HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/421/1/HUBUNGAN...
Transcript of HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/421/1/HUBUNGAN...
-
1
HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN PANTANGAN MASA NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA
PERINEUM DI RS DEWI SARTIKA KOTA KENDARI TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan di Program Studi D-IV Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari
OLEH
THEANA PUTRI SAKINAH P00312013036
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN KENDARI
2017
-
iv
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PENULIS
a. Nama : Theana Putri Sakinah
b. Tempat, Tanggal Lahir : Batuawu, 03 April 1995
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Suku/ Bangsa : Moronene/ Indonesia
e. Agama : Islam
f. Alamat : Andounohu,Perumahan Dosen Blok
K. 22 Kota Kendari
II. PENDIDIKAN
a. SD Negeri Batuawu, tamat tahun 2007
b. SMP Negeri 14 kabsel, tamat tahun 2010
c. SMA Negeri 3 Bombana, tamat tahun 2013
d. Terdaftar sebagai mahasiswa Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Kebidanan Prodi D-IV Kebidanan Tahun 2013 sampai
sekarang.
-
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Gizi
Ibu Nifas Dan Budaya Makanan Pantangan Masa Nifas Dengan
Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun
2017”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang
membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala
kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih
sebesar-besarnya terutama kepada Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes selaku
Pembimbing I dan Ibu Aswita, S.Si.T,MPH selaku Pembimbing II yang
telah banyak membimbing sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Petrus, SKM. M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kendari.
2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes sebagai Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kendari.
3. Ibu Dr. Nurmiaty, S.Si.T, MPH, Ibu Melania Asi, S.Si.T, M.Kes, Ibu Wa
Ode Asma Isra, S.Si.T, M.Kes selaku penguji dalam proposal skripsi
ini.
4. Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari
-
vi
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan.
6. Seluruh teman-teman D-IV Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kendari, yang senantiasa memberikan bimbingan, dorongan,
pengorbanan, motivasi, kasih sayang serta doa yang tulus dan ikhlas
selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini serta sebagai bahan
pembelajaran dalam penyusunan skripsi selanjutnya.
Kendari, Juli 2017
Penulis
-
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................... I
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................. Ii
BIODATA.......................................................................................... Iii
KATA PENGANTAR…..................................................................... Iv
DAFTAR ISI….................................................................................. vi
DAFTAR TABEL.............................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... Ix
ABSTRAK........................................................................................ X
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 6
E. Keaslian Penelitian.................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 7
A. Telaah Pustaka.......................................................................... 7
B. Landasan Teori.......................................................................... 32
C. Kerangka Teori.......................................................................... 34
D. Kerangka Konsep...................................................................... 35
E. Hipotesis Penelitian................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 36
A. Jenis Penelitian......................................................................... 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 36
C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 37
D. Variabel Penelitian..................................................................... 38
E. Definisi Operasional.................................................................. 38
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian............................................ 39
G. Instrumen Penelitian.................................................................. 39
H. Alur Penelitian........................................................................... 40
-
viii
I. Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 43
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................... 43
B. Hasil Penelitian......................................................................... 50
C. Pembahasan............................................................................. 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 66
A. Kesimpulan................................................................................ 66
B. Saran......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 67
LAMPIRAN
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun
2016........................................................................................
48
Tabel 2. Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016......... 49
Tabel 3. Karakteristik Responden...................................................... 51
Tabel 4. Distribusi Status Gizi Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun
2017........................................................................................
52
Tabel 5. Distribusi Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas di RSU
Dewi Sartika Tahun 2017.......................................................
53
Tabel 6. Distribusi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu
Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017..........................
54
Tabel 7. Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan
Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun 2017...........
55
Tabel 8. Hubungan Budaya Makanan Pantangan Ibu Nifas
Dengan Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi
Sartika Tahun 2017.........................................................
56
-
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat izin pengambilan data awal dari Poltekkes
Kemenkes kendari
Lampiran 2. Formulir persetujuan menjadi responden penelitian
Lampiran 3. Kuesioner
Lampiran 4. Surat izin penelitian dari Badan Riset Propinsi Sultra
Lampiran 5. Surat keterangan melakukan penelitian dari RSU Dewi
sartika Kota Kendari
Lampiran 6. Master tabel
Lampiran 7. Output analisis data
Lampiran 8. Dokumentasi penelitian
-
xi
ABSTRAK
HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN PANTANGAN MASA NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA
PERINEUM DI RS DEWI SARTIKA KOTA KENDARI TAHUN 2017
Teana Putri Sakinah1 Kartini
2 Aswita
2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi ibu nifas dan budaya makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.
Desain penelitian yang digunakan ialah observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ibu nifas yang mengalami luka perineum derajat II dan III di ruang kamar bersalin Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari yang berjumlah 65 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner untuk menilai tentang penyembuhan luka perineum, status gizi, pantangan makanan. Data dianalisis dengan uji Chi-Square.
Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar luka perineum pada ibu nifas di RSU Dewi Sartika telah sembuh dengan baik sebanyak 51 responden (78,5%), sebagian besar status gizi ibu nifas di RSU Dewi Sartika adalah status gizi baik sebanyak 49 ibu (75,4%), sebagian besar ibu nifas di RSU Dewi Sartika tidak memiliki budaya pantangan makanan sebanyak 46 ibu (70,8%). Ada hubungan antara status gizi ibu dengan kesembuhan luka perineum (p=0,001; X2=10,17). Ada hubungan antara budaya pantangan makanan dengan kesembuhan luka perineum (p=0,001; X2=10,59).
Kata kunci : status gizi, budaya pantangan makanan, penyembuhan luka perineum 1 Mahasiswa Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kendari
2 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka perineum merupakan salah satu penyebab perdarahan
pasca salin. Luka ini sebagai penyebab kedua perdarahan setelah
atonia uteri yang terjadi pada hampir setiap persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Saifuddin, 2012).
Kejadian luka perineum di dunia sebanyak 2,7 juta pada ibu bersalin.
Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2020. Di
Amerika dari 26 juta ibu bersalin, terdapat 40% mengalami luka
perineum. Di Asia kejadian luka perineum cukup banyak terjadi, 50%
dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di Asia (Bascom,
2011). Di Indonesia luka perineum dialami oleh 75% ibu melahirkan
pervaginam. Pada tahun 2013 menemukan bahwa dari total 1951
kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan perineum
8% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan (Kemenkes
RI, 2013).
Dampak dari terjadinya luka perineum pada ibu diantaranya
terjadinya infeksi pada luka jahitan, dan dapat merambat pada saluran
kandung kemih ataupun pada jalan lahir sehingga dapat berakibat
pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi
pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena
terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup
-
2
sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian ibu postpartum mengingat kondisi ibu postpartum
masih lemah (Manuaba, 2012).
Salah satu upaya dalam rangka menurunkan angka kejadian
infeksi akibat luka perineum dengan melakukan perawatan pada luka
perineum (Saifuddin dkk, 2012). Perawatan yang tidak benar dapat
menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan, karena
perawatan yang salah dapat mengakibatkan kapiler darah baru rusak
dan mengalami perdarahan (Ruth dan Rendy, 2014).
Smeltzer (2012), menyatakan bahwa penyembuhan luka
perineum dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan,
istirahat, posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia,
edema, defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi,
overaktifitas, gangguan sistemik, status imunosupresi, stres
luka. Pernyataan yang serupa oleh Johnson & Taylor, (2015),
bahwa faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka perineum
diantaranya status nutrisi, merokok, penambahan usia, obesitas,
diabetes mellitus (DM), kortikosteroid, obat-obatan, gangguan
oksigenasi, infeksi, dan stress luka.
Setiap luka tentunya berisiko mengalami infeksi, apalagi
jika status gizi atau nutrisi ibu kurang baik. Malnutrisi secara umum
dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatnya
dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan
-
3
parut dengan kualitas yang buruk (Taylor, 2014). Faktor gizi
terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses
penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan sangat
membutuhkan protein (Rukiyah, 2014). Apabila kebutuhan gizi ibu
tidak terpenuhi maka akan menyebabkan ibu mengalami defisiensi
zat gizi sehingga meningkatkan resiko timbulnya penyakit dan
lamanya penyembuhan luka perineum (Rukiyah, 2014). Hasil
penelitian Hayu dkk (2013) menyatakan ada hubungan antara status
nutrisi ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum. Demikian pula
hasil penelitian Trisnawati (2015) menyatakan bahwa ada hubungan
antara status gizi dengan penyembuhan luka perineum.
