan makan yang baik dengan menyukai makana
yang mengandung gizi yang dipelukan oleh tubuh.
Kecukupan gizi rata-rata pada balita umur 1-3 tahun dengan Berat
badan 12 Kg dan Tinggi badan 89 cm membutuhkan Energi 1220 Kkal
Dan Protein 23 gr. Usia 4-6 tahun dengan Berat badan 18 kg dan
Tinggi badan 108 cm membutuhkan Energi sebanyak 1720 Kkal dan
Protein 32 gr.
Masalah gizi pada balita yang masih banyak ditemukan di
Indonesia antara lain KKP (marasmus, kwashiorkor), obesitas,
kekurangan vitamin A (KVA), dan anemia. Faktor yang menyebabkan
masalah gizi pada balita antara lain asupan makanan, penyakit, karies
gigi, dampak iklan tayangan televisi , alergi, atau pica.
27
Pencegahan masalah gizi pada balita dilakukan dengan:
a. Pemantauan pertumbuhan anak dengan kartu menuju sehat (KMS).
b. Mengatasi penyebab masalah gizi dengan berbagai pendekatan
(pendidikan gizi, penyuluhan, atau konseling)
C. Tinjauan Umum Tentang Pengatahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Terjadi
melalui panca indra, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap dan peraba. (Notoatmodjo,2012:138)
(repository.usu.ac.id/bitsrem).
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan keyakinan suatu objek yang telah dibuktikan
kebenaranya. Kiranya juga jelas bahwa kita hanya dapat mempunyai
pengetahuan mengenai seseorang untuk fakta, simbol, prosedur teknik,
dan teori ( Notoatmodjo, 2012 : 138).
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan terbagi atas enam tingkatan (Notoatmodjo, 2012).
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkatan ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
28
Oleh karena itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang sangat
rendah.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
diinterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
pahaam terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebut contohnya, menyimpulkan, meramakan dan sebagainya
terhadap objek yang telah dopelajari.
c. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang dipelajari pada kondisi real. Aplikasi dapat diartikan
sebagaipenggunaan hukum-hukum, metode, prinsip dan
sebaganiya. Dalam konteks atau situasi yang lain, misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip-prinsip didalam pemecahan masalah
kasus kesehatan yang diberikan.
d. Analisa (Analysis)
Analisa diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu
materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih
dalam struktur organisasi tesebut, tetapi masih ada kaitanya satu
sama lain. Kemampuan analisa ini dapat digunakan pada
penggunaan kata-kata kerja, dapat menggabarkan (membuar
29
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan
sebagainya.
e. Sintesa (Syntesys)
Sintesa menunjukan suatu kemapuan meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Misalnya, dapat menyusun, merencanakan, meringankan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap teori atau rumussan-
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi ( Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi, penilaian ini
berdasarkan suatu kriteria yang ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang
ingin kita ketahuai atau ingin di ukur dapat diselesaikan dengan
tingkatan-tingkatan tersebut diatas.
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya dapat diperoleh dari berbagai
macam sumber, biasanya buku pelajaran atau jurnal, petugas
kesehatan, media massa, media elektronik, dan sebagainya.
30
Pengetahuan ini dapat menbentuk keyakinan tertentu sehingga
seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut.
Berbagai macam untuk memperoleh kebenaran pengetahuan,
menurut Amrul Munif digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:
(2010 : 10-13).
a. Konvensional/Tradisional Atau Disebut Dengan Cara Non
Ilmiah
1) Pengalaman Pribadi (Auto Experience)
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi.
2) Belajar Dari Kesalahan (Trial And Error)
Apabila seseorang mengalami persoalan, upaya
pemecahanya dilakukan dengan coba-coba saja. Apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang
lain.
3) Kekuasaan/Otoritas (Authority)
Pengetahuan diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan,
apakah itu dari tradisi otoriter dalam pemerintahan, otoritas
tokoh agama, otoritas tokoh adat maupun ahli ilmu
pengetahuan.
31
4) Melalui Logikal/Pikiran (To mind)
Dengan semakin maju perkembanganya peradaban dan
kebudayaan umat manusia, maka cara manusia berfikirpun
mulai berkembang dengan menggunakan akal pikiran dan
penalarannya guna menganalisa sesuatu kondisi disekitarnya.
b. Melalui Jalur Ilmiah
Dengan cara-cara yang lebih modern dilakukan untuk
memperoleh sesuatu pengetahuan, ternyata akan lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara-cara semacam ini dikenal
dengan istilah dengan metode penelitian ilmiah atau
diperpendek menjadi metodologi penelitian (reseach
netbodology).
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Adapun beberapa factor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang Astutik (2013) dan Triyani (2012).
a. Usia
b. Pendidikan
c. Pengalaman
d. Informasi
e. Sosial budaya dan ekonomi
f. Lingkungan
32
5. Cara Menilai Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin
diukur dan disesuaikan dengan tingkatannya. Adapun jenis pertanyaan
yang dapat digunakan unuk pengukuran pengetahuan secara umum
dibagi menjadi 2 jenis (Arikunto (2010).
a) Pertanyaan subjektif
Penggunaan pertanyaan subjektif dengan jenis pertanyaan essay
digunakan dengan penilaian yang melibatkan faktor subjektif dari
penilai, sehingga hasil nilai akan berbeda dari setiap penilai dari
waktu ke waktu.
b) Pernyataan objektif
Jenis pertanyaan objektif seperti pilihan ganda (multiple choise),
betul salah dan pertanyaan menjodohkan dapat dinilai secara pasti
oleh penilai.
