Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi...
Transcript of Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi...
64
Lampiran 1. Komposisi media yang digunakan
Tryptic soy agar (Difco) : Komposisi formula perliter
Pancreatic digest of casein 15 g
Enzymatic digest of soybean meal 5 g
Sodium chloride 5 g
Agar 15 g
Motility indole ornithine
medium (MIO) (Difco)
: Komposisi formula perliter
Yeast extract 3 g
Peptone 10 g
Tryptone 10 g
L-Ornithine HCl 5 g
Dextrose 1 g
Agar 2 g
Bromcresol purple 0,02 g
OF medium (Difco) : Komposisi formula perliter
Pancreatic digest of casein 2 g
Sodium chloride 5 g
Dipotassium phosphate 0,3 g
Bromthymol blue 0,08 g
Agar 2 g
Bahan Pereaksi sitochrom
oksidase
: Tetramethy-p-phenylenediamine
dihydrochloride
1 g
Aquades 15 ml
60
65
Lampiran 2. Dokumentasi proses pembuatan produk fermentasi telur ikan
tambakan
1. Ikan disiangi dan telur dikeluarkan
dari perut ikan
2. Telur ikan dicuci dengan air
3. telur ditimbang 4. pemberian garam pada telur ikan
5. Telur ikan yang telah digarami
dimasukkan ke dalam topless 6. Produk fermentasi telur ikan
tambakan.
61
62
Lampiran 3. Prosedur total plate count (BSN 2009)
1. Teknik Preparasi Suspensi
Sampel yang telah diambil berupa produk fermentasi telur ikan tambakan
kemudian disuspensikan dalam akuades steril. Tujuan dari teknik ini pada
prinsipnya adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya ke dalam
air sehingga lebih mudah penanganannya. Cara yang dilakukan adalah sebagai
berikut: sampel yang berbentuk padat dapat ditumbuk dengan mortar dan pestle
sehingga mikroba yang ada dipermukaan atau di dalam dapat terlepas kemudian
dilarutkan ke dalam air. Perbandingan antar berat sampel dengan pengenceran
pertama adalah 1 : 9 (w/v).
Penghancuran sampel menggunakan mortar dan pastel
2. Teknik Pengenceran Bertingkat
Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi
jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau
banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba
dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran
pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel
mikroorganisma dari pengenceran sebelumnya. Adapun Cara Kerjanya sebagai
berikut :
a) Sampel sebanyak 10 gram yang mengandung bakteri dimasukan ke dalam
tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1
) yang berisi larutan garam
fisiologis 0,85% secara aseptis (dari preparasi suspensi) sebanyak 90 ml.
Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1 : 9
b) Diambil 1 ml dari tabung 10-1
dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke
tabung 10-2
secara aseptis kemudian dikocok dengan membenturkan tabung ke
63
telapak tangan sampai homogen. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung
pengenceran terakhir dengan cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa
pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti, artinya setiap tingkat
pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda/baru. Prinsipnya bahwa
pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari sumber yang sama.
Teknik pengenceran bertingkat
3. Teknik Penanaman
Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Sebanyak 4 gram trpytic soy agar (TSA) dilarutkan dalam 100 ml akuades
di dalam labu Erlenmeyer untuk pembuatan media TSA dengan
menambahkan NaCl masing-masing TSA tanpa NaCl, TSA+NaCl 5%, dan
TSA+NaCl 10%. Larutan tersebut kemudian dipindahkan kedalam tabung
reaksi sebanyak 10-15 ml lalu disterilisasi dalam autoclave selama 1,5
jam pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 oC.
2) Setelah media TSA dikeluarkan autoclave maka dinginkan sampai
mencapai suhu (>45oC). lalu menyiapkan cawan steril, tabung
pengenceran yang akan ditanam dan media padat yang masih cair .
3) Teteskan 1 ml secara aseptis.suspensi sel kedalam cawan kosong
4) Tuangkan media yang masih cair ke cawan kemudian putar cawan untuk
menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian diinkubasi
dengan posisi terbalik didalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
64
Teknik penanaman
Cara perhitungan hasil analisis TPC sebagai berikut: cawan yang dipilih dan
dihitung jumlah bakterinya adalah yang mengandung koloni antara 30-300. Jika
semua pengenceran menghasilkan koloni kurang dari 30, maka jumlah koloni
yang dihitung hanya pada pengenceran yang terendah. Sebaliknya, jika semua
pengenceran menghasilkan lebih dari 300 koloni, maka hanya jumlah koloni
tertinggi yang dihitung. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan
koloni antara 30-300 koloni dan perbandingan hasil tertinggi dan terendah dari
kedua pengenceran tersebut kurang dari atau sama dengan dua, maka kedua nilai
tersebut dirata-ratakan dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika
perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari atau sama dengan
dua maka yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. Apabila menggunakan dua
cawan petri (duplo) per pengenceran maka data yang diambil adalah dari kedua
cawan petri tersebut.