Kurangnya asupan nutrisi ibu dapat dipengaruhi oleh adanya
budaya pantang makan, seperti telur, ikan dan daging ayam (Dayu,
2012). Beberapa pantangan makanan pada masa kehamilan dan
masa nifas di Jawa. Di Aceh, ibu dalam masa nifas tidak boleh keluar
rumah selama 40 hari, pantang makan antara lain telur, ayam, daging,
ikan besar seperti tuna (lebih sering diberikan teri kering di goreng),
nenas, pepaya, pisang, mangga, kangkung, sawi, terong, mie, dan
sayuran lebih sering direbus (Nurazizah, 2014).
Hasil penelitian Mas’adah (2014) menyatakan ada hubungan
antara kebiasaan berpantang makanan tertentu dengan
penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. yaitu mengalami
penyembuhan luka perineumnya buruk 50%. Hasil penelitian ini sesuai
-
4
dengan teori bahwa semakin baik konsumsi nutrisi semakin baik
penyembuhan luka perineum karena makanan yang memenuhi syarat
gizi dapat mempercepat penyembuhan luka (Manuaba, 2012).
Data dari Rumah sakit Dewi Sartika menyatakan bahwa jumlah
ibu bersalin tahun 2014 sebanyak 313 persalinan fisiologi dan 192
diantaranya mengalami luka perineum. Jumlah ibu bersalin tahun
2015 sebanyak 276 persalinan fisiologi dan 157 mengalami luka
perineum. Jumlah ibu bersalin tahun 2016 sebanyak 764 persalinan
fisiologi dan 574 mengalami luka perineum. Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum (RSU Dewi Sartika, 2017).
Berdasarkan hasil wawancara awal terhadap 10 ibu yang
pernah mengalami ruptur perineum di ruang bersalin Rumah sakit
Dewi Sartika terdapat 6 ibu yang mengalami penyembuhan luka
perineum lebih cepat diantaranya 4 ibu memiliki gizi baik, 4 ibu yang
mengalami penyembuhan luka perineum lebih lambat dikarenakan ibu
memiliki budaya pantangan makanan dan status gizinya dalam
kategori kurang.
Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga penulis tertarik
untuk meneliti tentang hubungan status gizi ibu nifas dan budaya
makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum
di RSU Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017
-
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu apakah ada hubungan status gizi ibu nifas dan budaya
makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum
di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan status gizi ibu nifas dan budaya
makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka
perineum di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi penyembuhan luka perineum
di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari Kota Kendari
tahun 2017.
b. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi ibu nifas di Rumah
Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.
c. Mengetahui distribusi frekuensi budaya makanan pantangan
masa nifas di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari
tahun 2017.
d. Menganalisis hubungan status gizi ibu nifas dengan
penyembuhan luka perineum di Rumah Sakit Umum Dewi
Sartika Kota Kendari tahun 2017.
-
6
e. Menganalisis hubungan budaya makanan pantangan masa
nifas dengan penyembuhan luka perineum di Rumah Sakit
Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Ibu Nifas
Untuk menambah wawasan ibu tentang nutrisi yang baik dalam
masa nifas yang bermanfaat untuk penyembuhan luka perineum.
2. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Untuk dapat meningkatkan peran petugas dalam memberikan
asuhan kebidanan masa nifas di rumah pada ibu pasca bersalin.
3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2015) yang berjudul faktor-
faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka jahitan perineum
ibu nifas di Puskesmas Mergangsang. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Trisnawati adalah jenis penelitian. Jenis peneltian
Trisnawati adalah kohor retrospektif, sedangkan penelitian ini adalah
cross sectional.
2. Penelitian Erna dkk (2015) yang berjudul hubungan pemenuhan gizi
ibu nifas dengan pemulihan luka perineum. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Trisnawati adalah variabel bebas penelitian.
-
7
3. Variabel bebas peneltian Erna dkk adalah pemenuhan gizi sedangkan
penelitian ini adalah status gizi dan budaya pantangan makanan.
-
7
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Penyembuhan Luka Perineum
a. Perineum
Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu
bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus.
Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma
pelvis. Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm
(Saifuddin dkk, 2012). Diafragma pelvis terdiri dari muskulus
levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta
selubung fasia dari otot-otot ini.
Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar
bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari
permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar
vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk
keduanya, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan
pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar
diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial
dan simpisis phubis.
Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis
transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung
-
9
fasia interna dan eksterna (Cunningham, 2012). Persatuan antara
mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat
oleh tendon sentralis perineum, tempat bersatu bulbokavernosus,
muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani
eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan
merupakan pendukung utama perineum, sering robek selama
persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat
yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan
infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada
genetalia eksterna (Cunningham, 2012).
b. Luka Perineum
Klasifikasi luka (ruptur) ruptur perineum menurut Saifuddin
(2012) terbagi dua bagian yaitu:
1. Ruptur perineum spontan
Ruptur perineum spontan luka pada perineum yang terjadi
karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan
perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat
persalinan dan biasanya tidak teratur.
2. Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi)
Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi) adalah luka
perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan
atau perobekan pada perineum. Episiotomi adalah
-
10
torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar
saluran keluar vagina.
Saifuddin (2012), menyebutkan bahwa robekan perineum
dapat di bagi dalam 4 tingkatan yaitu:
1. Tingkat I: Robekan hanya terjadi pada selaput lender
vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
sedikit.
2. Tingkat II: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu
selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai
muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai
sfingter ani.
3. Tingkat III: Robekan yang terjadi mengenai seluruh
perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura
perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda
disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau
IV.
4. Tingkat IV:Robekan hingga epitel anus. Robekan mukosa
rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak
termasuk dalam klasifikasi diatas.
Penelitian Sleep et al dalam Boyle (2013), menunjukkan
bahwa episiotomi rutin yang dilakukan tidak bermanfaat bagi ibu
dan bayi, dan bahkan menyebabkan banyak komplikasi
potensial pada ibu. Temuan ini tidak hanya diterima di Inggris,
-
11
tetapi juga diuji oleh pengujian Internasional (Carroli dan
Belizan dalam Boyle, 2013).
Garcia et al dalam Boyle (2013), menemukan bahwa dari
total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat
jahitan; 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suatu robekan
akan sembuh lebih baik dari pada episiotomi. Episiotomirutin
tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan :
meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma,
sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat
dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau empat yang
terjadi tanpa episiotomi, meningkatnya nyeri pasca persalinan,
dan meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR, 2012).
Episiotomi dapat dilakukan atas indikasi/pertimbangan
pada persalinan pevaginam pada penyulit (sunsang, distosia
bahu, ekstraksi cunam, vakum), penyembuhan ruptur perineum
tingkat III-IV yang kurang baik, gawat janin, dan perlindungan
kepala bayi prematur jika perineum ketat/kaku (Saifuddin,
2012).
c. Penyembuhan Luka Perineum
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan
perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2013).
Penyataan ini di dukung oleh Eny dkk (2014) yaitu
-
12
penyembuhan luka adalah panjang waktu proses pemulihan
pada kulit karena adanya kerusakan atau disintegritas jaringan
kulit.
1. Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka
Ada beberapa bentuk dari penyembuhan luka menurut
Boyle (2013), adalah :
a). Primary Intention (Proses Utama)
Luka dapat sembuh melalui proses utama yang terjadi
ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan
menjahitnya. Jika luka dijahit, terjadi penutupan jaringan
yang disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Oleh
karena itu dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal
dan kontraksi sedikit berperan. Epitelium akan
bermigrasi di sepanjang garis jahitan, dan
penyembuhan terjadi terutama oleh timbunan jaringan
penghubung.
b). Secondary Intention (Proses Skunder)
Penyembuhan melalui proses skunder membutuhkan
pembentukan jaringan ganulasi dan kontraksi luka. Hal
ini dapat terjadi dengan meningkatnya jumlah densitas
(perapatan), jaringan parut fibrosa, dan penyembuhan
ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Luka jahitan
yang rusak tepian lukanya dibiarkan terbuka dan
-
13
penyembuhan terjadi dari bawah melalui jaringan
granulasi dan kontraksi luka.
c). Third Intention (Proses Primer Terlambat)
Terjadi pada luka terkontaminasi yang pada awalnya
dibiarkan terbuka, yaitu dengan memasang tampon,
memungkinkan respons inflamasi berlangsung dan
terjadi peningkatan pertumbuhan daerah baru di
tepian luka. Setelah beberapa hari, tampon dibuka dan
luka dijahit.
