Studi Etno-Ornitologi dan Identifikasi Kearifan Lokal ...
Transcript of Studi Etno-Ornitologi dan Identifikasi Kearifan Lokal ...
Studi Etno-Ornitologi dan Identifikasi Kearifan Lokal Masyarakat
dalam Konservasi Burung dan Habitatnya di Kecamatan Peudada
Kabupaten Bireuen
Nurul Syafina(1)
, Abdullah(2)
, Mimie Saputri (3)
, Safrida
(4), Devi Syafrianti
(5)
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected]
ABSTRAK
Etno-ornitologi adalah studi tentang berbagai pemanfaatan aspek burung dari sudut
pandang pengetahuan dan budaya masyarakat. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak
Maret 2020 sampai Agustus 2020. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berbagai
pemanfaatan jenis burung oleh masyarakat di Kecamatan Peudada, Kabupaten
Bireuen ditinjau dari nilai moral. Metode yang digunakan adalah metode wawancara
semistruktural, dengan teknik triangulasi yaitu triangulasi metode dan triangulasi
sumber data. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Peudada dengan 15 desa yang
terdiri dari 75 responden. Pada masing-masing desa ditetapkan 5 responden yang
terdiri dari 2 orang tokoh adat dan 3 orang masyarakat setempat yang mengetahui
informasi tentang burung yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat. Data dianalisis
secara kualitatif dan deskriptif berdasarkan studi pustaka. Hasil penelitian diperoleh
32 spesies burung dengan 18 pemanfaatan oleh masyarakat Kecamatan Peudada,
Kabupaten Bireuen. Pemanfaatan jenis burung yang memiliki kearifan lokal bagi
masyarakat Kecamatan Peudada adalah ayam kampung (Gallus sp.), itik serati
(Chairina moschata), bubut hutan (Centropus rectunguis), jalak kerbau
(Acridotheres javanicus), elang (Aquila sp.), dan manyar (Ploceus manyar).
Kata Kunci: Etno-ornitologi, Burung, Kecamatan Peudada.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Vol 5. No. 4 (2020)
Jural Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
ABSTRACT
Ethno-ornithology was the study of various aspects of the use of birds from the
perspective of knowledge and culture of society. This research was conducted from
March 2020 to August 2020. The purpose of this study was to determine the various
uses of bird species by the community in Peudada District, Bireuen Regency in terms
of moral values. The method used is the semistructural interview method, with
triangulation techniques, namely triangulation of methods and triangulation of data
sources. This research was conducted in Peudada District with 15 villages consisting
of 75 respondents. In each village 5 respondents consisted of 2 traditional leaders
and 3 local people who knew information about birds that were often used by the
community. The data were analyzed qualitatively and descriptively based on
literature study. The results obtained 32 bird species with 18 uses by the Peudada
District, Bireuen Regency. Utilization of bird species that have local wisdom for the
people of Peudada Subdistrict are free-range chickens (Gallus sp.), serati ducks
(Chairina moschata), forest lathes (Centropus rectunguis), buffalo starlings
(Acridotheres javanicus), eagles (Aquila sp.), and manyar (Ploceus manyar).
Keywords: Etno-ornitologi, Bird, Peudada District.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
PENDAHULUAN
Burung mempunyai manfaat yang
cukup besar bagi masyarakat, antara
lain sebagai bahan makanan, binatang
peliharaan (Adelina, dkk., 2016:52),
simbolik, kerajinan (Bazerra, ddk.,
2019:2), dan pengobatan tradisional
(Alves, dkk., 2013:1). Selain itu burung
dapat membantu mengendalikan
serangga hama, membantu proses
penyerbukan bunga, mempunyai nilai
ekonomi, estetika serta mempunyai
manfaat yang besar dalam menjaga
keseimbangan ekosistem karena
perannya di dalam rantai makanan
(Firdaus, dkk., 2014:1-2). Akan tetapi
tingginya pemanfaatan jenis burung
oleh manusia mengakibatkan terjadinya
tekanan terhadap spesies dan habitat
alami burung (Adelina, dkk., 2016:52).