Pertumbuhan koloni bakteri dalam cawan
65
Lampiran 4. Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009)
1) Bersihkan object glass dengan kapas
2) Menulis kode atau nama bakteri pada sudut object glass
3) Mengambil biakan dengan jarum inokulum lalu pindahkan satu ulasan saja
kemudian diberi akuades dan disebarkan supaya sel merata.
4) Mengeringkan ulasan tersebut sambil memfiksasinya dengan api bunsen
(lewatkan di atas api 2-3 kali). Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan
melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya.
Cara mengambil biakan
5) Selanjutnya meneteskan Kristal violet sebagai pewarna utama pada
preparat lalu tunggu selama ± 1 menit lalu cuci dengan akuades
mengalir
6) Meneteskan moerdant (lugol’s iodine) lalu tunggu ± 1 menit setelah itu
cuci dengan akuades mengalir
7) Beri larutan pemucat (ethanol 96%) setetes demi setetes hingga etanol
yang jatuh berwana jernih namun jangan terlalu banyak
(overdecolorize) lalu cuci dengan akuades mengalir
8) Terakhir meneteskan safranin dan tunggu ± 45 detik lalu dicuci
kembali dengan akuades
66
9) Mengeringkan preparat dengan kertas tissue yang ditempelkan di sisi
ulasan namun jangan sampai merusak ulasan lalu di biarkan mengering
di udara.
10) Setelah itu periksa dengan mikroskop (perbesaran 100 x 10).
Pewarnaan gram
67
Lampiran 5. Prosedur uji motilitas (BSN 2009)
a) Mengambil isolat dengan jarum Őse lurus dan inokulasikan dengan
menusukkan pada media semi solid SIM atau MIO media.
b) Selanjutnya inkubasikan pada suhu 25 °C dan 37 °C selama 24 jam - 48 jam.
c) Reaksi positif ditandai oleh adanya pertumbuhan bakteri yang menyebar hasil
negatif menunjukan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Berikut
gambar 13 reaksi motility
Reaksi motilitas
68
Lampiran 6. Prosedur uji katalase (BSN 2009)
a) Koloni bakteri diambil satu ose secara aseptis dan diinokulasikan pada Object
glass
b) Dengan menggunakan pipet tetes, 3% H2O2 diteteskan pada Object glass
secukupnya.
c) Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung untuk
hasil negatif (hati-hati membedakan antara gelembung yang muncul dari sel
dengan kumpulan sel yang mengambang akibat ditambahi reagen).
Reaksi katalase
69
Lampiran 7. Prosedur uji oksidase (BSN 2009)
a) Membasahi kertas saring (filter paper) dengan pereaksi oksidase.
b) Mengambil 1 loop isolat bakteri dengan jarum Őse (Őse platinum atau Őse
plastic disposable),lalu digoreskan pada kertas saring yang sudah diberi
pereaksi oksidase atau gunakan stik oksidase.
c) Hasil berupa reaksi negatif jika tidak ada perubahan warna pada kertas saring
dan positif jika terjadi perubahan warna biru keunguan pada goresan dalam
waktu singkat. Berikut Gambar 15 hasil reaksi oksidase.
Gambar 15. Reaksi oksidase
70
Lampiran 8. Uji Oksidatif-Fermentatif (BSN 2009)
a) Menyiapkan 2 tabung berisi media O/F.
b) Lalu mengambil isolat bakteri dengan jarum Őse lurus steril.
c) Menginokulasikan isolat bakteri ke dalam tabung yang berisi media O/F dengan
cara ditusukkan.
d) Satu tabung diisi dengan parafin cair steril hingga ketinggian 1 cm di atas
permukaan media O/F, sedangkan tabung lainnya tanpa parafin cair.
e) Selanjutnya inkubasikan pada suhu 30 °C selama 24 jam.
f) Reaksi negatif jika tidak ada perubahan warna pada kedua tabung reaksi.
g) Reaksi oksidatif positif jika terjadi perubahan warna media pada tabung tidak
tertutup parafin cair dari hijau ke kuning.
h) Reaksi fermentatif positif jika terjadi perubahan warna dari hijau ke kuning
pada tabung yang tidak tertutup parafin cair maupun yang tertutup.
