Hukum Jaminan Oleh Muh.wahyudin Hs
-
Upload
wahyu-taliabu-lederecht -
Category
Documents
-
view
42 -
download
0
Transcript of Hukum Jaminan Oleh Muh.wahyudin Hs
Tugas : Hukum Jaminan
TENTANG JAMINAN
oleh
MUH. WAHYUDIN HS
21009084
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehengga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah di tentukan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Namun berkat
keinginan dan hasrat yang kuat serta bantuan dari berbagai pihak maka segala
hambatan dan kesulitan dalam mengerjakan makalah dapat terselesaikan dengan baik.
Di sadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kendari, November 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Perdata materiil mengenal dan mengatur tentang lembaga-lembaga
jaminan utang. Lembaga-lembaga jaminan ini memang disediakan untuk dapat
dijadikan jaminan oleh setiap calon kreditur. Pengertian jaminan itu sendiri menurut
Hartono Hadisoeprapto (1984:50) adalah : Sesuatu yang diberikan kepada kreditur
untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
Apabila prestasinya bernilai cukup tinggi, suatu perikatan berdasarkan
perjanjian pinjam meminjam sebaiknya disertai dengan salah satu bentuk lembaga
jaminan penyelesaian utang. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
membedakan 2 (dua) jenis jaminan, yaitu jaminan yang bersifat perorangan dan
jaminan yang bersifat kebendaan. Salah satu bentuk perikatan dengan jaminan
perorangan dikenal sebagai penanggungan (borgthocht), pemberian jaminan
kebendaan kepada seorang kreditur tertentu, memberikan suatu kedudukan
(privelege) istimewa bagi kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya. Fungsi jaminan
seperti ini adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk
mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan bila mana debitur
tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam KUHPerdata, pengaturan mengenai jaminan secara umum terhadap
pelunasan hutang dapat kita lihat pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal
1131 menyatakan : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk perikatan perseorangan. Selanjutnya dalam Pasal 1132
KUHPerdata dinyatakan : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi
semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-
masing, kecuali apabila di antara pada berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah
untuk didahulukan.
Berdasarkan ketentuan kedua Pasal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
semua kekayaan debitur baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari semua menjadi jaminan atas segala hutangnya, sehingga jika debitur
tidak memenuhi kewajibannya atau ingkar janji maka semua kekayaan debitur dapat
disita dan dilelang, dari hasil tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan besar
kecilnya piutang para kreditur.
Perikatan dengan jaminan kebendaan dapat diadakan melalui pemakaian
lembaga jaminan seperti gadai, hipotik, hak tanggungan ataupun fidusia. Maksud dari
pemberian jaminan dalam suatu perikatan seperti pemberian kredit perbankan yaitu
untuk memberikan kepastian kepada kreditur bahwa debitur akan dapat melunasi
kewajibannya dari hasil penjualan barang jaminan di mana kewajiban tersebut harus
dapat dinilai dengan uang. Adanya pemberian jaminan untuk suatu perjanjian harus
diperjanjikan terlebih dahulu secara tegas, oleh karena memberikan suatu barang
sebagai jaminan berarti melepaskan sebagian dari kekuasaan barang tersebut.
Mengacu pada jenis pinjaman yang terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan, maka agunan dapat dikelompokkan sebagai
jaminan kebendaan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
maka Peraturan mengenai pengikatan agunan telah mengalami perubahan yang
signifikan.
Dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan jaminan pemberian kredit
termasuk dalam pemberian kredit perbankan yaitu keyakinan pihak kreditur (bank)
atas kesanggupan pihak debitur untuk melunasi hutang kreditnya sesuai dengan yang
diperjanjikan, dan untuk memperoleh jaminan dalam setiap pemberian atau pelepasan
kredit, maka bank melakukan penilaian secara seksama terhadap watak, modal,
kemampuan agunan dan prospek usaha debitur (The Five of Credit Analysis),
sehingga kreditur memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur
untuk melunasi kredit yang diberikan.
B. Rumusan Masaalah
Adapun rumusan masaalah dari penulisan makalah ini ialah :
1. bagaimana jaminan tentang orang ?
2. bagaimana jaminan tentang kebendaan ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan pada makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui jaminan tentang orang.