Adapun dalam Smeltzer (2012)
menyebutkan bentuk-bentuk dari penyembuhan luka
ada tiga tahapan yaitu:
a). Intensi Primer (Penyatuan Pertama)
Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan
jaringan minimum, dan penutupan dengan baik,
seperti dengan suture (jahit), sembuh dengan
sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika
luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi
tidak tampak, luka bersih, dalam garis lurus, semua
tepi luka merapat dengan baik. Biasanya
penyembuhan cepat dengan pembentukan jaringan
parut minimal.
-
14
b). Intensi Sekunder (Granulasi)
Pada luka terjadi pembentukan nanah/pus (supurasi)
atau terdapat tepi luka tidak saling merapat, proses
perbaikan kurang sederhana dan membutuhkan
waktu lebih lama. Luka jadi besar dengan kehilangan
jaringan yang banyak. Sel-sel sekitar kapiler
mengubah bentuk bulat menjadi panjang, tipis dan
saling menindih satu sama lain untuk membentuk
jaringan parut atau sikatrik. Penyembuhan
membutuhkan waktu lebih lama dan mengakibatkan
pembentukan jaringan parut lebih banyak.
c). IntensiTersier (Suture Sakunder)
Jika luka dalam, baik yang belum di jahit (suture) atau
terlepas dan kemudian dijahit kembali nantinya,
dua permukaan granulasi yang berlawanan
disambungkan. Granulasi lebuh besar, resiko infeksi
lebih besar, reaksi inflamasi lebih besar dibanding
intensi primer. Penjahitan lama dan lebih banyak
terbentuk jaringan parut.
Morison (2014), menyebutkan bahwa ada dua jenis
tingkatan penyembuhan luka yaitu:
1). Secara Intensi Primer yaitu dengan menyatukan kedua
tepi luka berdekatan dan saling berhadapan. Jaringan
-
15
granulasi yang dihasilkan, sangat sedikit. Dalam
waktu 10-14 hari re-epitelialisasi secara normal sudah
sempurna, dan biasanya hanya menyisakan jaringan
parut tipis, yang dengan cepat dapat memudar dari
warna merah muda menjadi putih.
2). Secara Intensi Sekunder terjadi pada luka-luka
terbuka, dimana terdapat kehilangan jaringan yang
signifikan. Jaringan granulasi, yang terdiri atas kapiler-
kapiler darah baru yang disokong oleh jaringan ikat,
terbentuk didasar luka dan sel-sel epitel melakukan
migrasi ke pusat permukaaan luka. Daerah permukaan
luka menjadi lebih kecil akibat suatu proses yang
dikenal sebagai kontraksi dan jaringan ikat disusun
kembali sehingga membentuk jaringan yang bertambah
kuat sejalan dengan bertambahnya waktu.
2. Fase-fase Penyembuhan Luka
Menurut Sjamsuhidajat (2014), bahwa penyembuhan
luka dapat terjadi dalam beberapa fase yaitu:
a). Fase Inflamasi/Peradangan (24 jam pertama–48 jam)
Setelah terjadi trauma, pembuluh darah yang
terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan
dan tubuh akan berusaha menghentikannya, pengerutan
ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), reaksi
-
16
hemostasis serta terjadi reaksi inflamasi (peradangan).
Respon peradangan adalah suatu reaksi normal yang
merupakan hal penting untuk memastikan penyembuhan
luka. Peradangan berfungsi mengisolasi jaringan yang
rusak dan mengurangi penyebaran infeksi.
b). Fase Proliferasi (3–5 hari)
Fase proliferasi adalah fase penyembuhan luka
yang ditandai oleh sintesis kolagen. Sintesis kolagen
dimulai dalam 24 jam setelah cidera dan akan mencapai
puncaknya pada hari ke 5 sampai hari ke 7, kemudian
akan berkurang secara perlahan-lahan. Kolagen
disekresi oleh fibroblas sebagai tropokolagen imatur
yang mengalami hidroksilasi (tergantung vitamin C) untuk
menghasilkan polimer yang stabil. Proses fibroplasia
yaitu penggantian parenkrim yang tidak dapat
beregenerasi dengan jaringan ikat.
Pada fase proliferasi, serat-serat dibentuk dan
dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan
tegangan pada luka yang cenderung mengerut,
sehingga menyebabkan tarikan pada tepi luka.
Fibroblast dan sel endotel vaskular mulai berproliferasi
dengan waktu 3-5 hari terbentuk jaringan granulasi yang
merupakan tanda dari penyembuhan. Jaringan granulasi
-
17
berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol
halus. Bentuk akhir dari jaringan granulasi adalah suatu
parut yang terdiri dari fibroblast berbentuk spindel,
kolagen yang tebal, fragmen jaringan elastik, matriks
ekstraseluler serta pembuluh darah yang relatif sedikit
dan tidak kelihatan aktif.
c). Fase Maturasi (5 hari sampai berbulan-bulan)
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas
penyerapan Kembali jaringan yang berlebih, pengerutan
sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan
kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini
dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah
hilang dan bisa berlangsung berbulan-bulan. Tubuh
berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Oedema dan
sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler
baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang
berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada.
Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang
pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasar. Terlihat
pengerutan yang maksimal pada luka. Pada akhir fase ini,
perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80%
-
18
kemampuan kulit normal (Sjamsuhidajat, 2014). Pada dasarnya,
kekuatan luka terutama tergantung pada jahitan; ketika
jahitannya dilepas, kekuatan luka hanya sekitar 10% dari
keadaan normal.
Kekuatan menghadapi regangan akhirnya mencapai
kestabilan pada 70% sampai 80% dari keadaan normal dalam
wakktu 3 bulan. Keadaan ini disertai dengan peningkatan
sintesis kolagen yang melampaui penguraian kolagen dan
kemudian diikuti oleh pengikatan silang serta peningkatan
ukuran serat kolagen (Mitchell dkk, 2014). Smeltzer (2012),
menyebutkan bahwa penyembuhan luka perineum dapat di
pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat,
posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia,
edema, defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi,
overaktifitas, gangguan sistemik, status imunosupresi, stres
luka.
Menurut Johnson & Taylor (2015), bahwa status nutrisi,
merokok, usia, obesitas, diabetes mellitus, kortikosteroid, obat-
obatan, gangguan oksigenasi, infeksi, dan stress luka dapat
memengaruhi proses penyembuhan luka. Dari Boyle
(2013), menyatakan bahwa penyembuhan luka dipengaruhi
oleh malnutrisi, merokok, kurang tidur, stres, kondisi medis dan
terapi, asuhan kurang optimal, infeksi, dan apusan luka.
-
19
d. Perawatan Luka Perineum
1). Definisi Perawatan Luka Perineum
Perawatan luka perineum adalah pemenuhan
kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang
dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara
kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ
membran seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar,
2012). Menurut Suparyanto (2014), bahwa perawatan luka
merupakan suatu usaha untuk mencegah trauma (injury)
pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang
disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi
yang dapat merusak permukaan kulit. Luka perineum yang
bengkak, merah dan mengeluarkan pus (nanah) dapat
disebabkan karena faktor ketidaktahuan dalam perawatan
perineum, juga kecerobohan tindakan episiotomi dapat
mengakibatkan infeksi dan berakibat besar meningkatkan
angka kematian ibu (Saifuddin, 2012).
Menurut Rajab (2013), bahwa perjalanan penyakit
dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu: tahap
prapatogenesis, tahap inkubasi, tahap penyakit dini,
tahap penyakit lanjut, dan tahap akhir penyakit. Menurut
Prasetyawati (2011) menyebutkan bahwa penyakit adalah
kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk
-
20
bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan
maka timbullah gangguan pada fungsi atau struktur dari
bagian organisasi atau sistem dari tubuh.
2). Tujuan Perawatan Luka Perineum
Tujuan perawatan perineum menurut Suparyanto
(2014), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan
dengan penyembuhan jaringan. Menurut Suparyanto
(2014) menyebutkan tujuan perawatan luka adalah :
a). Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke
dalam kulit dan membran mukosa.
b). Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
c). Mempercepat penyembuhan dan mencegah perdarahan
d). Membersihkan luka dari benda asing atau debris
e). Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
2). Pelaksanaan Perawatan Perineum
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk
pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang
disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk
melalui vulva yang terbuka atau akibat dari
perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung
lochea (pembalut) (Cendikia, 2014). Menurut Rajab (2013),
seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku
sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping. Perilaku
-
21
sakit (illness behavior) merupakan perilaku orang sakit yang
meliputi cara seseorang memantau tubuhnya,
mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang
dialami, melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan
sistem pelayanan kesehatan.
Pada masa nifas asuhan kebidanan lebih ditujukan
kepada upaya pencegahan (preventif) terhadap infeksi,
karena pada akhir hari kedua nifas kuman-kuman di vagina
dapat mengadakan kontaminasi, tetapi tidak semua wanita
mengalami infeksi oleh karena adanya lapisan
pertahanan leukosit dan kuman-kuman relatif tidak
virulen serta penderita mempunyai kekebalan terhadap
infeksi (Saifuddin, 2012). Salah satu upaya preventif untuk
menurunkan angka kejadian infeksi pada ibu nifas dengan
melakukan perawatan luka perineum. Perawatan perineum
umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah mencegah
kontaminasi dengan rektum, menangani dengan lembut
jaringan luka, membersihkan darah yang menjadi sumber
infeksi dan bau (Saifuddin, 2012).
-
22
2. Status Gizi Ibu Nifas
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam
pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan
oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan
nutrient.
b. Gzi Dalam Masa Nifas
Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk
pemulihan kondisi kesehatan setelah melahirkan,
cadangan tenaga serta untuk memenuhi produksi air
susu. Ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan
gizi sebagai berikut:
1). Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500
kalori tiap hari
2). Makan dengan diet gizi seimbang untuk
memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral
3). Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
4). Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum
5). Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit (Saifuddin,
2012) Menurut Rahma (2014), zat-zat yang dibutuhkan
ibu pasca persalinan antara lain:
-
23
1). Kalori
Kebutuhan kalori pada masa menyusui sekitar 400-500
kalori. Wanita dewasa memerlukan 1800 kalori per hari.
Sebaiknya ibu nifas jangan mengurangi kebutuhan
kalori, karena akan mengganggu proses metabolisme
tubuh dan menyebabkan ASI rusak.
b. Protein
Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi
per hari. Satu protein setara dengan tiga gelas susu,
dua butir telur, lima putih telur, 120 gram keju, 1 ¾
gelas yoghurt, 120-140 gram ikan/daging/unggas,
200-240 gram tahu atau 5-6 sendok selai kacang.
c. Kalsium dan vitamin D
Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan
tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium dan vitamin D
didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur
di pagi hari. Konsumsi kalsium pada masa menyusui
meningkat menjadi 5 porsi per hari. Satu setara dengan
50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160 gram ikan
salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280 gram tahu
kalsium.
d. Magnesium
Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu
gerak otot, fungsi syaraf dan memperkuat tulang.
-
24
Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan
kacang-kacangan.
e. Sayuran hijau dan buah
Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari.
satu porsi setara dengan 1/8 semangka, 1/4 mangga,
¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼-1/2 cangkir sayuran hijau
yang telah dimasak, satu tomat.
f. Karbohidrat kompleks
Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks
diperlukan enam porsi per hari. Satu porsi setara
dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu
porsi sereal atau oat, satu iris roti dari bijian utuh, ½ kue
muffin dari bijian utuh, 2-6 biskuit kering atau crackers, ½
cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro,
atau 40 gram mi/pasta dari bijian utuh.
g. Lemak
Rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2 porsi
lemak (14 gram perporsi) perharinya. Satu porsi lemak
sama dengan 80 gram keju, tiga sendok makan
kacang tanah atau kenari, empat sendok makan
krim, secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua sendok
makan selai kacang, 120-140 gram daging tanpa
lemak, sembilan kentang goreng, dua iris cake, satu
-
25
sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok
makan saus salad.
h. Garam
Selama periode nifas, hindari konsumsi garam
berlebihan. Hindari makanan asin seperti kacang asin,
keripik kentang atau acar.
i. Cairan
Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum
sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan
diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup.
j. Vitamin
Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat
dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan antara lain:
1) Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit,
kelenjar serta mata. Vitamin A terdapat dalam
telur, hati dan keju. Jumlah yang dibutuhkan
adalah 1,300 mcg.
2) Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan
meningkatkan fungsi syaraf. Asupan vitamin B6
sebanyak 2,0 mg per hari. Vitamin B6 dapat
ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang polong
dan kentang.
3) Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan,
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
-
26
Terdapat dalam makanan berserat, kacang-
kacangan, minyak nabati dan gandum.
k. Zinc (Seng)
Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka
dan pertumbuhan. Kebutuhan Zinc didapat dalam
daging, telur dan gandum. Enzim dalam pencernaan
dan metabolisme memerlukan seng. Kebutuhan seng
setiap hari sekitar 12 mg. Sumber seng terdapat pada
seafood, hati dan daging.
l. DHA
DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental
bayi. Asupan DHA berpengaruh langsung pada
kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur,
otak, hati dan ikan.
c. Pengukuran Status Gizi
Salah satu cara digunakan mengetahui status gizi ibu
yaitu dengan melaksanakan pengukuran lingkar lengan atas
(LILA). Hal ini disebabkan karena pengukuran lingkar lengan
atas dapat memberikan gambaran tentang keadaan jaringan
otot dan lapisan lemak dibawah kulit dimana pada pengukuran
yang lain tidak diperoleh. Apabila LILA ≥23,5 cm menunjukkan
gizi normal dan jika LILA
-
27
merupakan indikator yang kuat untuk mengetahui gizi ibu yang
kurang.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA
adalah pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan
siku lengan kiri (kecuali orang kidal diukur lengan kanan),
lengan harus dalam keadaan posisi bebas, lengan baju dan
otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang, alat
pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau
sudah dilipat-lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata
(Supariasa dkk, 2012).
3. Budaya Pantang Makanan
Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan, hasil
karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam
kehidupan masyarakat. Budaya adalah norma atau aturan
tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak, dan mengambil
keputusan. Budaya memiliki nilai-nilai tersendiri tergantung dengan
budaya yang dianut oleh seseorang dan dianggapnya benar
secara turun temurun atau secara agama yang bisa diterima
dikalangan masyarakat (Rachmah, 2012).
Budaya merupakan salah satu yang mempengaruhi status
kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam
masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan.
-
28
Budaya atau keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan
perineum, misalnya kebiasaan tarak (pantang makan) telur, ikan
dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan
sangat mempengaruhi penyembuhan luka (Dayu, 2012).
Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian
yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu.
Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori,
tinggi protein, dan banyak mengandung cairan (Saleha, 2014).
Adapun jenis-jenis makanan yang dipantang (Suparyanto, 2014)
adalah bermacam-macam ikan seperti ikan mujair, udang, ikan
belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap akan
menyebabkan perut menjadi sakit. Ibu melahirkan pantang makan
telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang
dianjurkan adalah tahu, tempe dan sebagainya. Buah-buahan
seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buah-
buahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu
air, karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak
dan cepat hamil kembali. Semua jenis buah-buahan yang
bentuknya bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh,
-
29
duku dan kentang karena dianggap akan menyebabkan perut
menjadi gendut seperti orang hamil.
Semua jenis makanan yang licin antara lain daun talas,
daun kangkung, daun genjer, daun kacang, daun seraung, semua
jenis makanan yang pedas tidak boleh dimakan karena dianggap
akan mengakibatkan kemaluan menjadi licin Jenis makanan
yang dipantang seperti roti, kue apem, makanan yang
mengandung cuka, jenis mie, ketupat dengan alasan bahwa
semuanya dianggap akan menyebabkan perut menjadi besar.