71
Lampiran 9. Prosedur BBL Crystal ID GP
1. Keluarkan produk dari pembungkusnya, setelah dikelurkan harus segera
digunakan karena tidak boleh dibiarkan lebih dari 1 jam karena akan
merusak kandungan kimia didalamnya.
2. Ambil isolat bakteri yang digunakan lalu di masukkan dalam tabung reaksi
yang berisi larutan saline yang sudah tersedia dalam paket. Setelah
dimasukkan dalam larutan saline lalu divortex yang kekeruhannya 0,5
McFarland. Isolat dalam tabung reaksi kemudian dituangkan kedalam
sumur BBL Crystal ID GP,
3. Ratakan larutan dalam sumur dengan menggoyang secara perlahan dan
lembut hingga larutan terisi sampai permukaan lubang sumur BBL
Crystal.
4. Setelah itu ditutup dengan penutup yang berisi bahan kimia yang
berbentuk kristal, tutup hingga rapat hingga berbunyi “klik”
72
5. Setelah itu inkubasi selama 20-24 jam, lalu hasilnya dapat dilihat dengan
terjadinya perubahan warna.
6. Lalu hasil yang diperoleh berupa data-data kemudian dimasukkan dalam
data bank BBL Crystal.
73
Lampiran 10. Analisis asam amino (AOAC 1995)
Preparasi Sampel
1. Menentukan kadar protein dari sampel dengan metode Kjeldahl
2. Masukkan sampel yang mengandung 3 mg protein kedalam ampul,
tambahkan 1 mL HCl 6 N
3. Membekukan campuran tersebut dalam es kering-aseton. Gunakan “Freeze
dryer” yang dihubungkan dengan pompa vakum, untuk mengeringbekukan
sampel.
4. Mengeluarkan udara yang ada dalam sampel yang telah dibekukan dengan
cara : Keluarkan ampul dari dalam es kering-aseton. Pada saat campuran
mencair, udara yang terlarut dalam sampel akan keluar. Jika gelembung
udara terlalu banyak, atau keluar terlalu cepat, masukkan kembali ampul
ke dalam es kering-aseton, dan divakum kembali. Cara ini diulangi sampai
udara yang ada dalam sampel keluar seluruhnya. Jika masih ada
gelembung udara, tambahkan 1 atau 2 tetes n-oktil alkohol sebagai anti
bubbling.
5. Ampul divakum kembali selama 20 menit, kemudian tutup bagian tengah
tabung dengan cara memanaskannya di atas api.
6. Memasukkan ampul yang telah ditutup ke dalam oven pada suhu 110ºC
selama 24 jam.
7. Mendinginkan sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar. Pindahkan
isinya ke dalam labu evaporator 50 mL, bilas ampul dengan 2 mL HCl
0,01 N dan masukkan cairan bilasan ke dalam labu evaporator, ulangi 2-3
kali.
8. Mengeringkan sampel dengan menggunakan “freeze dryer” dalam keadaan
vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin tambahkan 10 – 20 mL air
ke dalam sampel dan keringkan dengan freeze dryer, ulangi 2 – 3 kali.
9. Menambahkan 5 mL HCl 0,01 N ke dalam sampel yang telah dikeringkan,
larutan sampel ini siap untuk dianalisis
74
Pembuatan pereaksi OPA
Larutan stok pereaksi OPAterdiri dari
OPA : 50 mg
Metanol : 4 mL
Merkaptoetanol : 0,025 mL
Brij-30 30% : 0,050 mL
Buffer borat 1M, pH = 10,4 : 1 mL
Melarutkan 50 mg OPA dalam 4 mL metanol dan tambahkan
merkaptoetanol. Di kocok dengan hati-hati campuran tersebut, lalu menambahkan
larutan brij-30 30% dan buffer borat. Simpan larutan dalam botol berwarna gelap
pada suhu 4ºC dan akan stabil selama 2 minggu.
Pereaksi derivatisasi dibuat dengan cara mencampurkan satu bagian
larutan stok dengan dua bagian larutan buffer Kalium Borat pH 10,4 dan harus
dibuat segar setiap hari.
Fase Mobil
Bufer A : Na-Asetat (pH 6,5) 0,025 M
Na-EDTA 0,05 %
Metanol 9,00 %
THF 1,00 %
Buffer A : terdiri dari komposisi di atas yang dilarutkan dalam 1 liter air HP.