Meskipun terdapat banyak aspek
harmoni dalam hubungan antara burung
dan manusia, terdapat juga friksi,
konflik, dan kontroversi yang signifikan
(Wyndham, 2016:143). Pemanfaatan
burung seperti peliharaan dan
perdagangan sangat marak terjadi
(Nurdin, dkk., 2017:1-2).
Pemanfaatan dan cara pandang
masyarakat dalam menangkap burung
untuk dijadikan koleksi peliharaan
bahkan mengkonsumsi burung
menyebabkan penurunan terhadap
jumlah jenis dan populasi burung di
alam (Saputra, dkk., 2016:32). Padahal
di antara jenis-jenis burung tersebut,
kemungkinan terdapat burung yang
merupakan jenis yang dilindungi
(Iskandar dan Karlina, 2004:43). Oleh
karena itu perlu dikaji lebih lanjut
mengenai pemanfaatan burung dan
hubungannya dengan masyarakat.
Studi ilmiah yang mengkaji
interaksi yang terjadi antara burung dan
masyarakat tertentu (etnis) di masa
lampau dan masa kini disebut etno-
ornitologi, yang termasuk subdisiplin
ilmu dari etnobiologi (Silviyanti, dkk.,
2016: 176). Etno-ornithologi sangat
berguna karena menujukkan suatu
hubungan yang kompleks antara burung
dan manusia (Tidemann,dkk., 2010:
10). Hubungan manusia dan burung
telah berlangsung lama dan burung
digunakan untuk mendukung kehidupan
manusia (Souto, dkk, 2017:2).
Berdasarkan latar belakang
permasalahan di atas, penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan
judul “Studi Etno-Ornitologi dan
Identifikasi Kearifan Lokal
Masyarakat dalam Konservasi
Burung dan Habitatnya di
Kecamatan Peudada Kabupaten
Bireuen”.
METODE PENELITIAN
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif melalui
pendekatan RRA (Rapid Rular
Appraisal) dengan cara melakukan
wawancara semistruktural dan
observasi. Wawancara semistruktural
digunakan untuk mewawancarai
responden secara bebas, akan tetapi
hasil wawancara tetap mengarah pada
soal pedoman wawancara yang telah
disediakan. Sedangkan observasi
dilakukan untuk melihat kebenaran hasil
wawancara di lapangan.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di
Kecamatan Peudada Kabupaten
Bireuen. Penelitian ini telah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus
2020.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain: panduan
identifikasi burung, alat perekam suara,
kamera digital, teropong binokuler,
pedoman wawancara, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini
dilakukandengan beberapa tahap yaitu
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Wawancara dilaksanakan di Kecamatan
Peudada, Kabupaten Bireuen di 15 desa
yang terdiri dari 75 responden. Setiap
desanya diambil 5 responden yang
terdiri dari 2 orang tokoh adat dan 3
orang masyarakat setempat yang
mengetahui informasi tentang burung
yang sering dimanfaatkan oleh
masyarakat berdasarkan kearifan lokal
dalam konservasi burung dan
habitatnya. Data responden dan desa
diambil dengan menggunakan teknik
Purposive Sampling. Terdapat
pertanyaan wawancara meliputi bidang
adat istiadat, ekonomi, dan estetika.
Metode observasi dilakukan setelah
wawancara dengan cara mengamati
langsung ke lokasi penelitian, dengan
melihat dan mencatat segala jenis
pemanfaatan burung oleh masyarakat
Kecamatan Peudada, Kabupaten
Bireuen. Setelah dilakukan wawancara,
peneliti melakukan observasi. Observasi
di lapangan dilakukan dengan
menjelajah tempat-tempat berdasarkan
informasi dari responden. Observasi
dilakukan untuk memastikan kebenaran
jawaban dari responden tentang
pemanfaatan burung dan kearifan lokal
masyarakat mengenai konservasi
burung dan habitatnya. Kemudian data
mengenai studi etno-ornitologi dan
kearifal lokal masyarakat dibuktikan
dengan didokumentasikan pengambilan
data selama wawancara dan
pengamatan dilapangan. Data tersebut
akan diidentifikasi berdasarkan studi
pustaka.
