IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM ...

of 53 /53
IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI AIR TERJUN DUA WARNA SIBOLANGIT SUMATERA UTARA SKRIPSI ARNIDAH SARI SRG 141201076 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Embed Size (px)

Transcript of IDENTIFIKASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM ...

DUA WARNA SIBOLANGIT SUMATERA UTARA
SKRIPSI
DUA WARNA SIBOLANGIT SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH :
DUA WARNA SIBOLANGIT SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh :
Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara
Penanggulangan Bencana di Air Terjun Dua Warna Sibolangit Sumatera Utara.
Dibimbing oleh ACHMAD SIDDIK THOHA.
Pengurangan risiko bencana melalui kearifan lokal merupakan bentuk dari
mitigasi bencana berbasis masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kearifan lokal masyarakat yang berkaitan dengan penanggulangan bencana banjir
bandang dan mengidentifikasi potensi kearifan lokal masyarakat dalam
menanggulangi bencana banjir bandang di kawasan Air Terjun Dua Warna.
Pengumpulan informasi diperoleh dengan wawancara mendalam (depth interview)
yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama
informan. Metode penentuan narasumber dalam penelitian ini adalah informan
kunci (key informan) yaitu seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan luas
tentang daerahnya, kebiasaan-kebiasaan penduduk di daerah tersebut dan juga
dianggap sebagai tokoh oleh penduduk di daerah tersebut. Narasumber yang akan
diwawancarai antara lain yaitu tokoh masyarakat, kepala desa, kepala adat, kepala
UPT Tahura Bukit Barisan, pemandu wisata serta perwakilan masyarakat.
Kearifan lokal/budaya yang berkaitan dengan penanggulangan bencana banjir
bandang yang ada di Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit yaitu penyebaran
informasi adanya bencana banjir, penyebab kejadian banjir bandang, pelarangan
aktivitas di sekitar air terjun, sejarah kejadian banjir, prediksi akan adanya banjir,
metode menolong korban, jenis tanaman disekitar air terjun dan cara pelestarian
hutan di sekitar air tejun sedangkan potensi kearifan lokal masyarakat dalam
penanggulangan bencana banjir di kawasan Air Terjun Dua Warna yaitu pra
bencana, saat tanggap darurat dan pasca bencana. Pra bencana; pembuatan plang
peringatan dini disekitar kawasan air terjun, saat tanggap darurat; penyebaran
informasi serta reaksi cepat dan bantuan penanganan terhadap korban dan pasca
bencana; mengurus surat izin status kepemilikan dan izin pariwisata serta
memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak.
Kata Kunci: banjir bandang, bencana alam, kearifan lokal, penanggulangan
bencana.
North Sumatra. Guided by ACHMAD THOHA SIDDIK.
Disaster risk reduction through local wisdom is a form of community-
based disaster mitigation. This research was conducted to find out the local
wisdom of communities related to disaster response to flash flooding and identify
potential local wisdom society in tackling the disaster of flash flooding in the area
of the Dua Warna Waterfalls. Collection of information obtained by in-depth
interviews (depth interview) conducted many times and takes a long time along
with the informant. Method of determination of the interviewees in this study was
a key informant (key informant) that a person who is considered to have vast
knowledge about the area, customs of residents in the area and is also considered
as a character by the population in the the area. The resource person to be
interviewed, among others, community leaders, village heads, heads of customs,
the head of the Barisan Tahura UPT, tour guides, as well as representatives of the
people. Local wisdom/culture related to the flash flood disaster relief there is in
the village of Sibolangit Subdistrict new airport namely dissemination of
information the presence of flood occurrence, causes flash floods, the prohibition
of activities around water the plunge, the history of the genesis flood, prediction
of flood survivors, the method, the types of plants around the waterfalls and the
way the preservation of forests around water fall while the potential of the local
wisdom of communities in flood disaster mitigation in the region falls Dua Warna
namely pre disaster, while emergency and post disaster. Pre disaster; the creation
of early warning sign around the waterfall area, while emergency response;
dissemination of information as well as a quick reaction and the handling of aid
towards victims and disaster; take care of the licensing status of the ownership
and permission of tourism as well as repairing damaged facilities and
infrastructure.
Key words: local wisdom, disaster relief, natural disasters, flash flooding.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penulis dilahirkan di Pasar Binanga, Kecamatan Barumun Tengah,
Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 25 Maret 1996
dari pasangan Bapak Arman Syah Siregar dan Ibu Ubaidah Nasution. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara.
Pada Tahun 2008 penulis lulus dari SD Negeri 147564 Ranto Panjang.
Penulis kemudian melanjutkan studi ke SMP Negeri 1 Linggabayu dan lulus pada
tahun 2011. Lalu penulis lulus pada tahun 2014 dari SMA Negeri 2 Plus Sipirok .
Pada tahun 2014, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sebagai mahasiswa
di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga mengikuti beberapa organisasi
: Ikatan Mahasiswa Bagas Godang Mandailing Natal (BAGODING). Pada tahun
2015 penulis mengikuti Perlombaan Student Entrepreneurship Center (SEC).
Pada tahun 2016, penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem
Hutan (P2EH) selama 10 hari di Kampung Nipah, Sei Naga Lawan. Penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi Regional
Jawa Tengah KPH Mantingan pada 29 Januari – 28 Februari 2018 selam 30 hari.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan baik
dan tepat waktu. Judul skripsi ini adalah “Identifikasi Kearifan Lokal Masyarakat
Dalam Penanggulangan Bencana di Air Terjun Dua Warna Sibolangit Sumatera
Utara”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memproleh gelar
sarjana di Fakultas kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini mendapat banyak bantuan secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Kedua orang tua, Ayah Arman Syah Siregar dan Ibu Ubaidah Nasution
yang selalu memberi kasih sayang yang tak terbatas, kesabaran, doa serta
tidak pernah lelah dalam mendidik dan memberi cinta yang tulus dan
ikhlas kepada penulis semenjak kecil. Semua hal yang kedua orang tua
penulis berikan merupakan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih untuk segala hal yang diberikan kepada penulis baik
dukungan moril maupun materi, tanpa kedua orang tua penulisan skripsi
ini tidak akan pernah terselesaikan.
2. Bapak Dr. Achmad Siddik Thoha, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing serta memberikan perbaikan dan saran terhadap
penulisan skripsi ini.
3. Bapak Arif Nuryawan S. Hut., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji I dan
bapak Dr. Muhdi S. Hut., M. Si selaku dosen penguji II.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Bapak Ramlan Barus selaku kepala Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan
Taman Hutan Raya Bukit Barisan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera
Utara yang telah bersedia memberikan informasi dan membantu penulis
untuk melakukan kegiatan penelitian.
khususnya masyarakat sekitar lokasi Air Terjun Dua Warna yang telah
banyak membantu dalam memperoleh data yang dibutuhkan dalam skripsi.
6. Rekan tim penelitian Khairunnisa Kudadiri, Zulfa Husna, Sinta Manik,
Boki Mayalibit yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat
melakukan penelitian serta teman-teman angkatan 2014 di Program Studi
Kehutanan.
7. Kepada adik dan teman-teman yang tercinta Gusniadi Siregar, Wawan
Faiz Fanreza, Marhaban Siregar, Arpan Adiansyah Hrp, Chairani Zulistya
Hrp, Khairul Anwar, Budi, Mutia Cindy Aulia, Sahly Daulay, Tri July
Adha, Syarkiah Ana Batubara, yang telah memberikan dorongan serta
partisipasi selama penulis melakukan penelitian ini.
Dalam penulisan Skripsi ini, masih banyak kesalahan yang terjadi baik dalam
penulisan maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Skripsi ini. Terakhir
penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan memberi wawasan bagi kita
semua khususnya bagi ilmu kehutanan.
Medan, Desember 2018
Arnidah Sari Srg
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kearifan Lokal ................................................................................ 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penanggulangan Menurut Beberapa Narasumber .......................... 21
Potensi Pemanfaatan Lokal Masyarakat Untuk Penanggulangan
Bencana Banjir ................................................................................ 26
KESIMPULAN DAN SARAN
2. Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir............................... 14
3. Jenis-jenis Adat yang dilakukan di Desa Bandar Baru
Kecamatan Sibolangit .................................................................... 20
Bandang yang diakui Narasumber ................................................. 22
5. Daftar Jenis Kegiatan yang Dilakukan Masyarakat Desa
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Setelah Banjir Bandang di
Air Terjun Dua Warna................................................................ 24
Kecamatan Sibolangit................................................................ 28
2. Siklus Penanggulangan Banjir................................................... 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan, hutan telah
memberikan banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat, baik manfaat ekonomi,
ekologi maupun social budaya. Keberadaan hutan juga memberikan kesempatan
bagi masyarakat untuk bekerja terutama dalam hal pemanfaatan hasil hutan non-
kayu serta sumberdaya alam lainnya yang dapat dimanfaatkan sehingga
memperoleh nilai tambah terutama bagi masyarakat yang berada disekitar
kawasan hutan (Karisma, 2010).
Respon merupakan awal dari sebuah strategi adaptasi oleh masyarakat yang
dihasilkan melalui pemahaman terhadap bencana alam yang terjadi, pemahaman
masyarakat berupa pengetahuan atau tindakan dalam menghadapi bencana. Hasil
dari sikap atau tindakan masyarakat dalam menghadapi bencana adalah strategi
adaptasi yang berarti penyesuaian yang dilakukan akibat dari ancaman lingkungan
sehingga adaptasi merupakan salah satu cara dalam mencapai kelangsungan hidup
manusia (Huda, 2016).
Bencana alam tentunya berdampak negatif bagi masyarakat yang ada baik di
kawasan rawan bencana itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Berbagai
kebijakan penanggulangan bencana yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah
merupakan salah satu bentuk dan upaya untuk dapat mengurangi resiko bencana
alam. Selain itu, kerjasama antar masyarakat juga perlu menjadi perhatian dalam
rangka penanggulangan bencana. Salah satu bentuk penanggulangan bencana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan mitigasi dan
adaptasi masyarakat terhadap bencana alam (Zuriyani, 2010).
Pengurangan risiko bencana melalui kearifan lokal merupakan bentuk dari
mitigasi non struktural. Kearifan lokal merupakan pengetahuan tradisional yang
khas milik masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama dan
diwariskan dari generasi ke generasi sebagai pedoman, pengontrol dan rambu-
rambu berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat serta mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan
(Dewi dan Istiadi, 2015).
Air Terjun Dua Warna berlokasi di Bandar Baru Kecamatan Sibolangit
memiliki nuansa pegunungan yang sejuk. Air Terjun Dua Warna ini sumber
airnya berasal dari Gunung Sibayak, ketinggian air terjun ini berada pada 1270
mdpl dengan gradasi warna yang berbeda sehingga disebutlah Air Terjun Dua
Warna. Sebenarnya secara ilmiah perbedaan warna ini karena adanya kandungan
fosfor dan belerang yang berasal dari letusan Gunung Sibayak membentuk sungai
kemudian bersatu dengan resapan air hutan. Tetapi pada bulan Mei 2016 terjadi
musibah banjir bandang di destinasi wisata Air Terjun Dua Warna yang
mengakibatkan 22 wisatawan hilang yang terdiri atas wisatawan dan pemandu
wisatawan. Bencana alam terkadang datang tiba-tiba, namun alam kerap
menunjukkan pertandanya (Surgatraveller, 2015).
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas
normal sehingga sungai tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat adanya sedimentasi, penyempitan
sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, seperti sampah serta hambatan
lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan juga menyebabkan
peningkatan debit banjir (Syamsul, 2007). Dari permasalahan diatas maka perlu
dilakukan penelitian untuk mengevaluasi jenis kearifan lokal di desa sekitar
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit yang dapat berkontribusi dalam pengelolaan
wisata yang minim risiko bencana.
Tujuan penelitian
1. Untuk mendata kearifan lokal masyarakat yang berkaitan dengan
penanggulangan bencana banjir bandang.
menanggulangi bencana banjir bandang di kawasan Air Terjun Dua Warna.
Manfaat penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk proses pembelajaran dalam penanggulangan
bencana oleh masyarakat.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi suatu saran dalam menghentikan atau
memberikan batasan pengelolaan Air Terjun Dua Warna kepada pihak swasta.
3. Bagi masyarakat penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
aplikasi, motivasi pentingnya melestarikan kearifan lokal dalam
penanggulangan bencana.
Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman
atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia
dalam kehidupan didalam komunitas ekologis. Kearifan lokal terbentuk karena
adanya hubungan antara masyarakat tradisional dengan ekosistem di sekitarnya,
yang memiliki kepercayaan, hukum serta pradata adat, pengetahuan dan cara
mengelola sumberdaya alam secara lokal (Arafah dkk, 2011).
Wujud dari kearifan lokal bisa berbentuk sistem pengetahuan, sistem sosial,
sistem budaya tercermin dari pengelolaan lingkungan. Proses kajian kearifan lokal
memerlukan perenungan yang mendalam sehingga dapat dipahami secara
rasional. Dari sekian deskripsi tentang kearifan lokal, banyak sekali yang terkait
dengan pelestarian alam. Usaha pelestarian alam dalam konteks pencegahan
bencana alam merupakan upaya memitigasi bencana (Maryani, 2013).
Di dalam hutan terdapat berbagai interaksi, yaitu sebuah ekosistem hutan
memiliki sistem sosial yang terdiri atas manusia dengan proses-proses sosial dan
kemudian terdapat lingkungan ekosistem hutan itu sendiri. Ada berbagai dimensi
yang membentuk kearifan lokal masyarakat desa hutan baik secara struktural
maupun secara kultural. Secara struktural diakibatkan oleh adanya proses sosial
panjang yang menyebabkan adanya struktur masyarakat desa hutan dalam lapisan
sosial paling rendah untuk mendapatkan hak atas sumber daya lingkungan hutan.
Secara kultural, kearifan lokal masyarakat desa hutan dimana keterbatasan akses
terhadap lingkungan hutan menyebabkan munculnya budaya masyarakat desa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hutan dalam bentuk ide-ide, perilaku serta berbagai benda yang dipergunakan
dalam keseharian mereka (Hananto, 2009).