Buffer ini harus disaring dengan kertas milipore 0,45 µm dan akan stabil selama 5
hari pada suhu kamar bila disimpan dalam botol berwarna gelap yang diisi dengan
gas He atau Nitrogen.
Buffer B : terdiri dari metanol 95 % dan air HP. Lakukan penyaringan dengan
kertas milipore 0,45 mikron. Larutan ini akan stabil dalam waktu tak terbatas.
Kondisi Alat
Mengatur kondisi HPLC sebagai berikut:
Kolom : Ultra techspere
Laju aliran fase mobil : 1 mL/menit
Detektor : Fluoresensi
Fase mobil : Buffer A dan Buffer B dengan gradient
sebagai berikut:
75
Waktu
(menit)
Laju aliran fase mobil
(mL/menit)
% Buffer B
0 1 0
1 1 0
2 1 15
5 1 15
13 1 42
15 1 42
20 1 70
22 1 100
26 1 100
28 1 0
38 1 0
Membuat grafik hubungan antara waktu (menit) sebagai absis dengan % B
sebagai ordinat.
Analisis asam amino
1. Melarutkan sampel yang telah dihidrolisis (B-9) dalam 5 mL HCl
0,01N kemudian saring dengan kertas milipore.
2. Menambahkan Buffer Kalium Borat pH 10,4 dengan perbandingan 1 : 1.
Lalu kedalam vial kosong yang bersih masukkan 10 µl sampel dan
tambahkan 25 µl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi
berlangsung sempurna.
3. Menginjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu
sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar
25 menit.Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam
sampel.
Perhitungan
Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel
76
Persen asam amino dalam sampel adalah:
= µmol AA x Mr. AA x 100
µg sampel
AA Asp Glu Ser His Gly Thr Arg Ala Tyr Met Val Phe Ileu Leu Lys
Mr 133.1 147.1 105.09 155.16 75.07 119.12 174.2 89.09 181.19 149.21 117.15 165.19 131.17 131.17 146.19
Kadar asam amino dalam sampel (mg/g protein)
Kadar protein (Apriyantono et al. 1989)
Skor asam amino (Mc Laughlan et al. 1959 diacu dalam Muchtadi 2010)
Contoh perhitungan :
Kadar protein sampel (% b/k)
Kadar asam amino fenilalanin dalam sampel (mg/g protein) :
77
Lampiran 11. Analisis asam lemak (AOAC 1995)
Preparasi contoh (hidrolisis & esterifikasi)
1. Menimbang 20 – 30 mg contoh lemak atau minyak dalam tabung bertutup
teflon
2. Menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol dan panaskan dalam
penangas air selama 20 menit
3. Selanjutnya tambahkan 2 mL BF3 16 % dan 5 mg/mL standar internal,
panaskan lagi selama 20 menit
4. Kemudian didinginkan, lalu menambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL
heksana, kocok dengan baik
5. Memindahkan lapisan heksana dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung
yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat, biarkan 15 menit
6. Memisahkan fasa cair selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas
Analisis komponen asam lemak, sebagai FAME
1. Mengatur kondisi alat sebagai berikut :
Kolom : Cyanopropil methyl sil (capillary column)
Dimensi kolom : p = 60 m, Ø dalam = 0.25 mm, 025 m
Film Tickness
Laju alir N2 : 20 mL/menit
Laju alir H2 : 30 mL/menit
Laju alir udara : 200 – 250 mL/menit
Suhu injektor : 200ºC
Suhu detektor : 230ºC
Suhu kolom : Program temperatur
- kolom temperatur : awal 190oC diam 15 menit
Akhir 230 oC diam 20 menit
Rate 10oC/ menit
Ratio : 1 : 8
Inject Volum : 1 L
Linier Velocity : 20 cm/sec
2. Menginjeksikan pelarut sebanyak 1 µl ke dalam kolom. Bila aliran gas
pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak
dalam waktu kurang dari 1 menit
78
3. Setelah pena kembali ke nol (baseline) injeksikan 5 µl campuran standar
FAME. Bila semua puncak sudah keluar, injeksikan 5 µl contoh yang telah
dipreparasi (A)
4. Ukur waktu retensi dan puncak masing-masing komponen. Jika rekorder
dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung
diperoleh dari integrator
5. Bandingkan waktu retensinya dengan standar untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh
6. Untuk metode internal standar, jumLah dari masing-masing komponen
dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Cx = Ax . R Cs