2. Untuk mengetahui jaminan tentang kebendaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. ISTILAH DAN PENGERTIAN JAMINAN PERORANGAN
Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht, dan ada juga yang
menyebutkan dengan istilah jaminan imateriil. Pengertian jaminan perorangan
menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengartikan jaminan imateriil (perorangan)
adalah:
“Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya
dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
umumnya”.
Unsur jaminan perorangan, yaitu:
1. mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;
2. hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
3. terhadap harta kekayaan deitur umumnya.
Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah:
“Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang
menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di
luar (tanpa) si berhutang tersebut”
Menurut Soebekti juga, bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk
pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau
sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan
dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
A . JENIS-JENIS JAMINAN PERORANGAN
1. Jaminan penanggungan (borgtocht) adalah kesanggupan pihak ketiga untuk
menjamin debitur
2. Jaminan garansi (garansi bank) (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung
jawab guna kepentingan pihak ketiga.
3. Jaminan Perusahaan.
Dari jenis jaminan perorangan tersebut, maka dalam sub-sub bab berikut ini
hanya disajikan yang berkaitan dengan penanggungan utang dan garansi bank.
B . PENANGGUNGAN UTANG
1. Pengertian dan Sifat Penanggungan Utang
Perjanjian penanggungan utang diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850
KUH Perdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:
“Suatu perjanjian, di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan
dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi
perikatannya” (Pasal 1820 KUH Perdata).
Apabila diperhatikan definisi tersebut, maka jelaslah bahwa ada tiga pihak
yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang, yaitu pihak kreditur, debitur, dan
pihak ketiga. Kreditur di sini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang
berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang mendapat pinjaman uang atau kredit
dari kreditur. Pihak ketiga adalah orang yang akan menjadi penanggung utang debitur
kepada kreditur, manakala debitur tidak memenuhi prestasinya.
Alasan adanya perjanjian penanggungan ini antara lain karena si penanggung
mempunyai persamaan kepentingan ekonomi dalam usaha dari peminjam (ada
hubungan kepentingan antara penjamin dan peminjam), misalnya si penjamin sebagai
direktur perusahaan selaku pemegang seham terbanyak dari perusahaan tersebut
secara pribadi ikut menjamin hutang-hutang perusahaan tersebut dan kedua
perusahaan induk ikut menjamin hutang perusahaan cabang.
Sifat perjanjian penanggungan utang adalah bersifat accesoir (tambahan),
sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang
antara debitur dengan kreditur.
2. Akibat-akibat Penanggungan antara Kreditur dan Penanggung
Pada prinsipnya, penanggung utang tidak wajib membayar utang debitur
kepada kreditur, kecuali jika debitur lalai membayar utangnya. Untuk membayar
utang debitur tersebut, maka barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih
dahulu untuk melunasi utangnya (Pasal 1831 KUH Pedata).
Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu
disita dan dijual untuk melunasi utangnya jika:
a) Ia (penanggung utang) telah melepasakan hak istimewanya untuk menuntut
barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual;
b) Ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitur utama secara
tanggung menanggung; dalam hal itu akibat-akibat perikatannya diatur
menurut asas-asas utang-utang tanggung menanggung;
c) Debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri
secara pribadi;
d) Debitur dalam keadaan pailit; dan
e) Dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim (Pasal 1832 KUH
Perdata).
3. Akibat-akibat Penanggungan antara Debitur dan Penanggung dan antara Para
Penanggung
Hubungan hokum antara penanggung dengan debitur utama adalah erat
kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran hutang debitur kepada kreditur.
Untuk itu, pihak penanggung menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang
telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Di samping penanggungan utang
juga berhak untuk menuntut:
a) Pokok dan bunga;
b) Pengantian biaya, kerugian, dan bunga.
Di samping itu, penanggung juga dapat menuntut debitur untuk diberikan ganti
rugi atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan, bahkan sebelum ia membayar
utangnya:
a) Bila ia digugat di muka hakim untuk membayar;
b) Bila debitur berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada
suatu waktu tertentu;
c) Bila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnya jangka waktu yang telah
ditetapkan untuk pembayarannya;
d) Setelah lewat sepuluh tahun, jika perikatan pokok tidak mengandung suatu
jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok
sedemikian sifatnya, sehingga tidak dapat diakhir sebelum lewat waktu
tertentu.