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikatagorikan menjadi
tiga (Arikunto, 2010) (repository.usu.ac.id/bitsream).
1) Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76-100%
dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
2) Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56-75%
dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
3) Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab <56% dari
total jawaban pertanyaan.
33
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Balita atau bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima
tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam
golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah
satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di
bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan
balita.Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, namun
balita tersebut rawan penyaki menular terutama ISPA.
ISPA meliputi infeksi saluran pernapasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah (Eiyta Ardinasari). ISPA paling banyak
merenggut jiwa balita, sehingga pengetahuan ibu dapat mempengaruhi
terjadinya ISPA.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor resiko terhadap terjadinya
penyakit ISPA pada balita. Terdiri dari tanda/gejala, perawatan,
pencegahan, dan lain-lain.Pengetahuan juga mempunyai tingkatan-
tingkatan yang terdiri dari yaitu tahu, memahami, aplikatif, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
34
B. Kerangka Konsep Dan Variabel Yang Diteliti
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang ISPA
Keterangan:
:Variabel yang diteliti
:Variabel yang tidak diteliti
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas ( Indentpendent)
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat ( A.Aziz Alimu, 2011). Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu yang terdiri dari
tanda/gejala, perawatan dan pencegahan.
2. Variabel Terikat (Dependent)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya variabel bebas ( Hidayat, A. Aziz Alimul, 2011).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada balita.
Pencegahan
Perawatan
Penatalaksanaa
Tanda dan gejala
Pengertian
Penyebab
Klasifikasi Penyakit ISPA
pada Balita
35
3. Devinisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Ibu
Ibu yang mempunyai balita yang menderita ISPA dengan
berkunjung di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
2. Pengetahuan Tentang Penyakit ISPA
Pengetahuan tentangpenyakit ISPA adalah pengetahuan ibu
dalam menyebutkan dan menyatakan tentangpenyakit ISPA
seperti: penyebab, tanda dan gejala serta pencegahan dan
perawatan ISPA. Pertanyaan untuk penyakit ISPA terdiri dari 15
pertanyaan dimana 10 pertanyaan merupakan pertanyaan positif
dan 5 pertanyaan merupakan pertanyaan negatif. Untuk pertanyaan
positif diberi nilai 1 jika responden menjawab benar dan 0 jika
responden menjawab salah. Untuk pertanyaan negatif diberi nilai 1
jika responden menjawab salah dan 0 jika responden menjawab
benar (Arikunto, 2010).
Kriteria Objek:
1. Baik dengan skor berada pada 80-100%
2. Cukup dengan skor berada pada 60-79%
3. Kurang dengan skor berada pada <60%
3. Pengetahuan Tentang Penyebab Penyakit ISPA
Pengetahuan tentang penyebab penyakit ISPA adalah
pengetahuan ibu dalam menyebutkan dan menyatakan tentang
penyebab ISPA seperti: Daya tahan tubuh lemah, imunisasi
lengkap, adanya infeksi virus, sering menghirup asap rokok atau
36
asap tembakau, hipotermi atau kedinginan yang akut, polulsi udara
dari lingkungan sekitar dan lain-lain. Pertanyaan untuk penyebab
ISPA terdiri dari 5 pertanyaan dimana 3 pertanyaan merupakan
pertanyaan positif dan 2 pertanyaan merupakan pertanyaan negatif.
Untuk pertanyaan postif diberi nilai 1 jika responden menjawab
benar dan 0 jika responden menjawab salah. Untuk pertanyaan
negatif diberi nilai 1 jika responden menjawab salah dan 0 jika
responden menjawab benar (Arikunto, 2010).
Kriteria Objek:
1. Baik dengan skor berada pada 80-100%
2. Cukup dengan skor berada pada 60-79%
3. Kurang dengan skor berada pada < 60%
4. Pengetahuan Tentang Tanda dan Gejala Penyakit ISPA
Pengetahuan tentangtanda dan gejala adalah pengetahuan ibu
yang dapat menyebutkan atau menjelaskan secara benar
tentangtanda dan gejala seperti: Demam, pilek, batuk, sesak, napas
cepat, kuluarnya cairan di telinga kurang dari dua minggu atau
lebih. Pertanyaan untuk tanda dan gejala ISPA terdiri dari 5
pertanyaan dimana 3 pertanyaan merupakan pertanyaan positif dan
2 pertanyaan merupakan pertanyaan negatif. Untuk pertanyaan
postif diberi nilai 1 jika responden menjawab benar dan 0 jika
responden menjawab salah. Untuk pertanyaan negatif diberi nilai 1
jika responden menjawab salah dan 0 jika responden menjawab
benar.(Arikunto, 2010).
37
Kriteria Objek:
1. Baik dengan skor berada pada 80-100%
2. Cukup dengan skor berada pada 60-79%
3. Kurang dengan skor berada pada < 60%
5. Pengetahuan Tentang Pencegahan dan Perawatan Penyakit ISPA
Pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan adalah
pengetahuan ibu tentang pencegahandan perawatan penyakitISPA
seperti: Menjaga nutrisi, menjaga kebersihan lingkungan sekitar,
melakukan imunisasi lengkap, hindarkan bayi, balita dan anak dari
asap rokok, serta anak dari seseorang yang tengah menderita ISPA
(pencegahan ISPA), mengatasi demam, mengatasi batuk,
pemberian makanan, serta pemberian cairan (Perawatan ISPA).
Pertanyaan untuk pencegahan dan perawatan ISPA terdiri dari 5
pertanyaan dimana 4 pertanyaan merupakan pertanyaan positif dan
1 pertanyaan merupakan pertanyaan negatif. Untuk pertanyaan
postif diberi nilai 1 jika responden menjawab benar dan 0 jika
responden menjawab salah. Untuk pertanyaan negatif diberi nilai 1
jika responden menjawab salah dan 0 jika responden menjawab
benar (Arikunto, 2010).
Kriteria Objek:
1. Baik dengan skor berada pada 80-100%
2. Cukup dengan skor berada pada 60-79%
3. Kurang dengan skor berada pada < 60%
38
6. Balita
Balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun (1-5 tahun)
dan berkunjung di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
7. ISPA
ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasa Akut berdasarkan hasil
diagnosa dokter.
39
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey deskriptif yaitu
pengetahuan ibu tentang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA)
pada balita di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari.
2. Waktu
Penelitian ini dilaksanakan 9 – 20 Agustus 2017.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai
balita yang berkunjung di Puskesmas Puuwatu yang berjumlah
sebanyak 94 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang di ambil
yaitu 37% dari populasi.
= 37 x 94
100
= 34.78
= 35
40
yaitu sebanyak sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara teknik accidental sampling.
D. Jenis Dan Cara Pengumpulan Data
1. Jenis data
a) Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
responden dengan menggunakan kuesioner yang telah dibuat oleh
peneliti.
b) Data sekunder data yang diambil dari instansi terkait yang
berhubungan dengan penelitian.
2. Cara Pengumpulan Data
Cara memberikan kuisioner kepada ibu balita yang berkunjung di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner yang dibuat dengan
mengacu pada kerangka konsep, berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan
pengetahuan ibutentang tanda dan gejala, perawatan, Pencegahan terhadap
penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari.
F. Pengolahan Data
1. Editing yaitu mengoreksi kembali data sehingga tidak terjadi kesalahan
baik dalam penetapan maupun penjumlahan.
2. Coding yaitu mengolah seluruh data yang diperoleh dari hasil
pengumpulan data melalui lembar obsevasi yang kemudian
dikelompokkan menurut jenisnya.
41
3. Tabulasi data (tabulating), yaitu menyusun data-data kedalam tabel
sesuai dengan kategorinya untuk selanjutnya dianalisis.
G. Analisa Data
Data yang telah di kumpulkan melalui kuesioner, diolah secara
komputerisasi dan dimasukan dalam tabel sesuai dengan variabel
penelitian, Dan selanjutnya untuk mengetahui besarnya presentase dari
tiap-tiap variabel tersebut dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
X = Presentase dari fariabel yang diteliti
f = Frekuensi kategori variabel yang diamati
n = Jumlah skor total
k = Konstanta (100%) (Arikunto, 1998).
H. Penyajian Data
Data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yang
kemudian dinarasikan.
I. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan
permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dengan menekankan
masalah etika penelitian yang meliputi:
X = f x k
n
42
1. Informed consentmerupakan bentuk pesetujuan antara peneliti dengan
Rresponden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
2. Anonymity (tanpa nama) untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan
mencamtumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan
kode.
3. Confidentiality kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti
dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
43
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Keadaan Geografis
Luas wilayah kerja Puskesmas Puuwatu yaitu 21,56
km2dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan
Wawombalata Kecamatan Mandonga (Wilayah Kerja
Puskesmas Labibia)
2) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Lepo-lepo
Kecamatan Baruga (Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-lepo)
3) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Mandonga
Kecamatan Mandonga (Wilayah Kerja Puskesmas Labibia)
4) Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Abeli Sawah
Kecamatan Anggalomoare (Wilayah Kerja Puskesmas
Anggalomoare)Kabupaten Konawe.
Wilayah kerja Puskesmas Puuwatu meliputi 6 kelurahan
yaitu :Kelurahan Puuwatu, Kelurahan Watulondo, Kelurahan
Tobuuha, Kelurahan Punggolaka, Kelurahan Lalodati dan
Kelurahan Abeli Dalam
b. Keadaan Demografi/ kependudukan
Penduduk wilayah kerja Puskesmas Puuwatu yang terdiri
dari 6 kelurahan mempunyai penduduk 35105 Jiwa dengan
44
bermacam-macam suku diantaranya suku Tolaki, Muna, Buton,
Jawa, Bugis / Makassar, Bali dan Toraja. Dari jumlah penduduk
tersebut menganut agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha.
Perilaku masyarakat Sangat dipengaruhi oleh adat istiadat
setempat, seperti persatuan yang diwujudkan dalam sikap kegotong
royongan yang kokoh. Ini terlihat pada acara-acara seperti
selamatan, pernikahan dan masih banyak lagi acara-acara lain yang
sangat mencerminkan budaya atau adat istiadat setempat. Mata
pencaharian penduduk pada umumnya adalah pedagang,dan
Penyedia Jasa serta PNS/TNI/Polri. Sarana transportasi yang
digunakan adalah Taksi, angkutan umum (pete-pete), Bis Trans
lulo dan ojek.
c. Sarana Puskesmas
Puskesmas Puuwatu berlokasi di Jln. Prof. Muh. Yamin
No. 64 Kel. Puuwatu, Kecamatan Puuwatu Kota Kendari Provinsi
Sulawesi Tenggara Kode Pos 93114. Terbagi atas Ruang Rawat
Jalan, Ruang Rawat Inap dan Ruang Persalinan, dengan luas
bangunan 1 Ha.
1) Ruang Rawat Jalan, terdiri dari :
a) Ruang Kepala Puskesmas
b) Ruang Tata Usaha
c) Ruang Loket Kartu/Pendaftaran
d) Ruang Poli Umum
e) Ruang Poli Anak
45
f) Ruang Poli Gigi
g) Ruang Farmasi
h) Ruang Kesling, Promkes, Imunisasi, P2M,
i) Ruang KIA / KB
j) Ruang Laboratorium
2) Ruang Rawat Inap, Terdiri dari :
a) 6 Kamar, Bangsal dewasa dan Bangsal Anak
b) Kapasitas tempat tidur sebanyak 10 buah
c) Kamar mandi/ WC 4 buah
d) Ruang Jaga
e) Kamar tidur Perawat Jaga
f) Ruang Instalasi Gizi
3) Ruang Persalinan, Terdiri dari :
a) Ruang Tamu
b) Ruang Jaga
c) Ruang Tindakan Persalinan
d) Ruang Bayi
e) Kamar mandi/ WC 2 buah
Berikut distribusi jenis sarana kesehatan yang ada di
puskesmas puuwatu pada tahun 2017 dapat terlihat pada tabel 5.1
sebagai berikut ini :
46
Tabel 5.1
Distribusi Jumlah dan Jenis Sarana Kesehatan
di Puskesmas Puuwatu Tahun 2017
No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah
1 Sarana kesehatan pemerintah
- Puskesmas Induk
- Puskesmas Pembantu
- Rumah Sakit Pemerintah
1
1
1
2 Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
- Posyandu Balita
- Posyandu Lansia
- Pos Kesehatan Kelurahan
- Bidan Praktek Swasta
- Klinik Pratama
17
4
2
2
3
Sumber: Data Primer, Puskesmas Puuwatu Tahun 2017.
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa jumlah
dan jenis sarana kesehatan tahun 2016 untuk sarana kesehatan
pemerintah sebanyak 2 sarana, diantaranya Puskesmas Induk,
Puskesmas Pembantu dan Rumah Sakit Pemerintah masing-masing
1 sarana. Sedangkan sarana kesehatan bersumber daya masyarakat
diantaranya Posyandu Balita sebanyak 17 sarana, Posyandu Lansia
sebanyak 4 sarana, Pos Kesehatan Kelurahan dan Bidan Praktek
Swasta masing-masing 2 sarana, dan Klinik Pratama 3 sarana.
d. Ketenagakerjaan
Tenaga Kesehatan di Puskesmas Puuwatu dapat di lihat
pada tabel 5.2 sebagai berikut :
47
Tabel 5.2
Distribusi Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
No Jenis Tenaga Status Ketenagaan Jumlah
PNS Honorer Sukarela
1 Dokter Umum. 2 1 - 3
2 Dokter Gigi. 2 - - 2
3 Sarjana Farmasi,
Apoteker
1 - 1 2
4 Asisten Apoteker 2 - - 2
5 Sarjana
Keperawatan
7 - 9 16
6 Sarjana Gizi 1 - - 1
7 Sarjana Kesmas 11 2 4 17
8 S2. Kespro 2 - - 2
9 D IV Kebidanan 1 - 1
10 D III
Keperawatan.
9 5 26 40
11 D III Kebidanan. 5 - 24 29
12 D III Kesling 3 - 1 4
13 D III Gizi 7 - 1 8
14 D III Komputer - 1 - 1
15 D III Gigi - - - 0
16 DIII Analis - - 1 1
17 D III Farmasi 1 - - 1
18 SPK 8 - - 8
19 D I Bidan. 2 - - 2
48
20 SPPM 1 - - 1
21 Pekarya 2 - - 2
22 SPAG 2 - - 2
23 SPPH 1 - - 1
24 SMF 1 - - 1
25 SPRG 3 - - 3
24 SMA 2 4 3 9
J U M L A H 76 13 70 159
Sumber : Data Primer Puskesmas Puuwatu Tahun 2017
e. Visi, Misi dan Motto
1) Visi
Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, menuju
Kecamatan Puuwatu sehat.
2) Misi
a) Mendorong kemandirian masyarakat untuk membudayakan
perilaku hidup bersih dan sehat.
b) Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata,
dan terjangkau.
c) Meningkatkan kualitas SDM guna mewujudkan tenaga
kesehatan yang profesional.
3) Motto:anda sehat kami bahagia
4) Tata nilai
Berseri:
a) Bersih lingkungan kerja
b) Ramah terhadap pelanggan
49
c) Senyum saat melayani pelanggan
d) Ikhlas dalam pelayanan
2. Karakteristik Umum Responden
Hasil umum karakteristik responden dan karakteristik objek
penelitian dengan berdasarkan ciri – ciri setiap sampel yang diteliti
sebagai berikut:
a) Umur
Adapun karakteristik responden berdasarkan kelompok
umur sebagaimana diuraikan pada table 5.3 dibawah ini:
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
No Kelompok Umur Frekuensi Persentase (%)
1 17 - 25 Tahun 8 22.86
2 26 - 35 Tahun 17 48.57
3 36 - 45 Tahun 10 28.57
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 5.3 distribusi kelompok umur responden di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2017 menunjukkan
dari 35 responden frekuensi tertinggi adalah kelompok umur 26
– 35 tahun sebanyak 17 orang (48,57%) dan terendah adalah
kelompok umur 17 – 25 tahun sebanyak 8 orang (22,86%).
b) Tingkat Pendidikan
Adapun karakteristik responden berdasarkan jenjang
pendidikan sebagaimana diuraikan pada table 5.4 dibawah ini:
50
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
No Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 Pendidikan dasar 11 31.43
2 Pendidikan menegah 23 65.71
3 Pendidikan tinggi 1 2.86
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 5.4 distribusi tingkat pendidikan responden di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2017 menunjukkan
dari 35 responden frekuensi tertinggi adalah jenjang pendidikan
menegah sebanyak 23 orang (65,71%), dan terendah adalah
responden pada jenjang pendidikan tinggi sebanyak 1 orang
(2,86%).
c) Tingkat Pekerjaan
Adapun karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
sebagaimana diuraikan pada table 5.5 dibawah ini:
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Dosen 1 2.86
2 Ibu Rumah Tangga 21 60.00
3 PNS 10 28.57
4 Petani 1 2.86
5 Wiraswasta 2 5.71
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 5.6 distribusi pekerjaan responden di Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari tahun 2017 menunjukkan dari 35
responden frekuensi tertinggi sebanyak adalah dengan
51
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 21 orang
(60,00%) dan yang terendah adalah responden dengan
pekerjaan sebagai dosen dan petani yang masing – masing
sebanyak 1 orang (2,86%).
d) Variabel Yang Diteliti
Analisis ini dilakukan untuk melihat secara umum
karakteristik responden dan karakteristik objek penelitian dengan
mendeskripsikan berdasarkan variabel yang diteliti sebagai berikut:
1) Pengetahuan Ibu Tentang Penyebab ISPA
Adapun distribusi responden berdasarkan pengetahuan ibu
tentang penyebab ISPA sebagaimana diuraikan pada table 5.6
dibawah ini:
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Penyebab
ISPA pada Balitadi Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
Tahun 2017
No Penyebab ISPA Frekuensi Persentase
(%)
1 Baik 22 62.86
2 Cukup 11 31.43
3 Kurang 2 5.71
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 5.6 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu
tentang penyebab ISPA pada Balita di Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari tahun 2017 menunjukkan dari 35 responden
frekuensi tertinggi sebanyak adalah tingkat pengetahuan baik
sebanyak 22 orang (62,86%), dan terendah adalah responden
52
dengan kategori pengetahuan kurang sebanyak 2 orang
(5,71%).
2) Pengetahuan Ibu Tentang Tanda dan Gejala ISPA
Adapun distribusi responden berdasarkan pengetahuan ibu
tentang tanda dan gejala ISPA sebagaimana diuraikan pada
table 5.7 dibawah ini:
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Tanda dan
Gejala ISPA pada Balita di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari Tahun 2017
No Pengetahuan Ibu Tentang Tanda
dan Gejala ISPA Frekuensi
Persentase
(%)
1 Baik 12 34.28
2 Cukup 18 51.43
3 Kurang 5 14.29
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 5.7 distribusi pengetahuan tentang tanda dan gejala
ISPA pada balitadi Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun
2017 menunjukkan dari 35 responden frekuensi
tertinggisebanyak adalah kategori pengetahuan cukup sebanyak
18 orang (51,43%), dan yang terendah adalah dengan kategori
pengetahuan kurang sebanyak 5 orang (14,29%).
3) Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan dan Perawatan ISPA
Adapun distribusi responden berdasarkan pengetahuan ibu
tentang pencegahan dan perawatan ISPA sebagaimana
diuraikan pada table 5.8 dibawah ini:
53
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan
dan Perawatan ISPA pada Balita di Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari Tahun 2017
No Pengetahuan Ibu Tentang
Pencegahan dan Perawatan ISPA Frekuensi
Persentase
(%)
1 Baik 17 48.57
2 Cukup 13 37.14
3 Kurang 5 14.29
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 5.8 distribusi pengetahuan tentang pencegahan dan
perawatan ISPA pada ibu di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
tahun 2017 menunjukkan dari 35 responden frekuensi tertinggi
adalah kategori pengetahuan baik sebanyak 17 orang (48,57%),
dan frekuensi terendah adalah kategori pengetahuan kurang
sebanyak 5 orang (14,29%).
4) Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit ISPA
Adapun distribusi responden berdasarkan pengetahuan ibu
tentang penyakit ISPA sebagaimana diuraikan pada table 5.9
dibawah ini:
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit
ISPA pada Balita di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
Tahun 2017
No Pengetahuan Ibu Tentang
Penyakit ISPA Frekuensi
Persentase
(%)
1 Baik 10 28.57
2 Cukup 22 62.86
3 Kurang 3 8.57
Total (n) 35 100.00
Sumber: Data Primer 2017
54
Tabel 5.9 distribusi pengetahuan tentang penyakit ISPA
pada balita di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2017
menunjukkan dari 35 responden frekuensi tertinggi adalah
kategori pengetahuan cukup sebanyak 22 orang (62,86%), dan
terendah kategori pengetahuan kurang sebanyak 3 orang
(8,57%).
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tanggal 10-15 Agustus 2017 pada 35
responden distribusi frekuensi dan persentase variable penelitian tentang
identifikasi pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA di Puskesmas Puuwatu
Kota Kendari tahun 2017, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengetahuan Ibu Tentang Penyebab ISPA
Tabel 5.6 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu tentang
penyebab ISPA pada Balita di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari
tahun 2017 menunjukkan dari 35 responden frekuensi tertinggi
sebanyak adalah tingkat pengetahuan baik sebanyak 22 orang
(62,86%), dan terendah adalah responden dengan kategori
pengetahuan kurang sebanyak 2 orang (5,71%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
baik sebanyak 22 orang (62,86%).
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 12 orang (34,29%)
55
serta kelompok umur 17 – 25 tahun dan 36 – 45 tahun yang masing –
masing sebanyak 5 orang (14,29%). Berdasarkan jenjang pendidikan,
yang terbanyak pendidikan menengah sebanyak 14 orang (40,00%)
dan yang terendah pendidikan tinggi sebanyak 1 orang (2,86%).
Berdasarkan pekerjaaan, yang terbanyak ibu rumah tangga sebanyak
10 orang (28,57%), serta yang terendah dosen dan petani yang masing
– masing sebanyak 1 orang (2,86%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
kurang sebanyak 2 orang (5,71%).
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun dan 36 – 45 tahun yang masing
– masing sebanyak 1 orang (2,86%). Berdasarkan jenjang pendidikan
terdapat pendidikan menengah sebanyak 2 orang (5,71%). Berdasarkan
pekerjaaan, terdapat ibu rumah tangga sebanyak 2 orang (5,71%).
Menurut Notoadmodjo (2007), pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Ketidaktahuan dapat di sebabkan
karena pendidikan yang rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan
yang terlalu rendah akan sulit menerima pesan, mencerna pesan dan
informasi yang di sampaikan. Pendidikan yang tinggi menyebabkan
seseorang peduli terhadap program kesehatan sehingga mereka
mengenal bahaya yang mungkin terjadi. Selain itu, makin tinggi
56
tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh
infromasi sehingga kemampuan ibu dalam berfikir lebih rasional.
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja
dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih
percaya dari pada seseorang yang belum cukup tinggi kedewasaanya.
Semakin tua umur sesorang maka proses-proses perkembangan
mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu
bertambahnya proses perkembangan ini tidak secepat ketika belasan
tahun. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur-umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemempuan penerimaan atau
pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang (Nursalam, 2008).
Sehingga peneliti mengasumsikan tingginya presentase ibu yang
berpengetahuan baik disesbabkan karena factor pendidikan. Hal ini
dibuktikan dengan presentase ibu yang berpendidikan menengah dan
bepengetahuan baik sebanyak 14 orang (40,00%). Selain itu, menurut
peneliti factor lain adalah fakto umur. Dimana ibu yang bepengetahuan
baik sebagian besar berumur 26-35 tahun. Dengan frekuensi 12 oang
(34,29%).
2. Pengetahuan Ibu Tentang Tanda dan Gejala ISPA
Tabel 5.7 distribusi pengetahuan tentang tanda dan gejala ISPA
pada ibu di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2017
57
menunjukkan dari 35 responden, responden yang paling banyak adalah
responden dengan kategori pengetahuan cukup sebanyak 18 orang
(51,43%), sedangkan yang terendah adalah responden dengan kategori
pengetahuan kurang sebanyak 5 orang (14,29%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
cukup sebanyak 18 orang (51,43%).
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 8 orang (22,86%)
serta kelompok umur 17 – 25 tahun dan 36 – 45 tahun yang masing –
masing sebanyak 5 orang (14,29%). Berdasarkan jenjang pendidikan,
terdapat pendidikan menengah sebanyak 10orang (28,57%) dan
pendidikan dasar sebanyak 8 orang (22,86%). Berdasarkan pekerjaaan,
yang terbanyak ibu rumah tangga sebanyak 12 orang (34,29%), serta
yang terendah wiraswasta dan petani yang masing – masing sebanyak
1 orang (2,86%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
kurang sebanyak 5 orang (14,29%).
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 3 orang (8,57%) serta
kelompok umur 17 – 25 tahun dan 36 – 45 tahun yang masing –
58
masing sebanyak 1 orang (2,86%). Berdasarkan jenjang pendidikan,
terdapat pendidikan menengah sebanyak 4 orang (11,43%) dan
pendidikan tinggi sebanyak 1 orang (2,86%). Berdasarkan pekerjaaan,
ibu rumah tangga sebanyak 3 orang (8,57%).
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-
bulan musim dingin. Nafas cepat dan tak teratur, retraksi/tertariknya
kulit ke dalam dinding dada, nafas cuping hidung, sesak, kulit wajah
kebiruan, sura napas lemah atau hilang, suara nafas seperti ada
cairannya sehingga terdengar keras. Responden dengan pengetahuan
yang cukup tentang tanda gejala ISPA disebabkan oleh factor umur
ibu.
Ibu balita di Puskesmas Puuwatu, responden yang mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang tanda dan gejala ISPA sebagian besar
berumur 26-35 tahun yaitu 8 orang (22,86%), lebih banyak dari pada
yang berusia 17-25 tahun dan berusia 36-45 tahun yaitu sebanyak 5
orang (14,29%). Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir
dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan
lebih percaya dari pada seseorang yang belum cukup tinggi
kedewasaanya.
Semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan
mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu
59
bertambahnya proses perkembangan ini tidak secepat ketika belasan
tahun. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur-umur
tertentu atau menjelang usia lanjut kemempuan penerimaan atau
pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang (Nursalam, 2008).
3. Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan dan Perawatan ISPA
Tabel 5.8 distribusi pengetahuan tentang pencegahan dan
perawatan ISPA pada ibu di Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun
2017 menunjukkan dari 35 responden, responden yang paling banyak
adalah responden dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 17
orang (48,57%), sedangkan yang terendah adalah responden dengan
kategori pengetahuan kurang sebanyak 5 orang (14,29%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
baik sebanyak 17 orang (48,57%),
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 9 orang (25,71%)
serta kelompok umur 17 – 25 tahun dan 36 – 45 tahun yang masing –
masing sebanyak 4 orang (11,43%). Berdasarkan jenjang pendidikan,
terdapat pendidikan menengah sebanyak 12 orang (34,29%) dan
pendidikan dasar sebanyak 5 orang (14,29%). Berdasarkan pekerjaaan,
yang terbanyak ibu rumah tangga sebanyak 12 orang (34,29%), serta
yang terendah PNS sebanyak 2 orang (5,71%).
60
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
kurang sebanyak 5 orang (14,29%).
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 4 orang (11,43%) dan
36 – 45 tahun sebanyak 1 orang (2,86%). Berdasarkan jenjang
pendidikan, terdapat pendidikan menengah sebanyak 3 orang (8,57%)
dan pendidikan dasar sebanyak 2 orang (5,71%). Berdasarkan
pekerjaaan, terdapat ibu rumah tangga sebanyak 3 orang (8,57%) dan
PNS sebanyak 2 orang (5,71%).
Responden yang mempunyai pengetahuan tentang pencegahan dan
perawatan ISPA kategori baik sebesar 17 orang (48,57%) dengan
jenjang pendidikan dasar sebanyak 5 orang (14,29%) serta menengah
sebanyak 12 orang (34,29%). Pendidikan responden yang tinggi
mendukung kepedulian mereka terhadap program kesehatan terutama
bagi Ibu misalnya ISPA, sehingga mereka berupaya untuk mengenal
bahaya yang mungkin terjadi.Selain itu, tingkat pendidikan yang tinggi
tersebut memudahkan mereka dalam memperoleh informasi yang
berkaitan dengan ISPA, sehingga pengetahuan dan pemehaman
mereka menjadi baik.
Menurut Notoadmodjo (2007), pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Ketidaktahuan dapat di sebabkan
61
karena pendidikan yang rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan
yang terlalu rendah akan sulit menerima pesan, mencerna pesan dan
informasi yang di sampaikan. Pendidikan yang tinggi menyebabkan
seseorang peduli terhadap program kesehatan sehingga mereka
mengenal bahaya yang mungkin terjadi.Selain itu, makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh
infromasi sehingga kemampuan ibu dalam berfikir lebih rasional.
Responden yang mempunyai pengetahuan tentang pencegahan dan
perawatan ISPA kategori kurang baik sebanyak 5 orang (14,29%)
disebabkan karena pendidikan rendah dengan jenjang pendidikan dasar
sebanyak 2 orang (5,71%) serta menengah sebanyak 3 orang (8,57%).
Sebagian besar responden tidak mengetahui bahwa kematian ISPA
berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat di
cegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka
peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberatasan ISPA. Responden tidak mengetahui untuk mengurangi
factor yang meningkatkan mortalitas ISPA, di upayakan imunisasi
lengkap. Responden tidak mengetahui nahwa balita yang mempunyai
status imunisasi lengkap bila menderita ispa mendukung untuk
memperberat perkembangan penyakitnya.Selain itu, mereka juga tidak
mengetahui bahwa imunisasi juga memiliki tujuan untuk mengurangi
angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
62
Beberapa penyakit yang dapat di hindari dengan imunisasi yaitu
seperti Hepatitis B, Campak, Polio, Difteri, Tetanus, Batuk Rejan,
Gondongan, Cacar Air, TBC, dan lain sebagainya. Ibu balita tidak
menegtahui bahwa pemberian imunisasi ISPA yang kurang dapat
mengurangi kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit termaksud di
antaranya ISPA.Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik pada
anak-anak maupun orang dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga
kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam
penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri (Sumitro, 2005).
Orang tua memegang peran penting dalam pencegahan ISPA pada
balita seperti memberikan ASI Ekslusif, imunisasi dasar yang lengkap,
makanan bergizi, dan kebesihan lingkungan. ASI mengandung zak
kekebalan tubuh yang berfungsi memberikan kekebalan tubuh pada
bayi dan kelak ketika anak besar sehingga dapat mencegah penyakit
menular. Hal ini sesuai dengan Yuliarti (2010) yang menyatakan
bahwa ASI mengandung zat antibodi (zat kekebalan tubuh)
immunoglobulin terdapat banyak infeksi dan mengandung sel darah
putih (leukosit) hidup yang membantu memerangi infeksi.
Depkes (2003) menyatakan bahwa pencegahan kejadian ISPA ini
tidak terlepas peran dari orang tua yang harus mengetahui cara-cara
pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan mengetahui penyakit
ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang
nyaman, dan menghindari factor pencetus.
63
Peran keluarga merupakan tindakan nyata yang harus dilakukan
oleh keluarga dalam merawat anggota keluarga terutama dalam
mencegah ISPA pada balita karena balita kelompok yang rentan tetula
penyakit. Hal ini sesuai dengan Ali (2010) yang menyatakan bahwa
peran adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan satuan tetentu.
Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Ayah
sebagai pemimpin keluarga, pencai nafkah, pendidik, pelindung atau
pengayom dan pemberi rasa aman kepada anggota keluarga. Selain itu,
sebagai anggota masyarakat/kelompok sosial tertentu. Ibu sebagai
pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung
keluarga, dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga.
4. Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit ISPA
Tabel 5.9 distribusi pengetahuan tentang penyakit ISPA pada ibu di
Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun 2017 menunjukkan dari 35
responden, responden yang paling banyak adalah responden dengan
kategori pengetahuan cukup sebanyak 22 orang (62,86%), sedangkan
yang terendah adalah responden dengan kategori pengetahuan kurang
sebanyak 3 orang (8,57%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
cukup sebanyak 22 orang (62,86%),
64
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 10 orang (28,57%)
serta kelompok umur 17 – 25 tahun dan 36 – 45 tahun yang masing –
masing sebanyak 6 orang (17,14%). Berdasarkan jenjang pendidikan,
terdapat pendidikan menengah sebanyak 15 orang (42,86%) dan
pendidikan dasar sebanyak 7 orang (20,00%). Berdasarkan pekerjaaan,
yang terbanyak ibu rumah tangga sebanyak 14 orang (40,00%), serta
yang terendah petani sebanyak 1 orang (2,86%).
Hasil penelitian yang dilakukan pada 35 responden berdasarkan
pengetahuan Ibu tentang penyebab ISPA di Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari menunjukkan bahwa ibu yang dikategorikan berpengetahuan
kurang sebanyak 3 orang (8,57%).
Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan kelompok umur
terdapat kelompok umur 26 – 35 tahun sebanyak 3 orang (8,57%).
Berdasarkan jenjang pendidikan, terdapat pendidikan menengah
sebanyak 2orang (5,71%) dan pendidikan dasar sebanyak 1 orang
(2,86%). Berdasarkan pekerjaaan, terdapat ibu rumah tangga sebanyak
2 orang (5,71%), serta PNS sebanyak 1 orang (2,86%).
Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan.Semakin tinggi pendidikan semakin baik pengetahuan
yang dimilikinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Perry dan Potter (2005) yang menyatakan bahwa responden
dengan pendidikan SMA sudah dianggap dapat menerima berbagai
informasi pengetahuan tentang masalah ISPA pada Balita, termasuk
65
bagaimana tindakan yang harus dilakukan seorang ibu pada saat balita
mengalami ISPA melaui media pendidikan kesehatan seperti saat
mengikuti kegiatan posyandu, mengikuti penyuluhan, membaca buku
kesehatan ataupun petugas kesehatan dari puskesmas saat pemeriksaan
kesehatan baik ibu maupun balita. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat di
peroleh melalui pendidikan non formal (Notoatmodjo, 2005).
66
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 9 sampai 20
Agustus 2017 pada 35 responden di Puskesmas Puuwatu dengan variabel
pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA maka peneliti dapat menarik bahwa
dari 35 responden yang menjadi sampel penelitian, terdapat 22 ibu yang
dikategorikan berpengetahuan cukup (62,86%); 10 ibu yang dikategorikan
berpengetahuan baik (28,57%); dan 3 ibu yang dikategorikan berpengetahuan
kurang (8,57%). Adapun uraianya adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan ibu tentang penyebab ISPA, didapatkan frekuensi
tertinggi kategori baik sebanyak 22 responden, ibu yang dikategorikan
berpengetahuan cukup (62,86%); 11 ibu yang dikategorikan
berpengetahuan cukup (31,43%); dan 2 ibu yang dikategorikan
berpengetahuan kurang (5,71%)
2. Tingkat pengetahuan ibu tentang tanda dan gejala ISPA, frekuensi
tetinggi adalah terdapat 18 ibu yang dikategorikan berpengetahuan cukup
(51,43%); 12 ibu yang dikategorikan berpengetahuan baik (34,29%); dan 5
ibu yang dikategorikan berpengetahuan kurang (14,29%).
3. Tingkat pengetahuan ibu tentang pencegahan dan perawatan ISPA,
frekuensi tertinggi sebabnyak 17 ibu dikategorikan berpengetahuan baik
(48,57%); 13 ibu yang dikategorikan berpengetahuan cukup (37,14%); dan
5 ibu yang dikategorikan berpengetahuan kurang (14,29%).
67
B. Saran
1. Bagi ibu yang memiliki anak balita di wilayah kerja Puskesmas Puuwatu
diharapkan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang
penyakit ISPA pada balita.
2. Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain di
lingkungan Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Keperawatan.
3. Bagi penulis sebagai pemula, menyadari bahwa karya tulis ini masih
lebih jauh dari kesempurnaan baik dari segi tulisan maupun isi, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
68
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Informasi Tentang Penyakit ISPA. Pusat PKM Depkes RI :
Jakarta
Ardinasari Eiyta. 2016. Buku Pintar Mencegah & Mengobati Penyakit
Bayi & Anak. Jakarta : Bestari
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu pendekatan praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Buku Petujuk Untuk Kader. 1993. Program Bina Keluargga Dan Balita
BKKBN. Bali : EGC
Depkes RI. 2001. Rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia
sehat 2010; Jakarta
Dinkes Provinsi Aceh. 2013. Profil Kesehatan. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakata
Haryono Suyitno. 2010: Tumbuh Kembang Anak Dan Remaja. Jakarta :
EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik
Analisis Data. Jakata : Salemba Medika.
Lailiyana. 2010. Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakata : EGC.
Munif Amrul. 2010. Metodolgi Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta :
Sagung Seto.
Ngatisah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta.EGC
Riyadi Sujono. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Anak & Bina Keluaga Balita.
Jakata : EGC.
Sumanto. 2014. Stastistika Terapan. CAPS (Center of Academic
Publishing Service): Yogyakarta
69
Uripi. 2010. Kategori Anak Balita. Dinkes Pada Tanggal 8 Maret
2013.http://google.com
Ispa.pppl.depkes.go.id. Pedoman Pengendalian Infeksi Pernapasan Akut
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
1
1
1
1
1
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Peneliti sedang melakukan inform concert
Gambar 2. Saat responden menandatangani surat pernyataan persetujuan menjadi
responden
2
Gambar 2. Saat responden mengisi kuesioner penelitian