As
Dimana:
Cx = Konsentrasi komponen x
Cs = Konsentrasi standar internal
Ax = Luas puncak komponen x
As = Luas puncak standar internal
R = Respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap
standar
7. Untuk metode eksternal standar, lakukan preparasi yang sama, hanya
contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada penambahan
larutan standar kedalam contoh. JumLah kandungan komponen dalam
contoh dihitung sebagai berikut :
Ax x C standar x V contoh x 100 % As 100
gram contoh
Cara Penentuan R
Membuat suatu campuran X (murni) dan S dengan jumLah Wx dan Ws
yang diketahui dan dibuat kromatogramnya. Dalam hal ini,
Wx = Ax . Rx dan
Ws = As . Rs
Dari hubungan ini, maka R dapat dihitung sebagai
R = Rx = Wx . As
Rs Ws . Ax
79
Lampiran 12. Contoh penghitungan total bakteri
Jumlah koloni per pengenceran Jumlah total bakteri (koloni/g)
10-1
10-2
10-3
10-4
1,5 x 104 TBUD 129 87 4
TBUD 169 28 14
Cara penghitungan jumlah total bakteri adalah sebagai berikut :
Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x
Koloni per ml = 149 x 1/10-2
= 149 x 104
82
Lampiran 15. Standar McFarland
Dalam mikrobiologi standar McFarland digunakan untuk mengetahui
kekeruhan bakteri dalam larutan. Adapun kandungan dalam standar McFarland
adalah sebagai berikut :
McFarland Nephelometer Standards :
McFarland Standard 0.5 1 2 3 4
1.0% Barium chloride (ml) 0.05 0.1 0.2 0.3 0.4
1.0% Sulfuric acid (ml) 9.95 9.9 9.8 9.7 9.6
Approx. cell density (1X10^8 CFU/mL) 1.5 3.0 6.0 9.0 12.0
% Transmittance* 74.3 55.6 35.6 26.4 21.5
Absorbance* 0.132 0.257 0.451 0.582 0.669
Berikut adalah gambar kekeruhan standar McFarland
0.5 1 2
83
Lampiran 16. Hasil perubahan warna dan deteksi menggunakan sinar UV (ultra
violet) setelah diinkubasi
Isolat iso 1
Isolat iso 2
Isolat iso 3
Isolat iso 4
Isolat iso 5
93
Lampiran 23. Hasil perubahan warna dan deteksi sinar uv serta hasil identifikasi bakteri
Kode Substrat
Hasil Hasil
(+) (-) Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif
Iso 1 Iso 2 Iso 3 Iso 4 Iso 5
FCT Fluorescent
negative
control
n/a n/a
FGC 4MU-β-D-
glucoside
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√ √
FVA L-valine-
AMC
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
FPH L-
phenylalanine-
AMC
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√ √ √ √ √
FGS 4MU-α-D-
cellobioside
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√ √
FPY L-
pyroglutamic
acid-AMC
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√ √ √
FTR L-tryptophan-
AMC
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√ √ √ √ √
90
94
Lanjutan dari lampiran 23……
FAR L-arginine-
AMC
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√
FGA 4MU-N-
acetyl-β-D-
glucosaminide
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
FHO 4MU-
phosphate
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
√ √
FGN 4MU-β-D-
glucuronide
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
FIS L-isoleucine-
AMC
blue
fluorescence
>FCT well
blue
fluorescence
≤FCT well
TRE Trehalose Emas/kuning Orange/merah √
LAC Lactose Emas/kuning Orange/merah
MAB Methyl-α & β-
glucoside Emas/kuning Orange/merah
SUC Sucrose Emas/kuning Orange/merah √
MNT Mannitol Emas/kuning Orange/merah √
MTT Maltotriose Emas/kuning Orange/merah
ARA Arabinose Emas/kuning Orange/merah
91
95
Lanjutan dari lampiran 23………
GLR Glycerol Emas/kuning Orange/merah
FRU Fructose kuning Tak berwarna √
BGL p-n-p-β-D-
glucoside kuning Tak berwarna √ √
PCE p-n-p-β-D-
cellobioside kuning Tak berwarna √
PLN Proline &
Leucine-p-
nitroanilide
kuning Tak berwarna
PHO p-n-p-
phosphate kuning Tak berwarna
PAM p-n-p-α-D-
maltoside kuning Tak berwarna √ √
PGO ONPG &
p-n-p-α-D-
galactoside
kuning Tak berwarna √
URE Urea Aqua/biru Kuning/hijau √ √ √
ESC Esculin Coklat/maroon bening √
ARG Arginine ungu
Kuning/abu-
abu √ √ √ √ √
Keterangan : (√) menunjukkan adanya aktivitas
92