HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG...

50
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN PADA SAAT KEHAMILAN DI PUSKESMAS PEUNARON ACEH TIMUR TAHUN 2010 Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OLEH SYAMSUDDIN 107103000599 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Transcript of HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG...

Page 1: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN

PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN

PADA SAAT KEHAMILAN DI PUSKESMAS

PEUNARON ACEH TIMUR

TAHUN 2010

Laporan Penelitian Ini Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH

SYAMSUDDIN

107103000599

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan
Page 3: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan
Page 4: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan
Page 5: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

v

RIWAYAT PENULIS

Nama : Syamsuddin

Tempat, Tanggal, Lahir : Langsa, 1 September 1989

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : jl. Ahmad Yani. No.107. Langsa Barat. Kota

Langsa.NAD

No hp : 085296971110

Riwayat Pendidikan :

Tahun 1994-1995 : TK al-azhar langsa

Tahun 1995-2001 : MIN langsa

Tahun 2001-2004 : Mts Bustanul ‘ulum langsa

Tahun 2004-2007 : MA Darul Arafah Deli Serdang

Tahun 2007- sekarang : Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

Page 6: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

vi

Lembar Persembahan

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

Ibunda tercinta (Rabi’ah), abah (Syama’un Ali) yang telah membimbing ku dari

kecil sampai dewasa. Kaka-kaka ku (liawati, ratna wati, afriyanti), abang ku

(zainal abidin), dan adik ku (ainun mardhiah) yang telah mendo’akan dan

memberi semangat kepada ku. Dan keluarga besar yang tidak mungkin disebut

satu persatu.

Page 7: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

vii

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan

melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Shalawat

dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,yang telah

mambawa ummatnya dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN

DENGAN PENGETAHUAN TENTANG KEBUTUHAN PROTEIN PADA

SAAT KAHAMILAN DI PUSKESMAS PEUNARON ACEH TIMUR

TAHUN 2010

Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari budi baik dan bimbingan orang

lain. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan,

dukungan moril dan bantuan penyusunan skripsi ini. Hingga akhirnya penulisan

skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan

penghargaan, peneliti sampaikan kepada :

1. Prof. Dr (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp. RM selaku Kepala Program Studi

Kedokteran

3. Prof. DR. Dr. H. Sardjana Sp. OG, (K). SH. selaku pembimbing riset

4. Para dosen yang telah memberikan bimbingannya

5. Keluarga yang telah memberikan dukungannya

6. Teman-teman sejawat yang telah memberi semangat kepada saya .

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun

sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama untuk proses

kemajuan pendidikan selanjutnya.

و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته

Jakarta, 8 Oktober 2010

Penulis

Page 8: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

viii

Abstrak

Syamsuddin. pendidikan dokter. Hubungan tingkat pendidikan dengan

pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di puskesmas

peunaron aceh timur tahun 2010

Di indonesia terdapat masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein (KEP)

Masalah gizi pada umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang gizi. Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. Secara

garis besar guna protein bagi manusia adalah untuk membangun sel jaringan

tubuh seorang bayi yang lahir dengan berat badan normal. Penelitian ini telah

dilakukan terhadap 100 orang ibu yang menikah dan memiliki anak penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap

pengetahuan tentang kebutuhan protein pada saat kehamilan di Wilayah Peunaron

mengguanakan rancangan deskriptif dengan studi cross sectional pada bulan

September 2010. Sampel sebanyak 100 orang yang diambil secara Random

Sampling variabel yang diteliti meliputi tingkat pendidikan ibu dan pengetahuan

ibu. Hasil yang diperoleh menunjukkan ibu yang tingkat pendidikan tinggi sebesar

67% dan ibu yang berpengetahuan baik adalah sebesar 80% berdasarkan uji chi

square terdapat hubungan yang signifikan (p < 0,05) antara tingkat pendidikan ibu

dan pengetahuan

Page 9: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

ix

ABSTRACT

Syamsuddin, Medical Student. Relationship Between Levels Of Education

With Knowledge About Protein Need At Pregnancy On Clinic Of Peunaron,

East Of Aceh, 2010.

In Indonesia, there is main nutrient problem; it is a lack of protein energy. In

general, nutrient problem is caused by lack of people’s information. Protein has

important role for human’s growth. Useful of protein for human is to building

infant body’s tissue cells that was born with normal weight. This research had

been done with 100 of housewife and has child. The research intents on

understand relationship between levels of education with knowledge about protein

need at pregnancy on region of Peunaron and by using of descriptive design with

cross sectional study on September, 2010. The sample is as many as 100 people

that were taken with random sampling. The variable that was examined included

the level of mother’s education and knowledge. The result that was found shows

mother who has high level of education is 67%, and mother who has good

knowledge is 80%. Based on chi square test, there is significant relationship (p >

0, 05) between level of mother’s education and knowledge.

Page 10: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...............................................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iv

RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................v

LEMBAR PERSEMBAHAN ...........................................................................vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................vii

ABSTRAK .........................................................................................................vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................xii

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian ............................................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3.Hipotesis ....................................................................................................... 2

1.4.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2

1.4.1.Tujuan Umum ................................................................................ 2

1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................ 2

1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori ............................................................................................ 4

2.1.1. Kebutuhab Guzi Selama kehamilan ............................................. 4

2.1.2. Potein ........................................................................................... 6

2.1.2.1 Pengertian Protein............................................................. 6

2.1.2.2 Protein Berdasarkan Komponen dan Sumbernya ............. 7

2.1.2.3 Klasifikasi Protein ............................................................ 8

2.1.2.4 Sumber Makanan Yang Kaya Akan Protein ..................... 8

2.1.2.5 Komposisi Kimia Protein ................................................. 10

Page 11: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

xi

2.1.2.6 Ciri-ciri Molekul Protein .................................................. 11

2.1.2.7 Fungsi Protein ................................................................... 11

2.1.2.8 Kegunaan Protein Bagi Manusia ...................................... 11

2.1.2.9 Kebutuhan Protein Bagi Manusia ..................................... 12

2.1.2.10 Kebutuhan Protein untuk Ibu Hamil ............................... 13

2.1.3. Fisiologi Penyerapan Protein ........................................................ 13

2.1.4. Akibat Kekurangan Protein .......................................................... 14

2.1.5. Pengaruh KKP Terhadap Beberapa Organ ................................... 16

2.1.6. Klasifikasi Kurang Kalori Protein ................................................ 19

2.2. Kerangka Konsep ........................................................................................ 24

2.3. Definisi Operasional .................................................................................... 24

BAB III METODOLOGI ...............................................................................25

3.1. Desain Penelitian .....................................................................................25

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................25

3.3. Populasi dan Sampel ...............................................................................25

3.3.1. Populasi .......................................................................................25

3.3.2. Populasi Terjangkau ....................................................................25

3.3.3. Sampel ..........................................................................................25

3.3.3. Kriteria Sampel .........................................................................26

3.4. Cara Kerja Penelitian ...............................................................................26

3.4.1. Pengumpulan Data ....................................................................26

3.4.2. Instrumen Penelitian .................................................................26

3.4.3. Pengolahan dan Penyajian Data ...............................................26

3.4.4. Interpretasi Data .......................................................................26

3.4.5. Pelaporan Hasil .........................................................................26

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

4.1. Hasil Analisis Univariat ...................................................................... 27

4.1.1. Pendidikan Ibu .......................................................................... 27

4.1.2. Pengetahuan Ibu ........................................................................ 28

4.2. Hasil Analisis Bivariat ........................................................................ 28

4.3. Pembahasan ......................................................................................... 29

4.3.1. Keterbatasan Peneliti ................................................................. 29

Page 12: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

xii

4.3.2. Pembahasan Penelitian .............................................................. 30

4.3.2.1. Tingkat Pendidikan ............................................................ 30

4.3.2.2. Tingkat Pengetahua ............................................................ 30

4.3.2.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan

tentang kebutuhan protein ................................................................................... 30

