HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID...

107
HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMT SELAIN DI MASJID (Analisis Fatwa MUI NO. 53 Tahun 2016) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) Oleh : RIZQI AMALIA NIM. 1113043000003 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H / 2018 M

Transcript of HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID...

Page 1: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID

(Analisis Fatwa MUI NO. 53 Tahun 2016)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam (S.H)

Oleh :

RIZQI AMALIA

NIM. 1113043000003

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H / 2018 M

Page 2: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

ii

Page 3: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

iii

Page 4: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

iv

Page 5: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

v

ABSTRAK

Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum Pelaksanaan Salat Jumʻat Selain Di

Masjid (Analisis Fatwa MUI No. 53 Tahun 2016). Program Studi Perbandingan

Madzhab, Konsentrasi Perbandingan Madzhab Fiqih, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hukumnya

melaksanakan salat jumʻat selain di masjid. Untuk dapat mengetahui bagaimana

pandangan para Ulama Mazhab tentang pelaksanaan salat jumʻat selain di masjid.

Begitu pula faktor yang melatarbelakangi Majelis Ulama Indonesia menetapkan

fatwa tentang Salat Jumʻat, Dzikir dan Kegiatan Keagamaan Di Tempat Selain

Masjid.

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian

normatif, jenis penelitian ini adalah kualitatif yang berdasarkan studi kepustakaan

(library research) Adapun sumber data primernya yaitu Fatwa Majelis Ulama

Indonesia dibidang Keagamaan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini bahan

yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti kitab-kitab

tentang shalat, kitab ibadah, hasil-hasil penelitan, hasil karya ilmiah para sarjana,

dosen dan pendapat para ulama terdahulu yang relevan yang berkaitan dengan

fatwa tersebut.

Hasil penelitian ini bahwasanya Majelis Ulama Indonesia menetapakan

fatwa tentang pelaksanaan salat jumʻat selain di masjid tersebut telah sesuai

dengan metode istinbath hukum Islam karena MUI telebih dahulu merujuk kepada

Al-Qur’an dan Sunnah. MUI memperhatikan maqashid al-syariah (tujuan –

tujuan ditetapkanya hukum); yang meliputi lima perkara, yaitu memelihara agama,

memelihara jiwa, memelihara akal, menjaga keturunan, memelihara harta.

Perbedaan pendapat para Imam Mazhab yaitu Imam Abu Hanifa, Imam Asy-

Syafi’I, Imam Ahmad bin Hambali sepakat akan tentang kebolehnaya

melaksanakan salat jumʻat selain di masjid dan tidak termasuk syarat sahnya salat

jumʻat. Hanya Imam Malik yang mewajibkan pelaksanaan salat jumʻat harus di

masjid karena masjid termasuk syarat sahnya salat jumʻat dalam Mazhab Maliki.

Hukum pelaksanaan salat jumʻat selain di masjid itu diperbolehkan dan sah

hukumnya, asalkan tempat tersebut harus terjamin kekhusyukan dan kesucian

tempatnya dari najis baik yang terlihat maupun tidak. Yang harus di garis bawahi

disini bahwasanya jika selama tidak ada udzur yang benar-benar mendesak untuk

melaksanakan salat jumʻat selain di masjid maka hukumnya wajib harus di masjid.

Kata kunci :Salat Jumʻat, Tempat Pelaksanaan Salat Jumʻat,

Perbedaan Pendapat di kalangan Ulama Mazhab dan

Hukum Melaksanakan Salat Jumʻat Selain Di Masjid.

Pembimbing : Prof. Dr. H. Abd Wahab Abd Muhaimin, Lc, MA.

Daftar Pustaka : 1984 s.d. 2017

Page 6: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur yang mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.

karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya maka skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Salam dan shalawat semoga selalu tercurahkan pada

Baginda Rasulullah Muhammad Salallahu’ ‘alaihi wa sallam.

Selanjutnya penulis ingin sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa

dorongan moril maupun materiil. Penulis yakin jika tanpa bantuan dan dukungan

tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis secara khusus ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., selaku Ketua Program Studi

Perbandingan Madzhab dan Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag., Lc., MA., selaku Sekretaris

Program Studi Perbandingan Madzhab;

3. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA., selaku Dosen Penasehat

Akademik Penulis;

4. Bapak Prof. Dr. H. Abd Wahab Abd Muhaimin, Lc, MA., selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah memberikan arahan, saran dan ilmunya hingga

penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan mengajarkan ‘Ilmu dan

Akhlaq yang tidak ternilai harganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta;

6. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta;

Page 7: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

vii

7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Alimin Tirta Burhan dan Ibunda Hj.

Maryanih, serta Adik-adik tersayang M. Rizqi Alfariz dan Rizky Hanifa yang

telah mencintai penulis dengan segenap jiwa dan raga, baik doa maupun dukungan

dan dengan penuh kesabaran sehingga dengan ridha mereka penulis mampu

berada pada titik seperti saat ini;

8. Keluarga Besar Pondok Pesantren Al-Mukhlishin Ciseeng, Parung-Bogor.

9. Keluarga Besar PMH angkatan 2013 dan Ladies PMH 2013 yang telah menemani

serta memberi dukungan, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

dengan baik dan semua yang pernah kenal baik semoga Allah melimpahkan

keberkahan kepada kehidupan kalian semua (Aamiin).

10. Kepada KH. Nurhaimi,SQ dan Ust. Farid Wadzi,S.H.,MA terimakasih penulis

ucapkan sedalam-dalamnya atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga

Allah selalu memberikan keberkahan dunia dan akhirat kepada beliau (Amiin).

11. Kepada teman saya Ahmad Syarofuddin Firdaus, Ahmad Faiz, Ahmad Rinaldi,

Ahmad Fauzi dan Nasrullah terimakasih telah menjadi guru saya. Semoga Allah

selalu memberikan Keberkahan kepada kalian (Amiin).

12. KKN GENCAR yang telah memberikan sumbangsih kepada penulis dalam ilmu

dan nasihat-nasihatnya. Terimakasih telah menjadi sahabat yang baik.

Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan

yang berlimpah bagi kita semua Amiin.

Jakarta, 29 Maret 2018

Penulis

RIZQI AMALIA

Page 8: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ·····································································i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ··································· ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ····································· iii

LEMBAR PERNYATAAN ···························································· iv

ABSTRAK ················································································· v

KATA PENGANTAR ·································································· vi

DAFTAR ISI ·············································································· viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ······················································· x

BAB I : PENDAHULUAN ·························································· 1

A. Latar Belakang Masalah ················································ 1

B. Permasalahan ····························································· 8

1. Identifikasi Masalah ·················································· 8

2. Pembatasan Masalah ················································· 9

3. Perumusan Masalah ·················································· 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ········································· 9

D. Review Kajian Terdahulu ··············································· 10

E. Metode dan Teknik Penelitian ·········································· 12

F. Sistematika Penulisan ···················································· 14

BAB II: KETENTUAN UMUM TENTANG SALAT JUMἉT ·············· 16

A. Pengertian Salat ·························································· 16

B. Pengertian Salat Jumʻat ················································· 20

Page 9: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

ix

C. Hukum Melaksanakan Salat Jumʻat ··································· 22

D. Syarat-Syarat Salat Jumʻat ·············································· 25

E. Syarat-Syarat Tempat Melaksanakan Salat Jumʻat ·················· 37

F. Tempat Yang Dilarang Melaksanakan Salat Jumʻat ················ 41

BAB III: MUI DAN PENETAPAN FATWA ····································· 44

A. Pengertian Fatwa ························································· 44

B. Kedudukan Fatwa ························································ 50

C. Peranan MUI Dalam Menetapkan Fatwa ····························· 52

D. Metode MUI Dalam Menetapkan Fatwa ····························· 56

BAB IV: FATWA MUI TENTANG PELAKSANAAN SALAT JUMἉT

SELAIN DI MASJID ······················································ 60

A. Pandangan Ulama Fikih Tentang Pelaksanaan Salat Jumʻat

Selain Di Masjid ························································· 60

B. Analisis Fatwa MUI Tentang Pelaksanaan Salat Jumʻat Selain

Di Masjid ·································································· 64

C. Faktor Yang Melatarbelakangi MUI Mengeluarkan Fatwa

Tentang Pelaksanaan Salat Jumʻat Selain di Masjid ················ 75

BAB V : PENUTUP ··································································· 78

A. Kesimpulan ······························································ 78

B. Saran ······································································ 79

DAFTAR PUSTAKA ··································································· 80

LAMPIRAN ·············································································· 86

Page 10: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan

asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama

bagi mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah

Arab yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

a. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j Je ج

h ha dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

Page 11: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

xi

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

ع koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q Qo ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

ء apostrop

y Ya ي

b. Vokal

Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Page 12: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

xii

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

a fathah ــــــــــ

i kasrah ــــــــــ

u dammah ــــــــــ

Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya

sebagai berikut:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

ي___ ai a dan i

و___ au a dan u

c.Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Keterangan

â a dengan topi diatas ـــــا

î i dengan topi atas ـــــى

û u dengan topi diatas ـــــو

c. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan

lam( ال ), dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf

syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya:

اإلجثهاد = al-ijtihâd

الرخصة = al-rukhsah, bukan ar-rukhsah

Page 13: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

xiii

d. Tasydîd (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:

al-syuî ‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah = الشفعة

e. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi

huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

syarî ‘ah شزيعة 1

al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشزيعة اإلسالمية 2

Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3

f. Huruf Kapital

Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam

transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa

jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan

huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata

sandangnya. Misalnya, البخاري = al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih

aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama

Page 14: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

xiv

tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis

Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

g. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis

secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan

berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

No Kata Arab Alih Aksara

-al-darûrah tubîhu al الضرورة تبيح احملظورات 1

mahzûrât

al-iqtisâd al-islâmî اإلقتصاد اإلسالمي 2

usûl al-fiqh أصول الفقه 3

-al-‘asl fi al-asyyâ’ al األصل يف األشياء اإلباحة 4

ibâhah

al-maslahah al-mursalah املصلحة املرسلة 5

Page 15: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia menurut Al-Qur‟an mempunyai tiga unsur, yaitu badan

(jasad), nyawa (nafs) dan roh (ruh). Ketika manusia masih terdiri atas

anggota badan dan nyawa, belumlah sempurna sebagai manusia. Roh

sebagai unsur ketiga (khalaqan akhar), diinstal ke dalam diri manusia

ketika berumur 120 hari.1 Dengan adanya roh, manusia menjadi makhluk

biologis sekaligus sebagai makhluk spiritual. Adapun arti dari makhluk

spiritual adalah makhluk yang membutuhkan agama di dalam dirinya,

tanpa agama maka hidup di yakni tidak akan seimbang.

Agama adalah hak setiap warga negara Indonesia. Setiap warga

negara Indonesia diperbolehkan untuk memeluk suatu agama yang

diyakininya dan negara menjamin kebebasan untuk memeluk agama

tersebut. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 29. Seseorang yang

memeluk suatu agama tersebut melaksanakan kewajiban yang ada dalam

agama tersebut yang dimana ibadah tersebut merupakan sarana hubungan

antara manusia dengan Tuhannya.2

Agama di Indonesia memegang

peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam

Ideologi bangsa Indonesia yakni Pancasila : “ Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap

pertumbuhan Ekonomi,Sosial dan Budaya. Menurut hasil sensus yang

1 Hasanuddin Umar, Islam Fungsional Revitalisasi & Reaktualisasi Nilai-

nilai Keislaman, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), hal 24. 2 Afrizal Nurdin, Keringanan Puasa Bagi Penerbang di Bulan Ramadhan

(Analisa Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, hal 1.

Page 16: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

2

telah dilakukan pada tahun 2010, 87,18% dari ±237.641.326 juta jiwa

penduduk Indonesia adalah Pemeluk Agama Islam, 6,96% Protestan, 2,9%

Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% Agama

lainya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak dinyatakan.3

Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada

di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari

itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam

hubungan antar kelompok maupun golongan.

Di samping sebuah keyakinan, agama juga merupakan gejala

sosial, yakni perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah

kehidupan bersama. Kadang-kadang perilaku tersebut mempengaruhi satu

sama lain. Norma-norma dan nilai-nilai agama diduga sangat berpengaruh

pada kehidupan sosial4.

Agama islam kaya akan tuntunan hidup bagi umatnya. Selain

sumber hukum utama yakni Al-Qur‟an dan As-Sunnah, Islam juga

mengandung aspek penting yakni fiqh. Fikih Islam sangat penting dan

dibutuhkan oleh umat Islam, karena ia merupakan sebuah manual book

dalam menjalankan praktik ajaran Islam itu sendiri, baik dari sisi ibadah,

muamalah, syariah dan sebagainya.

Dalam agama Islam itu sendiri terdapat ibadah wajib dan ibadah

sunnah yang dimana jika ibadah wajib itu adalah perbuatan yang wajib di

lakukan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan

mendapatkan ganjaran bagi pelakunya. Lain halnya dengan ibadah sunnah

jika dikerjakan akan mendapatkan pahala namun jika tidak di kerjakan

tidak mendapatkan siksa. Salat dalam islam menempati posisi yang tidak

3

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia di akses pada 23

Februari 2017. Pukul 15:12 WIB 4 Mastuhu, Metode Penelitian Agama; Teori dan Praktik, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2006), hal 127.

Page 17: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

3

bisa disamai dengan ibadah yang lain. Salat adalah tiang agama, yang

dengan tanpa salat, Islam tidak dapat berdiri. Rasulullah sallalahu‟ „alaihi

wassallam bersabda,

رضي اهلل عنو قال: قلت يارسول اهلل أخربين بعمل معاذبن جبل عنيدخلن اجلنةوي باعدين عنالنار قال لقدسألت عن عظيم وإنو ليسرعلى

ره اهلل عليو:ت عبداهلل والتشرك بو شيئاوتقيم الصالةوت ؤيت من يسالبيت.ث قال:أالأدلك على أب واب الزكاةوتصوم ر اخلري؟ مضان وتج

الصوم جنة والصدتطفئ اخلطيئة كمايطفئ ادلاءالناروصالةالرجل يف أال أخربك برأس األمركلو وعموده وذروة : قالجوفالليل.ث

سالم وعموده رأس األمر اإلل اهلل قال:سنامو؟قلت:بلى يا رسو الة وذ 5)سنن الرتمذي( يف سبيل اهلل د روة سنامو اجلهاالص

Artinya: “DariMu‟adz bin Jabal RA, ia mengatakan, Aku bertanya Wahai

Rasulullah,beritahukan kepadaku tentang amalan yang akan

memasukkan ku ke dalam surga dan menjauhkanku dari

neraka.” Beliau bersabda, Sungguh kamu bertanya tentang

sesuatu yang besar, dan sesungguhnya itu sangat mudah bagi

siapa yang dimudahkan oleh Allah: yaitu kamu menyembah

Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun,

mendirikan shalat,menunaikan zakat,berpuasa Ramadhan, dan

berhaji ke Baitullah. Kemudian beliau bersabda, “Maukah aku

tujukan kepadamu tentang pintu-pintu kebajikan? Puasa adalah

perisai, sedekah menghapuskan kesalahan sebagaimana

memadamkan api, dan shalat yang dilakukan seseorang di

tengah malam. Kemudian beliau bertanya, Maukah aku

beritahukan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya dan

puncaknya?Aku menjawab Tentu Wahai Rasulullah, Beliau

Bersabda “Pokok setiap sesuatu adalah islam, dan tiangnya

adalah salat dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah.”

(HR. Tirmidzi)

5 Muhammad bin Isa al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Gharb al

Islami, 1998 M), Juz 4. Hal 308.

Page 18: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

4

Beberapa waktu yang lalu Indonesia mengalami sebuah kasus

yang dimana sangat terbilang menyinggung hati umat muslim di Indonesia

yakni pernyataan seorang gubernur yang menistakan salah satu ayat yang

ada di dalam Al-Qur‟an di dalam kampanyenya. Hal tersebut mengundang

banyak reaksi dikalangan umat muslim Indonesia dan masyarakatpun

mengadakan aksi pada 2 Desember 2016, yang disebut dengan aksi 212

yang di mana acara ini semacam kegiatan unjuk rasa dari masyarakat

muslim Indonesia terhadap kasus penistaan agama tersebut .

Bahkan sebelum terjadinya aksi 212 tersebut yang dimana

kegiatan unjuk rasa telah terlebih dahulu berlangsung pada aksi 4

November 2016 yang dalam aksinya umat islam menyampaikan kepada

pemerintah agar memberikan hukuman yang adil untuk kasus ini.

Pada penyelenggaran aksi damai 212 ini umat islam bertepatan

pada hari Jumʻat yang akan diadakanya kegiatan dzikir dan do‟a serta

Salat Jumʻat berjamaah di Lapangan Monas. Sebab diadakanya salat

Jumʻat berjamaah ini di Lapangan Monas/jalan-jalan sekitarnya

dikarenakan jumlah jamaʻah yang sangat banyak dan sehingga tidak

tertampung jika dilaksanakan di Masjid Istiqlal, maka dipilihlah tempat

pelaksanaan Salat Jumʻat ini di Lapangan Monas dan sekitarnya.

Salat Jumʻat adalah ibadat yang bersifat fardhu „ain (wajib) dan

bukan sebagai pengganti Salat Dzuhur. Bahkan dianggap kafir orang yang

mengingkarinya karena berdasarkan dalil-dalil yang jelas. 6 Salat Jumʻat

hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki yang mukallaf (baligh dan

berakal sehat) di manapun mereka tinggal, didasarkan atas firman Allah

SWT:

6 Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, jilid 1 (Beirut: Dar

al-Fikri, 1984M), BAB Shalat, hal 375.

Page 19: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

5

7

Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan

salat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah

dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik

bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumuʻah:9)

Sedangkan dalam Hadist Nabi Muhammad bersabda:

على ب اج و ق ح ة ع م : اجل ملسو هيلع هللا ىلصقال رسول اهلل اب ه الش ن ب ق ار ط ن ع )رواهاومريض. صبي و ا أوامرأة كلو م عبد ة ع ب ر ا اال ىف مجاعة م ل س م ل ك

8ابودود واحلاكم( Artinya: “Dari Thariq bin Shihab ra sesungguhnya Rasulullah SAW,

bersabda: Shalat jum‟at itu adalah wajib atas setiap muslim,

dilakukan secara berjama‟ah, kecuali terhadap empat orang,

yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang sakit.” (HR.

Abu Daud dan Hakim).

Salat Jumʻat, seperti halnya salat lima waktu, sama dalam rukun,

syarat dan adabnya. Namun Salat Jumʻat lebih dikhususkan pada syarat-

syarat yang mewajibkanya. Salat Jumʻat diwajibkan kepada semua orang

yang sudah mampu melaksanakanya namun ditambahkan empat syarat lagi

yaitu laki-laki (tidak diwajibkan Salat Jumʻat untuk perempuan), merdeka

( tidak diwajibkan bagi hamba sahaya), tinggal di tempat dilaksanakanya

Salat Jumʻat dan tidak mendapat halangan.

7 QS. Al-Jumuʻah:9

8 Sulaiman bin al-Asy‟ats al-Sajistani, Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar al-

Kitab al-„Arabi, T.th) Juz 1. Hal 412 Dan Muhammad bin Abdullah al-Hakim al-

Naisaburi, al-Mustadrak „ala al-Shahihain, (al-Qahirah: Dar al-Haramain, 1197) juz 1.hal

416.

Page 20: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

6

Dengan adanya kegiatan Salat Jumʻat berjamaah yang

dilaksanakan di Lapangan Monas dan sekitarnya banyak sekali kalangan

masyarakat menanyakan bagaimana hukumnya mengenai Salat Jumʻat di

lapangan/ tempat selain di masjid tersebut. Sebab dengan melihat adanya

kondisi banyaknya masyarakat yang ikut dalam aksi tersebut. Pelaksanaan

Salat Jumʻat ini salah satu syarat sahnya adalah tempat pelaksanaanya.

Dalam firman Allah Subhanahu‟ wa ta‟ala yang menegaskan tanggung

jawab orang beriman untuk memakmurkan masjid.

9

Artinya: “hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-

orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta

tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut

(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-

orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang

mendapat petunjuk.” (QS.At-Taubah:18)

Jika ditinjau dari ayat ini maka sudah jelas bahwasanya salat itu

dilaksanakan di masjid. Masjid merupakan salah satu syarat sah Salat

Jumʻat karena selain kebersihan dari najisnya, pun terjaga kekhusyukanya.

Para ahli fikih memberikan tiga pendapat yaitu yang pertama.10

Menurut

pendapat Imam Malik mendirikan Salat Jumʻat di masjid jami‟ merupakan

syarat sah Salat Jumʻat. Di samping itu Imam Malik juga mengajukan dua

syarat lagi yaitu harus berada di suatu daerah 11

dan yang kedua adanya

izin pemerintah setempat. Syarat sah yang pertama tadi didahulukan

9 QS. At-Taubah:18

10 Huri yasin husain, Fikih Masjid, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2011)

hal 186. 11

Yakni daerah luas yang dihuni oleh penduduk, minimal seluas kelurahan.

Page 21: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

7

karena terkait langsung dengan salat, sementara dua syarat yang terakhir

tidak terkait langsung dengan salat. 12

Kedua, masjid merupakan syarat

wajib Salat Jumʻat bukan syarat sahnya; pendapat ini dikemukakan oleh

sebagian ulama Mazhab Syafiʻi dan Zaidiyyah. 13

Ketiga, masjid bukan merupakan syarat wajib ataupun syarat sah

Salat Jumʻat; pendapat ini diusung oleh jumhur ahli fikih. Dengan

demikian apabila Salat Jumat dilakukan di luar masjid menurut pendapat

Imam Malik hukumnya tidak sah. Sedangkan pendapat jumhur ulama

menyebutkan bahwa mendirikan Shalat Jum´at di tempat mana saja di

suatu daerah tetap sah, meskipun di tanah lapang atau tanpa atap. 14

Dalil kelompok pertama dan kedua yang berpendapat bahwa

masjid merupakan syarat wajib dan syarat sah Salat Jumʻat adalah

perbuatan Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam dan para sahabat

sepeninggal beliau yang melakukan Salat Jumʻat di masjid. Karena itulah

mereka menjadikan masjid jami‟ sebagai syarat sah Salat Jumʻat. 15

Kelompok ketiga (jumhur ulama) juga berdalil dengan

perbuatan Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam dan para sahabat beliau.

Hanya saja, menurut mereka, itu tidak menjadikan masjid sebagai syarat

wajib atau syarat sahnya Salat Jumʻat, melainkan hanya menunjukan

keutamaan. 16

12

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid, (Darul:al-

Maʻrifat, 595H). Jilid I, hal 154. 13

Abu Bakar bin al-„Atiki Al-Bazzar, Al- Bahr Az-Zukhar III/11-12; An-

Nawawi, Al-Majmu‟ IV/498. Lihat Huri yasin husain, Fikih Masjid (Jakarta Timur:

Pustaka Al-Kautsar, 2011) 14

Huri yasin husain, Fikih Masjid, hal 188. 15

Huri yasin husain, Fikih Masjid, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,

2011), hal 187. 16

Huri yasin husain, Fikih Masjid, hal 188.

Page 22: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

8

Selain itu, Allah Subhanahu wa ta‟ala memerintahakan kaum

muslimin segera Salat Jumʻat ketika mendengar adzan, tanpa

mengisyaratkan harus ada di masjid. Jadi syarat suatu ibadah harus ada

dalilnya, sementara tidak ada dalil shahih yang menunjukan syarat itu. 17

Maka dengan dikeluarkanya fatwa oleh Majelis Ulama

Indonesia (MUI) terkait tentang pelaksanaan Salat Jumʻat dan dzikir di

selain masjid. diharapkan agar masyarakat bisa memahaminya.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik mengkaji lebih dalam

mengenai “HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMʻAT SELAIN DI

MASJID (Analisis Fatwa MUI No. 53 Tahun 2016)”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas,

ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Apa hukumnya melaksanakan Salat Jumʻat ?

b. Bagaimana hukumnya jika seorang laki-laki tidak melaksanakan

Salat Jumʻat?

c. Apa saja syarat sah Salat Jumʻat ?

d. Bagaimana pandangan ulama mazhab tentang hukum Salat Jumʻat

di masjid ?