Hanya boleh makan lalapan pucuk daun tertentu, nasi, sambel
oncom dan kunyit bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat
reproduksi cepat kembali pulih. Ibu nifas minum abu dari dapur
dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan
supaya ASI banyak. Hal ini tidak benar karena abu, garam dan
asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu
menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya (Suparyanto,
2014).
Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang
makan disebabkan oleh beberapa faktor menurut Supariyanto
(2014) yaitu:
a. Faktor predisposisi yang meliputi:
1) Pengetahuan
-
30
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Pengetahuan yang hanya setengah
justru lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali,
kendati demikian ketidaktahuan bukan berarti tidak
berbahaya.
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk
mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh
besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas
diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan
dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya
maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau
mencoba melakukan pantanng makanan.
3) Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan
tindakan sesorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya
pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka
ibu akan mempunyai perilaku yang mengacu pada
pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu
nifas yang dahulunya mengalami masalah, baik pada
dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka ibu
-
31
nifas tidak akan melakukan pantang makanan kembali
pada masa nifas berikutnya.
4) Pekerjaan
Pekerjaan merupakan suatu usaha dalam memporelh
imbalan yaitu uang. Suami yang bekerja akan
mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa nifas
yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan ibu yang
bekerja menyebabkan ibu mempunyai kesempatan untuk
bertukar informasi dengan rekan kerja tentang pantang
makanan.
5) Ekonomi
Status ekonomi merupakan simbol status sosial di
masyarakat. Pendapatan yang tinggi menunjukan
kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi yang memenuhi faedah zat gizi untuk ibu hamil.
Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah
mendorong ibu nifas untuk melakukan tindakan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan kesehatan.
6) Budaya
Budaya adalah menjalankan ritual yang menyatakan
tentang hubungan, kekuatan, dan keyakinan. Lingkungan
sangat mempengaruhi, khususnya di pedesaan yang
masih melekatnya budaya tarak dari nenek moyang, dan
-
32
sangat berpengaruh besar terhadap prilaku ibu pada masa
nifas. Adapun keadaan keluarga yang mempengaruhi
perilaku seseorang yaitu orang tua yang masih percaya
dengan budaya tarak yang memang sudah turun temurun
dari nenek moyang.
b. Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban.
c. Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan
kelompok retefensi dari perilaku.
Di daerah Aceh berdasarkan sumber informasi dari
orangtua setempat bahwa ibu-ibu dalam masa nifas tidak boleh
keluar rumah selama 40 hari, ibu mulai hari 5 didudukkan atas
batu panas dan diatas perut juga diletakkan batu panas, pantang
makan antara lain telur, ayam, daging, ikan besar seperti tuna
(lebih sering diberikan teri kering di goreng), nenas, pepaya,
pisang, mangga, kangkung, sawi, terong, mie, dan sayuran lebih
sering direbus, jika duduk ibu harus dengan posisi bersimpuh,
dan di larang banyak jalan karena akan mengakibatkan perut
jatuh, tidak boleh makan pedas dan bersantan, dilarang banyak
makan dan minum, juga harus banyak istrahat dan tidur.
-
33
B. Landasan Teori
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan
fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2013). Dampak dari terjadinya luka
perineum pada ibu diantaranya terjadinya infeksi pada luka jahitan, dan
dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir
sehingga dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung
kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup
sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian ibu postpartum mengingat kondisi ibu postpartum
masih lemah (Manuaba, 2012).
Beberapa faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka
perineum, yaitu penyebab tidak langsung (status gizi, merokok, usia,
obesitas, DM, kortikosteroid, obat- obatan, istirahat, budaya pantangan
makanan, kebersihan), penyebab langsung (penanganan jaringan,
hemoragi, hipovolemia, medikasi, edema, tehnik pembalutan, defisit
oksigen, penumpukan drainase, gangguan sistemik, status imunosupresi,
infeksi, stres luka), dukungan keluarga (Johnson & Taylor, 2015).
Smeltzer (2012), menyatakan bahwa penyembuhan luka perineum
dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat, posisi,
umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia, edema, defisit
oksigen, penumpukan drainase, medikasi, overaktifitas, gangguan
sistemik, status imunosupresi, stres luka. Setiap luka tentunya
-
34
berisiko mengalami infeksi, apalagi jika status gizi atau nutrisi ibu
kurang baik. Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya
kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi dan parut dengan kualitas yang buruk (Taylor,
2015).
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan sangat
membutuhkan protein (Rukiyah, 2014). Apabila kebutuhan gizi ibu tidak
terpenuhi maka akan menyebabkan ibu mengalami defisiensi zat gizi
sehingga meningkatkan resiko timbulnya penyakit dan lamanya
penyembuhan luka perineum (Rukiyah, 2014). Kurangnya asupan nutrisi
ibu dapat dipengaruhi oleh adanya budaya pantang makan, seperti telur,
ikan dan daging ayam (Dayu, 2012).
-
35
C. Kerangka Teori
Penyebab Tidak Langsung 1. Status gizi 2. Merokok 3. Usia 4. Obesitas 5. DM 6. Kortikosteroid 7. Obat- obatan 8. Istirahat 9. Budaya pantangan
makanan 10. Kebersihan
Penyebab Langsung
1. Penanganan jaringan
2. Hemoragi
3. Hipovolemia
4. Medikasi
5. Edema
6. Tehnik pembalutan
7. Defisit oksigen
8. Penumpukan drainase
9. Gangguan sistemik
10. Status imunosupresi
11. Infeksi
12. Stres luka
Dukungan keluarga
Penyembuhan
Luka Perineum
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian di Modifikasi dari Boyle, (2013); Manuaba
(2012); Smeltzer (2012); Johnson & Taylor (2015)Rukiyah, (2014);
Dayu (2012)
-
36
D. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan:
Variabel terikat (dependent): penyembuhan luka perineum
Variabel bebas (Independent): status gizi, budaya pantangan
makanan
E. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara status gizi ibu nifas dengan penyembuhan
luka perineum di RSU Dewi Sartika Kota Kendari.
2. Ada hubungan antara budaya makanan pantangan masa nifas
dengan penyembuhan luka perineum di RSU Dewi Sartika Kota
Kendari.
Status Gizi
Budaya Pantangan
Makanan
Penyembuhan Luka
Perineum
-
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah observasional. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan status gizi ibu nifas dan budaya
makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum
di RS Dewi Sartika Kota Kendar. Rancangan penelitian
menggunakan cross sectional (belah lintang) karena data penelitian
(variabel independen dan variabel dependen) dilakukan pengukuran
pada waktu yang sama/sesaat (Notoatmodjo, 2012).
Gambar 3. Skema Rancangan Cross Sectional
Ibu nifas yang memiliki luka perineum
1. Status gizi baik 2. Tidak ada pantangan makanan
Luka sembuh
Luka tidak sembuh
Luka sembuh
Luka tidak sembuh
1. Status gizi kurang 2. Ada pantangan makanan
-
38
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dewi
Sartika Kota Kendari pada bulan April hingga Mei tahun 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang
mengalami luka perineum di ruang kamar bersalin Rumah Sakit
Umum Dewi Sartika Kendari yang berjumlah 574 ibu.
2. Sampel dalam penelitian adalah ibu nifas yang mengalami luka
perineum derajat II dan III di ruang kamar bersalin Rumah Sakit
Umum Dewi Sartika Kendari. Penentuan jumlah sampel dengan
rumus besar sampling yaitu
Keterangan :
n : besarnya sampel
N : populasi
d : tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,05%)
Z : derajat kemaknaan dengan nilai (1,96)
p : perkiraan populasi yang diteliti (0,05)
q : proporsi populasi yang tidak di hitung (1-p)
(Notoatmodjo, 2012)
-
39
Jadi total jumlah sampel dalam penelitian ini 65 ibu.Teknik
pengambilan sampel secara purposive sampling. Setiap ibu nifas
yang mengalami luka perineum derajat II dan III di Rumah Sakit
Umum Dewi Sartika Kota Kendari pada waktu penelitian dijadikan
sampel penelitian hingga mencapai jumlah sampel yang diinginkan
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
a. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan.
b. Ibu nifas yang mengalami ruptur perineum derajat II dan
III.