Kearifan tentang hutan pada dasarnya merupakan pola kehidupan
masyarakat yang selaras dengan alamnya. Oleh karena itu, masyarakat selalu
berusaha menjaga dan melestarikan lingkungan hidup beserta isinya. Menurut
Permana (2011) kearifan lokal masyarakat Baduy pada hutan dan air dalam
kaitannya dengan mitigasi bencana banjir dan longor tercermin dalam fungsi dan
letak hutan dan air yaitu hutan larangan, hutan dungusan atau dudungusan dan
hutan garapan. Hutan larangan adalah hutan lindung yang tidak boleh dimasuki
oleh sembarang orang yang di dalamnya, bahkan orang Baduy atau pimpinan adat
sekalipun. Hutan dudungusan adalah hutan yang dilestarikan karena berada di
hulu sungai atau di dalamnya dianggap terdapat keramat atau diyakini sebagai
tempat leluhur Baduy. Sementara itu, hutan garapan adalah hutan yang dapat
digarap untuk dijadikan ladang (huma) oleh masyarakat Baduy secara umum.
Keterlibatan para pihak yang berkepentingan (stakeholder) diperlukan untuk
lebih menjamin tercapainya keputusan pihak-pihak pada tingkat tertentu,
khususnya dalam keseimbangan fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari
ekosistem hutan. Dengan hal tersebut, para pihak dapat dilibatkan dalam
penentuan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, analisis keadaan serta pemecahan
masalah dan pengembangan upaya-upaya perbaikan dalam hutan
(Kusumaningtyas, 2016).
Masyarakat Kecamatan Sibolangit didominasi oleh suku Karo. Kota
terdekat yang terkenal di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan
pariwisatanya serta produk pertaniannya yang unggul. Mayoritas suku Karo
bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan
Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai "Taneh Karo Simalem". Banyak
keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis rumah
baru, dan pesta tahunan yang dinamakan kerja tahunan, maupun bentuk masakan.
Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut terites. Terites ini disajikan
pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan (Kushnick, 2010).
Ada beberapa jenis keberadaan lembaga adat dan simbol adat yang terdapat
di Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, dengan
beberapa kegiatan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Lembaga Adat Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit
1. Keberadaan Lembaga Adat
14. Upacara Adat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
15. Upacara Adat dalam Pembanguna Rumah
16. Upacara Adat dalam Penyelesaian Masalah/Konflik
17. Upacara Adat dalam Bidang Bencana Alam
Sumber : Pemerintah Kabupaten Deli Serdang (2017).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kecamatan Sibolangit namun tidak semua jenis kegiatan adat dilakukan atau
dilaksanakan lagi. Salah satu jenis kegiatan adat yang dilakukan di desa Bandar
Baru Kecamatan Sibolangit yaitu Upacara Adat dalam Bidang Bencana Alam,
dalam upacara adat tersebut ada kegiatan meminta doa secara bersamaan serta
beberapa kegiatan lainnya yang dipimpin oleh kelapa adat yang bersangkutan.
Dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mitigasi
bencana didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Namun dalam implementasinya ke
masyarakat masih sangat minim akibatnya masyarakat terutama di wilayah rawan
bencana belum memiliki pengetahuan memadai akan kebencanaan dan tidak
mempunyai kemampuan adaptif dengan keadaan dan proses pemulihan pasca
bencana. Pengetahuan masyarakat tentang kearifan lokal terasa semakin menurun
karena kurang sosialisasi dan pembinaan. Karena itu peningkatan kesadaran dan
pemberdayaan masyarakat sangat mutlak diperlukan. Seiring dengan itu,
penggalian terhadap kearifan lokal sangat diperlukan karena memberikan
pemahaman dan panduan dalam lingkup tradisi lokal bagaimana menjalani
kehidupan sehari-hari, termasuk pengetahuan ciri-ciri bencana dan larangan
melakukan kegiatan yang merusak lingkungan atau keseimbangan ekosistem.
Penyebab Bencana Banjir
Bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
baik oleh faktor alam atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis, yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor .
Musim penghujan telah memasuki wilayah Indonesia, pada masa ini
peralihan cuaca bisa sangat cepat terjadi tiba-tiba hujan namun beberapa saat
kemudian panas. Bencana banjir yang terjadi pada bulan September 2016
mengakibatkan kerugian material mencapai 3.638 unit rumah rusak dimana 840
unit rusak berat, 504 rusak sedang dan 2.294 rusak ringan serta lebih dari 10 ribu
rumah terendam. Bencana yang cenderung meningkat tahun ke tahun adalah
banjir dan tanah longsor. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir dan
longsor harus lebih meningkatkan kewaspadaan mengingat hujan dapat
menyebabkan bencana ini terjadi. (BNPB, 2016).
Banjir bandang (flash flood) adalah penggenangan akibat limpasan keluar
alur sungai karena debit sungai yang membesar tiba-tiba melampaui kapasitas
aliran, terjadi dengan cepat melanda daerah-daerah rendah permukaan bumi.
Banjir bandang dibedakan dari banjir oleh waktu berlangsungnya yang cepat dan
biasanya kurang dari enam jam dan menyapu lahan yang dilandanya dengan
kecepatan aliran yang sangat besar hampir tanpa peringatan yang cukup. Tinggi
permukaan gelombang banjir bandang dapat berkisar 3-6 meter dengan membawa
debris (sampah) dan sangat berbahaya sehingga menimbulkan banjir bandang dan
memicu terjadinya longsoran (Syamsul, 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pencegahan dengan langkah antara lain penyuluhan dan sosialisasi harus
dilaksanakan secara luas. Meningkatkan peranserta masyarakat dalam upaya
mencegah dan mengurangi risiko bencana banjir meliputi, penyuluhan agar tidak
membuang sampah sembarangan, tidak tinggal dalam bantaran sungai,
menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air tersebut.
Penanggulangan bencana menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Penanggulangan bencana tetap memperhatikan kearifan lokal dan
mempertimbangkan aturan/norma yang berlaku secara universal. Penanggulangan
bencana dilakukan sejak dini untuk mencegah meluasnya dampak bencana
(Irena, 2015).
Sistem peringatan dini bencana adalah elemen yang sangat penting dalam
upaya peringatan risiko bencana. Dengan adanya peringatan dini maka
masyarakat dapat melakukan penyelamatan sehingga mengurangi korban jiwa dan
dampak bencana lainnya. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan bencana
pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Peringatan dini merupakan
salah satu bagian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk
mengurangi resiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap
darurat sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan fisik
seseorang dan kematian (BNPB, 2012).
Operasi penanganan bencana banjir dilaksanakan pada dua tahap yaitu tahap
kesiapsiagaan sampai dengan tahap tanggap darurat. Pada tahap kesiapsiagaan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
operasi dititikberatkan pada kegiatan yang bersifat pencegahan dan kesiapan yang
dimulai dari kesiapan posko, kesiapan alat peralatan, kesiapan sumberdaya
daerah, penyiapan sistem peringatan dini dan penyuluhan meliputi : pembentukan
kelompok kerja yang beranggotakan dinas-instansi terkait (diketuai Dinas
Pengairan/Sumber Daya Air), mengevaluasi data curah hujan dan informasi lain
yang diperlukan untuk meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi
terkena banjir serta daerah yang rawan banjir. Menyiapkan peta daerah rawan
banjir dilengkapi dengan “plotting” rute pengungsian, lokasi pengungsian
sementara dan lokasi pos pengamat debit banjir/ketinggian muka air banjir di
sungai penyebab banjir (Mulyanto, 2012).
Menajemen bencana banjir berdasarkan waktu, peristiwa bencana dapat
dikategorikan dalam 3 (tiga) bagian yaitu sebelumnya, saat dan sesudah. Pada saat
yang sama ada 4 kegiatan yaitu Mitigasi dan Kesiapsiagaan (sebelum), Respon
(saat) dan Pemulihan (setelah). Selain itu pemahaman tentang menajemen
bencana banjir sebagai persoalan umum memerlukan pemetaan struktur interaksi,
keterlibatan dan partisipasi berbagai pemangku kepentingan dalam kontak
langsung dengan akar penyebab dan korban bencana itu. Para pemangku
kepentingan (stakeholders) dapat mencakup unsur pemerintah dan pelaku non-
pemerintah baik swasta LSM dan masyarakat lainnya. Namun pemerintah masih
memiliki peran sebagai pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan utama.
Selanjutnya dengan mengurangi banjir atau dengan meningkatkan kapasitas untuk
menanggulanginya (Sutopo, 2010).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sumber: Ulum (2013)
Kearifan lokal merupakan prinsip-prinsip dan cara-cara tertentu yang
dianut, dipahami dan diaplikasikan oleh masyarakat lokal dalam berinteraksi
dengan lingkungannya dan ditransformasikan dalam bentuk sistem nilai dan
norma adat. Kearifan lokal juga merupakan gagasan-gagasan setempat (lokal)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya (Zuriyani, 2010).
Kearifan lokal di peringkat etnik juga bisa bermacam-macam bidang
misalnya untuk merespon alam sekitar. Masyarakat Batak Karo membuat rumah
sekalian dengan aspek-aspek spiritual untuk menjaganya dari beberapa gangguan
hewan maupun berbagai bencana seperti bencana banjir bandang. Hal ini
Menajemen Bencana Banjir SAAT
12
merupakan salah satu kearifan lokal atau budaya masyarakat Batak Karo yang
berkaitan dengan penanggulangan bencana sehingga mereka merasa aman
terhadap beberapa gangguan hewan lainnya (Armawi, 2008).
Dengan adanya kearifan lokal maka proses interaksi akan menghasilkan
sebuah budaya. Budaya yang muncul dari dalam masyarakat itu sendiri dapat kita
sebut sebagai kearifan lokal. Hal ini muncul karena masyarakat desa hutan
mendapatkan manfaat dari hutan sehingga secara otomatis mereka akan berusaha
untuk mempertahankan kelestarian hutan dan mengurangi resiko bencana alam
lainnya seperti banjir bandang, longsor dan kebakaran hutan (Hananto, 2009)
Bencana banjir bandang pernah terjadi di Kecamatan Sibolangit Kabupaten
Deli Serdang Sumatera Utara tepatnya di tempat wisata Air Terjun Dua Warna
yang mengakibatkan banyak menelan korban jiwa. Kemungkinan besar terjadinya
banjir bandang akibat kerusakan hutan dan kurangnya pelestarian sekitar aliran
sungai tersebut sehingga mengalami kerusakan secara ekologi, selain itu di daerah
sekitar Air Terjun Dua Warna memiliki daerah-daerah yang mempunyai
kerentanan gerakan tanah tinggi umumnya menempati alur-alur sungai dengan
dinding yang curam, hal ini sesuai dengan pernyataan Firmansyah dan Kadarsetia
(2010) bahwa curah hujan yang tinggi bisa menimbulkan gerakan tanah muncul
pada titik yang baru apabila terjadi gempa bumi, kenaikan intensitas curah hujan,
erosi ataupun penggundulan hutan. Gerakan tanah yang terjadi pada tebing-tebing
sungai dapat menyebabkan penyumbatan dan pembentukan bendungan longsor
alami yang pada akhirnya dapat menimbulkan banjir bandang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
banjir (prevention), penanganan saat banjir (response/intervention) dan pemulihan
setelah banjir (recovery). Tiga tahapan tersebut berada dalam suatu siklus kegiatan
penanggulangan banjir yang berkesinambungan, sebagaimana di gambarkan pada
Gambar 2.
Sumber: Bieri, (2003)
siklus (life cycle), yang dimulai dari banjir, kemudian mengkajinya sebagai
masukan untuk pencegahan (prevention) sebelum bencana banjir terjadi kembali.
Pencegahan dilakukan secara menyeluruh, berupa kegiatan fisik seperti
pembangunan pengendali banjir di wilayah sungai (in-stream) sampai wilayah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dataran banjir (off-stream) dan kegiatan non-fisik seperti pengelolaan tata guna
lahan sampai sistem peringatan dini bencana banjir.
Tabel 2. Kegiatan dalam Siklus Penanggulangan Banjir
Siklus Kegiatan
- Upaya di luar badan Sungai ( Off- Stream)
2. Upaya - upaya Non-Struktural
- Upaya Pengelolaan Keadaan Darurat Banjir dalam
Jangka Pende
Banjir
PEMULIHAN
( Recovery)
Perbaikan Sarana dan Prasarana
- Rehabilitasi dan Pemulihan Kondisi Fisik dan Non-Fisik
2. Penilaian Kerusakan/Kerugian dan Asuransi Bencana
Banjir
Sumber: Permana (2011)
(response/intervention) pada saat bencana banjir terjadi. Tindakan penanganan
bencana banjir, antara lain pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang
prakiraan banjir (flood forecasting information and dissemination), tanggap
darurat, bantuan peralatan perlengkapan logistik penanganan banjir (flood
emergency response and assistance) dan penyusutan terhadap genangan banjir
(flood fighting). Pada tahap pemulihan dilakukan penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana.
Pengurangan risiko bencana banjir merupakan bagian dari pengelolan
sumber daya air (SDA) yang berbasis wilayah sungai (WS) harus direncanakan
dan dilaksanakan secara terintegrasi di dalam suatu WS. Oleh karena itu,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengelolaan SDA masing-masing WS diatur dalam suatu rencana pengelolaan.
Pengurangan risiko bencana banjir tidak hanya dilakukan dengan pembangunan
dan pengaturan bangunan sarana dan prasarana saja. Sesuai dengan UU No. 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang
yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan
kenyamanan kehidupan serta menjaga kelestarian lingkungan (Amri, 2016).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 – Juni 2018 di desa-
desa sekitar Air Terjun Dua Warna Bandar Baru Kecamatan Sibolangit, Provinsi
Sumatera Utara sebagai salah satu daerah objek wisata air terjun.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera, perekam
suara. Bahan yang digunakan adalah kuisioner untuk mendapatkan data skunder,
serta data history kejadian banjir bandang di wisata Air Terjun Dua Warna.
Prosedur Penelitian
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh melalui media
perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku, catatan, bukti yang telah
ada, atau arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara
umum. Data diperoleh dari lembaga adat yang bersangkutan di daerah Desa
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit, data sejarah kejadian banjir bandang Air
Terjun Dua Warna yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu dari publikasi
media massa, UPT Tahura Bukit Barisan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera
Utara, Kepala desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit, serta masyarakat setempat
meliputi tentang lokasi kejadian bencana.
