Tingkat Pengetahuan Guru SD di Jakarta Tahun 2011 Mengenai ...
IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU MENGENAI PERAN DAN ... fileidentifikasi pengetahuan guru mengenai...
Transcript of IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU MENGENAI PERAN DAN ... fileidentifikasi pengetahuan guru mengenai...
IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU MENGENAI PERAN DAN
PEMANFAATAN BUDAYA SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
SMA DI KELAS (SEBUAH STUDI KASUS PADA 8 GURU FISIKA SMA
DI PULAU FLORES, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh
Safriana Riyanti Bakang Teluma
131424037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
IDENTIFIKASI PENGETAHUAN GURU MENGENAI PERAN DAN
PEMANFAATAN BUDAYA SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
SMA DI KELAS (SEBUAH STUDI KASUS PADA 8 GURU FISIKA SMA
DI PULAU FLORES, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh
Safriana Riyanti Bakang Teluma
131424037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Sesungguhnya kesuksesan itu berjalan diatas
kesusahan dan pengorbanan”
Saya persembahkan skripsi ini kepada:
1. Orang tua tercinta, Bapak Herman P. Teluma dan Mama Marenti N. Sogen
2. Kakak dan adik tercinta Yosefina Anita W. Teluma, dan Fransiskus D.
Teluma
3. Semua sahabat dan teman-teman seperjuangan angkatan 2013
4. Serta alamater tercinta Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
uri€E 6s@6DbDhrya nhL$rayoueid l
DI PULAU FLONNS TRODNSI NUSA
mfigdoylddaDedFtrgkJedd
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Teluma, Safriana Riyanti Bakang. 2018. Identifikasi Pengetahuan Guru
Mengenai Peran Dan Pemanfaatan Budaya Siswa Dalam
Pembelajaran Fisika SMA Di Kelas (Sebuah Studi Kasus Tentang
Guru Di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur). Skripsi.
Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan
untuk mengetahui (1) sejauh mana pengetahuan guru mengenai peran dan
pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran fisika SMA di kelas, (2) sejauh
mana guru merancang suatu konsep pembelajaran fisika berdasarkan pengetahuan
yang dimilikinya mengenai peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam
pembelajaran, (3) sejauh mana rancangan pembelajaran fisika yang memanfaatkan
budaya siswa dapat diterapkan.
Penelitian ini dilaksanakan pada pada bulan Mei-Juni 2017 pada delapan
Sekolah Menengah Atas (SMA). SMA tersebut adalah SMA A, SMA B, SMA C,
SMA D, SMA E, SMA F, SMA G, dan SMA H. Sampel penelitian ini adalah
delapan guru fisika. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk
memperoleh data berupa pertanyaan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Sebanyak 12,5% dari delapan
guru fisika di pulau Flores, NTT mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa
dalam pembelajaran fisika di kelas sebagai media pembelajaran dan sebanyak
87,5% guru fisika mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam
pembelajaran fisika di kelas sebagai sumber belajar, (2) Sebanyak 75% dari
delapan guru fisika di pulau Flores, NTT dapat merancang pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran fisika dan 25% guru fisika
tidak dapat merancang pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam
pembelajaran, (3) Sebanyak 50% dari delapan guru fisika di pulau Flores, NTT
dapat mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan
budaya siswa dalam pembelajaran yang telah dibuat, 37,5% guru fisika tidak
dapat mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan
budaya siswa dalam pembelajaran yang telah dibuat dan 12,5% guru fisika tidak
mengetahui sejauh mana rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan budaya
siswa dalam pembelajaran dapat diimplementasikan.
Kata kunci: Budaya siswa, peran budaya siswa, pemanfaatan budaya siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Teluma, Safriana Riyanti Bakang. 2018. Identification Teacher’s Knowledge
about Role and Utilization of Student Culture In High School Physics
Learning In Class (Case Study About Teacher On Flores Island, East
Nusa Tenggara Province). Essay. Physics Education Program,
Department of Education and Natural Sciences, Faculty of Teacher
Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research is a qualitative descriptive research that aims to find out (1) the
extent of teacher's knowledge about the role and utilization of student culture in
high school physics learning in class, (2) the extent to which teachers design a
concept of physics learning based on their knowledge about role and cultural
utilization students in learning, (3) the extent to which the design of physics
learning that utilizes the student culture can be applied.
This research was conducted from May-June 2017 in eight Senior High School.
The high school were initialized as SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA
F, SMA G, dan SMA H. The sample of research is eight physics teacher.
Instruments used to obtain data in the form of interview questions.
The results of the research show that (1) As many as 12,5% of the eight physics
teachers in Flores island, NTT know the role and utilization of student culture in
physics learning in the classroom as instructional media and 87.5% of physics
teachers know role and utilization of student culture in physics learning in the
classroom as learning resources, (2) As many as 75% of the eight physics
teachers in Flores island, NTT can design learning that integrates student culture
in physics and 25% physics lessons can’t design a learning that integrates the
student culture in learning, (3) As many as 50% of the eight physics teachers in
Flores island, NTT can implement a learning design that integrates the student
culture in the learning they have made, 37,5% physics teacher can’t implement a
learning plan that integrates the student culture in the learning they have made
and 12,5% physics does’t know the extent of the draft learning that integrates the
student culture in learning can be implemented.
Keywords: Student culture, role of student cultural, utilization of student culture
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “ Identifikasi Pengetahuan Guru Mengenai
Peran Budaya Siswa Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Fisika Di
Kelas (Sebuah Studi Kasus Tentang Guru Di Pulau Flores, Provinsi Nusa
Tenggara Timur)”.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana pendidikan di FKIP Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Penyusunannya dapat terlaksana dengan baik berkat dukungan dari
banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata
Dharma.
3. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed. Ph.D selaku Dosen Pendamping Akademik yang
telah memberikan ilmu, bimbingan dan motivasi kepada peneliti.
4. Segenap dosen dan karyaman Program Studi Pendidikan Fisika yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, dan pengetahuan serta pelayanan administrasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
yang baik kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata
Dharma.
5. Ibu Tari, Bapak Sugeng, Mas Arif, selaku Sekretariat JPMIPA yang telah
membantu saya dalam pengurusan administrasi perkuliahan dan skripsi.
6. Kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan SMA A, SMA B, SMA C., SMA
D, SMA E, SMA F, SMA G, dan SMA H yang telah membantu dan
mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian.
7. Orang tua tercinta Bapak Herman P. Teluma dan Mama Marenti N. Sogen
yang selalu memberikan dukungan melalui doa, cinta, kasih sayang, dan
motivasi yang tak terhingga.
8. Kakak Yosefina Anita W. Teluma dan adik Fransiskus D. Teluma yang selalu
memberikan semangat, dukungan dan doa kepada peneliti.
9. Kelompok penelitian; Betrida Purnama Sari, Vigilia Setiawati Kantur dan
Herlina Rosalia Dona atas kebersamaan, bantuan, dan berbagi ilmu selama
penyusunan skripsi ini.
10. Sahabat tercinta Iche Tolok yang selalu memberikan semangat, motivasi,
menemani dan mengurus segala keperluan yang berkaitan dengan skripsi.
11. Sahabat Yuyun Kancung yang selalu memberikan motivasi dan dukungan serta
mendengarkan segala curharahan hati peneliti.
12. Sahabat Rhid Mone, Al Sogen, Nano Boruk, dan Tino Making yang telah
memberikan dukungan dan menjadi teman jalan selama di Yogyakarta.
13. Teman-teman RKB; Titin Hera, Ardy Weking, Erlin Dona, Iche Billy, Any
Keun, Vigi Kantur, Merry Tefa, Meldy Danus, Indry Masan, Sary Beatrix,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vdo! s lnpd i!b$r r!m{ nFrj!
Podtnoy!dei}a*iFi6]naIseD
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………...…………………......…………..... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………...…………………………………..... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ………………..………………………….......……………….. xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………...…………...…...
B. Rumusan Masalah …………………………………………...…….....
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………..
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………....
1
4
5
5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengetahuan Guru Mengenai Metode ………………………..............
B. Budaya Siswa …………………………………………………...........
C. Metode Pembelajaran Yang Memanfaatkan Peran Budaya Siswa
7
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
Sebagai Metode Pembelajaran …………………………………......... 17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………………………………………….....
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………......
C. Subjek Penelitian ……………………………………………………..
D. Desain Penelitian ……………………………………………………..
E. Instrumen Pengumpulan Data ………………………………………..
F. Metode Pengumpulan data ....………………………………………...
G. Analisis Data.........................................................................................
29
30
30
31
32
34
34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian .........................................................................
B. Deskripsi Guru .....................................................................................
C. Data Penelitian .....................................................................................
D. Analisis dan Pembahasan .....................................................................
36
38
42
42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................
64
65
DAFTAR PUSTAKA .…………………………………………………….... 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jadwal Pengambilan Data ……………………………………….... 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan sumber
daya manusia. Salah satu kunci keberhasilan suatu pendidikan di sekolah
adalah dengan adanya peran guru sebagai pendidik. Menurut Kunandar
(2007: 37), guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan yang
dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat.
Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan
peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi
tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi.
Dalam dunia pendidikan, guru juga merupakan seorang pendidik,
pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan
kondisi dan suasana yang kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan,
menarik, memberi rasa aman, memberikan ruang pada siswa untuk
berpikir aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengeksploitasi dan
mengelaborasi kemampuannya (Rusman, 2009: 19).
Guru profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahliannya di
depan kelas. Salah satu keahlian yang dimiliki guru adalah kemampuan
untuk mengelola pembelajaran dengan baik ketika kegiatan proses belajar
mengajar sedang berlangsung di kelas. Pengelolaan pembelajaran tidak
hanya berupa pengaturan kelas, fasilitas fisik dan rutinitas, melainkan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
mengelola berbagai hal yang tercakup dalam komponen pembelajaran.
Kegiatan pengelolaan pembelajaran dimaksudkan untuk menciptakan dan
mempertahankan suasana dan kondisi kelas yang kondusif. Sehingga
proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien.
Efektif berarti tercapainya tujuan sesuai dengan perencanaan yang dibuat
secara tepat, sedangkan efesien adalah pencapaian tujuan pembelajaran
sebagaimana yang direncanakan dengan lebih cepat. Kedua tujuan ini
harus dicapai dalam kelas, karena di kelaslah segala aspek pembelajaran
bertemu dan berproses. Bahkan hasil dari pendidikan secara keseluruhan
sangat ditentukan oleh apa yang terjadi di kelas. Sehingga kelas harus
dikelola dengan baik, profesional, dan harus terus-menerus dalam
perbaikan.
Salah satu aspek yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan
kelas pada saat pembelajaran adalah penggunaan metode mengajar.
Metode mengajar merupakan sarana interaksi guru dengan siswa dalam
kegiatan belajar mengajar. Metode pembelajaran yang baik adalah metode
yang mampu membawa siswa untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Dalam pemilihan metode, guru diharapkan untuk dapat memilih metode
dengan baik dan tepat yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan
sesuai dengan kondisi siswa agar tujuan pembelajaran yang direncanakan
dapat berjalan dengan efektif dan berhasil dengan baik. Ketepatan
pemilihan metode akan berdampak positif bagi meningkatnya tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Dalam pembelajaran fisika, penguasaan metode merupakan salah
satu hal yang perlu diperhatikan dan dilatih guru secara terus menerus.
Oleh karena situasi siswa bermacam-macam dan dirasakan dapat
membantu siswa belajar juga bervariasi, maka penguasaan metode yang
bermacam-macam sangat penting bagi guru fisika sehingga dapat
membantu siswa lebih baik dan tepat (Suparno, 2013:10).
Dalam praktik mengajar yang sesungguhnya, seringkali guru fisika
diminta untuk menggabungkan beberapa metode dalam menjelaskan salah
satu topik fisika. Jadi bukan hanya menggunakan satu metode, tetapi
beberapa metode (Suparno, 2013: 188). Tetapi berdasarkan pengalaman
yang dialami peneliti selama duduk di bangku SMA dan informasi yang
telah didapat bahwa sebagaian besar guru-guru fisika di Flores, Propinsi
Nusa Tenggara Timur selalu menggunakan metode ceramah dalam
kegiatan proses pembelajaran di kelas. Metode ceramah yang sering
dipakai guru mungkin disebabkan karena minimnya pengetahuan guru
mengenai metode-metode pembelajaran dan sumber belajar. Hal inilah
yang menyebabkan kebanyakan siswa menjadi pasif, jenuh dan bosan saat
proses pembelajaran berlangsung.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digabungkan dengan
metode ceramah dalam pembelajaran fisika adalah metode pembelajaran
yang berbasis budaya. Budaya yang dimaksudkan adalah budaya dimana
siswa berada yang dapat menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan
kontekstual karena sangat terkait dengan lingkungan budaya dimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
materi pelajaran dipelajari dan diterapkan. Anak yang tumbuh dan
berkembang di suatu daerah dengan karakteristik budaya tertentu akan
berbeda dengan anak yang tumbuh dan berkembang di daerah lain dengan
karakteristik budaya lain. Di samping itu pembelajaran akan lebih menarik
dan menyenangkan karena menempatkan siswa dalam konteks lingkungan
budayanya sebagai acuan untuk belajar. Siswa dapat melihat
keterkaitannya antara pelajaran dengan perspektif budayanya, sehingga
materi pelajaran dapat bermakna dalam konteks lingkungan budaya.
Metode pembelajaran berbasis budaya ini dapat menjadi salah satu metode
yang dapat menunjang pembelajaran fisika, karena mempelajari fisika
bukan hanya berpatokan pada buku saja, tetapi mempelajari fisika juga
bisa dari lingkungan budaya sekitar.
Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan guru terhadap peranan budaya
siswa dan penerapannya dalam menentukan metode pembelajaran fisika
SMA di kelas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana pengetahuan guru mengenai peran dan pemanfaatan
budaya siswa dalam pembelajaran fisika SMA di kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Bagaimana guru merancang suatu konsep pembelajaran memanfaatkan
budaya siswa dalam pembelajaran fisika SMA di kelas berdasarkan
pengetahuan mengenai peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam
pembelajaran?
3. Sejauh mana rancangan pembelajaran yang memanfaatkan budaya
siswa dalam pembelajaran fisika SMA di kelas dapat diterapkan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan guru mengenai peran dan
pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran fisika SMA di kelas.
2. Untuk mengetahui sejauh mana guru merancang suatu konsep
pembelajaran fisika SMA di kelas berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki guru mengenai peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam
pembelajaran fisika.
3. Untuk mengetahui sejauh mana rancangan pembelajaran yang
memanfaatkan budaya siswa dapat diterapkan dalam pembelajaran
fisika.
D. Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Sebagai bahan masukan bagi sekolah agar selalu
memperhatikan kemampuan guru dalam merancang konsep
pembelajaran terkait penggunaan metode pembelajaran.
Sebagai bahan masukan bagi sekolah agar mengadakan
kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan guru mengenai penggunaan metode pembelajaran.
2. Bagi guru fisika
Sebagai bahan masukan agar guru dapat memanfaatkan budaya
siswa sebagai salah satu sarana dan metode pembelajaran
fisika.
Sebagai bahan masukan agar guru senantiasa menambah dan
memperbaharui pengetahuan terkait penggunaan laboratorium.
3. Bagi peneliti
Sebagai informasi yang dapat menjadi bekal ketika peneliti
terjun langsung ke dunia kerja.
4. Bagi para peneliti lain
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian yang
berhubungan dengan penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengetahuan Guru Mengenai Metode
Menurut Susanto (2013:179) guru sebagai profesi pendidik
diharapkan memiliki kemampuan dalam mengembangkan dirinya guna
memenuhi tugas-tugas di lembaga pendidikan. Banyaknya tugas dan
tanggung jawab yang diemban oleh guru serta harus mewujudkannya
dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru dapat menjadi teladan untuk
murid-muridnya. Oleh karena itu, guru diminta untuk memenuhi beberapa
kompetensi dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam proses belajar mengajar peran guru sangat penting. Guru
merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada
umumnya, karena guru memegang peranan dalam pembelajaran, dimana
proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan. Guru dapat berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas,
pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencana pembelajaran,
supervisor, motivator, dan sebagai evaluator (Rusman, 2010:58).
Menurut Djamarah, metode adalah strategi yang tidak bisa
ditinggalkan dalam proses belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru
pasti menggunakan metode. Metode yang dipergunakan itu tidak
sembarangan, melainkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan
lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas.
Salah satu kegiatan yang harus guru lakukan adalah melakukan pemilihan
dan penentuan metode yang bagaimana yang akan dipilih untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2010:77). Metode yang
digunakan dalam sebuah pembelajaran tidak hanya satu tetapi bisa
menggunakan berbagai metode. Dengan menggunakan metode yang
bervariasi, guru juga harus mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
beberapa metode pembelajaran yang dipakai. Strategi metode mengajar
yang saling melengkapi ini akan menghasilkan hasil pengajaran yang lebih
baik daripada penggunaan satu metode.
Untuk memperoleh pengetahuan yang baik terkait berbagai metode
pembelajaran yang ada, maka terlebih dahulu guru perlu memahami
kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian
bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Djamarah dan Zain (2010: 72-74), terdapat tiga
pemahaman mengenai kedudukan metode sebagai berikut:
1. Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati
peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam
kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar
mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran. Ini berarti guru
memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dalam kegiatan belajar mengajar. Metode ekstrinsik menurut
Sardiman. A. M. 1988:90 (dalam Djamarah dan Zain, 2010: 73) adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsinya, karena adanya perangsang
dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat perangsang dari
luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang.
Dalam penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan
dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak mempengaruhi
penggunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang
mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu
merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu
mudahlah bagi guru menentukan metode yang bagaimana yang dipilih
guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.
Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu metode,
karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan
kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung
menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak
didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang
bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan
belajar anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan
bagi guru dan anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam
penyampaian pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini
berarti metode tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi
ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
2. Metode sebagai strategi pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua anak didik mampu
berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik
terhadap bahan yang diberikan juga bermacam-macam, ada yang
cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Faktor inteligensi
mempengaruhi daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran yang
diberikan oleh guru. Cepat lambatnya penerimaan anak didik terhadap
bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang
bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai.
Terhadap perbedaan daya serap anak didik sebagaimana tersebut di
atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepat. Metodelah salah satu
jawabannya. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah
menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tanya
jawab, tetapi untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih
mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode
demonstrasi atau metode eksperimen. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian
atau biasanya disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode
mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
3. Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan
belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah ke mana
kegiatan belajar mengajar menurut kehendak hatinya dan mengabaikan
tujuan yang telah dirumuskan. Itu sama artinya perbuatan yang sia-sia.
Kegiatan belajar mengajar yang tidak mempunyai tujuan sama halnya
ke pasar tanpa tujuan, sehingga sukar untuk menyeleksi mana kegiatan
yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan dalam upaya
untuk mencapai keinginan yang dicita-citakan.
Tujuan dari kegiatan belajar mengajar tidak akan pernah tercapai
selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan. Salah satunya
adalah komponen metode. Metode adalah salah satu alat untuk
mencapai tujuan. Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru
akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Metode adalah pelicin jalan
pengajaran menuju tujuan. Ketika tujuan dirumuskan agar anak didik
memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus
disesuaikan dengan tujuan. Antara metode dan tujuan jangan bertolak
belakang. Artinya, metode harus menunjang pencapaian tujuan
pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-sialah perumusan tujuan
tersebut. Apalah artinya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan
tanpa mengindahkan tujuan. Jadi, guru sebaiknya menggunakan
metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan
pengajaran.
Menurut Winarno Surakhmad (dalam Djamarah dan Zain, 2010:
78-82) mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi
oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
a. Anak didik
Anak didik adalah manusia berpotensi yang menghajatkan
pendidikan. Di sekolah, gurulah yang berkewajiban untuk
mendidiknya. Di ruang kelas guru akan berhadapan dengan sejumlah
anak didik dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status
sosial mereka juga bermacam-macam. Demikian juga halnya mengenai
jenis kelamin mereka, ada berjenis kelamin laki-laki dan ada yang
berjenis kelamin perempuan. Postur tubuh mereka ada yang tinggi,
sedang, dan ada pula yang rendah. Pendek kata, dari aspek fisik ini
selalu ada perbedaan dan persamaan pada setiap anak didik.
Jika pada aspek biologis di atas ada persamaan dan perbedaan,
maka pada aspek intelektual juga ada perbedaan. Para ahli sepakat
bahwa secara intelektual, anak didik selalu menunjukkan perbedaan.
Hal ini terlihat dari cepatnya tanggapan anak didik terhadap
rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar, dan
lambatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan
guru. Tinggi atau rendahnya kreativitas anak didik dalam mengolah
kesan dari bahan pelajaran yang baru diterima bisa dijadikan tolok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
ukur dari kecerdasan seorang anak. Kecerdasan seorang anak terlihat
seiring dengan meningkatnya kematangan usia anak. Daya pikir anak
bergerak dari cara berpikir konkret.
Dalam aspek psikologis sudah diakui ada juga perbedaan. Di
sekolah perilaku anak didik selalu menunjukkan perbedaan, ada yang
pendiam, ada yang kreatif, ada yang suka bicara, ada yang tertutup
(introver), ada yang terbuka (ekstrover), ada yang pemurung, ada yang
periang, dan sebagainya. Semua perilaku anak didik tersebut mewarnai
suasana kelas. Dinamika kelas terlihat dengan banyaknya jumlah anak
dalam kegiatan belajar mengajar. Semakin banyak jumlah anak didik
di kelas, semakin mudah terjadi konflik dan cenderung sukar dikelola.
Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual
dan psikologis sebagaimana disebutkan di atas, mempengaruhi
pemilihan dan penentuan metode yang mana sebaiknya guru ambil
untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam sekon yang
relatif lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan
secara operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak didik
yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
pengajaran.
b. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar
mengajar. Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran berbagai-bagai
jenis dan fungsinya. Secara hierarki tujuan itu bergerak dari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan instruksional atau tujuan
pembelajaran, tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan
institusional, dan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pembelajaran
merupakan tujuan intermedier (antara), yang paling langsung dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas. Tujuan pembelajaran dikenal ada
dua, yaitu TIU (Tujuan Instruksional Umum) dan TIK (Tujuan
Instruksional Khusus).
Perumusan tujuan instruksional khusus, misalnya akan
mempengaruhi kemampuan yang bagaimana yang terjadi pada diri
anak didik. Proses pengajaran pun dipengaruhinya. Demikian jug
penyeleksian metode yang harus guru gunakan di kelas. Metode yang
guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke
dalam diri setiap anak didik. Artinya, metodelah yang harus tunduk
kepada kehendak tujuan dan bukan sebaliknya. Karena itu,
kemampuan yang bagiaSmana yang dikehendaki oleh tujuan, maka
metode harus mendukung sepenuhnya.
c. Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak
selamanya sama dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru
ingin menciptakan situasi belajar mengajar di alam terbuka, yitu di luar
ruang sekolah. Maka guru dalam hal ini tentu memilih metode
mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan itu. Di lain
waktu, sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan yang ingin dicapai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
oleh tujuan, maka guru menciptakan lingkungan belajar anak didik
secara berkelompok.
d. Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan
penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang
menunjang belajar anak didik di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas
belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar. Ketiadaan
laboratorium untuk praktik IPA, misalnya, kurang mendukung
penggunaan metode eksperimen atau metode demonstrasi.
e. Guru
Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda. Seorang guru
misalnya kurang suka berbicara, tetapi seorang guru yang lain suka
berbicara. Seorang guru yang bertitel sarjana pendidikan dan keguruan,
berbeda dengan guru yang sarjana bukan pendidikan dan keguruan di
bidang penguasaan ilmu kependidikan dan keguruan. Guru yang
sarjana pendidikan dan keguruan barangkali lebih banyak menguasai
metode-metode mengajar, karena memang dia dicetak sebagai tenaga
ahli di bidang keguruan dan wajar saja dia menjiwai dunia guru.
Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi.
Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi
kendala dalam memilih dan menentukan metode. Itulah yang biasanya
dirasakan oleh mereka yang bukan berlatar-belakang pendidikan guru.
Apalagi belum mimiliki pengalaman mengajar yang memadai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Sungguh pun begitu, baik dia berlatar-belakang pendidikan guru
maupun dia yang berlatar belakang bukan pendidikan guru, dan sama-
sama minim pengalaman mengajar di kelas, cenderung sukar memilih
metode yang tepat.
B. Budaya siswa
Suprayekti, dkk (2008:4.5) mengatakan bahwa budaya merupakan
pola utuh perilaku manusia dan produk yang dihasilkannya yang
membawa pola pikir, pola lisan, pola aksi, artifak, dan sangat tergantung
pada kemampuan seseorang untuk belajar, untuk menyampaikan
pengetahuannya kepada generasi berikutnya melalui beragam alat, bahasa,
dan pola nalar. Budaya merupakan alat yang sangat baik untuk memotivasi
siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja secara kooperatif, dan
mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran.
Budaya dalam berbagai perwujudannya, secara instrumental dapat
berfungsi sebagai media pembelajaran dalam proses belajar. Dalam
pembelajaran berbasis budaya, perwujudan budaya dapat memberikan
suasana baru yang menarik untuk mempelajari suatu bidang ilmu
(Suprayekti, dkk, 2008:4.46).
Selama ini masih banyak terjadi, bidang-bidang yang dipelajari
siswa di sekolah terlepas dari situasi lokal tempat sekolah tersebut berada
atau komunitas dari mana siswa berasal. Guru-guru sangat terfokus pada
proses pembelajaran sebagai bidang ilmu, untuk memenuhi lingkungan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dan agar siswa memperoleh nilai yang baik ketika ujian. Pembelajaran
demikian akan menghasilkan siswa yang tidak memiliki pengertian dan
pemahaman tentang materi pelajaran bagi kehidupanya dalam suatu
komunitas budaya. Siswa hanya menghafalkan prosedur memecahkan
masalah di dalam kelas, sehingga hasil belajar sangat terbatas, kering, dan
membosankan sehingga tidak bermakna bagi kehidupan.
Oleh karena itu pembelajaran yang berpijak pada budaya akan
menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual, karena sangat terkait
dengan komunitas budaya dimana materi pelajaran dipelajari dan
diterapkan. Pembelajaran demikian akan lebih menarik dan
menyenangkan, karena menempatkan siswa dalam konteks budayanya dan
budaya sebagai acuan untuk belajar. Siswa dapat melihat keterkaitan
antara konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari dengan perspektif
budayanya, sehingga materi pelajaran dapat bermakna dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari (Budiningsih, 2005).
C. Metode Pembelajaran Yang Memanfaatkan Peran Budaya Siswa
Sebagai Metode Pembelajaran
Suprayekti, dkk (2008: 4.12) menjelaskan bahwa pembelajaran
berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan
perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai
bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis budaya
dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
fundamental (mendasar dan penting) bagi pendidikan, ekspresi dan
komunikasi suatu gagasan, dan perkembangan pengetahuan.
Pembelajaran berbasis budaya sebagai strategi pembelajaran
mendorong terjadinya proses imaginatif, metaforik, berpikir kreatif, dan
juga sadar budaya. Partisipasi dengan melalui beragam bentuk perwujudan
budaya memberikan kebebasan bagi siswa untuk belajar dan menggali
prinsip-prinsip dalam suatu mata pelajaran, menemukan hal-hal yang
bermakna disekelilingnya, dan mendorongnya untuk membuka dan
menemukan hal-hal yang baru di dunia baru.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah
metode bagi siswa untuk mentransformasikan hasil observasi mereka ke
dalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam.
Dengan demikian, melalui pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan
sekadar meniru dan atau menerima saja informasi yang disampaikan,
tetapi siswa menciptakan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang
disampaikan tetapi siswa menciptakan makna, pemahaman, dan arti dari
informasi yang diperolehnya.
Pembelajaran berbasis budaya menurut Suprayekti, dkk (2008:
4.12 – 4.17) dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu belajar tentang
budaya, belajar dengan budaya, dan belajar melalui budaya.
1. Belajar tentang budaya
Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu.
Proses belajar tentang budaya sudah cukup dikenal selama ini,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
misalnya mata pelajaran kesenian dan kerajinan tangan, seni dan
sastra, seni suara, melukis/ menggambar, seni musik, seni drama, tari
dan lain-lain. Budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus,
tentang budaya dan untuk budaya.
2. Belajar dengan budaya
Terjadi saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau
metode untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu. Belajar
dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan
budaya.
Misalnya, untuk memperkenalkan bentuk bilangan (bilangan
positif, bilangan negatif) dalam satu garis bilangan, digunakan garis
bilangan yang menggunakan Cepot (tokoh jenaka dalam wayang
Sunda). Cepot akan memandu siswa berinteraksi dengan garis bilangan
dan operasi bilangan dalam pembelajaran matematika. Contoh lain,
guru mempergunakan berbagai bentuk dan ukuran gong untuk
memperkenalkan konsep bunyi, gelombang bunyi, dan gema dalam
pelajaran fisika.
Dalam belajar dengan budaya maka budaya dan perwujudannya
menjadi media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks
dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip atau prosedur dalam
suatu mata pelajaran.
3. Belajar melalui budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Belajar melalui budaya merupakan metode yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman
atau makna yang diciptakan dalam suatu mata pelajaran melalui ragam
perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu
bentuk multiple representation of learning assessment atau bentuk
penilaian pemahaman dalam beragam bentuk.
Misalnya, siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk menjelaskan
tentang proses fotosintesis, tetapi siswa dapat membuat poster,
membuat lukisan, lagu ataupun puisi yang melukiskan proses
fotosintesis. Dengan menganalisis produk budaya yang diwujudkan,
guru dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam
topik fotosintesis, dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut.
Belajar melalui budaya memungkinkan siswa untuk
memperlihatkan kedalaman pemikirannya, penjiwaannya terhadap
konsep atau prinsip yang dipelajari dalam suatu mata pelajaran, serta
imajinasi kreatifnya dalam mengekspresikan pemahamannya. Belajar
melalui budaya dapat dilakukan di sekolah dasar, sekolah menengah
ataupun perguruan tinggi, dan dalam mata pelajaran apapun.
Suprayekti, dkk (2008: 4.18) mengatakan bahwa pembelajaran
berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat:
1. Menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual yang sangat
terkait dengan komunitas budaya, dimana suatu bidang ilmu dipelajari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dan akan diterapkan nantinya, dan dengan komunitas budaya dari mana
anda berasal.
2. Menjadikan pembelajaran menarik dan menyenangkan. Kondisi belajar
yang memungkinkan terjadinya penciptaan makna secara kontekstual
berdasarkan pada pengalaman awal anda sebagai seorang anggota
suatu masyarakat budaya merupakan salah satu prinsip dasar dari teori
konstruktivisme.
Teori konstruktivisme dalam pendidikan terutama berkembang dari
hasil pemikiran Vygotsky (Sosial and Emancipator Constructivism), yang
menyimpulkan bahwa siswa mengonstruksikan pengetahuan atau
menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam
suatu kontek sosial. Piaget menyatakan bahwa setiap siswa membawa
pengertian dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke dalam setiap
proses belajar yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui,
direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang dijumpai dalam proses
belajar.
Brooks & Brooks (1993) (dalam Suprayekti ,dkk, 2008:4.20)
menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme bercirikan:
1. Tidak terpaku pada proses mempelajari materi sebagaimana tercantum
dalam kurikulum, tetapi memungkinkan proses pembelajaran berfokus
pada ide atau gagasan yang bersifat umum/makro (big
concept/ideal/picture) berdasarkan konteks kehidupan siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2. Proses belajar merupakan milik siswa sehingga siswa sangat diberi
keleluasaan untuk menuruti minat dan rasa ingin tahunya, untuk
membuat keterkaitan antar konsep/ide, untuk mereformulasikan ide
dan gagasan, serta untuk mencapai suatu kesimpulan yang unik.
3. Mempercayai adanya beragam perspektif yang berbeda-beda, dan
kebenaran merupakan suatu hasil interpretasi makna (meaning
making).
Sesuai dengan teori konstruktivisme, proses belajar dalam
pembelajaran berbasis budaya tidak dapat dirancang dengan guru berperan
sebagai penceramah, sementara siswa duduk dengan pasif mendengarkan,
mencatat materi pelajaran yang disampaikan guru melainkan proses belajar
difokuskan pada strategi atau cara agar siswa dapat:
1. Melihat hubungan antara konsep/prinsip dalam bidang ilmunya dengan
budaya dalam beragam konteks yang baru
2. Memperoleh pemahaman terpadu tentang bidang ilmu dan budaya
sebagai landasan untuk berpikir kritis
3. Berpartisipasi aktif, senang, dan bangga untuk belajar bidang ilmu
dalam belajar berbasis budaya
4. Menciptakan makna berdasarkan pengetahuan dan pengalaman awal
yang dimiliki melalui beragam interaksi
5. Memperoleh pemahaman bahwa ada kaidah keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari siswa dalam konteks komunitas budayanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
6. Memperoleh pemahaman yang integrasi dan keterampilan ilmiah
dalam mempersepsikan segala sesuatu di sekelilingnya, termasuk
budaya dan ragam perwujudan budaya.
Menurut Suprayekti, dkk (2008: 4.22-4.26) pembelajaran berbasis
budaya menyerukan bagaimana guru, siswa, kurikulum, dan proses belajar
membuat perbedaan dalam proses pembelajaran maupun hasil
pembelajaran atau secara umum dalam budaya pembelajaran.
1. Proses belajar
Berdasarkan konstruktivisme yang mempersyaratkan terjadinya
interaksi untuk negosiasi makna dalam proses penciptaan makna atau
protes belajar maka proses belajar tidak dapat dirancang dengan guru
berperan sebagai penceramah dan penyampai materi pelajaran,
sementara siswa duduk dengan pasif mendengarkan atau mencatat
materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, dan meneriman mata
pelajaran sebagai bingkisan yang sudah terkotak-kotak.
Proses belajar dalam pembelajaran berbasis budaya berfokus pada
hal-hal berikut :
a. Strategi atau cara agar siswa dapat melihat keterhungan antara
konsep/ prinsip dalam bidang ilmunya dengan budaya dalam
beragam konteks yang baru dan dalam konteks komunitas
budayanya.
b. Strategi atau cara agar siswa memperoleh pemahaman terpadu
tentang bidang ilmu dan budaya sebagai landasan untuk berpikir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
kritis, menyelesaikan beragam permasalahan dalam konteks
komunitas budaya, serta mengambil keputusan sahih berdasarkan
kaidah keilmuan.
c. Strategi atau cara agar semua siswa dapat berpartisipasi aktif,
senang, dan bangga untuk belajar bidang ilmu dalam pembelajaran
berbasis budaya
d. Strategi atau cara agar siswa dapat menciptakan makna
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman awal yang dimiliki,
melalui beragam interaksi aktif dengan siswa lain, guru, tokoh, dan
juga dengan materi atau contoh konkret.
e. Strategi atau cara agar siswa dapat memperoleh pemahaman bahwa
ada kaidah keilmuan dalam kehidupan sehari-hari siswa dalam
konteks komunitas budayanya, juga ada budaya dalam konteks
bidang ilmu, dan bahwa kaidah keilmuan adalah bagian dari
budaya mereka.
f. Strategi atau cara agar siswa dapat memperoleh pemahaman yang
terintegrasi dan keterampilan ilmiah (scientific inquiry skills)
dalam mempersepsikan segala sesuatu di sekelilingnya, termasuk
dalam budaya dan ragam perwujudan budaya.
2. Kurikulum
Pembelajaran berbasis budaya yang berlandaskan pada
konstruktivisme biasanya dirancang untuk berfokus pada materi yang
bersifat makro dan umum bukan bagian-bagian kecil atau spesifik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Dengan merancang pembelajaran yang berfokus pada topik atau materi
secara makro maka anda akan dapat melihat secara holistik tentang
topik tersebut, tidak secara parsial atau terkotak-kotak (fragmented).
Dengan berfokus pada topik atau konsep yang bersifat umum dan
makro maka guru sesungguhnya tidak akan merasa dikejar-kejar beban
pemenuhan kurikulum karena guru telah memberikan gambaran secara
umum. Untuk setiap potongan kecil, siswa dapat belajar secara mandiri
dari buku teks atau sumber informasi lain, tetapi berlandaskan pada
pengetahuan yang utuh dan menyeluruh tentang topik tersebut.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, kurikulum dirancang agar:
a. Memungkinkan siswa untuk belajar dengan tenang dan guru untuk
mamandu proses pembelajaran tanpa dikejar-kejar target pokok
bahasan, namun tetap tidak menyimpang dari pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai siswa berdasarkan kurikulum.
b. Dapat menggambarkan keterkaitan antar konsep dalam suatu
bidang ilmu dengan bidang yang lain dan juga budaya komunitas
siswa, dan menggambarkan posisi suatu bidang ilmu dalam
hubungannya dengan bergam bidang ilmu
c. Membantu siswa untuk dapat menunjukkan atau mengekspresikan
keterkaitan bidng ilmu yang dipelajarinya dengan budaya
komunitasnya, dan dengan bidang ilmu lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3. Guru
Pembelajaran berbasis budaya yang berlandaskan pada
konstruktivisme berfokus pada penciptaan suasana belajar yang
dinamis, yang mengakui keberadaan siswa dengan segala latar
belakang, pengalaman, dan pengetahuan awalnya yang memberi
kesempatan kepada sisw untuk bebas bertanya, berbuat salah,
bereksplorasi, dan membuat kesimpulan tentang beragam hal dalam
kehidupan. Dalam hal ini, peran guru menjadi berubah bukan sebagai
satu-satunya pemberi informasi yang mendominasi kegiatan
pembelajaran tetapi menjadi perancang dan pemandu proses
pembelajaran sebagai proses penciptaan makna oleh siswa dan juga
guuru secara bersamaan. Guru juga diharapkan bukan hanya berbicara
kepada siswa tetapi juga mendengarkan dan menghargai pendapat
siswa.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, guru berfokus untuk:
a. Dapat menjadi pemandu siswa, negosiator makna yang andal, dan
pembimbing siswa dalam eksplorasi, analisis, dan pengambilan
kesimpulan.
b. Menahan diri agar tidak menjadi otoriter atau menjadi satu-satunya
sumber informasi bagi siswa.
c. Dapat merancang proses pembelajaran yang katif, kreatif, dan
menarik sehingga guru tidak hanya berceramah dan siswa hanya
mendengarkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
d. Merancang strategi secara kreatif agar dapat mengetahui beragam
kemampuan dan keterampilan yang dicapai siswa per siswa dalam
proses belajar.
e. Merancang strategi yang memungkinkan siswa agar terbiasa
berpikir ilmiah dalam mengutarakan ide/gagasan, menjelaskan
rasional, mendekat dan berargumentasi, mengahasilkan karya tulis
ilmiah.
f. Dapat memanfaatkan keunikan pengetahuan dan pengalaman awal
siswa dalam proses pembelajaran bidang ilmu. Untuk itu, guru
perlu merancang strategi untuk dapat mengetahu pengetahuan dan
pengalaman awal siswa yang unik, serta strategi untuk berinteraksi
secara aktif dengan siswa.
4. Siswa
Ide dan pendapat siswa adalah jendela dari pola pikir mereka.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan pasif hanya
menerima pengetahuan dan keterampilan yang disampaikan guru,
tetapi merupakan subjek yang menciptakan makna, dan bahkan
kontributor terhadap perkembangan pengetahuan dan keterampilan
dalam bidang ilmu. Ide dan pendapat siswa adalah hasil penciptaan
makna yang mereka lakukan dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran berbasis budaya
diakui dan dihargai sebagai individu dengan latar belakang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
pengalaman, dan pengetahuan awal yang unik yang memiliki
kemampuan dan keinginan konteks komunitas budayanya.
Dalam pembelajaran berbasis budaya, tugas yang dirancang
berhubungan dengan budaya siswa, melalui pemanfaatan benda-benda dan
kegiatan seni, tradisi makanan setempat, cerita lokal, dan lain-lain. Strategi
penyajian dapat dimulai dari satu wujud budaya, dengan meminta seorang
siswa untuk menjelaskan fungsi, manfaat, dan kepercayaan yang
berhubungan dengan wujud budaya tersebut. Dilanjutkan dengan
pertanyaan guru untuk melihat konsep dan prinsip MIPA yang tersaji
dalam wujud budaya tersebut. Dapat juga strategi penyajian dimulai dari
dua atau beberapa wujud budaya untuk memperbandingkan. Penyajian
dapat dimulai oleh siswa atau oleh guru. Misalnya tugas bermakna
berbasis budaya adalah pembuatan payung kertas berdasarkan prinsip
ilmiah. Dalam pembuatan payung kertas ini dibuthkan beberapa
konsep/prinsp ilmu pengetahuan agar payung tersebut dapat dibuat.
Konsep/prinsip fisika yang dipakai dalam pembuatan payung kertas ini
adalah kesetimbanga dan mekanika. Dalam matematika, konsep/prinsip
yang dipakai adalah pengukuran, dan dalam kimia konsep/prinsip yang
dipakai adalah adhesif, zat dan wujudnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif deskriptif.
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata,
gambar, dan keadaan. Termasuk data adalah: transkrip wawancara,
fieldnotes, foto, videotapes, dokumen pribadi dan ofisial, memo dan
record lain. Informasi dan pengungkapan detail sangat penting dalam riset
kualitatif; bukan hanya kesimpulan atau rangkuman. Peneliti menganalisis
data dengan segala kekayaannya sedekat mungkin dengan bentuk-betuk
data yang terekam.
Penelitian kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif.
Tidak mencari data/bukti untuk membuktikan atau tidak membuktikan
hipotesa yang dipunyai sebelumnya; tetapi lebih mengabstraksi dari hal-
hal yang khusus. Disebut grounded theory; dari bawah. Meaning atau
makna merupakan perhatian utama bagi pendekatan kualitatif. Maka
peneliti boleh terus bertanya apa maksudnya dari data-data itu (Suparno,
2014:133- 134).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
B. Tempat dan waktu penelitian
1. Tempat
Penelitian di lakukan di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA)
di Flores, Nusa Tenggara Timur. Sekolah-sekolah tersebut
adalah:SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA F, SMA G,
dan SMA H.
2. Waktu
Penelitian di lakukan pada bulan Mei - Juni 2017 tahun ajaran
2016/2017.
C. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah guru Fisika di delapan SMA
yang berada-beda di Flores, Nusa Tenggara Timur. Adapun kedelapan
sekolah tersebut ialah: SMA A, SMA B, SMA C, SMA D, SMA E, SMA
F, SMA G dan SMA H. Guru Fisika dijadikan subjek penelitian karena
penelitian ini berkaitan dengan pengetahuan guru mengenai metode
pembelajaran. Selain itu, alasan lain yang mendasari pemilihan subjek
dalam penelitian adalah karena peneliti berasal dari program studi
pendidikan Fisika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
D. Desain penelitian
1. Kegiatan awal
Kegiatan awal yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah
menghubungi sekolah-sekolah yang ditargetkan menjadi tempat untuk
melakukan penelitian. Dari kegiatan awal tersebut maka di peroleh dua
sekolah yaitu satu sekolah swasta dan satu sekolah negeri. Setelah
mendapakan ijin dari pihak sekolah untuk melakukan penelitian,
makalangkah selanjutnya yang dilakukan adalah mengkoordinasi
dengan guru mata pelajaran Fisika tentang teknik pengambilan data
penelitian dan mengatur jadwal pengambilan data. Dalam menentukan
jadwal pengambilan data, peneliti harus memperhatikan jadwal
mengajar guru di sekolah A dengan jadwal mengajar guru di sekolah
B agar tidak saling bertabrakan.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen
wawancara. Wawancara yang digunakan bersifat bebas tetapi
terstruktur yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah
disiapkan. Hal ini bertujuan agar wawancara tetap berjalan sesuai
dengan apa yang diinginkan dan tetap terarah. Selama proses
wawancara, pertanyaan lain dapat muncul tetapi tetap disesuaikan
dengan jawaban dari narasumber sehingga bisa mendapatkan data yang
lebih lengkap lagi. Data hasil wawancara tentang pengetahuan guru
mengenai peran budaya siswa dan penerapannya yang sudah diperoleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dari kedelapan sekolah ini selanjutnya akan di analisis untuk
memperoleh hasil dan kesimpulan penelitian.
E. Instrumen penelitian
Instrumentasi adalah seluruh proses untuk mengumpulkan data.
Termasuk di dalamnya bagaimana memilih atau mendesain instrumen dan
menentukan keadaan agar instrumen itu dapat digunakan. Maka
termasukdi dalamnya: dimana data akan dikumpulkan; kapan data akan
dikumpulkan; berapa kali data akan dikumpulkan; instrumen yang mau
digunakan; dan siapa yang akan mengumpulkan data. Instrumen adalah
alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian.
Bentuknya dapat berupa: tes tertulis, angket, wawancara, dokumentasi,
observasi (Suparno, 2014: 53).
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan berupa pedoman
wawancara. Wawancara yang digunakan tetap berpedoman pada daftar
pertanyaan-pertanyaan yang dibuat sendiri oleh peneliti. Pedoman
wawancara ini dibuat untuk mengetahui pengetahuan guru mengenai peran
budaya siswa, konsep yang dirancang guru mengenai peran budaya siswa,
dan sejauh mana konsep itu dilaksanakan.
Adapun daftar pertanyaan wawancara yang dibuat peneliti untuk
pengambilan data adalah sebagai berikut:
1. Dalam proses pembelajaran, metode pembelajaran seperti apa yang
sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2. Bagaimana respon siswa terhadap metode yang digunakan dalam
pembelajaran?
3. Apakah metode yang digunakan bervariasi atau hanya menggunakan
satu metode saja?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi guru dalam memilih
metode pembelajaran?
5. Bagaimana peran budaya siswa dalam pembelajaran fisika?
6. Bagaimana pendapat guru tentang peranan budaya siswa dalam
pembelajaran fisika di kelas?
7. Apakah guru pernah menerapkan pembelajaran dengan memanfaatkan
peranan budaya siswa dalam pembelajaran fisika di kelas?
8. Bagaimana respon siswa ketika guru menggunakan metode
pembelajaran yang memanfaatkan peran budaya siswa?
9. Kendala apa saja yang dihadapi guru selama melaksanakan proses
pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang
memanfaatkan peranan budaya siswa?
10. Jika guru “dituntut” untuk merancang kegiatan pembelajaran fisika
dengan memanfaatkan peranan budaya siswa sebagai metode
pembelajaran, bagaimana idealnya guru merancang kegiatan
pembelajaran tersebut?
11. Sejauh mana rancangan tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran fisika?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
F. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara
yang berpedoman pada daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan.
Selain berpedoman pada pertanyaan yang telah disiapkan, pertanyaan lain
juga dapat muncul sesuai dengan jawaban dari narasumber. Selama
wawancara berlangsung peneliti menggunakan perekam suara sebagai
alatbantu untuk memudahkan peneliti dalam merekap jawaban dari
narasumber saat wawancara.
G. Analisis data
Analisa merupakan proses sistematis untuk mencari dan mengatur
transkrip interviews, fieldnotes, bahan-bahan lain yang telah dikumpulkan,
sehingga dapat menyajikannya pada orang lain. Hasil wawancara yang
telah diperoleh akan dianalisa menggunakan beberapa tahap yaitu
membuat transkrip data, kategorisasi coding, dan pengerjaan data secara
mekanik (Suparno, 2014: 105-106).
Langkah pertama adalah membuat transkrip data. Semua data yang
masih belum berwujud bahasa tertulis perlu ditranskrip ke tulisan lebih
dulu. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dalam bentuk rekaman
wawancara yang nantinya akan di transkrip dalam bentuk tulisan.
Langkah kedua adalah coding. Data-data yang sudah ditanskrip,
dibaca dengan teliti sekali lagi dan diberi tanda (coding, kode). Coding
diwujudkan dalam suatu kata yang menunjukkan isi dari bagian data
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti mengcoding data-data yang ada ke
dalam tiga kategori, yaitu (1) Pengetahuan guru mengenai peran dan
pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran fisika, (2) Rancangan
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran
fisika, (3) Implementasi rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan
budaya siswa dalam pembelajaran fisika.
Langkah ketiga adalah pengerjaan data secara mekanik. Secara
sederhana, peneliti harus memotong-motong data yang sudah diberi kode.
Kemudian data-data yang berkode sama disatukan. Setelah disatukan, lalu
dibaca sekali lagi, dan diberi nama dengan suatu kategori yang
menyatukan isinya. Setelah itu kategori yang dekat disatukan dalam satu
konsep yang sama. Selanjutnya peneliti mengurutkan konsep-konsep yang
ditemukan dan langkah terakhir adalah menulis laporan secara lengkap
berdasarkan konsep-konsep yang ditemukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni tahun ajaran
2016/2017. Peneliti melakukan penelitian di delapan Sekolah Menengah
Atas (SMA) di Flores, NTT dan dilaksanakan pada hari dan tanggal yang
berbeda. Untuk lebih mudah menganalisis dan membahas, peneliti
mengganti nama sekolah dan nama guru. Untuk SMA pertama diberi nama
sekolah A, untuk SMA kedua diberi nama sekolah B, untuk SMA ketiga
diberi nama sekolah C, untuk SMA keempat diberi nama sekolah D, untuk
SMA kelima diberi nama sekolah E, untuk SMA keenam diberi nama
sekolah F, untuk SMA ketujuh diberi nama sekolah G, dan untuk SMA
kedelapan diberi nama sekolah H. Masing-masing dari kedelapan sekolah
ini terdiri dari SMA Negeri dan SMA Swasta.
Penelitian pada kedelapan sekolah ini melibatkan delapan orang
guru fisika di sekolah yang berbeda-beda. Dengan mempertimbangkan
efisiensi waktu, tenaga dan biaya maka dalam proses pengambilan data,
peneliti melakukan penelitian secara langusng dan tidak langusng. Dimana
peneliti melakukan penelitian dua guru di dua SMA sedangkan enam guru
di enam sekolah lainnya dilakukan secara tidak langsung karena peneliti
menitipkan pedoman wawancara ke tiga teman skripsi.Menurut peneliti,
apabila hanya meneliti satu guru saja, dirasa data yang diperoleh belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
cukup dan kurang bervariasi. Penelitian pada sekolah A melibatkan
seorang guru perempuan (guru I), sekolah B melibatkan seorang guru
perempuan (guru J), sekolah C melibatkan seorang guru laki-laki (guru K),
sekolah D melibatkan seorang guru laki-laki (guru L), sekolah E
melibatkan seorang guru perempuan (guru M), sekolah F melibatkan
seorang guru laki-laki (guru N), sekolah G melibatkan seorang guru laki-
laki (guru O) dan sekolah H melibatkan seorang guru laki-laki (guru P).
Kegiatan pengambilan data berupa wawancara dengan kedelapan
guru fisika dilakukan ketika masing-masing guru mempunyai waktu luang
yang mana tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar disekolah.
Kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.1
Daftar Pelaksanaan Penelitian
No Tanggal Pelaksanaan Perlakuan
1. Jumat, 02 Juni 2017
Pukul 09.00 – 09.51 WITA
Wawancara dengan guru I di
sekolah A
2. Rabu, 31 Mei 2017
Pukul 09.40 – 10.35 WITA
Wawancara dengan guru J di
sekolah B
3. Rabu, 31 Mei – Selasa, 06 Juni 2017
Pukul 09.00 – 13.00 WITA
Wawancara dengan guru K di
sekolah C
4. Selasa, 06 Juni – Sabtu, 10 Juni 2017
Pukul 10.00 – 12.00 WITA
Wawancara dengan guru L di
sekolah D
5. Sabtu, 03 Juni 2017
Pukul 12.30 – 14.00 WITA
Senin, 05 Juni 2017
Pukul 08.00 – 09.30 WITA
Wawancara dengan guru M di
sekolah E
6. Rabu, 07 Juni 2017
Pukul 09.00 – 10.05 WITA
Wawancara dengan guru N di
sekolah F
7. Senin, 05 Juni 2017
Pukul 12:05 WITA – 13:00 WITA
Wawancara dengan guru O
disekolah G
8. Selasa, 06 Juni 2017
Pukul 14:38 WITA – 15:22 WITA
Wawancara dengan guru P
disekolah H
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
B. Deskripsi Guru
Pada penelitian ini subyek yang diteliti adalah guru SMA di Flores.
Subyek yang diambil adalah delapan guru fisika SMA disekolah yang
berbeda. Dari kedelapan guru itu mempunyai pengalaman mengajar yang
berbeda-beda. Kedelapan guru tersebut diberi nama inisial untuk menjaga
nama baik guru-guru tersebut. Dan juga penelitian ini bukan untuk
membandingkan pengetahuan guru yang satu dengan pengetahuan guru
yang lain sehingga nama guru tersebut diberi inisial. Kegiatan
pengambilan data ini berupa wawancara dengan kedelapan guru fisika
SMA yang dilaksanakan pada waktu luang dari masing-masing guru
sehingga tidak dapat mengganggu kegiatan proses belajar mengajar di
kelas. Untuk lebih jelasnya, kedelapan guru tersebut dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
1. Guru I
Guru I adalah seorang guru perempuan lulusan salah satu
Universitas Negeri di NTT. Pengalaman mengajar sebagai guru fisika
sampai saat ini sudah mencapai 8 tahun. Sekarang guru I mengajar
disalah satu sekolah negeri di Labuan Bajo. Selama menjadi guru,
Guru I pernah mengikuti beberapa pelatihan seperti peningkatan
profesional seorang guru, TEQIP dan pelatihan alat laboratorium
menggunakan PPT.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru I sering menggunakan
metode diskusi yaitu diskusi kelompok. Biasanya guru I memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
sedikit materi sebagai pengantar, setelah itu dengan contoh soal dan
tugas kelompok untuk didiskusikan. Hal ini dilakukan karena jika guru
hanya memberikan materi dan ceramah saja, banyak siswa akan
kesulitan untuk memahaminya.
2. Guru J
Guru J adalah seorang guru perempuan lulusan salah satu
Universitas di Kalimantan Tengah. Pengalaman mengajar sebagai guru
fiska sampai saat ini sudah mencapai 17 tahun. Selama menjadi guru,
guru J pernah mengikuti pelatihan MGMP.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru J sering menggunakan
metode eksperimen dan demonstrasi, tetapi kadang-kadang
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Semua metode itu
dapat dipakai tergantung materi yang akan diajarkan pada hari itu.
3. Guru K
Guru K adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas
Negeri di NTT. Pengalaman mengajar sebagai guru fisika sampai saat
ini sudah mencapai 14 tahun. Selama menjadi guru, guru K pernah
mengikuti beberapa pelatihan guru seperti pelatihan instruktur guru
fisika di Ruteng, pelatihan instruktur guru fisika di Ende dan
sosialisasi K13.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru K sering menggunakan
metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Jika dalam pembelajaran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
ada materi yang harus dipraktikumkan berarti dapat dilakukan
praktikum.
4. Guru L
Guru L adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas
Negeri di NTT. Pengalaman mengajar sebagai guru fisika sampai saat
ini sudah mencapai 10 tahun.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru L sering menggunakan
metode ceramah dan kadang-kadang menggunakan metode diskusi
kelompok.
5. Guru M
Guru M adalah seorang guru perempuan lulusan salah satu
Universitas swasta di NTT. Pengalaman mengajar sebagai guru fisika
sampai saat ini sudah mencapai 2,5 tahun. Selama menjadi guru,
guru M pernah mengikuti pelatihan seperti pelatihan MGMP dan
pelatihan penyusunan materi k13.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru M sering menggunakan
metode jigsaw dan metode ceramah siswa aktif.
6. Guru N
Guru N adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas
Negeri di NTT. Pengalaman mengajar sebagai guru fisika sampai saat
ini sudah mencapai 6 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru N sering menggunakan
metode ceramah, diskusi dan eksperimen. Pemilihan metode ini
tergantung situasi dan kondisi siswa.
7. Guru O
Guru O adalah seorang guru laki-laki salah satu Universitas swasta
di Yogyakarta. Pengalaman mengajar sebagai guru fisika sampai saat
ini sudah mencapai 15 tahun. Selama menjadi guru, guru O pernah
mengikuti pelatihan seperti pelatihan center MIPA. pelatihan
penyusunan soal USBN tingkat Nasional dan pelatihan PROKTOR
(Pelaksanaan Operator Ruangan) untuk UNBK.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru O sering menggunakan
metode direct teaching (mengajar langsung). Direct teaching yang
digunakan guru O lebih mengembangkan daya kreatif bernalar anak.
8. Guru P
Guru P adalah seorang guru laki-laki lulusan salah satu Universitas
negeri di NTT. Pengalaman sebagai guru fisika sampai saat ini sudah
mencapai 31 tahun. Selama menjadi guru, guru P pernah mengikuti
pelatihan guru seperti pelatihan tutor PGSD dari UT dan pelatihan
center MIPA.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru P sering menggunakan
metode diskusi, ceramah, demonstrasi dan eksperimen. Dalam
menentukan metode pembelajaran dikelas guru selalu memperhatikan
dengan materi, karakter siswa dan juga situasi kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
C. Data Penelitian
Peneliti telah melakukan proses pengumpulan data dengan
merekam kegiatan wawancara dengan masing-masing guru. Data yang
dikumpulkan berupa rekaman wawancara. Dari data yang diperoleh
kemudian di transkrip dan dianalisis secara deskriptif kualitatif.
D. Analisis Data
Peneliti telah melakukan penelitian kepada Guru I, Guru J, Guru K,
Guru L, Guru M, Guru N, Guru O dan Guru P. Peneliti melakukan analisis
data secara deskriptif kualitatif.
Untuk mengidentifikasi pengetahuan guru mengenai budaya siswa
dan penerapannya dalam menentukan metode pembelajaran fisika di kelas,
peneliti membagi menjadi tiga kriteria yaitu (1) Pengetahuan guru
mengenai peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran fisika
SMA di kelas, (2) Rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan peran
budaya siswa dalam pembelajaran fisika, (3) Implementasi rancangan
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran.
1. Pengetahuan guru mengenai peran dan pemanfaatan budaya
siswa dalam pembelajaran fisika SMA di kelas
Berdasarkan data wawancara dari kedelapan guru mengenai
peranan budaya siswa sebagai sumber belajar dalam pembelajaran
fisika ditemukan bahwa masing-masing guru memiliki tingkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
pemahaman dan cara pandang yang berbeda-beda terhadap peran dan
penerapan budaya siswa dalam pembelajaran fisika. Sebagian besar
guru fisika di Flores memiliki pengetahuan yang sama mengenai peran
budaya siswa, dimana fisika itu sangat erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari dan juga tidak terlepas dari budaya. Ada
beberapa guru juga memanfaatkan peran budaya siswa dalam
pembelajaran fisika sebagai media pembelajaran dan juga sumber
belajar yang dapat dipakai di kelas untuk menunjang pembelajaran dan
membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi yang
disampaikan. Untuk lebih jelasnya, peran dan pemanfaatan budaya
siswa dideskripsikan sebagi berikut:
a. Budaya siswa sebagai media pembelajaran
Menurut Suprayektil, dkk budaya dalam berbagai
perwujudannya, secara instrumental dapat berfungsi sebagai
media pembelajaran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran
berbasis budaya, perwujudan budaya dapat memberikan
suasana baru yang menarik untuk mempelajari suatu bidang
ilmu.
Berdasarkan data wawancara dari kedelapan guru mengenai
peranan budaya siswa sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran fisika, ditemukan bahwa ada guru yang
memanfaatkan budaya siswa sebagai media dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa lebih mudah
memahami materi yang disampaikan karena siswa dapat
mempraktekkannya secara langsung. Guru yang memanfaatkan
budaya siswa sebagai media pembelajaran adalah guru I.
Dalam pembelajaran, guru I pernah membawa gantungan kunci
yang terbuat dari plastik untuk materi elastisitas dan jam
dinding untuk materi gerak melingkar.Menurut guru I, siswa
akan sangat antusias ataupun semangat dan aktif dalam sebuah
pembelajaran adalah dengan membawa alat ke kelas dan siswa
mempraktekannya langsung. Jika dalam pembelajaran, guru
hanya menggunakan metode ceramah saja maka siswa akan
merasa bosan dan mudah mengantuk sehingga tidak dapat
mendengar penjelasan guru dengan baik.
“Menurut saya, pada umumnya siswa kalau kita
membawa alat-alat atau yang berkaitan dengan itu
pasti mereka antusias. Itu tadi kalau dengan
ceramah, mereka hanya dengar dan pasti ada yang
ngantuk. Tetapi kalau kita membawa alat-alat,
mereka pasti antusias dan aktif.”
b. Budaya siswa sebagai sumber belajar
Pemanfaatan komunitas budaya sebagai sumber belajar
membawa siswa kepada penguasaan bidang ilmu yang bersifat
kontekstual dan bermakna karena dipelajari berdasarkan
komunitas budaya, kemudian diterapkan dalam komunitas
budaya tersebut pula (Suprayektil, dkk: 2008, 4.41).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Berdasarkan data wawancara dari kedelapan guru mengenai
peranan budaya siswa sebagai sumber belajar dalam
pembelajaran fisika, ditemukan bahwa hampir semua guru
memanfaatkan budaya siswa sebagai sumber belajar. Guru-
guru sedikit kesulitan untuk membawa siswa ke lapangan
secara langsung dan juga membawa alat-alat yang dapat
dijadikan contoh untuk mempraktekkannya di kelas agar siswa
lebih mudah memahami sebuah materi. Oleh karena itu salah
satu cara yang guru pakai adalah dengan memberikan ilustrasi
atau contoh-contoh nyata yang ada dalam kehidupan sehari-
hari sehingga siswa dapat mengenal dan tahu apa yang ada
disekitar mereka itu berkaitan dengan fisika. Ilustrasi yang
diberikan gurupun tidak terlepas dari budaya yang sering
dialami oleh siswa. Hal ini dilakukan juga oleh guru J, guru K,
guru L, guru M, guru N, guru O, dan juga guru P. Ketujuh guru
tersebut dalam pembelajaran selalu memberikan ilustrasi atau
contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk menjelaskan
budaya siswa yang berkaitan denga fisika.
Menurut guru J dalam membuat sebuah ilustrasi, seorang
guru harus banyak membaca dan mengamati kejadian-kejadian
yang ada di lingkungan sekitar siswa. Sehingga ketika
diberikan ilustrasi siswa lebih mudah menghubungkan kejadian
tersebut dengan materi fisika yang dipelajari. Selain itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
menurut guru J hal yang harus diperhatikan guru juga adalah
daya serap siswa. Karena kadang ilustrasi yang dibuat tidak
bisa ditangkap atau diterima dengan baik oleh siswa. Dalam
pembelajaran guru J sering menggunakan contoh “ketapel”
untuk menjelaskan materi elastisitas. Ketapel adalah sebuah
alat yang digunakan untuk berburu oleh anak-anaka di Flores
yang sudah membudaya sejak dahulu kala. Ketapel ini
digunakan sebagai pengganti pistol pada saat berburu binatang.
“Misalnya ketapel to, kita belajar elastisitas. Tapi
biasanya itu diilustrasikan semua kalau saya. Kan
ketika saya membuat sebuah ilustrasi di kelas, itukan
saya harus banyak membaca dan mengamati.
............. Tetapi itu tadi, kadang ilustrasi yang kita
buat tidak bisa ditangkap baik oleh siswa. Sedikit
susah, karena mungkin daya tangkapnya mereka
juga kurang”.
Menurut guru K, dalam pembelajaran yang memanfaatkan
budaya siswa sebagai sumber belajar guru K selalu
menggunakan ilustrasi atau memberikan contoh-contoh nyata
yang berkaitan dengan materi saat itu. Guru K mempunyai cara
nya sendiri untuk membangkitkan semangat siswa dan rasa
ingin tahu siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan
mengenai topik yang akan dipelajari. Selain itu guru K kadang
memberikan pertanyaan yang sedikit mengecoh untuk
membangkitkan daya imajinasi siswa. Guru K juga dapat
menerapkan materi fisika dengan sesuatu yang berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan aktifitas bermain siswa yang menjadi ciri khas tempat
tersebut seperti ketapel untuk materi pegas, ayunan untuk
materi gerak harmonik dan mainan tik-tok untuk materi
tumbukan. Selain itu guru K sering memanfaatkan budaya
sebagai sumber belajar ketika menjelaskan materi GLB dan
GLBB tentang hukum Newton 1, 2 dan 3.
“ Saya sering mengaitkan materi fisika dengan
kehidupan sehari-hari misalnya tentang GLB dan
GLBB tentang hukum Newton 1, 2, dan 3. Saya
sering mengajukan pertanyaan untuk
membangkitkan rasa ingin tahu mereka misalnya
saat kita duduk kenapa kita tidak terjatuh, saat kita
jalan kenapa kita tidak tergelincir. Kan siswa bisa
tahu tuh karena permukaan yang kasar dan licin,
setelah mereka tahu itu barulah kita masuk dengan
konsep gaya gesek. Saya kan muslim, saya sering
mengilustrasikan begini: kalaukitawudhu di
kampung yang menggunakangentong yang kecil,
nah ketika air dalamgentongnyapenuhpancuran air
yangkeluardarilubang di
dasargentongpastiderasdalamartikecepatanairnyabes
artapi
kalauairnyasudahsemakinberkurangmakakecepatana
irnyajugaakansemakinberkurang, kenapabegitu?
kitatanyamerekalalumembiarkanmerekaberimajinasi
danmemberikanjawabansesukamereka,
darijawabanmerekabarulahkitakaitkandenganteorise
benarnyabahwakecepatanair
pancuraninitergantungpadaatauberbandinglurusdeng
anketinggian air dalamgentong..............
Setelahdiberiilustrasidemikiansiswamemberikanjaw
aban yang berbedabesertaalasannya,
kadangsayasedikitmengecohmerekauntukmembangk
itkandayaimajinasimerekadanmembuatmerekasaling
berdebatuntukmempertahankanjawabanmasing-
masing,jikadebatnyahampermencapaikeputusan
yangbenarsayabiarkanmerekauntukmembuatkesimp
ulantetapijikamulaimelencengbarulahsayajelaskan
yang benarnya yang
bagaimana.Terkadangsayajugamengaitkanmaterifisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
kadenganhal yang
berkaitandengankegemaranmerekamisalnya
main.Permainaanyang
sayakaitkanyaitukatepeluntukmenjelaskanmateripeg
as, ayunanuntukmaterigerakharmonicdanmainantik-
tok untuk materi tumbukan.”
Menurut guru M, dalam sebuah pembelajaran yang
memanfaatkan budaya sebagai sumber belajar itu sangat
penting. Penting yang dimaksud guru M adalah dimana siswa
ketika diberi contoh yang berkaitan dengan budaya dalam
kehidupan sehari-hari, siswa dapat memahaminya dan bisa
menghubungkan atau mengaitkannya dengan ilmu fisika.
Tetapi pada pelaksanaannya, ketika guru M menjelaskan
sebuah materi fisika dan memberikan contoh, siswa sangat
mengerti atau pun paham tentang contoh-contoh tersebut,
namun tidak untuk konsep fisikanya. Menurut guru M, jika
dalam sebuah pembelajaran guru hanya memberikan contoh
berupa ilustrasi saja tanpa mempraktekkannya maka siswa
susah untuk memahaminya. Selain itu juga, menurut guru M
pada dasarnya siswa masih memiliki konsep pemahaman
materi yang kurang dan daya tangkap sebuah materi yang
masih lamban.
“Penting yang dimaksudkan adalah paling tidak
mereka memahami kalau ada ilmu fisika yang
berkaitan dengan apa yang mereka lakukan sehari-
hari. Pada saat kita memberikan contoh, mereka
paham tentang contoh yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari tetapi berkaitan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
konsep fisikanya mungkin masih kurang. .............
Siswa memang tidak bisa karena mereka punya
konsep pemahaman materinya kurang bagus dan
cara tangkapnya mereka lamban, terpaksa kita harus
banyak-banyak kasih mereka contoh soal supaya
mereka memahami tapi kalau untuk menguasai
konsep dalam fisika mereka belum mampu.”
Menurut guru N, dalam sebuah pembelajaran fisika yang
memanfaatkan budaya sebagai sumber belajar, seorang siswa
dikatakan mampu atau dapat memahami situasi dan contoh
nyata dalam kehidupan sehari-hari jika seorang guru bisa
menjelaskan sesuatu dengan caranya sendiri agar siswa paham
dengan materi fisika itu. Guru N juga mengatakan bahwa
minat baca siswa untuk mencari tahu atau mencari lebih jauh
tentang materi dan mempelajari kembali itu masih sangat
kurang. Dalam pembelajaran yang memanfaatkan budaya
siswa, guru N sering menggunakan pada materi gaya dan
hukum Newton.
“Untuk hal-hal tertentu untuk buat mereka lebih
jelas tentunya membuat mereka lebih paham tentang
situasi dalam kehidupan sehari-hari kalau kita bisa
mengangkat hal-hal yang buat mereka paham
dengan materi fisika. Saya sering gunakan atau
kaitkan baik itu tentang metode gaya, hukum newton
kita harus bisa jelaskan kepada mereka dan keadaan
nyata yang mereka temukan dalam kehidupan
sehari-hari. ............. Kalau dari segi sikap rata-rata
semuanya bagus tapi tentang minat bacanya masih
sangat kurang, untuk mencari tahu atau mencari
lebih jauh tentang maetri atau mempelajari kembali,
menurut saya masih sangat kurang. Apalagi disuruh
mencari tahu sebelum kita menjelaskan masih sangat
jarang sekali.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Menurut guru P, dalam menjelaskan sebuah materi yang
memanfaatkan budaya sebagai sumber belajar seorang guru
harus memiliki keterampilan yang baik untuk bisa
menghubungkan materi tersebut dengan budaya agar siswa
mudah memahaminya. Ketika guru mampu menghubungkan
materi dengan budaya maka dapat mendekatkan ilmu fisika
yang jauh dari diri siswa menjadi bagian dari dirinya karena itu
merupakan budaya siswa itu sendiri. Sehingga dalam hal ini
yang berperan penting adalah guru. Karena keterbatasan
waktu maka dalam pembelajaran guru P memanfaatkan tradisi
setempat untuk menjelaskan materi gerak peluru kepada siswa.
“ Ini bagi saya masih sesuatu yang sedikit rumit. Karena
butuh keahlian guru untuk menghubungkan materi dengan
budaya. Itu yang sering kali juga banyak guru melepaskan
diri dari budaya itu sehingga pikir bahwa ini ilmu yang
tidak berkaitan dengan budaya apalagi budaya lokal. .........
Ketika membahas gerak peluru, lalu saya tanya ke siswa
begini „ eh, kenapa bom dari Jepang itu akhirnya yang
dimaksud dengan menghancurkan Larantuka lalu akhirnya
tidak jatuh di Larantuka sehingga di kenal bahwa Larantuka
itu adalah kota yang dilindungi oleh Bunda Maria?‟ Terus
anak-anak ada yang menjawab karena Larantuka itu kota
Renya Rosari sehingga di lindungi oleh Bunda Maria. Saya
terus meluruskan jawaban mereka bahwa yang salah itu
pilotnya. Kenapa sampai di Larantuka baru di jatuhkan
bomnya. Itu secara ilmunya tidak mungkin bom itu jatuh di
Larantuka. Pilot harusnya jatuhkan di daerah yang dekat
Larantuka. Akhirnya menggunakan perhitungan baru
mereka bisa mengerti.”
Berbeda dengan guru yang lainnya, guru L dan guru O
selain memanfaatkan budaya sebagai sumber belajar guru L
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dan guru O juga dalam pembelajaran menggunakan bahasa
daerah setempat untuk menjelaskan materi. Menurut guru L,
belajar fisika itu dapat membentuk siswa untuk bersikap jujur.
Selain belajar fisika sebagai sebuah hal yang fakta, fisika juga
belajar tentang hal-hal yang abstrak misalnya “poti” atau setan.
Dalam pembelajaran, guru L sering mengajar menggunakan
bahasa daerah setempat karena kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa indonesia masih kurang. Guru L juga
mengatakan bahwa metode apapun yang dipakai di kelas akan
dikaitkan dengan budaya. Hal ini agar hubungan antara
kemajuan teknologi dan perkembangan budaya juga bisa
berjalan beriringan dan tidak kebablasan.
“Fisika itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari. Ahli dulu juga menemukan hukum atau
konsepnya berdasarkan fakta dan mereka
menyampaikan dengan jujur kalau tidak jujur maka
terorinya tidak diakui oleh ahli-ahli lain. Jadi
sebenarnya fisika itu membentuk anak-anak untuk
bersikap jujur. Saya sering berkata ke mereka bahwa
fisika itu dari kata fisik jadi itu sangat melekat
dengan diri kita dan apa yang kita lakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Bahkan bernapaspun
berkaitan dengan fisika. Selain fakta, fisika juga
belajar tentang hal yang abstrak misalnya „poti‟ atau
setan. Memang seram tapi itu kaitannya dengan
fisika. ........... Kan yang kita pakai selama ini ialah
ceramah, saya tidak tahu tapi yang pasti kita tetap
menggunakan berbagai metode lain juga tetapi
digabungkan. Dan kadang saya mengajar dengan
menggunakan bahasa ibu (bahasa manggarai) bukan
untuk menonjolkan budaya tetapi memang
kemampuan anak-anak menggunakan bahasa
indonesia masih kurang”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Sama seperti guru L, dalam pembelajaran fisika guru O
juga kadang-kadang menggunakan bahasa daerah setempat
untuk menjelaskan sebuah materi. Menurut guru O, siswa itu
hidup dari budaya. Baik itu budaya yang berhubungan
langsung dengan hal-hal praktis maupun dongeng. Sehingga
dalam pembelajaran, ketika guru menyinggung beberapa topik
tentang budaya, siswa lebih suka dan senang karena itu yang
sering mereka temukan dan lakukan setiap hari. Guru O selalu
memberikan contoh “membangun rumah adat” untuk
menjelaskan materi tegangan tali. Guru O tidak dapat
membawa siswa untuk menunjukkan rumah adat secara
langsung karena letak rumah adat yang jauh dan tidak
memungkinkan siswa untuk pergi kesana. Sehingga dalam
pembelajaran, ketika menjelaskan materi tegangan tali, guru O
menunjukkan gambar/foto rumah adat sebagai sumber belajar.
“Saya juga bukan hanya menggunakan budaya saja
tetapi mengedepankan bahasa daerah. Saya sering
menggunakan bahasa daerah ya sekitar 10%.
Kadang-kadang kata yang sama saya gunakan
seperti oh ini bahasa daerahnya seperti ini, bahasa
indonesianya seperti ini, bahasa inggrisnya seperti
ini. Kalau berhubungan dengan budaya itu saya
sering bahkan selalu pakai untuk setiap materi kalau
memang budaya kita ada punya keterkaitannya itu
selalau saya sampaikan. Contoh yang selalu saya
persoalkan dengan anak-anak itu tentang tegangan
tali. Nah bahwa tegangan tali itu adalah sebuah
gaya. Gaya itu mempunyai banyak fungsi, salah
satunya adalah bahwa gaya itu menjaga, mengikat
satu komponen dengan komponen yang yang lain.
Jadi rumah adat kita atau sering disebut „korke‟,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dalam pembelajaran saya biasa menunjukkan foto
karena saya tidak bisa membawa anak keluar kelas
karena korke itu jauh. Korke itu mempunyai
arsitektur yang mana orang tidak akan pernah
membuat pasak dan semuanya menggunakan tali.
Dan disini fungsi dari tali adalah dia menjaga dan ini
semua talinya ditegangkan. Jadi untuk menjaga satu
komponen dengan komponen yang lainnya itu hanya
dengan menggunakan tali. Membuat rumah adat itu
kan tidak menggunakan paku, bahkan semen atau
pun seng saja tidak bisa digunakan. Semuanya
menggunakan bahan-bahan dari alam. Maka dengan
harapan dari tali saja. Sampai dengan proses orang
mendatangkan tiang korke. Tiang korke itu biasanya
tiannya besar-besr dan tidak boleh tiangnya
disambung-sambung, besarnya sampai dengan satu
pelukkan orang. Nah, kalau tiangnya berada di
dekat-dekat itu mudah, tetapi kalau tiangnya jenis
kayunya harus sama dan tidak boleh kayu
sembarang. Dan kayu iyu hanya bisa diambil pada
daerah-daerah terjal. Nah, caranya untuk bisa
mengangkat ke atas permukaan maka kita
menggunakan tegangan tali, yaitu tinggal di ikat lalu
diputar saja dan talinya tegang dan kayu itu akan
naik. Dasar dari orang bilang „setan bodoh‟ itu.
Semua budaya yang bisa kita singgungkan ke
pelajaran maka saya masukkan.”
Pengetahuan guru terhadap peran budaya siswa dalam
pembelajaran fisika tidak dipengaruhi oleh lulusan dari Univeristas
mana guru berasal, berapa lama pengalaman mengajar guru maupun
instansi tempat guru mengajar dan keterlibatan guru dalam mengikuti
program pelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan guru tetapi
kepekaan guru, pengetahuan, keterampilan dan niat guru untuk
mencoba sesuatu yang baru dan berbeda yang dapat ditunjukkan atau
diaplikasikan dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Dari hasil pembahasan diatas dapat dilihat bahwa guru I
mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran
fisika SMA di kelas sebagai media pembelajaran dengan membawa
gantungan kunci yang terbuat dari plastik untuk materi elastisitas dan
jam dinding untuk menjelaskan materi gerak melingkar sedangkan
guru J, guru K, guru L, guru M, guru N, guru O, dan guru P
mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran
fisika SMA di kelas sebagai sumber belajar dengan memberikan
ilustrasi atau contoh-conoth nyata dalam kehidupan sehari-hari yang
berhubungan dengan budaya siswa. Jika dipersentasekan sebanyak
12,5% guru fisika mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa
dalam pembelajaran fisika sebagai media pembelajaran dan 87,5%
guru fisika mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam
pembelajaran fisika sebagai sumber belajar.
2. Rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa
dalam pembelajaran fisika
Pengetahuan guru mengenai peran budaya siswa terhadap
pembelajaran fisika di kelas berdampak pada metode pembelajaran
yang dirancang.
Pada saat proses wawancara mengenai rancangan pembelajaran
yang memanfaatkan budaya siswa dalam pembelajaran fisika
berlangsung, peneliti tidak sempat meminta rancangan pembelajaran
yang lengkap berupa RPP kepada guru melainkan rancangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
pembelajaran sederhana yang berupa deskripsian yang dideskripsikan
oleh guru.
Berdasarkan hasil analisis wawancara mengenai rancangan
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam
pembelajaran, peneliti menemukan bahwa sebagain besar guru
mempunyai rancangan pembelajaran yang sama tetapi ada juga guru
yang mempunyai rancangan pembelajaran yang berbeda. Berdasarkan
data yang diperoleh, kebanyakan guru memanfaatkan budaya siswa
sebagai sumber belajar. Dimana, dalam pembelajaran guru tidak
membawa langsung siswa ke lapangan dan guru juga tidak mempunyai
alat-alat yang bisa dijadikan contoh untuk melakukan percobaan di
kelas. Sehingga dalam pembelajaran, guru menjelaskan materi
menggunakan contoh-contoh nyata yang sering dilakukan ataupun
ditemukan siswa setiap hari yang sudah membudaya dan
menghubungkannya dengan materi yang dipelajari saat itu. Hal ini
merupakan rancangan yang dibuat oleh guru J, guru L, guru M.
Dalam merancang pembelajaran yang memanfaatkan budaya
siswa, guru J selalu memberikan ilustrasi mengenai contoh-contoh
nyata yang sering ditemui ataupun dilakukan setiap hari oleh siswa
pada awal pembelajaran. Namun, guru J tidak memperhatikan apakah
contoh-contoh yang diberikan itu berkaitan dengan budaya siswa atau
tidak tetapi yang diperhatikan guru J adalah semua contoh yang
diberikan itu harus ada unsur fisikanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
“Sama saja. Ilustrasi ini ada di kegiatan awal. Tetapi saya
tidak tahu itu budaya atau tidak. Saya hanya berpikir
tentang fisikanya saja.”
Dalam merancang pembelajaran yang memanfaatkan budaya
siswa, guru L terlebih dahalu menjelaskan mengenai budaya yang
berkaitan dengan materi fisika yang mereka pelajari pada saat itu.
Budaya yang dimaksud adalah budaya lokal daerah setempat. Lalu
siswa dibiarkan untuk berimajinasi.
“Kita jelaskan tentang budayanya dan biarkan mereka
berimajinasi misalnya budaya Manggrai dalam membagi
lahan perkebunan yang membentuk sarang laba-laba
bagaimana orang dulu yang tidak sekolah bisa melakukan
hal-hal itu. Jadi kita membandingkan bagaimana leluhur
dulu akurasi dalam perhitungannya itu luar biasa bahkan
dalam membuat rumah adat sekalipun. Jadi kita
mengarahkan anak-anak supaya tidak melenceng.
Memang selama saya jadi guru jarang sekali ke lapangan
untuk menjelaskan materi fisika dan menunjukkan gejala
fisika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tapi
sebatas membanding-bandingkan saja bahwa budaya itu
merupakan hasil perkembangan sains jadi mereka berjalan
berbarengan.”
Menurut guru M, rancangan pembelajaran pembelajaran yang
memanfaatkan budaya siswa itu jika dibuat dengan baik, siswa akan
lebih mudah memahami konsep fisika dengan contoh-contoh yang
diberikan. Hal ini dikarenakan contoh yang diberikanpun berhubungan
dengan budaya setempat yang mana siswa mengalami atau melihat
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran, guru M
selalu berpedoman pada RPP yang telah dibuat. Pada bagian pembuka
ada salam pembuka, bagian inti ada materi dan kegiatan penutup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
biasanya guru membuat kesimpulan dari apa yang sudah dipelajari dan
memberikan tugas.
Guru M: “Kalau disuruh mungkin itu memang lebih bagus
supaya mereka lebih memahami dan saat itu mungkin
mereka bisa mengerti oh tentang konsep yang berkaitan,
konsep dalam ilmunya dan penerapannya yang mereka
buat saat itu mereka bisa memahami tidak hanya sekedar
oh iya ibu kami pernah melakukan. Kalau untuk
pembukanya salam pembuka seperti biasa, kalau intinya
mungkin lebih ke materi terus biasanya kalau kegiatan
penutup saya biasanya membuat kesimpulan dan
terakhirnya harus ada tugas untuk mereka.”
Rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru I dan guru K itu
sama. Dimana, dalam pembelajaran guru membagi siswa ke dalam
beberapa kelompok. Awalnya guru membangkitkan rasa penasaran
siswa dengan mengatakan bahwa aktifitas ini berkaitan dengan topik
atau konsep ini, lalu untuk kaitannya seperti apa akan dicari sendiri
oleh siswa melalui diskusi dengan teman kelompok dan disimpulkan
bersama-sama. Selain itu, jika alat dan bahannya tersedia dan bisa
dibawah ke kelas maka siswa akan melakukan percobaan/eksperimen.
Guru juga membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) ke setiap
kelompok dan siswa dapat mengerjakan sesuai apa yang diminta di
LKS. Setelah selesai berdiskusi, setiap kelompok akan
mempresentasikan dan disimpulkan bersama-sama.
Guru I: “Pada dasarnya seperti penjelasan yang tadi, tetapi
mungkin kalau alatnya cukup dan bisa dibawah ke kelas,
mungkin saya bagi mereka ke dalam kelompok, minimal
satu kelompok 5 sampai 6 orang. Buat kelompok-
kelompok ini, kita bagi alatnya satu-satu, kemudian kita
bagi LKS, kemudian mereka kerjakan apa yang diminta di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
LKS. Di LKS kan pasti sudah mencakup alat tadi.
Kemudian setelah itu mereka kerja soal yang ada.
Kemudian diskusi hasil pekerja mereka dan lanjut
presentasi dan dilengkapi yang lain. Kemudian terakhir
rangkuman bersama guru dan siswa.”
Guru K: “Rancangan idealnya ya misalnya mau
membahas suatu topik tertentu yang satu tahu ada
kaitannya dengan aktifitas siswa yang sudah membudaya
maka saya awalnya akan membangkitkan rasa penasaran
mereka dengan mengatakan bahwa aktifitas tersebut
berkaitan dengan topik atau konsep yang ini selanjutnya
kaitannya seperti apa akan dicari sendiri oleh siswa
tersebut melalui diskusi dengan teman kelompoknya lalu
nanti disimpulkan bersama-sama.”
Dalam merancang sebuah metode pembelajaran guru P perlu
mempertimbangkan beberapa hal yaitu; untuk mengaitkan atau
menghubungkan materi dengan budaya siswa, guru harus tahu
bagaimana cara menghubungkan dan membingkai pengetahuan fisika
itu dalam budaya siswa. Hal ini agar siswa mudah menyatukan
budayanya dengan materi yang diajarkan saat itu. Sehingga guru harus
mempunyai pemahaman yang luas, dan juga guru harus menguasai
materi agar mudah menjelaskan kepada siswa.
“Jika materi ini dikaitkan dengan budaya lokalnya apa
(budaya lokal siswa). Lalu bagaimana menghubungkan,
membingkai pengetahuan fisika itu dalam budaya itu
sehingga anak mengetahui budayanya dan membuat
pendekatannya secara ilmu. Sehingga sangat dibutuhkan
pemahaman guru.”
Berbeda dengan guru yang lain, guru O tidak bisa merancang
kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan budaya siswa karena
menurut guru O untuk membuat rancangan seperti itu belum sama
sekali tepikirkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
“Belum kepikiran sampai disitu. Dan ini bagus.
Maksudnya bahwa yang diinginkan adalah kita membuat
satu metode atau metodelogi yang di dalamnya itu ada
fisika dan ada budayanya. Jika kita datang ke budaya dan
kita melaksanakan tetapi ada konsep fisika apa yang mau
dibangun disini. Itu belum dipikirkan.”
Dari hasil pembahasan diatas dapat dilihat bahwa guru I, guru J,
guru K, guru L, guru M, dan guru P bisa merancang pembelajaran
yang mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran fisika
sebagai media dan sumber belajar sedangkan guru N dan guru O tidak
bisa merancang pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa
dalam pembelajaran fisika. Jika dipersentasekan sebanyak 75% guru
fisika dapat merancang pembelajaran yang mengintegrasikan budaya
siswa dalam pembelajaran fisika sebagai media dan sumber belajar
sedangkan 25% guru fisika tidak dapat merancang pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran fisika sebagai
media dan sumber belajar.
3. Implementasi rancangan pembelajaran yang mengintegrasikan
budaya siswa dalam pembelajaran
Pengetahuan dan rancangan yang telah dibuat oleh guru akan
berdampak pada sejauh mana keberhasilan dari penggunaan metode
pembelajaran tersebut. Berdasarkan hasil wawancara bahwa rancangan
ideal pembelajaran dengan memanfaatkan budaya siswa yang sudah
dirancang oleh masing-masing guru tidak semuanya dapat berhasil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Kebanyakkan guru mengatakan bahwa keberhasilan penggunaan
metode pembelajaran itu bergntung pada situasi atau kondisi siswa di
kelas dan juga dibutuhkan strategi guru untuk bisa membimbing siswa
yang belum memahami materi fisika yang dihubungkan dengan
budaya siswa agar bisa memahaminya.
Dari hasil analisis diatas yang berkaitan dengan pengetahuan guru
mengenai peran budaya siswa dan penerapannya dalam pembelajaran
fisika, ditemukan bahwa setiap guru memiliki pengetahuan dan cara
penerapannya yang berbeda-beda. Ada guru yang mengetahui
pentingnya peran budaya siswa dalam kegiatan pembelajaran fisika
dan memanfaatkannya sebagai media atau sumber belajar, tetapi ada
juga guru yang memiliki pengetahuan saja tetapi tidak dapat
menerapkan dalam kegiatan pembelajaran. Guru yang memiliki
pengetahuan tentang metode dan menerapkannya dalam pembelajaran
dapat membantu siswa dan juga guru itu sendiri dalam berlangsungnya
kegiatan pembelajaran fisika di kelas.
Menurut guru I berdasarkan rancangan pembelajaran dengan
memanfaatkan budaya siswa yang dibuat, guru I mengatakan bahwa
siswa terlihat sangat antusias dan aktif ketika guru membawa alat
untuk melakukan praktikum di kelas. Lain hal hanya ketika dalam
mengajar guru hanya menjelaskan materi dengan ceramah saja maka
siswa akan cepat merasa bosan.
“Menurut saya, pada umumnya siswa kalau kita bawah
alat-alat atau yang berkaitan dengan itu, pasti mereka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
antusias. Itu tadi kalau dengan ceramah, mereka hanya
dengar dan pasti ada yang ngantuk. Tetapi kalau kita bawa
alat-alat, mereka pasti antusias dan aktif.”
Menurut guru M, dalam merancang sebuah pembelajaran dengan
memanfaatkan budaya siswa tingkat keberhasilnya mencapai 75% jika
sesuai dengan rancangan yang telah dibuat di RPP.
“Kalau sesuai dengan RPP nya mungkin sekitar 75% dapat
diterapkan karena kalau di RPP itu kan kita ada
eksperimen. Percobaannya harus ada atau sebagai contoh
tadi yang budaya sisw aitu harus ada tapi kalau kembali ke
siswanya memang tidak bisa karena mereka punya konsep
pemahaman materinya kurang bagus dan cara tangkapnya
mereka lamban.”
Menurut guru N, dalam melaksanakan rancangan pembelajaran
yang telah dibuat guru harus memikirkan sebuah cara atau metode
khusus agar siswa mudah paham dengan penjelasan guru sehingga
rancangan pembelajaran yang sudah disiapkan dapat diterapkan di
kelas dengan baik.
“Biasanya tentang hal-hal seperti ini atau tentang
rancangan seperti itu tadi, biasanya kita harus pikir juga
ketika kita membuat bahan ajar, hal seperti ini nanti kita
akan memasukkan sehingga mereka lebih paham tentang
hal-hal ini.”
Menurut guru P, rancangan pembelajaran yang telah dibuat
sebagus apapun dapat berubah ketika keadaan siswa dan situasi kelas
yang tidak baik. Dimana dalam pembelajaran, ketika guru menjelaskan
materi ada beberapa siswa yang mengerti dan ada juga siswa yang
tidak mengerti. Guru P mengatakan bahwa rancangan yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
dibuat dapat terlaksana tergantung situasi dan strategi dari guru untuk
bisa membimbing yang belum mengerti menjadi mengerti.
“Rancangan itu seindah apapun yang sudah disiapkan dari
rumah itu akan bisa berubah ketika masuk ke kelas dan
menemukan siswa yang mana satunya sudah mengerti dan
satunya belum mengerti sehingga kita tidak bisa berpaku
pada apa yang sudah kita siapkan itu. Mungkin yang kita
siapkan itu bisa menjadi bingkai tetapi tergantung situasi
dan strategi guru untuk bisa membimbing yang belum
mengerti agar menjadi mengerti.”
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat dsimpulkan bahwa
guru I, guru M, guru N, dan guru P dapat mengimplementasikan
rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Guru J, guru L, dan guru K
tidak dapat tidak dapat mengimplementasikan rancangan pembelajaran
yang telah dibuat sedangkan guru O tidak mengetahui sejauh mana
rancangan pembelajaran yang dibuat dapat diimplementasikan. Jika
dipersentasekan sebanyak 50% guru fisika dapat
mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran yang telah dibuat,
37,5% guru fisika tidak dapat mengimplementasikan rancangan
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam
pembelajaran yang telah dibuat sedangkan 12,5% guru fisika tidak
mengetahui sejauh mana rancangan pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran dapat
diimplementasikan. Dalam penelitian ini masih ditemukan adanya
kendala-kendala yang dialami oleh sebagian besar guru sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
rancangan tersebut sulit berhasil jika diterapkan. Kendala-kendala
yang ditemukan antara lain:
a. Guru yang kurang terampil atau tidak terampil untuk menggunakan
budaya siswa sebagai metode pembelajaran.
b. Kurangnya pemahaman guru untuk menghubungkan materi fisika
dengan budaya siswa.
c. Siswa terkadang sulit untuk menghubungkan contoh yang
diberikan mengenai budaya dengan materi fisika karena daya serap
siswa yang masih rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa
hal mengenai pengetahuan guru terhadap peran dan pemanfaatan budaya
siswa dalam pembelajaran fisika sebagai berikut:
1. Sebanyak 12,5% dari delapan guru fisika di pulau Flores, NTT
mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam pembelajaran
fisika di kelas sebagai media pembelajaran dan sebanyak 87,5% guru
fisika mengetahui peran dan pemanfaatan budaya siswa dalam
pembelajaran fisika sebagai sumber belajar.
2. Sebanyak 75% dari delapan guru fisika di pulau Flores, NTT dapat
merancang pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam
pembelajaran fisika dan 25% guru fisika tidak dapat merancang
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam
pembelajaran.
3. Sebanyak 50% dari delapan guru fisika di pulau Flores, NTT dapat
mengimplementasikan rancangan pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran yang telah dibuat,
37,5% guru fisika tidak dapat mengimplementasikan rancangan
pembelajaran yang mengintegrasikan budaya siswa dalam
pembelajaran yang telah dibuat dan 12,5% guru fisika tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
mengetahui sejauh mana rancangan pembelajaran yang
mengintegrasikan budaya siswa dalam pembelajaran dapat
diimplementasikan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, peneliti menyampaikan
beberapa saran, yaitu:
1. Melihat banyaknya tradisisi budaya yang dapat dijadikan sebagai
bahan ajar, maka sebagai guru fisika harus memiliki pengetahuan yang
luas, pemahaman yang baik dan kreatif yang tinggi untuk dapat
menggunakan tradisi budaya sebagai bahan ajar.
2. Sebaiknya sekolah memberikan pelatihan terkait pemanfaatan budaya
siswa sebagai metode pembelajaran.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menggunakan kuisioner dan observasi
kepada guru yang bersangkutan supaya data lebih lengkap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful B. & Aswan Zein. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT RINEKA CIPTA.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara
Kunandar, 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Rusman, 2009. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN. Mengembangkan
Profesionaisme Guru. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Suparno, Paul. 2013. Metodologi Pembelajaran Fisika Kontruktivistik dan
Menyenangkan. Yogyakarta: USD
Suparno, Paul. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan IPA. Yogyakarta: USD
Suprayekti, dkk, 2008. Pembaharuan Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas
Terbuka
Susanto, Ahmad. 2013. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
DASAR. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI