HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/421/1/HUBUNGAN...

102
HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN PANTANGAN MASA NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM DI RS DEWI SARTIKA KOTA KENDARI TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan di Program Studi D-IV Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari OLEH THEANA PUTRI SAKINAH P00312013036 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN KENDARI 2017

Transcript of HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN ...repository.poltekkes-kdi.ac.id/421/1/HUBUNGAN...

  • 1

    HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN PANTANGAN MASA NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA

    PERINEUM DI RS DEWI SARTIKA KOTA KENDARI TAHUN 2017

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan di Program Studi D-IV Kebidanan

    Politeknik Kesehatan Kendari

    OLEH

    THEANA PUTRI SAKINAH P00312013036

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

    JURUSAN KEBIDANAN KENDARI

    2017

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    I. IDENTITAS PENULIS

    a. Nama : Theana Putri Sakinah

    b. Tempat, Tanggal Lahir : Batuawu, 03 April 1995

    c. Jenis Kelamin : Perempuan

    d. Suku/ Bangsa : Moronene/ Indonesia

    e. Agama : Islam

    f. Alamat : Andounohu,Perumahan Dosen Blok

    K. 22 Kota Kendari

    II. PENDIDIKAN

    a. SD Negeri Batuawu, tamat tahun 2007

    b. SMP Negeri 14 kabsel, tamat tahun 2010

    c. SMA Negeri 3 Bombana, tamat tahun 2013

    d. Terdaftar sebagai mahasiswa Politeknik Kesehatan Kendari

    Jurusan Kebidanan Prodi D-IV Kebidanan Tahun 2013 sampai

    sekarang.

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

    limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat

    menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Status Gizi

    Ibu Nifas Dan Budaya Makanan Pantangan Masa Nifas Dengan

    Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun

    2017”.

    Dalam proses penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang

    membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala

    kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih

    sebesar-besarnya terutama kepada Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes selaku

    Pembimbing I dan Ibu Aswita, S.Si.T,MPH selaku Pembimbing II yang

    telah banyak membimbing sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat

    pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan

    terima kasih kepada:

    1. Bapak Petrus, SKM. M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kendari.

    2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes sebagai Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

    Kendari.

    3. Ibu Dr. Nurmiaty, S.Si.T, MPH, Ibu Melania Asi, S.Si.T, M.Kes, Ibu Wa

    Ode Asma Isra, S.Si.T, M.Kes selaku penguji dalam proposal skripsi

    ini.

    4. Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari

  • vi

    5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Kendari

    Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu

    pengetahuan selama mengikuti pendidikan yang telah memberikan

    arahan dan bimbingan.

    6. Seluruh teman-teman D-IV Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

    Kendari, yang senantiasa memberikan bimbingan, dorongan,

    pengorbanan, motivasi, kasih sayang serta doa yang tulus dan ikhlas

    selama penulis menempuh pendidikan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

    karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

    harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini serta sebagai bahan

    pembelajaran dalam penyusunan skripsi selanjutnya.

    Kendari, Juli 2017

    Penulis

  • vii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL........................................................................... I

    HALAMAN PERSETUJUAN............................................................. Ii

    BIODATA.......................................................................................... Iii

    KATA PENGANTAR…..................................................................... Iv

    DAFTAR ISI….................................................................................. vi

    DAFTAR TABEL.............................................................................. viii

    DAFTAR LAMPIRAN....................................................................... Ix

    ABSTRAK........................................................................................ X

    BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1

    A. Latar Belakang.......................................................................... 1

    B. Perumusan Masalah.................................................................. 4

    C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian..................................................................... 6

    E. Keaslian Penelitian.................................................................... 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 7

    A. Telaah Pustaka.......................................................................... 7

    B. Landasan Teori.......................................................................... 32

    C. Kerangka Teori.......................................................................... 34

    D. Kerangka Konsep...................................................................... 35

    E. Hipotesis Penelitian................................................................... 35

    BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 36

    A. Jenis Penelitian......................................................................... 36

    B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 36

    C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 37

    D. Variabel Penelitian..................................................................... 38

    E. Definisi Operasional.................................................................. 38

    F. Jenis dan Sumber Data Penelitian............................................ 39

    G. Instrumen Penelitian.................................................................. 39

    H. Alur Penelitian........................................................................... 40

  • viii

    I. Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 40

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 43

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................... 43

    B. Hasil Penelitian......................................................................... 50

    C. Pembahasan............................................................................. 57

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 66

    A. Kesimpulan................................................................................ 66

    B. Saran......................................................................................... 66

    DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 67

    LAMPIRAN

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun

    2016........................................................................................

    48

    Tabel 2. Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016......... 49

    Tabel 3. Karakteristik Responden...................................................... 51

    Tabel 4. Distribusi Status Gizi Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun

    2017........................................................................................

    52

    Tabel 5. Distribusi Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas di RSU

    Dewi Sartika Tahun 2017.......................................................

    53

    Tabel 6. Distribusi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu

    Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017..........................

    54

    Tabel 7. Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan

    Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun 2017...........

    55

    Tabel 8. Hubungan Budaya Makanan Pantangan Ibu Nifas

    Dengan Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi

    Sartika Tahun 2017.........................................................

    56

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Surat izin pengambilan data awal dari Poltekkes

    Kemenkes kendari

    Lampiran 2. Formulir persetujuan menjadi responden penelitian

    Lampiran 3. Kuesioner

    Lampiran 4. Surat izin penelitian dari Badan Riset Propinsi Sultra

    Lampiran 5. Surat keterangan melakukan penelitian dari RSU Dewi

    sartika Kota Kendari

    Lampiran 6. Master tabel

    Lampiran 7. Output analisis data

    Lampiran 8. Dokumentasi penelitian

  • xi

    ABSTRAK

    HUBUNGAN STATUS GIZI IBU NIFAS DAN BUDAYA MAKANAN PANTANGAN MASA NIFAS DENGAN PENYEMBUHAN LUKA

    PERINEUM DI RS DEWI SARTIKA KOTA KENDARI TAHUN 2017

    Teana Putri Sakinah1 Kartini

    2 Aswita

    2

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status gizi ibu nifas dan budaya makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.

    Desain penelitian yang digunakan ialah observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ibu nifas yang mengalami luka perineum derajat II dan III di ruang kamar bersalin Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari yang berjumlah 65 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner untuk menilai tentang penyembuhan luka perineum, status gizi, pantangan makanan. Data dianalisis dengan uji Chi-Square.

    Hasil penelitian menunjukkan Sebagian besar luka perineum pada ibu nifas di RSU Dewi Sartika telah sembuh dengan baik sebanyak 51 responden (78,5%), sebagian besar status gizi ibu nifas di RSU Dewi Sartika adalah status gizi baik sebanyak 49 ibu (75,4%), sebagian besar ibu nifas di RSU Dewi Sartika tidak memiliki budaya pantangan makanan sebanyak 46 ibu (70,8%). Ada hubungan antara status gizi ibu dengan kesembuhan luka perineum (p=0,001; X2=10,17). Ada hubungan antara budaya pantangan makanan dengan kesembuhan luka perineum (p=0,001; X2=10,59).

    Kata kunci : status gizi, budaya pantangan makanan, penyembuhan luka perineum 1 Mahasiswa Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kendari

    2 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Luka perineum merupakan salah satu penyebab perdarahan

    pasca salin. Luka ini sebagai penyebab kedua perdarahan setelah

    atonia uteri yang terjadi pada hampir setiap persalinan pertama dan

    tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Saifuddin, 2012).

    Kejadian luka perineum di dunia sebanyak 2,7 juta pada ibu bersalin.

    Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2020. Di

    Amerika dari 26 juta ibu bersalin, terdapat 40% mengalami luka

    perineum. Di Asia kejadian luka perineum cukup banyak terjadi, 50%

    dari kejadian robekan perineum di dunia terjadi di Asia (Bascom,

    2011). Di Indonesia luka perineum dialami oleh 75% ibu melahirkan

    pervaginam. Pada tahun 2013 menemukan bahwa dari total 1951

    kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan perineum

    8% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan (Kemenkes

    RI, 2013).

    Dampak dari terjadinya luka perineum pada ibu diantaranya

    terjadinya infeksi pada luka jahitan, dan dapat merambat pada saluran

    kandung kemih ataupun pada jalan lahir sehingga dapat berakibat

    pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi

    pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi perdarahan karena

    terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup

  • 2

    sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan

    terjadinya kematian ibu postpartum mengingat kondisi ibu postpartum

    masih lemah (Manuaba, 2012).

    Salah satu upaya dalam rangka menurunkan angka kejadian

    infeksi akibat luka perineum dengan melakukan perawatan pada luka

    perineum (Saifuddin dkk, 2012). Perawatan yang tidak benar dapat

    menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan, karena

    perawatan yang salah dapat mengakibatkan kapiler darah baru rusak

    dan mengalami perdarahan (Ruth dan Rendy, 2014).

    Smeltzer (2012), menyatakan bahwa penyembuhan luka

    perineum dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan,

    istirahat, posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia,

    edema, defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi,

    overaktifitas, gangguan sistemik, status imunosupresi, stres

    luka. Pernyataan yang serupa oleh Johnson & Taylor, (2015),

    bahwa faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka perineum

    diantaranya status nutrisi, merokok, penambahan usia, obesitas,

    diabetes mellitus (DM), kortikosteroid, obat-obatan, gangguan

    oksigenasi, infeksi, dan stress luka.

    Setiap luka tentunya berisiko mengalami infeksi, apalagi

    jika status gizi atau nutrisi ibu kurang baik. Malnutrisi secara umum

    dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatnya

    dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan

  • 3

    parut dengan kualitas yang buruk (Taylor, 2014). Faktor gizi

    terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses

    penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan sangat

    membutuhkan protein (Rukiyah, 2014). Apabila kebutuhan gizi ibu

    tidak terpenuhi maka akan menyebabkan ibu mengalami defisiensi

    zat gizi sehingga meningkatkan resiko timbulnya penyakit dan

    lamanya penyembuhan luka perineum (Rukiyah, 2014). Hasil

    penelitian Hayu dkk (2013) menyatakan ada hubungan antara status

    nutrisi ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum. Demikian pula

    hasil penelitian Trisnawati (2015) menyatakan bahwa ada hubungan

    antara status gizi dengan penyembuhan luka perineum.

    Kurangnya asupan nutrisi ibu dapat dipengaruhi oleh adanya

    budaya pantang makan, seperti telur, ikan dan daging ayam (Dayu,

    2012). Beberapa pantangan makanan pada masa kehamilan dan

    masa nifas di Jawa. Di Aceh, ibu dalam masa nifas tidak boleh keluar

    rumah selama 40 hari, pantang makan antara lain telur, ayam, daging,

    ikan besar seperti tuna (lebih sering diberikan teri kering di goreng),

    nenas, pepaya, pisang, mangga, kangkung, sawi, terong, mie, dan

    sayuran lebih sering direbus (Nurazizah, 2014).

    Hasil penelitian Mas’adah (2014) menyatakan ada hubungan

    antara kebiasaan berpantang makanan tertentu dengan

    penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. yaitu mengalami

    penyembuhan luka perineumnya buruk 50%. Hasil penelitian ini sesuai

  • 4

    dengan teori bahwa semakin baik konsumsi nutrisi semakin baik

    penyembuhan luka perineum karena makanan yang memenuhi syarat

    gizi dapat mempercepat penyembuhan luka (Manuaba, 2012).

    Data dari Rumah sakit Dewi Sartika menyatakan bahwa jumlah

    ibu bersalin tahun 2014 sebanyak 313 persalinan fisiologi dan 192

    diantaranya mengalami luka perineum. Jumlah ibu bersalin tahun

    2015 sebanyak 276 persalinan fisiologi dan 157 mengalami luka

    perineum. Jumlah ibu bersalin tahun 2016 sebanyak 764 persalinan

    fisiologi dan 574 mengalami luka perineum. Berdasarkan data tersebut

    dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah ibu bersalin yang

    mengalami ruptur perineum (RSU Dewi Sartika, 2017).

    Berdasarkan hasil wawancara awal terhadap 10 ibu yang

    pernah mengalami ruptur perineum di ruang bersalin Rumah sakit

    Dewi Sartika terdapat 6 ibu yang mengalami penyembuhan luka

    perineum lebih cepat diantaranya 4 ibu memiliki gizi baik, 4 ibu yang

    mengalami penyembuhan luka perineum lebih lambat dikarenakan ibu

    memiliki budaya pantangan makanan dan status gizinya dalam

    kategori kurang.

    Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga penulis tertarik

    untuk meneliti tentang hubungan status gizi ibu nifas dan budaya

    makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum

    di RSU Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017

  • 5

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah

    penelitian yaitu apakah ada hubungan status gizi ibu nifas dan budaya

    makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum

    di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017 ?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui hubungan status gizi ibu nifas dan budaya

    makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka

    perineum di RS Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mengetahui distribusi frekuensi penyembuhan luka perineum

    di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari Kota Kendari

    tahun 2017.

    b. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi ibu nifas di Rumah

    Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.

    c. Mengetahui distribusi frekuensi budaya makanan pantangan

    masa nifas di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari

    tahun 2017.

    d. Menganalisis hubungan status gizi ibu nifas dengan

    penyembuhan luka perineum di Rumah Sakit Umum Dewi

    Sartika Kota Kendari tahun 2017.

  • 6

    e. Menganalisis hubungan budaya makanan pantangan masa

    nifas dengan penyembuhan luka perineum di Rumah Sakit

    Umum Dewi Sartika Kota Kendari tahun 2017.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Bagi Ibu Nifas

    Untuk menambah wawasan ibu tentang nutrisi yang baik dalam

    masa nifas yang bermanfaat untuk penyembuhan luka perineum.

    2. Manfaat Bagi Rumah Sakit

    Untuk dapat meningkatkan peran petugas dalam memberikan

    asuhan kebidanan masa nifas di rumah pada ibu pasca bersalin.

    3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

    Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan

    perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.

    E. Keaslian Penelitian

    1. Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2015) yang berjudul faktor-

    faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka jahitan perineum

    ibu nifas di Puskesmas Mergangsang. Perbedaan penelitian ini

    dengan penelitian Trisnawati adalah jenis penelitian. Jenis peneltian

    Trisnawati adalah kohor retrospektif, sedangkan penelitian ini adalah

    cross sectional.

    2. Penelitian Erna dkk (2015) yang berjudul hubungan pemenuhan gizi

    ibu nifas dengan pemulihan luka perineum. Perbedaan penelitian ini

    dengan penelitian Trisnawati adalah variabel bebas penelitian.

  • 7

    3. Variabel bebas peneltian Erna dkk adalah pemenuhan gizi sedangkan

    penelitian ini adalah status gizi dan budaya pantangan makanan.

  • 7

    8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Telaah Pustaka

    1. Penyembuhan Luka Perineum

    a. Perineum

    Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu

    bawah panggul yang terletak antara vulva dan anus.

    Perineumterdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma

    pelvis. Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm

    (Saifuddin dkk, 2012). Diafragma pelvis terdiri dari muskulus

    levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta

    selubung fasia dari otot-otot ini.

    Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar

    bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari

    permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.

    Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar

    vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk

    keduanya, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan

    pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar

    diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial

    dan simpisis phubis.

    Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis

    transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung

  • 9

    fasia interna dan eksterna (Cunningham, 2012). Persatuan antara

    mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat

    oleh tendon sentralis perineum, tempat bersatu bulbokavernosus,

    muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani

    eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan

    merupakan pendukung utama perineum, sering robek selama

    persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat

    yang tepat. Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan

    infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada

    genetalia eksterna (Cunningham, 2012).

    b. Luka Perineum

    Klasifikasi luka (ruptur) ruptur perineum menurut Saifuddin

    (2012) terbagi dua bagian yaitu:

    1. Ruptur perineum spontan

    Ruptur perineum spontan luka pada perineum yang terjadi

    karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan

    perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat

    persalinan dan biasanya tidak teratur.

    2. Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi)

    Ruptur perineum yang disengaja (episiotomi) adalah luka

    perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan

    atau perobekan pada perineum. Episiotomi adalah

  • 10

    torehan yang dibuat pada perineum untuk memperbesar

    saluran keluar vagina.

    Saifuddin (2012), menyebutkan bahwa robekan perineum

    dapat di bagi dalam 4 tingkatan yaitu:

    1. Tingkat I: Robekan hanya terjadi pada selaput lender

    vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum

    sedikit.

    2. Tingkat II: Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu

    selama mengenai selaput lendir vagina juga mengenai

    muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai

    sfingter ani.

    3. Tingkat III: Robekan yang terjadi mengenai seluruh

    perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani. Ruptura

    perinei totalis di beberapa kepustakaan yang berbeda

    disebut sebagai termasuk dalam robekan derajat III atau

    IV.

    4. Tingkat IV:Robekan hingga epitel anus. Robekan mukosa

    rectum tanpa robekan sfingter ani sangat jarang dan tidak

    termasuk dalam klasifikasi diatas.

    Penelitian Sleep et al dalam Boyle (2013), menunjukkan

    bahwa episiotomi rutin yang dilakukan tidak bermanfaat bagi ibu

    dan bayi, dan bahkan menyebabkan banyak komplikasi

    potensial pada ibu. Temuan ini tidak hanya diterima di Inggris,

  • 11

    tetapi juga diuji oleh pengujian Internasional (Carroli dan

    Belizan dalam Boyle, 2013).

    Garcia et al dalam Boyle (2013), menemukan bahwa dari

    total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat

    jahitan; 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan.

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suatu robekan

    akan sembuh lebih baik dari pada episiotomi. Episiotomirutin

    tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan :

    meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma,

    sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat

    dibandingkan dengan laserasi derajat tiga atau empat yang

    terjadi tanpa episiotomi, meningkatnya nyeri pasca persalinan,

    dan meningkatnya risiko infeksi (JNPK-KR, 2012).

    Episiotomi dapat dilakukan atas indikasi/pertimbangan

    pada persalinan pevaginam pada penyulit (sunsang, distosia

    bahu, ekstraksi cunam, vakum), penyembuhan ruptur perineum

    tingkat III-IV yang kurang baik, gawat janin, dan perlindungan

    kepala bayi prematur jika perineum ketat/kaku (Saifuddin,

    2012).

    c. Penyembuhan Luka Perineum

    Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan

    perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2013).

    Penyataan ini di dukung oleh Eny dkk (2014) yaitu

  • 12

    penyembuhan luka adalah panjang waktu proses pemulihan

    pada kulit karena adanya kerusakan atau disintegritas jaringan

    kulit.

    1. Bentuk-bentuk Penyembuhan Luka

    Ada beberapa bentuk dari penyembuhan luka menurut

    Boyle (2013), adalah :

    a). Primary Intention (Proses Utama)

    Luka dapat sembuh melalui proses utama yang terjadi

    ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan

    menjahitnya. Jika luka dijahit, terjadi penutupan jaringan

    yang disatukan dan tidak ada ruang yang kosong. Oleh

    karena itu dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal

    dan kontraksi sedikit berperan. Epitelium akan

    bermigrasi di sepanjang garis jahitan, dan

    penyembuhan terjadi terutama oleh timbunan jaringan

    penghubung.

    b). Secondary Intention (Proses Skunder)

    Penyembuhan melalui proses skunder membutuhkan

    pembentukan jaringan ganulasi dan kontraksi luka. Hal

    ini dapat terjadi dengan meningkatnya jumlah densitas

    (perapatan), jaringan parut fibrosa, dan penyembuhan

    ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Luka jahitan

    yang rusak tepian lukanya dibiarkan terbuka dan

  • 13

    penyembuhan terjadi dari bawah melalui jaringan

    granulasi dan kontraksi luka.

    c). Third Intention (Proses Primer Terlambat)

    Terjadi pada luka terkontaminasi yang pada awalnya

    dibiarkan terbuka, yaitu dengan memasang tampon,

    memungkinkan respons inflamasi berlangsung dan

    terjadi peningkatan pertumbuhan daerah baru di

    tepian luka. Setelah beberapa hari, tampon dibuka dan

    luka dijahit.

    Adapun dalam Smeltzer (2012)

    menyebutkan bentuk-bentuk dari penyembuhan luka

    ada tiga tahapan yaitu:

    a). Intensi Primer (Penyatuan Pertama)

    Luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan

    jaringan minimum, dan penutupan dengan baik,

    seperti dengan suture (jahit), sembuh dengan

    sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika

    luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi

    tidak tampak, luka bersih, dalam garis lurus, semua

    tepi luka merapat dengan baik. Biasanya

    penyembuhan cepat dengan pembentukan jaringan

    parut minimal.

  • 14

    b). Intensi Sekunder (Granulasi)

    Pada luka terjadi pembentukan nanah/pus (supurasi)

    atau terdapat tepi luka tidak saling merapat, proses

    perbaikan kurang sederhana dan membutuhkan

    waktu lebih lama. Luka jadi besar dengan kehilangan

    jaringan yang banyak. Sel-sel sekitar kapiler

    mengubah bentuk bulat menjadi panjang, tipis dan

    saling menindih satu sama lain untuk membentuk

    jaringan parut atau sikatrik. Penyembuhan

    membutuhkan waktu lebih lama dan mengakibatkan

    pembentukan jaringan parut lebih banyak.

    c). IntensiTersier (Suture Sakunder)

    Jika luka dalam, baik yang belum di jahit (suture) atau

    terlepas dan kemudian dijahit kembali nantinya,

    dua permukaan granulasi yang berlawanan

    disambungkan. Granulasi lebuh besar, resiko infeksi

    lebih besar, reaksi inflamasi lebih besar dibanding

    intensi primer. Penjahitan lama dan lebih banyak

    terbentuk jaringan parut.

    Morison (2014), menyebutkan bahwa ada dua jenis

    tingkatan penyembuhan luka yaitu:

    1). Secara Intensi Primer yaitu dengan menyatukan kedua

    tepi luka berdekatan dan saling berhadapan. Jaringan

  • 15

    granulasi yang dihasilkan, sangat sedikit. Dalam

    waktu 10-14 hari re-epitelialisasi secara normal sudah

    sempurna, dan biasanya hanya menyisakan jaringan

    parut tipis, yang dengan cepat dapat memudar dari

    warna merah muda menjadi putih.

    2). Secara Intensi Sekunder terjadi pada luka-luka

    terbuka, dimana terdapat kehilangan jaringan yang

    signifikan. Jaringan granulasi, yang terdiri atas kapiler-

    kapiler darah baru yang disokong oleh jaringan ikat,

    terbentuk didasar luka dan sel-sel epitel melakukan

    migrasi ke pusat permukaaan luka. Daerah permukaan

    luka menjadi lebih kecil akibat suatu proses yang

    dikenal sebagai kontraksi dan jaringan ikat disusun

    kembali sehingga membentuk jaringan yang bertambah

    kuat sejalan dengan bertambahnya waktu.

    2. Fase-fase Penyembuhan Luka

    Menurut Sjamsuhidajat (2014), bahwa penyembuhan

    luka dapat terjadi dalam beberapa fase yaitu:

    a). Fase Inflamasi/Peradangan (24 jam pertama–48 jam)

    Setelah terjadi trauma, pembuluh darah yang

    terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan

    dan tubuh akan berusaha menghentikannya, pengerutan

    ujung pembuluh darah yang terputus (retraksi), reaksi

  • 16

    hemostasis serta terjadi reaksi inflamasi (peradangan).

    Respon peradangan adalah suatu reaksi normal yang

    merupakan hal penting untuk memastikan penyembuhan

    luka. Peradangan berfungsi mengisolasi jaringan yang

    rusak dan mengurangi penyebaran infeksi.

    b). Fase Proliferasi (3–5 hari)

    Fase proliferasi adalah fase penyembuhan luka

    yang ditandai oleh sintesis kolagen. Sintesis kolagen

    dimulai dalam 24 jam setelah cidera dan akan mencapai

    puncaknya pada hari ke 5 sampai hari ke 7, kemudian

    akan berkurang secara perlahan-lahan. Kolagen

    disekresi oleh fibroblas sebagai tropokolagen imatur

    yang mengalami hidroksilasi (tergantung vitamin C) untuk

    menghasilkan polimer yang stabil. Proses fibroplasia

    yaitu penggantian parenkrim yang tidak dapat

    beregenerasi dengan jaringan ikat.

    Pada fase proliferasi, serat-serat dibentuk dan

    dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan

    tegangan pada luka yang cenderung mengerut,

    sehingga menyebabkan tarikan pada tepi luka.

    Fibroblast dan sel endotel vaskular mulai berproliferasi

    dengan waktu 3-5 hari terbentuk jaringan granulasi yang

    merupakan tanda dari penyembuhan. Jaringan granulasi

  • 17

    berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol

    halus. Bentuk akhir dari jaringan granulasi adalah suatu

    parut yang terdiri dari fibroblast berbentuk spindel,

    kolagen yang tebal, fragmen jaringan elastik, matriks

    ekstraseluler serta pembuluh darah yang relatif sedikit

    dan tidak kelihatan aktif.

    c). Fase Maturasi (5 hari sampai berbulan-bulan)

    Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas

    penyerapan Kembali jaringan yang berlebih, pengerutan

    sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan

    kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini

    dinyatakan berakhir jika semua tanda radang sudah

    hilang dan bisa berlangsung berbulan-bulan. Tubuh

    berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi

    abnormal karena proses penyembuhan. Oedema dan

    sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler

    baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang

    berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan

    regangan yang ada.

    Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang

    pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasar. Terlihat

    pengerutan yang maksimal pada luka. Pada akhir fase ini,

    perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80%

  • 18

    kemampuan kulit normal (Sjamsuhidajat, 2014). Pada dasarnya,

    kekuatan luka terutama tergantung pada jahitan; ketika

    jahitannya dilepas, kekuatan luka hanya sekitar 10% dari

    keadaan normal.

    Kekuatan menghadapi regangan akhirnya mencapai

    kestabilan pada 70% sampai 80% dari keadaan normal dalam

    wakktu 3 bulan. Keadaan ini disertai dengan peningkatan

    sintesis kolagen yang melampaui penguraian kolagen dan

    kemudian diikuti oleh pengikatan silang serta peningkatan

    ukuran serat kolagen (Mitchell dkk, 2014). Smeltzer (2012),

    menyebutkan bahwa penyembuhan luka perineum dapat di

    pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat,

    posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia,

    edema, defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi,

    overaktifitas, gangguan sistemik, status imunosupresi, stres

    luka.

    Menurut Johnson & Taylor (2015), bahwa status nutrisi,

    merokok, usia, obesitas, diabetes mellitus, kortikosteroid, obat-

    obatan, gangguan oksigenasi, infeksi, dan stress luka dapat

    memengaruhi proses penyembuhan luka. Dari Boyle

    (2013), menyatakan bahwa penyembuhan luka dipengaruhi

    oleh malnutrisi, merokok, kurang tidur, stres, kondisi medis dan

    terapi, asuhan kurang optimal, infeksi, dan apusan luka.

  • 19

    d. Perawatan Luka Perineum

    1). Definisi Perawatan Luka Perineum

    Perawatan luka perineum adalah pemenuhan

    kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang

    dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara

    kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ

    membran seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar,

    2012). Menurut Suparyanto (2014), bahwa perawatan luka

    merupakan suatu usaha untuk mencegah trauma (injury)

    pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang

    disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi

    yang dapat merusak permukaan kulit. Luka perineum yang

    bengkak, merah dan mengeluarkan pus (nanah) dapat

    disebabkan karena faktor ketidaktahuan dalam perawatan

    perineum, juga kecerobohan tindakan episiotomi dapat

    mengakibatkan infeksi dan berakibat besar meningkatkan

    angka kematian ibu (Saifuddin, 2012).

    Menurut Rajab (2013), bahwa perjalanan penyakit

    dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu: tahap

    prapatogenesis, tahap inkubasi, tahap penyakit dini,

    tahap penyakit lanjut, dan tahap akhir penyakit. Menurut

    Prasetyawati (2011) menyebutkan bahwa penyakit adalah

    kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk

  • 20

    bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan

    maka timbullah gangguan pada fungsi atau struktur dari

    bagian organisasi atau sistem dari tubuh.

    2). Tujuan Perawatan Luka Perineum

    Tujuan perawatan perineum menurut Suparyanto

    (2014), adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan

    dengan penyembuhan jaringan. Menurut Suparyanto

    (2014) menyebutkan tujuan perawatan luka adalah :

    a). Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke

    dalam kulit dan membran mukosa.

    b). Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan

    c). Mempercepat penyembuhan dan mencegah perdarahan

    d). Membersihkan luka dari benda asing atau debris

    e). Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat

    2). Pelaksanaan Perawatan Perineum

    Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk

    pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang

    disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk

    melalui vulva yang terbuka atau akibat dari

    perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung

    lochea (pembalut) (Cendikia, 2014). Menurut Rajab (2013),

    seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku

    sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping. Perilaku

  • 21

    sakit (illness behavior) merupakan perilaku orang sakit yang

    meliputi cara seseorang memantau tubuhnya,

    mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang

    dialami, melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan

    sistem pelayanan kesehatan.

    Pada masa nifas asuhan kebidanan lebih ditujukan

    kepada upaya pencegahan (preventif) terhadap infeksi,

    karena pada akhir hari kedua nifas kuman-kuman di vagina

    dapat mengadakan kontaminasi, tetapi tidak semua wanita

    mengalami infeksi oleh karena adanya lapisan

    pertahanan leukosit dan kuman-kuman relatif tidak

    virulen serta penderita mempunyai kekebalan terhadap

    infeksi (Saifuddin, 2012). Salah satu upaya preventif untuk

    menurunkan angka kejadian infeksi pada ibu nifas dengan

    melakukan perawatan luka perineum. Perawatan perineum

    umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-

    hal yang perlu diperhatikan adalah mencegah

    kontaminasi dengan rektum, menangani dengan lembut

    jaringan luka, membersihkan darah yang menjadi sumber

    infeksi dan bau (Saifuddin, 2012).

  • 22

    2. Status Gizi Ibu Nifas

    a. Pengertian Status Gizi

    Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam

    pemenuhan nutrisi untuk ibu hamil. Status gizi juga

    didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan

    oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan

    nutrient.

    b. Gzi Dalam Masa Nifas

    Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk

    pemulihan kondisi kesehatan setelah melahirkan,

    cadangan tenaga serta untuk memenuhi produksi air

    susu. Ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan

    gizi sebagai berikut:

    1). Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500

    kalori tiap hari

    2). Makan dengan diet gizi seimbang untuk

    memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak,

    vitamin, dan mineral

    3). Minum sedikitnya 3 liter setiap hari

    4). Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum

    5). Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit (Saifuddin,

    2012) Menurut Rahma (2014), zat-zat yang dibutuhkan

    ibu pasca persalinan antara lain:

  • 23

    1). Kalori

    Kebutuhan kalori pada masa menyusui sekitar 400-500

    kalori. Wanita dewasa memerlukan 1800 kalori per hari.

    Sebaiknya ibu nifas jangan mengurangi kebutuhan

    kalori, karena akan mengganggu proses metabolisme

    tubuh dan menyebabkan ASI rusak.

    b. Protein

    Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi

    per hari. Satu protein setara dengan tiga gelas susu,

    dua butir telur, lima putih telur, 120 gram keju, 1 ¾

    gelas yoghurt, 120-140 gram ikan/daging/unggas,

    200-240 gram tahu atau 5-6 sendok selai kacang.

    c. Kalsium dan vitamin D

    Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan

    tulang dan gigi. Kebutuhan kalsium dan vitamin D

    didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur

    di pagi hari. Konsumsi kalsium pada masa menyusui

    meningkat menjadi 5 porsi per hari. Satu setara dengan

    50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160 gram ikan

    salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280 gram tahu

    kalsium.

    d. Magnesium

    Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu

    gerak otot, fungsi syaraf dan memperkuat tulang.

  • 24

    Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan

    kacang-kacangan.

    e. Sayuran hijau dan buah

    Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari.

    satu porsi setara dengan 1/8 semangka, 1/4 mangga,

    ¾ cangkir brokoli, ½ wortel, ¼-1/2 cangkir sayuran hijau

    yang telah dimasak, satu tomat.

    f. Karbohidrat kompleks

    Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks

    diperlukan enam porsi per hari. Satu porsi setara

    dengan ½ cangkir nasi, ¼ cangkir jagung pipil, satu

    porsi sereal atau oat, satu iris roti dari bijian utuh, ½ kue

    muffin dari bijian utuh, 2-6 biskuit kering atau crackers, ½

    cangkir kacang-kacangan, 2/3 cangkir kacang koro,

    atau 40 gram mi/pasta dari bijian utuh.

    g. Lemak

    Rata-rata kebutuhan lemak dewasa adalah 41/2 porsi

    lemak (14 gram perporsi) perharinya. Satu porsi lemak

    sama dengan 80 gram keju, tiga sendok makan

    kacang tanah atau kenari, empat sendok makan

    krim, secangkir es krim, ½ buah alpukat, dua sendok

    makan selai kacang, 120-140 gram daging tanpa

    lemak, sembilan kentang goreng, dua iris cake, satu

  • 25

    sendok makan mayones atau mentega, atau dua sendok

    makan saus salad.

    h. Garam

    Selama periode nifas, hindari konsumsi garam

    berlebihan. Hindari makanan asin seperti kacang asin,

    keripik kentang atau acar.

    i. Cairan

    Konsumsi cairan sebanyak 8 gelas per hari. Minum

    sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan akan cairan

    diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup.

    j. Vitamin

    Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat

    dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan antara lain:

    1) Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit,

    kelenjar serta mata. Vitamin A terdapat dalam

    telur, hati dan keju. Jumlah yang dibutuhkan

    adalah 1,300 mcg.

    2) Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan

    meningkatkan fungsi syaraf. Asupan vitamin B6

    sebanyak 2,0 mg per hari. Vitamin B6 dapat

    ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang polong

    dan kentang.

    3) Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan,

    meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.

  • 26

    Terdapat dalam makanan berserat, kacang-

    kacangan, minyak nabati dan gandum.

    k. Zinc (Seng)

    Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka

    dan pertumbuhan. Kebutuhan Zinc didapat dalam

    daging, telur dan gandum. Enzim dalam pencernaan

    dan metabolisme memerlukan seng. Kebutuhan seng

    setiap hari sekitar 12 mg. Sumber seng terdapat pada

    seafood, hati dan daging.

    l. DHA

    DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental

    bayi. Asupan DHA berpengaruh langsung pada

    kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur,

    otak, hati dan ikan.

    c. Pengukuran Status Gizi

    Salah satu cara digunakan mengetahui status gizi ibu

    yaitu dengan melaksanakan pengukuran lingkar lengan atas

    (LILA). Hal ini disebabkan karena pengukuran lingkar lengan

    atas dapat memberikan gambaran tentang keadaan jaringan

    otot dan lapisan lemak dibawah kulit dimana pada pengukuran

    yang lain tidak diperoleh. Apabila LILA ≥23,5 cm menunjukkan

    gizi normal dan jika LILA

  • 27

    merupakan indikator yang kuat untuk mengetahui gizi ibu yang

    kurang.

    Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA

    adalah pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan

    siku lengan kiri (kecuali orang kidal diukur lengan kanan),

    lengan harus dalam keadaan posisi bebas, lengan baju dan

    otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang, alat

    pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau

    sudah dilipat-lipat sehingga permukaanya sudah tidak rata

    (Supariasa dkk, 2012).

    3. Budaya Pantang Makanan

    Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan, tindakan, hasil

    karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam

    kehidupan masyarakat. Budaya adalah norma atau aturan

    tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta

    memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak, dan mengambil

    keputusan. Budaya memiliki nilai-nilai tersendiri tergantung dengan

    budaya yang dianut oleh seseorang dan dianggapnya benar

    secara turun temurun atau secara agama yang bisa diterima

    dikalangan masyarakat (Rachmah, 2012).

    Budaya merupakan salah satu yang mempengaruhi status

    kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam

    masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan.

  • 28

    Budaya atau keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan

    perineum, misalnya kebiasaan tarak (pantang makan) telur, ikan

    dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan

    sangat mempengaruhi penyembuhan luka (Dayu, 2012).

    Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian

    yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat

    penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu.

    Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori,

    tinggi protein, dan banyak mengandung cairan (Saleha, 2014).

    Adapun jenis-jenis makanan yang dipantang (Suparyanto, 2014)

    adalah bermacam-macam ikan seperti ikan mujair, udang, ikan

    belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap akan

    menyebabkan perut menjadi sakit. Ibu melahirkan pantang makan

    telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan pantang

    makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang

    banyak.

    Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang

    dianjurkan adalah tahu, tempe dan sebagainya. Buah-buahan

    seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buah-

    buahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu

    air, karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak

    dan cepat hamil kembali. Semua jenis buah-buahan yang

    bentuknya bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh,

  • 29

    duku dan kentang karena dianggap akan menyebabkan perut

    menjadi gendut seperti orang hamil.

    Semua jenis makanan yang licin antara lain daun talas,

    daun kangkung, daun genjer, daun kacang, daun seraung, semua

    jenis makanan yang pedas tidak boleh dimakan karena dianggap

    akan mengakibatkan kemaluan menjadi licin Jenis makanan

    yang dipantang seperti roti, kue apem, makanan yang

    mengandung cuka, jenis mie, ketupat dengan alasan bahwa

    semuanya dianggap akan menyebabkan perut menjadi besar.

    Hanya boleh makan lalapan pucuk daun tertentu, nasi, sambel

    oncom dan kunyit bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat

    reproduksi cepat kembali pulih. Ibu nifas minum abu dari dapur

    dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan

    supaya ASI banyak. Hal ini tidak benar karena abu, garam dan

    asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu

    menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya (Suparyanto,

    2014).

    Masih banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang

    makan disebabkan oleh beberapa faktor menurut Supariyanto

    (2014) yaitu:

    a. Faktor predisposisi yang meliputi:

    1) Pengetahuan

  • 30

    Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

    langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari

    oleh pengetahuan. Pengetahuan yang hanya setengah

    justru lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali,

    kendati demikian ketidaktahuan bukan berarti tidak

    berbahaya.

    2) Pendidikan

    Pendidikan merupakan jalur yang ditempuh untuk

    mendapatkan informasi. Informasi memberikan pengaruh

    besar terhadap perilaku ibu nifas. Apabila ibu nifas

    diberikan informasi tentang bahaya pantang makanan

    dengan jelas, benar dan komprehensif termasuk akibatnya

    maka ibu nifas tidak akan mudah terpengaruh atau

    mencoba melakukan pantanng makanan.

    3) Pengalaman

    Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan

    tindakan sesorang dalam melakukan sesuatu hal. Adanya

    pengalaman melahirkan dan menjalani masa nifas maka

    ibu akan mempunyai perilaku yang mengacu pada

    pengalaman yang telah dialami sebelumnya. Misalnya ibu

    nifas yang dahulunya mengalami masalah, baik pada

    dirinya dan bayinya karena pantang makanan maka ibu

  • 31

    nifas tidak akan melakukan pantang makanan kembali

    pada masa nifas berikutnya.

    4) Pekerjaan

    Pekerjaan merupakan suatu usaha dalam memporelh

    imbalan yaitu uang. Suami yang bekerja akan

    mendukung ibu dalam memenuhi kebutuhan masa nifas

    yang mengandung banyak zat gizi, sedangkan ibu yang

    bekerja menyebabkan ibu mempunyai kesempatan untuk

    bertukar informasi dengan rekan kerja tentang pantang

    makanan.

    5) Ekonomi

    Status ekonomi merupakan simbol status sosial di

    masyarakat. Pendapatan yang tinggi menunjukan

    kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

    nutrisi yang memenuhi faedah zat gizi untuk ibu hamil.

    Sedangkan kondisi ekonomi keluarga yang rendah

    mendorong ibu nifas untuk melakukan tindakan yang tidak

    sesuai dengan kebutuhan kesehatan.

    6) Budaya

    Budaya adalah menjalankan ritual yang menyatakan

    tentang hubungan, kekuatan, dan keyakinan. Lingkungan

    sangat mempengaruhi, khususnya di pedesaan yang

    masih melekatnya budaya tarak dari nenek moyang, dan

  • 32

    sangat berpengaruh besar terhadap prilaku ibu pada masa

    nifas. Adapun keadaan keluarga yang mempengaruhi

    perilaku seseorang yaitu orang tua yang masih percaya

    dengan budaya tarak yang memang sudah turun temurun

    dari nenek moyang.

    b. Faktor pendukung : yang terwujud dalam lingkungan fisik,

    tersedia atau tidak bersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-

    sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat

    kontrasepsi, jamban.

    c. Faktor pendorong : yang terwujud dalam sikap dan perilaku

    petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan

    kelompok retefensi dari perilaku.

    Di daerah Aceh berdasarkan sumber informasi dari

    orangtua setempat bahwa ibu-ibu dalam masa nifas tidak boleh

    keluar rumah selama 40 hari, ibu mulai hari 5 didudukkan atas

    batu panas dan diatas perut juga diletakkan batu panas, pantang

    makan antara lain telur, ayam, daging, ikan besar seperti tuna

    (lebih sering diberikan teri kering di goreng), nenas, pepaya,

    pisang, mangga, kangkung, sawi, terong, mie, dan sayuran lebih

    sering direbus, jika duduk ibu harus dengan posisi bersimpuh,

    dan di larang banyak jalan karena akan mengakibatkan perut

    jatuh, tidak boleh makan pedas dan bersantan, dilarang banyak

    makan dan minum, juga harus banyak istrahat dan tidur.

  • 33

    B. Landasan Teori

    Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan

    fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2013). Dampak dari terjadinya luka

    perineum pada ibu diantaranya terjadinya infeksi pada luka jahitan, dan

    dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir

    sehingga dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung

    kemih maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi

    perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak menutup

    sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan

    terjadinya kematian ibu postpartum mengingat kondisi ibu postpartum

    masih lemah (Manuaba, 2012).

    Beberapa faktor yang berpengaruh pada penyembuhan luka

    perineum, yaitu penyebab tidak langsung (status gizi, merokok, usia,

    obesitas, DM, kortikosteroid, obat- obatan, istirahat, budaya pantangan

    makanan, kebersihan), penyebab langsung (penanganan jaringan,

    hemoragi, hipovolemia, medikasi, edema, tehnik pembalutan, defisit

    oksigen, penumpukan drainase, gangguan sistemik, status imunosupresi,

    infeksi, stres luka), dukungan keluarga (Johnson & Taylor, 2015).

    Smeltzer (2012), menyatakan bahwa penyembuhan luka perineum

    dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat, posisi,

    umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia, edema, defisit

    oksigen, penumpukan drainase, medikasi, overaktifitas, gangguan

    sistemik, status imunosupresi, stres luka. Setiap luka tentunya

  • 34

    berisiko mengalami infeksi, apalagi jika status gizi atau nutrisi ibu

    kurang baik. Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya

    kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan

    terhadap infeksi dan parut dengan kualitas yang buruk (Taylor,

    2015).

    Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap

    proses penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan sangat

    membutuhkan protein (Rukiyah, 2014). Apabila kebutuhan gizi ibu tidak

    terpenuhi maka akan menyebabkan ibu mengalami defisiensi zat gizi

    sehingga meningkatkan resiko timbulnya penyakit dan lamanya

    penyembuhan luka perineum (Rukiyah, 2014). Kurangnya asupan nutrisi

    ibu dapat dipengaruhi oleh adanya budaya pantang makan, seperti telur,

    ikan dan daging ayam (Dayu, 2012).

  • 35

    C. Kerangka Teori

    Penyebab Tidak Langsung 1. Status gizi 2. Merokok 3. Usia 4. Obesitas 5. DM 6. Kortikosteroid 7. Obat- obatan 8. Istirahat 9. Budaya pantangan

    makanan 10. Kebersihan

    Penyebab Langsung

    1. Penanganan jaringan

    2. Hemoragi

    3. Hipovolemia

    4. Medikasi

    5. Edema

    6. Tehnik pembalutan

    7. Defisit oksigen

    8. Penumpukan drainase

    9. Gangguan sistemik

    10. Status imunosupresi

    11. Infeksi

    12. Stres luka

    Dukungan keluarga

    Penyembuhan

    Luka Perineum

    Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian di Modifikasi dari Boyle, (2013); Manuaba

    (2012); Smeltzer (2012); Johnson & Taylor (2015)Rukiyah, (2014);

    Dayu (2012)

  • 36

    D. Kerangka Konsep

    Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

    Keterangan:

    Variabel terikat (dependent): penyembuhan luka perineum

    Variabel bebas (Independent): status gizi, budaya pantangan

    makanan

    E. Hipotesis Penelitian

    1. Ada hubungan antara status gizi ibu nifas dengan penyembuhan

    luka perineum di RSU Dewi Sartika Kota Kendari.

    2. Ada hubungan antara budaya makanan pantangan masa nifas

    dengan penyembuhan luka perineum di RSU Dewi Sartika Kota

    Kendari.

    Status Gizi

    Budaya Pantangan

    Makanan

    Penyembuhan Luka

    Perineum

  • 37

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian adalah observasional. Penelitian ini bertujuan

    untuk mengetahui hubungan status gizi ibu nifas dan budaya

    makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum

    di RS Dewi Sartika Kota Kendar. Rancangan penelitian

    menggunakan cross sectional (belah lintang) karena data penelitian

    (variabel independen dan variabel dependen) dilakukan pengukuran

    pada waktu yang sama/sesaat (Notoatmodjo, 2012).

    Gambar 3. Skema Rancangan Cross Sectional

    Ibu nifas yang memiliki luka perineum

    1. Status gizi baik 2. Tidak ada pantangan makanan

    Luka sembuh

    Luka tidak sembuh

    Luka sembuh

    Luka tidak sembuh

    1. Status gizi kurang 2. Ada pantangan makanan

  • 38

    B. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dewi

    Sartika Kota Kendari pada bulan April hingga Mei tahun 2017.

    C. Populasi dan Sampel Penelitian

    1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang

    mengalami luka perineum di ruang kamar bersalin Rumah Sakit

    Umum Dewi Sartika Kendari yang berjumlah 574 ibu.

    2. Sampel dalam penelitian adalah ibu nifas yang mengalami luka

    perineum derajat II dan III di ruang kamar bersalin Rumah Sakit

    Umum Dewi Sartika Kendari. Penentuan jumlah sampel dengan

    rumus besar sampling yaitu

    Keterangan :

    n : besarnya sampel

    N : populasi

    d : tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,05%)

    Z : derajat kemaknaan dengan nilai (1,96)

    p : perkiraan populasi yang diteliti (0,05)

    q : proporsi populasi yang tidak di hitung (1-p)

    (Notoatmodjo, 2012)

  • 39

    Jadi total jumlah sampel dalam penelitian ini 65 ibu.Teknik

    pengambilan sampel secara purposive sampling. Setiap ibu nifas

    yang mengalami luka perineum derajat II dan III di Rumah Sakit

    Umum Dewi Sartika Kota Kendari pada waktu penelitian dijadikan

    sampel penelitian hingga mencapai jumlah sampel yang diinginkan

    Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

    1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

    a. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani

    lembar persetujuan.

    b. Ibu nifas yang mengalami ruptur perineum derajat II dan

    III.

    2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

    a. Ibu nifas berpindah tempat tinggal (penduduk pindahan)

    b. Ibu nifas yang tidak ruptur, mengalami ruptur perineum

    derajat I dan IV.

    D. Variabel Penelitian

    1. Variabel terikat (dependent) yaitu penyembuhan luka perineum.

    2. Variabel bebas (independent) yaitu status gizi dan budaya

    pantang makanan.

  • 40

    E. Definisi Operasional

    1. Penyembuhan luka perineum adalah proses penggantian dan

    perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Skala ukur adalah nominal.

    Kriteria objektif

    a. Sembuh: jika terlihat tanda kesembuhan berupa terbentuknya

    jaringan granulasi dalam waktu 3-5 hari.

    b. Belum sembuh: jika tidak terlihat tanda kesembuhan berupa

    terbentuknya jaringan granulasi dalam waktu 3-5 hari.

    2. Status gizi ibu nifas adalah adalah status gizi ibu yang diukur

    menggunakan lingkar lengan atas (LILA). Skala ukur adalah

    ordinal.

    Kriteria objektif

    a. Baik: bila LILA ≥23,5 cm

    b. Kurang: bila LILA

  • 41

    G. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

    tentang penyembuhan luka perineum, status gizi, pantangan makanan.

    H. Alur Penelitian

    Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut:

    Gambar 5 : Alur penelitian

    I. Pengolahan dan Analisis Data

    a. Pengolahan Data

    Data yang telah dikumpul, diolah dengan cara manual dengan

    langkah-langkah sebagai berikut :

    Populasi

    ibu nifas yang mengalami luka perineum yang berjumlah 574 ibu

    Sampel

    ibu nifas yang mengalami luka perineum yang berjumlah 65 ibu

    Pengumpulan data

    Analisis data

    Pembahasan

    Kesimpulan

  • 42

    1. Editing

    Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang

    telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang dalam

    pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.

    2. Coding

    Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode angka sesuai

    dengan petunjuk.

    3. Tabulating

    Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta

    pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam bentuk

    tabel distribusi.

    b. Analisis data

    1. Univariat

    Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan

    uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:

    Keterangan :

    f : variabel yang diteliti

    n : jumlah sampel penelitian

    K: konstanta (100%)

    X : Persentase hasil yang dicapai

    Kxn

    fX

  • 43

    2. Bivariat

    Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent

    variable dan dependent variable. Uji statistik yang digunakan

    adalah Chi-Square. Adapun rumus yang digunakan untuk

    Chi-Square adalah :

    X2 =

    fe

    fefo 2

    Keterangan :

    Σ : Jumlah

    X2 : Statistik Shi-Square hitung

    fo : Nilai frekuensi yang diobservasi

    fe : Nilai frekuensi yang diharapkan

    Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada

    hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika p

    value > 0,05 atau X2 hitung ≥ X2 tabel maka H0 ditolak dan H1

    diterima yang berarti ada hubungan dan X2 hitung < X2 tabel

    maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak ada

    hubungan.

  • 44

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    1. Letak Geografis

    RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere

    Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota

    Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena

    berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan

    mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi

    jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :

    a. Sebelah utara : Perumahan penduduk

    b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean

    c. Sebelah timur : Perumahan penduduk

    d. Sebelah barat : Perumahan penduduk

    2. Lingkungan fisik

    RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624

    m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari

    selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai

    dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik

    bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan

    memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya

    masyarakat Kota Kendari.

  • 45

    3. Status

    RSU Dewi Sartika Kendari yang mulai dibangun /didirikan

    tahun 2009 dengan izin operasional sementara dari walikota

    Kendari No.56/IZN/XI/2010/001 tanggal 5 november 2010, maka

    rumah sakit ini resmi berfungsi dan melakukan kegiatan-kegiatan

    pelayanan kesehatan kepada masyarakat pencari jasa kesehatan

    dibawah naungan Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari yang

    sekaligus sebagai pemilik rumah sakit. RSU Dewi Sartika Kendari

    telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi Rumah

    sakit type D.

    4. Organisasi dan Manajemen

    Pemimpin RSU Dewi Sartika Kendari disebut Direktur.

    Direktur dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh

    kepada pemilik rumah sakit dalam hal ini ketua Yayasan Widya

    Ananda Nugraha dan dibantu oleh Kepala Tata Usaha dan 4

    (empat) orang Kepala Bidang yakni ; Kepala Bidang Keuangan dan

    Klaim, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Bidang Penunjang

    Medik, dan Kepala Bidang Perlengkapan dan sanitasi.

    a. Kepala Bidang Keuangan dan Klaim

    1) Kasir/Juru Bayar

    2) Administrasi Klaim

    b. Kepala Bidang Pelayanan Medik

    1) Instalasi Gawat Darurat

  • 46

    2) Instalasi Rawat Jalan (IRJ)

    3) Instalasi Rawat Inap (IRNA)

    4) Instalasi Gizi

    5) Instalasi Farmasi

    6) Kamar Operasi

    7) Rekam Medik

    8) HCU

    9) Ruang Sterilisasi, dll

    c. Kepala Bidang Penunjang Medis

    1) Laboratorium

    2) Radiologi

    d. Kepala Bidang Perlengkapan dan Sanitasi

    1) Perlengkapan

    2) Keamanan

    3) Kebersihan

    Selain pengorganisasian tersebut diatas terdapat 2 (dua) kelompok yang

    sifatnya kemitraan yakni :

    a. Komite Medik, dan

    b. Satuan Pengawasan Intern

    5. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika

    Kendari

    Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan

    upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan

  • 47

    penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan

    terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

    melaksanakan upaya rujukan.

    Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut

    diatas RSU Dewi Sartika Kendari mempunyai fungsi :

    a. Menyelenggarakan pelayanan medik

    b. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

    c. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik

    d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

    e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

    f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

    6. Sarana dan Prasarana

    Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah sebagai

    berikut :

    a. IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas II,

    Kelas 3 dengan fasilitasnya

    b. Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit genset

    sebagai cadangan

    c. Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari sumur

    bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.

    d. Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan

    fasilitas Internet (Wi Fi)

    e. Alat Pemadam kebakaran

  • 48

    f. Pembuangan limbah

    g. Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan dan

    juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat

    pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh

    mobil pengangkut sampah.

    h. Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar mandi

    dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.

    i. Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.

    7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

    Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika

    Kendari adalah sebagai berikut :

    a. Pelayanan medis

    1) Instalasi Gawat Darurat

    2) Instalasi Rawat Jalan, yaitu Poliklinik Obsgyn, Poliklinik

    Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik

    Bedah, Poliklinik Anak, Poliklinik THT, Poliklinik Radiologi,

    Poliklinik Jantung, Poliklinik Gigi Anak.

    3) Instalasi Rawat Inap

    a) Dewasa/Anak/Umum

    b) Persalinan

    4) Kamar Operasi

    a) Operasi Obsgyn

    b) Bedah umum

    5) HCU

  • 49

    b. Pelayanan penunjang medis, yaitu instalasi farmasi, radiologi,

    laboratorium, instalasi gizi, ambulance

    c. Pelayanan Non Medis, yaitu sterilisasi dan laundry

    8. Fasilitas Tempat Tidur

    Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari

    adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam

    beberapa kelas perawatan yakni sebagai berikut

    Tabel 1.

    Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016

    Jenis Ruangan Jumlah

    VIP

    Kelas I

    Kelas II

    Kelas III/Bangsal/Intenal

    UGD

    Ruang Bersalin

    14

    10

    12

    37

    11

    7

    Jumlah 91

    Sumber : Data Primer

    9. Sumber Daya Manusia (SDM)

    Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari

    berjumlah 160 terdiri dari (17: Part Time, 143: Full Time) dengan

    spesifikasi pendidikan sebagai berikut

  • 50

    Tabel 2

    Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016

    Jenis Tenaga Status Ketenagaan Jenis Kelamin

    Tetap Tidak Tetap L P

    Tenaga Medis Dokter Spesialis Obgyn

    1

    1

    2

    -

    Dokter Spesialis Bedah - 1 1 -

    Dokter Spesialis Interna - 1 1 -

    Dokter Spesialis Anastesi - 1 1 -

    Dokter Spesialis PK - 1 - 1

    Dokter Spesialis Anak - 1 - 1

    Dokter Spesialis Radiologi - 1 1 -

    Dokter Spesialis THT - 1 - 1

    Dokter Spesialis Mata - 1 1 -

    Dokter Spesialis Jantung - 1 1 -

    Dokter Gigi Anak - 1 - 1

    Dokter Umum - 3 3 -

    Paramedis 1. S1 Keperawatan/Nurse 2. D IV Kebidanan 3. D III Bidan 4. D III Keperawatan

    26 5 43 56

    - 2 - -

    10 - - 11

    16 7 43 45

    Tenaga Kesehatan Lainnya 1. Master Kesehatan 2. SKM 3. Apoteker 4. D III Farmasi 5. S 1 Gizi 6. D III Analis Kesehatan

    - 1 1 1 1 3

    - 1 2 1 - -

    - 1 1 - - 1

    - 1 1 2 1 2

    Non Medis 1. DII/Keuangan 2. Diploma Komputer 3. SLTA/SMA/SMU

    1 1 11

    - - -

    - - 2

    1 1 9

    Jumlah 67 19 24 60

    Sumber : Data Primer

  • 51

    10. Sumber Pembiayaan

    Sumber pembiayaan RSU Dewi Sartika Kendari berasal dari :

    a. Pengelolaan Rumah Sakit

    b. Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari

    B. Hasil Penelitian

    Penelitian hubungan status gizi ibu nifas dan budaya makanan

    pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum telah

    dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari pada

    bulan April hingga Mei tahun 2017. Sampel penelitian adalah ibu nifas

    yang mengalami luka perineum derajat II dan III di ruang kamar

    bersalin Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kota Kendari berjumlah 65

    ibu. Data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan

    SPSS versi 24.

    Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel yang

    disertai penjelasan. Hasil penelitian terdiri dari analisis univariabel dan

    bivariabel. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut

    1. Analisis Univariabel

    Analisis univariabel merupakan analisis yang dilakukan

    untuk memperoleh gambaran setiap variabel, distribusi frekuensi

    berbagai variabel yang diteliti baik variabel terikat maupun variabel

    bebas yang kemudia ditampilkan dalam bentuk distribusi

    frekuensi. Analisis univariabel pada penelitian ini, yaitu analisis

  • 52

    karakteristik responden, status gizi, budaya pantang makanan dan

    penyembuhan luka perineum. Hasil analisis univariabel sebagai

    berikut:

    a. Karakteristik Responden

    Karakteristik merupakan ciri atau tanda khas yang

    melekat pada diri responden yang membedakan antara

    responden yang satu dengan yang lainnya. Karakteristik

    responden pada penelitian ini terdiri dari umur responden,

    pendidikan, pekerjaan, paritas. Karakteristik responden dapat

    dilihat pada tabel 3.

    Tabel 3

    Karakteristik Responden

    Karakteristik Jumlah

    N %

    Umur

    35 tahun

    3

    56

    6

    4,6

    86,2

    9,2

    Pendidikan

    SD

    SMP

    SMA

    PT

    10

    38

    15

    2

    15,4

    58,4

    23,1

    3,1

    Pekerjaan

    Bekerja 22 33,8

  • 53

    Tidak bekerja 43 66,2

    Paritas

    Primipara

    Multipara

    Grande Multipara

    17

    42

    6

    26,2

    64,6

    9,2

    Sumber: Data Primer

    Data yang diperoleh tentang karakteristik responden

    pada penelitian ini adalah umur responden yang terbanyak

    adalah berumur 20-35 tahun sebanyak 56 ibu (86,2%),

    berpendidikan SMP sebanyak 38 ibu (58,4%), tidak bekerja

    sebanyak 43 ibu (66,2%), dan multipara sebanyak 42 ibu

    (64,6%).

    Kesimpulan yang diperoleh dari karakteristik

    responden yaitu sebagian besar usia responden dalam usia

    reproduksi sehat, berpendidikan rendah, merupakan ibu

    rumah tangga dan pernah melahirkan sebelumnya.

    b. Status Gizi Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017

    Status gizi ibu nifas adalah status kesehatan yang

    dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan

    masukan nutrient yang diukur menggunakan lingkar lengan

    atas (LILA). Status gizi dikatakan baik bila LILA ibu ≥23,5 cm

    dan kurang bila LILA ibu

  • 54

    Tabel 4

    Distribusi Status Gizi Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017

    Status Gizi Ibu Frekuensi (n) Persentase (%)

    Baik 49 75,4

    Kurang 16 24,6

    Total 65 100

    Sumber : Data Primer

    Distribusi status gizi ibu nifas pada tabel 4 dapat

    diketahui bahwa ibu nifas dengan status gizi baik sebanyak

    49 ibu (75,4%) dan bahwa ibu nifas dengan status gizi

    kurang sebanyak 16 ibu (24,6%), sehingga dapat

    disimpulkan bahwa sebagian besar status gizi ibu nifas

    adalah status gizi baik.

    c. Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas di RSU Dewi

    Sartika Tahun 2017

    Budaya pantangan makanan adalah budaya atau

    keyakinan tentang pantangan makanan akan

    mempengaruhi penyembuhan perineum pada masa nifas.

    Budaya makanan pada penelitian ini dikategorikan menjadi

    dua yaitu ada pantangan makanan dan tidak ada pantangan

    makanan. Hasil penelitian tentang budaya pantangan

    makanan dapat dilihat pada tabel 5.

  • 55

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

    sebagian besar ibu nifas tidak memiliki budaya pantangan

    makanan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 bahwa ibu nifas

    yang tidak ada budaya pantangan makanan sebanyak 46 ibu

    (70,8%) dan yang memiliki budaya pantangan makanan

    sebanyak 19 orang (29,2%).

    Tabel 5

    Distribusi Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika

    Tahun 2017

    Budaya Pantangan Makanan

    Frekuensi (n) Persentase (%)

    Ada 19 29,2

    Tidak ada 46 70,8

    Total 65 100

    Sumber : Data Primer

    d. Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di RSU

    Dewi Sartika Tahun 2017

    Penyembuhan luka perineum adalah proses

    penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Luka

    dinyatakan sembuh pada penelitian ini bila terlihat tanda

    kesembuhan berupa terbentuknya jaringan granulasi dalam

    waktu 3-5 hari. Hasil penelitian penyembuhan luka perineum

    dapat dilihat pada tabel 6.

    Tabel 6

  • 56

    Distribusi Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Nifas di RSU Dewi Sartika Tahun 2017

    Penyembuhan Luka Frekuensi (n) Persentase (%)

    Sembuh 51 78,5

    Belum sembuh 14 21,5

    Total 65 100,00

    Sumber : Data Primer

    Berdasarkan tabel 6, dapat diketahui bahwa dari 65

    responden, ibu nifas yang sembuh luka perineumnya

    sebanyak 51 responden (78,5%) dan ibu nifas yang

    penyembuhan lukanya belum sembuh sebanyak 11

    responden (21,5%), sehingga dapat disimpulkan bahwa

    sebagian besar luka perineum pada ibu nifas telah sembuh

    dengan baik.

    2. Analisis Bivariabel

    Analisis bivariabel merupakan analisis lanjutan dari analisis

    univariabel. Analisis bivariabel dilakukan untuk menganalisis

    hubungan dua variabel. Analisis bivariabel bertujuan untuk

    mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen

    (kategorik) dengan variabel independen (kategorik) dapat

    digunakan Uji Kai Kuadrat atau Chi Square. Analisis bivariabel

    pada penelitian ini yaitu analisis hubungan status gizi ibu nifas

    dan budaya makanan pantangan masa nifas dengan

    penyembuhan luka perineum di RS Dewi Sartika tahun 2017.

  • 57

    a. Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan

    Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun 2017

    Setelah dilakukan analisis data tentang hubungan

    status gizi ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum

    maka diperoleh hasil penelitian bahwa dari 51 ibu nifas yang

    luka perineumnya sembuh sebagian besar status gizinya

    baik sebanyak 43 ibu (66,2%) sedangkan dari 14 ibu nifas

    yang luka perineumnya belum sembuh sebagian besar

    status gizinya kurang sebanyak 8 ibu (12,3%). Hasil analisis

    Chi Square diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara

    status gizi ibu nifas dengan penyembuhan luka perineum

    (p=0,001; X2=10,17). Hasil penelitian ini dapat dilihat pada

    tabel 7.

    Tabel 7 Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan Luka Perineum di

    RS Dewi Sartika Tahun 2017

    Status Gizi

    Penyembuhan Luka Perineum

    p X2 Sembuh Belum Sembuh

    n % n %

    Baik 43 66,2 6 9,2 0,001 10,17 Kurang 8 12,3 8 12,3

    Sumber: Data Primer

    p

  • 58

    Semakin baik status gizi ibu nifas maka semakin cepat

    kesembuhan luka perineum.

    b. Hubungan Budaya Pantangan Makanan Ibu Nifas Dengan

    Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun

    2017

    Hasil penelitian hubungan budaya makanan pantangan

    dengan penyembuhan luka perineum dapat dilihat pada tabel 8.

    Tabel 8 Hubungan Budaya Makanan Pantangan Ibu Nifas Dengan Penyembuhan

    Luka Perineum di RS Dewi Sartika Tahun 2017

    Budaya Makanan

    Pantangan

    Penyembuhan Luka Perineum

    p X2 Sembuh Belum Sembuh

    n % n %

    Ada 10 15,4 9 29,2 0,001 10,59 Tidak ada 41 63,1 5 7,7

    Sumber: Data Primer

    p

  • 59

    Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah ada hubungan antara

    budaya pantangan makanan dengan kesembuhan luka perineum.

    Semakin tidak ada budaya pantangan makanan maka semakin cepat

    kesembuhan luka perineum.

    C. Pembahasan

    Penelitian tentang hubungan status gizi ibu nifas dan budaya

    makanan pantangan masa nifas dengan penyembuhan luka perineum

    di RS Dewi Sartika telah dilaksanakan pada bulan April hingga Mei

    tahun 2017. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada antara hubungan

    status gizi ibu nifas dan budaya makanan pantangan masa nifas

    dengan penyembuhan luka perineum.

    1. Hubungan Status Gizi Ibu Nifas Dengan Penyembuhan Luka

    Perineum di RS Dewi Sartika

    Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara

    status gizi ibu dengan kesembuhan luka perineum. Semakin baik

    status gizi ibu nifas maka semakin cepat kesembuhan luka

    perineum. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Yulia

    (2014) yang menyatakan bahwa ada pengaruh gizi terhadap

    penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit

    Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Demikin pula hasil

    penelitian Susi (2012) tentang faktor-faktor yang berhubungan

    dengan perawatan luka perineum pada ibu nifas di Rumah Sakit

    Umum Cempaka. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa responden

  • 60

    yang memiliki gizi baik akan berdampak baik pula terhadap

    penyembuhan luka perineum. Nilai p-value 0,021 (α

  • 61

    berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih

    maupun infeksi pada jalan lahir. Selain itu juga dapat terjadi

    perdarahan karena terbukanya pembuluh darah yang tidak

    menutup sempurna.Penanganan komplikasi yang lambat dapat

    menyebabkan terjadinya kematian ibu postpartum mengingat

    kondisi ibu postpartum masih lemah (Manuaba, 2012).

    Salah satu upaya dalam rangka menurunkan angka kejadian

    infeksi akibat luka perineum dengan melakukan perawatan pada

    luka perineum (Saifuddin dkk, 2012). Perawatan yang tidak benar

    dapat menyebabkan infeksi dan memperlambat penyembuhan,

    karena perawatan yang salah dapat mengakibatkan kapiler darah

    baru rusak dan mengalami perdarahan (Ruth dan Rendy, 2014).

    Smeltzer (2012), menyatakan bahwa penyembuhan luka perineum

    dapat di pengaruhi oleh nutrisi yang adekuat, kebersihan, istirahat,

    posisi, umur, penanganan jaringan, hemoragi, hipovolemia, edema,

    defisit oksigen, penumpukan drainase, medikasi, overaktifitas,

    gangguan sistemik, status imunosupresi, stres luka.

    Pernyataan yang serupa oleh Johnson & Taylor, (2015), bahwa

    faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan luka perineum

    diantaranya status nutrisi, merokok, penambahan usia, obesitas,

    diabetes mellitus (DM), kortikosteroid, obat-obatan, gangguan

    oksigenasi, infeksi, dan stress luka.

  • 62

    Setiap luka tentunya berisiko mengalami infeksi, apalagi

    jika status gizi atau nutrisi ibu kurang baik. Malnutrisi secara

    umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka,

    meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap

    infeksi dan parut dengan kualitas yang buruk (Taylor, 2014).

    Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap

    proses penyembuhan luka perineum karena penggantian jaringan

    sangat membutuhkan protein (Rukiyah, 2014).

    Gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    penyembuhan luka perineum dikarenakan asupan gizi ibu sangat

    berpengaruh terhadap pemulihan kondisi fisik ibu. Zat-zat yang

    dibutuhkan ibu pasca persalinan antara lain: kalori, protein,

    kalsium dan vitamin D, magnesium, sayuran hijau dan buah,

    karbohidrat kompleks, lemak, garam, cairan, vitamin, Zinc (Seng),

    dan DHA (Rahma, 2014). Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan

    untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah melahirkan, cadangan

    tenaga serta untuk memenuhi produksi air susu. Ibu nifas

    dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizi, mengkonsumsi

    makanan tambahan, kurang lebih 500 kalori tiap hari, makan

    dengan diet gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat,

    protein, lemak, vitamin, dan mineral, minum sedikitnya 3 liter

    setiap hari, mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari post partum,

    mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unit (Saifuddin, 2012).

  • 63

    Apabila kebutuhan gizi ibu tidak terpenuhi maka akan

    menyebabkan ibu mengalami defisiensi zat gizi sehingga

    meningkatkan resiko timbulnya penyakit dan lamanya

    penyembuhan luka perineum (Rukiyah, 2014). Beberapa zat gizi,

    baik zat gizi makro maupun mikro berperan penting dalam

    pemulihan luka. Penurunan cadangan protein dalam tubuh pada

    kasus gizi kurang atau buruk menyebabkan penurunan fungsi sel

    T, penurunan aktivitas fagositik dan penurunan level antibodi

    sehingga memicu terjadinya infeksi. Kekurangan protein juga dapat

    menyebabkan kegagalan sintesis kolagen dan penurunan kekuatan

    kulit. Karbohidrat dan lemak juga dibutuhkan dalam sintesis

    kolagen. Defisiensi asam lemak bebas dapat menyebabkan

    gagalnya pemulihan luka karena fosfolipid merupakan bahan

    dasar pembentukan membran sedangkan prostaglandin yang

    disintesis oleh asam lemak bebas berperan dalam metabolime

    sel dan inflamasi (Arnold dan Babul, 2015).

    Vitamin C dan vitamin A juga berperan dalam

    sintesis kolagen. Defisiensi vitamin C akan menyebabkan

    kerentanan terjadinya infeksi. Zat gizi mikro, seperti zink, zat

    besi, dan magnesium juga berperan dalam pemulihan luka.

    Defisiensi zink akan menyebabkan penurunan proliferasi fibroblas

    dan sintesis kolagen. Peran magnesium dalam pemulihan luka

    adalah sebagai kofaktor enzim dalam sintesi kolagen. Zat gizi

  • 64

    mikro laiinya yang berperan dalam penyembuhan luka antara lain

    vitamin B, vitamin E, vitamin K, kalsium, dan selenium (Arnold dan

    Babul, 2015). Air juga berperan dalam mendukung terjadinya

    proliferasi sel. Dehidrasi menyebabkan pengerasan epidermis

    yang akan memperlama penyembuhan luka (Brown and Philips,

    2014).

    Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Smeltzer (2002),

    makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu

    dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat masa

    penyembuhan luka perineum. Kualitas dan jumlah makan yang

    dikonsumsi ibu sangat berpengaruh pada penyembuhan luka jalan

    lahir. Adapun manfaat gizi seimbang adalah untuk dapat

    meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI yang akan dikonsumsi

    bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, serta mencegah

    terjadinya infeksi. Ibu memerlukan gizi baik untuk mempertahankan

    tubuh terhadap infeksi.

    2. Hubungan Budaya Makanan Pantangan Masa Nifas Dengan

    Penyembuhan Luka Perineum di RS Dewi Sartika

    Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara

    budaya pantangan makanan dengan kesembuhan luka perineum.

    Semakin tidak ada budaya pantangan makanan maka semakin

    cepat kesembuhan luka perineum. Hasil penelitian ini sesuai

    dengan hasil penelitian Sondang (2014) yang menyatakan bahwa

  • 65

    ibu nifas di BPS Ny. Arifin di Surabaya yang melakukan pantangan

    makanan maka luka perineumnya tidak sembuh.

    Hasil penelitian Endah dkk (2016) menyatakan bahwa ibu

    nifas yang melakukan pantangan makanan protein hewani maka

    penyembuhan luka perineumnya lebih lama. Hasil penelitian

    Mas’adah (2014) juga menyatakan ada hubungan antara kebiasaan

    berpantang makanan tertentu dengan penyembuhan luka

    perineum pada ibu nifas. yaitu mengalami penyembuhan luka

    perineumnya buruk 50%.

    Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

    perineum antara lain gizi, tradisi, personal hygiene, lingkungan,

    pengetahuan, dan cara perawatan. Budaya merupakan salah satu

    yang mempengaruhi status kesehatan. Di antara kebudayaan

    maupun adat-istiadat dalam masyarakat ada yang menguntungkan,

    ada pula yang merugikan. Budaya atau keyakinan akan

    mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan tarak

    (pantang makan) telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi

    asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan

    luka (Dayu, 2012).

    Pantangan makan pada masa nifas dapat menurunkan

    asupan gizi ibu yang akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu

    dan produksi air susu (Suprabowo, 2016). Pantangan makan

    sumber-sumber protein akan menyebabkan defisitnya tingkat

  • 66

    kecukupan protein dan zat besi sehingga menyebabkan terjadinya

    anemia. Terpenuhinya kebutuhan gizi selama masa nifas,

    khususnya protein berhubungan dengan lamanya penyembuhan

    luka perineum (Supiati dan Yulaika, 2015). Makanan yang bergizi

    dan sesuai porsi menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan akan

    mempercepat penyembuhan luka perineum.

    Sejalan dengan penelitian Setiya (2015), ibu nifas pantang

    mengkonsumsi telur, daging ayam, ikan (yang berasal dari air

    tawar ataupun air laut), serta bahan makanan lain yang berasal

    dari laut seperti udang, kepiting, cumi-cumi, dan sebagainya

    yang merupakan sumber protein hewani. Protein hewani

    merupakan protein lengkap (sempurna) yang mengandung

    berbagai asam amino esensial lengkap yang dapat memenuhi

    unsur-unsur biologis sempurna. Sehingga ibu nifas tersebut tidak

    mendapat asupan zat gizi yang cukup untuk proses penyembuhan

    lukaperineum (Almatsier, 2014). Apabila ibu nifas yang tidak

    mengkonsumsi makanan protein hewani akan timbul jaringan

    granulasi abnormal pada luka perineum, adanya pus, luka tidak

    menutup dan luka dijahit kembali. Ibu nifas yang

    mengkonsumsi makanan protein hewani pada luka perineumnya

    akan kering, menutup dan disertai jaringan parut.

    Menurut Suparyanto (2014) Ada beberapa jenis-jenis

    makanan yang dipantang pada masa nifas seperti ikan mujair,

  • 67

    udang, ikan belanak, ikan lele, ikan basah karena dianggap

    akan menyebabkan perut menjadi sakit. Ibu melahirkan pantang

    makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan

    pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan

    yang banyak.

    Jika ibu alergi dengan telur maka makanan pengganti yang

    dianjurkan adalah tahu, tempe dan sebagainya. Buah-buahan

    seperti pepaya, mangga, semua jenis pisang, semua jenis buah-

    buahan yang asam atau kecut seperti jeruk, cerme, jambu air,

    karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi bengkak dan

    cepat hamil kembali. Semua jenis buah-buahan yang bentuknya

    bulat, seperti nangka, durian, kluih, talas, ubi, waluh, duku dan

    kentang karena dianggap akan menyebabkan perut menjadi gendut

    seperti orang hamil.

    Semua jenis makanan yang l