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
a. Ibu nifas berpindah tempat tinggal (penduduk pindahan)
b. Ibu nifas yang tidak ruptur, mengalami ruptur perineum
derajat I dan IV.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (dependent) yaitu penyembuhan luka perineum.
2. Variabel bebas (independent) yaitu status gizi dan budaya
pantang makanan.
-
40
E. Definisi Operasional
1. Penyembuhan luka perineum adalah proses penggantian dan
perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Skala ukur adalah nominal.
Kriteria objektif
a. Sembuh: jika terlihat tanda kesembuhan berupa terbentuknya
jaringan granulasi dalam waktu 3-5 hari.
b. Belum sembuh: jika tidak terlihat tanda kesembuhan berupa
terbentuknya jaringan granulasi dalam waktu 3-5 hari.
2. Status gizi ibu nifas adalah adalah status gizi ibu yang diukur
menggunakan lingkar lengan atas (LILA). Skala ukur adalah
ordinal.
Kriteria objektif
a. Baik: bila LILA ≥23,5 cm
b. Kurang: bila LILA
-
41
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
tentang penyembuhan luka perineum, status gizi, pantangan makanan.
H. Alur Penelitian
Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 5 : Alur penelitian
I. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpul, diolah dengan cara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Populasi
ibu nifas yang mengalami luka perineum yang berjumlah 574 ibu
Sampel
ibu nifas yang mengalami luka perineum yang berjumlah 65 ibu
Pengumpulan data
Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan
-
42
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang
telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang dalam
pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.
2. Coding
Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode angka sesuai
dengan petunjuk.
3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta
pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam bentuk
tabel distribusi.
b. Analisis data
1. Univariat
Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan
uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
f : variabel yang diteliti
n : jumlah sampel penelitian
K: konstanta (100%)
X : Persentase hasil yang dicapai
Kxn
fX
-
43
2. Bivariat
Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent
variable dan dependent variable. Uji statistik yang digunakan
adalah Chi-Square. Adapun rumus yang digunakan untuk
Chi-Square adalah :
X2 =
fe
fefo 2
Keterangan :
Σ : Jumlah
X2 : Statistik Shi-Square hitung
fo : Nilai frekuensi yang diobservasi
fe : Nilai frekuensi yang diharapkan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada
hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika p
value > 0,05 atau X2 hitung ≥ X2 tabel maka H0 ditolak dan H1
diterima yang berarti ada hubungan dan X2 hitung < X2 tabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak ada
hubungan.
-
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere
Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota
Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena
berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan
mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi
jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Perumahan penduduk
b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean
c. Sebelah timur : Perumahan penduduk
d. Sebelah barat : Perumahan penduduk
2. Lingkungan fisik
RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624
m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari
selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai
dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik
bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan
memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya
masyarakat Kota Kendari.
-
45
3. Status
RSU Dewi Sartika Kendari yang mulai dibangun /didirikan
tahun 2009 dengan izin operasional sementara dari walikota
Kendari No.56/IZN/XI/2010/001 tanggal 5 november 2010, maka
rumah sakit ini resmi berfungsi dan melakukan kegiatan-kegiatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat pencari jasa kesehatan
dibawah naungan Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari yang
sekaligus sebagai pemilik rumah sakit. RSU Dewi Sartika Kendari
telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi Rumah
sakit type D.
4. Organisasi dan Manajemen
Pemimpin RSU Dewi Sartika Kendari disebut Direktur.
Direktur dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh
kepada pemilik rumah sakit dalam hal ini ketua Yayasan Widya
Ananda Nugraha dan dibantu oleh Kepala Tata Usaha dan 4
(empat) orang Kepala Bidang yakni ; Kepala Bidang Keuangan dan
Klaim, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Bidang Penunjang
Medik, dan Kepala Bidang Perlengkapan dan sanitasi.
a. Kepala Bidang Keuangan dan Klaim
1) Kasir/Juru Bayar
2) Administrasi Klaim
b. Kepala Bidang Pelayanan Medik
1) Instalasi Gawat Darurat
-
46
2) Instalasi Rawat Jalan (IRJ)
3) Instalasi Rawat Inap (IRNA)
4) Instalasi Gizi
5) Instalasi Farmasi
6) Kamar Operasi
7) Rekam Medik
8) HCU
9) Ruang Sterilisasi, dll
c. Kepala Bidang Penunjang Medis
1) Laboratorium
2) Radiologi
d. Kepala Bidang Perlengkapan dan Sanitasi
1) Perlengkapan
2) Keamanan
3) Kebersihan
Selain pengorganisasian tersebut diatas terdapat 2 (dua) kelompok yang
sifatnya kemitraan yakni :
a. Komite Medik, dan
b. Satuan Pengawasan Intern
5. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika
Kendari
Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan
upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan
-
47
penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut
diatas RSU Dewi Sartika Kendari mempunyai fungsi :
a. Menyelenggarakan pelayanan medik
b. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
c. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
6. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah sebagai
berikut :
a. IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas II,
Kelas 3 dengan fasilitasnya
b. Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit genset
sebagai cadangan
c. Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari sumur
bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.
d. Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan
fasilitas Internet (Wi Fi)
e. Alat Pemadam kebakaran
-
48
f. Pembuangan limbah
g. Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan dan
juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat
pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh
mobil pengangkut sampah.
h. Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar mandi
dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.
i. Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.
7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika
Kendari adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan medis
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Instalasi Rawat Jalan, yaitu Poliklinik Obsgyn, Poliklinik
Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik
Bedah, Poliklinik Anak, Poliklinik THT, Poliklinik Radiologi,
Poliklinik Jantung, Poliklinik Gigi Anak.
3) Instalasi Rawat Inap
a) Dewasa/Anak/Umum
b) Persalinan
4) Kamar Operasi
a) Operasi Obsgyn
b) Bedah umum
5) HCU
-
49
b. Pelayanan penunjang medis, yaitu instalasi farmasi, radiologi,
laboratorium, instalasi gizi, ambulance
c. Pelayanan Non Medis, yaitu sterilisasi dan laundry
8. Fasilitas Tempat Tidur
Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari
adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam
beberapa kelas perawatan yakni sebagai berikut
Tabel 1.
Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016
Jenis Ruangan Jumlah
VIP
Kelas I
Kelas II
Kelas III/Bangsal/Intenal
UGD
Ruang Bersalin
14
10
12
37
11
7
Jumlah 91
Sumber : Data Primer
9. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari
berjumlah 160 terdiri dari (17: Part Time, 143: Full Time) dengan
spesifikasi pendidikan sebagai berikut
-
50
Tabel 2
Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016
Jenis Tenaga Status Ketenagaan Jenis Kelamin
Tetap Tidak Tetap L P
Tenaga Medis Dokter Spesialis Obgyn
1
1
2
-
Dokter Spesialis Bedah - 1 1 -
Dokter Spesialis Interna - 1 1 -
Dokter Spesialis Anastesi - 1 1 -
Dokter Spesialis PK - 1 - 1
Dokter Spesialis Anak - 1 - 1
Dokter Spesialis Radiologi - 1 1 -
Dokter Spesialis THT - 1 - 1
Dokter Spesialis Mata - 1 1 -
Dokter Spesialis Jantung - 1 1 -
Dokter Gigi Anak - 1 - 1
Dokter Umum - 3 3 -
Paramedis 1. S1 Keperawatan/Nurse 2. D IV Kebidanan 3. D III Bidan 4. D III Keperawatan
26 5 43 56
- 2 - -
10 - - 11
16 7 43 45
Tenaga Kesehatan Lainnya 1. Master Kesehatan 2. SKM 3. Apoteker 4. D III Farmasi 5. S 1 Gizi 6. D III Analis Kesehatan
- 1 1 1 1 3
- 1 2 1 - -
- 1 1 - - 1
- 1 1 2 1 2
Non Medis 1. DII/Keuangan 2. Diploma Komputer 3. SLTA/SMA/SMU
1 1 11
- - -
- - 2
1 1 9
Jumlah 67 19 24 60
Sumber : Data Primer
-
51
10. Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan RSU Dewi Sartika Kendari berasal dari :
a. Pengelolaan Rumah Sakit
b. Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari
B. Hasil Penelitian
Penelitian hubungan status gizi ibu nifas dan budaya makanan
pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum telah
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari pada
bulan April hingga Mei tahun 2017. Sampel penelitian adalah ibu nifas
yang mengalami luka perineum derajat II dan III di ruang kamar
bersalin Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari berjumlah 65
ibu. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan
SPSS versi 24.
Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel yang
disertai penjelasan. Hasil penelitian terdiri dari analisis univariabel dan
bivariabel. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
1. Analisis Univariabel
Analisis univariabel merupakan analisis yang dilakukan
untuk memperoleh gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi
berbagai variabel yang diteliti baik variabel terikat maupun variabel
bebas yang kemudia ditampilkan dalam bentuk distribusi
frekuensi. Analisis univariabel pada penelitian ini, yaitu analisis
-
52
karakteristik responden, status gizi, budaya pantang makanan dan
penyembuhan luka perineum. Hasil analisis univariabel sebagai
berikut:
a. Karakteristik Responden
Karakteristik merupakan ciri atau tanda khas yang
melekat pada diri responden yang membedakan antara
responden yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik
responden pada penelitian ini terdiri dari umur responden,
pendidikan, pekerjaan, paritas. Karakteristik responden dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah
N %
Umur
35 tahun
3
56
6
4,6
86,2
9,2
Pendidikan
SD
SMP
SMA
PT
10
38
15
2
15,4
58,4
23,1
3,1
Pekerjaan
Bekerja 22 33,8
-
53
Tidak bekerja 43 66,2
Paritas
Primipara
Multipara
Grande Multipara
17
42
6
26,2
64,6
9,2
Sumber: Data Primer
Data yang diperoleh tentang karakteristik responden
pada penelitian ini adalah umur responden yang terbanyak
adalah berumur 20-35 tahun sebanyak 56 ibu (86,2%),
berpendidikan SMP sebanyak 38 ibu (58,4%), tidak bekerja
sebanyak 43 ibu (66,2%), dan multipara sebanyak 42 ibu
(64,6%).
Kesimpulan yang diperoleh dari karakteristik
responden yaitu sebagian besar usia responden dalam usia
reproduksi sehat, berpendidikan rendah, merupakan ibu
rumah tangga dan pernah melahirkan sebelumnya.
b. Status Gizi Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017
Status gizi ibu nifas adalah status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan
masukan nutrient yang diukur menggunakan lingkar lengan
atas (LILA). Status gizi dikatakan baik bila LILA ibu ≥23,5 cm
dan kurang bila LILA ibu
-
54
Tabel 4
Distribusi Status Gizi Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017
Status Gizi Ibu Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 49 75,4
Kurang 16 24,6
Total 65 100
Sumber : Data Primer
Distribusi status gizi ibu nifas pada tabel 4 dapat
diketahui bahwa ibu nifas dengan status gizi baik sebanyak
49 ibu (75,4%) dan bahwa ibu nifas dengan status gizi
kurang sebanyak 16 ibu (24,6%), sehingga dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar status gizi ibu nifas
adalah status gizi baik.
c. Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas di RSU Dewi
Sartika Tahun 2017
Budaya pantangan makanan adalah budaya atau
keyakinan tentang pantangan makanan akan
mempengaruhi penyembuhan perineum pada masa nifas.
Budaya makanan pada penelitian ini dikategorikan menjadi
dua yaitu ada pantangan makanan dan tidak ada pantangan
makanan. Hasil penelitian tentang budaya pantangan
makanan dapat dilihat pada tabel 5.
-
55
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar ibu nifas tidak memiliki budaya pantangan
makanan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 bahwa ibu nifas
yang tidak ada budaya pantangan makanan sebanyak 46 ibu
(70,8%) dan yang memiliki budaya pantangan makanan
sebanyak 19 orang (29,2%).
Tabel 5
Distribusi Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika
Tahun 2017
Budaya Pantangan Makanan
Frekuensi (n) Persentase (%)
Ada 19 29,2
Tidak ada 46 70,8
Total 65 100
Sumber : Data Primer
d. Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di RSU
Dewi Sartika Tahun 2017
Penyembuhan luka perineum adalah proses
penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Luka
dinyatakan sembuh pada penelitian ini bila terlihat tanda
kesembuhan berupa terbentuknya jaringan granulasi dalam
waktu 3-5 hari. Hasil penelitian penyembuhan luka perineum
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
-
56
Distribusi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017
Penyembuhan Luka Frekuensi (n) Persentase (%)
Sembuh 51 78,5
Belum sembuh 14 21,5
Total 65 100,00
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa dari 65
responden, ibu nifas yang sembuh luka perineumnya
sebanyak 51 responden (78,5%) dan ibu nifas yang
penyembuhan lukanya belum sembuh sebanyak 11
responden (21,5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar luka perineum pada ibu nifas telah sembuh
dengan baik.
2. Analisis Bivariabel
Analisis bivariabel merupakan analisis lanjutan dari analisis
univariabel. Analisis bivariabel dilakukan untuk menganalisis
hubungan dua variabel. Analisis bivariabel bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen
(kategorik) dengan variabel independen (kategorik) dapat
digunakan Uji Kai Kuadrat atau Chi Square. Analisis bivariabel
pada penelitian ini yaitu analisis hubungan status gizi ibu nifas
dan budaya makanan pantangan masa nifas dengan
penyembuhan luka perineum di RS Dewi Sartika tahun 2017.
-
57
a. Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan
Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun 2017
Setelah dilakukan analisis data tentang hubungan
status gizi ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum
maka diperoleh hasil penelitian bahwa dari 51 ibu nifas yang
luka perineumnya sembuh sebagian besar status gizinya
baik sebanyak 43 ibu (66,2%) sedangkan dari 14 ibu nifas
yang luka perineumnya belum sembuh sebagian besar
status gizinya kurang sebanyak 8 ibu (12,3%). Hasil analisis
Chi Square diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara
status gizi ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum
(p=0,001; X2=10,17). Hasil penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7 Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan Luka Perineum di
RS Dewi Sartika Tahun 2017
Status Gizi
Penyembuhan Luka Perineum
p X2 Sembuh Belum Sembuh
n % n %
Baik 43 66,2 6 9,2 0,001 10,17 Kurang 8 12,3 8 12,3
Sumber: Data Primer
p
-
58
Semakin baik status gizi ibu nifas maka semakin cepat
kesembuhan luka perineum.
b. Hubungan Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas Dengan
Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun
2017
Hasil penelitian hubungan budaya makanan pantangan
dengan penyembuhan luka perineum dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Hubungan Budaya Makanan Pantangan Ibu Nifas Dengan Penyembuhan
Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun 2017
Budaya Makanan
Pantangan
Penyembuhan Luka Perineum
p X2 Sembuh Belum Sembuh
n % n %
Ada 10 15,4 9 29,2 0,001 10,59 Tidak ada 41 63,1 5 7,7
Sumber: Data Primer
p
-
59
Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah ada hubungan antara
budaya pantangan makanan dengan kesembuhan luka perineum.
Semakin tidak ada budaya pantangan makanan maka semakin cepat
kesembuhan luka perineum.
C. Pembahasan
Penelitian tentang hubungan status gizi ibu nifas dan budaya
makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum
di RS Dewi Sartika telah dilaksanakan pada bulan April hingga Mei
tahun 2017. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada antara hubungan
status gizi ibu nifas dan budaya makanan pantangan masa nifas
dengan penyembuhan luka perineum.
1. Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan Luka
Perineum di RS Dewi Sartika
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara
status gizi ibu dengan kesembuhan luka perineum. Semakin baik
status gizi ibu nifas maka semakin cepat kesembuhan luka
perineum. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yulia
(2014) yang menyatakan bahwa ada pengaruh gizi terhadap
penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Demikin pula hasil
penelitian Susi (2012) tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan perawatan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit
Umum Cempaka. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa responden
-
60
yang memiliki gizi baik akan berdampak baik pula terhadap
penyembuhan luka perineum. Nilai p-value 0,021 (α
-
61
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak
menutup sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat
menyebabkan terjadinya kematian ibu postpartum mengingat
kondisi ibu postpartum masih lemah (Manuaba, 2012).
Salah satu upaya dalam rangka menurunkan angka kejadian
infeksi akibat luka perineum dengan melakukan perawatan pada
luka perineum (Saifuddin dkk, 2012). Perawatan yang tidak benar
dapat menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan,
karena perawatan yang salah dapat mengakibatkan kapiler darah
baru rusak dan mengalami perdarahan (Ruth dan Rendy, 2014).
Smeltzer (2012), menyatakan bahwa penyembuhan luka perineum
dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat,
posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia, edema,
defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi, overaktifitas,
gangguan sistemik, status imunosupresi, stres luka.
Pernyataan yang serupa oleh Johnson & Taylor, (2015), bahwa
faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka perineum
diantaranya status nutrisi, merokok, penambahan usia, obesitas,
diabetes mellitus (DM), kortikosteroid, obat-obatan, gangguan
oksigenasi, infeksi, dan stress luka.
-
62
Setiap luka tentunya berisiko mengalami infeksi, apalagi
jika status gizi atau nutrisi ibu kurang baik. Malnutrisi secara
umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka,
meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap
infeksi dan parut dengan kualitas yang buruk (Taylor, 2014).
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap
proses penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan
sangat membutuhkan protein (Rukiyah, 2014).
Gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka perineum dikarenakan asupan gizi ibu sangat
berpengaruh terhadap pemulihan kondisi fisik ibu. Zat-zat yang
dibutuhkan ibu pasca persalinan antara lain: kalori, protein,
kalsium dan vitamin D, magnesium, sayuran hijau dan buah,
karbohidrat kompleks, lemak, garam, cairan, vitamin, Zinc (Seng),
dan DHA (Rahma, 2014). Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan
untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah melahirkan, cadangan
tenaga serta untuk memenuhi produksi air susu. Ibu nifas
dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi, mengkonsumsi
makanan tambahan, kurang lebih 500 kalori tiap hari, makan
dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral, minum sedikitnya 3 liter
setiap hari, mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum,
mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit (Saifuddin, 2012).
-
63
Apabila kebutuhan gizi ibu tidak terpenuhi maka akan
menyebabkan ibu mengalami defisiensi zat gizi sehingga
meningkatkan resiko timbulnya penyakit dan lamanya
penyembuhan luka perineum (Rukiyah, 2014). Beberapa zat gizi,
baik zat gizi makro maupun mikro berperan penting dalam
pemulihan luka. Penurunan cadangan protein dalam tubuh pada
kasus gizi kurang atau buruk menyebabkan penurunan fungsi sel
T, penurunan aktivitas fagositik dan penurunan level antibodi
sehingga memicu terjadinya infeksi. Kekurangan protein juga dapat
menyebabkan kegagalan sintesis kolagen dan penurunan kekuatan
kulit. Karbohidrat dan lemak juga dibutuhkan dalam sintesis
kolagen. Defisiensi asam lemak bebas dapat menyebabkan
gagalnya pemulihan luka karena fosfolipid merupakan bahan
dasar pembentukan membran sedangkan prostaglandin yang
disintesis oleh asam lemak bebas berperan dalam metabolime
sel dan inflamasi (Arnold dan Babul, 2015).
Vitamin C dan vitamin A juga berperan dalam
sintesis kolagen. Defisiensi vitamin C akan menyebabkan
kerentanan terjadinya infeksi. Zat gizi mikro, seperti zink, zat
besi, dan magnesium juga berperan dalam pemulihan luka.
Defisiensi zink akan menyebabkan penurunan proliferasi fibroblas
dan sintesis kolagen. Peran magnesium dalam pemulihan luka
adalah sebagai kofaktor enzim dalam sintesi kolagen. Zat gizi
-
64
mikro laiinya yang berperan dalam penyembuhan luka antara lain
vitamin B, vitamin E, vitamin K, kalsium, dan selenium (Arnold dan
Babul, 2015). Air juga berperan dalam mendukung terjadinya
proliferasi sel. Dehidrasi menyebabkan pengerasan epidermis
yang akan memperlama penyembuhan luka (Brown and Philips,
2014).
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Smeltzer (2002),
makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu
dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa
penyembuhan luka perineum. Kualitas dan jumlah makan yang
dikonsumsi ibu sangat berpengaruh pada penyembuhan luka jalan
lahir. Adapun manfaat gizi seimbang adalah untuk dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI yang akan dikonsumsi
bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, serta mencegah
terjadinya infeksi. Ibu memerlukan gizi baik untuk mempertahankan
tubuh terhadap infeksi.
2. Hubungan Budaya Makanan Pantangan Masa Nifas Dengan
Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi Sartika
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara
budaya pantangan makanan dengan kesembuhan luka perineum.
Semakin tidak ada budaya pantangan makanan maka semakin
cepat kesembuhan luka perineum. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Sondang (2014) yang menyatakan bahwa
-
65
ibu nifas di BPS Ny. Arifin di Surabaya yang melakukan pantangan
makanan maka luka perineumnya tidak sembuh.
Hasil penelitian Endah dkk (2016) menyatakan bahwa ibu
nifas yang melakukan pantangan makanan protein hewani maka
penyembuhan luka perineumnya lebih lama. Hasil penelitian
Mas’adah (2014) juga menyatakan ada hubungan antara kebiasaan
berpantang makanan tertentu dengan penyembuhan luka
perineum pada ibu nifas. yaitu mengalami penyembuhan luka
perineumnya buruk 50%.
Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
perineum antara lain gizi, tradisi, personal hygiene, lingkungan,
pengetahuan, dan cara perawatan. Budaya merupakan salah satu
yang mempengaruhi status kesehatan. Di antara kebudayaan
maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada yang menguntungkan,
ada pula yang merugikan. Budaya atau keyakinan akan
mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak
(pantang makan) telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi
asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan
luka (Dayu, 2012).
Pantangan makan pada masa nifas dapat menurunkan
asupan gizi ibu yang akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu
dan produksi air susu (Suprabowo, 2016). Pantangan makan
sumber-sumber protein akan menyebabkan defisitnya tingkat
-
66
kecukupan protein dan zat besi sehingga menyebabkan terjadinya
anemia. Terpenuhinya kebutuhan gizi selama masa nifas,
khususnya protein berhubungan dengan lamanya penyembuhan
luka perineum (Supiati dan Yulaika, 2015). Makanan yang bergizi
dan sesuai porsi menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan akan
mempercepat penyembuhan luka perineum.
Sejalan dengan penelitian Setiya (2015), ibu nifas pantang
mengkonsumsi telur, daging ayam, ikan (yang berasal dari air
tawar ataupun air laut), serta bahan makanan lain yang berasal
dari laut seperti udang, kepiting, cumi-cumi, dan sebagainya
yang merupakan sumber protein hewani. Protein hewani
merupakan protein lengkap (sempurna) yang mengandung
berbagai asam amino esensial lengkap yang dapat memenuhi
unsur-unsur biologis sempurna. Sehingga ibu nifas tersebut tidak
mendapat asupan zat gizi yang cukup untuk proses penyembuhan
lukaperineum (Almatsier, 2014). Apabila ibu nifas yang tidak
mengkonsumsi makanan protein hewani akan timbul jaringan
granulasi abnormal pada luka perineum, adanya pus, luka tidak
menutup dan luka dijahit kembali. Ibu nifas yang
mengkonsumsi makanan protein hewani pada luka perineumnya
akan kering, menutup dan disertai jaringan parut.
Menurut Suparyanto (2014) Ada beberapa jenis-jenis
makanan yang dipantang pada masa nifas seperti ikan mujair,
-
67
udang, ikan belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap
akan menyebabkan perut menjadi sakit. Ibu melahirkan pantang
makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan
pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang
dianjurkan adalah tahu, tempe dan sebagainya. Buah-buahan
seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buah-
buahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu air,
karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak dan
cepat hamil kembali. Semua jenis buah-buahan yang bentuknya
bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh, duku dan
kentang karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi gendut
seperti orang hamil.
Semua jenis makanan yang l