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ......................................................................................... 32

5.2. Saran .................................................................................................... 32

5.2.1 ..................................................................................................... 32

5.2.2 ..................................................................................................... 32

Daftar Pustaka .................................................................................................... 33

Page 13: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan Persentase

Peningkatan Asupan Gizi diatas Kebutuhan Wanita Tidak Hamil . ....................................... 5

Tabel 2.2 Sumber Protein Nabati. .......................................................................................... 9

Tabel 2.3. Sumber Protein Hewani ........................................................................................ 10

Tabel 2.4. Klasifikasi KKP Menurut Gomez ......................................................................... 20

Tabel 2.5. Klasifikasi KKP Menurut Jellife ........................................................................... 20

Tabel 2.6 Klasifikasi KKP Menurut Bengoa ......................................................................... 21

Tabel 2.7. Klasifikasi KKP Menurut Wellcome .................................................................... 21

Tabel 2.8. Klasifikasi KKP Menurut Waterlow ..................................................................... 22

Tabel 2.9. Klasifikasi KKP Menurut Depkes 2000................................................................ 24

Tabel 2.10. Klasifikasi KKP Dewas Menurut BMI .............................................................. 23

Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pendidikan .............................................................................. 27

Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan ............................................................................. 28

Tabel 4.3 Distribusi Menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Protein Saat

kehamilan ................................................................................................................................ 28

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner ............................................................................................................ 34

Lampiran 2. Output SPSS ....................................................................................................... 36

Page 14: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di indonesia terdapat 4 masalah gizi utama yaitu Kurang Energi Protein

(KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan

Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). (Almatsier, 2006)

Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,

persedian pangan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang gizi, sebaliknya gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi

pada lapisan masyarkat tertentu disertai dengan pengetahuan tentang gizi, menu

seimbang dan kesehatan. (Almatsier, 2006)

Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di

pengaruhi oleh makanan yang di konsumsi. Penilaian status gizi secara klinis

sangat penting sebagai langkah pertama dalam mengatasi keadaan gizi penduduk,

karena penilaian dapat memberikan gambaran masalah gizi yang tampak nyata.

(Almatsier, 2006)

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah status gizi baik yang

langsung maupun tidak langsung, faktor langsung antara lain karena asupan gizi

yang kurang maupun penyakit, sedangkan faktor yang tidak langsung antara lain

kurangnya ketersedian pangan di tingkat rumah tangga, kurangnya pendidikan dan

pengetahuan ibu tentang gizi dan kurangnya pelayanan kesehatan. (Suharjo, 1996)

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau

masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku

dan gaya dupan sehari-hari, khususnya dalam hal kesehaan dan gizi. Tingkat

pendidikan ibu sangat mempengaruhi derajat kesehatan keluarga. (Suharjo, 1996)

Status gizi yang baik penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tiap orang.

Seseorang hanya akan cukup gizi jika jika makanan yang di makan mampu

menyediakan zat penting yang dibutuhkan tubuh. Pengetahuan gizi memengang

perananan penting di dalam mengguanakan pangan yang baik sehingga mencapai

keadaan gizi yang cukup (Suharjo, 1996).

Page 15: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

2

Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat

pengetahuan. Jika pengetahuan gizi ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan

balitanya juga baik, dengan pengetahuan baik, ibu hamil akan lebih mampu

mengatur pola makannya agar bayi lahir dengan berat badan yang normal.

(Suharjo, 1996)

Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. penting yang

terdapat dalam semua makhluk hidup. Jadi tanpa adanya protein tidaklah dapat

dibentuk sel makhluk hidup. Secara garis besar guna protein bagi manusia adalah

sebagai berikut :Untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir

dengan berat badan 3 kg. Untuk mengganti sel tubuh yang rusak. Untuk membuat

air susu, enzim dan hormon air susu yang diberikan ibu kepada bayinya dan

makanan ibu itu sendiri. Membuat protein darah, untuk mempertahankan tekanan

osmose darah. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh.

Sebagai pemberi kalori. (Arisman, 2009)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimana hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang

protein pada saat kehamilan?”.

1.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang

kebutuhan protein pada saat kehamilan.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan

ibu terhadap kebutuhan protein pada saat kehamilan

1.4.2 Tujuan khusus

a. Untuk memperoleh informasi tentang gambaran tingkat

pendidikan ibu

b. Untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan ibu mengenai

kebutuhan protein pada saat kehamilan.

Page 16: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

3

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi

pengelola KIA untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil yang datang ke

Puskesmas Peunaron tentang pengetahuan kebutuhan protein saat hamil.

2. Sebagai sumbangan ilmiah dan informasi tambahan bagi peneliti

selanjutnya.

3. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah

wawasan pengetahuan serta pengembangan diri, khususnya dalam bidang

penelitian lapangan.

Page 17: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kebutuhan Gizi Selama Hamil

Tujuan penataan gizi pada ibu hamil adalah menyiapkan: (1) cukup kalori

protein yang bernilai biologi tinggi. Vitamin, mineral, dan cairan untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi ibu janin serta plasenta: (2) makanan padat kalori dapat

membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan lemak: (3) cukup kalori dan zat

gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku selama hamil:(4) perencanaan

perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memperoleh dan

mempertahankan status gizi optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan

aman dan berhasil. melahirkan bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik.

dan memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak; (5)

perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak

diinginkan seperti mual dan muntah: (6) perawatan gizi yang dapat membantu

pengobatan penyulit yang terjadi selama kehamilan (diabetes kehamilan); dan (7)

mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan

yang baik yang dapat diajarkan kepada anaknya selama hidup. (Arisman, 2009)

Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada RDA.

Dibandingkan ibu yang tidak hamil. kebutuhan ibu hamil akan protein meningkat

sampai 68%. asam folat 100%. kalsium 50%. dan zat besi 200-300%. Bahan

pangan yang digunakan harus meliputi enam kelompok. Yaitu (1) makanan yang

mengandung protein (hewani dan nabati), (2) susu dan olahannya. (3) roti dan

bebijian. (4) buah dan sayur yang kaya akan vitaminC (5) sayuran berwarna hijau

tua. (6) buah dan sayur lain. Jika keenam bahan makanan ini digunakan seluruh

zat gizi yang dibutuhkan oleh ibu hamil akan terpenuhi. kecuali zat besi dan asam

folat. Itulah sebabnya mengapa suplementasi kedua zat ini tetap diperlukan

meskipun status gizi ibu yang hamil itu terposisi pada "jalur hijau" KMS ibu

hamil. (Arisman, 2009)

Page 18: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

5

Tabel 2.1

Kebutuhan Zat Gizi Ibu Hamil yang Dihitung Berdasarkan Persentase

Peningkatan Asupan Gizi di atas Kebutuhan Wanita Tidak Hamil

Zat Gizi %

Kalori

Protein

Vitamin D

Vitamin E

Vitamin K

VitominC

Thiamin

Riboflavin

Niacin

Vitamin B6

Folate

Vitamin B12

Kalsium

Foslor

Magnesium

Besi

Seng

Yodium

Selenium

14%

68 %

100%

25%

8%

17%

36%

23%

13%

27%

122%

10%

50%

50%

14%

100%

25%

17%

18%

Sumber: (Arisman, 2009)

Page 19: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

6

2.1.2 Protein

2.1.2.1 Pengertian Protein

Protein berasal dari kata yunani yaitu proteos, yang berarti yang utama

atau yang didahulukan. Kata ini diperkenal oleh ahli kimia Belanda, Gerardus

Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting

dalam setiap organisme. Protein adalah komponen dasar sel dan dibutuhkan untuk

pertumbuhan, penggantian dan perbaikan sel. (Ellya, 2010)

Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, protein yang

berarti pertama atau utama yang merupakan mikromoleko yang paling melimpah

dalam sel hidup. Fungsinya terutama sebagai unsur pembentuk struktur sel, dapat

pula sebagai protein aktif, seperti misalnya enzim. Enzim yaitu zat yang

bertanggung jawab mengendalikan proses yang menjaga tubuh manusia, terdiri

dari protein, hormon, hemoglobin, dan antibodi juga sebagian atau

keseluruhannya terdiri dari protein. Protein terdiri dari campuran senyawa organik

yang di kenal sebagai asam amino. Asam amnino adalah organisme sederhana

bersel satu, dan diperkirakan mempunyai 5.000 senyawa organik, dimana 3.000

diantaranya berupa protein. Tubuh manusia sendiri mempunyai 5.000.000 macam

protein yang satu dengan yang lainnya berbeda. Susunan yang berbeda dari asam

amino yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme tubuh manusia. Tubuh

mampu memproduksi sebagian besar asam amino yang diperlukan, namun terdapa

lebih kurang sembilan asam amino yang harus di sediakan oleh makanan. (Ellya,

2010)

Asam amino ini dikenal dengan sebagai asam amino esensial. Makanan

dari binatang atau protein hewani seperti danging, ikan, telur, produk susu

menyediakan asam-asam amino esensial ini disebut protein komplit. Protein yang

berasal dari tumbuhan atau protein nabai seperti kacang-kacangan, polong-

polongan, biji-bijian dikenal dengan protein inkomplit karena kurang

mengandung asam amino esensial tertentu, namun mungkin saja di dapatkan asam

amino dengan mengkombinasikan beberapa makanan nabati untuk diet seorang

vegetarian. Kita meperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan dan

tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani sedangkan

Page 20: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

7

protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Tumbuhan mepunyai

protein dari CO2,H2O dan senyawa nitrogen. (Ellya, 2010)

Hewan yang memakan tumbuhan mengubah protein nabati menjadi

protein hewani. Di samping itu digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh,

proten juga digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kita kekurangan

karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam

protein ialah: Karbon 50%, Hidrogen 7%, Oksigen 23%, Nitrogen 16%, Belerang

0-3%, Fosfor 0-3%. (Ellya, 2010)

Protein tidak dapat di simpan dalam tubuh dan harus dikonsumsi setiap

hari untuk menghindari pemecahan jaringan no-esensialseperti otot untuk

menyuplai protein vital untuk bertahan hidup. Sementara defesiensi protein

banyak terjadi di negara berkembang.

Ada dua cara untuk memperkirakan asupan protein yang disajikan wanita

dewasa sehat, yaitu (1)lebih kurang dari 10% dari kalori total sebaiknya berasal

dari protein dan (2)wanita sebaiknya mengkonsumsi 0,8 gr per kilogram berat

badan ideal. (Ellya, 2010)

2.1.2.2 Protein Berdasarkan Komponen dan Sumbernya

Karena fungsinya yang demikian banyak dan penting, membuat orang

berusaha makan sebanyak-banyaknya protein. Selain protein merupakan semua

komponen utama dari sel hidup, fungsi utama ialah sebagai pembentukan struktur

sel, misalnya dalam rambut, wol, kolagen, jaringan penghubung, membran sel dan

lain-lain. Protein dapat dibedakan menjadi dua : (Ellya, 2010)

1. Berdasarkan komponen.

a. Protein bersahaja (simple protein)

Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang hanya

terdiri atas asam-asam amino.

b. Protein kompleks (complekx protein, coniugated protein)

Protein kompleks terdiri atas asam amino yang juga terdapat pada

komponen lain yaitu pada unsur logam, gugus posfat, dan lain-lain.

c. Protein derivat (protein derivative)

Page 21: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

8

Merupakan ikatan antara intermediet produk sebagai hasil hidrolisa parsial

dari protein native.

2. Berdasarkan sumber.

a. Protein hewani.

Protein hewani adalah protein yang berasal dari binatang, contoh: daging

sapi, daging ayam atau unggas, susu, udang, telur, belut, ikan gabus dan

lain-lain.

b. Protein nabati.

Protein nabati adalah protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, contoh:

jagung, kacang kedelai, kacang hijau, dan jenis kacang-kacangan lainnya

yang mengandung protein tinggi dan lain-lain.

2.1.2.3 Klasifikasi Protein

Klasifikasi protein dapat pula dilakukan berdasarkan fungsi fisiologiknya,

berhubungan dengan daya dukung bagi pertumbuhan badan bagi pemeliharaan

jaringan : (Ellya, 2010)

1. Protein sempurna

Bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan

pemeliharaan jaringan.

2. Protein setengah sempurna

Bila sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat

mendukung pertumbuhan badan.

3. Protein tidak sempurna

Bila sarna sekali tidak sanggup menyongkong pertubuhan badan, mampu

memelihara jaringan.

2.1.2.4 Sumber Makanan Yang Kaya Akan Protein

Dalam kualifikasinya protein berdasarkan sumbernya telah kita ketahui

protein hewani dan nabati berikut ini adalah makanan-makanan yang kaya akan

mengandung protein. (1) Protein komplit: daging sapi, kalkun, ayam, ikan laut,

Page 22: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

9

keju, telor, udang, yogurt, susu dan (2)Protein inkomplit: tahu, tempe, kacang

hijau, mentega, mi telor, beras merah, beras putih, terigu/ gandum. (Ellya, 2010)

Angka kecukupan protein tiap orang berbeda, tergantung dari usia, berat

badan, tinggi badan serta jenis kelamin. Pada usia pertumbuhan dan kehamilan

kebutuhan protein bertambah. Protein bisa diperoleh dari sumber makanan nabati

dan hewani. Ada perbedaan diantara keduanya. Berasal dari hewan mengandung

semua asam amino yang dibutuhkan tubuh bisa terpenuhi terutama serealiad an

metheonin yang kurang dalam makanan yang berasal dari nabati. Hanya saja

makanan hewani tidak memiliki kadar serat yang tinggi seperti makanan nabati

yang berbaik menyeimbangkan makanan hewani dan nabati. (Ellya, 2010)

Kadar Protein Pada Beberapa Bahan Makanan:

Tabel 2.2

Sumber Protein Hewani

Bahan makanan Protein g %

Daging

Hati

Babat

Jeroan, Iso

Oaging kelinci

Ikan segar

Kerang

Udang segar

Ayam

Telur

Susu sapi

18,8

19.7

17,6

14,0

16,6

17,0

16,4

21,0

18,2

12,8

3,2

(Ellya, 2010)

Page 23: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

10

Tabel 2.3

Sumber Protein Nabati

Bahan Makanan Protein g %

Kacang kedelai, kering

Kacang ijo

Beras

Kacang Tanah

Jagung panen lama

Terigu, tepung

Jampang

Kenari

Kelapa

Daun singkong

Singkong, tapioka

34,9

22,2

7,4

25,3

9,2

8,9

6,2

15,0

3,4

6,8

1,1

(Ellya, 2010)

2.1.2.5 Komposisi Kimia Protein

Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima

ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino,

yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Molekul protein lebih kompleks

dari pada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman

unit-unit asam amino yang membentuknya. Asam amino terdiri atas atom karbon

yang terikat pada satu gugus karboksil (-COOH), satu gugus amino (-NH2 ), satu

atom hidrogen (-H) dan satu gugus radikal (-R) atau rantai cabang. (Ellya, 2010)

Pada umumnya asam amino yang diisolasi dari protein hididroksilat alfa-

asam amino, yaitu gugus karboksil dan amino terikat pada atom karbon yang

sama. Yang membedakan asam amino satu sama lain adalah rantai cabang atau

gugus-R nya. (Ellya, 2010)

Page 24: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

11

2.1.2.6 Ciri-Ciri Molekul Protein

Beberapa ciri utama molekul protein adalah : (Ellya, 2010)

1. Berat molekulnya besar, ribuan sampai jutaan sehingga merupakan suatu

makromolekul.

2. Umumnya terdiri dari 20 macam asam amino.

3. Terdapat ikatan kimia lain yang menyebabkan terbentuknya lengkungan-

Iengkungan rantai polipeptida menjadi struktur tiga dimensi protein.

4. Strukturnya tidak stabil terhadap beberapa faktor seperti pH, radiasi,

temperatur, medium pelarut organik dan detejen.

5. Umumnya reaktif dan sangat spesifik, disebabkan terdapatnya gugusan

samping yang reaktif dan susunan khas struktur makromolekulnya.

2.1.2.7 Fungsi Protein

Semua orgamisme menggunakan protein untuk melakukan sejumlah

fungsi penting untuk kehidupan. Protein berfungsi dan berguna sekali bagi

makhluk hidup khususnya manusia semua sumber-sumber protein dalam tubuh

kita sangat baik untuk kesehatan manusia. Disini dapat kita lihat fungsi protein,

antara lain sebagai berikut: (Ellya, 2010)

1. Untuk pertumbuhan dan pemeliharaan.

2. Untuk pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh.

3. Untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh.

4. Untuk memelihara netralitas tubuh.

5. Untuk pembentukan antibodi.

6. Untuk mengangkat zat-zat gizi.

7. Sebagai sumber energi.

Oleh karena itu, protein sangat berperan penting dalam tubuh manusia,

karena bila manusia tidak cukup protein, maka mereka akan dapat menderita gizi

kurang.

Page 25: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

12

2.1.2.8 Kegunaan Protein Bagi Tubuh Manusia

Protein sangat berperan penting untuk pertumbuhan manusia. penting yang

terdapat dalam semua makhluk hidup. Jadi tanpa adanya protein tidaklah dapat

dibentuk sel makhluk hidup. Secara garis besarnya guna protein bagi manusia

adalah sebagai berikut : (Ellya, 2010)

1. Untuk membangun sel jaringan tubuh seorang bayi yang lahir dengan

berat badan 3 kg.

2. Untuk mengganti sel tubuh yang rusak.

3. Untuk membuat air susu, enzim dan hormon air susu yang diberikan ibu

kepada bayinya dibuat dan makanan ibu itu sendiri.

4. Membuat protein darah, untuk mempertahankan tekanan osmose darah.

5. Untuk menjaga keseimbangan asam basa dari cairan tubuh.

6. Sebagai pemberi kalori.

2.1.2.9 Kebutuhan Protein Bagi Manusia

Kebutuhan protein bagi manusia dapat ditentukan dengan cara menghitung

jumlah protein yang diganti dalam tubuh. Ini bisa dilakukan dengan menghitung

jumlah unsur nitrogen (zat lemas) yang ada dalam protein makanan dan

menghitung pula jumlah unsur nitrogen yang dikeluarkan tubuh melalui air seni

dan tinja.Penggunaan protein dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga

dalam praktiknya jumlah protein itu belum dapat memenuhi kebutuhan.

Sebabnya antara lain: (Ellya, 2010)

a. Kadar protein 18,75 gram dalam tubuh akan menyebabkan beberapa reaksi

kimia yang tidak bisa berlangsung dengan baik.

b. Kecernaan protein itu sendiri. Tidak semua bahan makanan yang

mengandung serat-serat proteinnya bisa diambil tubuh. Karena adanya

serat-serat ini, enzim-enzim tidak bisa masuk untuk memecah protein.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka ditetapkan bahwa kebutuhan

protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram untuk setiap kilogram berat badannya

setiap hari. Untuk anak-anak yang sedang tumbuh, diperlukan protein yang lebih

banyak, yaitu 3 gram tiap satu kilogram berat badannya.

Page 26: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

13

Disamping itu, mengingat adanya protein sempurna dan tidak sempurna

berdasarkan jumlah dan macam-macam asam amino yang ada dalam makanan,

maka untuk menjamin agar tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam

jumlah dan macam yang cukup, sebaiknya untuk orang dewasa seperlima dari

protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari hewan, sedangkan

untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein yang mereka perlukan.

(Ellya, 2010)

2.1.2.10 Kebutuhan Protein untuk Ibu Hamil

Sama seperti energi. kebutuhan wanita akan protein membubung sampai

68%. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan

sebanyak 925 gr yang tertimbun clalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi. Jika

PER dianggap 70%, rata-rata pertambahan protein ialah 8.5 gr/hari. Jika koefisien

variabilitas sebesar 15%, tambahan ini meningkat menjaeli 100 gr/ sehari.

National Academy of Seciences mematok angka sekitar 30 gr. (Ellya, 2010)

Bagi wanita normal. pada trimester pertama angka ini terlalu tinggi, Di

Kanada, tambahan yang dianjurkan ialah 5 gr pada trimester I, 15 gr pada

trimester II, dan 24 gr selama trimester III. Sementara Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi V 1993 menganjurkan penambahan 12 gr/hari Dengan demikian,

dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100gr (sekitar 12% dari jumlah

total kalori); atau sekitar 1,3 gr/kg/hari (gravida mature), 1,5 gr/kg/hari (usia 15-

18 tahun), dan 1,7 gr/kg/hari (di bawah 15 tahun). Bahan pangan yang dijadikan

sumber sebaiknya (2/3 bagian) merupakan bahan pangan yang bernilai biologi

tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur. susu dan hasil olahannya. Protein

yang berasal dari tumbuhan (bernilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.

( Ellya, 2010)

2.1.3 Fisiologi Penyerapan Protein

Penyerapan Protein Yang dicerna dan diserap tidak saja protein dari

makanan, tetapi protein endogen ("dari dalam tubuh") yang masuk ke lumen

Page 27: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

14

saluran pencernaan dari tiga sumber berikut juga dicerna dan diserap: (Sherwood,

2001)

a. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang telah

disekresikan ke dalam lumen.

b. Protein di dalam sel yang lepas dari vilus ke dalam lumen selama proses

pertukaran mukosa

c. Sejumlah kecil protein plasma yang dalam keadaan normal bocor dari

kapiler ke dalam lumen saluran pencernaan

Setiap hari, dari ketiga sumber ini sekitar 20-40 g protein endogen masuk

ke lumen. jumlah ini dapat mencapai lebih dari separuh dari protein yang

disajikan ke usus halus untuk dicerna dan diserap. Semua protein endogen harus

dicerna dan diserap bersama protein makanan untuk mencegah pengurangan

simpanan protein tubuh. Asam amino yang diserap dari makanan dan protein

endogen digunakan untuk mensintesis protein baru di tubuh. (Sherwood, 2001)

Protein yang disajikan ke usus halus untuk diserap terutama berada dalam

bentuk asam amino dan beberapa fragmen peptida kecil . Asam-asam amino

diserap menembus sel usus melalui transportasi aktif sekunder. serupa dengan

penyerapan glukosa dan galaktosa. Dengan demikian Glukosa, galaktosa, dan

asam amino semuanya memperoleh "tumpangan gratis" dari transportasi Na+

yang menggunakan energi. Peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan

pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen-konstituen asam aminonya oleh

aminopeptidase di brush border atau oleh peptidase intrasel. Seperti

monosakarida. asam amino masuk ke jaringan kapiler.yang ada di dalam vilus.

Dengan demikian, proses penyerapan produk akhir pencernaan karbohidrat dan

protein melibatkan sistem transportasi khusus yang diperantarai oleh pembawa

dan memerlukan pengeluaran energi serta kotransportasi Na+ dan kedua jenis

produk akhir tersebut kemudian diserap ke dalam darah. (SHerwood, 2001)

2.1.4 Akibat Kekurangan protein

Kurang Kalori Protein (KKP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan

kalori, protein, atau keduanya, tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi

Page 28: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

15

ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang

yang lain. Sindrom kwasiorkor terjelma manakala defisiensi lebih menampakkan

dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energi

yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-kwasiorkor. juga tidak

sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang lebih dominan.

(Arisman, 2009)

Kurang energi protein dikelompokkan menjadi KKP primer dan sekunder.

Ketiadaan pangan melatarbelakangi KKP primer yang mengakibatkan

berkurangnya asupan, Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan,

gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan atau

kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KKP sekunder. Keparahan KKP

berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat tumbuh, sampai ke

sindrom klinis yang nyata. dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin,

serta mineral. (Arisman, 2009)

Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP, yaitu: masalah

sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan

sosial-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang

berjejalan, kumuh, dan tidak sehat serta ketidak mampuan mengakses fasilitas

kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan

dengan kemiskinan. Menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan

anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan

tertentu dan cara memberi makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain

yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KKP di kalangan bayi dan anak adalah

penurunan minat dalam memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan

salah persepsi tentang cara menyapih. Selain itu, distribusi pangan dalam keluarga

terkesan masih timpang. (Arisman, 2009)

Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi

sering terjadi. Prosedur penyimpanan hasil produksi pascapanen yang buruk

mengakibatkan bahan pangan cepat rusak. Bencana alam, perang, atau migrasi

paksa telah terbukti mengganggu distribusi pangan.

Page 29: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

16

Penyalahgunaan anak, ketidakberdayaan kaum ibu, penelantaran lansia,

kecanduan alkohol dan obat. pada akhirnya berujung pula sebagai KKP. Selain itu

budaya yang menabukan makanan tertentu (terutama terhadap balita serta ibu

hamil dan menyusui) dan mengonsumsi bahan bukan pangan akan memicu

sekaligus melestarikan KKP. (Arisman, 2009)

Komponen biologi yang menjadi latar belakang KKP, antara lain,

malnutrisi ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet

rendah energi dan protein. Seorang ibu yang mengalami KKP selama kurun waktu

tersebut pada gilirannya akan melahirkan bayi berberat badan rendah. Tanpa

ketersediaan pangan yang cukup, bayi KKP tersebut tidak akan mampu mengejar

ketertinggalannya, baik kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun

setelah lahir. (Arisman, 2009)

Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit KKP.

Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan napsu

makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah

dan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat gizi dalam jumlah besar.

Percepatan proses katabolisme meningkatkan kebutuhan sekaligus menambah

kehilangan zat-zat gizi. (Arisman, 2009)

Kurang kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerang siapa saja.

terutama bayi dan anak yang tengah bertumbuh-kembang. Marasmus sering

menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun. Sementara kwasiorkor

cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Jika dialami oleh anak

yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena mereka pada

umumnya telah pandai "mencari makan" sendiri. Remaja, dewasa muda

(utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidakmenyusui, memiliki angka

prevalensi paling rendah. (Arisman, 2009)

Page 30: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

17

2.1.5 Pengaruh KKP Terhadap Beberapa Organ

a. Saluran Pencernaan

Malnutrisi berat menurunkan sekresi asam dan melambatkan gerak

lambung. Mukosa usus halus mengalami atrofi. Vili pada mukosa usus lenyap,

permukaannya berubah menjadi datar dan diinfiltrasi oleh sel-sel limfosit.

Pembaruan sel-sel epitel, indeks mitosis, kegiatan disakarida berkurang. Pada

hewan percobaan, kemampuan untuk mempertahankan kandungan normal mucin

dalam mukosa terganggu dan laju penyerapan asam amino serta lemak berkurang.

(Arisman, 2009)

b. pankreas

Malnutrisi menyebabkan atrofi dan fibrosis sel-sel asinar yang akan

mengganggu fungsi pankreas sebagai kelenjar eksokrin. Gangguan fungsi

pankreas bersama dengan intoleransi disakarida akan menimbulkan sindrom

malabsorpsi, yang selanjutnya berlanjut sebagai diare. (Arisman, 2009)

c. Hati

Pengaruh malnutrisi pada hati bergantung pada lama, serta jenis zat gizi

yang berkurang. Glikogen pada penderita marasmus cepat sekali terkuras

sehingga zat lemak kemudian tertumpuk dalam sel-sel hati. Manakala kelaparan

terus berlanjut, hati mengerut sementara kandungan lemak menyusut dan protein

habis meskipun jumlah hepatosit relatif tidak berubah. Ukuran hati penderita

kwasiorkor membesar serta banyak mengandung g1ikogen. Infiltrasi lemak

merupakan gambaran menonjol yang terutama disebabkan oleh penumpukan

trigliserida. Dengan mikroskop elektron akan terlihat proliferasi “retikulum

endoplasma halus”, sementara jumlah "retikulum endoplasma kasar" menurun.

Mekanisme bagaimana kedua hal ini terjadi belum diketahui. (Arisman, 2009)

Page 31: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

18

d. Ginjal

Meskipun fungsi (agak) normal ginjal masih dapat dipertahankan. GFR

(glomerular filtration rate) dan RPF (renal plasma flow) telah terbukti menurun.

Penelitian di Minnesota membuktikan bahwa keadaan semikelaparan dapat

mengakibatkan poliuri (tampak jelas setelah 6 minggu kelaparan) dan nokturia.

Gangguan kemampuan untuk pemekatan urine diperkirakan sebagai akibat dari

penurunan jumlah urea dalam medula yang disertai penyusutan medullary

osmolar gradient. Pemeriksaan laboratorium urine berupa: berat jenis (BJ)

rendah, ada sedikit sedimen, RBC, WBC, dan toraks sementara protein tidak ada.

Secara histologis, tidak ada perubahan yang bermakna. (Arisman, 2009)

e. Sistem Hematologik

Perubahan pada sistem hematologik meliputi anemia, leukopenia,

trombositopenia, pembentukan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang

yang berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering

terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya kekurangan

kalori berlangsung. Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat

normokromik dan tidak disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi

cukup adekuat. Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat

ialah menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang

sama sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang

tidak berkembang. di samping sintesis eritropoietin juga menurun. (Arisman,

2009)

Malnutrisi berat berkaitan dengan leukopenia dan hitung jenis yang

normal. Morfologi neutrofil juga kelihatan normal. Namun, jika infeksi terjadi,

jumlah neutrofil biasanya (namun tidak selalu) meningkat. Simpanan neutrofil

yang dinyatakan sebagai hitung neutrofil tertinggi setelah 3-5 jam pemberian

hidrokortison pada malnutrisi juga berkurang; dan fungsinya tidak normal.

Sebagai tambahan, jumlah trombosit turut pula menurun. (Arisman, 2009)

Page 32: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

19

f. Sistem Kardiovaskular

Kondisi semikelaparan akan menyusutkan berat badan sebanyak 24%.

mengerutkan volume jantung hingga 17% di samping menyebabkan bradikardia.

hipotensi arterial ringan, penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen, stroke

volume, dan penurunan curah jantung. Dampaknya adalah kerja jantung menurun,

penjenuhan (saturasi) oksigen vena dan kandungan oksigen arterial berkurang.

(Arisman, 2009)

g. Sistem Pernapasan

Hasil otopsi penderita malnutrisi menunjukkan tanda-tanda yang

menyiratkan bahwa selama hidup mereka pernah terserang bronkitis, tuberkulosis,

serta pneumonia. Kematian akibat malnutrisi biasanya terjadi berkaitan dengan

pneumonia. Penyulit ini terutama disebabkan oleh lenyapnya kekuatan otot perut,

sela iga, bahu, dan diafragma. Akibatnya. fungsi ventilasi terganggu, kemampuan

untuk mengeluarkan dahak menjadi rusak sehingga eksudat menumpuk dalam

bronkus. Keberadaan hipoproteinemia secara bersamaan mengakibatkan edema

interstitial dan sekresi bronkus. Kondisi demikian memperberat fungsi ventilasi

yang telah terganggu. (Arisman, 2009)

h. Penyembuhan luka

Irvin (1975) telah meneliti proses penyembuhan luka pada tikus yang

menjalani operasi kolon dan diberi makanan yang tidak mengandung protein.

Gangguan penyembuhan luka baru akan timbul manakala berat badan menyusut

lebih dari sepertiga berat badan normal karena kekuatan mekanis otot serta kulit

perut telah berkurang. Pada kolon, pengurangan kekuatan seperti ini tidak terjadi.

Kesimpulan Irvin ialah bahwa penyusutan jaringan kolagen viseral jauh lebih

sedikit ketimbang jaringan parietal. Namun, pengaruh buruk ini masih dapat

diatasi jika nutrisi pascaoperasi terselenggara dengan baik. (Arisman, 2009)

2.1.6 Klasifikasi Kurang Kalori Protein (KKP)

Gomez (1956) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara

pengelompokan kasus kurang kalori protein. Klasifikasi KKP menurut Gomez

Page 33: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

20

didasarkan pada berat badan terhadap usia (BB/U). Berat anak yang diperiksa

dinyatakan sebagai persentase dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku

acuan dengan menggunakan persentil ke-50 baku acuan Harvard. Berdasarkan

sistem ini. KKP diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan, yaitu derajat I, II, dan III

(lihat Tabel 2.4: "KIasifikasi KKP menurut Gomez"). Sayang sekali, dengan cara

ini marasmus tidak dapat dibedakan dengan kwasiorkor. Akibatnya, anak yang

rasio berat badan terhadap usia sangat rendah tidak termasuk sebagai penderita

KKP karena anak yang kurus ini memiliki ukuran tinggi badan yang rendah pula.

(Arisman, 2009)

Tabel 2.4

Klasifikasi KKP Menurut Gomez

Derajat KKP Berat Badan/usia (%)

I (Ringan) 90-76

II (Sedang) 75-61

III (Berat) <60

Sumber: Arisman, 2009

Penggunaan nilai defisit berdasarkan berat terhadap usia tidak

membedakan anak yang memang mempunyai berat badan kurang (KKP kini)

dengan mereka yang berat dan tingginya seimbang (KKP lampau). Di samping

data tentang kronologis usia tidak selalu tersedia dan, kalaupun ada, data tersebut

biasanya tidak valid (terandal). Namun demikian, pengelompokkan KKP sebagai

derajat I (75-90% dari acuan berat terhadap usia), II (60- 75%), dan III (<60%)

sangat berfaedah dalam penelitian epidemiologis dan kesehatan masyarakat

karena proporsi anak di masyarakat yang pada suatu ketika dalam hidupnya

pernah mengalami KKP dapat ditentukan. (Arisman, 2009)

Sama seperti Gomez, Jellife (1966) juga menyusun klasifikasi berdasarkan

berat terhadap usia, termasuk penggunaan baku acuan Harvard dengan persentil

ke-50. Bedanya, Jellife membagi KKP menjadi 4 tingkatan: I sampai dengan IV .

(Arisman, 2009)

Page 34: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

21

Tabel 2.5

Klasifikasi KKP Menurut Jellife

Kategori Berat bada/usia (%)

KKP I 90-80

KKP II 80-70

KKP III 70-60

KKP IV <60

Sumber: Arisman, 2009

Dengan klasifikasi Jellife, kwasiorkor dan marasmus masih belum

dibedakan. Karena itu, Bengoa (1970) mencoba menengahi kedua pengelompokan

ini dengan memasukkan tanda edema, tanpa memandang defisit berat badan.

Menurut Bengoa, KKP cukup dikelompokkan menjadi 3 kategori dan seluruh

penderita yang menampakkan tanda edema dinilai sebagai KKP derajat III.

Klasifikasi Bengoa masih menggunakan baku Harvard sebagai acuan. (Arisman,

2009)

Tabel 2.6

Klasifikasi KKP Menurut Bengoa

Kategori Berat badan/usia (%)

KKP I 90-76

KKP II 74-61

KKP III Semua penderita dengan edema

Sumber: Arisman, 2009

Hampir sama seperti Gomez, Jellife, dan Bengoa, klasifikasi Wellcome

(1970) juga mengacu pada baku Harvard. Bedanya, Wellcome memasukkan

parameter edema ke dalam penilaian. Jika defisit berat badan pada klasifikasi

Bengoa tidak diperhatikan, Wellcome memasukkan indikator ini kedalam

komponen yang harus dinilai. Dengan demikian, perbedaan berbagai tahapan

kelainan status gizi tergambar jelas . (Arisman, 2009)

Page 35: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

22

Tabel 2.7

Klasifikasi KKP Menurut Wellcome

Tanda yang ada % berat baku Edema Defisit BB/TB

Kurus 80-60 0 Minimal

Pendek <60 0 Minimal

Marasmus <60 0 ++

Kwasiorkor 80-60 + ++

Marasmik Kwasiorkor <60 + ++

Sumber: Arisman, 2009

Klasifikasi Waterlow (1973) telah lebih baik, menggunakan indikator berat

badan terhadap usia dan berat terhadap tinggi badan meskipun masih mengacu

pada baku Harvard. Waterlow mengelompokkan KKP menjadi 4 kelas, yaitu:

normal. kurus, kurus dan pendek, serta pendek. Data seperti ini penting karena

pendekatan serta antisipasi lamanya terapi keduanya tidak sama. Sebagai contoh.

untuk menormalkan mereka yang kurus tidak memakan waktu lama, sementara

sebaliknya: mengejar ketertinggalan pertumbuhan linier (kalau masih dapat)

memerlukan waktu cukup panjang. (Arisman, 2009)

Tabel 2.8

Klasifikasi KKP Menurut Waterlow

Derajat kependekan Derajat kekurusan (BB/TB)

Persen (derajat) BB/U >90% (0) 80-90%(1) 70-80%(2) <70%(3)

>90% (derajat 0)

95-90%(derajat 1)

Normal

Kurus

85-90% (derajat 2)

<80% (derajat 3)

Pendek

Kurus-pendek

Sumber: Arisman, 2009

Terakhir, Departemen Kesehatan RI (2000), berdasarkan Temu Pakar Gizi

di Bogor tanggal19-21 Januari dan di Semarang tanggal 24-26 Mei tahun 2000,

merekomendasikan baku WHO-NCHS untuk digunakan sebagai baku

Page 36: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

23

antropometris di Indonesia. Dari sini klasifikasi KKP kemudian disusun. Indikator

yang dipakai ialah tinggi dan berat, sementara penyajian indeks digunakan

simpangan baku. (Arisman, 2009)

Tabel 2.9

Klasifikasi KKP menurut Depkes 2000

Indeks Simpangan baku Status gizi

Berat badan terhadap usia (BB/U) ≥2 SD

-2 SD sampai + 2 SD

<-2 SD sampai -3 SD

<-3 SD

Gizi lebih

Gizi baik

Gizi kurang

Gizi buruk

Tinggi badan terhadap usia (TB/U) Normal

Pendek

-2SD sampai +2SD

<- 2 SD

Berat badan terhadap tinggi badan

(BB/TB)

≥2 SD

-2 SD sampai + 2 SD

<-2 SD sampai -3 SD

<-3 SD

Gemuk

Normal

Kurus

Sangat kurus

Sumber: Arisman, 2009

Berlainan dengan metode yang digunakan untuk menilai keadaan gizi

anak, status gizi remaja dan dewasa ditentukan dengan Plcnggunakan indikator

indeks masa tubuh (body mass indeks /BMI). Indeks masa tubuh, yaitu pembagian

berat dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, dianjurkan untuk

mengukur status gizi remaja dan dewasa, Kriteria yang dianjurkan oleh

"International Worhing Party" terpapar dalam table. Berdasarkan data

pengukuran orang kulit putih dan berwarna di Amerika Serikat, diagnosis KKP

bagi kaum remaja dibatasi <15, dan <16,5 untuk usia masin g-masing 11-13 dan

14-17 tahun. (Arisman, 2009)

Page 37: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

24

Tabel 2.10

Klasifikasi KKP Dewasa menurut BMI

BMI2

Derajat KKP

>18,5 Normal

17,0-18,4 Ringan

16,0-16,9 Sedang

<16,0 Berat

Sumber: Arisman, 2009

2.1.7 Kerangka Konsep

2.1.8 Definisi Operasional

Pendidikan yaitu Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan,

kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

warga negara yang baik”. “Tujuannya untuk mengembangkan atau mengubah

kognisi, afeksi dan konasi seseorang”.

Pengetahuan yaitu kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan tentang

kebutuhan protein diukur dengan memberi skor pada kuesioner. Bila jawaban

benar diberi skor 1, dan 0 bila salah. Makan nilai yang akan didapat antara 0-10.

Selanjutnya dilakukan penjumlahan skor dibagi jumlah pertanya dikali 100%

Menurut Undang-Undang

UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang";

Tingkat pendidikan Pengetahuan tentang

kebutuhan protein

saat kehamilan

Page 38: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

25

BAB III

Metode Penelitian

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan desain potong lintang

(cross sectional).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas peunaron pada tanggal 1-30

September 2010.

3.3. Populasi dan Sapel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang menikah di daerah

Peunaron Aceh Timur.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang menikah dan telah

memiliki anak di puskesmas Peunaron Aceh Timur.

Karena proporsi agresi tidak diketahui dan peneliti menganggap

proporsi agresi adalah 50%, dengan derajat kepercayaan 95% dan peneliti

mengiginkan presisi mutlak sebesar 10%. Maka rumus penentuan jumlah

sampel adalah:

n = P(1-P)(Z2/d

2)

Jawab d= 0,1

Z= 1,96

n = P(1-P)(Z2/d

2)

= 0,5(1-0,5).(1,962/0,1

2)

= 96,04 responden

Akan tetapi peneliti mengambil sampel penelitan sebesar 100 responden.

Page 39: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

26

3.3.2.1 Kriteria Sampel

Kriteria Inklusi

1. Wanita yang sudah menikah dan memiliki anak di wilayah

kerja puskesma peunaron

2. Ibu yang memeriksa kehamilannya di puskesmas peunaron

Kreteria Eksklusi

1. Wanita yang sudah menikah tapi belum memiliki anak

3.4. Cara Kerja Penelitian

3.4.1. Pengumpulan data

Data diperoleh dari penyebaran kuesioner pada responden

diwilayah kerja puskesmas Peunaron Aceh Timur.

3.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan

oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian ini

pengumpulan data dengan menggunakan: Kuesioner yang dibagikan

langsung kepada ibu yang telah memiliki anak.

3.4.3. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for

Windows. Data disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.4.4. Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan secara diskriptif.

3.4.5. Pelaporan Hasil

Pelaporan hasil penelitian disusun dalam bentuk makalah ilmiah.

Page 40: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

27

BAB IV

Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil Analisi Univariat

Setelah dilakukan analisi unuvariat dari hasil karakteristik tigkat

pendidikan ibu di wilayah peunaron sebagai berikut:

4.1.1 Pendidikan Ibu

Berdasarkan pendidikan didapatkan denngan penyebaran kuesioner

terhadap ibu di daerah peunaron.

Tabel 4.1

Distribusi tingkat pendidikan

Tingkat pendidika Jumlah Persentasi

Tinggi 67 67%

Rendah 33 33%

Total 100 100%

Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas didapatkan hasil ibu yang

berpendidikan tinggi adalah sebesar 67% sedangkan ibu dengan pendidikan

rendah berjumlah adalah sebesar 33%

4.1.2 Pengetahuan Ibu

Tabel 4.2

Distribusi tingkat pengetahua

Pengetahuan Jumlah Persentase

Baik 80 80%

Buruk 20 20%

Total 100 100%

Page 41: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

28

Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas didapatkan hasil ibu yang baik

adalah sebesar 80% sedangkan ibu dengan pengetahuan buruk berjumlah adalah

sebesar 20%

4.2 Hasil Analisis Bivariat

Tabel 4.3

Disribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Protein

Saat Kehamilan

Tingkat

pendidikan

Status pengetahuan Total OR (95% CL) Pvelue

Baik Buruk

N % N % N %

Tinggi 60 89,6% 7 10,4% 67 100% 5,571 (1,952-

15,905)

0,01

Rendah 20 60,6% 13 39,4% 33 100%

Total 80 80% 20 20% 100 100%

Dari hasil analisa hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan

protein diperoleh bahwa responden yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai

peluang untuk memiliki pengetahuan yang baik tentang protein 89,6% sedangkan

responden yang tingkat pendidikannya rendah memiliki pengetahuan yang baik

tentang protein sebanyak 60,6% dengan demikian secara persentase responden

yang tingkat pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan tentang protein yang

baik pula dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Hasil uji statistik

diperoleh nilai P Value= 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara tingkat pendidikan dengan status pengetahuan. Adapun besar bedanya

dapat dilihat dari nilai OR=5,571, artinya ibu yang berpendidikan tinggi

mempunyai peluang berpengetahuan baik tentang protein 5,571 kali dibandingkan

ibu yang berpendidikan rendah.

Page 42: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

29

4.3 Pembahasan

4.3.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat

mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional atau desain potong

lintang yang hanya menggambarkan variabel yang diteliti pada waktu yang

sama sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya

menghubungkan variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan

variabel dependen, sehingga masih ada variabel-variabel lain yang ada di

dalam kerangka teori yang belum masuk dalam kerangka konsep yang

diduga berhubungan dengan variabel dependen.

3. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

membagikan kuesioner kepada responden.

4.3.2 Pembahasan Penelitian

3.3.2.1.1 Tingkat pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian pada 100 ibu yang menikah dan

mempunyai anak di wilayah Peunaron, didapatkan gambaran mengenai

tingkat pendidikan ibu yaitu 67% dengan status pendidikan tinggi,

33% dengan status pendidikan rendah.

3.3.2.2 Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian pada 100 ibu yang menikah dan

mempunyai anak di wilayah Peunaron, didapatkan gambaran tingkat

pengetahuan ibu tentang kebutuhan protein yaitu 80% ibu berpengetahuan

baik dan 20% ibu berpengetahuan buruk

Page 43: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

30

4.2.2.3 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan

tentang kebutuhan protein

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan dari hasil analisa

hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan protein diperoleh bahwa

responden yang tingkat pendidikannya tinggi mempunyai peluang untuk

memiliki pengetahuan yang baik tentang protein 89,6% sedangkan

responden yang tingkat pendidikannya rendah memiliki pengetahuan yang baik

tentang protein sebanyak 60,6% dengan demikian secara persentase responden

yang tingkat pendidikannya tinggi memiliki pengetahuan tentang protein yang

baik pula dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Hasil uji statistic

diperoleh nilai P Value= 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara tingkat pendidikan dengan status pengetahuan. Adapun besar

bedanya dapat dilihat dari nilai OR=5,571, artinya ibu yang berpendidikan tinggi

mempunyai peluang berpengetahuan baik tentang protein 5,571 kali dibandingkan

ibu yang berpendidikan rendah.

Page 44: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

31

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan

pengetahuan tentang kebutuhan protein, karena daari hasil uji statistik di

peroleh P value sebesar 0,01.

5.2 Saran

5.2.1 Untuk Responden

Lebih memperhatian asupan protein yang dikonsumsi agar memperoleh

bayi dengar berat badan yang cukup.

5.2.2 Untuk Puskesmas

Mempromosikan tentang pentingnya protein pada saat kehamilan

5.2.3 Untuk Peneliti Selanjutnya

Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk meneliti variabel lain yang bisa

mempegaruhi pengetahuan tentang kebutuhan gizi saat kehamilan

Page 45: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

32

Daftar Pustaka

Almatsier,S, 2006, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Arisman, 2009, Buku Ajar Ilmu gizi, Gizi Dalam Daur Kehidupan, Jakarta : EGC.

Budiarto, E,2002, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,

Jakarta: EGC.

Ellya, E, 2010, Gizi dalam Kesehatan Reproduksi, Jakarta : Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka

Sarwono Prawirohardja

Sherwood, L, 2001, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Jakarta : EGC

Soekidjo Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi).

Jakarta : PT. Rineka Cipta

Suharjo, 1996, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Jakarta : Bumi Aksara.

Page 46: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

33

Daftar Lampiran

Lampiran I. Koesioner

A. Identitas responden

1. Nama: 1A [ ]

2. Umur: 2A [ ]

3. Pendidikan

a. Tidak sekolah

b. SD

c. SLTP

d. SMA

e. Perguruan tinggi

f. Lain-lain

3A [ ]

4. Pekerjaan

a. Ibu rumah tangga

b. Guru

c. Petani

d. Lain-lain ( )

4A [ ]

B. Pengetahuan kebutuhan tentang protein

1. Apakah anda tahu tentang protein?

a. Ya

b. Tidak

1B [ a ]

2. Apa fungsi protein menurut anda ?

a. Membangun tibuh

b. Sumber energi

c.

2B [ a ]

3. Makanan dibawah ini yang mengandung protein

a. Nasi

b. Telur

c. Susu

3B [ b ]

Page 47: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

34

4. Menurut anda pentingkah protein itu?

a. Ya

b. Tidak

4B [a ]

5. Apa saja jenis protein yang anda ketahui?

a. Protein nabati

b. Protein laut

c. Protein sayur

5B [a ]

6. Penyakit yang diderita bila kekurangan protein?

a. Busung lapar

b. Kegemukan

c. Bisulan

6B [ a ]

7. Apakah anda mengkonsumsi makan berprotein setiap

hari?

a. Ya

b. Tidak

7B [ a]

8. Apakah kebutuhan protein ibu hamil lebih banyak dari

pada wanita biasa?

a. Ya

b. Tidak

8B [a ]

9. Apa akibat dari kekurangan protein pada ibu hamil

a. Keguguran

b. Pendarahan

c. Kurang darah (anemia)

9B [ a ]

10. Apa fungsi protein bagi janin

a. Untuk Pembentuk organ tubuh

b. Untuk pertumbuhan tulang dan gigi

c. Untuk perkambangan otak

10B [ a ]

Page 48: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

35

Lampiran 2. Output SPSS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

pendidikan * pengetahuan 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tinggi 67 67.0 67.0 67.0

rendah 33 33.0 33.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid baik 80 80.0 80.0 80.0

buruk 20 20.0 20.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

Page 49: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

36

pendidikan * pengetahuan Crosstabulation

pengetahuan

Total baik buruk

pendidikan tinggi Count 60 7 67

% within

pendidikan

89.6% 10.4% 100.0%

rendah Count 20 13 33

% within

pendidikan

60.6% 39.4% 100.0%

Total Count 80 20 100

% within

pendidikan

80.0% 20.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 11.578a 1 .001

Continuity Correctionb 9.840 1 .002

Likelihood Ratio 10.964 1 .001

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear

Association

11.463 1 .001

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.60.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 50: HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN TENTANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26161/1/...hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan tentang kebutuhan

37

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pendidikan

(tinggi / rendah)

5.571 1.952 15.905

For cohort pengetahuan = baik 1.478 1.109 1.969

For cohort pengetahuan = buruk .265 .117 .601

N of Valid Cases 100