Pengumpulan data primer
dengan menggunakan metode wawancara mendalam (depth interview) yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibutuhkan ketelitian.
Metode penentuan informan dalam penelitian ini adalah informan kunci (key
informan) yaitu seseorang yang memiliki pengetahuan luas tentang daerahnya,
kebiasaan-kebiasaan penduduk di daerah tersebut dan juga dianggap sebagai
tokoh oleh penduduk di daerah tarsebut. Pada umumnya adalah orang tua, orang
dianggap oleh penduduk sebagai tokoh masyarakat. Dari informan kunci ini dapat
diperoleh data-data tentang keadaan penduduk di daerah penelitian, baik
kebiasaan, masalah-masalah sosial, kearifan lokal dan sebagainya (Rudito dan
Famiola, 2008).
kepala desa, kepala adat yang bersangkutan, serta LSM (lembaga swadaya
masyarakat) yang terkait, Informasi yang dikumpulkan adalah data sosial, berupa
data kondisi umum lokasi penelitian, data tentang kearifan lokal masyarakat
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit, data jenis kearifan lokal serta bentuk kearifan
lokal masyarakat desa sekitar Air Terjun Dua Warna yang diperoleh dari lembaga
adat yang bersangkutan.
lokasi penelitian. Survei terhadap masyarakat juga dilakukan dengan mengamati
aktifitas keseharian serta kondisi lokasi sekitar Air Terjun Dua Warna, dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
tahap survei ini dilakukan juga dokumentasi dari berbagai pengumpulan data yang
diperoleh.
condong kebahasa informatif, menyampaikan informasi secara faktual mengenai
suatu kejadian tersebut. Sasaran dalam teknik penyajian data bentuk narasi ini
adalah beberapa petinggi di desa-desa sekitar Air Terjun Dua Warna (Bandar Baru
Kecamatan Sibolangit) yang meliputi: kepala desa, tokoh masyarakat, kepala adat,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemandu wisata serta perwakilan salah satu
masyarakat sekitar desa Air Terjun Dua Warna.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Batas wilayah Kecamatan Sibolangit sebelah utara yaitu Desa Suka
Makmur, sebelah selatan yaitu Kabupaten Karo, sebelah timur yaitu Desa Sikeben
dan sebelah barat yaitu Desa Sei Betimus. Mata pencaharian di daerah kecamatan
Sibolangit ini 80% adalah petani dan 20% lagi yaitu buruh tani, Pegawai Negeri
Sipil, sektor perdagangan (hotel dan restoran), wiraswasta. Suku yang ada di
Kecamatan Sibolangit terdiri atas Batak, Nias, Aceh, Mentawai, Melayu, Minang,
Jawa, Banjar, Madura dan Sunda (Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang, 2017).
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa curah hujan disekitar
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit yaitu 3250 mm dengan jumlah bulan hujan 5
bulan dan suhu rata-rata harian 18 o C – 26
o C dan tinggi tempat dari permukaan
laut 860 mdpl. Jenis dan kesuburan tanah didaerah penelitian sebagian besar
berwarna hitam dan tekstur tanah lempung dan tingkat kemiringan tanah sekitar
2,5 derajat. Di daerah Bandar Baru Kecamatan Sibolangit memiliki hutan lindung
dengan luas 693 ha/m 2 dengan berbagai jenis flora dan fauna, serta hasil hutan non
kayu lainnya, didalam hutan lindung tersebut terdapat salah satu wisata alam
berupa air terjun, yang diberi nama Air Terjun Dua Warna karna memiliki warna
yang berbeda yaitu warna biru dan warna air seperti biasanya (Pemerintahan
Kabupaten Deli Serdang, 2017).
Status kepemilikan Air Terjun Dua Warna menurut Bapak Ramlan Barus
selaku kepala UPT. Tahura Bukit Barisan, masih dibawah Pengelolaan Tahura
Bukit Barisan yang fungsi hutan sebagai hutan konservasi dengan luas kawasan
39.678 ha yang berada di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten Karo, Kabupaten Deli
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Serdang, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Langkat. Air Terjun Dua Warna ini
terletak di Kabupaten Deli Serdang namun masyarakat sekitar mengelola kawasan
tersebut secara swadaya tanpa ada izin dari pihak Pengelola Tahura Bukit Barisan,
sebelumnya ada plang peringatan yang dipasang oleh UPT. Tahura bahwa tidak
diperbolehkan memasuki kawasan tersebut menurut Keputusan Presiden No.48
tahun 1988 tentang Pembangunan Kelompok Hutan Sibolangit Sebagai Taman
Hutan Raya Bukit Barisan
Di daerah Kecamatan Sibolangit terdapat berbagai lembaga yang telah
dibentuk serta didalam lembaga adat tersebut ada berbagai jenis adat yang
dilakukan seperti yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel. 3 Jenis-jenis Adat yang dilakukan di Desa Bandar Baru Kecamatan
Sibolangit.
2 - Lembaga Adat - Upacara Adat Kematian
- Organisasi Keagamaan - Upacara Adat Kelahiran
- Upacara Adat Pembangunan
3 - Kelompok Karang Taruna -
4 - Kelompok Pecinta Alam -
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa masih terjaganya kearifan lokal di Desa
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit, seperti lembaga yang telah dibentuk antara
lain yaitu Gotong Royong, Lembaga Adat, Organisasi Keagamaan, Kelompok
Karang Taruna dan Kelompok Pecinta Alam. Di dalam lembaga adat ada berbagai
jenis adat yang dilakukan salah satunya adalah Upacara Adat Pembangunan
Rumah dan Upacara Adat dalam Bidang Kehutanan. Masyarakat di Desa Bandar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjaganya dari beberapa gangguan hewan dari hutan maupun bencana alam
lainnya.
perilaku manusia dalam mengubah fungsi lingkungan dan hutan disekitar Desa
Bandar Baru tersebut. Menurut salah seorang pemandu wisatawan (Ranger) yang
bernama Rangga bahwa terjadinya banjir bandang di destinasi wisata Air Terjun
Dua Warna diakibatkan adanya penebangan pohon secara ilegal di sekitar aliran
sungai tersebut sehingga sungai tidak mampu menanpung akumulasi air hujan
tersebut sehingga meluap ke dataran yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Thoha (2014) bahwa curah hujan sangat berpengaruh terhadap
dinamika kadar air tanah dan muka air tanah sehingga fluktuasi keduanya sangat
dipengaruhi oleh dinamika curah hujan yang turun. Sehingga apabila curah hujan
meningkat maka fluktuasi air tanah akan meningkat dan sungai tidak mampu
menampung akumulasi air hujan dan meluap kedaratan atau ketempat aliran
sungai yang lebih rendah.
beberapa narasumber
memiliki pemahaman atau pengalaman di lokasi penelitian untuk memperoleh
informasi mengenai kearifan lokal serta cara penanggulangan bencana banjir
didaerah tersebut. Narasumber yang diwawancarai yaitu beberapa narasumber di
desa-desa sekitar Air Terjun Dua Warna seperti yang disajikan pada Tabel 4.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4. Jenis-jenis pengetahuan lokal penanggulangan banjir bandang yang diakui oleh
narasumber.
Narasumber
No
Desa Adat Masyarakat UPT Tahura Wisata Masyarakat
1. Penyebaran informasi
2. Penyebab kejadian
3. Pelarangan aktifitas
di sekitar air tejun a a a a a a
4. Sejarah kejadian
5. Prediksi akan
banjir
7. Jenis tanaman disekitar
Air Terjun Dua Warna a a a a a a
8. Cara pelestarian hutan
Dua Warna
bandang
ada delapan pertanyaan yang semua narasumber ketahui dan dua pertanyaan
hanya beberapa narasumber yang tahu tentang pengetahuan lokal dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penanggulangan bencana banjir. Peristiwa kejadian banjir bandang di Air Terjun
Dua Warna yaitu semua narasumber mengetahui sejarah kejadian banjir bandang
tersebut. Pada saat terjadi banjir bandang di Air Terjun Dua Warna ada tanda-
tanda khusus yang diketahui narasumber pada saat akan terjadi banjir bandang
yaitu curah hujan yang tinggi di hulu sungai dalam kurun waktu yang lama, cuaca
mendung dan terjadi beberapa petir/gemuruh, adanya perubahan warna air dari
jernih menjadi keruh dan adanya penambahan dan pengurangan debit air serta
banyaknya daun-daun yang berguguran. Tetapi untuk pengetahuan tentang daerah
rawan banjir disekitar Kecamatan Sibolangit belum ada, baik dari pemerintahan
desa yang bersangkutan maupun lainnya.
Penyebab terjadinya banjir dari pengetahuan lokal dari beberapa narasumber
yaitu adanya penebangan pohon di hulu kawasan Air Terjun Dua Warna sehingga
pada saat musim penghujan air meluap kedataran yang lebih rendah sehingga
terjadilah banjir bandang di destinasi air terjun tersebut. Berbeda halnya dengan
masyarakat Desa Lutueng Kecamatan Mane Kabupaten Pidie Provinsi Aceh
menurut Mardhiah (2016) bahwa ada anjuran dan larangan dalam pengelolaan
hutan yaitu dianjurkan untuk menjaga hutan dan pepohonan di sekitar sumber
mata air, tidak menebang pohon-pohon yang buahnya dapat dimakan oleh
manusia dan hewan dan penebangan kayu di izinkan hanya untuk kepentingan
rumah tangga penduduk seperti membangun rumah, balai pengajian dan fasilitas
umum.
Dari hasil wawancara berbagai narasumber ada beberapa kearifan lokal
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Air Terjun Dua Warna yang berhubungan
dengan penanggulangan banjir bandang seperti pada Tabel 5.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
Tabel. 5 Daftar jenis kegiatan yang dilakukan masyarakat Desa Bandar Baru
Kecamatan Sibolangit setelah banjir bandang Air Terjun Dua Warna.
No Jenis-jenis Kegiatan
1. Pemberitahuan dan penyebaran informasi bahwa telah terjadinya banjir
di destinasi Air Terjun Dua Warna sehingga reaksi cepat dan bantuan
penanganan terhadap korban
2. Adanya penambahan dan pengurangan debit air sungai serta daun-daun
yang berguguran
3. Cuaca mendung, turun hujan dalam jangka waktu yang lama dan terjadi
beberapa gemuruh serta adanya perubahan warna air sungai dari jernih
menjadi keruh
4. Gotong royong untuk mecari para korban bencana banjir dan
membersihkan sekitaran air terjun dari sisa-sisa pohon tumbang disekitar
Air Terjun Dua Warna
5. Dilarang memasuki kawasan Air Terjun Dua Warna bagi yang tidak
berkepentingan dan dilakukan doa bersama agar ditemukannya korban,
ritual adat petunjuk penemuan korban dengan cara pengantaran satu
ayam hitam, serta melakukan penaburan bunga ke objek wisata Air
Terjun Dua Warna sebagai penghormatan terakhir bagi korban yang
tidak ditemukan
6. Jenis tanaman Kemenyan (Styrax Sp), Aren (Arenga Sp), Rotan
(Calamus manau), Bambu (Bambusa Sp), Pinus (Pinus Merkusii),
Meranti (Shorea Sp), Pandan (Pandanus Sp), dan pakis-pakisan
7. Tidak membuang sampah secara sembarangan serta pada saat berada di
kawasan wisata Air Terjun Dua Warna harus bersikap sopan
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa kearifan lokal dalam penanggulangan
banjir bandang dengan cara menolong korban yaitu mengarahkan atau mengajak
masyarakat sekitar dan beberapa instansi terkait lainnya secara gotong royong.
Ada acara atau kegiatan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat sekitar beserta
kepala adat dan tokoh masyarakat di sekitar Air Terjun Dua Warna yaitu dengan
cara adat meminta doa agar korban yang belum ditemukan segera ditemukan,
serta melakukan kegiatan penaburan bunga disekitar Air Terjun Dua Warna.
Setelah kejadian tersebut wisatawan tidak diperbolehkan lagi untuk memasuki
kawasan Air Terjun tersebut untuk sementara waktu kecuali bagi peneliti dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perekonomian masyarakat serta kerusakan ekologi sekitar Air Terjun Dua Warna
yang sangan besar.
Batak Karo dalam berbagai hal yang bersangkutan dengan aspek-aspek spiritual.
Hal ini masih dapat kita lihat pada masyarakat Bandar Baru Kecamatan Sibolangit
yang pada awal bulan Mei tahun 2016 terjadi musibah banjir bandang di destinasi
wisata Air Terjun Dua Warna yang mengakibatkan 22 wisatawan hilang yang
terdiri atas wisatawan dan pemandu wisatawan. Menurut perwakilan kepala adat
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit pada saat kejadian banjir bandang masih ada
beberapa korban yang belum ditemukan pada saat itu, sehingga kepala adat dan
tokoh masyarat lainnya meminta doa supaya korban bencana banjir bandang dapat
ditemukan dengan cara pengantaran satu ayam hitam ke destinasi Air Terjun Dua
Warna tersebut yang bertujuan untuk meminta petunjuk suapaya ditemukannya
korban bencana banjir bandang tersebut (komunikasi pribadi Nurbetty Br.
Ginting, 2018).
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara mengatakan ada upacara adat untuk
pembersihan sekitar air terjun dua warna yang dilakukan bersama-sama dengan
masyarakat sekitar dan keluarga para korban yang tidak ditemukan di destinasi air
terjun tersebut dengan cara menabur bunga, penaburan bunga juga dilakukan
setiap tahunnya oleh keluarga korban. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Koentjaraningrat (1985) tata upacara pemakaman dalam bentuk upacara dan
selamatan, serta tradisi penaburan bunga dipemakaman dan selamatan selama tiga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
hari, tujuh hari, empat puluh hari dan seratus hari untuk memperingati atau
mengenang orang yang telah meninggal serta mengirimkan doa.
Setelah kejadian bencana banjir bandang di destinasi wisata Air Terjun Dua
Warna yang mengakibatkan banyak menimbulkan korban, wisata tersebut
sementara ditutup dan tidak diperbolehkan lagi untuk memasuki kawasan tersebut
kecuali untuk peneliti atau instansi terkait yang berkepentingan dalam wilayah
tersebut. Menurut salah satu LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di desa
Bandar Baru Kecamatan Sibolangit mengatakan tidak ada lagi wisatawan yang
diperbolehkan memasuki kawasan tersebut namun faktanya, masih ada beberapa
anak muda (wisatawan) dari luar daerah yang diam-diam memasuki kawasan air
terjun dua warna tersebut. Hal ini disebabkan karna masih kurangnya tanda/plang
peringatan bahwa tidak diperbolehkan memasuki kawasan tersebut serta
kurangnya pengawasan dari berbagai instansi pemerintah yang terkait didalamnya
(komunikasi pribadi Raja Usman, 2018).
Potensi pemanfaatan kearifan lokal masyarakat untuk penanggulangan
bencana banjir
sebagai upaya untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman bencana antara
lain yaitu kesiapsiagaan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat dan mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana sedangkan tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (UU No.24.
2007).
yang besar terutama terhadap perekonomian masyarakat sekitar, hal ini sesuai
dengan pernyataan Sudibyakto dan Priatmodjo (2016) bahwa kerentanan ekonomi
menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi
bencana. Kemampuan ekonomi masyarakat atau daerah sangat menentukan
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Daerah dengan tingkat ekonomi
yang rendah lebih rentan terhadap bahaya, karena daerah tersebut tidak memiliki
kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya mitigasi bencana.
Setelah dilakukan wawancara terhadap beberapa narasumber tentang jenis
pengetahuan lokal penanggulangan bencana banjir bandang dapat diketahuinya
kearifan lokal yang dilakukan masyarakat Desa Bandar Baru Kecamatan
Sibolangit berupa Gotong royong dan lainnya maka dapat diketahui sistem
penanggulangan bencana banjir di daerah Bandar Baru Kecamatan Sibolangit
seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Penanggulangan Bencana Banjir Bandang di daerah Bandar Baru
Kecamatan Sibolangit
Siklus Kegiatan
Pra Bencana
1. Perencanaan
Penggulangan Bencana
sungai.
Saat
Tanggap
Darurat
Terjadinya Bencana Banjir Bandang di Destinasi Air Terjun
tersebut.
Banjir Bandang Air Terjun Dua Warna
Pasca
Bencana
Banjir Bandang Tersebut Secara
- Mengurus Surat Izin Status
Terjun tersebut.
tersebut.
Dari Tabel 6 diatas dapat diketahui bahwa wisata Air Terjun Dua Warna
pada saat ini tidak dibuka untuk umum tetapi besar kemungkinan wisata Air
Terjun Dua Warna tersebut akan dibuka kembali oleh UPT. Tahuta Bukit Barisan
dengan melengkapi dokumen-dokumen resmi perizinan ekowisata serta
memperbaiki kembali ekologi di sekitar Air Terjun Dua Warna tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
beberapa fasilitas yang harus dibangun seperti membangun pos jaga, membuat
plang peringatan dini yang lebih banyak sesuai dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 tentang Pembangunan Kelompok Hutan
Sibolangit Sebagai Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang dimaksud dalam Pasal
1 sesuai dengan fungsi dan tugasnya dikelola oleh Departemen Kehutanan dengan
mengikutsertakan unsur-unsur Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara,
Perguruan Tinggi dan tokoh-tokoh masyarakat daerah setempat.
Kebijakan penanggulangan bencana di daerah Bandar Baru Kecamatan
Sibolangit masih kurang efektif karena sistem-sistem yang siap untuk memantau
dan menyebar luaskan data potensi bencana seperti banjir bandang masih kurang.
Berbeda halnya dengan penanggulangan bencana di Kabupaten Malang yaitu
mereka menyediakan informasi yang relevan mengenai bencana dan dapat diakses
disemua tingkat oleh seluruh pemangku kepentingan (melalui jejaring,
pengembangan sistem untuk berbagi informasi) dan lainnya (Ahdi, 2015).
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat serta semakin meningkatnya
kebutuhan mengakibatkan sebagian masyarakat kurang memperhatikan aspek
kelestarian lingkungan sehingga dapat menurunkan fungsi hutan. Dengan adanya
kearifan lokal akan menjamin keberhasilan keseimbangan antara daya dukung
lingkungan alam dengan gaya hidup dan kebutuhan manusia. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ginting (2015) meskipun kearifan lokal tidak mengenal istilah
konservasi namun terbukti ampuh menyelamatkan suatu kawasan beserta isinya
dengan berbagai bentuk larangan yang disertai dengan sanksi adat bagi yang
melanggarnya.
Masyarakat yang berada disekitar hutan kawasan Air Terjun Dua Warna
belum menyadari pentingnya fungsi hutan. Berbeda halnya dengan masyarakat di
Kabupaten Kebumen BKPH Gembong Utara menurut Resza (2010) bahwa sikap
masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) masih kuat hal ini disebabkan karena kebudayaan yang melekat pada
masyarakat desa hutan seperti kegiatan Berkah Bumi dapat membantu
keselamatan masyarakat desa hutan dalam mengikuti program PHBM dan
meningkatkan hasil hutan.
Untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari yaitu menerapkan sebagian
unsur sosialisme yaitu memperkuat ketaatan terhadap pimpinan setempat dan
peraturan perundang-undangan. Masyarakat adat dapat menahan diri untuk tidak
merusak lingkungan dan menerima apa yang diberi oleh alam. Sesuai dengan
pernyataan Maryani (2013) bahwa sistem peringatan dini merupakan sebuah
mitigasi bencana dalam mencegah kerusakan lingkungan sehingga pelestarian
alam terjaga secara efektif.
1. Kearifan lokal/budaya yang berkaitan dengan penanggulangan bencana
banjir bandang yang ada di Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit yaitu
penyebaran informasi adanya bencana banjir, penyebab kejadian banjir
bandang, pelarangan aktivitas di sekitar air terjun, sejarah kejadian banjir,
prediksi akan adanya banjir, metode menolong korban, jenis tanaman di
sekitar air terjun dan cara pelestarian hutan di sekitar air tejun.
2. Potensi kearifan lokal masyarakat dalam penanggulangan bencana banjir
di kawasan Air Terjun Dua Warna yaitu pra bencana, saat tanggap darurat
dan pasca bencana. Pra bencana; pembuatan plang peringatan dini
disekitar kawasan air terjun, saat tanggap darurat; penyebaran informasi
serta reaksi cepat dan bantuan penanganan terhadap korban dan pasca
bencana; mengurus surat izin status kepemilikan dan izin pariwisata serta
memperbaiki sarana dan prasarana yang rusak.
Saran
wisatawan disarankan untuk melibatkan masyarakat dalam upaya pengurangan
resiko bencana banjir di wilayah Bandar Baru Kecamatan Sibolangit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menajemen Resiko. Jurnal Unitri. 1(5) : 13-30.
Amri, R. 2016. Risiko Bencana Indonesia. Direktur Pengurangan Resiko Bencana.
Jakarta.
