Humaira & Aris Rahman Sempat Dianggap Mencari Sensasi filelidah buaya dan kitosan temuan ... dari...

1
C AMPURAN pati lidah buaya dan kitosan temuan Humaira dan Aris Rahman memudahkan plas- tik terurai tanah. Tidak lama, cukup sepekan. Temuan yang pertama kali di Indonesia itu sempat dinilai sekadar mencari sensasi. Lantaran plastik ialah materi yang sulit terurai dalam hitungan tahun. Saat dipandang begitu, Hu- maira dan Aris tak ciut hati. Keduanya meneliti secara mandiri. Dana dari kocek me- reka sendiri. Pun seluruh pro- sesnya nyaris dilakukan hanya berdua, meskipun kadangkala mendapat masukan dari dosen pembimbing. Justru dari sikap mandiri itulah, hasil karya yang me- reka ciptakan mencengangkan banyak orang. Kini sejum- lah perusahaan plastik sudah mengincar prestasi keduanya. Mereka bercerita, hampir enam bulan harus banting tulang mencari bahan-bahan untuk dijadikan plastik biode- gradabel. Keduanya berangkat dari rasa prihatin terhadap kondisi lingkungan, khususnya limbah plastik yang hingga kini belum ditemukan adanya plas- tik yang gampang terurai. “Kalaupun dibakar, akan menimbulkan polusi udara yang bersifat karsinogenik bagi manusia karena penggunaan bahan aditif dalam plastik sin- tetis tersebut seperti PCB dan DEHA. Kita berusaha keras bagaimana bisa menciptakan plastik yang ramah lingkungan dengan memadukan unsur kimia serta dari bahan-bahan yang ada,’’ terang Humaira. Humaira dan Aris lantas me- nengok Lamongan, Jawa Timur. Di daerah itu, banyak limbah kulit udang yang menumpuk. Bahan itulah yang bisa dijadi- kan bahan plastik ramah ling- kungan. “Lidah buaya, bekas kulit udang yang menumpuk, bisa dijadikan salah satu bahan untuk membuat plastik ramah lingkungan,” jelas Humaira. Liku-liku riset Namun, tidak mudah untuk melakukan riset. Ketika me- ngajukan proposal ke sebuah perusahaan farmasi, keduanya tidak ditanggapi dengan baik. Sudah berbelit-belit, mereka malah minta hak cipta untuk hasil akhir penelitian. ‘’Enak saja. Kita yang me- neliti, perusahaan itu minta hak patennya. Terpaksa kita tarik dan tidak mau dibiayai mereka,’’ kata Humaira yang dibenarkan Aris. Sejak itu, keduanya membia- yai sendiri riset mereka. Uang hasil menang pada sebuah lomba karya ilmiah Rp450 ribu dijadikan modal untuk riset awal. Kekurangan dana riset diganjal uang saku dari orang tua yang mereka sisihkan. Bagaimana dengan dukungan dari kampus? Aris dan Hu- maira hanya terdiam seribu bahasa. “Terlalu birokratis,” ujar mereka singkat. Mereka lantas mengirim pro- posal ke sejumlah perusahaan, juga ke lembaga penelitian. Tapi, tidak ada yang menyetu- jui proposal itu. Padahal, biaya tidak besar hanya Rp2 juta hingga Rp4 juta. Banyak yang meremehkan dan tidak percaya. Mereka ber- anggapan kedua mahasiswa tersebut hanya mencari sen- sasi, apalagi Humaira masih belum selesai menempuh studi. “Sempat mau frustrasi, ke mana-mana enggak dapat,” ujar Humaira. Namun, keteguhan keduanya didorong rasa penasaran serta ingin menunjukkan hasil karya. Sedikit demi sedikit akhirnya dana pribadi terkumpul sekitar Rp2 juta yang dijadikan peng- gerak penelitian. Hasil penelitian selama 6 bulan itu mencengang kan. Plastik yang sulit terurai itu, dengan berbagai campuran, mampu memuai dalam waktu tujuh hari. ‘’Riset ini baru satu dari sekian rangkaian riset, tapi sudah cukup bagus hasilnya,’’ kata Aris. Temuan keduanya menarik banyak perusahaan. Kini salah satu perusahaan di Semarang telah meminta mereka melaku- kan riset, dengan seluruh biaya ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan tersebut. Humaira juga mendapat tawaran menjadi penelitian di sebuah lembaga penelitian di Jakarta. ‘’Tapi, saya komitmen untuk tidak me- nerima tawaran itu, masih ko- sentrasi studi,’’ ujar Humaira. Adapun Aris kini sudah bekerja di sebuah perusahaan kimia di Gresik, sambil tetap melakukan riset bersama Hu- maira guna mematangkan temuan itu. Keduanya tampak- nya sangat hati-hati terhadap temuan plastik biodegradabel tersebut agar jangan sampai disalahgunakan pihak yang tidak benar. Keduanya berkeinginan, agar kelak temuan mereka bisa diproduksi massal. Bukan cuma plastik tenteng, tapi hampir se- mua bahan produksi yang ter- buat dari plastik mengunakan bahan tersebut, seperti botol, galon air mineral, semuanya harus ramah lingkungan. ‘’Tapi, ini membutuhkan perjuangan keras dan lama sebab untuk bisa ke arah itu membutuhkan dana besar dan waktu yang cukup lama. Tapi, saya yakin dengan kesung- guhan serta dukungan semua pihak, Indonesia bisa meng- arah ke arah itu semua,’’ kata Aris.(M-4) [email protected] Plastik itu Dapat Terurai Tujuh Hari DALAM kehidupan modern, plastik merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi manusia. Sifatnya yang tahan panas, tidak kaku, tidak mudah rapuh, dan elastis menjadikan plastik sebagai bahan pengemas maka- nan, material peralatan rumah tangga, kantor, dan elektronik. Konsumsi plastik di Indonesia sangat besar, yaitu mencapai 2,54 juta ton per tahun. Selama ini, bahan baku untuk pembuatan plastik berasal dari turunan minyak bumi yang bersifat tak terbarukan (non- renewable) seperti polietilena, polipropilena, poliamida, po- liester, dan polivinil klorida (PVC). Akibatnya, plastik sulit terurai oleh mikroorganisme dalam tanah. Butuh waktu ratusan tahun. Oleh karena itu, solusi yang efektif adalah dengan membuat plastik dari bahan alami atau dikenal dengan plastik biode- gradabel. “Plastik biodegrada- bel yang kami teliti menyum- bangkan solusi cerdas yang inovatif bagi permasalahan yang ditimbulkan oleh plastik sintetis,” kata Aris Rahman. Plastik biodegradabel terse- but berasal dari pati lidah buaya dan limbah kulit udang. Kedua bahan tersebut meru- pakan bahan yang terbarukan (renewable). Pati lidah buaya dibuat dari bagian daging tana- man lidah buaya yang dicacah kemudian dikeringkan sampai berbentuk serbuk. Limbah kulit udang diproses melalui tahap deproteinasi, demine- ralisasi, dan deasetilasi hingga diperoleh serbuk yang dikenal sebagai kitosan. Baik pati lidah buaya atau- pun kitosan memiliki kan- dungan polisakarida sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel. Bahan pati lidah buaya dan kitosan juga memiliki sifat an- tibakteri. Pati lidah buaya yang digunakan dapat membentuk lm plastik, tetapi masih sangat rapuh. Oleh karena itu, dicam- purkan kitosan untuk menam- bah kekuatan dari lm plastik. Agar plastik yang dibuat tidak kaku atau lebih elastis, ditam- bahkan gliserol, suatu senyawa gula alkohol yang ramah ling- kungan sebagai plasticizer. ‘’Kami mengangkat limbah kulit udang dan lidah buaya sebagai bahan baku plastik bio- degradabel karena kedua ba- han tersebut bukan merupakan bahan makanan pokok dengan ketersediaan yang melimpah di Indonesia,’’ katanya. Cara pembuatan Pembuatan plastik biode- gradabel dapat dilakukan de- ngan cara yang sederhana dan mudah. Pertama adalah mela- rut kan tiap bahan pembuat plastik. Kitosan dapat larut dalam asam asetat (asam cuka) dengan konsentrasi rendah, sedangkan pati lidah buaya dan gliserol larut dalam air. Selanjutnya bahan-bahan yang sudah dilarutkan dicampur dan diaduk sampai merata. Kemudian, campuran yang berupa gel tersebut dicetak pada pelat kaca dengan kete- balan tertentu menggunakan silinder dari stainless steel. Se- lanjutnya, campuran tersebut dipanaskan selama 30 menit dalam oven pada suhu 600 derajat celsius untuk menguap- kan pelarut asam asetat. Setelah campuran menge- ring, biarkan beberapa menit supaya dingin dan plastik siap dikelupas dari pelat kaca. Plastik yang dihasilkan berupa lembaran tipis yang transpa- ran, tidak berwarna, dan tidak berbau. Untuk mengetahui kualitas plastik biodegradabel yang dihasilkan, perlu dilakukan uji karakterisasi. Antara lain kekuatan tarik, persentase elon- gation at break, modulus Young, persentase swelling (penggem- bungan) dan uji biodegradasi (penguraian) plastik. Nilai kuat tarik plastik yang paling optimal adalah 461,538 MPa, persentase elongation at break 6,2%, modulus Young 744,416 Mpa, dan persentase swelling 12,5%. Untuk uji bio- degradasi plastik dilakukan dengan menggunakan media cair dengan mikroorganisme tipe EM4. Hasil yang diperoleh plastik dapat terurai hanya dalam waktu tujuh hari. ‘’Tentunya sangat perlu di- lakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan produk plastik biodegradabel yang berkualitas dengan sifat meka- nik yang kuat, tahan terhadap panas, air, dan udara,’’ ungkap Aris. (FL/M-4) Sempat Dianggap Mencari Sensasi Humaira & Aris Rahman Sosok | 11 SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Keduanya mampu mewujudkan plastik ramah lingkungan yang terurai dalam sepekan. Faishol Taselan Pengantar Selama Agustus 2010, Media Indonesia menampilkan 17 sosok penuh inspirasi. Mereka serius menekuni pilihan, memerdekaan diri dari perasaan khawatir dan takut. Berikut ini sosok ke-16, dua peneliti muda dari Surabaya. Kerja keras mereka mewujudkan plastik yang ramah lingkungan sempat dikira cuma mencari sensasi. ARIS RAHMAN Tempat, tanggal lahir: Surabaya, 27 September 1986 Pendidikan: S-1 Jurusan Kimia Universitas Airlangga, Surabaya (2009) Pencapaian (antara lain): Juara III kompetisi ilmiah dengan judul Biodegradable Plastic from Dioscorea esculenta, L. HUMAIRA Tempat, tanggal lahir: Jombang, 21 Januari 1989 Pendidikan: S-1 Jurusan Kimia Universitas Airlangga, Surabaya (2007-sekarang) Pencapaian (antara lain): Juara III Pekan Ilmiah Mahasiswa UNAIR 2008 Juara III Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Seminar Trend Biokimia Mutakhir 2009 Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) Fakultas Sains dan Teknologi 2009 Plastik biodegradabel menyumbangkan solusi cerdas yang inovatif bagi permasalahan yang ditimbulkan oleh plastik sintetis.” M U L T I B R E E D E R MI/FAISHOL TASELAN

Transcript of Humaira & Aris Rahman Sempat Dianggap Mencari Sensasi filelidah buaya dan kitosan temuan ... dari...

CAMPURAN pat i l idah buaya dan k i t o s a n t e m u a n Humaira dan Aris

Rahman memudahkan plas-tik terurai tanah. Tidak lama, cukup sepekan. Temuan yang pertama kali di Indonesia itu sempat dinilai sekadar mencari sensasi. Lantaran plastik ialah materi yang sulit terurai dalam hitungan tahun.

Saat dipandang begitu, Hu-maira dan Aris tak ciut hati. Keduanya meneliti secara mandiri. Dana dari kocek me-reka sendiri. Pun seluruh pro-sesnya nyaris dilakukan hanya berdua, meskipun kadangkala mendapat masukan dari dosen pembimbing.

Justru dari sikap mandiri itulah, hasil karya yang me-reka ciptakan mencengangkan banyak orang. Kini sejum-lah perusahaan plastik sudah mengincar prestasi keduanya.

Mereka bercerita, hampir enam bulan harus banting tulang mencari bahan-bahan untuk dijadikan plastik biode-gradabel. Keduanya berangkat dari rasa prihatin terhadap kondisi lingkungan, khususnya limbah plastik yang hingga kini belum ditemukan adanya plas-tik yang gampang terurai.

“Kalaupun dibakar, akan menimbulkan polusi udara yang bersifat karsinogenik bagi manusia karena penggunaan bahan aditif dalam plastik sin-tetis tersebut seperti PCB dan DEHA. Kita berusaha keras bagaimana bisa menciptakan plastik yang ramah lingkungan dengan memadukan unsur kimia serta dari bahan-bahan

yang ada,’’ terang Humaira.Humaira dan Aris lantas me-

nengok Lamongan, Jawa Timur. Di daerah itu, banyak limbah kulit udang yang menumpuk. Bahan itulah yang bisa dijadi-kan bahan plastik ramah ling-kungan. “Lidah buaya, bekas kulit udang yang menumpuk, bisa dijadikan salah satu bahan untuk membuat plastik ramah lingkungan,” jelas Humaira.

Liku-liku risetNamun, tidak mudah untuk

melakukan riset. Ketika me-ngajukan proposal ke sebuah perusahaan farmasi, keduanya tidak ditanggapi dengan baik. Sudah berbelit-belit, mereka malah minta hak cipta untuk hasil akhir penelitian.

‘’Enak saja. Kita yang me-neliti, perusahaan itu minta hak patennya. Terpaksa kita tarik dan tidak mau dibiayai mereka,’’ kata Humaira yang dibenarkan Aris.

Sejak itu, keduanya membia-yai sendiri riset mereka. Uang hasil menang pada sebuah lomba karya ilmiah Rp450 ribu dijadikan modal untuk riset awal. Kekurangan dana riset diganjal uang saku dari orang tua yang mereka sisihkan. Bagaimana dengan dukungan dari kampus? Aris dan Hu-maira hanya terdiam seribu bahasa. “Terlalu birokratis,” ujar mereka singkat.

Mereka lantas mengirim pro-posal ke sejumlah perusahaan, juga ke lembaga penelitian. Tapi, tidak ada yang menyetu-jui proposal itu. Padahal, biaya tidak besar hanya Rp2 juta hingga Rp4 juta.

Banyak yang meremehkan dan tidak percaya. Mereka ber-anggapan kedua mahasiswa tersebut hanya mencari sen-sasi, apalagi Humaira masih belum selesai menempuh studi. “Sempat mau frustrasi, ke mana-mana enggak dapat,” ujar Humaira.

Namun, keteguhan keduanya didorong rasa penasaran serta

ingin menunjukkan hasil karya. Sedikit demi sedikit akhirnya dana pribadi terkumpul sekitar Rp2 juta yang dijadikan peng-gerak penelitian.

Hasil penelitian selama 6 bulan itu mencengang kan. Plastik yang sulit terurai itu, dengan berbagai campuran, mampu memuai dalam waktu tujuh hari. ‘’Riset ini baru satu dari sekian rangkaian riset, tapi sudah cukup bagus hasilnya,’’ kata Aris.

Temuan keduanya menarik banyak perusahaan. Kini salah satu perusahaan di Semarang telah meminta mereka melaku-kan riset, dengan seluruh biaya ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan tersebut. Humaira juga mendapat tawaran menjadi penelitian di sebuah lembaga penelitian di Jakarta. ‘’Tapi, saya komitmen untuk tidak me-nerima tawaran itu, masih ko-sentrasi studi,’’ ujar Humaira.

Adapun Aris kini sudah bekerja di sebuah perusahaan kimia di Gresik, sambil tetap melakukan riset bersama Hu-maira guna mematangkan temuan itu. Keduanya tampak-nya sangat hati-hati terhadap temuan plastik biodegradabel tersebut agar jangan sampai disalahgunakan pihak yang tidak benar.

Keduanya berkeinginan, agar kelak temuan mereka bisa diproduksi massal. Bukan cuma plastik tenteng, tapi hampir se-mua bahan produksi yang ter-buat dari plastik mengunakan bahan tersebut, seperti botol, galon air mineral, semuanya harus ramah lingkungan.

‘’Tapi, ini membutuhkan perjuangan keras dan lama sebab untuk bisa ke arah itu membutuhkan dana besar dan waktu yang cukup lama. Tapi, saya yakin dengan kesung-guhan serta dukungan semua pihak, Indonesia bisa meng-arah ke arah itu semua,’’ kata Aris.(M-4)

[email protected]

Plastik itu Dapat Terurai Tujuh Hari

DALAM kehidupan modern, plastik merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi manusia. Sifatnya yang tahan panas, tidak kaku, tidak mudah rapuh, dan elastis menjadikan plastik sebagai bahan pengemas maka-nan, material peralatan rumah tangga, kantor, dan elektronik. Konsumsi plastik di Indonesia sangat besar, yaitu mencapai 2,54 juta ton per tahun.

Selama ini, bahan baku untuk pembuatan plastik berasal dari turunan minyak bumi yang bersifat tak terbarukan (non-renewable) seperti polietilena, polipropilena, poliamida, po-liester, dan polivinil klorida (PVC). Akibatnya, plastik sulit terurai oleh mikroorganisme dalam tanah. Butuh waktu ratusan tahun.

Oleh karena itu, solusi yang efektif adalah dengan membuat plastik dari bahan alami atau dikenal dengan plastik biode-gradabel. “Plastik biodegrada-bel yang kami teliti menyum-bangkan solusi cerdas yang inovatif bagi permasalahan yang ditimbulkan oleh plastik sintetis,” kata Aris Rahman.

Plastik biodegradabel terse-but berasal dari pati lidah buaya dan limbah kulit udang. Kedua bahan tersebut meru-pakan bahan yang terbarukan (renewable). Pati lidah buaya dibuat dari bagian daging tana-man lidah buaya yang dicacah kemudian dikeringkan sampai berbentuk serbuk. Limbah kulit udang diproses melalui tahap deproteinasi, demine-ralisasi, dan deasetilasi hingga diperoleh serbuk yang dikenal sebagai kitosan.

Baik pati lidah buaya atau-pun kitosan memiliki kan-dungan polisakarida sebagai bahan baku pembuatan plastik

biodegradabel.Bahan pati lidah buaya dan

kitosan juga memiliki sifat an-tibakteri. Pati lidah buaya yang digunakan dapat membentuk fi lm plastik, tetapi masih sangat rapuh. Oleh karena itu, dicam-purkan kitosan untuk menam-bah kekuatan dari fi lm plastik. Agar plastik yang dibuat tidak kaku atau lebih elastis, ditam-bahkan gliserol, suatu senyawa gula alkohol yang ramah ling-kungan sebagai plasticizer.

‘’Kami mengangkat limbah kulit udang dan lidah buaya sebagai bahan baku plastik bio-degradabel karena kedua ba-han tersebut bukan merupakan bahan makanan pokok dengan ketersediaan yang melimpah di Indonesia,’’ katanya.

Cara pembuatan

Pembuatan plastik biode-gradabel dapat dilakukan de-ngan cara yang sederhana dan mudah. Pertama adalah mela-rut kan tiap bahan pembuat plastik. Kitosan dapat larut dalam asam asetat (asam cuka) dengan konsentrasi rendah, sedangkan pati lidah buaya

dan gliserol larut dalam air. Selanjutnya bahan-bahan yang sudah dilarutkan dicampur dan diaduk sampai merata.

Kemudian, campuran yang berupa gel tersebut dicetak pada pelat kaca dengan kete-balan tertentu menggunakan silinder dari stainless steel. Se-lanjutnya, campuran tersebut dipanaskan selama 30 menit dalam oven pada suhu 600 derajat celsius untuk menguap-kan pelarut asam asetat.

Setelah campuran menge-ring, biarkan beberapa menit supaya dingin dan plastik siap dikelupas dari pelat kaca. Plastik yang dihasilkan berupa lembaran tipis yang transpa-ran, tidak berwarna, dan tidak berbau.

Untuk mengetahui kualitas plastik biodegradabel yang dihasilkan, perlu dilakukan uji karakterisasi. Antara lain kekuatan tarik, persentase elon-gation at break, modulus Young, persentase swelling (penggem-bungan) dan uji biodegradasi (penguraian) plastik.

Nilai kuat tarik plastik yang paling optimal adalah 461,538 MPa, persentase elongation at break 6,2%, modulus Young 744,416 Mpa, dan persentase swelling 12,5%. Untuk uji bio-degradasi plastik dilakukan dengan menggunakan media cair dengan mikroorganisme tipe EM4.

Hasil yang diperoleh plastik dapat terurai hanya dalam waktu tujuh hari.

‘’Tentunya sangat perlu di-lakukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan produk plastik biodegradabel yang berkualitas dengan sifat meka-nik yang kuat, tahan terhadap panas, air, dan udara,’’ ungkap Aris. (FL/M-4)

Sempat Dianggap Mencari SensasiHumaira & Aris Rahman

Sosok | 11SENIN, 30 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Keduanya mampu mewujudkan plastik ramah lingkungan yang terurai dalam sepekan.

Faishol Taselan

Pengantar

Selama Agustus 2010, Media Indonesia menampilkan 17 sosok penuh inspirasi. Mereka ser ius menekuni p i l ihan, memerdekaan diri dari perasaan khawatir dan takut. Berikut ini sosok ke-16, dua peneliti muda dari Surabaya. Kerja keras mereka mewujudkan plastik yang ramah lingkungan sempat dikira cuma mencari sensasi.

ARIS RAHMANTempat, tanggal lahir:

Surabaya, 27 September 1986

Pendidikan: • S-1 Jurusan Kimia Universitas Airlangga,

Surabaya (2009)

Pencapaian (antara lain):• Juara III kompetisi ilmiah dengan judul Biodegradable Plastic from Dioscorea

esculenta, L.

HUMAIRATempat, tanggal lahir:

Jombang, 21 Januari 1989

Pendidikan: • S-1 Jurusan Kimia Universitas Airlangga, Surabaya

(2007-sekarang)

Pencapaian (antara lain):• Juara III Pekan Ilmiah Mahasiswa UNAIR 2008

• Juara III Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Seminar Trend Biokimia Mutakhir 2009

• Mahasiswa Berprestasi (MAWAPRES) Fakultas Sains dan Teknologi 2009

Plastik biodegradabel menyumbangkan solusi cerdas yang inovatif bagi permasalahan yang ditimbulkan oleh plastik sintetis.”

MULTIBREED

ER

MI/FAISHOL TASELAN