Analisis Data
Data yang telah diperoleh dalam
tabel berdasarkan nama lokal, nama
ilmiah, familia, habitat, manfaat dan
bagian yang dimanfaatkan, dan status
konservasi dari setiap jenis burung
dianalisis secara kualitatif dan deskriptif
berdasarkan studi pustaka. Data tersebut
ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik
dan diagram.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian berdasarkan
wawancara tentang data pemanfaatan
berbagai jenis burung di Kecamatan
Peudada Kabupaten Bireuen diperoleh
18 pemanfaatan dari 34 jenis burung
yang dimanfaatkan masyarakat. Data
pemanfaatan burung tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
Tabel 1. Pemanfaatan Berbagai Jenis Burung di Kecamatan Peudada Kabupaten
Bireuen.
No. Jenis
Pemanfaatan Nilai Moral
Jenis Burung
Nama Daerah Nama Ilmiah
1. Turun Tanah
Sosial
Budaya/Adat
Istiadat
Ayam Kampung Gallus sp.
2. Kenduri
Tambak
3. Kenduri
Sawah
4. Kenduri
Kebun
5. Pernikahan Ayam Kampung
Itik serati
Gallus sp.
Cairina moschata 6. Israj Miraj
7. Maulid Nabi
8. Perdagangan
(Jual beli)
Ekonomi
Ayam Kampung Gallus sp.
Itik Serati Cairina moschata
Gelatik batu Parus cinereus
Walet hitam Aerodramus maximus
Merpati Columba livia
Puter Eurasia Streptopelia decaocto
Tekukur Biasa Streptopelia chinensis
Zamrud Pasifik Chalcophaps
longirostis
Perkutut Jawa Geopelia striata
9. Makanan
sekunder
Ayam Kampung Gallus sp.
Angsa Putih Cygnus sp.
Itik Peking Anas sp.
Itik Air Anas sp.
Itik Serati Cairina moschata
Merpati Columba livia
10. Hiasan,
peliharaan,
hobi, dan
penyejuk mata
Estetika
Merak Pavo sp.
Bondol Haji Lonchura maja
Belibis Polos Dendrocygna javanica
Burung Kacer Copsychus saularis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
Lanjut Tabel 1.
Sumber : Hasil Penelitian, 2020
No. Jenis
Pemanfaatan Nilai Moral
Jenis Burung
Nama Daerah Nama Ilmiah
Burung Trucuk Pycnonotus goiavier
Perling Ungu Aplonis metallica
Poxsay Genting Garrulax mitratus
Dederuk Merah Streptopelia
tranquebarica
Gallinul Ungu Porphyrio martinica
Cucak Hijau Chloropsis
cyanopogon
Punai Gading Treron vernans
Mandar Batu Gallinula galeata
Punai Siam Treron bicinctus
Budgerir Melopsittacus
undulatus
Lovebird nyasa Agapornis nigrigenis
Delimukan Zamrud
Asia
Chalcophaps indica
Zamrud Pasifik Chalcophaps
longirostis
11.
Pemakan ulat
di area
persawahan
Ekologi
Kuntul Besar Ardea alba
Kuntul Kerbau Bubulcus ibis
12.
Obat
penambah
energi
Kesehatan
Ayam Kampung
Gallus gallus
Domesticus
13. Obat demam
14. Obat patah
tulang
Bubut Hutan Centropus rectunguis
Itik Serati Cairina moschata
15. Tanda turun
hujan
Simbolik
Bubut Hutan Centropus rectunguis
16. Tanda orang
asing
Jalak Kerbau Acridotheres
javanicus
17. Tanda orang
meninggal
Elang Aquila sp.