17

Hasyim Jamil Abdullah, Masa‟il Al-Fiqh Al-Muqarin, (Jami‟ah Baghdad;

Baitul Hikmah), Cet. Ke 1, 1409 H/1989 M, hal 139.

Page 23: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

9

e. Dalil apa yang dipakai oleh kelompok ulama yang berpendapat

bahwa masjid sebagai syarat untuk melaksanakan Salat Jumʻat?

2. Pembatasan Masalah

Secara substantif, pembahasan mengenai fatwa MUI (Majelis

Ulama Indonesia) sangat luas cakupanya. Untuk menghidari

kesalahpahaman dalam kajian ini, maka penulis membatasi kepada

permasalahan hukum pelaksanaan Salat Jumʻat, ditempat selain

masjid dan fatwa MUI.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis

merumuskan permasalahan dalam skripsi ini sebagai berikut:

a. Bagaimana pandangan ulama fikih tentang pelaksanaan Salat

Jumʻat selain di Masjid?

b. Analisis fatwa MUI tentang pelaksanaan Salat Jumʻat selain di

Masjid?

c. Faktor apa yang melatarbelakangi Majelis Ulama Indonesia

menetapkankan fatwa tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Penelitian ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas

akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Strata 1 Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Page 24: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

10

Jakarta, juga didorong beberapa tujuan yang berkaitan dengan dengan

isi pembahasan di dalamnya:

a. Untuk dapat mengetahui pandangan ulama fikih tentang

pelaksanan Salat Jumʻat selain di masjid.

b. Untuk mengetahui Fatwa MUI Tentang Hukum Pelaksanaan Salat

Jumʻat Selain di Masjid.

c. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi Majelis Ulama

Indonesia menetapkan fatwa tentang pelaksanaan Salat Jumʻat,

dzikir dan kegiatan keagamaan di tempat selain masjid.

2. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini diharapkan sebagai berikut :

a. Dapat dijadikan acuan hukum oleh masyarakat jika ada

pelaksanaan Salat Jumʻat selain di masjid.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi penikiran

atau informasi awal bagi penelitian selanjutnya.

c. Penulis berharap, dengan penulisan skripsi ini menambah wawasan

khususnya penulis dan pada umumnya pembaca, masyarakat dan

tokoh masyarakat.

D. Kajian Terdahulu (Study Review)

Setelah dilakukan evaluasi terhadap beberapa artikel, buku,

skripsi ataupun jurnal yang erat kaitanya dengan pembahasan yang akan

dijadikan pokok pembahasan dalam skripsi ini, ditemukan beberapa materi

yang berhubungan dengan pelaksanaan salat selain di masjid diantaranya:

Page 25: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

11

Artikel yang berjudul Bolehkah shalat di gereja ketika tidak ada

masjid? Yang ditulis oleh Prof. Dr. Khalid Almuslih18

. Dalam artikel ini

Prof. Khalid memaparkan telah dinukil ijma ulama bahwa orang yang

shalat di gereja pada tempat yang suci (tidak terdapat najis) maka

hukumnya boleh dan shalatnya sah, ijma ini dinukil oleh Ibnu Abdil Barr

dalam kitab At Tamhid. Namun jika di lihat dari segi lainya terdapat khilaf

dalam permsalahan ini yaitu pendapat pertama menjelekasan makruh

hukumnya shalat di gereja karena di dalamnya ada patung ini adalah

pendapat dari Umar dan Ibnu Abbas dan pendapat sejumlah ulama

hanafiyah, Imam malik, Mazhab syafiʻi dan Hambali. Alasanya karena di

gereja terdapat patung .

Pendapat yang kedua yaitu boleh shalat di gereja ini adalah

pendapat Al-Hasan, Umar bin Abdul Aziz, Ast-Sya‟bi yang merupakan

mazhab hanabilah dengan syarat tidak ada patung (atau gambar makhluk

hidup) di dalamnya. Pendapat yang ketiga yaitu haram shalat di gereja

karena merupakan tempat syetan-syetan yang menurut ulama hanafiyah

shalat di gereja merupakan bentuk penghormatan terhadap mereka. Dan

pendapat yang lebih kuat yaitu hukumnya dimakruhkan shalat di gereja

jika ada patung-patung yang dimana berpedoman kepada Al-Qur‟an yang

terdapat dalam QS. Annur :36.

Selanjutnya Skripsi yang berjudul Analisis Sanad dan Matan

Hadis Shalat Diatas Kendaraan Yang di tulis oleh M.Ghozali19

. Dalam

skripsi ini M.Ghozali mengkaji dua hadits yang berkenaan dengan shalat

18

Khalid Almuslih, “ Bolehkah Shalat di Gereja Ketika Tidak Ada Masjid?”

artikel diakses pada 08 Maret 2017 dari : http://muslim.or.id/20097-fatwa-ulama-

bolehlah-shalat-di-gereja-ketika-tidak-ada-masjid.html

19 M.Ghozali “Analisis Sanad dan Matan Hadis Shalat Diatas Kendaraan”

(Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta,2015)

Page 26: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

12

diatas kendaraan yang terdapat dalam kitab hadits yaitu Sunan Al-Tirmidzi

dan Shahih Al-Bukhari. Maka berdasarkan penelitian melalui kritik sanad

dan matan , penulis berkesimpulan bahwa hadits shalat di atas kendaraan

yang terhimpun dalam shahih al-Bukhari berkualitas shahih karena telah

memenuhi kaidah keshahihan hadits baik secara sanad dan juga matan.

Sehingga hadits tersebut dapat diamalkan untuk menjadi landasan

dilakukanya shalat diatas kendaraan.

Kitab Al Muhalla yang dikarang oleh Ibnu hazm pada bab

seseoarang diharamkan melaksanakan shalat di toilet di jelakan oleh

Ibnu Hazm bahwa duharamkan melaksanakan shalat di tolilet(kamar

mandi) , baik di depan pintu, di setiap sudut yang berdekatan dengan

kamar mandi yang berpedoman kepada sabda Nabi SAW yang artinya

“Seluruh permukaan bumi adalah sujud (masjid), kecuali toilet dan

kuburan”.

Fatwa yang dikemukakan oleh Syaikh Abdul aziz bin Abdullah

bin Baz di jelaskan diperbolehkan shalat sementara di pesawat disaat rute

penerbangannya dan sebelum mendarat di salah satu airport, maka para

ahlul ilmi telah sepakat akan wajibnya pelaksanaan shalat sesuai

kemampuan dalam ruku‟ yang berdasarkan firman Allah Subhanahu wa

ta‟ala dalam QS. At-Taghabun:16.

Dari sekian banyak pembahasan yang membahas permasalah

pelaksanaan tentang shalat jum´at tidak ada yang mebahas secara langsung

dan sesuai yang akan penulis teliti lebih fokus pada menganalisis fatwa

MUI tentang pelaksanaan shalat Jum‟at selain di masjid.

F. Metode dan Teknik Penelitian

1. Jenis Penelitian

Page 27: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

13

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adlaah metode

penelitian kualitatif, perundang-undangan dan normatif yaitu

penelitian kepustakaan (library research) berdasarkan data sekunder.

Penelitian kualitatif dilakukan terhadap banyaknya studi dokumenter

yang ada, sehingga penulis mengedepankan penelitian ini terhadap

kualitas isi dari segi jenis data.

Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan, yang kajianya dilaksanakan dengan menelaah dan

menelusuri berbagai literatur. Kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data

yang terkumpul berbentuk kata-kata bukan angka.

2. Jenis Data

Data-data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini

dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Primer

Yaitu semua sumber yang berhubungan langsung dengan objek

penelitian. Dalam hal ini adalah kitab-kitab, buku-buku, dalam

penelitian ini menjadi bahan hukum primernya adalah Fatwa

Majelis Ulama Indonesia

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti kitab-kitab tentang shalat, kitab ibadah , hasil-hasil

penelitan, hasil karya ilmiah para sarjana atau pendapat para

ulama yang relevan yang berkaitan dengan fatwa tersebut.

c. Bahan Hukum Tersier

Page 28: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

14

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hukum preimer dan sekunder seperti kamus,

ensiklopedia dan media elektronik.

3. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah mnggunakan metode

pengumpulan data dan dihadirkan bersifat analisis data kualitatif.

seluruh data yang diperoleh pada penafsiran komprehensif dan

argumentasi rasional untuk kemudian penulis uraikan dalam bentuk

narasi sehingga menjadi kalimat yang jelas dan dapat difahami.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Buku

Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas

Syariah dan Hukum Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah

dan Hukum.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memberikan arah serta gambaran

materi yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Merupakan pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang

Masalah, Permasalahan yang terdiri dari Identifikasi Masalah,

Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Review Kajian Terdahulu, Metode dan

Teknik Penelitian serta Sistematika Penulisan.

Page 29: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

15

Bab II Ketentuan umum salat jum´at. Adapun fokus kajianya adalah

Pengertian salat secara umum, Pengertian Salat Jumʻat, Hukum

melaksanakan Salat Jumʻat, Syarat-syarat Salat Jumʻat, Syarat-

syarat tempat melaksanakan Salat Jumʻat, Tempat yang dilarang

melaksanakan Salat Jumʻat.

Bab III MUI dan Penetapan Fatwa. Bab ini tentang fatwa yang

mencakup kepada pengertian fatwa, kedudukan fatwa, Peranan

MUI dalam mentapkan fatwa dan Metode MUI dalam

menetapkan fatwa.

Bab IV Fatwa MUI tentang pelaksanaan salat jumʻat selain di masjid.

Bab ini terdiri dari Pandangan ulama fikih tentang pelaksanaan

salat Jumʻat selain dimasjid, fatwa MUI tentang pelaksanaan

salat jumʻat selai di masjid dan faktor yang melatarbelakangi

MUI mengeluarkan fatwa tentang pelaksananaan Shalat Jum´at

selain di masjid.

Bab V Penutup yang terdiri dari dua sub bab, yang pertama

Kesimpulan dan yang kedua saran.

Page 30: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

16

BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG SALAT JUMʻAT

A. Pengertian Salat

Dalam rukun islam Salat merupakan rukun yang kedua, yang

dimana hakikat salat ialah menampakan hajat dan keperluan kita kepada

Allah yang kita sembah dengan perkataan atau dengan pekerjaan.1

Penyembahan Allah berupa salat merupakan kewajiban bagi setiap orang

islam baik laki-laki maupun perempuan. Makna salat secara umum

menurut Bahasa berarti doʻa atau meminta kebaikan, sebagaimana firman

Allah SWT.

...

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah

untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar

lagi Maha mengetahu” (QS. At-Taubah:103)

Sedangkan pengertian salat menurut istilah dapat dilihat dari

definisi berikut: “Salat adalah suatu ibadah yang terdiri dari perkataan dan

perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan

memberi salam. 3

Salat merupakan sarana penghubung seorang hamba kepada

penciptanya, Salat dapat menjadikan media pertolongan dalam

1 Abdul Manan, Jangan Asal Shalat (Bandung: Pustaka Hidayah, 2011) Cet

ke IV, hal. 31-34. 2 QS.At-Taubah:103

3 Al- Sayyid Sabiq, Fiqh As- Sunnah (Mesir: Dar Fath Li al-Ἁlami al-Ἁrabi‟,

1971M), BAB Shalat. hal. 78.

Page 31: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

17

menyingkirkan segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam

perjalanan hidupnya. 4

Ibadah salat mulai diwajibkan (difhardukan) pada malam isra’

yaitu lima tahun sebelum hijrah menurut pendapat masyhur dikalangan

ahli sejarah. Pendapat ini berdasarkan hadits riwayat sahabat Anas

radiallahu’ ʻanhu dia menyatakan, “Salat difardhukan kepada Nabi

Muhammad Salallahu’ ʻalaihi wa sallam pada malam isra’ dengan lima

puluh waktu, kemudian dikurangi menjadi lima waktu “Wahai

Muhammad, sesungguhnya keputusan-Ku tidak berubah; sesungguhnya

lima waktu ini bagimu sama pahalanya dengan lima puluh waktu salat.” 5

Dalil Sunnah yang diriwayatkan oleh Bukhori antara lain sebagai berikut:

ث ناعب يداهلل بن موسى قال أخب رناحن ظلةبن أيب سفيان عن عكرمة بن حدالنيب صلى اهلل عليو وسلم أن عنهما قال رضي اهللعن ابن عمر خالد أن ال إلو إالاهلل، وأن حممدارسوالهلل اإلسلم على خس شهادة بن قال

إليو سبيل. ع من استطا رمضان وصوم ج ال و وإيتاء الزكاة الصلة م إقاو 6البخري( ها)رو

Artinya: “telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Musa dia berkata,

telah mengabarkan kepada kami Hanzhalah bin Abu Sufyan

dari Ikrimah bin Khalid dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah

Shalallahu’ alaihi wasallam bersabda: Islam dibangun diatas

lima (landasan); persaksian tidak ada selain Allah dan

4 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas.

Penerjemah Kamran As‟ at Irsyady dan Ahsan Taqwim. Al-Wasiiytu fii Al-Fiqh Al-

Ibadah. (Jakarta: Amzah,2010), hal.145. 5Dalam Kitab Fiqh Ibadah diriwayatkan oleh Imam Ahmad , an-Nasa‟I dan

dishahihkan oleh Tirmidzi. Dalam shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa

“ Allah mewajibkan kepada umatku pada malam isra‟, supaya melakukan salat lima puluh

waktu. Aku bolak balik menghadap kepad-Nya untuk memohon keringanan, sehingga Dia

menjadikan kewajiban shalat itu lima waktu dalam sehari semalam.” 6 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari. (Kairo: Al-Maktab as-Syuruqi Dauliyyah),

Jilid I, hal.18

Page 32: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

18

sesugguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat,

menunaikan zakat, haji dan puasa ramadhan” (HR. Bukhari)

Sedangkan argumentasi ijma’ ialah bahwa kesepakatan umat

semenjak dulu sampai sekarang menyatakan kewajiban salat lima waktu

sehari semalam. Tidak ada satupun bantahan dari kaum muslimin terhadap

kewajiban ini. Salat-salat yang lain pun tidak ada yang diwajibkan kecuali

salat yang dinazarkan. Jadi salat merupakan salah satu rukun islam yang

menurut kesepakatan ulama bagi orang yang mengingkari kewajibanya

dipandang kafir atau murtad. 7

Secara bahasa Masjid (arab: مسجد) yang diambil dari kata

sajada- yasjidu (arab:سجد) yang artinya bersujud. Disebut masjid, karena

menjadi tempat untuk bersujud, kemudian makna ini meluas sehingga

masjid diartikan sebagai tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk

melaksanakan salat. Az-Zarkasyi mengatakan,8

ولما كان السجود أشرف أفعال الصلة، لقرب العبد من ربو، اشتق اسم املكان منو فقيل: مسجد، ومل يقولوا: مركع

“Mengingat sujud adalah gerakan yang paling mulia dalam

shalat, karena kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya

(ketika sujud), maka nama tempat shalat diturunkan dari kata

ini, sehingga orang menyebutnya: “Masjid”, dan mereka tidak

menyebutnya: “Marka” (tempat rukuk).

Masyarakat muslim memahami bahwa kata msjid hanya khusus

untuk tempat yang disiapkan untuk shalat lima waktu. Sehingga tanah

lapang tenpat berkumpul untuk salat Ied ata semacamnya tidak dihukumi

sebagai masjid.

7 Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah.(Jakarta: Gaya Media Pratama,

2002), hal. 88. 8

https://konsultasisyariah.com/21540-perbedaan-masjid-dan-mushola.html

diakses pada Tanggal 04 April 2018 pada Pukul 20:00 WIB

Page 33: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

19

Di dalam ilmu sharaf kata masjid dan mushola berbeda wazan

namun sama-sama menunjukan isim makan (menunjukan kata tempat)

yang berarti masjid (tempat sujud) dan mushola (tempat salat). di dalam

KBBI (kamus besar Bahasa Indonesia) kata Mushola ber artikan: tempat

salat, langgar atau surau. Definisi surau atau langgar diartikan oleh

masyarakat Indonesia yakni definisi sesuai dengan ʻurf yang ada di

masyarakat Indonesia yakni masjid kecil, tempat mengaji,tempat salat

tetapi tidak dilakukan salat jumʻat di dalamya. Di zaman Rasulullah

Salallahu’ ʻalaihi wa sallam yang dimanakan mushola adalah salat yang

dilaksanakan di tanah lapang yang dijadikan tempat untuk salat

ied.Bahwasanya Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wa sallam pada hari raya

idul fitri dan idul adha keluar keluar ke mushola untuk melaksnakan salat

ied di tempat tersebut.

Faedah keagamaan dari salat adalah membangun hubungan yang

baik antar manusia dengan Tuhannya. Hal ini disebabkan dengan

menjalankan salat maka kelezatan munajat kepada Pencipta akan terasa

dan melakukan salat juga seseorang dapat memperoleh keamanan,

kedamaian dan keselamatan dari-Nya. 9 Salat juga akan mengantarkan

seseorang menuju kesuksesan, kemenangan, serta pengampunan dari

segala kesalahan. Allah Subhanahu Wa Taʻala berfirman dalam surat Al-

Mu‟minuun

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)

orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya”(QS. Al-

Mu‟minuun: 1-2)

9 Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2010), Jilid I, hal.544. 10

QS. Al-Mu‟minuun:1-2

Page 34: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

20

B. Pengertian Salat Jumʻat

Salat jumʻat adalah salat dua rakaʻat yang dikerjakan secara

berjamaʻah pada waktu dzuhur di hari jumʻat dengan didahului dua

khutbah yang dilaksanakan di masjid ataupun tempat lain yang disepakati

oleh jamaʻah. 11

Diberi nama dengan jumʻat karena berkumpulnya

kebaikan pada hari ini. Atau, karena penciptaan nabi Adam ʻalaihi sallam ,

terhimpun di hari ini atau karena berkumpulnya Adam dan Hawwa di

bumi. Pada hari ini dan adapula nama lain untuk hari jumʻat pada zaman

jahiliyah dulu adalah hari ʻArubah, yaitu jelas dikatakan „hari ar-Rahmah’.

12

Salat Jumʻat merupakan satu dari beberapa tuntunan syariat

yang dikhususkan untuk umat Nabi Muhammad Salallahu’ ʻalaihi

wasallam. Tidak pernah ada dalam sejarah nabi sebelum Rasulullah

Salallahu’ ʻalaihi wasallam tuntutan melakukan salat jumʻat. Kewajiban

jumʻat dimulai saat Rasulullah masih berada di Mekkah, tepatnya pada

waktu malam Isra‟ Mi‟raj. Namun belum pernah dilaksanakan di sana

karena belum terpenuhinya standar jumlah orang yang merupakan salah

satu syarat wajibnya jumʻat. Di sisi lain pada waktu itu dakwah Nabi

Salallahu’ ʻalaihi wasallam masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi

sehingga belum memungkinkan untuk dilakukan. Ibnu Hajar Al-„Asqalani

menegaskan bahwa beberapa hadits shahih yang menunjukan salat jumʻat

di fardhukan di Madinah. Pendapat sang maha guru para ulama‟ hadits ini

tidak bertentangan dengan keterangan di atas. Pendapatnya diarahkan

bahwa kewajiban Jumʻat baru tercapai secara sempurna di Madinah karena

telah terpenuhinya syarat-syarat kewajiban menjalankanya tidak menutup

kemungkinan sebelum di Madinah salat jumʻat sudah diwajibkan namun

11

Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 94. 12

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,dkk. Jilid II, hal. 374.

Page 35: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

21

masih terdapat udzur-udzur yang menggugurkan kewajibanya. 13

Salat

jumʻat sudah diwajibkan ketika Nabi masih berada di Makkah, sebelum

terjadi hijrah. Orang pertama yang melakukan salat jumʻat adalah Mushʻab

bin „Umair.14

Masjid Jumʻat ( مسجد الجمعة Masjid Al-Jum'ah), adalah sebuah

masjid yang terletak di Madinah, Arab Saudi yang berdiri di tempat yang

dipercayai sebagai lokasi Nabi Muhammad Salallahu’ ʻalaihi wasallam

bersama para sahabatnya. Dalam perjalanan hijrah Nabi dari Mekkah ke

Madinah, Pada hari senin 12 Rabiul Awwal Tahun 1 Hijriah atau 623

Masehi Nabi Muhammad Salallahu’ ʻalaihi wasallam bersama Abu Bakar

singgah di Quba selama 4 hari. Di Quba Nabi dan para sahabatnya

mendirikan Masjid Quba. Kemudian pada hari jumʻat paginya , 16 Rabiul

Awwal Rasulullah bersama sahabatnya yaitu Abu Bakar melanjutkan

perjalanan menuju Yastrib, yakni Madinah sekarang. Rasulullah beserta

rombonganya berhenti di wilayah Wadi Ranuna‟. Namun, karena

waktunya sudah menjelang salat zuhur berarti sudah tiba waktunya untuk

melaksanakan salat jumʻat. Bersama para sahabat dan kaum muslimin

yang ada pada saat itu Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wasallam mengajak

mereka untuk mendirikan salat jumʻat. Salat jumʻat itu dilaksanakan

Rasulullah di sebuah Wadi (lembah) yang terletak di kampung Bani

Sulaim. Letaknya tidak terlalu jauh dari Masjid Quba. Di lokasi inilah di

bangun Masjid Jumʻat oleh para sahabat sebagai saksi sejarah salat jumʻat

pertama Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wasallam setelah hijrah ke Yastrib.15

Beberapa hadits yang menyatakan bahwa hari jumʻat merupakan

hari yang terbaik di antara hari-hari yang lain dalam seminggu. Dari Abu

13

Pensyariatan Shalat Jum‟at, http://www.nu.or.id/post/read/82412/sejarah-

pensyariatan-dan-dalil-kewajiban-shalat-jumat diakses pada Pukul 11:16WIB Pada

tanggal 01/04/2018. 14

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 376

15 Sejarah Salat Jum‟at diakses pada Tanggal 01/04/2018 Pada pukul 14:00

WIB http://nabimuhammad.info/masjid-jumat/

Page 36: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

22

Hurairah radiallahu’ anhu., Rasulullah Salallahuʻalaihi wa sallam

bersabda:

ري وم طلعت فيو الشمس ي وماجلمعة السلم،وفيو و : فيو خلق آدم علي خي )رواه يف ي وماجلمعة عة إال أدخل اجلنة، وفيو أخرج منها، والت قوم السا

16مسلم، ابودود، النساء و الرتميذ(Artinya: “Sebaik-baik hari ketika matahari terbit adalah hari jum’at.

Pada hari itu, Adam diciptakan dan pada hari itu dia

dimasukkan ke dalam surga serta pada hari itu pula dia

dikeluarkan dari surga. Hari kiamat pin tidak akan terjadi

melainka pada hari jumʻat.” (HR. Muslim, Abu Daud, Nasa‟i,

dan Tirmidzi)

Hukum melaksanakan salat jumʻat adalah fardhu ʻain bagi tiap-

tiap orang muslim mukallaf, laki-laki, baligh, berakal dan sehat. Allah

mensyariatkan bagi umat islam dengan jama‟ah untuk menguatkan

hubungan dan menjalin keakraban diatara umat manusia. Hari jumʻat suatu

hari yang spesial bagi orang islam, sebab salat yang dilaksanakan memiliki

nilai mulia disisi Allah Subhanahu wa Taʻala.

C. Hukum Melaksanakan Salat Jumʻat

Kewajiban salat jumʻat bagi setiap individu sudah disepakati

oleh masyoritas ulama, karena salat jumʻat sebagai pengganti salat dzuhur.

17 Salat jumʻat hukumnya fardhu ʻain (wajib)

18 dan dianggap kafir orang

yang mengingkarinya karena telah ditetapkan dengan dalil-dalil yang jelas.

Namun ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa salat jumʻat itu

16

HR. Muslim, kitab al-Jumu’ah, bab Fadhl al-Jumu’ah. (18) Jilid II, hal.,

585. Abu Daud, dalam sebuah hadits yang panjang kitab ash-Shalah, bab Fadhl Yawm al-

Jumu’ah wa Laylah al-Jumu’ah (1046), Jilid I, hal., 634-645. Tirmidzi dalam Abwab ash-

Shalah, bab Ma Jaa fi Fadhl al-Jumu’ah (488), Jilid II, hal., 359. Nasai, kitab al-jumu‟ah,

bab Dzikr Fadhl Yawm al-Jumu’ah, (1373), jilid III, hal: 89 dan 90. Lihat Al Sayyid

Sabiq, Penerjemah Khairul Amru Harahap, Mashrukin ,Fiqh Sunnah.( Jakarta: Cakrawala

Publishing) Jilid 2, hal 1. 17

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid, (Darul:al-

Maʻrifat, 595H) Jilid I, hal 154. 18

Syamsuddin Muhammad bin Khotib as-Sarbiniyy, Mughni al-Muhtaaj,

(Kairo; Maktabah Darbul al-Atrἁk) jilid I, hal 89.

Page 37: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

23

termasuk fardhu kifayah. Bahkan ada pendapat kontroversial yang dikutip

dari Imam Malik, bahwa hukum salat jumʻat itu sunnah. 19

Sebab

perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini ialah, karena salat

jumʻat identik dengan salat ied. Sementara dalil-dalil yang mewajibkanya

tersendiri, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Taʻala berfirman.

20

Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan

shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat

Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik

bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumuʻah:9)

Dalam ayat ini diperintahkan bersegera dan perintahnya

menuntut keharusan. Sementara dalil-dalil dari sunnah, diantaranya sabda

Rasulullah Salallahu ʻalaihi wa sallam.

يقول وسلم وعا النيب صلي اهلل عليوعن ايب ىريرة وابن عمر أن هما س أوليختمن اهلل جلمعات ي أق وام عن ودعهم لينته ،على اعواد منب

21)رواه مسلم(. على ق لوبم ث ليكونن من الغافلي

Artinya: “Dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar bahwa mereka sungguh-

sungguh mendengarkan Nabi Saw bersabda dengan

berpegangan pada tiang-tiang mimbarnya: Demi Allah,

berhentilah para lelaki yang sering meninggalkan salat jumʻat

atau Allah akan mengunci hati mereka dan menjadikanya

orang-orang yang lalai”. (HR Muslim)

Kewajiban untuk bersegera melaksanakan salat jumʻat menurut

mayoritas ulama dimulai ketika adzan berkumandang dihadapan khatib

jumʻat. Sementara menurut mazhab Hanafi, dimulai dari adzan pertama

19

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid, Penerjemah

Abdul Rasyad Shiddiq. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Jakarta: Akbar

Media, 2012) Jilid I, hal 215. 20

QS. Al-Jumuʻah:9 21

Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Jail,

T.th) Juz 3 ,hal.10

Page 38: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

24

ketika matahari tergelincir, kecuali jika rumahnya jauh dari masjid maka

diharuskan untuknya lebih awal pergi ke masjid. 22

berangkat lebih awal

untuk melaksanakan salat jumʻat memiliki beberapa derajat pahala,

Rasulullah Salallahu ʻalaihi wa sallam bersabda:

حدثنا عبد اهلل بن يوسف قال :أخبنا مالك عن سي موىل أيب بكر : ان سمان عن أيب ىريرة رضي اهلل عنوعن أيب صاحل المحن بن عبد الر

ث اغتسل ي وم اجلمعة غسل اجلنابة، ن م رسول اهلل عليو وسلم قال: ا ا ق رب بدنة ومن راح ف الساعة الثانية فكأن ق رب ب قرة راح فكأن

اومن را ق رب كبشا أق رن ومن راح ف الساعة ح ف الساعة الثالثة فكأنا ا الرابعة فكأن ق رب ق رب دجاجة ومن راح ف الساعة اخلامسة فكأن

عة اة يستمعون الذ كر)رواه اجلمخرج اإلمام حضرة المل ئك ب يضة. فإذا 23(إال ابن ماجو

Artinya: “Barang siapa yang mandi di pagi hari jumʻat, seperti mandi

besar, lalu pergi untuk menunaikan salat jumʻat seakan-akan ia

berkurban dengan seekor unta yang gemuk. Siapa yang

berangkat pada gelombang kedua, ia seperti berkurban dengan

seekor sapi. Siapa yang berangkat pada gelombang ketiga, ia

seperti berkurban dengan seekor domba kibas jantan. Siapa

yang berangkat pad gelombang keempat, ia seperti berkurban

dengan seekor ayam, serta siapa yang berangkat pada

gelombang kelima, ia seperti berkurban dengan sebutir telur.

Jika imam telah keluar (untuk siap berkhotbah) maka para

malaikat akan datang dan mendengarkan dzikir”. (HR. Jama‟ah

kecuali Ibnu Majah)

22

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal.377. 23

Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah, Shahih

al-Bukhari , (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid II, hal. 3

Page 39: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

25

اهلل عليو وسلم قال لقوم ي تخلفون عن عن ابن مسعود أن النيب صلى مر رجل يصل ي بالناس ث أحر ق على رجل آلقد همت أن اجلمعة:,,

24 )رواه امحد و مسلم(.ي تخلفون عن اجلمعة ب يوت هم

Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Saw bersabda kepada suatu

kaum yang meninggalkan salat jumʻat: Aku berniat menyuruh

para lelaki untuk salat berjama’ah, lalu aku aka bakar rumah-

rumah orang yang meninggalkan salat jumʻat”.(HR. Ahmad dan

Muslim)

Tetapi harus diketahui bahwa untuk melakukan setiap kewajiban

melaksanakan salat jumʻat memerlukan keberadaan syarat-syaratnya, yang

kalau syarat syarat dalam melakssanakan salat jumʻat tersebut belum

terpenuhi maka syarat-syaratnya maka tidak sah hukumnya.25

D. Syarat-syarat Salat Jumʻat

Syarat-syarat salat jumʻat terbagi menjadi dua yakni syarat

wajib dan syarat sah nya salat jumʻat sebagai berikut:

1. Hal-hal yang dijadikan syarat wajib salat jumʻat

Salat jumʻat seperti halnya salat lima waktu, sama dalam rukun,

syarat dan adab-adabnya. Namun, salat jumʻat lebih dikhususkan pada

syarat-syarat yang mewajibkanya syarat sahnya, hal-hal yang

mengharuskanya dan adab-adabnya.

Persayaratan salat jumʻat lainya diwajibkan kepada semua orang

yang sudah mampu melaksanakan perintah agama (baligh dan berakal),

merdeka, laki-laki, menetap dan bukan musafir , tidak sedang sakit atau

halangan lainya dan mendengar azan, serta tidak diwajibkan kepada bayi,

orang gila, dan lain-lainya seperti budak, wanita, anak-anak,26

musafir,

orang sakit, orang yang sedang ketakutan dan orang buta meskipun ada

24

Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi,

Shahih Muslim (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid II, hal. 123 25

Husain Hidayatullah, Salat Dalam Mazhab Ahlulbait. (Jakarta:

Lentera,2007) Cet ke II.,hal. 226. 26

Al- Sayyid Sabiq, Fiqh As- Sunnah (Mesir: Dar Fath Li al-Ἁlami al-Ἁrabi‟,

1971M), BAB Salat jumʻat, hal. 171.

Page 40: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

26

yang menuntun ini menurut pendapat Abu Hanifah. 27

Orang buta wajib

melakukan salat jumʻat jika ada yang menuntunya menurut pendapat

mazhab maliki, syafi‟i sedangkan menurut Hambali tetap wajib meskipun

tidak ada orang yang menuntunya.

Semua orang yang dalam keadaan berhalangan yang diberi

keringanan oleh syariat islam untuk meninggalkan salat berjamaah, Bagi

orang yang diwajibkan salat jumʻat atas mereka diharuskan dalam keadaan

sehat, merasa aman, merdeka, dapat melihat, mampu berjalan, tidak

sedang hujan lebat,berlumpur, hujan salju dan sebagainya. Tidak

diwajibkan salat jumʻat bagi orang yang sakit karena ia tidak mampu

untuk melaksanakanya. Tidak diwajibkan pula bagi perawat yang menjaga

orang sakit karena jika ia pergi dapat menyebabkan pasienya kabur

ataupun meninggal. 28

Jika mereka yang disebutkan diatas datang dan salat berjamaah

jumʻat dengan orang-orang mereka mendapat pahala atas waktu yang

diwajibkanya, sebab mereka mengahadapi kesulitan. Pahala tidak

diwajibkan salat jumʻat atas mereka pada waktu itu maka salat jumʻat nya

juga tetap sah menurut kesepakatan ulama. 29

Sebab, jika seseorang yang tidak punya alasan jika melakukan

salat jumʻat akan mendapat pahala, apalagi bila seseorang yang memiliki

alasan untuk meninggalkanya tetapi ia tetap melakukanya maka ia lebih

berhak mendapatkanya. Disyaratkan untuk melaksanakan salat jumʻat

seperti syarat dalam bersuci dan salat lainya, yaitu ada tiga menurut

mayoritas jumhur ulama; Islam, Baligh dan Berakal. Namun menurut

imam malik ada sepuluh; Islam. Baligh, Berakal, Tidak dalam keadaan

haidh atau nifas, Masuknya waktu salat, Tidak tidur, Tidak lupa, tidak

membencinya, Adanya air untuk dataran tinggi dan mampu melakukanya

27

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, jilid II (Beirut: Dar

al-Fikri, 1984M), BAB Salat jumʻat, hal.1285. 28

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu hal. 384 29

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,dkk. Jilid II, hal. 380

Page 41: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

27

sesuai kemampuan.30

Kemudian, ditambah empat syarat lagi yakni 31

: laki-

laki, merdeka, tinggal di tempat dilaksanakanya salat jum‟at. Menurut

mazhab Hanafi diisyaratkan bagi seseorang itu menetap di suatu kota atau

di daerah yang luas. Diwajibkan juga salat jumʻat bagi yang berada di

halaman sebuah kota atau sisi wilayahnya, yaitu bila luasnya mencapai

satu Farsakh (5.544m).32

Sementara orang yang berada diluar kota, diwajibkan

melakukan salat jumʻat bila mendengar adzan yang suaranya jelas hal ini

merupakan sabda Nabi Muhammad Salallahu’ ʻalaihi wa sallam. Karena

itu, tidak diwajibkan salat jumʻat bagi seseorang yang bermukim di tepi

kota, dimana dipisah antara dirinya dan kota tersebut oleh jarak seperti

pertanian dan sebagainya, meskipun ia mendengar adzan. Adapun ukuran

jauhnya adalah sejauh lemparan anak panah, yaitu jarak yang bisa dicapai

anak panah (sekitar empat ratus hasta)33

atau satu mil.

Salat jumʻat diwajibkan bagi siapapun yang tinggal disebuah

kota atau wilayah. Salat jumʻat juga diwajibkan kepada musafir yang

berniat untuk menetap selama lima belas hari dan menjadi penduduk tetap

bukanlah syarat wajib melaksanakan salat jumʻat. Menurut mazhab Maliki,

salat jumʻat diwajibkan kepada musafir yang niat untuk menetap selama

empat hari penuh atau lebih, meskipun tidak jadi melakukanya.

Diwajibkan pula bagi orang yang menetap di wilayah yang menjadi tempat

pelaksanaan salat jumʻat. Diwajibkan pula bagi orang yang menetap dari

wilayah tempat pelaksanaan dengan jarak satu Farsakh dan tidak boleh

lebih dari itu.

30

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal.1285. 31

Ad-Dur al-Mukhtaar, jilid I, hal., 762-764. Al-Badaa‟i, jilid I, hal.,256.

Fathul Qadiir, jilid I, hal., 714. Bidayah al-Mujtahid, jilid I, hal., 298. Mughni Al-Muhtaj,

jilid I hal.,276 dan al-Mughniiy, jilid II, hal., 327-332. Lihat Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh

al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,dkk. (Jakarta: Gema Insani,

2010), Jilid II, hal. 381. 32

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal.1286. 33

Penjelasan: Dziraa‟ adalah ukuran panjang zaman dulu, satu Dziraa‟

panjangnya sekitar 18 inch.

Page 42: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

28

Sedangkan menurut mazhab Syafi‟i salat jumʻat diwajibkan bagi

yang bermukim di suatu daerah, baik itu dikota maupun didesa, bisa

mendengar adzan maupun tidak dan diwajibkan juga salat jumʻat bagi

orang yang berada diluar daerah tersebut jika mendengar adzan, sesuai

sabda Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wa sallam.

قبيصة حدثنا سفيان عن حممد حدثنا حممد بن حيي بن فارس حدثنا ع الن داء )رواه ابو بن 34(ود دارقطنداجلمعة على من س

Artinya: “Salat jumʻat diwajibkan bagi setiap muslim yang mendengar

adzan.” (HR. Abu Daud dan Daruquthni)

Maka tidak diwajibkan salat jumʻat bagi orang-orang yang

berkerja diladang, kecuali jika mereka mendengar adzan35

Terkadang jumlah sebagian kaum muslimin di wilayah tertentu

hanya sedikit dan mereka pun tidak bisa bergabung dengan kaum

muslimin lainya untuk melaksanakan salat jumʻat karena jarak yang sangat

jauh sedangkan alat transportasi tidak memadai atau karena tugas dan

pekerjaan. Para ulama bebrbeda pendapat dalam menentukan jumlah

minimal yang harus dipenuhi dalam salat jumʻat, diantara mereka adalah

sebagai berikut: pendapat ini dianut oleh Mazhab Syafi‟I dan Mazhab

Hambali yaitu empat puluh orang termasuk diantaranya musafir. 36

Salat

Jumʻat semua ulama sepakat bahwa salat jumʻat harus dilakukan secara

berjamaah. Tetapi mereka berbeda pendapat tentang batasan minimal yang

disebut jama’ah kata sebagian mereka, jamaah minimal seorang imam dan

seorang makmum inilah pendapat ath-Thabari. 37

Ada yang mengatakan minimal tiga puluh orang makmum.

Tetapi ada juga yang tidak diberikan jumlah tertentu. Yang menimbulkan

34

Sulaiman bin al Asy‟ats bin Syaddad bin amrin bin amir, Sunan Abi Daud

(Kairo: Daar el-Hadits, 2010) jilid I, hal. 278 35

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,dkk. Jilid II, hal. 382 36

Dr. fahad Salim Bahamam, Fikih Modern Praktis 101 Panduan Hidup

Muslim Sehari-hari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama ), hal 84. 37

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid, Penerjemah

Abdul Rasyad Shiddiq. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Jakarta: Akbar

Media, 2012) Jilid I, hal 219

Page 43: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

29

perselisihan pendapat di antara ulama-ulama tersebut disini adalah

perselisihan mereka dalam menentukan batasan minimal kata jamaah tiga,

empat atau hanya dua orang saja. Selain itu apakah hanya dua orang saja.

Ulama-ulama yang menganggap batas minimal jamaah adalah tiga orang,

dan tidak memasukkan imam, mereka mengatakan bahwa jamaah cukup

dengan tiga orang makmum dan seorang imam.38

Mazhab Maliki memandang jumlah minimal adalah 12 orang

dalil mereka yakni dari Jabir radiayallahu’ anhu ia berkata: “ Ketika kami

sedang melaksanakan salat (jumʻat) bersama Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi

wa sallam tiba-tibda datanglah satu kafilah dagang dengan membawa

makanan sehingga sebagian yang hadir pada saat itu meninggalkan salat

dan yang tersisa hanya 12 orang. 39

2. Syarat-syarat Sah Salat Jumʻat

Untuk sahnya salat jumʻat di syaratkan adanya penambahan dari

syarat-syarat salat fardhu yang sebelumnya berjumlah sebelas, yaitu ada

tujuh syarat tambahan, menurut mazhab Hanafi dan Syafi‟i. namun, hanya

adala lima syarat tambahan, menurut mazhab Maliki dan empat syarat

menurut mazhab Hambali.

a. Waktu Zhuhur

Salat jumʻat hanya sah bila dilakukan pada waktu ini dan tidak

sah dilakukan setelahnya. Salat jumʻat tidak bisa diqadha meskipun

waktunya sempit, serta diharamkan oleh para ulama menggantinya dengan

salat dzuhur. Tidak sah, menurut mayoritas ulama selain mazhab Hambali,

jika dilaksanakan sebelum waktunya atau sebelum tergelincirnya matahari.

Anas radiallahu’ berkata

38

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid hal. 220 39

Dr. fahad Salim Bahamam, Fikih Modern Praktis 101 Panduan Hidup

Muslim Sehari-hari, hal. 84

Page 44: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

30

يصلي اجلمعة حي متيل ملسو هيلع هللا ىلصقال أنس رضي اهلل عنو: كان رسول اهلل40دوالبخاري و أبوداودوالرتمذي(الشمس )رواه امح

Artinya: “Rasulullah salallahu’ ʻalaihi wa sallam biasa melakukan salat

jumʻat ketika matahari mulai condong”. (HR. Ahmad, Bukhari,

Abu Daud dan at-Tirmidzi)

ثنا ف ليح بن سليمان، عن عثمان حدثنا سريج بن الن عمان قال: حد، عن أنس بن مالك رضي اهلل عنو : بن عبد الرمحن بن عثمان التيمي

41 اجلمعة حي متيل الشمس )رواه البخاري(لي كان يص ملسو هيلع هللا ىلصأن النيب Artinya: “Suraij bin Nu’man menyampaikan kepada kami dari Fulaih

bin Sulaiman dari Utsman bin Abdurrahman bin Utsman at-

Taimi dari Anas bin Malim bahwa Nabi Salallahu’ ʻalaihi wa

sallam salat jumʻat ketika matahari mulai condong”. (HR. Al-

Bukhari)

Karena itulah, para Khulafa Rasyidin dan para sahabat

melaksanakan salat jumʻat setelah tergelincirnya matahari, karena salat

jumʻat dan zhuhur adalah dua salat fardhu yang ada dalam waktu yang

bersamaan maka waktunyapun tidak berbeda, seperti halnya salat di

tempat dan salat dalam perjalanan. 42

Menurut mazhab Hambali, boleh melakukan salat jumʻat

sebelum tergelincirnya matahari, sedang awal waktunya ialah boleh

dilakukanya salat Ied, sesuai dengan perkataan Abdullah bin Saidan as-

Sullamy radialallahu’ anhu “Aku pernah mengikuti salat jumʻat bersama

Abu Bakar radialallahu’ anhu pada waktu itu, salat dan khotbahnya

silakukan sebelum masuk tengah hari. Salat jumʻat boleh dilaksanakan

sebelum tengah hari atau karena sebab tertentu, namun wajib dilakukan

ketika matahari namun wajib dilakukan ketika matahari tergelincir. Bila

40

Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah, Shahih

al-Bukhari , (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid I, hal. 7 41

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari , Shahih Al-Bukhari –

Kutubu sittah, Penerjemah Masyhar dan Suhadi Muhammad, Ensiklopedia Hadits

(Jakarta: Almahira, 2011, Cet. Pertama) hal 198. 42

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 1292

Page 45: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

31

dilakukan setelah tergelincirnya maka lebih utama, seperti yang

diriwayatkan oleh Salamah bin Akwa

)راؤه ت الشمس ث ن رجع ن تبع الفيء إذازال ملسو هيلع هللا ىلصاهللكنانم ع مع رسول 43البخاري ومسلم(

Artinya: “Dari Salamah bin Al Akwa’, ia menuturkan, “Kami salat

jumʻat bersama Rasulullah Salallahu’ alaihi wa sallam ketika

matahari telah tergelincir, kemudian kami pulang dengan

mengikuti bayangan”.(HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak sah salat jumʻat jika dikerjakan sebelum atau setelah

berakhir waktu jumʻat, seperti halnya salat fardhu yang lain dan waktu

salat jumʻat adalah wakyu salat dzuhur.44

b. Perkampungan

Salat jumʻat dilaksanakan di masjid besar atau mushola kota

menurut mazhab Hanafi yaitu semua tempat yang memiliki gubernur dan

hakim yang melaksanakan hukum dan menerapkan hukuman, Pendapat ini

yang termashyur dalam mazhab hanafi. Akan tetapi pendapat yang diikuti

oleh sebagian besar pegikut hanafi bahwa tidak di wajibkan salat jumʻat

kepada penduduk dusun yang tidak termasuk dalam satu kota tidak sah

melaksanakan salat jumʻat disana. Adapun dalil yang diriwayatkan oleh

Abdurrazaq dari Ali bin Abi Thalib dengan sanad mauquf, “Tidak sah salat

jumʻat dan salat Id, kecuali dilaksanakan di masjid kota.”45

Menurut Mazhab Maliki syarat sah dan wajib yaitu masjid

tersebut harus berada di tengah-tengah penduduk, yaitu sebuah daerah atau

kampung. Sementara menurut mazhab syafi‟i hendaknya salat jumʻat

didirikan di batas sebuah daerah atau kampung, jika tidak bisa

dilaksanakan dimasjid jangan pula melakssanakan salat jumʻat ditengah

43

Muslim bin al Hajjaj bin muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi,

Shahih Muslim, (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid III, hal. 9 44

Abdullah Bahammam, Fiqih Ibadah Bergambar, (Jakarta: Mutiara

Publishing, 2014) Cet. Pertama, hal. 132 45

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal. 388

Page 46: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

32

para penghuni kemah, meskipun mereka menetap dipadang pasir tersebut

selamanya, karena mereka seperti dalam keadaan musafir yang hendak

bersiap-siap melakukan perjalanan.

Sedangkan menurut Mazhab Hambali mensyaratkan, hendaknya

orang-orang yang melakukan salat jumʻat adalah orang-orang yang

diwajibkan untuk melaksanakanya. Mereka berjumlah empat puluh orang

atau lebih dari penghuni tetap dikampung.

Mendirikan salat jumʻat menurut mayoritas ulama harus

dilaksanakan di suatu kota atau sebuah kampung. Kampung tersebut luas

daerahnya, namun ada perbedaan pendapat mengenai luas kampung untuk

mendirikan salat jumʻat menurut mayoritas mazhab hanafi maka tidak

diwajibkan salat jumʻat bagi penduduk yang desanya kecil, dalam hal ini

mazhab hanafi mengharuskan pelaksanaan salat jumʻat disebuah kota,

sedangkan menurut mazhab-mazhab yang lain tidak disyaratkan harus

dilakukan dikota, karena sebuah kampung atau sebuah daerah dianggap

sama.46

c. Jamaah

Jumlah jamaah salat jumʻat paling sedikit menurut imam Abu

Hanifah dan Muhammad adalah tiga orang selain imam meskipun mereka

sedang dalam perjalanan atau sakit.47

Sedangkan kata jumʻat sendiri berasal dari kata jamaah, jika

jamaah meninggalkan imam atau mereka pergi setelah takbiratul ihram

sebelum sujud maka salat jumʻatnya batal. Menurut mazhab Maliki,

diisyaratkan adanya dua belas orang laki-laki untuk salat dan khotbah.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir radiallahu ʻanhu bahwa Nabi

Muhammad Salallahu’ ʻalaihi wa sallam berkhotbah sambil berdiri di hari

jumʻat, lalu segerombolan unta yang membawa barang dagangan dari

negeri syam datang lantas mengerumuni gerombolan unta tersebut

46

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal.389 47

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 1295

Page 47: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

33

sehingga jamaah salat yang tersisa tinggal dua belas orang laki-laki saja.

Sesuai dengan firman Allah subhanahu’ wa ta’ala

48

Artinya:“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan,mereka

bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu

sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi

Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan

Allah Sebaik-baik pemberi rezeki. (QS. Al-Jumu‟ah: 11)

Mazhab Syafi‟i dan Hambali berpendapat, salat jumʻat bisa

dilaksanakan dengan kehadiran empat puluh orang lebih jamaah termasuk

imam dan penduduk kampung yang diwajibkan atas merek aslat jumʻat,

merdeka, laki-laki dan penduduk tetap. 49

Maka jika dilihat dari uraian di atas bahwa pelaksanaan salat

jumʻat membutuhkan sebuah kehadiran jamaah. Dimanapun

berkumpulnya jamaah yang banyak sesuai adatnya maka diwajibkan untuk

mendirikan salat jumʻat dan salatnya dianggap sah. Tidak ditemukan nash

syar‟i yang mensyaratkan jamaah dalam jumlah tertentu. Namun, adanya

kehadiran jamaah dalam salat jumʻat merupakan syarat yang disepakati

oleh para ulama, sebab telah ditetapkan dalam syariat bahwa pembahasan

tentang jamaah ada di dalam bagian salat.

d. Gubernur atau wakilnya boleh menjadi imam

Mazhab Hanafi menyaratkan dua hal dalam masalah ini.

Pertama, imam salat jumʻat dan khatibnya adalah seorang sultan, Kedua,

memberi izin kepada khalayak, yaitu hendaknya pintu-pintu masjid dibuka

dan orang-orang diizinkan masuk dengan bebas. Akan tetapi, selain

mazhab Hanafi tidak mensyaratkan dua hal ini. Tidak diisyaratkan adanya

48

QS. Al-Jumuʻah:9

49 Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 1296

Page 48: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

34

izin imam sebagai syarat sahnya salat jumʻat dan tidak pula mengharuskan

ia hadir disana. 50

e. Adanya imam dan dilaksanakan dimasjid

Mazhab maliki mensyaratkan dua hal, yaitu salat jumʻat harus

dipimpin oleh seorang imam yang bermukim dan tidak sah dilakukan

sendiri-sendiri. Imam diharuskan seorang yang bermukim bukan seorang

musafir, meskipun bukan penduduk setempat. Hendaknya ia sendiri yang

menjadi khatib, kecuali ada halangan yang membolehkanya mencari

pengganti. Namun, tidak disyaratkan imam haruslah seorang pemimpin,

berbeda halnya dengan mazhab hanafi.

Kedua, salat harus dilaksanakan disebuah masjid yang

selamanya digunakan untuk berjamaah maka tidak sah bila dilakukan di

dalam rumah, dihalaman rumah, dihotel atau ditanah lapang. Secara umum

salat jumʻat tidak boleh dilakukan ditempat-tempat yang kotor seperti

tempat buang air dan tempat dosa. Dibolehkan salat dihalaman masjid,

yaitu bagian luar dari bangunan masjid yang mengelilinginya untuk

perluasan. Dibolehkan juga dijalan-jalan menuju masjid yang bersambung

dengan rumah-rumah, pertokoan atau tempat yang dilarang. Akan tetapi,

hukumnya salat dihalaman masjid jika tidak dalam kondisi mendesak mala

hukumnya makruh. 51

f. Tidak boleh terlalu banyak pelaksanaan salat jumʻat di suatu daerah

tanpa sebab tertentu

Mazhab Syafi‟I mensyaratkan untuk sah nya salat jumʻat tidak

boleh didahului salat jumʻat di suatu tempat kecuali jika daerah itu sangat

besar dan sulit untuk mengumpulkan jamaah di satu tempat. 52

Adapun

dalil dari syarat ini, yaitu Rasulullah Salallahu’ alaihi wa sallam, para

sahabat, khulafa rasyidin dan para tabi‟in tidak pernah melakukan salat

jumʻat berbilang dalam satu daerah. Jika ada pelaksanaan salat jumʻat di

50

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 1297 51

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 1299 52

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal.391

Page 49: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

35

suatu masjid yang mendahului pelaksanaan salat jumʻat lainya pada masjid

yang berbeda maka salat jumʻat yang pertama itulah yang sah, sedangkan

pelaksanaan salat yang kedua tidak sah. 53

Karena, pelaksanaan salat jumʻat tidak boleh lebih dari satu

sedangkan jika dua pelaksanaan salat jumʻat dimulai bersamaan mka

keduanya batal. Menurut mazhab Maliki memutuskan dilarang mendirikan

salat jumʻat secara berbilang di dua masjid atau lebih dalam satu kota.

Adapun menurut mazhab Hanafi memiliki pendapat dan

fatwanya sendiri, mereka mengatakan boleh melaksanakan salat jumʻat

lebih dari satu dalam sebuah kota dibeberapa tempat untuk menghindari

kesulitan yang terjadi. 54

g. Khotbah salat jumʻat

Para ahli fikih sepakat bahwa khotbah adalah syarat dalam salat

jumʻat dan tidak sah bila salat jumʻat dilakukan tanpanya. Sesuai firman

Allah Subhanahu’ wa ta’ala dalam surat Al-Jumu‟ah: 9

55

Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan

shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat

Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik

bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu‟ah : 9)

Menurut Mazhab Hanafi imam berkhotbah setelah masuk hari

sebelum salat dengan dua khotbah ringan. Ukuranya sama dengan

membaca satu surah yang panjang dibagi dua. Diisyaratkan pula untuk

tidak memberi jarak yang panjang. Jika ditemukan hal seperti ini maka

khotbahnya diulangi karena dapat membatalkan khotbah pertama. 56

53

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal.392 54

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal.394 55

QS. Al-Jumuʻah: 9 56

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal.395

Page 50: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

36

Menurut mazhab Maliki memberikan sembilan syarat untuk

khotbah jumʻat yaitu:57

Hendaknya khatib berdiri, khotbah dilakukan

setelah masuk tengah hari, hendaknya khotbah jumʻat itu sesuai dengan

khotbah orang arab meskipun hanya berisi dua prosa seperti kalimat

“ Bertakwalah kamu kepada Allah dari apa yang telah diperintahkan-Nya,

berhentilah dari apa yang telah dilarang dan ditolak-Nya”, khotbah

dilaksanakan didalam masjid layaknya salat jika khatib menyampaikan

khotbahnya diluar masjid maka tidak sah khotbahnya, khotbah dilakukan

sebelum salat maka tidak sah salat jumʻat yang dilakukan sebelum

melaksanakan kedua khotbah tersebut, khotbah harus dihadiri oleh jamaah

minimal dua belas orang laki-laki, hendaknya khotbah dilakukan dengan

suara keras dan berbahasa arab meskipun jamaahnya bukan orang arab.58

Menurut mazhab Syafi‟i dalam khotbah jumʻat terdapat lima

rukun yaitu rukun pertama memuji Allah, rukun kedua menyebut

Rasulullah, rukun ketiga cukuplah khotbah menunjukan hal-hal yang baik,

boleh panjang ataupun pendek, rukun keempat menyampaikan baik itu

ayat tentang janji, ancaman ataupun hukum dan rukun yang kelima

hendaknya yang hidup di zaman sekarang meniru tradisi salaf.

Mazhab Hambali mengatakan diisyaratkanya sebelum

melaksanakan salat jumʻat ada dua khotbah, dua khotbah ini sebagai

pengganti dua rakaat, sesuai dengan riwayat dari hadits Umar dan Aisyah

radiallahu anha akan tetapi keduanya tidak boleh dikatakan sebagai

pengganti salat dzuhur karena salat jumʻat bukanlah pengganti salat

dzuhur. Bahkan, salat dzuhur itu sebagai pengganti salat jumʻat jika

pelaksanaanya telah lewat. 59

Diisyaratkan beberapa hal sebagai syarat sahnya khotbah: yaitu

mengucap hamdalah dengan lafadz Alhamdulillah, kemuian shalawat atas

57

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Al-Jami’ Asy-Syarh

ash-Shagiir, (Beirut: Al Maktabah Al Islami) jilid 1 hal 499 58

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, hal. 1305 59

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,hal. 389

Page 51: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

37

Nabi karena setiap ibadah membutuhkan dzikir kepada Allah dan dzikir

kepada Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wa sallam, wajib hukumnya

membaca ayat al-Qur‟an dengan lengkap. Panjang dan pendeknya jarak

yang memisahkan dikembalikan kepada kebiasaan. Jika khatib ingin

bersuci lalu melanjutkan khotbahnya selama tidak memakan waktu yang

terlalu panjang. Diisyarakan pula bagi khatib untuk berniat khotbah sesuai

dengan perintah Hadits

اال 60(مسلمعمال بالن يات)رواه ابو دود خباري و إن

Artinya:“Sesungguhnya nilai dari sebuah perbuatan tergantung niatnya.”

(HR Abu Daud, Bukhari dan Muslim)

Bila khatib berkhotbah tanpa berniat terlebih dahulu maka

khotbahnya dianggap tidak ada, menurut mazhab Hambali dan Hanafi,

akan tetapi mazhab Maliki tidak mengharuskan niat terlebih dahulu begitu

juga dengan Mazhab Syafi‟i. Namun mereka mensyaratkan khatib tidak

boleh keluar dari khotbah.

Khotbah diharuskan berbahasa arab, bagi mereka yang

wilayahnya berbahasa arab. Dibolehkan menggunakan Bahasa selain arab,

jika para hadirin tidak memahami Bahasa arab. Tetapi , ketika membaca

ayat dan hadis dianjurkan berbahasa arab. Dan di bolehkan khatib

menyampaikan khotbah dengan Bahasa arab kemudian diterjemahkan

dalam Bahasa lain setelah melaksanakan salat jumʻat. 61

E. Syarat-syarat Tempat Melaksanakan Salat Jumʻat

Salat jamaah bisa dilakukan di masjid atau selain di masjid.

Masjid adalah rumah Allah Subhanahu wa taʻala yang didalamnya di

ibadahi, masjid dibangun untuk melaksanakan salat, dzikir, membaca Al-

Qur‟an dan kegiatan ibadah lainya. Tujuan salat jumʻat adalah agar kaum

60

Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah, Shahih

al-Bukhari , (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid I, hal. 6 61

Dr. fahad Salim Bahamam, Fikih Modern Praktis 101 Panduan Hidup

Muslim Sehari-hari, hal. 81

Page 52: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

38

muslimin dapat berkumpul di satu tempat dan beribadah kepada Allah

dengan khusyuk sehingga ikatan persaudaraan diantara mereka semakin

kuat. Itulah salah satu tujuan mensyariatkan kaum muslim untuk

berjamaah dalam melaksanakan ibadah. Dalam konteks itu adanya masjid

menjadi kebutuhan tersendiri bagi umat islam, orang yang akan melakukan

salat haruslah memenuhi syarat-syarat salat dan apabila jika salah satu

syarat tidak dilaksnakan /terpenuhi maka salatnya batal (tidak sah) begitu

pula pada pelaksanaan salat jumʻat sebab syarat sah salat adalah suci dari

berbagai najis baik najis tersebut terletak pada pakaian, badan maupun

tempat. Sebagian ulama memperbolehkan salat di semua tempat yang

tidak terkena najis62

meskipun tempat salat itu sempit ini adalah pendapat

yang shahih dikalangan ulama mazhab Hanafi. Sahnya salat dihalaman

sempit tersbeut dikarenakan tempat tersebut tidak terkena najis dan

maknanya orang yang salat tidak membawa benda terkena najis. 63

Jika salat diatas tanah yang ada najis namun di berikan kain atau

benda yang suci dan seseorang melakukan salat diatasnya maka ulama

sepakat bahwa salat orang tersebut adalah sah. Karena orang yang salat itu

tidak terkena najis. Ulama Hanafi mengatakan bahwa salat diatas

permadani tebal yang permukaanya suci dan bagian bawahnya ada najis

maka salatnya tetap sah. Jika terdapat najis di dalam rumah atau diatas

padang pasir dan diketahui tempat najis tersebut dengan pasti, maka orang

yang akan melakukan salat hendaknya mencari tempat yang lain yang suci

inilah pendapat ulama mazhab Hanafi64

. Adapun menurut pendapat ulama

mazhab Syafi‟i jika kawasan itu luas seperti padang pasir, maka seseorang

boleh melakukan salat ditempat manapun di kawasan tersebut. Karena,

tempat yang terkena najis itu tidak diketahui secara pasti dan karena

62

Menurut salah satu versi pendapat Imam Ahmad, pendapat Imam Malik

Imam Abu Hanifa dan Imam Syafi‟i 63

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani, Jilid 1, BAB Shalat , hal.613 64

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani, Jilid 1, BAB Shalat , hal 613

Page 53: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

39

memang pada asalnya tempat tersbut adalah bersih dan tidak ada

kemampuan untuk membasuh semua kawasan tersebut .

Jika seseorang dikurung pada suatu tempat yang penuh dengan

najis seperti kandang maka dia tetap wajib melakukan salat menurut

pendapat jumhur ulama. Apabila ia hendak melaksanakan salat maka

hendaknya renggangkan dahulu benda-benda yang najis dan usaha ini

dilakukan sesuai dengan kemampuanya. Pendapat ini berdasarkan sabda

Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wa sallam

بن صحر رضياهلل عنو قال: سعت رسوالهلل عن أيب ىريرة عبدالرمحن صلي اهلل عليو و سلم يقول: ما ن هيتكم عنو فاجتنبوه وما أمرتكم بو

لكم كث رة مسائلهم فأتوا منو ما استطعتم،فإنا أ ىلك الذين من ق ب 65ئهم )رواه البخاري و مسلم(واختلف هم على أنبيا

Artinya: “Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr Rasulullah

Salallahu’ ʻalaihi wa sallam bersabda: Apa yang aku larang

hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku

perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu

kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian

adalh karena banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak

berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka”.

(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Menurut pendapat yang shahih ia tidak boleh melakukan sujud

diatas tanah (lantai), karena, salatnya sudah sah bila dilakukan dengan cara

isyarat dan tidak sah apabila terkena najis. Pendapat ini juga berdasarkan

qiyas kepada orang sakit kepada orang yang tidak mampu

menyempurnakan sebagian rukun salat.

Para ulama mazhab berebeda pendapat tentang pelaksanaan salat

jumʻat di tanah lapang itu sendiri diantaranya: 66

65

Muslim bin al Hajjaj bin muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi,

Shahih Muslim, (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid VII, hal. 91 66

Syeikh Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-fiqh al-Madzahib al-Arba’ah,

Penerjemah Syarif Hademasyah, Luqman junaidi. Kitab Shalat Fikih Empat Mazhab

(Jakarta: Mizan Publika) Jilid I, Bab Shalat jumʻat, hal 369

Page 54: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

40

a. Mazhab Malikiyah berpendapat salat jumʻat itu tidak sah

dilaksanakan di rumah-rumah dan di tanah lapang, jadi harus

dimasjid.

b. Mazhab Hambaliyah berpendapat salat jumʻat itu sah

hukumnya jika dilaksanakan ditanah lapang jika tanah

lapang itu dekat dengan pemukiman. Jika tanah lapang itu

tidak dekat dengan pemukiman maka slaatnya tidak sah, jika

imam hendak melaksanakan salat di padang pasir hendaklah

ia mencari pengganti orang lain agar salat bersama ornag-

orang yang lemah.

c. Mazhab Syafi‟iyah berpendapat salat jumʻat itu sah

dilaksanakan di tanah lapang apabila tanah lapang itu dekat

dengan pemukiman. Batas jarak disini adalah jarak tempat

yang tidak sah bagi musafir untuk menqashar salat ketika

sampat ditempat itu.

d. Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa sah nya salat jumʻat

itu tidak diisyaratkan harus dilaksanakan di dalam masjid,

jadi sah dilaksanakan ditanah lapang dengan syarat jarak

jauhnya dari kota tidak lebih satu farsakh.

Para ulama berbeda pendapat mengenai salat ditempat ibadah

kaum yahudi dan gereja. Sebagian mereka menghukumi makruh, sebagian

yang lain menghukumi mubah. 67

sebagian yang lain membedakan antara

tempat-tempat yang ada patung dan gambar-gambar dan tempat-tempat

yang tidak ada patung dan gambar-gambarnya inilah pendapat Ibnu

Abbas.68

Para ulama sepakat tentang salat diatas tanah. Yang mereka

perselisihkan ialah salat diatas permadani dan tempat-empat lain yang

67

Ibnu Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid, Penerjemah

Abdul Rasyad Shiddiq. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Jakarta: Akbar

Media, 2012) Jilid I, hal 68

Menurut Ibnu Abu Syaibah dalam Mushannaf Ibni Abi Syaibah, makruh

hukumnya kalua di dalamnya ada gambar-gambar. Pendapat yang sama dikutip dari

Imam Malik. Alasanya, karena ada gambar dank arena najis ditelapak kaki mereka .

Sebaiamana Ibnu Rusyd mengkutip Kitab al-Madunah al-Kubra Jilid I hal 190, Lihat al-

Kafi Jilid I hal 206.

Page 55: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

41

biasa digunakan sebagai tempat duduk. Mayoritas mereka

memperbolehkan sujud diatas tikar dan sebagainya, meskipun hal itu

hukumnya makruh inilah pendapat Imam Malik bin Anas.69

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah hukum salat

berjamaah di selain masjid menjadi tiga bagian yaitu Pendapat pertama

mengatakan boleh salat berjamaa selain di masjid ini merupakan pendapat

Imam Malik, Imam Syafi‟i, salah satu riwayat dari Ahmad serta Mazhab

Hanafiyah. Pendapat kedua seorang laki-laki tidak boleh salat berjamaah

kecuali dimasjid pendapat ini adalah salah satu riwayat dai Imam Ahmad

dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan pendapat ini di kitab ash-Shalat,

“ Barang siapa yang memperhatikan as-Sunnah dengan benar maka akan

jelas baginya bahwa melakukan salat berjamah di masjid hukumnya

fardhu ain kecuali karena ada udzur yang dibolehkan baginya

meninggalkan salat jumʻat dan salat berjamah”. 70

F. Tempat Yang Dilarang Melaksanakan Salat Jumʻat

Beberapa syarat sahnya shalat diantaranya adalah memakai

pakaian yang suci dari najis, menghadap ke kiblat dan tempat yang suci,

boleh saja seseorang menjalankan shalat ditempat manapun asalkan tempat

tersebut suci dari najis, entah di rumah, di sekolahan, apartemen, kos-

kosan dan lain-lain. Perihal pelaksanaan salat jumʻat dihalaman masjid dan

dijalan hukumnya makruh apabila tidak dalam kondisi yang mendesak.

Tidak boleh pula melaksanakan salat jumʻat diatap masjid. Tetapi ada

beberapa tempat yang dikecualikan untuk tidak menjalankan shalat

69

Seolah-olah Imam Malik, dilarang salat diatas sesuatu yang bukan

ditumbuhkan oleh tanah. Contohnya seperti kulit, buku, rambut dsb. Padahal tidak begitu,

karena ada pendapat darinya dalam al-Madunah uang menyatakan bahwa boleh salat

diatas segala sesuatu, termasuk kulit binatang buas, atau diatas buku atau rambut bangkai,

baikm yang diambil dalam keadaan hidup-hidup atau sudah mati. Tetapi makruh

hukumnya slat diatas kulit bangkai yang meskipun sudah disamak demikian pula dengan

kullit keledai. Sebagaima Ibnu rusyd mengkutip Kitab al-Madunah Jilid I hal. 191 70

Abdul Manan, Jangan Asal Shalat hal 66-70.

Page 56: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

42

ditempat tersebut, sebagaimana yang telah di nash dalam sebuah hadits

riwayat dari Ibnu Umar 71

أن النيب صلى اهلل عليو و سلم هني أن يصلي فيمواطن: املزبلة، واجلزرة، واملقبة،وقارعة الطريق، والمام، ومعاطناإلبل، وفوق ظهربيت

72( اجوالرتمذى و ابن ماهلل تعاىل )رواه Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang menunaikan shalat

tujuh tempat; tempat pembuangan sampah, tempat

penyembelihan (hewan), kuburan, di tengah-tengah jalan, di

kamar mandi, di kandang unta dan di atas(bangunan)

ka'bah.(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Larangan shalat di tujuh tempat ini tentunya memerlukan alasan,

bagaimana tempat-tempat tersebut mendapat larangan dari syara' yaitu:

Pertama adalah larangan shalat ditempat pembuangan sampah,

tempat penyembelihan hewan, kamar mandi dan kandang unta

dikarenakan terdapat banyak najisnya; seperti kotoran-kotoran, darah,

tempat berkumpulnya para setan yang bisa mengganggu kekhusyuan

dalam shalat dan lain-lain, sehingga tempat tersebut terkena najis dan

menjadi tidak suci.

Kedua adalah larangan shalat ditengah-tengah jalan yang dilalui

oleh orang, karena bisa mempersempit jalan dan mengganggu orang-orang

yang sedang lewat. Ketiga larangan shalat di kuburan agar terhindar dari

penyembahan terhadap kuburan. Imam Bukhari, Muslim, Ahmad dan An-

Nasai‟ meriwayatkan dari Aisyah Radiallahu’ anha bahwa Rasulullah

bersabda,

71 http://www.nu.or.id/post/read/42187/tujuh-tempat-dilarang-shalat Diakses

pada Tanggal 28/09/2017 Pukul 14:03 WIB. 72

Muhammad bin isa al-Tirmidzi,, Sunan At-Tirmidzi ( Beirut; Darulal-

Gharb al-Islami, 1998 M), juz I , hal 375. Dan Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan

Ibn Majah (Beirut: Dar al-Fikr, T.th), juz 1 hal. 246.

Page 57: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

43

طفق يطره ملسو هيلع هللا ىلصاهلل باس قاال ملان زل برسول أن عائشةوعبداهلل بن عيصةلو على وجهو، فإذا اغتم با كشفها عن وجهو، فقال وىو خ

ور أنبيائهم مساجد اهلل عل الي هود والنصارى اتذوا ق ب كذلك: لعنة 73)راوه خباري و مسلم و امحد و النسائ(

Artinya: Bahwasanya Aisyah dan Abdullah bin Abbas berkata: Ketika

sakit yang diderita Rasulullah bertambah parah, beliau sering

meletakkan kain yang beliau miliki diatas wajahnya, jika

merasa sesak nafasnya akibat itu beliau membukanya dari

wajahnya, lalu dalam keadaan demikian beliau bersabda:

“Allah melaknat atas kaum yahudi dan nashrani yang telah

menjadikan makam-makam nabi mereka sebagai masjid

(tempat ibadah)”. (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan An-

Nasai‟).

73

Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah. Shohih

al-Bukhori (Kairo: Daar el-Hadits, 2010) Jilid I, hal. 95

Page 58: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

44

BAB III

MUI DAN PENETAPAN FATWA

A. Pengertian Fatwa

Berbicara tentang urgensi fatwa dalam kehidupan umat Islam

tidak terlepas dari seberapa jauh kemanfaatan fatwa dalam kehidupan umat

manusia. Berikut adalah pengertian fatwa secara etimologi fatwa berasal

dari kata afta, jamaknya fatawἁ yang mempunyai arti petuah, nasihat dan

jawaban pertanyaan hukum. Secara terminologis fatwa berarti pendapat

mengenai suatu hukum dalam Islam yang merupakan tanggapan atau

jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dan jawaban

tersebut tidak mempunyai daya ikat baik si peminta fatwa baik itu

perorangan, lembaga maupun masyarakat luas.1 Berikut adalah beberapa

pengertian fatwa dari berbagai pakar ilmu:

Fatwa dalam sistem hukum Islam, yaitu secara etimologis kata

fatwa berasal dari bahasa Arab al-Fatawa. Menurut Ibnu Manzhur kata

fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata, yaftu, fatwan, yang

bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat ini hampir sama

dengan pendapat al-Fayumi, yang mengatakan bahwa al-fatawa berasal

dari kata al-fata yang artinya pemuda yang kuat. Sehingga seorang yang

mengeluarkan fatwa dikatakan sebagai mufti, karena orang tersebut

diyakini mempunyai kekuatan dalam memberikan penjelasan (al-bayan)

1 Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar baru

Van Hoeve, 1994), cetakan ke III, hal 6. Sebagaimana dikutip oleh Afrizal Nurdin,

Keringanan Puasa Bagi Penerbang di Bulan Ramadhan (Analisa Fatwa MUI Tentang

Puasa Bagi Penerbang). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, hal 1.

Page 59: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

45

dan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapinya sebagaimana

kekuatan yang dimiliki oleh seorang pemuda.2

Definisi fatwa menurut Majelis Ulama Indonesia adalah suatu

perkataan dari bahasa Arab yang memberi arti pertanyaan hukum

mengenai sesuatu masalah yang timbul kepada siapa yang ingin

mengetahuinya. Barang siapa yang ingin mengetahui sesuatu hukum

syara‟ tentang masalah agama, maka perlu bertanya kepaada orang yang

dipercayai dan terkenal dengan keilmuanya dalam bidang ilmu agama

(untuk mendapat keterangan mengenai hukum tentang masalah itu).

Menurut kamus Lisἁn al-‘Arabiy, memberi fatwa tentang sesuatu perkara

berarti menjelaskan kepadanya. Dengan demikian pengertian fatwa berarti

menerangkan hukum-hukum Allah Subhanahu’ wa taʻla berdasarkan pada

dalil-dalil syariah secara umum dan menyeluruh. Keterangan hukum yang

telah diberikan itu dinamakan fatwa. Orang yang meminta fatwa disebut

mustafti, sedang yang dimintakan untuk fatwa disebut mufti.3

Menurut Yusuf Qaradhawi, fatwa adalah menerangkan hukum

syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang

diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) baik secara perorangan atau

kolektif. Dari beberapa pengertian diatas ada dua hal yang perlu dicatat: 4

1. Fatwa bersifat responsive, ia merupakan jawaban hukum (legal

opininon) yag dikeluarkan setela adanya suatu pertaanyaan atau

permintaan fatwa. Pada umumnya fatwa dikeluarkan sebagai

jawaban atas pertanyaan yang merupakan peristiwa atau kasus

yang telah terjadi atau nyata. Seorang pemberi fatwa (mufti)

boleh menolak memberikan fatwa atas pertanyaan tentang

2 Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam (Jakarta: elSAS, 2008)

cetakan pertama, Bab II, hal 19. 3

Dewan Syariah Nasonal MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah

(jakarta: Erlangga) hal. 7-8 4 Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam , hal. 20-21

Page 60: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

46

peristwa yang belum terjadi. 5 walaupun begitu, seorang mufti

tetap disunnahkan untuk menjawab pertanyaan seperti itu,

sebagai langkah hati-hati agar tidak termasuk orang yang

menyembunyikan ilmu. 6

2. Dari segi kekuatan hukum, fatwa sebagai jawaban hukum (legal

opininon) tidaklah bersifat mengikat. Dengan kata lain, orang

yang meminta fatwa (mustafti), baik perorangan, lembaga

maupun masyarakat luas tidak harus megikuti isi atau hukum

yang diberikan kepadanya.

Kaidah-kaidah fikih dalam berfatwa pada era modern yang di

sebutkan oleh Dr. Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh, bahwa ada beberapa

kaidah-kaidah fikih kontemporer diantaranya: 7

kaidah pertama: kewajiban berfatwa berlandaskan pada ilmu-

ilmu syar‟i termasuk kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama dan

diharamkan berfatwa tanpa ilmu syar‟i berdasarkan firman Allah

Subhanahu wa taʻala dalam Syrat Al-Isra‟ (17): 36

8

Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak

mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya

pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta

pertanggungan jawabnya.

Dan Hadits Rasulullah Salallahu’ ʻalaihi wa sallam: Barang

siapa yang mengatakan (suatu perkataan) yang Aku tidak mengatakanya,

maka dia telah mengambil satu rumah di Jahannam. Barang siapa yang

5 Mustafa al-Suyuthi al-rahibani al-Hanbali, Mathalib Uli al-Nuha fi Syarh

Ghayah al-Muntaha, (Maktab Al-Islamiyah:T.th) Lihat Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam

Sistem Hukum Islam , hal. 20 6 Mustafa al-Suyuthi al-rahibani al-Hanbali, Mathalib Uli al-Nuha fi Syarh

Ghayah al-Muntaha, (Maktab Al-Islamiyah:T.th , Mathalib Uli al-Nuha fi Syarh Ghayah

al-Muntaha Lihat Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam , hal. 21 7 Dr. Mardani, Ushul Fiqh (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013) Cetakan

Petama, hal. 377. 8 QS. Al-Isra‟:36

Page 61: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

47

berfatwa tanpa ilmu, maka dosanya ditanggung oleh yang berfatwa.

Barang siapa yang menunjukan kepadanya suatu permasalahan (yang

salah), sedangkan ia mengetahui bahwa yang benar ada pada selain itu,

maka sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap

Allah tidak akan beruntung. (HR. Ahmad dan Bukhori). 9

Kaidah kedua: kewajiban memastikan kebenaran, tidak tergesa-

gesa dan bermusyawarah. Kaidah ketiga: bersemangat dalam menjaga

kwaran dalam berfatwa sebisa mungkin. Kaidah keempat: tidak tergesa-

gesa dalam menafikan. Kaidah kelima: memerhatikan maqashid al-

syariah dalam berfatwa, yang dimaksud maqashid al-syariah menurut Dr.

Yusuf Hamid Al-„Alim sebagimana dikutip oleh Dr. Husain bin Abdul

Azis Alu Syaikh adalah maksud yang disyariatkanya hukum-hukum

tersebut untuk mewujudkan syariat tersebut, cara mendapatkanya baik

dengan jalan mendatangkan manfaat atau dengan jalan menolak

kemudharatan.10

Kaidah keenam: kaidah memehartikan akibat0akibat

selanjutnya dimana seorang mufti wajib memerhatikan akibat-akibat dari

perkataan dan perbuatan di dalam segala bentuk tindakan.

Kaidah ketujuh: jika diketahui bahwa itu benar maka dituntut

untuk menyebarkanya, walaupun itu termasuk ilmu syariat. Kaidah

kedelapan: seorang mufti harus berhatihati dalam menjawab pertanyaan

orang yang bertanya berdasarkan ijtihad, tidak diperbolehkan mengatakan

ini hukum Allas Subhanahu’ wa taʻala. Kaidah kesembilan: sebisa

mungkin seorang mufti bersemangat untuk menggunakan kata-kata yang

jelas dalam berfatwa. Kaidah kesepuluh: seorang mufti wajib

menggambarkan pertanyaan yang ditanyakan dengan gambaran yang

menyeluruh di segala sisinya sebelum dia berfatwa. Kaidah kesebelas:

seorang mufti memerhatikan kondisi manusia sebisa mungkin. Kaidah

9 Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Kaidah-Kaidah Fatwa Kontemporer,

Penerjemah Said Yai, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2010), hal. 14. Lihat Dr. Mardani,

Ushul Fiqh, hal. 378. 10

Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh, Kaidah-Kaidah Fatwa Kontemporer,

Penerjemah Said Yai, hal. 14. Lihat Dr. Mardani, Ushul Fiqh, hal. 380

Page 62: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

48

kedua belas: memerhatikan apa-apa yang belum terjadi dan perkataan-

perkataan ulama dalam mentadzhir pertanyaan tetang sesuatu yang belum

terjadi. Kaidah ketiga belas: wajib bagi seorang yang awam untuk

bertanya dan meminta fatwa kepada ulama tentang hal yang menjadi

masalah baginya.

Fatwa adalah bagian dari khazanah kekayaan intelektual islam

dalam aspek penetapan hukum. Fatwa lahir seiring berkembangnya ajaran

Islam. Fenomena dan realita permintaan fatwa sudah ada dan umum

berlaku sejak awal perkembangan Islam. Pada zaman Nabi Muhammad

Salallahu’ ʻalaihi wa sallam para sahabat banyak yang bertanya kepada

beliau dalam berbagai permasalahan. Di dalam Al-Qur‟an secara eksplisit

mempergunakan terminologi fatwa dapat ditemukan pada ayat-ayat berikut

11:

a. QS. An-Nisa (4): 127

Artinya: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita.

Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka,

dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga

memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak

memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka,

sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak

yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu)

supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan

kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya

Allah adalah Maha mengetahuinya.

b. QS. An- Nisa (4): 176

11

Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam , hal. 22

Page 63: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

49

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).

Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang

kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak

mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka

bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta

yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki

mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia

tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu

dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang

ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli

waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan,

Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak

bahagian dua orang saudara perempuan. Allah

menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak

sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Setelah wafatnya Nabi maka yang menjadi penerus penyebaran

Islam adalah para sahabat, mereka dianggap lebih mengetahui beberapa

permasalahan yang berkaitan dengan agama. Untuk itu, kaum muslimin

dalam berbagai perosoalan agama selalu bertanya kepada mereka.

Anggapan ini memang berdasarkan kenyataan bahwa para sahabat adalah

orang yang lebih mengetahui agama Islam karenaa mereka memperoleh

langsung dari Rasulullah Shalallahu’ ʻalaihi wa sallam. Ketetapan mereka

ini lebih dikenal dalam Fatawa al-Shahabiyah (fatwa sahabat) atau ada

pula yang mengatakanya dengan Qaul Shahabiy (perkataan sahabat).

Demikian pula pada masa tabi’in, tabi’it tabi’in merekalah yang

menggantikan posisi sebagai penerus generasi sahabat karena dianggap

lebih dekat kepada generasi sebelumnya. Pada masa setelah dua geberasi

Page 64: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

50

diatas, posisi Ulama sebagai penerus syiar penyebaran ajaran Islam dan

otoritas pemberi fatwa.12

Qada' adalah putusan hukum diantara dua orang yang

berperkara, penyelesaian pertentangan di antara mereka dengan jalan

mengharuskan satu pihak untuk menunaikan kewajibannya kepada pihak

lain. Kedudukan qada' adalah kekuasaan yang berhubungan dengan

kehidupan manusia dan mengharuskan mereka untuk melaksanakan

hukum-hukum.Wilayah wewenang qada' adalah kemaslahatan dunia saja

seperti transaksi-transaksi, kepemilikian-kepemilikan, dan

penggadaian.Ini mengandung makna bahwa qada’ hanya terbatas pada

persoalan hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dan ia

tidak memasuki wilayah hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

Dengan kata lain qada’ hanya berkaitan dengan bidang mu‟amalah dan

tidak berkaitan dengan bidang ibadah.13

Lain halnya dengan Qadha’ Jika dilihat lebih seksama

perbedaan antara Fatwa dan Qadha’ sangat jelas jika fatwa itu adalah

putusan hokum yang dikeluarkan oleh ahli agama dan Qadha’ adalah

putusan yang diperkarakan oleh para pemohon kepada pengadilan.

B. Kedudukan Fatwa

Mengingat betapa pentingnya keberadaan fatwa bagi orang

awam dalam menjalankan amal ibadahnya, maka setiap orang yang telah

memenuhi syarat untuk mengeluarkan fatwa tidak boleh menolak apabila

dimintai fatwa. 14

Dalam konteks pemerintahan Islam, baik dalam bentuk

negara maupun kerajaan Islam, posisi fatwa berperan penting dalam sistem

12

Dzulkifli Noor, “Fatwa Dewan Syariah Nasional Relevansinya Dengan

Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Kordinat, Volume VIII, No. 1,

(April:2007), hal. 79 13

A.A Miftah, Teori Diyani dan Qadha’I Dalam Pembangunan Hukum

Islam Kontemporer, Google Scholar. www. Goggle Scholar.com Diakses Pada Tanggal

05/04/2018. Pada Pukul 20:00 WIB 14

Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam , hal. 31

Page 65: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

51

pemerintahan. Perkembangan fatwa pada masa sekarang tetap berlanjut,

pemberian fatwa dilakukan oleh ulama, baik secara individu maupun

organisasi keagamaan. Perkembanganya di Indonesia pada saat ini, fatwa

ditetapkan berdasarkan hasil kajian para ulama yang tergabung di dalam

suatu organisasi, seperti NU melalui Lajnah Bahsul Masail,

Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih, Majelis Ulama Indonesia melalui

Komisi Fatwa dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama. 15

Kedudukan fatwa dalam hukum Islam sangatlah penting dan

tidak bisa dengan mudah diabaikan apalagi digugurkan. Pertama, fatwa-

fatwa MUI ternyata memiliki makna penting di tengah-tengah masyarakat

Indonesia, khususnya kaum muslim. Meskipun fatwa MUI tidak mengikat

secara hukum tetapi dalam praktiknya memberikan pengaruh bagi tatanan

sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kedua,

kuatnya pengaruh fatwa MUI bagi masyarakat tersebut menuntut MUI

untuk responsif terhadap dinamika dan dan kecenderungan di masyarakat,

sehingga fatwa-fatwa yang dikeluarkan sejalaan dengan kemaslahatan

masyarakat. 16

Pada masa kini fatwa menduduki fungsi amar ma’ruf nahi

munkar, karena ia menyampaikan pesan-pesan agama yang harus

dikerjakan. Oleh karena itu, hukum berfatwa itu menurut asalnya adalah

fardhu kifayah yang dimana jika ada seorang atau pihak yang menanyakan

hukum suatu masalah maka wajib bagi orang yang mempunyai kompetensi

berfatwa untuk menjawabnya. Jika ada orang lain yang mempunyai

kemampuan berfatwa maka menjawab hukum pada suatu masalah yang

dipertanyakan hukumya fardhu kifayah. 17

Bila dalam satu wilayah hanya

ada seorang mufti yang ditanya tentang suatu masalah hukum yang sudah

15

Dzulkifli Noor, “Fatwa Dewan Syariah Nasional Relevansinya Dengan

Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Kordinat, Volume VIII, No. 1,

(April:2007), hal.80 16

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, (jakarta: Erlangga,2016) hal. 4 17

Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam , hal. 31

Page 66: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

52

terjadi dan akan luput seandainya ia tidak segera berfatwa, maka hukum

berfatwa atas mufti tersebut adalah fardhu ‘ain. 18

C. Peranan MUI Dalam Penetapan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri pada tanggal 17 Rajab

1395 Hijriah bertepatan tanggal 26 Juli 1975 Miladiah.19

MUI hadir ke

pentas sejarah ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase

kebangkitan kembali, setelah tiga puluh tahun sejak kemerdekaan energi

bangsa lebih banyak terserap dalam perjuangan politik di dalam negeri

maupun forum Internasional, sehingga kesempatan untuk membangun

menjadi bangsa yang maju dan berakhlak mulia kurang diperhatikan. 20

Pendirian MUI dilatarbelakangi adanya kesadaran kolektif

pimpinan umat Islam bahwa Indonesia memerlukan seuatu landasan kokoh

bagi pembangunan masyarakat yang maju dan berakhlak. Karena itu,

keberadaan organisasi para ulama, zuama dan cendekiawan muslim ini

merupakan konsekuensi logis dan prasyarat bagi berkembangnya

hubungan yang harmonis anatar pelbagai potensi yang ada untuk

kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia. Sebagai organisasi yang dilahirkan

oleh para ulama, zu'ama dan cendekiawan muslim serta tumbuh

berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah

gerakan masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak

berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan

umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom dan menjunjung tinggi

semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian,

dalam arti tidak tergantung dan terpengaruh, kepada pihak-pihak lain di

18

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (jakarta: PT Kencana Prenada Media

Group,2009) Cet. Ke 5, hal. 461 19

Lihat 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia (jakarta: Sekretariat MUI, 1995).

Sebagaimana juga termaktub dalam Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia, sebagai

hasil rumusan penyempurnaan pada Musyawarah Nasional (Munas) MUI VII, 25-28 Juli

2005. Sebagaimana dikutip oleh Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia, (jakarta: Erlangga,2016) hal. 69 20

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 69

Page 67: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

53

luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan

mengambil keputusan atas nama organisasi.21

Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di

kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak

dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi

organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi meletakkan

posisi dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan

keragaman umat Islam. Majelis Ulama Indonesia, sesuai niat kelahirannya,

adalah wadah silaturrahmi ulama, zu'ama dan cendekiawan Muslim dari

berbagai kelompok di kalangan umat Islam.

Kemandirian Majelis Ulama Indonesia tidak berarti

menghalanginya untuk menjalin hubungan dan kerja sama dengan pihak-

pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selama dijalankan

atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak

menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis Ulama Indonesia.

Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama

Indonesia bahwa organisasi ini hidup dalam tatanan kehidupan bangsa

yang sangat beragam, dan menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang

harus hidup berdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa untuk

kebaikan dan kemajuan bangsa. Sikap Majelis Ulama Indonesia ini

menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh

alam.

Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan kebangsaan

pada era reformasi dewasa ini yang ditandai dengan adanya keinginan kuat

untuk membangun suatu masyarakat Indonesia baru yang adil, sejahtera,

demokratis dan beradab. Maka suatu keharusan Majelis Ulama Indonesia

untuk meneguhkan jati diri dan itikad dengan suatu wawasan untuk

21

https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia Diakses pada

tanggal 25 Oktober 2017, Pukul 20:00 WIB

Page 68: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

54

menghela proses perwujudan peradaban Islam di dunia, dan khususnya

perwujudan masyarakat indonesia baru, yang tidak lain adalah masyarakat

madani (khair al-ummah), yang menekan nilai-nilai persamaan (al-

musawah), keadilan (al-adalah) dan demokrasi (al-syura).22

Dalam khitah pengabdian MUI telah dirumuskan memiliki peran

utama yaitu : 23

1. Sebagai Ahli Waris Tugas Para Nabi (Waratsat al-anbiya)

Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai ahli waris tugas-

tugas para Nabi. Yaitu menyebarkan ajaran islam serta memperjuangkan

terwujudnya suatu kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana

berdasarkan Islam. Sebagai warasatu al-anbiya (ahli waris tugas-tugas

para nabi), Majelis Ulama Indonesia menjalankan fungsi kenabian (an-

nubuwwah) yakni memperjuangkan perubahan kehidupan agar berjalan

sesuai ajaran islam, walaupun dengan konsekuensi menerima kritik,

tekanan dan ancaman karena perjuanganya bertentangan sebagai tradisi,

budaya dan peradaban manusia.24

2. Sebagai Pemberi Fatwa (Mufti)

Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pemberi fatwa bagi

umat Islam baik diminta maupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi

fatwa Majelis Ulama Indonesia mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi

umat Islam Indonesia yang sangat beragam alitan paham pemikiran serta

organisasi kegamaanya.

3. Sebagai Pembimbing dan Pelayan Umat (Ra’iy wa Khadim al-

Ummah)

22

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah

Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005, ( Jakarta:Sekretariat MUI, 2005),

hal.20 23

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5837dfc66ac2d/kedudukan-

fatwa-mui-dalam-hukum-indonesia diakses pada tanggal 23 November 2017 pada Pukul

17:00 WIB. 24

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah

Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005, hal. 24

Page 69: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

55

Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelayan umat yaitu

melayani umat dan bangsa dalam memenuhi harapan, aspirasi dan

tuntunan mereka. Dalam kaitan ini, Majelis Ulama Indonesia senantiasa

berikhtiar memenuhi permintaan umat, baik langsung maupun tidak

langsung akan bimbingan dan fatwa keagamaan. Begitu pula, Majelis

Ulama Indonesia berusaha memperjuangkan aspirasi umat dan bangsa

dalam hubunganya dengan pemerintah. 25

4. Sebagai Penegak Amar Makruf dan Nahyi Munkar

Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai wahana penegak

amar makruf nahyi munkar, yaitu dengan menegaksakan kebenaran

sebagai kebenaran dengan penuh hukmah dan istiqamah. Dengan demikian

Majelis Ulama Indonesia juga merupakan wadah perhidmatan bagi

pejuang dakwah (mujtahid dakwah) yang senantiasa berusaha merubah

dan memperbaiki keadaan masyarakat dan bangsa dari kondisi yang tidak

sejalan dengan ajaran agama islam menjadi masyarakat dan bangsa yang

berkualitas (khairu ummah). 26

5. Sebagai Pelopor Gerakan Pembaruan (al-Tajdid)

Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai pelopor tajdid yaitu

gerakan pembaruan pemikiran Islam. 27

6. Sebagai pelopor Gerakan Ishlah

Majelis Ulama Indonesia berperan sebagai juru damai terhadap

perbedaan yang terjadi di kalangan umat. Apabila terjadi perbedaan

pendapat di kalangan umat Islam maka Majelis Ulama Indonesia dapat

menempuh jalan al-jam’u wat taufiq (kompromi dan persesuian) dan tarjih

(mencari hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap

25

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah

Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005, hal. 25 26

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah

Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005, hal. 25 27

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah

Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005, hal.26

Page 70: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

56

terpelihara semangat persaudaraan (ukhuwwah) di kalangan umat Islam

Indonesia.

D. Metode MUI Dalam Menetapkan Fatwa

Salah satu syarat menetapkan fatwa adalah harus memenuhi

metodologi (manhaj) dalam berfatwa, karena menetapkan fatwa tanpa

mengindahkan manhaj termasuk yang dilarang oleh agama. Menetapkan

fatwa yang didasarkan semata karena adanya kebutuhan (li al-hajah), atau

karena adanya kemaslahatan (li al-mashlahah) atau karena intisari ajaran

agama (li maqashid as-syari’ah) dengan tanpa berpegang pada nushus

syari’ah , termasuk kelompok yang kebablasan (ifrathi).28

Oleh karenanya, dalam berfatwa harus tetap menjaga

keseimbangan dengan tetap memakai manhaj yang telah disepakati para

ulama, agar dapat memberikan fatwa tanpa pertimbangan hukum yang

jelas. Dasar umum penetapan fatwa didasarkan pada Al-Qur‟an, Sunnah

(hadits), ijma’ dan Qiyas serta dalil-dalil yang mu’tabar.29

Sedangkan

sumber lain, seperti istishan, sadd adz-dzari’ah dipersilisihkan oleh para

ulama mengenai validitasnya sebagai hukum (meskipun demikian metode

istinbath hukum istishan dan sadd adz-dzariah tetap digunakan dalam

fatwa MUI melalui pendekatan manhaji).30

Jumhur ulama menyepakati

validitas Al-Qur‟an, hadits, ijma‟ dan qiyas sebagai sumber-sumber

hukum syariah, berdasarkan firman Allah Subhanahu’ wa taʻala di dalam

Al-Qur‟an Surat An-Nisa: 59 sebagai berikut:

28

Komisi Fatwa MUI, Pedoman dan prosedur Penetapan Fatwa Majelis

Ulama ,(Jakarta: Sekretariat MUI, 2001). Lihat Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem

Hukum Islam , hal. 246 29

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, (Jakarta:

Erlangga) hal. 5 30

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 123

Page 71: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

57

31

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu

berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu

benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang

demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS

An-Nisa:59)

Al-qur‟an hadits, dan ijma‟ dianggap sebagai sumber hukum

yang berdiri sendiri karena tidak membutuhkan pihak lain dalam

menetapkan suatu hukum. Sedangkan qiyas tidak dianggap sebagai sumber

hukum yang berdiri sendiri karena membtuhkan analog hukum yang

terdapat di dalam Alqur‟an dan hadits, dengan menggali dan mencocokan

‘illah (sebab) pada hukum asal. Dengan demikian, sebagai dalil qiyas tidak

independen, namun terikat dengan ‘illah yang terdapat dalam nash Al-

qur‟an maupun hadits. 32

Sedangkan secara metodologi, Prosedur

penetapan fatwa Majelis Ulama Indonesia memiliki lima tahapan

diantaranya sebgaia berikut:33

Tahapan Pertama, setiap keputusan fatwa harus mempunyai

dasar di dalam Al-qur‟an dan hadits yang mu’tabar serta tidak

bertentangan dengan kemaslahatan umat. Sebelum fatwa ditetapkan akan

ditintau terlebih dahulu pendapat para imam mazhab tentang masalah yang

31

QS. An-Nisa‟:59 32

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 124 33

Ibid hal 124

Page 72: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

58

akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut dalil-dalilnya. 34

Tahapan Kedua, untuk masalah-masalah yang telah jelas hukumnya (al-

ahkam al-qath’iyyat), maka dismapaikan sebagaimana adanya. Hal ini

sebagai manifestasi dari penggunaan pendekatan nash qath’i, di samping

qawli, dan manhaji.35

Tahapan ketiga terkait dengna masalah-maslaah

yang diperselisihkan (khilafiah) di kalangan mazhab, maka akan ditempuh

dalam dua cara:

1) Menemukan titik temu diantara pendapat pelbagai mazhab

melalui metode al-jam’u wa at-tawfiq (menggabung dan

menyesuaikan persamaan); dan

2) Jika upaya al-jam’u wa at-tawfiq tidak berhasil dilakukan

maka penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih (memilih

pendapat yang argumentasinya paling kuat diantara

argumentasi yang telah ada) melalui metode muqaran al-

mazahib menggunakan kaidah –kaidah ushul al-fiqh al-

muqaran (ushul fikih perbandingan).

Tahapan keempat, terkait dengan masalah-maslah yang tidak

ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, maka penetapan MUI

didasarkan pada hasil ijtihad jama’i (kolektif) melalui metode bayani,

ta’lili (qiyasi, istishan, ilhaqi), istilahi dan sad adz-dzari’ah. 36

Tahapan

kelima, penetapan fatwa harus senantiasa memperhatikan kemaslahatan

umum (mashalih ‘ammah) dan maqashud asy-syari’ah.

Selain itu ada tiga pendekatan yang digunakan dalam proses

penetapan fatwa MUI, yaitu pendekatan nash, qath’I, qawli, dan manhaji.

Pemdekatan nash qath’i dilakukan dengan cara menggali jawaban atass

setiap persoalan hukum yang muncul berdasarkan kajian terhadap Al-

34

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 125 35

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 126 36

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 129

Page 73: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

59

Qur‟an dan hadits. Sementara pendekatan secara qawli adalah metode

penetapan hukum Islam dengan cara merujuk kepada pendapat-pendapat

(aqwal) pzra ulama terdahulu di dalam kitab-kitab standar fikih. 37

Penetapan fatwa berdasarkan keterangan nash Al-Quran dan hadits jelas

tidak memadai. Pasalnya, nash bersifat sangat terbatas, sedangkan

berbagai persoalan terjadi terus menerus dan terus berkembang. Dengan

demikian, tidak mungkin hanya berpegangan kepada aqwal ulama saja. 38

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lain yang dapat

dijadikan acuan. Komisi Fatwa MUI tidak hanya menggunakan

pendekatan nash dan qawli, tetapi juga menggunakan pendekatan manhaji.

Pendekatan manhaji adalah penggunaan metodologi hokum islam dalam

menetapkan suatu fatwa.39

Selain itu metode ijtihad yang digunakan

Majelis Ulama Indonesia dalam menetapkan suatu fatwa yakni

menggunakan metode ijtihad insyai’ dan ijtihad intiqai.40

Yaitu dengan

cara merujuk dan mengkaji pendapat para imam mazhab harus dilakukan

secara komprehensif, menyeluruh dan seksama. Ijtihad intiqai dilakukan

untuk memilih pendapat para hali fiqh terdahulu mengenai masalah-

masalah tertentu, seperti yang tertulis dalam berbagai buku fiqh, kemudian

menyeleksi mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan dengan

kondisi sekarang. Sedangkan Ijtihad insyai dilakukan untuk mengambil

kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa baru yang belum

diselesaikan oleh ahli fiqh terdahulu. 41

37

Ibid hal. 129 38

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 130 39

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 131 40

Deny Hudaeny, Aplikasi Ijtihad Intiqai dan Insyai dalam Kehidupan

Modern, (Jakarta: Pascasarjana UIN Jakarta, 2005), Tesis. Lihat Asrorun Ni‟am Sholeh,

Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, hal. 133 41

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal. 136

Page 74: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

60

BAB IV

FATWA MUI TENTANG PELAKSANAAN SALAT JUMʻAT

SELAIN DI MASJID

A. Pandangan Ulama Fikih Tentang Pelaksanaan Salat Jumʻat Selain Di

Masjid

Persoalan tentang pelaksanaan Salat Jumʻat selain di masjid

tentunya sangat penting apabila dijadikan acuan di lain waktu jika ada

kegiatan pelaksanaan Salat Jumʻat selain di masjid terlebih khususnya di

Indonesia. Dalam pembahasan di dalam ketentuan syarat Salat Jumʻat

dalam point tempat pelaksanaanya terdapat ikhtilaf di kalangan ulama

mazhab alasan terjadinya ikhtilaf di sini adalah apakah Salat Jumʻat wajib

dilaksanakan di masjid yang merupakan syarat sahnya Salat Jumʻat atau

tidak?. Setelah di teliti lebih dalam bahwa tempat pelaksanaan Salat

Jumʻat termasuk di dalam bagian syarat sahnya Salat Jumʻat

Jika di lihat dari pendapat keempat para Imam Mazhab yakni

Imam Abu Hanifah, Imam Asy-Syafi‟I, Imam Ahmad bin Hambal, dan

Imam Malik. Ketiga para ulama mazhab ini sepakat tentang kebolehnya

melaksanakan Salat Jumʻat di tanah lapang (selain dimasjid). Namun yang

terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama mazhab yakni Ulama

Malikiyah mereka berpendapat bahwa melaksanakan Salat Jumʻat itu tidak

sah kecuali di masjid 1 berikut adalah pemaparan pendapat dikalangan

ulama mazhab.

1 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri , Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arba‟ah (Kairo:

Daar al-Hadits, 1434 H-2003 M), Jilid Pertama, Bab Salat jumʻat , hal. 302.

Page 75: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

61

Menurut Mazhab Hanafi2 syarat sahnya salat jumʻat termasuk

misir jami‟ “ tidak ada jumʻat, tasyriq, idul fitri dan idul adha melainkan di

misir jami‟, karena para sahabat ketika menaklukan berbagai negeri dan

kampung mereka tidak sibuk mendirikan mimbar dan membangun masjid

saat berada di negeri dan kampung tersebut.mereka sepakat bahwa misir

jami‟ itu syarat didirikanya syariat. Adapun batasan yang disebut misir

jami‟ adalah di dalamnya ada suatu penguasa/qadhi untuk menegakkan

hukum hudud dan menjalankan hukum syari‟at lainya.3

Mereka juga

mensyaratkan yang menjadi imam Salat Jumʻat adalah pemipinya atau

wakilnya. Jika sang pemimpin memberikan izin untuk melaksanakan Salat

Jumʻat di bangunan masjid maka diperbolehkan untuk melaksanakan di

dalam masjid.4

Di dalam mazhab hanafi mereka mengkategorikan juga bahwa

pelaksanaan Salat Jumʻat bukanlah syarat sahnya Salat Jumʻat. Mereka

berpendapat bahwa sahnya Salat Jumʻat itu tidak diisyaratkan harus

dilaksanakan di dalam masjid, melainkan sah juga hukumnya jika

dilaksanakan di tanah lapang dengan syarat jarak jauhnya dari negeri

(kota) tidak lebih dari 1(satu) farsakh dan diizinkan oleh imam (pemimpin)

untuk mendirikan Salat Jumʻat di tempat tersebut sebagaimana yang telah

dikemukakan terdahulu dalam syarat-syarat Salat Jumʻat. Berikut adalah

pendapat al-Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi yaitu: 5

وال يشرتط لصحة اجلمعة إقامتها يف البنيان. و جيوز إقامتها فيما قاربه من الصحراء , وهبذا قال أبو حنيفة

“Tidak termasuk syarat sah pelaksanaan salat jumʻat harus

dilakukan di dalam bangunan. Pelaksanaan salat jumʻat boleh

2 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri , Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arba‟ah, hal. 303

3 Abu Bakar Muhammad bin Abu Sahl Asy-Syarkhasiy, Al-Mabsuth (Daar al

kitab al ulumiyah: Beirut-Lebanon,1414H/1993M) Juz 2., hal.1201-121 4 Asy Syaikh Abdul Qadir Ar Rahbawi, Ash Sholaah „Ala Al-Mazdahib Al-

Arba‟ah Ma‟a Adillah Ahkaamiha. Penerjemah Nurdin Apud Sarbini, Lc., Shalat Empat

Mazhab .(Jakarta: Akbar Media, Cetakan pertama, Januari 2016 M), hal.339 5 Ibnu Qudamah, Al-Mughni , (Darul Amirul Kitab: Kairo juz 3, 1426H-

2005M), Bab Shalat Jum‟at., hal. 212-216

Page 76: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

62

dilakukan di anah lapang yang dekat dengan bangunan. Ini juga

merupakan pendapat Imam Abu Hanifah”

Mazhab Hambali Mereka berpendapat bahwa Salat Jumʻat itu

sah dilaksanakan di tanah lapang bila itu dekat dengan bangunan. Yang

dimaksud dekat hendaklah disesuaikan dengan urf‟/ kedekatan ini

berdasarkan kebiasaan. Jika tanah lapang itu tidak dekat (dengan

bangunan), maka salat itu tidak sah. Jika imam hendak melasanakan salat

tersebut di padang pasir atau padang sahara maka hendaklah ia menunjuk

pengganti orang lain untuk menjadi imam yang meminpin salat bagi

makmum orang-orang yang lemah. Begitu juga dengan pendapat Ibnu

Qudamah tidak di isyaratkan untuk sahnya Salat Jumʻat untuk dilakukan di

masjid. Boleh saja jika melakukan Salat Jumʻat di tanah lapang yang dekat

dengan bangunan demikian juga pendapat ini yang di pakai oleh imam

Abu Hanifa. 6

Menurut Mazhab Syafi‟i mereka berpendapat bahwa Salat

Jumʻat itu sah jika dilaksanakan di tanah lapang apabila tanah lapang itu

dekat dengan bangunan. Batas dekat disni menurut mereka adalah (jarak)

tempat yang tidak sah bagi seorang musafir menqashar salat ketika sampai

di tempat salat itu. Yang semisal dengan tanah lapang adalah lembah yang

terdapat dalam pagar suatu negeri, jika ia berpagar. 7

Menurut pendapat Imam Nawawi yaitu:8

د ل ب ن م ة ع م اجل م هب د ق ع ن من ت أبنية يست وطن ها التصح اجلمعة إال يفو اء ف ل ال ام أي يف وال ملسو هيلع هللا ىلص اهللل رسو د ه يف ع ة ع م م اجل ق ت ل ه ن ل ة ي ر ق أو

د ل الب ل ه أ ج ر خ ن إ بدو. ف يف ت م ي ق ا أ ه ن أ ل ق ن ول ي ة ري د أوق ل يف ب إال يه ح ف ص ت م ل ن ف ط و ب س ي ل لنه ز جي ل ة ع م لوا اجل ص ف د ل الب ج ار إىل خ

6 Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah Al-

Maqdisiy, Al-Mughniy, (Daar Al-IIlmu Kiitab: Kairo, 1419H-1999M), Juz Tiga., hal.

213-124 7 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri , Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arba‟ah, hal. 303

8 Imam Abi Zakaria Muhidin bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu‟ Syarh Al-

Muhadzab, (Dar el fikr: Beirut-Lebanon, 1426H-2005 M), Juz ke empat., hal.419

Page 77: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

63

ت ر ض ح ف ه ت ار م ى ع ل ع ه ل ه م أ قا أ ف د ل ب ال م د ه ن ا إن . و و د لب كا ة ع م اجل ان ط يست اال ع ض و يف م م ه ن ا ل ه ت ام ق إ م ه م ز ل ة ع م اجل

“Salat Jumʻat bisa sah jika dilakukan di sebuah bangunan yang

jamaahnya merupakan warga tetap di suatu negeri atau daerah

sehingga dengan jamah tersebut salat jumʻat dapat terlaksana.

Sebab, pada masa Nabi dan Khulafa‟ ar-Rasyidun salat jumʻat

hanya dilaksanakan di suatu negara atau daerah. Tidak ada

riwayat yang menyatakan bahwa salat jumʻat dilaksanakan di

padang sahara. Jika suatu warga suatu daerah

berpegian/merantau ke daerah lain, kemudian melaksanakan

salat jumʻat, maka salat jumʻat tersebut tidak dianggap sebagai

keabsahan salat jumʻat (maksudnya, salat jumʻat mereka tidak

menjadi perhitungan akan keabsahan salat

jumʻat).Sebab,mereka(yang sedang berpegian atau merantau)

itu bukan menjadi warga tetap di daerah yang dikunjungi tadi.

Maka, salat jumʻat yang hanya dilakukan oleh para perantau

tadi tidak sah layaknya seperti yang dilakukan oleh orang-

orang badui. Jika suatu daerah terjadi keruntuhan atau

kerusakan, kemudian warganya memperbaiki daerahnya itu,

sampai tiba waktu salat jumʻat maka warga tersebut

dibebankan untuk melaksanakan salat jumʻat. Sebab mereka

sudah termasuk kategori warga tetap.

Menurut Imam Taqiyudin syarat sahnya pelaksanaan Salat

Jumʻat ada 3 (tiga) salah satunya di negeri atau kota atau desa yang

dimana bangunan tersebut berupa batu atau kayu atau ranting dan

sebagainya. Persyaratan ini karena Salat Jumʻat yang didirikan pada zaman

Rasulullah Salallahu‟ „alaihi wa sallam seperti itu. Dan disyaratkan di

dalam bengunan tersebut itu menyatu dan tidak memisah. 9

Menurut Zainudin bin Muhammad Al-Ghazali menyatakan

bahwa sekalipun jika pelaksanaan Salat Jumʻat di sebuah padang yang

masih pedalaman wilayahnya maka salat tersebut tidak boleh dilaksanakan

sejauh di perbolehkanya salat qashar yakni 86 km.10

Lain halnya jika

9

Imam Taqiyudin Abi Abakar ibn Muhammad Al Husaini As Syafi‟i,

Kifayatul Akhyar, (Maktab Darul Ihya: Ttp), Jilid Satu, hal. 147

10 Zainudin bin Muhammad Al-Ghazali Al-Malibari, Fathul Mu‟in.

Penerjemah Ali As‟ad, Terjemah Fath al-Mu‟in (Menara: Kudus, 1976M), jilid I, hal. 318

Page 78: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

64

sudah termasuk wilayah tersebut maka sudah boleh dilaksanakanya salat

qashar.

Menurut pendapat Ibnu Hajar Al-Haytami As-Syafi‟I

menjelaskan:11

سجد كماصرح

ة إقامتهاامل وابه ف لو أقاموهايف أن اجلمعة اليشت رط لصحة فضاءالعمرا ن صح

“Sesungguhnya jumʻat tidak diisyaratkan kesahannya di masjid.

sebegeimana mereka secara tegas berpendapat sekiranya

mereka melaksanakan shalat jumʻat di tempat terbuka di antara

gedung atau bangunan maka shalatnya sah.”

Menurut Ulama Mazhab Maliki mereka berpendapat bahwa

Salat Jumʻat itu tidak sah dilaksanakan di rumah, tidak pula di tanah

lapang, di halaman rumah, dan di hotel. Melainkan harus di masjid dan ini

merupakan syarat mutlaq yang harus dipenuhi agar terciptanya

kekhusukan di dalam pelaksanaan salat jumʻat.menurut Mazhab Maliki

sahnya melaksanakan salat menurut mereka harus terpenuhinya keempat

syarat yaitu Imam, Jamaah, Masjid dan Tempat duduk. Sekaligus menjadi

syarat sahnya dan syarat wajib.12

B. Analisis Fatwa MUI Tentang Pelaksanaan Salat Jumʻat Selain Di

Masjid

Pada masa modern ini seluruh umat manusia berpacu dalam

segala bidang kehidupan kehidupan, baik itu kehidupan yang bersifat

duniawi maupun kehidupan yang bersifat ukhrawi. Untuk

menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat maka diperlukan

pengetahuan yang luas, baik itu pengetahuan yang bersifat umum dan

agama.

11

Hukum shalat Jum‟at di Luar Masjid, m.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah

hukum-solat-jumat-selain-di-masjid.html di akses pada tanggal 25 januari 2018. Pukul

10.00 WIB 12

Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu. Penerjemah Abdul

Hayyie al-Kattani,dkk. Jilid II, hal. 388

Page 79: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

65

Betapa pentingnya nilai ilmu pengetahuan tersebut baik agama

mapun umum dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu pengetahuan

tersebut manusia akan mengalami kemajuan, kebahagiaan dan

kesejahteraan apabila ilmu pengetahuan ini dimanfaatkan dengan sebaik-

baiknya oleh manusia tersebut. Berbicara tentang urgensinya fatwa dalam

kehidupan umat manusia itu sendiri fatwa tersebut tidak bisa dipisahkan

dari kedua sumber hukum yang ada di dalam hukum islam yaitu Al-qur‟an

dan Sunnah. Al-qur‟an dan Sunnah yang bersumber dari Rasulullah

Salallahu‟ „alaihi wa sallam juga masih perlu ada penjabaran secara

mendetail terhadap masalah-masalah yang diangkat sebelumnya.

Fatwa juga sebagai bentuk pengambilan hasil keputusan hukum

syariat yang sedang diperselisihkan. Fatwa juga sebagai jalan keluar dari

kemelut perbedaan pendapat dari para ulama. 13

Fatwa juga tidak telepas

dari pembicaraan ilmu fikih dengan segala cabangnya. Persoalan fatwa

selalu berkaitan dengan masalah kehidupan.

Setiap ketetapan hukum mempunyai sumber pengambilan

hukum dalam ilmu fikih yang dikenal dengan istinbath hukum. Istinbath

(pengambilan hukum ) dalam syariat islam harus selalu mengikuti aturan

yang sudah ditetapkan oleh Nash yaitu al-Qur‟an dan Hadits. Allah

Subhanahu Wa Ta‟ala telah menurunkan agama Islam yang memuat

ajaran universal yang bersifat fleksibel untuk kemaslahatan hidup manusia,

baik di dunia maupun di akhirat.

Kemaslahatan hidup manusia merupakan tujuan dari

disyariatkanya ajaran agama Islam. Allah Subhanahu Wa Ta‟ala

menetapkan syariat dengan prinsip-prinsip kemudahan, menghindari

kesempitan dan memberikan kemudahan bagi hamba-Nya. Salah satu

prinsip penysariatan (tasyri) adalah memberikan kemudahan (at-taysir)

dan menghindari kesulitan bagi umat („adam al-haraj). Untuk hal itu,

13

Rohadi Abdul Fatah, M.Ag, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih

Islam, hal. 27

Page 80: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

66

Allah Subhanahu Wa Ta‟ala mengutus Nabi Muhammad sebagai Rasul

yang membawa syariat untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.14

Seiring kebutuhan zaman, produk-produk hukum fikih

mengalami proses dalam setiap implementasinya. Persoalan-persoalan

lama yang begitu kompleks memerlukan jawaban praktis, upaya

semaksimal mungkin untuk mencari titik temu dan menghindari terjadinya

perbedaan pendapat di antara ulama. muraah al-khilaf adalah salah satu

perwujudan sebagai suatu pertanyaan dalam menjawab permasalahan

hukum secara kehati-hatian. Selain menjadi salah satu metode dalam

penetapan hukum, langkah ihtiyathi didasarkan pada pertimbangan

strategis. Jika kita mengambil pandangan mazhab fikih yang

mengedepankan kehatian-hatian, maka opini fikih, fatwa dan standar

hukum Islam yang dilahirkan akan diterima oleh semua pihak di kalangan

masyarakat.15

Sebagaimana yang telah tercantum dalam ilmu ushul fiqh bahwa

setiap akan menetapkan suatu fatwa terlebih dahulu harus merujuk kepada

al-Qur‟an dan Sunnah. Selanjutnya, jika ada permasalahan yang akan

difatwakan hukumnya jika tidak ditemukan dalam kedua sumber hukum

tersebut, perlu diteliti secara mendalam dan diperhatikan apakah mengenai

hal yang akan dikaji pernah ada ijma‟ dari ulama terdahulu atau tidak?.

Jika ternyata telah ada ijma‟ yang pernah membahasnya maka fatwa

tersebut harus sejalan dengan ijma‟ dan fatwa tersebut dan tidak boleh

bertentangan. Hal ini mengingat bahwa ijma‟ memiliki otoritas yang kuat,

bersifat absolut dan berlaku universal. Kemudian jika tidak ada ijma‟,

fatwa dikeluarkan setelah memalui proses ijtihad dengan menggunakan

14

Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, hal 19 15

Sambutan Kata pengantar DR. (HC) K.H. Ma‟ruf Amin Ketua Umum

Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lihat Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (jakarta: Erlangga,2016)., hal. xxxiii

Page 81: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

67

perangkat-perangkat ijtihad yang memadai serta berpegang pada dalil-dalil

hukum lain, seperti qiyas dan sebagainya. 16

Fatwa dan ijtihad merupakan dua hasil pemikiran ulama/ahli

fikih Islam yang patut dipertahankan sepanjang masa. Kaitan fatwa dan

ijtihad ini sangat erat sekali, sebab ijtihad itu merupakan usaha maksimal

para ahli untuk mengambil hukum-hukum tertentu. Fatwa dan ijtihad itu

memunculkan pola pikir yang dinamis dalam menegakkan ajaran-ajaran

Islam secara murni. Sebab pada masa modern ini dituntut bagi setiap

individu muslim senantiasa berpikir melakukan terobosan untuk

mempertahankan nilai-nilai ajaran Islam.17

Agar tidak terbawa oleh aliran-

aliran yang dapat menjerumuskan manusia itu sendiri.

Di Samping itu di dalam menetapkan suatu fatwa selain merujuk

kepada kedua sumber Hukum Islam yakni al-Qur‟an dan Sunnah sumber

lainya juga adalah dengan cara merujuk dan mengkaji pada pendapat

imam mazhab terdahulu. Pengkajian terhadap pendapat imam mazhab ini

harus dilakukan secara komprehensif, menyeluruh dan seksama. Artinya,

jika mengenai masalah yang akan dikaji atau difatwakan terdapat beberapa

pendapat, semua pendapat itu harus di perhatikan dan di teliti, kemudian

dikaji dalil-dalil yang dikemukakan oleh masing-masing imam mazhab.

Baru kemudian diputuskan pendapat mana yang akan ditetapkan sebagai

fatwa. Pendapat yang diambil sebagai fatwa ini sudah tentu harus

merupakan pendapat yang paling kuat dalilnya serta membawa

kemaslahatan umat.

Selanjutnya sebelum fatwa tersebut di keluarkan untuk di

jadikan pedoman bagi masyarakat. Terlebih dahulu fatwa tersebut di uji

oleh ahlinya mengenai bidang yang akan di fatwakan. Contohnya seperti,

jika masalah yang dihadapi mengenai masalah-masalah kontemporer

16

Aidilla Putri Hapsari, “Hukum Aborsi Terhadap Janin Yang Cacat (Studi

Analisis Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005) ” ( Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Institut

Agama Islam Negeri Surakarta, 2017), hal. 77 17

Rohadi Abdul Fatah, M.Ag, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih

Islam, hal. 108-109

Page 82: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

68

misalnya permasalahan mengenai hukum memakan kopi luwak (kopi yang

diolah dan dihasilkan dari pencernaan hewan luwak) dan hukum memakan

daging kepiting maka, terlebih dahulu mendatangkan dan mendengarkan

penjelasan dari para ahlinya sehingga jelas letak permasalahanya. Dengan

adanya di datangkan ahli oleh lembaga tersebut maka agar lebih detail

hasil penjelasan bagi objek yang akan diteliti sebelum dijadikan/ditetapkan

menjadi suatu hukum. Maka dengan ini proses pemberlakuan berupa

metode ijtihad digunakan untuk menentukan hukumnya. 18

Dengan cara

demikian, diharapkan fatwa yang dikeluarkan mempunyai dasar dan

landasan hukum yang benar secara ilmiah dan dapat dipertanggung

jawabkan.

Menurut analisa penulis bahwa metode Majelis Ulama Indonesia

menetapakan fatwa tentang pelaksanaan Salat Jumʻat selain di masjid

adalah dengan menggunakan metode yang mendasarkan hukumnya atas

dasar kemaslahatan untuk umat yang di dalamnya terdapat maqashid al-

syariah (tujuan – tujuan ditetapkanya hukum); yang meliputi lima perkara,

yaitu memelihara agama (hifzh ad-din), memelihara jiwa (hifzh an-nafs),

memelihara akal (hifzh al„aql), menjaga keturunan (hifzh an-nasl),

memelihara harta (hifzh al-mal).

Jika memahami satu penjelasan yang diberikan oleh Bapak

Asrorun Ni‟am dalam mata perkuliahan Filsafat Hukum Islam beliau

menjelaskan bahwasanya dengan adanya maqashid al-syariah ini setiap

upaya untuk memelihara eksistensi kelima perkara tersebut dikategorikan

sebagai maslahat (manfaat). Sebaliknya, hal-hal yang dapat merusak dan

mengancam eksistensi kelima perkara tersebut dikategorikan sebagai

mafsadat (kerusakan) maka dengan hal ini dapat terhindarkan. 19

Untuk

mementukan baik-buruk suatu perbuatan, juga mengukur manfaat atau

18

Bimbingan Teknis Penyusunan Fatwa, Yang Diselenggarakan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Tanggal 24-25

Oktober 2016. Narasumber Prof. Dr. Hj Huzaemah Tahido Yanggo,MA 19

Al-Ghazali, al-Mustashfa min „Ilm al-Ushul (Beirut: Dar al-Fikr, 1983),

Jilid I, juz II, hal. 209. Lihat Asrorun Ni‟am Sholeh, Metodologi Penetapan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia, hal 51

Page 83: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

69

mafsadatnya, serta dalam rangka mewujudkan tujuan utama pembentukan

dan pembinaan hukum, maka tolak ukurnya adalah apa yang menjadi

keperluan dasar bagi manusia.

Adanya syariat islam diturunkan untuk melindungi dan

memelihara kepentingan manusia, baik kepentingan material, sprirtual,

individu maupun kepentingan sosial. Syariat Islam memelihara

kepentingan tersebut atas keadilan dan keseimbangan tanpa melewati batas

atau dapat mendatangkan kerugian. Tuntutan keperluan yang harus

dipenuhi untuk kelangsungan kehidupan umat manusia mempunyai tiga

tingkatan, yaitu yang bersifat primer (dharuriyyat) masalah-masalah

penting yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia apabila

hal tersebut tidak dipenuhi maka akan terjadi kerusakan dan kekacauan,

sekunder (hajiyat) adalah hal-hal yang dibutuhkan manusia untuk

mendapatkan kelapangan hidup, apabila hal tersebut tidak dipenuhi maka

manusia akan selalu dihinggapi perasaan kesempitan dan kesulitan. dan

tersier atau pelengkap (tahsiniyat). 20

Tingkatan dharuriyyat adalah

kebutuhan yang mutlak ada, yang dapat menjamin eksistensi maqashid al-

syariah untuk kepentingan untuk mewujudkan kemaslahatan baik di dunia

maupun diakhirat, sehingga tidak ada satupun hukum yang ditetapkan oleh

syara‟ yang tidak mengandung kemaslahatan. Karena pada dasarnya

penetapan suatu hukum adalah untuk menghindari kemudharatan yang ada

atau yang akan datang. Dalam masalah ibadah, hal-hal yang bersifat

dharuriyyat diantaranya salat, membayar zakat, mengerjakan puasa dan

ibadah haji. Begitu pula dalam hal shalat Kelima hal itu merupakan ibadah

pokok yang mutlak ada untuk menjaga salah satu aspek dalam maqashid

al-syariah, yakni memelihara agama (hifzh ad-din). Jika kelima ibadah itu

ditinggalkan atau ada pihak yang menghalang-halangi pelaksanaanya

sehingga tidak terlaksana, maka hancurlah agama. Karena itu, upaya untuk

20

Rohadi Abdul Fatah, M.Ag, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih

Islam, hal. 60

Page 84: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

70

melestarikan hal-hal pokok semacam itu menjadi kebutuhan paling penting

bagi kaum muslimin.

Begitu juga pada penjelasan fatwa Majelis Ulama Indonesia

tentang Pelaksanaan Salat Jumʻat selian di masjid dalam hal ini Majelis

Ulama Indonesia tidak membenarkan mengistinbathkan suatu ketetapan

hukum dengan cara yang menduga-duga dan di dasarkan pada keinginan

dan kepentingan tertentu tanpa di dasari oleh dalil-dalil semata saja.21

Melainkan harus dengan kehati-hatian dalam menetapkan suatu hukum.

Dalil-dalil yang dijadikan landasan oleh MUI seperti yang

tertuang dalam keputusan fatwa yakni yang terdapat dalam QS. At-

Taubah: 18

22

Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-

orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta

tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut

(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-

orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang

mendapat petunjuk”.

Makna arti dari ayat di atas bahwasanya dapat dipahami barang

siapa saja yang benar-benar memberdayakan masjid dalam arti

memakmurkannya hanyalah orang - orang yang beirman kepada Allah dan

hari kemudian maka akan selalu di berikan petunjuk kejalan yang lurus

dan benar. Memakmurkan masjid mencakup banyak aktifitas di dalamnya

21

Nurul Muhajaro, “Analisis Tehadap Keputusan Majelis Ulama Indonesia

Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Hak Cipta.” ( Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Institut Agama

Islam Negeri Walisongo Semarang , 2008), hal. 58 22

QS At-Taubah:18

Page 85: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

71

antara lain membangun, beribadah dengan tekun di dalamnya. Begitu pula

dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Rasulullah Salallahu‟ ʻalaihi wa

sallam

ث نا سيار هو أبو ث نا هشيم قال حد د بن سنان قال حد ث نا مم حدث نا جابر بن عبد الله قال ث نا يزيد الفقري قال حد الكم قال حد

ق بلىي ي عطهن أحد من النبياء أعطيت خسا ل ملسو هيلع هللا ىلصرسول اهلل ا وطهورا نصرت بالرعب مسرية شهروجعلت يل الرض مسجد

الة ف ليصل واحلت يل الغ ارجل من أميت أدركته الص كان النيب نائم و وايفاعةيبعث إيل قومه خاصة وبعثت ايل الناس كاف روا ) ة واعطيت الش

23 البخاري(

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan berkata,

telah menceritakan kepada kami Husyaim berkata, telah

menceritakan kepada kami Sayyarah -yaitu Abu Al Hakam-

berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid Al Faqir

berkata, telah menceritakan kepada kami Jabir bin „Abdullah

berkata, “Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda:

“Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada

seorangpun dari Nabi-Nabi sebelumku; aku ditolong melawan

musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan

perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan

suci; maka dimana saja seorang laki-laki dari ummatku

mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat. Dihalalkan harta

rampasan untukku, para Nabi sebelumku diutus khusus untuk

kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku

diberikah (hak) syafa‟at”

Rahmat Allah Subhanhu‟ Wa Ta‟ala ini merupakan kemudahan

bagi umat Islam sehingga di mana saja mereka berada mereka dapat

beribadah kepada Allah SWT. Pada sisi lain, kabar ini juga merupakan

pengingatan kepada umat Islam agar selalu mengingat Allah SWT di

manapun mereka sedang berada, apakah mereka sedang beraktivitas di

23

Muhammad Ibn ismail al-Bukhari, Shahih Bukhori ( Kairo: Daar al-Hadits)

Jilid I,. Bab Shalat,. No. 419., hal. 191

Page 86: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

72

pasar, jalanan, sekolah, universitas, rumah, atau tempat-tempat lain.

Sungguh Allah Subhanahu‟ Wa Taʻala sangat sayang kepada manusia,

sehingga memberi kemudahan yang demikian agar kita senantiasa dekat

kepada-Nya. Sebagaimana yang tertuang dalam fatwa, dalam hal ini

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia juga menggunakan beberapa

qaidah fiqhiyah di antaranya yaitu:

الضرريدفع بقدر اإلمكان

“ Mudarat itu dicegah semaksimal mungkin”

Di sini penulis memahami arti dari qaidah yang terdapat dalam

fatwa penjeleasanya diatas adalah mudharat itu harus di cegah semaksimal

mungkin agar tidak menjadi perkara yang lebih besar lagi di lain waktu.

Yang di mana menghilangkan kemudharatan (bahaya) yang telah terjadi

adalah suatu kewajiban bagi setiap umat manusia, dan juga diwajibkan

untuk memperbaiki kerusakan yang telah ditimbulkan oleh manusia. Sama

seperti halnya suatu hukum yang asal hukumnya haram maka hukumnya

tetap haram yang tidak bisa diubah lagi ketentuannya.

صتصرف اإلمام ع

لحة لى الرعية منوط بامل

“Tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap rakyat

harus mengikuti kemaslahatan”

Syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam kaidah ini adalah

kemaslahatan yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan maqashid

as-syar‟I, pilihlah maslahah yang terbaik di antara maslahah yang

mungkin tercapai, tutuplah dan hindari kemudharatan yang mungkin

terjadi. Kebijakan pemimpin dalam kaidah ini setidaknya bisa

menimbulkan kepastian hukum bagi masyarakatnya. Begitu pula jika kita

mengacu pada pelaksanaan Salat Jumʻat di lapangan yang telah terjadi,

Page 87: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

73

masyarakat membutuhkan kepastian hukum dari pihak yang berwenang

apakah boleh hukumnya melaksanakan Salat Jumʻat dilapangan atau

tidak?. Dengan adanya tindakan seorang pemimpin yang selalu memegang

teguh prinsip-prinsip ke Islaman maka segala sesuatu perselisihan baik

yang besar maupun yang kecil dan berbagai perbedaan pendapat bisa

terhindari.

Dalam hal ini Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

menetapkan bahwa Salat Jumʻat merupakan kewajiban setiap muslim yang

baligh, laki-laki, mukim dan tidak ada udzur syar‟i. Pelaksanaan unjuk

rasa untuk kegiatan amar makruf nahi munkar, termasuk tuntutan untuk

penegak hukum dan keadilan tidak menggugurkan kewajiban

melaksanakan Salat Jumʻat. Salat Jumʻat hukumnya sah jika dilaksanakan

di luar masjid selama berada di area pemukiman. Apabila Salat Jumʻat

dilaksanakan di luar masjid maka harus memperhatikan terjaminya

kesucian tempat dari najis, tidak menggangu kemslahatan umum dan

terjaminya kekhusukan, dan keselamatan pelaksanaan salat selama proses

Salat Jumʻat berlangsung.

Di samping itu Majelis Ulama Indonesia juga melihat pendapat

dari al-Imam al-Ramli “ Dan makruh hukumnya salat di jalan dan di

bangunan saat orang-orang sedang lewat seperti tawaf, karena akan dapat

mengganggu kekhusyukanya, berbeda dengan di tanah lapang yang sepi

dari lalu lalang manusia (tidak makruh) sebagaimana pendapat yang

dishahihkan oleh Imam al-Nawawi dalam al-Tahqiq”. Jika dilihat dari

pendapat diatas melaksanakan Salat Jumʻat boleh di tanah lapang

dikarenakan tanah lapang sangat sepi dan jarang dilalui oleh orang. Yang

tidak diperbolehkan menurut pendapat Imam al-Ramli adalah

melaksanakan salat di jalanan. Di sini, penulis mengambil kesimpulan

tidak diperbolehkanya salat di jalan karena banyak hal-hal yang

dikhawatirkan di antaranya mengganggu pengguna jalan dan kesucian

Page 88: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

74

dijalan tersebut. Seperti yang telah diketahui bahwa jalanan juga termasuk

ke dalam tempat yang dilarang untuk mendirikan salat.

Menurut pendapat penulis pada fatwa ini juga Majelis Ulama

Indonesia lebih banyak mengakomodir kitab-kitab karya Mazhab Syafi‟I

dan dalam fatwa ini juga sudah sejalan dengan kedua sumber Hukum

Islam yakni Al-qur‟an dan As-Sunnah.

Menurut analisa penulis jika dilihat pelaksanaan Salat Jumʻat

selain masjid itu diperbolehkan dan sah hukumnya, asalkan tempat

tersebut harus terjamin kekhusyukan dan kesucian tempatnya dari najis

yang terlihat maupun tidak. Sebab dikhawatirkan jika Salat Jumʻat di

laksanakan selain di masjid jika terdapat najis dan menggangu

kekhusyukan pada saat melaksanakan salat, maka salat pun menjadi tidak

fokus. Begitu pula adanya persamaan fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis

Ulama Indonesia dengan Dewan Syariah Malaysia yakni jika

permasalahan untuk melaksanakan sembahyang jumʻat di kawasan

kediaman masjid yang dimana masjid itu tidak dapat menampung jumlah

jamaah yang ada. Maka dengan ini majelis ulama di Malaysia

memperbolehkan sembahyang jumʻat tidak di masjid karena dilihat dari

jumlah jamaah yang tidak tertampung, mereka menjadikan pendapat imam

Abu Hanifah untuk mengeluarkan fatwa ini dan di Malaysia juga tetap

tidak memperbolehkan sembahyang jumʻat di jalanan, penjara dan pasar

sebagai tempat melaksanakan salat karena dapat mengganggu ketertiban

dan kenyamanan.24

Yang harus di garis bahwahi di sini bahwasanya jika

selama tidak ada udzur yang benar-benar mendesak untuk melaksanakan

Salat Jumʻat selain di masjid maka hukumnya wajib harus di masjid.

24

Ahmad Hidayat Buang, “Analisis Fatwa-Fatwa Syariah Di Malaysia”.

Dalam Jabatan Syariah dan Undang-undang Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya.

(Malaysia: Pusat Pungutan Zakat Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan, 21 Agustus

2007), hal. 163-173

Page 89: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

75

Pada pembahasan pelaksanaan Salat Jumʻat selain di masjid itu

tidak tertulis di dalam fikih secara jelas, maka dari itu banyak menjadi

pertanyaan di kalangan masyarakat apakah boleh hukumnya Salat Jumʻat

di lapangan?. Majelis Ulama Indonesia memutuskan fatwa perihal

pelaksanaan Salat Jumʻat selain di masjid hukumnya diperbolehkan dan

sah jika dilaksanakan selain di masjid begitu pula di lapangan seperti

peristiwa yang telah terjadi. Jika Salat Jumʻat silaksanakan di luar masjid

Majelis Ulama Indonesia memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi

diantaranya yaitu: terjaminya kehkhusyukan rangkaian pelaksanaan salat

jumʻat, terjaminya kesucian tempat dari najis baik yang terlihat maupun

tidak, tidak mengganggu kemaslahatan umum dan terjaminya keamanan

dalam pelaksanaan tersebut.

Dari uraian di atas Jika semua syarat-syarat telah dipenuhi maka

sah hukumnya melaksanakan salat di lapangan. Begitu juga hal yang perlu

diingat bahwa unjuk rasa pada kegiatan amar ma‟ruf nahi munkar itu

adalah kewajiban untuk menegakan keadilan dan tidak menggugurkan

kewajiban Salat Jumʻat.

C. Faktor Yang Melatarbelakangi MUI Mengeluarkan Fatwa Tentang

Pelaksanaan Salat Jumʻat Selain di Masjid

Latar belakang di tetapkan nya fatwa ini yakni beberapa waktu

yang lalu Indonesia mengalami sebuah kasus yang di mana sangat

terbilang menyinggung hati Umat Muslim di Indonesia yakni pernyataan

seorang Gubernur yang menistakan salah satu ayat yang ada di dalam al-

Qur‟an di dalam kampanyenya. Hal tersebut mengundang banyak reaksi di

kalangan umat muslim Indonesia dan masyarakatpun mengadakan aksi

pada 2 Desember 2016, yang disebut dengan aksi 212 yang di mana acara

ini semacam kegiatan unjuk rasa dari masyarakat muslim Indonesia

terhadap kasus penistaan agama tersebut .

Page 90: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

76

Bahkan sebelum terjadinya aksi 212 tersebut yang di mana

kegiatan unjuk rasa telah terlebih dahulu berlangsung pada aksi 4

November 2016 yang dalam aksinya Umat Islam menyampaikan kepada

pemerintah agar memberikan hukuman yang adil untuk kasus ini.

Pada penyelenggaran aksi damai 212 ini Umat Islam bertepatan

pada hari Jumʻat yang akan diadakanya kegiatan dzikir dan do‟a serta

Salat Jumʻat berjamaah di Lapangan Monas. Sebab diadakanya Salat

Jumʻat berjamaah ini di Lapangan Monas atau jalan-jalan sekitarnya

dikarenakan jumlah jamaʻah yang sangat banyak dan sehingga tidak

tertampung jika dilaksanakan di Masjid Istiqlal, maka dipilihlah tempat

pelaksanaan Salat Jumʻat ini di Lapangan Monas dan sekitarnya.

Selain pada kasus yang terjadi hal yang melatarbelakangi

dikeluarkanya fatwa ini salah satunya adalah Kepolisian Negara Republik

Indoneisa yaitu Jenderal Tito Karnavian mengemukakan bahwasanya, aksi

Bela Islam III akan digelar di Silang Monas, Jakarta Pusat, Pada tanggal

02 Desember 2016. Hal itu diungkapkan Tito setelah bertemu dengan

Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPGMUI)

di kantor MUI, Jakarta Senin 28 November 2016. Kegiatan ini dilakukan

dari Pukul 08.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Aksi akan dilakukan

dalam bentuk kegiatan keagamaan seperti dzikir, tausiyah dan Salat Jumʻat

bersama.

Menurut Tito,25

awalnya para peserta aksi akan melakukan

kegiatan dzikir, tausiyah dan Salat Jumʻat di Jalan Thamrin-Sudirman

namun, kepolisisan menyampaikan argumen berdasarkan hukum

melaksanakan ibadah salat dilakukan di jalan. Aturan itu berdasarkan

Undang-Undang (UU) Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan

menyampaikan pendapat di muka umum. pada Pasal 6 Undang-Undang

25

M.viva.co.id/berita/nasional/B53123-kapolri-aksi-bela-islam-iii-2-desember-

digelar-di-monas. Diakses Pada Tanggal 13 Desember 2017, Pukul 20.00 WIB

Page 91: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

77

tersebut menyebutkan unjuk rasa tidak boleh menggangu ketertiban umum

dan hak orang lain. Kemudian, pada Pasal 15 Undang-Undang tu

disebutkan bahwa jika Pasal 6 dilanggar maka kegiatan unjuk rasa dapat

dibubarkan. kegiatan salat di jalan, kata Tito selain mengganggu ketertiban

umum juga bisa menimbulkan preseden buruk untuk unjuk rasa berikutnya

dengan modus yang sama dari elemen tertentu. “ Bayangkan jika setiap

keagamaan dilakukan di jalan,” ujarnya.

Dan lahirnya fatwa ini juga sangat penting yakni untuk dijadikan

pedoman dilain waktu apabila diadakanya kembali kegiatan ibadah diluar

masjid agar masyarakat tidak berselisih pendapat tentang kebolehan

melaksanakan Salat Jumʻat atau Ibadah Keagamaan selain di masjid.

Page 92: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang penulis

buat, ialah sebagai berikut:

1. Bahwasanya para Imam Mazhab yaitu Imam Abu Hanifa, Imam Asy-

Syafi’I, Imam Ahmad bin Hambali sepakat akan tentang kebolehnaya

melaksanakan salat jumʻat selain di masjid dan tidak termasuk syarat

sahnya salat jumʻat. Hanya Imam Malik yang mewajibkan pelaksanaan

salat jumʻat harus di masjid karena masjid termasuk syarat sahnya salat

jumʻat dalam Mazhab Maliki.

2. Hasil dari analisis fatwa tersebut bahwasanya Majelis Ulama Indonesia

menetapkan fatwa tentang salat jumʻat ini sudah sesuai dengan dasar –

dasar hukum Islam yaitu Al-Quran dan Hadits. Dan telah

memperhatikan maqashid syariah yang dimana untuk mewujudkan

kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat. Pelakasanaan salat

jumʻat selain di masjid itu diperbolehkan dan sah hukumnya, asalkan

tempat nya harus terjamin kesucian, kenyamanan dan keamananya.

Yang harus di garis bawahi disini apabila tidak ada udzur yang benar-

benar mendesak untuk melaksanakan salat jumʻat selain di masjid maka

lebih utama di masjid.

3. Latar belakang dikeluarkanya fatwa ini adalah karena pada tanggal 2

Desember 2016 dilaksanakanya salat jumʻat di lapangan Monas karena

banyaknya jamaah yang mengikuti kegiatan Aksi Bela Islam. Sehingga

tidak tertampungnya jamaah di Masjid Istiqlal. Begitu juga atas

permintaan KAPOLRI yaitu Jendral Tito kepada GNPFMUI tentang

bagaimana hukumnya salat jumʻat di lapangan tersebut.

Page 93: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

79

B. Saran

1. Kepada Umat Islam di seluruh Indonesia alangkah baiknya sebelum

melakukan sesuatu perbuatan yang bersifat kontemporer lebih baik

ditanyakan dahulu kepada pihak yang berwenang (Majelis Ulama

Indonesia) tentang bagaimana status hukumnya.

2. Kepada seluruh kaum muslimin jika hendak melaksanakan salat jumʻat

selain dimasjid selama tidak ada udzur yang benar-benar mendesak

untuk melaksanakan salat jumʻat selain di masjid maka hukumnya

wajib dan lebih utama di masjid.

3. Dalam penulisan skripsi ini tentunya masih banyak kekurangan dan

belum sempurna. Maka penulis sarankan untuk kedepanya supaya

pembuat skripsi selanjutnya dapat lebih baik lagi dalam berkarya.

Page 94: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

80

DAFTAR PUSTAKA

Teks

Abdullah, Jamil Hasyim, Masa‟il Al-Fiqh Al-Muqarin. Jami‟ah Baghdad:,

Baitul Hikmah 1989 M

Albani, Muhammad Nashiruddin, Shahih Al-Jami‟ Asy-Syarh ash-Shagiir,

Jilid 1 Dar el-Hadits : Kairo, 2016 M.

Amin, Ma‟ruf, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, Cet. Pertama, Jakarta:

elSAS, 2008.

Asy‟ats, Sulaiman bin bin Syaddad bin amrin bin amir, Sunan Abi Daud,

Jilid I, Kairo: Daar el-Hadits, 2010.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Al-

Wasiiytu fii Al-Fiqh Al-Ibadah Penerjemah Kamran As‟ at Irsyady

dan Ahsan Taqwim, Fiqh Ibadah, Jakarta: Amzah, 2010.

Bahammam, Abdullah, Fiqih Ibadah Bergambar, Cet. Pertama, Jakarta:

Mutiara Publishing, 2014.

Bahammam, Fahad Salim, Fikih Modern Praktis 101 Panduan 101

Panduan Hidup Muslim Sehari-hari, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, T.th.

Bukhari, Abdillah Abu bin Ismail, Shahih al-Bukhari, Jilid I, Kairo: Al-

Maktab as-Syuruqi Dauliyyah, T.th.

, Abdullah Abu Muhammad bin Ismail, Shahih Al-Bukhari –

Kutubu sittah, Penerjemah Masyhar dan Suhadi Muhammad,

Ensiklopedia Hadits Shahih Al- Bukhari , Cet. Pertama , Jakarta:

Almahira, 2011

Kementerian Urusan Agama Islam, Alqur‟an dan Terjemahnya (Wakaf

dari Raja Abdullah bin abdul Aziz Ali Saʻud), Kompleks

Percetakan Al Quran Raja Fahd: Madinah Al Munawwarah, Mei

1971.

Dewan Syariah Nasonal (DSN) MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah,

jakarta: Erlangga, 2014.

Page 95: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

81

Fatah, Abdul Rohadi, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam, Cet.

Kedua, Jakarta: PT Bumi Aksara, April 2010.

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta,

Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: Pusat Peningkatan dan

Jaminan Mutu Fakultas Syariah dan Hukum, 2017.

Ghazali, Zainudin bin Muhammad Al-Malibari, Fathul Muʻin. Penerjemah

Ali As‟ad, Terjemah Fath al-Mu‟in Menara: Kudus, 1976M, jilid I.

Hidayatullah, Husain, Salat Dalam Mazhab Ahlulbait. Cet. Kedua Jakarta:

Lentera,2007.

Husain, Huri Yasin, Fikih Masjid. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011.

Husaini, As Syafi‟i, Imam Taqiyudin Abi Abakar ibn Muhammad,

Kifayatul Akhyar, Maktab Darul Ihya: Ttp, Jilid Satu.

Ismail, Muhammad bin bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah,

Shohih al-Bukhori , Jilid I, Kairo: Daar el-Hadits, 2010.

Isa Muhammad, Abi bin saurat al-Mutawafa, Sunan At-Tirmidzi , Jilid I,

Beirut; Darul Fikri, 1414 H.

Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-fiqh al-Madzahib al-Arba‟ah, Penerjemah

Syarif Hademasyah, Luqman junaidi, Kitab Shalat Fikih Empat

Mazhab, Jilid I, Jakarta: Mizan Publika, 2010.

, Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arba‟ah, Jilid Pertama,

Kairo: Daar al-Hadits, 1434 H-2003M.

Jamil, Hasyim Abdullah, Masa‟il Al-Fiqh Al-Muqarin, Cet. Pertama,

Jami‟ah Baghdad; Baitul Hikmah, 1409 H/1989 M.

Mastuhu, Metode Penelitian Agama; Teori dan Praktik, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2006.

Manan, Abdul, Jangan Asal Shalat, Cet. Keempat, Bandung: Pustaka

Hidayah, 2011.

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI sejak 1975, Jakarta:

Erlangga, 2015.

Majelis Ulama Indonesia, “Fatwa MUI No 53 Tahun 2016 Tentang

Pelaksanaan Shalat Jum‟at, Dzikir Dan kegiatan keagamaan di

tempat selain di masjid” , Jakarta:Komisi Fatwa MUI, 2016.

Mardani, Ushul Fiqh, Cetakan Pertama, Depok: PT Rajagrafindo Persada,

2013.

Page 96: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

82

Naisaburi, Muslim bin al Hajjaj bin muslim bin Kausyaz al-Qusyairi,

Shohih Muslim, Jilid III, Kairo: Daar el-Hadits, 2010.

Nawawi, Imam Abi Zakaria Muhidin bin Syaraf, Al-Majmu‟ Syarh Al-

Muhadzab, Dar el fikr: Beirut-Lebanon, 1426H-2005 M, Juz ke

empat.

Qazwini, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn Majah, juz 1 .Beirut: Dar al-

Fikr, T.th.

Qudamah, Ibnu Abi Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad, Al-

Mughni , Darul Amirul Kitab: Kairo, 1426H-2005M, juz 3.

Al-Qur‟an al- Karim dan Terjemahnya, Jakarta Timur: Cv. Darus Sunnah,

2015.

Rahbawi, Asy Syaikh Abdul Qadir, Ash Sholaah „Ala Al-Mazdahib Al-

Arba‟ah Ma‟a Adillah Ahkaamiha. Penerjemah Nurdin Apud

Sarbini, Shalat Empat Mazhab. Jakarta: Akbar Media, Januari 2016

M, Cetakan pertama.

Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2002.

Rusyd, Ibnu, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihaya Wal Muqtashid, Jilid I,

Beirut: Darul al-Maʻrifat, 595H.

, Terjemah Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Penerjemah Abdul Rasyad shiddiq, Jakarta Timur: Akbar Media,

2013.

Sabiq, Sayyid, Fiqh As- Sunnah, Mesir: Dar Fath Li al-Ἁlami al-Ἁrabi‟,

1971M.

Sarbiniy, Syamsuddin Muhammad bin Khotib, Mughni al-Muhtaaj, Jilid I,

Kairo; Maktabah Darbul al-Atrἁk, T.th

Sajistani, Sulaiman bin al-Asy‟ats, Sunan Abi Daud, Juz 1,Beirut: Dar al-

Kitab al-„Arabi, T.th.

Sholeh, Asrorun Ni‟am, Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama

Indonesia, jakarta: Erlangga, 2016.

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid 2, Cet. Ke-7, Jakarta: Kencana, 2014

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah

Nasional VII Majelis Ulama Indonesia Tahun 2005,

Jakarta:Sekretariat MUI, 2005.

Page 97: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

83

Syaukani, Imam, Bustaanu al-Ahbari Mukhtasaru Nailul Authar, Jilid II,

Kairo: Al Maktabah Salafiyah, 1374H.

Syarkhasiy, Abu Bakar Muhammad bin Abu Sahl, Al-Mabsuth. Daar al

kitab al ulumiyah: Beirut-Lebanon,1414H/1993M.

Tirmidzi, Muhammad bin Isa, Sunan al-Tirmidzi, Juz 4, Beirut: Dar al-

Gharb al Islami, 1998 M.

Umar, Hasanuddin, Islam Fungsional Revitalisasi & Reaktualisasi Nilai-

nilai Keislaman, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014.

Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, Jilid II, Beirut: Dar al-

Fikr,1984.

, al-Fiqh al-Islami Wa Adilatuhu, Penerjemah: Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk., Fikih Islam Wa Adilatuhu, jilid 1, Jakarta:

Gema Insani, 2011.

Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Jurnal

Dzulkifli Noor, “Fatwa Dewan Syariah Nasional Relevansinya Dengan

Perkembangan Perbankan Syariah Di Indonesia”, Jurnal Kordinat,

Volume VIII, No. 1, April:2007.

Seminar

Bimbingan Teknis Penyusunan Fatwa , Yang Diselenggarakan oleh

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada

Tanggal 24-25 Oktober 2016. Narasumber Prof. Dr. Hj Huzaemah

Tahido Yanggo,MA selaku Ketua Dewan Fatwa MUI.

Majalah Akademik

Buang, Ahmad Hidayat, “Analisis Fatwa-Fatwa Syariah Di Malaysia”.

Dalam Jabatan Syariah dan Undang-undang Akademi Pengajian

Islam Universiti Malaya. (Malaysia: Pusat Pungutan Zakat Majlis

Agama Islam Wilayah Persekutuan, 21 Agustus 2007), hal. 163-

173.

Skripsi

Hapsari, Aidilla Putri, “Hukum Aborsi Terhadap Janin Yang Cacat (Studi

Analisis Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005) ”, Skripsi S-1 Fakultas

Syariah, Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2017.

Page 98: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

84

Muhajaro, Nurul, “Analisis Tehadap Keputusan Majelis Ulama Indonesia

Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Hak Cipta.” Skripsi S-1 Fakultas

Syariah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang , 2008.

M.Ghozali “Analisis Sanad dan Matan Hadis Shalat Diatas Kendaraan”

Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta,2015.

Nurdin ,Afrizal, Keringanan Puasa Bagi Penerbang di Bulan Ramadhan

(Analisa Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang). Skripsi S1

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010.

Internet

“Agama-agama di Indonesia” Artikel dikases pada 23 Februari 2017.

Pukul 15:12 WIB, dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia

Khalid Almuslih, “Bolehkah Shalat di Gereja Ketika Tidak Ada Masjid?”

artikel diakses pada 08 Maret 2017, dari http://muslim.or.id/20097-

fatwa-ulama-bolehlah-shalat-di-gereja-ketika-tidak-ada-

masjid.html

Nahdatul Ulama “ Tujuh tempat yang dilarang shalat, Artikel diakses pada

28 September 2017 dari http://www.nu.or.id/post/read/42187/tujuh-

tempat-dilarang-shalat

Majelis Ulama Indonesia, Artikel diakses pada 25 Oktober 2017 Pukul

20:00 WIB dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia

Hukum Online, Artikel diakses pada 23 November 2017 Pukul 17:00 WIB

darihttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5837dfc66ac2d/ke

dudukan-fatwa-mui-dalam-hukum-indonesia

VIVA NEWS, Artikel diakses pada 13 Desember 2017 Pukul 20:00 WIB

dari M.viva.co.id/berita/nasional/B53123-kapolri-aksi-bela-islam-

iii-2-desember-digelar-di-monas

Hidayatullah, “Hukum shalat Jum‟at di Luar Masjid,” artikel di akses pada

tanggal 25 januari 2018. Pukul 10.00 WIB dari

m.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/hukum-solat-jumat-selain-di-

masjid.html

Nahdatul Ulama, Artikel diakses pada 01 Maret 2018 Pukul 11:16 WIB

dari http://www.nu.or.id/post/read/82412/sejarah-pensyariatan-dan-

dalil-kewajiban-shalat-jumat

Page 99: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

85

Sejarah Salat Jum‟at, Artikel diakses pada 01 Maret 2018, Pada pukul

14:00 WIB http://nabimuhammad.info/masjid-jumat/

Makna Masjid, diakses pada Tanggal 04 April 2018 pada Pukul 20:00

WIB dari https://konsultasisyariah.com/21540-perbedaan-masjid-

dan-mushola.html

Teori Diyani dan Qadha‟I Dalam Pembangunan Hukum Islam

Kontemporer, Google Scholar. Diakses Pada Tanggal 05/04/2018.

Pada Pukul 20:00 WIB Diakses dari www. Goggle Scholar.com

Page 100: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

86

L A M P I R A N

Page 101: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum
Page 102: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

MMAAJJEELLIISS UULLAAMMAA IINNDDOONNEESSIIAA WADAH MUSYAWARAH PARA ULAMA ZU’AMA DAN CENDEKIAWAN MUSLIM

Jalan Proklamasi No. 51 Menteng Jakarta Pusat 10320 Telp. 021-31902666-3917853, Fax. 021-31905266 Website : http://www.mui.or.id, http://www.mui.tv E-mail : [email protected]

FATWA

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Nomor 53 Tahun 2016

Tentang

PELAKSANAAN SHALAT JUM`AT, DZIKIR, DAN KEGIATAN KEAGAMAAN DI

TEMPAT SELAIN MASJID

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah :

MENIMBANG : a. bahwa di tengah masyarakat ada rencana kegiatan sosial

kemasyarakatan yang dilaksanakan dan dirangkai dengan

kegiatan keagamaan yang mengambil tempat di jalan dan

fasilitas umum, salah satunya adalah kegiatan unjuk rasa untuk

menuntut keadilan;

b. bahwa penyelenggara unjuk rasa merencanakan kegiatan dzikir

dan doa serta Shalat Jum'at secara berjamaah di fasilitas umum,

yang salah satu sebabnya adalah jumlah jamaah yang sangat

banyak sehingga tidak tertampung jika dilaksanakan di masjid,

kemudian memilih melaksanakannya di fasilitas umum yang

dapat mengganggu ketertiban umum;

c. bahwa terhadap masalah tersebut, Kepolisian Negara Republik

Indonesia mengajukan permohonan pandangan dan penjelasan

terkait dengan pelaksanaan Sholat Jum’at dan Dzikir di jalan

raya;

c. bahwa oleh karena itu dipandang perlu menetapkan fatwa

tentang pelaksanaan Shalat Jum’at dan dzikir di tempat selain

masjid guna dijadikan pedoman.

MENGINGAT : 1. Al-Quran :

a. Firman Allah SWT yang menegaskan perintah untuk

melaksanakan Shalat Jum'at, antara lain:

ذين آمنوا إذا نودي للص الة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر يا أيها ال

وذروا البيع ذلكم خير ل كم إن كنتم تعلمون للا “Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk

menunaikan shalat Jum`at, maka bersegeralah kalian

kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang

demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (

QS Al-Jumu`ah : 9)

b. Firman Allah SWT yang menegaskan tanggung jawab

orang beriman untuk memakmurkan masjid, antara lain:

Page 103: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

Fatwa Tentang Pelaksanaan Shalat Jum`at, Dzikir, Dan Kegiatan Keagamaan Di Tempat Selain Masjid

2

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

مساجد هللا من آمن باهلل واليوم اآلخر وأقام الص الة وآتى إن ما يعمر

كاة ولم يخش إال هللا فعسى أولئك أن يكونوا من المهتدين الز

(18 )التوبة:Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah

orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari

kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan

zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada

Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan

termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.

(QS. At-Taubah: 18)

﴾18الجن: ﴿وأن المساجد هلل فال تدعوا مع هللا أحدا Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah.

Oleh karena itu, janganlah kamu menyembah seorang pun

(di dalamnya) di samping juga (menyembah) Allah. (QS.

Al-Jin: 18)

2. Hadis Rasulullah SAW, antara lain:

جعلت لي األرض مسجدا وطهورا فحيثما أدركتك الصالة فصلDijadikan untukku bumi ini sebagai masjid dan suci. Maka

dimanapun kamu menemui waktu shalat, maka shalatlah.

(muttafaq alaih)

من هللا على قلوبهم ثم ليكونن أو ليختالجمعة لينتهين أقوام عن ودعهم

من الغافلين “Hendaklah orang-orang berhenti dari meninggalkan Shalat

Jum'at atau Allah akan menutup hati mereka dari hidayah

sehingga mereka menjadi orang-orang yang lalai." (HR.

Muslim)

من ترك ثالث جمع تهاونا طبع هللا على قلبه

"Orang yang meninggalkan 3 kali Shalat Jum'at karena lalai,

Allah akan menutup hatinya." (HR. Abu Daud)

عن أبي هريرة أنهم كتبوا إلى عمر يسألونه عن الجمعة فكتب جمعوا

حيث كنتم"Dari Abu Hurairah ra bahwasannya para shahabat

menulis surat kepada ‘Umar (bin Al-Khaththaab) bertanya

kepadanya tentang shalat Jum’at. Lalu ‘Umar menulis

balasan : “Shalat Jum’atlah dimana saja kalian berada”

(HR Ibnu Abi Syaibah).

3. Ijma’ Ulama mengenai kewajiban Shalat Jum'at bagi setiap

muslim yang memenuhi syarat dan kebolehan untuk tidak

melaksanakan Shalat Jum'at bagi yang memperoleh dispensasi.

4. Qaidah fiqhiyyah :

الحاجة تقدر بقدرها“Hajat itu ditentukan (kebolehannya) sesuai dengan kadarnya”

Page 104: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

Fatwa Tentang Pelaksanaan Shalat Jum`at, Dzikir, Dan Kegiatan Keagamaan Di Tempat Selain Masjid

3

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

الضرر يدفع بقدر اإلمكان“Madarat itu dicegah semaksimal mungkin”

يتحمل الضرر الخاص لدفع ضرر عام"Kemudaratan yang khusus ditanggung untuk mencegah

kemudaratan yang umum"

للوسائل حكم المقاصد “ Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan

dituju “

ف عي ة منوط بالمصلحة تصر مام على الر اإل“ Tindakan pemimpin (pemegang otoritas) terhadap rakyat

harus mengikuti kemaslahatan “

MEMPERHATIKAN : 1. Pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab “al-Majmu’ Syarh al-

Muhadzdzab” juz 5 halaman 648, sebagai berikut:

قال أصحابنا وال يشترط إقامتها في مسجد ولكن تجوز في ساحة مكشوفة

"بشرط أن تكون داخلة في القرية أو البلدة معدودة من خطتهاShahabat-sahabat kami (Ulama al-Syafi’iyyah) berkata:

pelaksanaan (shalat jum’at) tidak disyaratkan harus di masjid,

akan tetapi boleh dilaksanakan di area terbuka, dengan syarat

masih di tengah-tengah permukiman atau suatu wilayah

tertentu."

2. Pendapat Imam al-Khatib as-Syarbini dalam kitab “Mughni al-

Muhtaj, juz I halaman 543 sebagai berikut:

)الثاني( من الشروط )أن تقام في خطة أبنية أوطان المجمعين( بتشديد

الميم: أي المصلين الجمعة، وإن لم تكن في مسجد ألنها لم تقم في عصر

والخلفاء الراشدين إال في مواضع اإلقامة -صلى هللا عليه وسلم -النبي

"كما هو معلومSyarat kedua dari syarat sahnya sholat jum'at adalah

dilaksanakan di lokasi permukiman yang dihuni oleh orang-

orang yang wajib sholat jum'at, sekalipun sholat jum'atnya

bukan di masjid. Hal ini karena di zaman Nabi SAW dan

Khulafaur Rasyidin tidak dilaksanakan Shalat Jum'at kecuali di

tempat-tempat permukiman sebagaimana telah diketahui."

3. Pendapat al-Imam al-Ramli dalam kitab “Nihayah al-Muhtaj"

juz 2 halaman 63, sebagai berikut:

)و( في )الطريق( والبنيان وقت مرور الناس به كالمطاف؛ ألنه ....

"التحقيق الصحراء الخالي عن الناس كما صححه في يشغله بخالف

... Dan (makruh hukumnya) shalat di jalan dan di bangunan

saat orang-orang sedang lewat seperti di tempat tawaf, karena

akan dapat mengganggu kekhusyukannya, berbeda dengan di

tanah lapang yang sepi dari lalu lalang manusia (maka tidak

makruh) sebagaimana pendapat yang dishahihkan oleh Imam

al-Nawawi dalam al-Tahqiq."

4. Pendapat al-Imam al-Mardawi dalam kitab “al-Inshaf” juz 2

halaman 378 sebagai berikut:

Page 105: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

Fatwa Tentang Pelaksanaan Shalat Jum`at, Dzikir, Dan Kegiatan Keagamaan Di Tempat Selain Masjid

4

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

قوله: ) ويجوز إقامتها في األبنية المتفرقة , إذا شملها اسم واحد ، وفيما

قارب البنيان من الصحراء ( وهو المذهب مطلقا . وعليه أكثر األصحاب

". . وقطع به كثير منهم

“Shalat Jum’at boleh dilaksanakan di beberapa bangunan yang

terpisah sepanjang masih meliputi satu tempat, boleh juga

dilaksanakan di tanah lapang dekat bangunan permukiman.

Inilah pendapat madzhab Hanbali secara mutlak, dan mayoritas

ulama Hanabilah berpendapat seperti ini, dan inilah pendapat

yang dipilih mayoritas ulama Hanabilah."

5. Pendapat al-Imam Ibn Qudamah al-Maqdisi dalam kitab “al-

Mughni”, Juz 2, halaman 171, sebagai berikut:

ز إقامتها فيما قاربه ، و يجولصحة الجمعة إقامتها في البنيان وال يشترط

"، و بهذا قال أبو حنيفةمن الصحراء

“Tidak termasuk syarat sah pelaksanaan shalat Jum’at harus

dilakukan di dalam bangunan. Pelaksanaan Shalat Jum'at boleh

dilakukan di tanah lapang yang dekat dengan bangunan. Ini

juga merupakan pendapat Imam Abu Hanifah”.

6. Pendapat al-Imam Abu Husain Yahya bin Abu al-Khair Salim al-

‘Imrani al-Yamani dalam kitab “al-Bayan fi Madzhabi al-Imam

al-Syafi’i” juz 2 halaman 113 :

ال نهوال ،عنه هللا رضي - عمر لحديث ق؛الطري قارعة في ةالصال وتكره

تداس نهاوال فيها، الناس لممر ة؛الصال في الخشوع من يتمكن

صحت طهارته، تحقق فإن منها، موضع في صلى فإن .بالنجاسات

وجهان ففيه فيها، شك وإن ته،صال تصح لم نجاسته، تحقق وإن ته،صال

.المياه في ذكرهما مضىDimakruhkan shalat di jalanan karena hadis riwayat Umar ra,

juga karena tidak memungkinkannya khusyu’ dalam shalat

akibat adanya lalu lalang orang lewat, serta bisa terkena najis.

Apabila shalat di gang jalanan dan nampak jelas akan

kesuciannya maka sah shalatnya. Sebaliknya, jika nampak jelas

kenajisannya maka tidak sah shalatnya. Apabila ragu, maka ada

dua pendapat, sebagaimana telah dijelaskan dalam bab miyah.

7. Pendapat Imam Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab "al-Fiqh ala

madzahib al-arba’ah" juz 1 halaman 351:

جواز على ئمةاال من ثةثال اتفق الفضاء؟ في الجمعة ةصال تصح هل

وقد المسجد في إال ( تصح ال :المالكية وقال الفضاء، في الجمعة صحة

في الجمعة تصح ال :قالوا المالكية ) ( الخط تحت المذاهب بيان ذكرنا

:قالوا الحنابلة .الجامع في تؤدي أن بد ال بل الفضاء، في وال البيوت

بحسب القرب ويعتبر البناء، من قريبا كان إذا الفضاء في ) الجمعة تصح

في ماماال صلى وإذا ة،الصال تصح فال قريبا يكن لم فإن العرف

في الجمعة تصح :قالوا الشافعية .بالضعاف يصلي من استخلف الصحراء

المكان عندهم القرب وحد البناء، من قريبا كان إذا الفضاءApakah sah shalat Jum’at di tanah lapang? Imam tiga mazhab

(Imam Abu Hanifah, Imam al-Syafii, dan Imam Ahmad) sepakat

tentang kebolehan pelaksanaan Shalat Jum'at di tanah lapang.

Ulama Malikiyah menyatakan tidak sah Shalat Jum'at kecuali di

Page 106: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

Fatwa Tentang Pelaksanaan Shalat Jum`at, Dzikir, Dan Kegiatan Keagamaan Di Tempat Selain Masjid

5

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

masjid. Dan telah kami jelaskan penjelasan mazhab di bawah

garis. Ulama Malikiyah berkata: Shalat Jum'at tidak sah di

rumah-rumah, juga di tanah lapang. Shalat Jum’at harus

dilaksanakan di masjid Jami’. Hanabilah berpendapat sah

Shalat Jum'at yang dilaksanakan di tanah lapang apabila dekat

dengan permukiman. Kedekatan ini berdasarkan kebiasaan.

Jika tidak dekat, maka Shalat Jum'at tidak sah. Apabila Imam

shalat di padang sahara maka hendaknya ia menunjuk

pengganti untuk menjadi imam bagi makmum yang lemah.

Ulama Syafi’iyyah berpendapat sahnya Shalat Jum'at di tanah

lapang apabila dekat dengan bangunan. Patokan kedekatan di

sini adalah soal tempat.

7. Pendapat Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab "Nihayat al-

Zein" halaman 158 sebagai berikut:

لتركمعذور بمجوز رقيق وال أنثى وال مسافر وال فال جمعة على

ال يضبط نفسه تغال بتجهيز الميت واإلسهال الذيالجماعة، ومنه اإلش

معه ويخشى منه تلويث المسجد والحبس عنه إذا لم يكن مقصرا فيه، فإذا

رأى القاضي المصلحة في منعه منعه، وإال أطلقه لفعل الجمعة."Tidak wajib shalat jumat bagi hamba sahaya, wanita, musafir,

dan orang yang memiliki udzur yang memperbolehkan

meninggalkan jama’ah jumat. Termasuk orang yang udzur

adalah orang yang sibuk mengurus mayyit, orang yang

mengalami diare yang tidak bisa menahan dan takut mengotori

masjid. Apabila Qadhi memandang adanya kemaslahatan untuk

melarangnya melaksanakan shalat Jum'at, maka ia boleh

melarang. Dan jika tidak ada kekhawatiran, maka Qadhi

membiarkannya melaksanakan shalat Jum'at".

8. Pendapat, saran, dan masukan yang berkembang dalam Sidang

Komisi Fatwa MUI pada tanggal 28 November 2016.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG PELAKSANAAN SHALAT JUM`AT,

DZIKIR, DAN KEGIATAN KEAGAMAAN DI TEMPAT

SELAIN MASJID

Pertama : Ketentuan Hukum

1. Shalat Jum'at merupakan kewajiban setiap muslim yang

baligh, laki-laki, mukim, dan tidak ada 'udzur syar’i.

2. Udzur syar'i yang menggugurkan kewajiban Shalat Jum'at

antara lain : safar, sakit, hujan, bencana dan tugas yang tidak

bisa ditinggalkan.

3. Unjuk rasa untuk kegiatan amar makruf nahi munkar,

termasuk tuntutan untuk penegakan hukum dan keadilan tidak

menggugurkan kewajiban Shalat Jum'at.

4. Shalat Jum'at dalam kondisi normal (halat al-ikhtiyar)

dilaksanakan di dalam bangunan, khususnya masjid. Namun,

dalam kondisi tertentu, Shalat Jum'at sah dilaksanakan di luar

masjid selama berada di area permukiman.

5. Apabila Shalat Jum'at dilaksanakan di luar masjid, maka

harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Page 107: HUKUM PELAKSANAAN SALAT JUMἉT SELAIN DI MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41071... · 2018-09-03 · v ABSTRAK . Rizqi Amalia. NIM 1113043000003. Hukum

Fatwa Tentang Pelaksanaan Shalat Jum`at, Dzikir, Dan Kegiatan Keagamaan Di Tempat Selain Masjid

6

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia

a. terjaminnya kekhusyukan rangkaian pelaksanaan Shalat

Jum'at

b. terjamin kesucian tempat dari najis

c. tidak menggangu kemaslahatan umum

d. menginformasikan kepada aparat untuk dilakukan

pengamanan dan rekayasa lalu lintas.

e. mematuhi aturan hukum yang berlaku

6. Setiap orang yang tidak terkena kewajiban Shalat Jum'at, jika

melaksanakan Shalat Jum'at hukumnya sah sepanjang syarat

dan rukunnya terpenuhi.

7. Setiap orang muslim yang bertugas mengamankan unjuk rasa

yang tidak memungkinkan meninggalkan tugas saat Shalat

Jum'at tiba, maka tidak wajib Shalat Jum'at dan menggantinya

dengan shalat zhuhur.

8. Kegiatan keagamaan sedapat mungkin tidak mengganggu

kemaslahatan umum. Dalam hal kegiatan keagamaan harus

memanfaatkan fasilitas umum, maka dibolehkan dengan

ketentuan :

a. penyelenggara perlu berkoordinasi dengan aparat,

b. dilakukan sesuai dengan kebutuhan

c. aparat wajib membantu proses pelaksanaannya agar tertib

9. Kegiatan keagamaan yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana diatur dalam angka 8 hukumnya haram.

Kedua : Rekomendasi

1. Pemerintah perlu menjamin kebebasan beribadah warga

negara dan memfasilitasi pelaksanaannya agar aman, nyaman,

khusyuk, dan terlindungi.

2. Umat Islam perlu menjaga ketertiban dalam pelaksanaan

ibadah dan syi'ar keagamaan.

3. Aparat keamanan harus menjamin keamanan dan

kenyamanan pelaksanaan ibadah dan syi'ar keagamaan umat

Islam.

Ketiga : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan

jika di kemudian hari ternyata dibutuhkan perbaikan, akan

diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat

mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk

menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 28 Shafar 1437 H

28 November 2016 M

MAJELIS ULAMA INDONESIA

KOMISI FATWA

Ketua Sekretaris

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF, MA DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA