Hukum Pernikahan Dan Menjadi Keluarga Sakinah

23
BAB 1 PENDAHULUAN A. Analisis Pengertian Judul Pengertian dari usaha itu sendiri merupakan segala tindakan yang direalitaskan pada kehidupan untuk suatu pencapaian tertentu. Usaha haruslah dilakukan dengan bersungguh hati supaya menghasilkan buah yang maksimal. Sedangkan pengertian dari keluarga sakinah adalah keluarga yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan syariat islam dimana adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri yang sesuai dengan ajaran agama dan mampu mendidik anak dalam koridor islam. B. Rumusan Masalah Makalah berjudul “Usaha-usaha Konkret untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah” akan mengangkat permasalahan-permasalahan yang menurut penyusun perlu diketahui orang banyak, yaitu: Apa hukum-hukum nikah? Apa tujuan dan hikmah pernikahan? Apa itu pernikahan siri? Apa itu pernikahan mut’ah? Bagaimana gambaran nyata keluarga sakinah? Bagaimana hukum menikahi perempuan yang sedang hamil? Bagaimana hukum anak lahir diluar nikah? C. Tujuan Penulisan Makalah ini kami buat dengan tujuan sebagai berikut: 1

description

Hukum Pernikahan Dan Menjadi Keluarga Sakinah

Transcript of Hukum Pernikahan Dan Menjadi Keluarga Sakinah

BAB 1PENDAHULUAN

A. Analisis Pengertian Judul

Pengertian dari usaha itu sendiri merupakan segala tindakan yang direalitaskan pada kehidupan untuk suatu pencapaian tertentu. Usaha haruslah dilakukan dengan bersungguh hati supaya menghasilkan buah yang maksimal. Sedangkan pengertian dari keluarga sakinah adalah keluarga yang diawali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan syariat islam dimana adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban suami istri yang sesuai dengan ajaran agama dan mampu mendidik anak dalam koridor islam.

B. Rumusan Masalah

Makalah berjudul Usaha-usaha Konkret untuk Mewujudkan Keluarga Sakinah akan mengangkat permasalahan-permasalahan yang menurut penyusun perlu diketahui orang banyak, yaitu: ( Apa hukum-hukum nikah?

( Apa tujuan dan hikmah pernikahan?

( Apa itu pernikahan siri?

( Apa itu pernikahan mutah?

( Bagaimana gambaran nyata keluarga sakinah?

( Bagaimana hukum menikahi perempuan yang sedang hamil?

( Bagaimana hukum anak lahir diluar nikah?C. Tujuan PenulisanMakalah ini kami buat dengan tujuan sebagai berikut:

a. Untuk melengkapi tugas kelompok dalam mata kuliah Al-Islam.b. Mempelajari lebih dalam tentang fenomena pernikahan yang terjadi saat ini.

c. Mempelajari dan memahami konsep keluarga sakinah

d. Mengetahui dan mempelajari hukum syariat pernikahanD. Metode Penulisan

Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode Studi Kepustakaan. Metode Studi Kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka tentang hukum syari`at pernikahan. Selain itu, tim penulis juga memperoleh data dari internet.

E. Sistematika Penulisan

BAB IPENDAHULUAN

:

Analisa pengertian judul, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.BAB IIPEMBAHASAN

:

Hukum-hukum pernikahan dalam islam, tujuan pernikahan, hikmah pernikahan, pernikahan siri, pernikahan mutah, gambaran nyata keluarga sakinah, hukum anak lahir diluar nikah (yang menikahi yang menghamili dan yang menikahi bukan yang menghamili)BAB IIIPENUTUP

:

Kesimpulan dan saran.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum-hukum Pernikahan dalam Islam

Menurut sebagian besar ulama hukum nikah adalah mubah artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan namun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh, atau haram. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1.Sunnah

Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinahan walaupun tidak segera menikah maka hukum nikah adalah sunnah. Rosulullah bersabda, wahai para pemuda, jika di antara kamu sudah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga mata lebih memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu jadi penjaga baginya. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

2.Wajib

Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib

3.Makruh

Bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah adalah makruh.

4.Haram

Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi, hukum nikah adalah haram.B. Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan menurut islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Apabila tujuan pernikahan yang bersifat umum itu diuraikan secara terperinci, tujuan pernikahan yang islami dapat dikemukakan sebagai berikut:

Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang.

Untuk memperoleh ketenangan hidup (sakinah).

Untuk memenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah dan diridai oleh Allah.

Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.

Untuk mewujudkan keluarga bahagia didunia dan akhirat.

C.Hikmah PernikahanHikmah pernikahan yang islami, antara lain

a) Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang islami diridai oleh Allah dan menghindari cara yang dimurkai oleh Allah seperti perzinaan, homoseks, ataupun lesbian.

b) Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridai oleh Allah untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah. Rosulullah bersabda, nikahilah wanita yang bisa memberikan keturunan yang banyak karena saya akan bangga, sebagai Nabi yang mempunyai umat yang banyak dibandingkan nabi-nabi yang lain di akhirat kelak (H.R. Ahmad bin Hanbal)c) Melalui pernikahan kita dapat menyalurkan naluri kebapakan bagi laki-laki (suami) dan naluri ke ibuan bagi perempun (istri).d) Melalui pernikahan suami-istri dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya, sehingga memberikan motivasi yang kuat untuk membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.e) Melalui pernikahan suami-istri dapat memupuk rasa tanggung jawab, yang belum menikah dipikul oleh masing-masing pihak. Suami yang yang bertanggung jawab tentu akan melakukan kewajibannya sebagai suami dengan sebaik-baiknya juga istri nyang bertanggung jawab tentu akan melaksanakan kewajiban sebagai istri dengan sebaik-baiknya.f) Menjalin hubungan silaturrahmi antara keluarga suami dan keluarga istri, sehingga sesama mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.g) Pernikahan yang dilakukan secara islami merupakan suatu bukti bahwa islam menempatkan wanita pada kedudukan yang terhormat. Apabila seorang wanita sudah menikah, ia menjadi ibu rumah tangga yang mendampingi suaminya sebagai kepala keluarga.h) Pernikahan sebagai sarana untuk memakmurkan bumi.i) Melaksanakan pernikahan berarti memperpanjang usia.

D. Pernikahan Siri

Dikalangan masyarakat pernikahan siri sekarang ini sudahlah menjadi hal yang biasa, pernikahan siri sendiri sering terjadi pada artis hingga masyarakat biasa. Pernikahan siri merupakan pernikahan tanpa wali atau pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara.Seseorang dalam melakukan pernikahan siri mempunyai beberapa faktor, antara lain:

a. Pernikahan dilakukan secara rahasia tanpa wali dikarenakan tidak disetujui oleh pihak keluarga wanita.

b. Hanya karena ingin meluapkan hawa nafsu belaka

c. Faktor keuangan karena tidak mampu membayar administrasi pencatatan

d. Ketahuan melanggar aturan yang melarang pegai negeri memiliki istri lebih dari satu.

e. Adanya kesenjangan sosial jika ketahuan memiliki istri lebih dari satu.

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut syariat dan pelakunya tidak dianggap melakukan tindak maksiat, sehingga tidak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya suatu perbuatan dianggap kemaksiatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akhirat, ketika perbuatan tersebut terkategori mengerjakan yang haram dan meninggalkan yang wajib.Pernikahan yang tidak dicatatkan dalam dokumen negara, tentunya jika sepasang suami istri tadi menikah dan mempunyai anak maka anak tersebut akan susah dalam memperoleh hak warisan dari ayahnya meski anak tersebut adalah anak kandungnya.

E. Pernikahan Mutah (kawin kontrak)

Nikah mutah adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan perjanjian waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi, untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa terkait hukum perceraian dan warisan. Tujuannya hanya untuk bersenang-senang dan memuaskan nafsu belaka.Hukum Nikah Mutah

Pada awal tegaknya agama Islam nikah mutah diperbolehkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di dalam beberapa sabdanya, di antaranya hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu dan Salamah bin Al-Akwa radhiyallahu anhu: Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menemui kami kemudian mengizinkan kami untuk melakukan nikah mutah. (HR. Muslim)

Al-Imam Al-Muzani rahimahullah berkata: Telah sah bahwa nikah mutah dulu pernah diperbolehkan pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih bahwa nikah tersebut tidak diperbolehkan lagi.Kesepakatan ulama telah menyatakan keharaman nikah tersebut. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi)

Dan beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mutah. Namun sekarang Allah azza wa jalla telah mengharamkan nikah tersebut sampai hari kiamat. (HR. Muslim)

Adapun nikah mutah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr radhiyallahu anhu dan Umar radhiyallahu anhu, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita tentang diharamkannya nikah mutah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1405 karya An-Nawawi)Gambaran Nikah Mutah di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, jelas sekali gambaran nikah mutah yang dulu pernah dilakukan para sahabat radhiyallahu anhum. Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no. 1404)

2. Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR. Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)

3. Jangka waktu nikah mutah hanya 3 hari saja. (HR. Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)

4. Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging babi untuk mempertahankan hidupnya. (HR. Muslim no. 1406)

Pada zaman Rosulullah nikah mutah diperbolehkan untuk para syuhada (orang-orang yang perang membela agama), karena itu merupakan rukhsoh/ keringanan dari Allah. Karena menikah itu untuk kebutuhan biologis para syuhada agar nafsunya tersalurkan dengan baik.