18. Tanda akan
panen padi
Manyar Ploceus manyar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
Pembahasan
Pemanfaatan burung oleh
masyarakat lokal dikenal dengan studi
etno-ornitologi. Pada Tabel 4.1
menampilkan data jenis burung yang
paling banyak dimanfaatkan
berdasarkan jumlah pemanfaatan adalah
ayam kampung. Akan tetapi, jika
ditinjau dari jumlah jenis burung yang
dimanfaatkan, hampir semua jenis
burung yang ditemukan untuk
dimanfaatkan oleh masyarakat
Kecamatan Peudada adalah sebagai
peliharaan untuk hiasan. Hal ini sesuai
dengan penelitian Albuquerque, dkk.,
(2012) dan Alves, dkk., (2013) yang
menuliskan bahwa sebagian besar
burung (90%) yang ditemukan adalah
hewan peliharaan, sementara 10%
spesies burung lainnya dipelihara untuk
dimakan.
Hasil wawancara diperoleh 34
jenis burung dengan 18 pemanfaatan
oleh masyarakat Kecamatan Peudada,
Kabupaten Bireuen. Pemanfaatan
tersebut diantaranya sebagai pencicip
bayi (peucicap aneuk), kenduri sawah
(khanduri blang), kenduri tambak
(khanduri neuhen), kenduri kebun
(khanduri seunebok), pernikahan,
peringatan Israj Mikraj, Maulid Nabi,
perdagangan, makanan sekunder,
hiasan, pengendali hama sawah, obat
penambah energi, obat demam, obat
patah tulang, tanda akan turun hujan,
tanda ada orang asing, tanda orang
meninggal, dan tanda akan panen padi.
Pemanfaatan tersebut memiliki nilai
moral bagi masyarakat di Kecamatan
Peudada Kabupaten Bireuen. Nilai
moral tersebut diantaranya nilai adat
istiadat, ekonomi, ekologi, estetika,
kesehatan dan simbolik.
Nilai Adat Istiadat
Peucicap aneuk merupakan salah
satu prosesi dalam adat petroun aneuk
dan serangkaian upacara adat orang
Aceh yang dilakukan pasca ibu
melahirkan. Nurfajri, dkk., (2016)
dalam penelitiannya menambahkan
bahwa setelah proses peucicap rasa,
bayi akan diberikan daging ayam
kampung (Gallus sp. Brisson, 1760).
Ketua adat akan mengambil hati ayam
kemudian diletakkan diatas dada bayi
dengan keadaan hati ayam
ditentangkan. Kemudian ketua adat
membolak balikkan hati ayam tersebut
di dada bayi.
Selain pencicip bayi (peucicap
aneuk), masyarakat di Kecamatan
Peudada Kabupaten Bireuen memiliki
tradisi dalam mendoakan sawah, kebun
dan juga tambak agar bebas dari
bencana seperti hama atau gagal panen.
Kegiatan itu sudah dilakukan secara
turun temurun dan diyakini dapat
meningkatkan produksi hasil mereka
baik dari hasil sawah, kebun dan
tambak. Setiap tahun di hari tertentu,
warga di sana berkumpul di areal
persawahan, gunung dan tambak udang
untuk makan bersama. Tradisi tersebut
dikenal dengan kenduri sawah
(khanduri blang), kenduri tambak
(khanduri neuhen) dan kebun
(seneubok).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
Adat istiadat kenduri sawah
(khanduri blang) dengan kenduri
tambak (khanduri neuhen) dan kebun
(seneubok) juga sama hanya saja
tempatnya saja yang berbeda. Kenduri
tambak (khanduri neuhen) dilaksanakan
ditempat tambak udang, sedangkan
kenduri kebun (khanduri seneubok)
dilaksanakan di gunung tempat
perkebunan masyarakat. Hanya saja
kenduri tambak (khanduri neuhen) dan
kebun (seneubok) sudah sangat jarang
dilakukan berbeda dengan kenduri
sawah (khanduri blang) yang masih
tetap rutin dilakukan hingga sekarang.
Selain itu ayam juga digunakan dalam
acara pernikahan, peringatan Israj
Mikraj dan Maulid Nabi. Tidak ada
ketentuan tertentu dalam memasak
ayam dalam dalam acara-acara tersebut.
Pada acara pernikahan,
masyarakat Kecamatan Peudada
terutama ibu-ibu akan memasak ayam
kampung bersama-sama di rumah acara.
Setelah masak, masakan tersebut
dibagikan bagi ibu-ibu yang memasak
dengan tujuan bersedekah. Sedangkan
pada peringatan Israj Mikraj dan Maulid
Nabi daging ayam dan telur ayam
dimasak dengan beraneka ragam seperti
masak merah, masak kuning, dan
digoreng. Setelah dimasak, nasi dan
masakan tersebut dibungkus dan
diberikan ke masjid dengan tujuan
bersedekah. Nurdin, (2016)
menjelaskan bahwa pada hari ―Uroe
Maulod‖, masyarakat dengan ikhlas
menyedekahkan makanan siap saji
untuk dinikmati bersama yang
dipusatkan di meunasah atau masjid
setempat.
Nilai Ekonomi
Ayam kampung (Gallus sp.
Brisson, 1760), itik serati (Cairina
moschata Linnaeus, 1758), puter
eurasia (Streptopelia decaocto Scopoli,
1786), gelatik batu (Parus cinereus
Vieillot, 1818 ), perkutut jawa
(Geopelia striata Linnaeus, 1766),
wallet hitam (Aerodramus maximus
Hume, 1878 ), merpati (Columba livia
J. F. Gmelin, 1789), tekukur biasa
(Streptopelia chinensis Scopoli, 1786)
merupakan jenis-jenis burung yang
sering diperjualbelikan oleh masyarakat
Kecamatam Peudada. Selain untuk
diperjualbelikan, ayam kampung
(Gallus sp. Brisson, 1760), itik serati
(Cairina moschata Linnaeus, 1758),
merpati (Columba livia J. F. Gmelin,
1789), dan Angsa putih (Cygnus sp.
Bechstein, 1803) sudah menjadi
makanan sekunder untuk dinikmati bagi
masyarakat Kecamatan Peudada.
Nilai Ekologi
Burung juga memiliki manfaat
ekologis seperti membantu
pengendalian hama pertanian,
membantu penyerbukan tanaman atau
tumbuhan, menyebarkan biji buah-
buahan, dan sebagai indikator
perubahan lingkungan dan musim
(Nurdin, 2017:1). Hasil wawancara dari
masyarakat terdapat 2 spesies burung
yang dianggap masyarakat Kecamatan
Peudada memiliki nilai ekologi yaitu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
kuntul besar (Ardea alba Linnaeus,
1758) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis
Linnaeus, 1758). Kehadiran kuntul
besar (Ardea alba Linnaeus, 1758) dan
kuntul kerbau (Bubulcus ibis Linnaeus,
1758) sebagai pemakan serangga seperti
ulat ternyata dapat mengurangi hama
bagi padi yang masih kecil (Umartani,
dkk., 2019: 107).
Nilai Estetika
Setiap manusia memiliki
penilaian estetika tersendiri begitu juga
bagi masyarakat Kecamatan Peudada.
Hasil wawancara ditemukan 17 spesies
burung yang memiliki nilai estetika
diantaranya merpati (Columba livia J. F.
Gmelin, 1789), delimukan zamrud asia
(Chalcophaps indica Linnaeus, 1758),
zamrud pasifik (Chalcophaps
longirostis Linnaeus, 1758), punai siam
(Treron bicinctus Jerdon, 1840), punai
gading (Treron vernans Linnaeus,
1771), dederuk merah (Streptopelia
tranquebarica Hermann, 1804),
gallinula ungu (Porphyrio martinica
Linnaeus, 1766), mandara batu
(Gallinula galeata Lichtenstein, 1818),
bondol haji (Lonchura maja Linnaeus,
1766), belibis polos (Dendrocygna
javanica Horsfield, 1821), burung kacer
(Copsychus saularis Linnaeus, 1758),
burung trucuk (Pycnonotus goiavier
Scopoli, 1786), perling ungu (Aplonis
metallica Temminck, 1824), budgerigar
(Melopsittacus undulatus Shaw, 1805),
cucak hijau (Chloropsis cyanopogon
Temminck, 1830), lovebird kacamata
nyasa (Agapornis lilianae Reichenow,
1887) dan merak (Pavo sp. Linnaeus,
1758).
Berdasarkan daftar burung diatas,
hanya 1 jenis yang dimanfaatkan
sebagai lukisan yaitu merak (Pavo sp.
Linnaeus, 1758), sedangkan 16 jenis
lainnya dipelihara individu burung.
Sebagian masyarakat hobi memelihara
burung dikarenakan keindahan suara
dan warna bulunya. Hal ini sesuai
dengan penjelasan Arifin, dkk., (2019)
bahwa suara yang menenangkan pikiran
dapat menciptakan sensari kenikmatan
yang berpengaruh pada sistem saraf
sehingga dapat menenangkan pikiran.
Suara-suara tersebut seperti suara
musik, angina, hujan, gemericik air dan
suara kicauan burung.
Nilai Kesehatan
Di era globalisasi sekarang ketika
manusia sakit, mereka cenderung lebih
memilih kerumah sakit untuk berobat.
Berdasarkan hasil wawancara,
masyarakat Kecamatan Peudada juga
masih menggunakan obat tradisional
dari tumbuhan maupun hewan. seperti
obat untuk demam, obat penambah
energi, dan obat patah tulang.
Ketika seseorang demam panas
tinggi, masyarakat Kecamatan Peudada
mengatakan bahwa resep obat
tradisional yang bagus adalah telur
kuning ayam kampung (Gallus sp.
Brisson, 1760). Cara pemanfaatannya
yaitu telur kuning ayam kampung
(Gallus sp. Brisson, 1760) dicampur
dengan air kelapa muda. Selain untuk
mengobati demam panas tinggi, telur
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
kuning ayam kampung (Gallus sp.
Brisson, 1760) juga dapat dibuat
sebagai obat penambah energi seperti
penambah energi bagi ibu yang baru
melahirkan. Hanya saja resep obatnya
sedikit berbeda, telur kuning ayam
kampung (Gallus sp. Brisson, 1760)
dicampur dengan kopi lalu diminum.
Selain telur ayam kampung, obat
tradisional lain adalah sup itik serati
(Cairina moschata Linnaeus, 1758) dan
minyak bubut hutan (Centropus
rectunguis Strickland, 1847). Akan
tetapi sup itik serati (Cairina moschata
Linnaeus, 1758) dan minyak bubut
hutan (Centropus rectunguis Strickland,
1847) adalah obat untuk patah tulang.
Minyak bubut mengandung kalsium
yang dapat membuat sel tulang dapat
beregenerasi dengan cepat. Oleh karena
itu, digunakan untuk menyembuhkan
patah tulang (Elfis, dkk., 2020:1649).
Elfis, dkk., (2020) menambahkan
bahwa mengoleskan minyak bubut
dapat mempercepat proses
penyembuhan luka bakar dan
menghilangkan bekas luka bakar.
Nilai Simbolik
Kata simbol berasal dari kata
Yunani Simbolon yang berarti tanda
atau ciri yang memberi tahu sesuatu hal
kepada seseorang (Agustianto, 2011:2).
Berdasarkan hasil wawancara diperoleh
4 jenis burung yang dipercaya sebagai
simbol suatu keadaan bagi masyarakat
di Kecamatan Peudada yaitu bubut
hutan (Centropus rectunguis Strickland,
1847), jalak kerbau (Acridotheres
javanicus Cabanis, 1851), elang
(Aquila sp. Brisson, 1760), dan manyar
(Ploceus manyar Horsfield, 1821).
Suara bubut hutan (Centropus
rectunguis Strickland, 1847) dipercayai
oleh masyarakat sebagai tanda akan
turunnya hujan. Berbeda halnya dengan
masyarakat di daerah Kabupaten
Ketapang, Kalimantan Barat,
Silviayanti, dkk., (2016) menuliskan
bahwa bunyi bubut dianggap sebagai
indikasi kabar duka. Sedangkan elang
(Aquila sp. Brisson, 1760) suara
lengkingannya di tengah hari dipercaya
sebagai tanda akan ada orang yang
meninggal. Balaca (2018) dalam
penelitiannya juga menyebutkan bahwa
burung elang merupakan salah satu
simbol kematian. Selain itu, elang pipit,
burung kukuk, tit, burung pelatu dan
burung gagak juga termasuk simbol
kematian.
Jalak kerbau (Acridotheres
javanicus Cabanis, 1851) sangat gemar
dipelihara oleh masyarakat yang tinggal
di Kecamatan Peudada. Sebagian
responden mengatakan ketika ada orang
asing yang datang kerumah mereka,
burung ini akan bersuara ribut dan tidak
akan berhenti sampai pemilik rumah
keluar. Berbeda halnya dengan manyar
(Ploceus manyar Horsfield, 1821),
kehadiran burung ini di area
persawahan menjadi tanda bagi
masyarakat Kecamatan Peudada akan
panen padi di daerah tersebut.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
SIMPULAN
Pemanfaatan burung diperoleh
34 jenis burung dengan 18 pemanfaatan
oleh masyarakat Kecamatan Peudada,
Kabupaten Bireuen. Pemanfaatan jenis
burung yang memiliki banyak manfaat
bagi masyarakat Kecamatan Peudada
adalah ayam kampung (Gallus sp.
Brisson, 1760) dan itik serati (Cairina
moschata Linnaeus, 1758), bubut hutan
(Centropus rectunguis), jalak kerbau
(Acridotheres javanicus), elang (Aquila
sp.), dan manyar (Ploceus manyar).
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, M., Harianto, S. P., &
Nurcahyani, N. (2016).
Keanekaragaman Jenis Burung di
Hutan Rakyat Pekon Kelungu
Kecamatan Kota Agung
Kabupaten Tanggamus. Jurnal
Sylva Lestari, (4)2, 51-60.
Agustianto, A. (2011). Makna Simbol
dalam Kebudayaan Manusia.
Jurnal Ilmu Budaya, (8)1, 1-7.
Albuquerque, Araújo E, Lima A, Souto
A, Bezerra B, Freire EMX,
Sampaio E, Casas FL, Moura G,
Pereira G, et al. (2012). Caatinga
Revisited: Ecology and
Conservation of an Important
Seasonal Dry Forest. Scientific
World Journal, 1–18.
Alves, R. R. N., Railson C. L. L.,
Wedson M. S. S., Dandara, M. M.
B. & Alan Loures-Ribeiro.
(2013). Ethno-ornithology and
Conservation of Wild Birds in the
Semi-Arid Caatinga of
Northeastern Brazil. Journal of
Ethnobiology and Ethnomedicine,
9(4): 1–12.
Arifin, Y. A., Wiwik, S., & Maya, A. N.
(2019). Penerapan Aspek Healing
Enviroment pada Pusat Pelayanan
Perempuan Terpadu Di D.I.
Yokyakarta Jenis Burung di
Hutan Rakyat Pekon Kelungu
Kecamatan Kota Agung
Kabupaten Tanggamus. Senthong,
(2)1, 143-152.
Balać, J. Đ. M. (2018). Birds In the
Khazar Dictionary Milorad Pavić.
Journal of The Faculty of
Philosophy, XLVIII(4): 111–124
Bazerra, D. M. M., Araujo, H. F. P.,
&Alves, R. R. N.