Hubungan antara para penanggung dengan debitur disajikan berikut ini. Jika
berbagai orang telah mengikatkan dirinya sebagai penanggung untuk seorang debitur
dan untuk utang yang sama, maka penanggung yang melunasi hutangnya berhak
untuk menuntut kepada penanggung yang lainnya, masing-masing untuk bagiannya.
4. Hapusnya Penanggungan Utang
Hapusnya penanggungan utang diatur dalam Pasal 1845 sampai dengan Pasal
1850 KUH Perdata. Di dalam Pasal 1845 KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan
yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan
yang menyebabkan berakhirnya perikatan lainnya. Pasal ini menunjuk kepada Pasal
1381, Pasal 1408, Pasal 1424, Pasal 1420, Pasal 1437, Pasal 1442, Pasal 1574, Pasal
1846, Pasal 1938, dan Pasal 1984 KUH Perdata.
Di dalam Pasal 1381 KUH Perdata ditentukan 10 (sepuluh) cara berakhirnya
perjanjian penanggungan utang, yaitu pembayaran; penawaran pembayaran tunai;
diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; pembaruan utang; kompensasi;
pencampuran utang; pembebasan utang; musnahnya barang yang terutang; kebatalan
atau pembatalan; dan berlakunya syarat pembatalan.
2. JAMINAN KEBENDAAN
Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda,
yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan
terhadap siapapun,selalu mengikuti benda dimana berada dan dapat dialihkan.
Jaminan kebendaan mempunyai cirri-ciri ”kebendaan“ dalam arti mempunyai
sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan dimanapun berada (droit de
suite),dan memberikan hak revindikasi. Jaminan kebendaan dapat digolongkan
menjadi 5(lima) macam yaitu :
a) Gadai (pand) yang diatur dalam Bab 20 Buku II BW
b) Hipotik kapal yang diatur dalam Bab 21 Buku II BW
c) Credietverband yang diatur dalam Stb.1908 no.542 sebagaimana telah
diubah dengan Stb. No.1937 no.190
d) Hak tanggungan sebagaimana diatur dalam uu no.4 th.1996
e) Jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam uu no.42 th.1999
Berdasarkan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(“KUHPer”),
semua kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perseorangan. Ini dinamakan jaminan umum.
Jaminan itu sendiri dibagi menjadi 2 (dua), yaitu jaminan umum (Pasal 1131
KUHPer) dan jaminan khusus. Jaminan khusus ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
jaminan kebendaan (Pasal 1131 KUHPer) dan jaminan perorangan (Pasal 1820 –
Pasal 1850 KUHPer).
Pasal 1133 KUHPer
Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada
gadai dan pada hipotek. Tentang gadai dan hipotek dibicarakan dalam Bab 20 dan
21 buku ini.
Mengenai benda yang dijadikan jaminan utang, maka kita akan membicarakan
mengenai jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan ada 4 (empat) yaitu:
1. Gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160
KUHPer;
2. Fidusia yang diatur dalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”) serta peraturan-peraturan
pelaksananya;
3. Hak Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”) serta peraturan-
peraturan pelaksananya;
4. Hipotik Kapal yang diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal
1232 KUHPer serta Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (“UU Pelayaran”), serta peraturan-peraturan pelaksananya;
5. Resi Gudang yang diatur dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah
denganUndang-Undang No. 9 Tahun 2011 (“UU Resi Gudang”) serta
peraturan-peraturan pelaksananya.
Dalam gadai, benda yang dapat dijadikan jaminan utang adalah barang
bergerak dan piutang-piutang atas bawa, yang telah ada pada saat penjaminan
tersebut dilakukan (Pasal 1150 dan Pasal 1152 KUHPer). Ini karena berdasarkan
Pasal 1152 KUHPer, benda yang digadaikan harus diletakkan di bawah kekuasaan si
berpiutang atau pihak ketiga yang disepakati oleh kedua belah pihak. Ini berarti tidak
mungkin barang tersebut barang yang akan ada di kemudian hari.
Benda yang dapat dijadikan jaminan dalam fidusia adalah benda bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya
Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
UU Hak Tanggungan (Pasal 1 angka 2 UU Fidusia). Benda adalah segala sesuatu
yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud,
yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak begerak
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek (Pasal 1 angka 4 UU Fidusia).
Selain itu jaminan fidusia juga dapat berupa benda, termasuk piutang, baik
yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian (Pasal
9 UU Fidusia). Jaminan fidusia juga meliputi hasil dari benda yang menjadi objek
jaminan fidusia, serta meliputi juga klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi
objek jaminan fidusia diasuransikan (Pasal 10 UU Fidusia).
Mengenai benda yang dapat dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan,
berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Hak Tanggungan, adalah hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. Lebih lanjut dalam Pasal 4 dan Pasal
27 UU Hak Tanggungandiuraikan hak-hak atas tanah tersebut, yaitu:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar
dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan;
e. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Sedangkan untuk hipotek, saat ini yang dapat dijadikan objek adalah kapal.
Ini karena tanah yang dahulu dijaminkan dengan hipotek telah dijaminkan dengan
Hak Tanggungan sejak adanya UU Hak Tanggungan. Try Widiyono, S.H., M.H.,
Sp.N., dalam bukunya yang berjudul Agunan Kredit Dalam Financial Engineering,
mengatakan bahwa Pasal 1162 KUHPer memberikan batasan tentang hipotek, yaitu
suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian
daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Kapal dengan bobot 7 (tujuh) ton ke atas
atau isi 20 m3termasuk benda tidak bergerak.
Sedangkan dalam resi gudang, yang dijadikan objek jaminan adalah resi
gudang (Pasal 1 angka 9, Pasal 4, Pasal 12 – Pasal 16 UU Resi Gudang). Resi
Gudang itu sendiri adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di
gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang (Pasal 1 angka 2 UU Resi Gudang).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) membedakan 2 (dua)
jenis jaminan, yaitu jaminan yang bersifat perorangan dan jaminan yang bersifat
kebendaan. Salah satu bentuk perikatan dengan jaminan perorangan dikenal sebagai
penanggungan (borgthocht), pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditur
tertentu, memberikan suatu kedudukan (privelege) istimewa bagi kreditur tertentu
terhadap kreditur lainnya. Fungsi jaminan seperti ini adalah memberikan hak dan
kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-
barang jaminan bila mana debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah
ditentukan.
Dalam KUHPerdata, pengaturan mengenai jaminan secara umum terhadap
pelunasan hutang dapat kita lihat pada Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal
1131 menyatakan : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk perikatan perseorangan. Selanjutnya dalam Pasal 1132
KUHPerdata dinyatakan : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi
semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-
masing, kecuali apabila di antara pada berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah
untuk didahulukan.
Berdasarkan ketentuan kedua Pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
semua kekayaan debitur baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari semua menjadi jaminan atas segala hutangnya, sehingga jika debitur
tidak memenuhi kewajibannya atau ingkar janji maka semua kekayaan debitur dapat
disita dan dilelang, dari hasil tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan besar
kecilnya piutang para kreditur.
B. Saran
Dalam praktek perbankan di indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti
penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak
memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. Persyaratan bagi
pemohon kredit untuk menyediakan jaminan ini dapat menghambat pengembangan
usaha pemohon kredit karena pengusaha kecil yang modal usahanya sangat terbatas
tidak memiliki harta kekayaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan jaminan
kreditnya.
Dalam perkembangannya untuk membantu masyarakat memperoleh modal
dengan mudah yang diharapkan mampu mengingatkan pembangunan nasional
khususnya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi maka pemerintah dengan di
keluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang perbankan tidak mensyaratkan bahwa
pemberian kredit harus diikuti dengan kewajiban pemohon kredit menyediakan
jaminan materil dan inmateril untuk itu dalam pemberian kredit baik debitur maupun
kreditur harus mempunyai itikad baik dalam melakukan perjanjian kredit.
DAFRAT PUSTAKA
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt518f8c34e5c67/apakah-
semua-benda-dapat-jadi-jaminan-utang.
Widiyono, Try. 2009. Agunan Kredit Dalam Financial Engineering.
Ghalia Indonesia.
Sutarno,SH,.MH. aspek-aspek hukum perkreditan pada bank, alfabeta
bandung, 2009.