Tapi sekarang nikah mutah sudah tidak diperbolehkan dan dilarang untuk selamanya karena dianggap mempermainkan pernikahan.

F. Gambaran Real/Nyata Keluarga Sakinah

Keluarga sakinah merupakan keluarga yang terbentuk dari pasangan suami istri yang di awali dengan memilih pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam suasana mawaddah warohmah. Sebagaimana di anjutrkan Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya:

Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya Ia ciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenang kepadanya dan di jadikannya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesunguhnya dalam hal ini terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan.Faktor-Faktor Pembentuk Keluarga Sakinah

A. Faktor Utama

Untuk membentuk keluaraga sakinah, di mulai dari pra-nikah, pernikan dan keluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa hal yang perlu di pahami untuk membentuk keluarga sakinah antara lain:1. Memahami hak dan kewajiban antara suami dan istri

a. Menjadikannya sebagai qowwam (yang bertanggungjawab)

Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan

Suami wajib di taati dan di patuhi dalam setiap keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam

b. Menjaga kehormatan diri meliputi:

Menjaga alat dalam pergaulan

Menjaga izzah sumi dalam segala hal

Tidak memasukkan orang lain ke dalam rumah tanpa seijin suami.c. Berkhidmat kepada suami

Menyiapkan dan melayani kebutuhan suami

Suara istri tidak melebihi suara suami

Istri mengharga dan berterimakasih terhadap perlakuan dan pemberian suami

2.Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istria. Istri berhak mendapat mahar

b. Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin seperti mendapat nafkah, mendapat pengajaran, menberikan kesempatan kepada sang istri untuk mencari ilmudan mengijinkannya.

c. Mendapatkan perlakuan baik, lembut, dan penuh kasih sayang.B. Faktor Penunjang

1. Realitas dalam kehidupan berkaluarga

Meliputi: realitas dalam memilih pasangan, dalam menuntut mahar dan pelaksana walimah,ridho dengan karakter pasangan, dalam pemenuhan hak dah kewajiban.

2. Realitas dalam pendidikan anak

Penangan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada dalam memberikan ridhoah (menyusui) dan hadhonah (pengasuhan) hendaknya dilperhatikan muatan: Tarbiyyah Ruhiyah (pendidikan mental)

Tarbiyyah Aqliyyah (pendidikn intelektual)

Tarbiyah Jazabiyyah (pendidikan jasmani)

3. Memiliki ketrampilan rumah tangga

4. Megenal kondisi nafsiyyah sang istri

5. Menjaga kebersihan dan kerapian rumah

6. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat (keluarga besar sang

istri, tetangga, tamu,kerabat dan teman dekat)

7. Memiliki kesadaran kesehatan rumah tangga

C. Faktor Pemeliharaan

1. Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktivitas

2. Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis

3. Menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap,

Penampilan, maupun perilaku.

G. Hukum Menikahi Perempuan yang sedang Hamil

Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau pun dengan laki-laki lain kecuali bisa memenuhi dua syarat :

Pertama, Dia dan si laki-laki tobat dari perbuatan zinanya. Hal ini di karenakan allah SWT. telah mengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina.

Bila seseorang telah mengetahui bahwa pernikahan ini haram di lakukan. Namun dia melaksanakan dan melanggarnya, maka pernikahannya tidak sah. Dan bila melakukkan, hubungan itu adalah perzinahan. Bila terjadi kehamilan maka si anak tidak di nasabkan kepada laki-laki itu atau dengan kata lain anak itu tidak memiliki bapak. Orang yang menghalalkan pernikahan semacam ini, padahal dia tahu bahwa allah SWT. telah mengharamkannya maka di hukumi orang musyrik.

Namun bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya. Tentunya bila syariat kedua berikut terpenuhi: Kedua, dia harus beristibra (menunggu kosongnya rahim) dari satu kali haid, bila tidak hamil. Dan bila ternyata hamil, maka sampai melahirkan kandungannya. Bila seseorang nekad menikahkan puterinya yang telah berzina tanpa bristibra terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta wanita juga mengetahui bahwa itu haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Hukum menikahi perempuan yang sedang hamil:

- Jika perempuan tersebut hamil di luar nikah maka pernikahannya sah namun makruh.

- Jika hamil dari pernikahan yang sah seperti dari suami sebelumnya yang meninggal dunia atau mentalaknya dalam keadaan hamil, maka tidak sah karena masih dalam masa iddah. Suami tetap boleh untuk melakukan hubungan suami istri dengannya setelah melangsungkan akad.

- Status anak yang dilahirkan terperinci sebagai berikut.

Jika dilahirkan lebih dari 6 bulan dan kurang dari 4 tahun setelah akad nikah maka ada 2 keadaan:

a.Jika ada kemungkiran anak tersebut dari suami, karena ada hubungan badan setelah akad nikah. Misalnya, maka nasabnya tetap ke suami. Berarti berlaku baginya hukum-hukum anak seperti hukum waris dan lain-lain. Karena itu suami di haramkan melian istrinya atau meniadakan nasab anak tersebut darinya (tidak mengakui sebagai naknya).

b.Jika memungkinkan anak tersebut darinya seperti belum pernah ada hubungan badan semenjak akad hingga melahirkan, maka nasab anak hanya ke istri bahkan wajib bagi suami melian dengan meniadakan nasab anak darinya (tidak mengakui sebagai anaknya). Hal ini untuk menjaga agar tidak terjadi hak waris kepada anak.

Jika dilahirkan kurang dari enam bulan atau lebih dari empat tahun, maka anak tersebut tidak bisa dinasabkan kepada suami dan tidak wajib bagi suami untuk melian istrinya bagi anak tidak berhak mendapatkan waris karena tidak ada sebab-sebab yang mendukung hubungan nasab. Ini berlaku bagi anak yang dilahirkan laki-laki atau perempuan. Berarti bapak sebagai wali dalam menikahkan anak perempuannya jika diakui nasabnya, dan hakim sebagai walinya jika tidak diakui nasabnya.

Perlu diperhatikan, walaupun status anak tidak bisa dinisbatkan kepada suami, tetap di nyatakan mahram baginya. Dikarenakan dia menjadi suami ibunya yang melahirkan (bapak tiri) jika telah berhubungan badan dengan ibu yang melahirkan.

Perempuan yang hamil diluar nikah jika dinikahkan dengan laki-laki yang berhubungan badan denganya atau yang lainnya dengan tujuan menutupi aib pelaku atau menjadi ayah dari anak dalam kandungan, maka haram hukumnya dan wajib bagi penguasa membatalkan acara itu.

Bagi yang yang menghalalkan acara itu dengan tujuan tersebut diatas, dihukumi keluar dari islam dan dinyatakan murtad (haram disholati jika meninggal, dan tidak dikubur di makam islam).

H. Hukum Anak Lahir Diluar Nikah

Saat ini fenomena hamil diluar nikah memang sudah merajalela dimana-mana dari kaum elit hingga orang biasa. Hal tersebut sering terjadi pada kaum remaja yang bebas pergaulannya. Sebenarnya ada beberapa faktor namun faktor yang paling utama adalah kurangnya pendidikan agama yang kurang.

Anak lahir diluar nikah merupakan anak yang lahir dari seorang wanita yang belum adanya ikatan pernikahan dengan seorang pria yang menghamilinya.a. Hukum anak lahir diluar nikah (yang menikahi yang menghamili)

Hamil diluar nikah itu sendiri sudah kita ketahui sebagai perbuatan zina baik oleh pria yang menghamilinya maupun wanita yang hamil. Dan itu merupakan dosa besar.Dalam Impres No.1 tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari bab tersebut berisi 3 ayat,yaitu:

1. Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dinikahkan dengan orang yang menghamilinya.

2. Perkawinan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya.3. Dengan dilangsungkan pernikahan pada saat waktu hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Dalam ayat diatas bahwa yang menikahi wanita hamil adalah pria yang menghamilinya, hal ini termasuk penangkalan terjadinya pergaulan bebas, dalam pertunangan. Asas pembolehan pernikahan wanita hamil dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepastian hukum kepada anak yang ada dalam kandungan, dan mengakhiri status anak zina.

Mengenai hukum dari anak yang lahir diluar nikah yang menghamili dan yang menghamili itu sama orangnya. Menurut para ulama ada 2 pendapat:

Pertama, pernikahan seorang wanita hamil baik oleh seorang pria yang menghamilinya pernikahannya itu tidah sah secara agama, jadi anak yang dikandung itu nasabnya ikut pada ibunya. Ketika anak itu lahir dan menjadi dewasa kemudian ia menikah maka bapak kandungnya tidak bisa menjadi wali untuknya, melainkan dengan wali hakim. Jika hal tersebut dilupakan karena takut menanggung malu dan bapak kandungnya dijadikan sebagai wali maka pernikahannya tidaklah sah dan hubungan dalam pernikahannya menjadi zina.

Kedua, ada ulama yang menyatakan bahwa pernikahan wanita hamil itu sah jika pernikahan itu dilakukan sebelum usia kehamilan melebihi 3bulan. Nasab dari anak itu ikut pada bapaknya. Dan ketika anak itu lahir dan menjadi dewasa kemudian menikah bapaknya itu bisa menjadi wali dalam pernikahanny itu. Dan pernikahannyapun sah menurut agama.

b. Hukum anak lahir diluar nikah (yang menikahi bukan yang menghamili)

Dalam kasus wanita yang hamil menikah dengan laki-laki yang tidak menghamilinya, ada 2 pendapat yaitu:

Pertama, harus menunggu sampai kelahiran anak yang dikandung wanita tersebut. Dan status anak yang dilahirkan kelak, dapat dianggap sebagai anak laki-laki yang mengawini wanita tersebut dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Kedua, siapapun pria yang mengawini dianggap benar sebagai pria yang menghamili, kecuali wanita tersebut menyangkalnya. Merupakan pendapat ulama Hanafi yang menyatakan bahwa menetapkan adanya nasab (keturunan) terhadap seorang anak adalah lebih baik dibanding dengan menganggap seorang anak tanpa keturunan alias anak haram.

Perkawinan dalam kasus ini dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran bayi dan anak yang dikandung dianggap mempunyai hubungan darah dan hukum yang sah dengan pria yang mengawini wanita tersebut. Disinilah letak kompromitas hukum isalam dan hukum adat dengan menimbang kemaslahatan, aspek sosiologis dan psikologis.BAB IIIPENUTUP

A.Kesimpulan

1. Hukum pernikahan syariat dalam islam hakikatnya adalah mubah (diperbolehkan) tapi ada berbagai hukum yang medasari dikarenakan alasan dalam pernikahannya yaitu haram,wajib,makruh dan sunnah.

2.Dalam pernikahan untuk menuju keluarga sakinah tidaklah mudah hal tersebut harus dilakukan sejak awal mulai dari memilih pasangan suami dan istri yang baik, melaksanakan dan menjalankan penikahan sesuai dengan syariat islam. Dimana adanya hak dan keajiban antara suami dan istri.3.Budaya pernikahan dalam masyarakat sangatlah banyak dan merajalela saat sekarang mulai dari masyarakat elit hingga masyarakat sederhana yaitu salah satu diantaranya adalah kawin kontrak, nikah siri, hamil diluar nikah dan lain sebagainya.4.Pada zaman Rosulullah nikah mutah diperbolehkan untuk para syuhada (orang-orang yang perang membela agama), karena itu merupakan rukhsoh/ keringanan dari Allah. Karena menikah itu untuk kebutuhan biologis para syuhada agar nafsunya tersalurkan dengan baik. Tapi sekarang nikah mutah sudah tidak diperbolehkan karena dianggap mempermainkan pernikahan.B.Saran

1.Saran dari penulis dalam pembuatan makalah ini penulis menganjurkan agar kita sebagai mahasiswa bisa menjaga pergaulannya sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah.2.sebaiknya pembahasan nikah siri tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja, namun akan lebih baik bila disosialisasikan pada masyarakat baik buruknya dan berbagai pro-kontra yang terjadi agar masyarakat dapat terbantu dalam mengambil keputusan dan mengurangi terjadinya nikah siri, karena penyiaran pernikahan dan adanya surat nikah lebih banyak menimbulkan hal positif daripada hal negatif.Demikian makalah ini kami susun secara kelompok terdiri dari:

Andrie Yudhi W.

Eli Latifah

Indah Amaliyah

Jajang Nurjaman

Kholisa Agustina

Liswati

Misrodah

Nur Faela Shofa

Titik Wijayanti

Teguh Priyanto PAGE 12