I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61732/BAB...

2
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Superkonduktor adalah bahan dengan konduktivitas tak hingga, karena sifat resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat melayang dalam medan magnet. Kedua sifat ini tampak pada saat bahan ini berada di bawah kondisi parameter kritisnya, yaitu kondisi yang harus dipenuhi agar bahan menampakkan kedua sifat tersebut. Karenanya orang berlomba-lomba untuk meningkatkan parameter kritis dari bahan ini. Gejala superkonduktivitas berhasil diamati mula-mula pada tahun 1911 oleh fisikawan Belanda. Heike Kammerlingh Onnes. Onnes mengamati bahwa hambatan listrik pada merkuri tiba-tiba turun drastis menjadi nol saat didinginkan mendekati 4,2 K suhu dimana terjadi transisi superkonduksi disebut suhu transisi kritis, Tc (Kittel, 1996). Selama 75 tahun pertama sejak ditemukan, perkembangan superkonduktor sangat lambat dan kurang memuaskan, Tc tertinggi yang berhasil dicapai hanya sekitar 23,3 K yang ditemukan pada Nb 3 Ge, sejenis alloy. Superkonduktor ini dikenal dengan superkonduktor suhu rendah (Tc < 30 K). baru pada tahun 1986 berhasil ditemukan superkonduktor baru berbasis keramik yaitu La 2-x Ba x CuO 4 dengan x = 0,15 oleh Karl Alex Muller dan Johannes George Benorz dengan Tc sekitar 30 K, selanjutnya bahan ini sering disebut superkonduktor keramik. Penemuan ini memiliki arti yang sangat penting mengingat selama ini bahan superkonduktor hanya berbasis pada logam murni dan alloy. Peristiwa ini menjadi pendorong dilakukannya penelitian untuk mendapatkan Tc tinggi dari bahan oksida keramik, maka dimulailah masa penerobosan baru superkonduktor. Terbukti tahun 1987, M.K Wu dan kawan-kawan mengganti Lantanum (La) dengan Ytrium (Y) sehingga terbentuk bahan superkonduktor baru dengan Tc yang cukup tinggi, sekitar 93 K yaitu Yba 2 Cu 3 O 7x . Penemuan superkonduktor Tc tinggi ini kemudian disusul dengan ditemukannya senyawa Bi-Sr-Ca-Cu-O (Tc = 110 K). Ti- Ba-Ca-Cu-O (Tc = 125 K), dan Hg-Ba-Ca- Cu-O (Tc = 133 K). Semua bahan ini disebut superkonduktor suhu tinggi (Bourdillon, 1994). Untuk membuat superkonduktor berkualitas tinggi, berbagai metode pembuatan dilakukan diantaranya reaksi padat (solid state reaction), presipitasi (kontaminasi endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut), sol gel dan proses pelelehan (melt-textured growth). Secara konvensional pembuatan sistem keramik oksida dikerjakan dengan reaksi padat, reaksi ini selain berjalan lambat juga membutuhkan perlakuan suhu tinggi yang memungkinkan sebagian atau seluruh bahan-bahan penyusun meleleh sehingga mengakibatkan perubahan ke fase yang tidak diinginkan. Metode Evaporasi dikenal dapat menghasilkan butir keramik oksida dengan kemurnian tinggi sampai ukuran submikron, homogen, sinteraktif dan memberi peluang untuk skala produksi. Keunggulan dari proses ini diantaranya kualitas cuplikan yang baik, waktu pembuatan yang singkat dan kehomogenan yang dapat terus ditingkatkan dengan kalsinasi berulang, terjadinya pengarahan butir ke suatu arah dan terjadinya pengendalian fasa non superkonduksi yang menjadi sumber pusat-pusat jepitan fluks sehingga Jc dapat meningkat. Dengan metode ini diharapkan dapat terbentuk superkonduktor yang stoikiometris berukuran butir sangat kecil dan memperbaiki sifat fisisnya yaitu efek Meissner, konduktifitas, morfologi, struktur fasa, dan lain-lain. Untuk itu hasil sintesa dikarakterisasi dengan uji effek Meissner, impedance conductance resistance meter (LCR), X-ray difractometer (XRD), dan scanning electron microscopy (SEM). 1.2 Tujuan Penelitian. 1. Mempelajari pembuatan superkonduktor YBa 2 Cu 3 O 7-x dengan metode evaporasi sebagai proses optimalisasi sintesa material superkonduktor.

Transcript of I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61732/BAB...

Page 1: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61732/BAB I... · disebut superkonduktor suhu tinggi (Bourdillon, 1994). Untuk membuat superkonduktor

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Superkonduktor adalah bahan dengan

konduktivitas tak hingga, karena sifat

resistivitas nol yang dimilikinya dan dapat

melayang dalam medan magnet. Kedua sifat

ini tampak pada saat bahan ini berada di

bawah kondisi parameter kritisnya, yaitu

kondisi yang harus dipenuhi agar bahan

menampakkan kedua sifat tersebut.

Karenanya orang berlomba-lomba untuk

meningkatkan parameter kritis dari bahan

ini.

Gejala superkonduktivitas berhasil

diamati mula-mula pada tahun 1911 oleh

fisikawan Belanda. Heike Kammerlingh

Onnes. Onnes mengamati bahwa hambatan

listrik pada merkuri tiba-tiba turun drastis

menjadi nol saat didinginkan mendekati 4,2

K suhu dimana terjadi transisi

superkonduksi disebut suhu transisi kritis,

Tc (Kittel, 1996). Selama 75 tahun pertama

sejak ditemukan, perkembangan

superkonduktor sangat lambat dan kurang

memuaskan, Tc tertinggi yang berhasil

dicapai hanya sekitar 23,3 K yang

ditemukan pada Nb3Ge, sejenis alloy.

Superkonduktor ini dikenal dengan

superkonduktor suhu rendah (Tc < 30 K).

baru pada tahun 1986 berhasil ditemukan

superkonduktor baru berbasis keramik yaitu

La2-xBaxCuO4 dengan x = 0,15 oleh Karl

Alex Muller dan Johannes George Benorz

dengan Tc sekitar 30 K, selanjutnya bahan

ini sering disebut superkonduktor keramik.

Penemuan ini memiliki arti yang sangat

penting mengingat selama ini bahan

superkonduktor hanya berbasis pada logam

murni dan alloy.

Peristiwa ini menjadi pendorong

dilakukannya penelitian untuk mendapatkan

Tc tinggi dari bahan oksida keramik, maka

dimulailah masa penerobosan baru

superkonduktor. Terbukti tahun 1987, M.K

Wu dan kawan-kawan mengganti Lantanum

(La) dengan Ytrium (Y) sehingga terbentuk

bahan superkonduktor baru dengan Tc yang

cukup tinggi, sekitar 93 K yaitu Yba2Cu3O7x.

Penemuan superkonduktor Tc tinggi ini

kemudian disusul dengan ditemukannya

senyawa Bi-Sr-Ca-Cu-O (Tc = 110 K). Ti-

Ba-Ca-Cu-O (Tc = 125 K), dan Hg-Ba-Ca-

Cu-O (Tc = 133 K). Semua bahan ini

disebut superkonduktor suhu tinggi

(Bourdillon, 1994).

Untuk membuat superkonduktor

berkualitas tinggi, berbagai metode

pembuatan dilakukan diantaranya reaksi

padat (solid state reaction), presipitasi

(kontaminasi endapan oleh zat lain yang

larut dalam pelarut), sol gel dan proses

pelelehan (melt-textured growth). Secara

konvensional pembuatan sistem keramik

oksida dikerjakan dengan reaksi padat,

reaksi ini selain berjalan lambat juga

membutuhkan perlakuan suhu tinggi yang

memungkinkan sebagian atau seluruh

bahan-bahan penyusun meleleh sehingga

mengakibatkan perubahan ke fase yang

tidak diinginkan. Metode Evaporasi dikenal

dapat menghasilkan butir keramik oksida

dengan kemurnian tinggi sampai ukuran

submikron, homogen, sinteraktif dan

memberi peluang untuk skala produksi.

Keunggulan dari proses ini diantaranya

kualitas cuplikan yang baik, waktu

pembuatan yang singkat dan kehomogenan

yang dapat terus ditingkatkan dengan

kalsinasi berulang, terjadinya pengarahan

butir ke suatu arah dan terjadinya

pengendalian fasa non superkonduksi yang

menjadi sumber pusat-pusat jepitan fluks

sehingga Jc dapat meningkat. Dengan

metode ini diharapkan dapat terbentuk

superkonduktor yang stoikiometris

berukuran butir sangat kecil dan

memperbaiki sifat fisisnya yaitu efek

Meissner, konduktifitas, morfologi, struktur

fasa, dan lain-lain. Untuk itu hasil sintesa

dikarakterisasi dengan uji effek Meissner,

impedance conductance resistance meter

(LCR), X-ray difractometer (XRD), dan

scanning electron microscopy (SEM).

1.2 Tujuan Penelitian.

1. Mempelajari pembuatan superkonduktor

YBa2Cu3O7-x dengan metode evaporasi

sebagai proses optimalisasi sintesa

material superkonduktor.

Page 2: I. PENDAHULUAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61732/BAB I... · disebut superkonduktor suhu tinggi (Bourdillon, 1994). Untuk membuat superkonduktor

2

2. Mengetahui sifat magnetik bahan

melalui pengujian efek Meissner dan

meneliti konduktivitas bahan melalui

penentuan Tc superkonduktor

YBa2Cu3O7-x .

1.3 Waktu dan Tempat.

Penelitian ini dilakukan selama bulan

Juni 2009 sampai September 2009.

Bertempat di Laboratorium Bidang

Karakterisasi dan Analisis Nuklir PTBIN

BATAN, Kawasan PUSPITEK Serpong.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Superkonduktivitas

Superkonduktivitas adalah suatu

fenomena hilangnya hambatan listrik pada

suatu material dibawah temperatur kritis.

Superkonduktivitas dapat diamati

berdasarkan sifat listrik dan sifat magnetnya,

yakni berturut-turut dapat menghantarkan

arus listrik tanpa hambatan dan dapat

menolak medan magnet. Jika sampel

menampilkan kedua sifat tersebut maka

bahan tersebut merupakan bahan

superkonduktor.

2.2 Sifat Listrik

Resistivitas listrik dari bahan

superkonduktor turun drastis secara tiba-tiba

jika bahan tersebut didinginkan menuju suhu

yang sangat rendah, sekitar suhu helium cair

untuk logam atau suhu nitrogen cair untuk

oksida keramik. Gejala superkonduktivitas

bahan mula-mula teramati oleh Heikke

Kammerlingh Onnes tahun 1911 pada

merkuri. Resistivitas listrik merkuri tiba-tiba

menurun drastis menuju nol saat suhunya

diturunkan mencapai 4,2 K yaitu suhu

kritisnya (Kittel, 1996). Gambar 1

memperlihatkan fenomena tersebut.

Gambar 1. Resistivitas pada merkuri

Terjadinya resistansi nol adalah karena

arus dibawa oleh elektron-elektron yang

berpasangan (pasangan cooper). Teori

pasangan cooper ini dikemukakan oleh

Bardeen, Cooper dan Schrieffer pada tahun

1957 yang dikenal sebagai teori BCS.

Pasangan cooper ini terbentuk karena

adanya tarik menarik antara elektron yang

disebabkan adanya ion positif dalam kristal

yang merespon perjalanan elektron-elektron

tersebut, dimana ketika sebuah elektron

(elektron 1) lewat dekat sebuah ion positif

maka akan ada tarikan sesaat antara elektron

1 dengan ion positif tersebut.sehingga

memodifikasi vibrasi ion positif yang

menghasilkan gelombang elastik berupa

fonon. Fonon yang dirasakan oleh elektron 1

secara fisis akan dihapus oleh elektron 2,

sehingga terjadi gaya tarik menarik diantara

elektron-elektron tersebut. Energi tarik

menarik ini lebih besar dari gaya tolak

diantara keduanya tetapi cukup kecil

terhadap gangguan energi termal pada saat

suhu lebih kecil dari suhu kritisnya.

Pasangan cooper ini bergerak dalam suatu

gerak koheren tunggal, gangguan lokal

seperti impuritas yang dalam keadaan

normal menyebabkan timbulnya resistivitas

tidak dapat berbuat demikian pada pasangan

cooper tersebut (dalam keadaan

superkonduksi) pasangan tersebut bergerak