(2019).Understanding the Use
of Wild Birds in a Priority
Conservation Area of Caatinga,
a Brazilian Tropical Dry Forest.
Environment, Development and
Sustainability, 1–20.
CITES. http://www.cites.org.
Elfis, Prima, W. T., Nunut, S., Khairani,
Nadiatul, J., Tika, P., Indry, C.
(2020). Ethnoornithological Study
In Selected Villages Of Riau
Province, Indonesia.
Biodiversitas, 21(4), 1645-1652.
Firdaus, A. B., Setiawan, A., & Rustiati,
E. L. (2014). Keanekaragaman
Spesies Burung di Repong Damar
Pekon Pahmungan Kecamatan
Pesisir Tengah Krui Kabupaten
Lampung Barat. Jurnal Sylva
Lestari, (2)2, 1-6.
Iskandar, S., & Karlina, E. (2004).
Kajian Pemanfaatan Jenis Burung
Air di Pantai Utara Indramayu,
Jawa Barat. BULETIN Plasma
Nutfah, (10)1, 43-48.
Nurdin, Nasihin, I., & Guntara, A. Y.
(2017). Pemanfaatan
Keanekaragaman Jenis Burung
Berkicau dan Upaya Konservasi
Pada Kontes Burung Berkicau di
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah
Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
Wanaraksa, 11(1), 1-5.
Nurdin, A. (2016). Integrasi Agama dan
Budaya: Kajian Tentang Tradisi
Maulod dalam Masyarakat Aceh.
Komunitas, (18)1, 45-61.
Nurfajri, D. P., Rida, S. S., & Nurlaili.
(2016). Upacara Petroen Aneuk di
Gampong Meunasah Manyang
Kecamatan Krueng Barona Jaya
Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
lmiah Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Seni Drama, Tari dan
Musik, (1)2, 93-100.
Saputra, B. A., Kuntjoro, S., &
Ambarwati, R. (2016). Validitas
Lembar Kegiatan Siswa
Berorientasi Pengamatan Burung
Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Materi Aves Kelas X.
Jurnal BIOEDU, (5)1, 32-36.
Souto, W. M. S., Aparecido, M., Torres,
R., Fernando, B., Freitas, C.,
Vieira, S., & Pralon, N. (2017).
Singing for Cages : The Use and
Trade of Passeriformes as Wild
Pets in an Economic Center of the
Amazon — NE Brazil.
RouteTropical Conservation
Science, 10, 1-19.
Silviyanti, N., Nurdjali, B., &
Kartikawati, S. M. (2016). Studi
Etno-Ornitologi Burung Sebagai
Bentuk Kearifan Lokal
Masyarakat di Desa Pematang
Gadung Kabupaten Ketapang.
Jurnal Hutan Lestari, 4(2), 176-
184.
Tidemann, S., Chirgwin, J., & Sinclair,
J. (2010). Indegenous Knowledge,
Bird That Have ―Spoken‖ and
Science. In S. Tidemann & A.
Gloser (Ed.), Ethno ornithology:
Birds, Indegenous People,
Culture and Society. London:
Earthscan.
Umartani, L. A., Aretasani, R.,
Halimah, A. (2019). Anatomy and
Histology of Testes of Male
Buffalo Egrets (Bubulcus Ibis).
Engin, 2, 107-109.
Utina, R. (2012). Kecerdasan Ekologis
dalam Kearifan Lokal Masyarakat
Bajo Desa Torosiaje Provinsi
Gorontalo. Prosiding Konferensi
dan Seminar Nasional Pusat Studi
Lingkungan Hidup Indonesia.
Wyndham, F. S., Ada M. G., Andrew
G. G., Karen E. P., John F., David
N., Heidi F. & Josep D., H.
(2014). The Ethno–Ornithology
World Archive (Ewa): An Open
Science Archive For Biocultural
Conservation. Revista Chilena de
Ornitología, 22(1): 141–146.