Arafah, N., Darusman D., Suhartijo D., Sundawati L. 2011. Kaindea: Dinamika
Pengelolaan Hutan Adat di Pulau Kecil (Studi Kasus: Pulau Wangi-Wangi
Kabupaten Wakatobi). Jurnal Ilmu Kehutanan. 1(5) : 9-10
Armawi, A. 2008. Kearifan Lokal Batak Toba Dalihan Na Tolu Dan Good
Governance Dalam Birokrasi Publik. Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Bieri, D, S. 2003. Disaster Risk Management and the Systems Approach by:
World Institute for Disaster Risk Management (DRM),
(www.drmonline.net).
Sistem Mitigasi Banjir Bandang. https://www. jica. go.
jp/project/indonesian/indonesia/0800040/materials/pdf/outputs_15. pdf.
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. September 2016. Informasi
Kebencanaan Bulanan Teraktual. https://bnpb. go.
id/uploads/publication/info_bencana_maret. pdf. Diakses 11 Maret 2018
[10:00 WIB].
Dewi, I, K dan Istiadi, Y. 2015. Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Tradisional
Dalam Menghadapi Perubahan Iklim Di Kampung Naga Kecamatan
Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Manusia dan Lingkungan Hidup.
1(23) : 129-135.
Firmansyah, M, N dan Kadarsetia, E. 2010. Penyelidikan Potensi Banjir Bandang
Di Kabupaten Jember. Jurnal Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi – Badan Geologi. 2(5) : 14-22.
Ginting, B, K., Purwoko, A., dan Simanjuntak, J. 2015. Kearifan Lokal Dalam
Pengelolaan Hutan Di Desa Serdang Kecamatan Barusjahe, Kabupaten
Karo. Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Sebelas Maret. Surakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Huda, I, A, S. 2016. Bentuk-Bentuk Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi
Bencana Banjir (Studi Kasus Di Desa Pelangwot Kecamatan Laren
Lamongan). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Irena, A, G., Patana, P. 2015. Penilaian dan Pengembangan Potensi Objek dan
Daya Tarik Wisata Alam di Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit.
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No.
1 Kampus USU Medan 20155.
Karisma, B, M. 2010. Studi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan Oleh Masyarakat
Desa Sekitar Hutan Dan Tata Kelolanya. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor. [Internet]. [dikutip 5 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63478.
Koentjaraningrat. 1985. Konsep kebudayaan Nasional dalam Persepsi Masyarakat
tentang Kebudayaan. Alfian (ed). Jakarta: Gamedia.
Kushnick, G. 2010. Bibliography of Works on the Karo Batak of North Sumatra,
Indonesia: Missionary Reports, Anthropogical Studies, and Other Writings
from 1826 to the Present. Department of Anthropology University of
Washington, Seattle. 1.2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14
Januari 2014.
Kota. 2(3) : 1-11
Mardhiah, A., Supriatno., dan Djufri. 2016. Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan
Lokal Dan Pengembangan Hutan Desa Di Mukim Lutueng Kecamatan
Mane Kabupaten Pidie provinsi Aceh. Jurnal Biotik. 2(4) : 128-135.
Maryani, E., dan Yani, A. 2013. Kearifan Lokal Masyarakat Sunda Dalam
Memitigasi Bencana Dan Aplikasinya Sebagai Sumber Pembelajaran Ips
Berbasis Nilai. Universitas Pendidikan Indonesia.
Mulyanto. 2012. Pengelolaan Hutan Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta.
Resza, P. 2010. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (Bkph) Gembong Utara Kesatuan Pengelolaan Hutan
Kedu Selatan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah . Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Rudito, B dan Famiola, M. 2008. Social Mapping Metode Pemetaan Sosial
Tehnik Memahami Suatu Masyarakat atau Komuniti. Rekayasa Sains
Bandung. Bandung.
Cagar Budaya Gunung Padang, Ciamis, Jawa Barat. Jurnal Riset
Kebencanaan Indonesia. 1(2) : 50-58.
Surgatraveller. 2015. Air Terjun Telaga Dwi Warna. Sibolangit, Sumatera Utara.
[Internet] file:///C:/Users/Hp-pc/Desktop/referensi/bacapdf.com_air-terjun-
Sutopo, N. 2010. Jurnal Penanggulangan Bencana. Pusat Data Informasi dan
Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Indonesia.
Syamsul. 2007. Pedoman Penanggulangan Bencana Banjir. Jakarta.
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. 2017. Profil Desa Bandar Baru Kecamatan
Sibolangit.
Permana, R, C, E. Nasution, I, P dan Gunawijaya, J. 2011. Kearifan Lokal
Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy. Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Depok.
Thoha, A, S. 2014. Model Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Risiko
Kebakaran Hutan Dan Lahan Berbasis Masyarakat. [Disertasi] Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ulum, M, C. 2013. Governance dan Capacity Building dalam Menajemen
Bencana Banjir di Indonesia. Jurnal Penanggulangan Bencana. 2(4) : 1-4.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penaggulangan Bencana.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
Zuriyani, E. 2010. Kearifan Lokal Sebagai Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dan Penanggulangan Bencana Di Sumatera Barat. Program Studi
Pendidikan Geografi Stkip PGRI Sumatera Barat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar pertanyaan yang akan diwawancarai terhadap beberapa perwakilan
narasumber di desa-desa sekitar Air Terjun Dua Warna (Bandar baru kecamatan
Sibolangit) meliputi :
bandang Air Terjun Dua Warna?
2. Apakah bapak/ibu mengetahui history tentang kejadian banjir bandang
di Air Terjun Dua Warna?
3. Apakah ada tindakan bapak/ibu pada saat mengetahui adanya kejadian
banjir bandang?
bencana banjir bandang ?
5. Apakah ada tanda-tanda khusus yang bapak/ibu ketahui akan adanya
bencana banjir tersebut?
6. Apakah ada metode atau cara tertentu menolong korban bencana banjir
bandang teresebut, apakah ada cara khusus ?
7. Sebelum terjadi bencana, apakah ada pemberitahuan terdahulu
pemerintah atau institusi terkait kepada masyarakat bahwa akan terjadi
bencana banjir ?
8. Apakah ada acara atau kegiatan tertentu yang dilakukan setelah
kejadian banjir bandang tersebut ?
9. Apakah ada jenis pohon tertentu yang ditanami disekitar Air Terjun
Dua Warna ?
10. Apakah ada bentuk kearifan lokal (budaya) tertentu yang berhubungan
dengan perlindungan hutan atau pelestarian disekitar Air Terjun Dua
Warna?
banjir bandang ?
1. Kantor Kepala Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang.
2. Kondisi Wisata Air Terjun Dua Warna yang berada didalam Hutan
Konservasi UPT Pengelolaan Tahura Bukit Barisan setelah kejadian banjir
bandang pada bulan Mei 2016.
Keterangan : Kondisi Wisata Air Terjun Dua Warna setelah kejadian bencana
banjir bandang yang menyebabkan adanya korban jiwa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Keterangan : Kondisi areal sekitar wisata Air Terjun Dua Warna pada tahun 2018
terdapat bebatuan besar dan banyak pohon tumbang disepanjang
aliran sungai.
3. Lokasi wawancara di Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten
Deli Serdang.
UPT Tahura.
masyarakat) terkait.
masyarakat di Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA