Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang...

49
HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNJANI YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNJANI YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Metodologi Penelitian Disusun oleh : ADE PURNAMA YUDHA PUTRA 7111101157 KELAS 6 C FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 2013

description

math

Transcript of Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang...

Page 1: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS

PSIKOLOGI UNJANI YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI

HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KECEMASAN PADA MAHASISWA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNJANI YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah Metodologi Penelitian

Disusun oleh :

ADE PURNAMA YUDHA PUTRA

7111101157

KELAS 6 C

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2013

Page 2: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan tinggi yang merupakan

kelanjutan dari pendidikan menengah dijalur pendidikan sekolah. Sedang orang yang belajar

diperguruan tinggi dikenal sebagai mahasiswa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990).

Seseorang yang belajar di perguruan tinggi memiliki beragam alasan, antara lain:

mempersiapkan diri untuk karir khusus atau mencapai kualifikasi profesional yang akan

membantu dalam karir yang telah ditempuh; belum jelas apa yang dilakukan tetapi yakin

bahwa gelar/kualifikasi dapat membantu mendapatkan pekerjaan yang baik; betul-betul

berminat pada pengetahuan yang bersangkutan; ingin menjadi mahasiswa dan sekaligus

memberi waktu untuk memikirkan masa depan; terpaksa karena dituntut oleh lingkungan;

menjadi mahasiswa merupakan cara untuk menunda keputusan dalam hidup atau alternatif

yang lebih baik daripada menganggur atau pekerjaan yang membosankan (Wright dalam

Zarfiel, 2001). Ditambahkan pula oleh Ganda (1992) bahwa tujuan mahasiswa adalah untuk

mencapai dan meraih taraf keilmuan yang matang, artinya ia ingin menjadi sarjana yang

menguasai sesuatu ilmu serta memahami wawasan ilmiah yang luas, sehingga mampu

bersikap dan bertindak ilmiah dalam segala hal yang berkaitan dengan keilmuannya, untuk

diabdikan kepada masyarakatnya dan umat manusia. Berdasarkan alasan-alasan tersebut,

terlihat bahwa perguruan tinggi merupakan suatu tempat di mana para mahasiswa belajar

untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depannya.

Salah satu persyaratan yang harus dikerjakan oleh mahasiswa dalam menempuh

pendidikan di perguruan tinggi adalah pembuatan skripsi. Namun, ada juga beberapa

perguruan tinggi yang mewajibkan mahasiswanya untuk membuat tugas karya akhir sebagai

persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjananya. Tugas karya akhir merupakan suatu hasil

pemikiran dan analisis penulis terhadap suatu objek atau masalah, biasanya berbentuk kajian

literatur yang dibuat berdasarkan kekhasan keilmuan masing-masing program studi. Sedang

skripsi merupakan suatu bentuk karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai

bagian dari persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan akademisnya (Kamus Besar Bahasa

Indonesia,1990).

Setiadi, Matindas, dan Chairy (1998) menyatakan bahwa skripsi merupakan karya

tulis dan penelitian mandiri mahasiswa, sebagai suatu karya mandiri maka skripsi harus

merupakan karya yang memiliki karakteristik khusus dan berbeda dari skripsi mahasiswa

Page 3: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

lainnya, terutama dalam masalah penelitian, metode penelitian, dan kesimpulan yang dibuat.

Kemandirian dalam penulisan skripsi juga berarti bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan

penulisan laporan penelitian semuanya dilakukan oleh mahasiswa.

Lamanya waktu penulisan skripsi yang diberikan adalah selambat - lambatnya dua

semester. Namun, pada kenyataannya masih banyak mahasiswa yang mengerjakan skripsi

dalam waktu yang lebih lama dari yang ditentukan. Banyak faktor yang mungkin bisa

menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya adalah karena mahasiswa tersebut merasa bahwa

pembuatan skripsi itu memang susah, sehingga mereka membutuhkan waktu yang lebih lama

dari yang diberikan. Toleransi terhadap waktu pengerjaan skripsi ini diberikan oleh dekan

dengan melihat perkembangan penulisan skripsi (Setiadi, Matindas, & Chairy, 1998). Seperti

yang sudah disebutkan sebelumnya, skripsi merupakan sebuah tugas mandiri sebagai salah

satu syarat kelulusan bagi seorang mahasiswa, tentulah mempunyai tujuan. Adapun tujuannya

itu adalah (Djarwanto, 1995) :untuk menilai kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi

dan memecahkan masalah secara ilmiah serta juga untuk mengevaluasi keterampilan

metodologi penelitian dari mahasiswa. Namun, pada tiap fakultas memiliki tujuan penulisan

skripsi yang berbeda-beda pula. Hal ini dikarenakan perbedaan bidang keilmuan yang

dipelajari, sehingga dalam tujuan penulisan skripsinya lebih ditekankan pada karektiristik

ilmu dari masing-masing fakultas.

Seperti pada fakultas psikologi tugas penulisan skripsi memiliki tujuan sebagai

berikut: untuk menilai kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi dan memecahkan

masalah psikologi secara ilmiah, untuk mengevaluasi ketrampilan mahasiswa dalam

menerapkan metode penelitian secara benar, untuk mengevaluasi kemampuan mahasiswa

dalam melakukan penalaran secara logis serta melakukan analisis sintesis terhadap gejala-

gejala psikologis yang ada, dan untuk mengevaluasi kemampuan mahasiswa dalam

menyampaikan hasil penelitian secara tertulis (Setiadi, Martindas, & Chairy,1998). Hal itu

tentu menimbulkan perasaan yang berbeda-beda pada setiap mahasiswa yang

menghadapinya. Ada yang merasa bahwa skripsi sebagai suatu hal yang memang harus

dilewati sebagai bagian dari pendewasaan diri, ada yang merasa bahwa hal itu adalah

“momok” dan menyebabkan ketakutan, ada yang berupaya mengerjakan secara cepat

sehingga dapat cepat pula terbebas dari beban yang ada, sampai ada yang terkesan seperti

“melarikan diri dari kenyataan” (Komunikasi personal, 2006).

Salah satu keterampilan yang harus dimiliki mahasiswa dalam proses penyelesaian

skripsi, selain keterampilan untuk menemukan permasalahan yang menarik, kemampuan

untuk memahami teori, pemilihan metode penelitian yang tepat, mahasiswa juga dituntut

Page 4: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

ilmiah. Menulis laporan ilmiah, menurut Dominice dalam bukunya yang berjudul “Learning

from our lives”(2000)- merupakan sebuah kewajiban rutin bagi seseorang yang menempuh

pendidikan pada jenjang universitas. Hal itu dapat menimbulkan kecemasan bagi kebanyakan

mahasiswa, yang oleh Dominice disebut dengan writing anxiety. Sejalan dengan itu,

penelitian yang dilakukan oleh Primusanto (2000) terhadap mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan mahasiswa

pada saat pembuatan skripsi dengan tingkat kecemasannya sehari-hari atau normal. Hal ini

bisa saja terjadi karena mahasiswa tersebut merasa terbebani dengan tugas pembuatan skripsi

yang nantinya akan menjadi bahan evaluasi kelulusan Selama menuntut ilmu di perguruan

tinggi, mahasiswa diberikan waktu masa studi. Biasanya masa studi maksimal yang diberikan

selama 6 tahun. Secara normal mahasiswa membutuhkan waktu hanya selama 4 tahun atau 8

semester untuk dapat menyelesaikan kuliahnya. Bagi mahasiswa yang melebihi waktu normal

atau yang lebih dikenal dengan istilah mahasiswa tidak tepat waktu, tentunya akan

mengalami tekanan yang berlebih selama menuntut ilmu. Terutama lagi jika mereka sudah

menghadapi masa-masa deadline, karena jika tidak dapat menyelesaikan kuliahnya dalam

waktu yang tersisa maka mereka akan droup out. Hal ini akan semakin dirasakan menekan

pada saat-saat harus mengerjakan skripsi, karena waktu yang mereka miliki semakin sempit.

Sementara itu, proses pembuatan skripsi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Menurut

hasil wawancara terhadap 10 orang mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Jenderal

Achamad Yani yang sedang mengerjakan skripsi mereka merasa seperti berkejar-kejaran

dengan waktu dalam mengerjakan skripsi. Kondisi seperti ini tentulah dapat meningkatkan

kecemasan yang mereka rasakan.

Kecemasan adalah sebuah keadaan yang tidak jelas, ketakutan terhadap sesuatu yang

tidak terdefinisikan, atau perasaan ketakutan (Morgan, King, Weisz, dan Schopler, 1986).

Kowalski (dalam Santrock, 2001) mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan yang samar,

perasaan tidak nyaman yang tinggi berkaitan dengan ketakutan dan keprihatinan. Secara

umum, seseorang dapat mengetahui apa yang ditakutkannya dan bagaimana menanganinya,

tetapi orang yang mengalami kecemasan dapat merasakan bahaya tanpa mengetahui apa dan

bagaimana menangani ketakutannya (Atwater, 1983). Kecemasan memiliki dua elemen

utama, yaitu: ketakutan terhadap beban persyaratan eksternal yang dilihat sebagai sebuah

ancaman, dan kekhawatiran mengenai kapasitas untuk menanggulanginya (Rogers, 1996).

Terkadang ketakutan dan kecemasan dapat dialami secara bersamaan, sehingga seorang

mahasiswa yang mempunyai kecemasan yang tinggi dalam menghadapi ujian kesarjanaannya

akan menjadi sangat ketakutan terhadap ujian tersebut (Atwater, 1983). Ditambahkan pula

Page 5: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

oleh Pervin dan John (1997) bahwa yang mendasari kecemasan bukan diakibatkan oleh

kejadian yang mengancam, tetapi lebih kepada persepsi mengenai ketidakmampuan diri

dalam mengatasinya. Terkait dengan pengerjaan skripsi, seringkali mahasiswa memiliki

persepsi bahwa dia tidak mampu untuk menyelesaikan tugas pembuatan skripsinya, sehingga

timbullah perasaan cemas. Persepsi atau keyakinan terhadap ketidak mampuan diri ini

berkaitan erat dengan tinggi atau rendahnya tingkat self efficacy mahasiswa tersebut.

Self efficacy adalah penilaian seseorang tentang apa yang dapat ia lakukan dengan

ketrampilan apapun yang dimilikinya (Bandura, 1986). Lebih lanjut lagi, Bandura (dalam

Schultz dan Schultz, 2005) menyatakan bahwa self efficacy merupakan sebuah bentuk

persepsi yang berkaitan dengan kontrol yang dipunyai oleh seseorang dalam hidupnya.

Schultz dan Schultz (2005) menyimpulkan adanya perbedaan antara orang yang memiliki  self

efficacy rendah dan tinggi. Seseorang yang memiliki self efficacy rendah akan cenderung

merasa helpless, tidak mampu melakukan pengaturan pada keadaan yang terjadi dalam

hidupnya.  Pada saat mereka menghadapi hambatan, mereka akan dengan cepat menyerah,

bila pada usaha pertama sudah mengalami kegagalan. Seseorang yang memiliki self

efficacy sangat rendah tidak akan melakukan upaya apapun untuk mengatasi hambatan yang

ada, karena mereka percaya bahwa tindakan yang mereka lakukan tidak akan membawa

pengaruh apapun. Self efficacy yang rendah dapat merusak motivasi, menurunkan aspirasi,

mengganggu kemampuan kognitif, dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan

fisik.

Di sisi lain, seseorang yang memiliki self efficacy tinggi percaya bahwa mereka dapat

menanggulangi kejadian dan situasi secara efektif. Mereka mempunyai kepercayaan diri yang

tinggi berkaitan dengan kemampuan mereka dibanding dengan orang yang memiliki self

efficacyrendah, dan mereka hanya menunjukkan sedikit keraguan terhadap diri sendiri.

Mereka melihat kesulitan yang ada adalah sebagai sesuatu yang menantang, dibandingkan

sebagai sesuatu yang mengancam, mereka juga secara aktif selalu berusaha menemukan

situasi - situasi baru. Tingginya self efficacy menurunkan rasa takut akan kegagalan,

meningkatkan aspirasi, meningkatkan cara penyelesaian masalah, dan kemampuan berpikir

analitis. Dalam proses pembuatan skripsi mahasiswa diharapkan memiliki self efficacy yang

tinggi agar memberikan hasil unjuk kerja yang baik yaitu penyelesaian pembuatan tugas

skripsinya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Bandura dan Locke; Stajkovic dan Luthans

(dalam John, 2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat tinggi antara self

efficacy dengan performance.Semakin tinggi self efficacy maka semakin baik pula hasil kerja

seseorang.

Page 6: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari 10 (angkatan 2009) orang mahasiswa

yang sedang mengerjakan skripsi di dapat data mengenai symptom kecemasan yang muncul

sebagai berikut.

SimptomBanyaknya mahasiswa

yang merasakan

Keluarnya keringat dingin saat hendak bimbingan skripsi. 8 orang.

Sulit untuk berkonsentrasi saat mengerjakan skripsi. 6 orang.

Sering mengepalkan tangan atau menggerak – gerakan kakinya saat

hendak bimbingan skripsi.

3 orang.

Jantung merasa berdegup lebih kencang ketika bimbingan skripsi. 3 orang.

Dari hasil interview dari 10 orang (angkatan 2009) mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi menyatakan bahwa mereka menetapkan target untuk menyelesaikan

skripsi ( 4 orang), mereka menetapkan target agar bisa menyelesaikan skripsi tepat waktu.

Dan 6 orang lainnya yang tidak menetapkan target karena merasa bahwa dosen pembimbing

akan membantu dan  cenderung merasa tergantung dengan dosen pembimbing dengan target

waktu penyelesaian skripsi. Dan dari 10 orang yang diinterview, 5 orang menyatakan bahwa

ia yakin akan menyelesaikan skripsi tepat waktu dan tidak telat untuk wisuda.

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dilihat bahwa kecemasan pada mahasiswa yang

sedang membuat skripsi itu dapat timbul bukan hanya disebabkan oleh beban yang dirasakan

bisa mengancam, tetapi juga dikarenakan bagaimana persepsi mahasiswa terhadap

kemampuan dia untuk menyelesaikan tugas skripsi tersebut yang merupakan self efficacy.

Sehingga penulis merasa tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara self

efficacy dengan kecemasan pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Ditambahkan

pula pada penelitian ini ingin dilihat seberapa besar tingkat kecemasan mahasiswa saat

mengerjakan skripsi.

1.2.  Identifikasi Masalah

Seseorang yang memiliki self efficacy tinggi percaya bahwa mereka dapat

menanggulangi kejadian dan situasi secara efektif. Mereka mempunyai kepercayaan diri yang

tinggi berkaitan dengan kemampuan mereka dibanding dengan orang yang memiliki self

efficacyrendah, dan mereka hanya menunjukkan sedikit keraguan terhadap diri sendiri.

Mereka melihat kesulitan yang ada adalah sebagai sesuatu yang menantang, dibandingkan

Page 7: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

sebagai sesuatu yang mengancam, mereka juga secara aktif selalu berusaha menemukan

situasi - situasi baru. Tingginya self efficacy menurunkan rasa takut akan kegagalan,

meningkatkan aspirasi, meningkatkan cara penyelesaian masalah, dan kemampuan berpikir

analitis. Dalam proses pembuatan skripsi mahasiswa diharapkan memiliki self efficacy yang

tinggi agar memberikan hasil unjuk kerja yang baik yaitu penyelesaian pembuatan tugas

skripsinya. Semakin tinggi self efficacy maka semakin baik pula hasil kerja seseorang.

Kecemasan pada mahasiswa yang sedang membuat skripsi itu dapat timbul bukan

hanya disebabkan oleh beban yang dirasakan bisa mengancam, tetapi juga dikarenakan

bagaimana persepsi mahasiswa terhadap kemampuan dia untuk menyelesaikan tugas skripsi

tersebut yang merupakan self efficacy. Sehingga penulis merasa tertarik untuk melihat apakah

ada hubungan antara self efficacy dengan kecemasan pada mahasiswa yang sedang

mengerjakan skripsi terutama dalam proses bimbingan skripsi.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini berusaha

untuk memperoleh gambaran tentang: “Apakah ada hubungan antara self efficacy dengan

kecemasan sesaat pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi?”

1.3.  Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data – data empiris mengenai self

efficacy dan kecemasan sesaat yang muncul pada aktivitas mengerjakan skripsi khususnya

pada saat bimbingan skripsi.

Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat hubungan

antara self efficacy dengan kecemasan sesaat pada proses bimbingan skripsi.

1.4.  Manfaat dan Kegunaan

1.4.1 Manfaat Praktis

Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat membantu memberikan informasi bagi

mahasiswa psikologi Universitas Jenderal Ahmad Yani yang sedang mengerjakan skripsi

untuk lebih memahami serta meningkatkan self efficacy mereka dalam mengerjakan

skripsi, serta mampu untuk mengatasi dan mencegah hal – hal yang bisa memunculkan

kecemasan saat mengerjakan skripsi.

Page 8: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

1.4.2 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk dapat lebih mengetahui dan memahami

teori Psikologi Klinis yang membahas mengenai kecemasaan sesaat dari Spielberger

(1972) serta teori Psikologi Sosial mengenai self efficacy dari Bandura.

b.  Penelitian ini berguna untuk menambah pengembangan keilmuwan dan pengetahuan

mengenai keyakinan kemampuan diri (self efficacy) dan kecemasan sesaat (state

anxiety).

1.5.  Kerangka Pikir

Di dalam perkuliahan seorang mahasiswa terutama mahasiwa fakultas psikologi

unjani dituntut untuk mampu membuat skripsi sebagai salah satu persyaratan yang harus

dikerjakan oleh mahasiswa dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi adalah

pembuatan skripsi. Skripsi merupakan sebuah tugas akhir seorang mahasiswa untuk

mendapatkan gelar strata 1.

Skripsi merupakan karya tulis dan penelitian mandiri mahasiswa, sebagai suatu karya

mandiri maka skripsi harus merupakan karya yang memiliki karakteristik khusus dan berbeda

dari skripsi mahasiswa lainnya, terutama dalam masalah penelitian, metode penelitian, dan

kesimpulan yang dibuat. Kemandirian dalam penulisan skripsi juga berarti bahwa

perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan laporan penelitian semuanya dilakukan oleh

mahasiswa.

Ketika individu (mahasiswa) dihadapkan dengan situasi yang di dalamnya terdapat

suatu tuntutan tertentu, maka individu (mahasiswa) akan melakukan penilaian kognitif

(cognitive appraisals). Jika tuntutan dari tugas pembuatan skripsi dinilai mengancam bagi

individu maka individu itu tersebut dapat merasakan kecemasan, begitu juga sebaliknya.

Dimana aktivitas penyusunan skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan salah satu

contoh situasi yang didalamnya terdapat suatu tuntutan yang harus dilakukan oleh

mahasiswa, yaitu memiliki keterampilan untuk menemukan permasalahan yang menarik,

kemampuan untuk memahami teori, pemilihan metode penelitian yang tepat, mahasiswa juga

dituntut ilmiah. Oleh karena itu aktivitas penyusunan skripsi oleh mahasiswa, dapat

menimbulkan kecemasan bagi mahasiswa tersebut.

Menurut Spielberger (1972) kecemasan adalah reaksi emosional yang tidak

menyenangkan terhadap bahaya nyata atau imaginer yang di sertai dengan perubahan pada

sistem saraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai “tekanan”, “ketakutan”, dan

“kegelisahan”. State anxiety didefinisikan sebagai emosi tidak menyenangkan karena

Page 9: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

dihadapkan dengan sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Lebih lanjut lagi, Spielberger

menggambarkan state anxiety seperti halnya menggambarkan kekhawatiran. Khawatir

menunjukan komponen kognitif dari pengalaman kecemasan. Individu merespon sesuatu

yang mengancam dengan rasa khawatir tentang situasi bahaya yang akan di hadapi dan

mereka merasa tidak mampu untuk menghadapi hal yang mengancam tersebut.

Kecemasan sesaat (A-state) tersusun dari suatu yang kompleks, yang secara relatif

merupakan kondisi atau reaksi emosional yang unik, bervariasi dalam intensitas dan setiap

saat berubah-ubah. Lebih spesifik lagi, kecemasan sesaat ini di konseptualiskan sebagai

munculnya perasaan tidak senang (unpleasant) , perasaan tegang (tension) dan perasaan takut

(apprehension) yang di sertai dengan adanya peningkatan aktifitas sistem saraf pusat.

State anxiety adalah kondisi emosional yang sementara atau sesaat pada individu yang

bersifat subjektif, karena adanya ketegangan dan kekhawatiran serta menghasilkan akifitas

sistem saraf otonom. State anxiety memiliki variasi intensitas dan derajat yang berbeda-beda

dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi individu. State anxiety memberikan gambaran

kecemasan yang di hayati sehubungan dengan penghayatan individu terhadap situasi yang

akan menimbulkan kecemasan, dalam hal ini situasi dalam penyusunan dan bimbingan

skripsi.

Dalam aktivitas penyusunan dan bimbingan skripsi menuntut mahasiswa memiliki

ketrampilan tertentu untuk menemukan permasalahan yang menarik, kemampuan untuk

memahami teori, pemilihan metode penelitian yang tepat, mahasiswa juga dituntut ilmiah.

Tuntutan ini dapat dipersepsikan sebagai sesuatu hal yang tidak menyenangkan bagi

mahasiswa yang melakukan aktivitas penyusunan skripsi sehingga hal ini dapat

meningkatkan intensitas situasi emosional yang di tandai dengan adanya ketegangan atau

kekhawatiran, serta peningkatan kegiatan saraf otonom yang merupakan tanda kecemasan

sesaat. Dimana state anxiety dikonsepkan sebagai keadaan emosional sesaat dimana kadarnya

akan meningkat dalam keadaan yang dianggap semakin mengancam dan kadarnya semakin

menurun dalam keadaan yang semakin tidak mengancam.

Fokus dari teori yang dikemukakan oleh spielberger adalah pentingnya penilaian

kognitif (cognitive appraisals) dalam memunculkan kecemasaan sesaat. Proses yang terjadi

adalah sebgai berikut ; penilaian kognitif seseorang terhadap stimulus internal ( berupa

pikiran, perasaan, maupun kebutuhan biologisnya) dan stimulus eksternal yang ditangkapnya

sebagai stressor dipengaruhi tingkat kecemasan dasarnya di dalam memunculkan kecemasan

ini sampai pada tingkah laku dan munculnya mekanisme pertahanan diri.

Page 10: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Stimulus eksternal (stressor) dalam penelitian ini adalah aktivitas penyusunan dan

bimbingan tugas skripsi yang dilakukan oleh mahasiswa, dimana aktivitas ini memiliki

komponen – komponen khas yang membedakannya dengan tugas biasa, dimana kekhasan ini

menuntut mahasiswa memiliki ketrampilan tertentu untuk menemukan permasalahan yang

menarik, kemampuan untuk memahami teori, pemilihan metode penelitian yang tepat,

mahasiswa juga dituntut ilmiah. Masing – masing mahasiswa dalam aktivitas ini memiliki

harapan tertentu yang ingin dicapai, dimana harapn ini yang menjadi alasan penyusunan

skripsi mereka, sehingga tercapai atau tidaknya harapan ini dapat ditunujukan baik secara

verbal maupun nonverbal.

Selain hal tersebut, dalam aktivitas penyusunan dan bimbingan skripsi kepada dosen

pembimbing, kelemahan – kelemahan diri yang dianggap penting oleh mahasiswa memiliki

peluang untuk tampak dan bisa diamati oleh orang lain. Oleh karena itu, aktivitas ini secara

potensial ditangkap sebagai sebagai suatu stressor oleh mahasiswa, sedangkan stimulus

internal adalah dirinya. Penilaian kognitif terhadap kedua stimulus ini (internal dan eksternal)

dengan dipengaruhi oleh kecemasan dasarnya kemudian muncul dala bentuk kecemasan

sesaat. Dimana kecemasan sesaat dalam hal ini adalah kecemasan ketika akan bimbingan

skripsi, yang dimanifestasikan dalam tingkah laku berupa cemas, tegang, takut, gugup yang

ditandai dengan keluarnya keringat, jantung berdebarketika individu melakukan maupun

sekedar mengantisipasi aktivitas penyusunan skripsi sebagai stimulus eksternal (stressor).

Skripsi merupakan suatu bentuk karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa

sebagai bagian dari persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan akademisnya (Kamus Besar

Bahasa Indonesia,1990). Dalam aktivitas ini terdapat tuntutan – tuntutan tertentu dimana

seorang mahasiswa diharapkan kemandirian dalam penulisan skripsi juga berarti bahwa

perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan laporan penelitian semuanya dilakukan oleh

mahasiswa. Suatu aktivitas yang didalamnya terdapat tuntutan tertentu maka penilaian

seseorang mahasiswa terhadap keyakinan diri akan kemampuan dirinya untuk mengatur dan

melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang di inginkan

dalam aktivitas presentasi tersebut turut berperan (self efficacy).

Albert Bandura mendefiniskan “ self efficacy as beliefs in one’s capabilities to

organize and execute the courses of action required to produce given attainments (Bandura,

1997 “), yaitu bahwa self efficacy adalah keyakinan dalam diri seseorang mengenai

kemampuannya untuk mengorganisir dan melakukan tindakan untuk mencapai tujuan yang

telah ditentukan (Bandura,1997). Yaitu dapat menampilkan perilaku yang dibutuhkan dalam

mencapai tampilan atau hasil yang diinginkan dalam mencapai tampilan atau hasil yang

Page 11: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

diinginkan dari tuntutan tugas akademik yang di berikan. Self efficacy tersebut mempengaruhi

persepsi, motivasi dan tindakannya dalam berbagai cara, termasuk dalam kemampuan

akademiknya.

Selain kemampuan akademik, seorang mahasiswa juga dituntut untuk yakin pada

kemampuan yang dimilikinya ketika melaksanakan tuntutan akademik yaitu mengidentifikasi

dan memecahkan masalah psikologi secara ilmiah, untuk menerapkan ketrampilan mahasiswa

dalam menerapkan metode penelitian secara benar, untuk menerapkan kemampuan

mahasiswa dalam melakukan penalaran secara logis serta melakukan analisis sintesis

terhadap gejala-gejala psikologis yang ada, dan untuk menerapkan kemampuan mahasiswa

dalam menyampaikan hasil penelitian secara tertulis, maupun tuntutan lingkungannya yaitu

mampu mengemukakan ide dan penelitiannya serta dapat mengkomunikasikan secara tertulis

apa yang menjadi gagasan penelitiannya sehingga dapat berguna bagi masyarakt. Yakin akan

kemampuan yang dimilikinya ketika melakukan aktivitas penyusunan skripsi ini dikenal

dengan self efficacy. Tinggi rendahnya keyakinan akan kemampuan diri dalam menhadapi

dan melaksanakan tuntutan ketika melakukan aktivitas penyusunan skripsi tersebut

berdampak juga pada tinggi rendahnya derajat kecemasan yang dirasakan oleh seorang

mahasiswa. Seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi akan membangun lebih

banyak kemampuan – kemampuan melalui usaha – usaha mereka terus menerus, sedangkan

self efficacy yang rendah akan menghambat dan memperlambat perkembangan dari

kemampuan – kemapuan yang di butuhkan seseorang.

Albert bandura (1997) menyatakan bahwa self efficacy bersumber dari beberapa

faktor, yaitu :

1. Pencapaian pengalaman secara aktif (enactive mastery experience)

2.  Belajar dari pengalaman orang lain (vicarious experience)

3. Pengalaman persuasif verbal (persuasive  experience)

4. Pembangkit fisiologis (physiological and affective state)

Kemudian bandura mengatakan bahwa terdapat beberapa aspek (dimensi) yang dapat

menentukan self efficacy seseorang, yaitu :

a. Magnitude of self efficacy yaitu keyakinan akan tingkat kesulitan tugas. Hal ini

berdampak pada pemilihan perilaku yang akan dicoba atau dikehendaki berdasarkan

pengharapan efikasi pada tingkat kesulitan tugas (level of difficulty). Individu akan

mencoba perilaku yang dirasakan mampu untuk dilakukan. Sebaliknya ia akan

menghindari situasi dan perilaku yang dirasa melampaui batas kemampuannya.

Keyakinan mahasiswa akan sejauh mana kemampuannya untuk dapat mengatasi

Page 12: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

kesulitan dan tantangan dari tugas yang dihadapi berkaitan dengan aktivitas

penyusunan skripsi. Mahasiwa dengan magnitude yang tinggi akan merasa yakin

bahwa ia mampu menjalankan aktivitas penyusunan skripsi sekalipun cukup sulit dan

dapat menetapkan target atau tujuan yang menantang untuk dicapai. Sedangkan

mahasiswa dengan magnitude yang rendah meyakini bahwa ia hanya mampu

melakukan tugas – tugas yang ringan dan tidak merasa tertantang untuk menetapkan

suatu tujuan atau target tertentu dalam melakukan aktivitas penyusunan skripsi karena

merasa dirinya tidak mampu dan tidak siap menerima kegagalan.

b. Strength of self efficacy yaitu sejauh mana kekuatan akan keyakinan individu

mengenai kompetensi diri dikaitkan dengan tingkat kesulitan akan tugas atau  situasi

pekerjaan yang di persepsikan. Mahasiswa dengan strength yang tinggi akan

meningkatkan usaha ketika mengalami kegagalan dan tetap focus pada aktivitas

penyusunan skripsi tersebut ketika menemui hambatan. Sedangkan mahasiswa yang

memiliki strength of self efficacy yang rendah tidak dapat bertahan ketika

menghadapi hambatan atau kegagalan. Pa menjadi lebih pesimis dan cenderung ragu-

ragu.

c. Generality of self efficacy yaitu keyakinan akan kemampuannya dalam

menggeneralisasikan tugas – tugas dan pengalaman – pengalaman sebelumnya untuk

menghadapi tugas atau pekerjaan lain. Atau dengan kata lain sejauh mana individu

yakin akan kemampuannya dalam berbagai tugas, mulai dari dalam melakukan suatu

aktivitas tertentu hingga dalam serangkaian tugas atau situasi yang bervariasi. Seorang

mahasiswa yang memiliki generality yang tinggi akan menggunakan pengalamn untuk

menampilkan perilaku yang lebih dan menjadikan pengalaman sebagai hal yang

berharga untuk mencapai kesuksesan di masa mendatang. Sedangkan mahasiswa

dengan generality yang rendah cenderung tidak mampu menggunakan penglamnnya

untuk menampilkan perilaku yang dibutuhkan saat ini bahkan menjadikan kegagalan

sebagai penghambat bagi dirinya untuk meraih kesuksesan tersebut ketika melakukan

aktivitas penyusunan skripsi.

Individu memiliki kecenderungan meragukan kemampuannya dirinya untuk

melaksanakan tugas yang ada. Individu dengan self efficacy yang rendah sering kali

menganggap segala sesuatu sangat sulit dan mereka sukar untuk menyesuaikan diri

dengan keadaan yang ada sehingga membuatnya menjadi cemas. Hal ini disebabkan

karena ia menghayati dirinya dalam keadaan yang mengancam sehingga

Page 13: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

menimbulkan kecemasan. Hal ini menunjukan peran self efficacy dalam menculnya

kecemasan.    

Tuntutan dalam melakukan suatu aktivitas penyusunan skripsi yang harus

dijalani dan dipenuhi oleh mahasiwa dapat membuat mahasiswa yang memiliki

keyakinan akan kemampuan diri yang rendah memiliki penilaian terhadap aktivitas

penyusunan skripsi sebagai sesuatu yang mengancam sehingga memunculkan

kecemasan sesaat dalam diri mahasiswa tersebut.

Kecemasan yang terjadi pada mahasiswa ketika melakuaka aktivitas

bimbingan skripsi, dapat dikarenakan oleh suatu faktor internal mahasiswa seperti

keyakinan akan kemampuan diri, dan cara berpikir mahasiswa tersebut.

Mahasiswa yang memiliki keyakinan dalam memenuhi tuntutan penyusunan

dan bimbingan skripsi, menguasi kondisi yang mungkin muncul ketika mengerjakan

skripsi, menilai skripsi sebagai suatu kondisi yang menantang, memiliki minat yang

besar, mampu menetukan target, serta mampu mengeneralisasikan tugas atau

pengalaman bimbingan sebelumnya menunjukan bahwa mahasiswa tersebut memiliki

self efficacy yang tinggi.

·         Mahasiswa yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung memiliki

penilaian terhadap aktivitas penyusunan skripsi sebagai sesuatu yang menantang

sehingga memiliki tingkat kecemasan yang rendah ketika melakukan aktivitas

penyusunan skripsi. Begitu juga sebaliknya.

1.6.  Hipotesa Penelitian

Dari penjelasan kerangka pikir di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah :“Terdapat

hubungan negative antara self efficacy dengan kecemasan sesaat (state anxiety) pada

mahasiswa Fakultas psikologi ketika sedang mengerjakan skripsi”.

Page 14: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Dasar Teori Self Efficacy

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai definisi self efficacy, fungsi self efficacy,dan faktor

yang mempengaruhi self efficacy.

2.1.1. Definisi Self Efficacy

Self efficacy menurut Bandura (1997) didefinisikan sebagai: “perceived self efficacy refers

to beliefs in one’s capabilities to organize and executer the courses of action required to

produce given attainments “.

Sejalan dengan itu, Myers (1994) menyatakan bahwa self efficacy adalah: “A sense that

one is competent and effective. Distinguished from self esteem, a sense of one’s self worth. A

bombardier might feel high self efficacy and low self esteem”(hal 81).

Panjares (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan bahwa self efficacy adalah: sebuah

penilaian spesifik yang berkaitan dengan konteks mengenai kompetensi untuk mengerjakan

sebuah tugas spesifik. Woolfolk (2004) juga menyebutkan bahwa self efficacy adalah

kepercayaan mengenai kompetensi personal dalam sebuah situasi khusus.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah penilaian

seseorang tentang apa yang dapat dilakukan dengan ketrampilan apapun yang dimilikinya.

Penilaian atau perasaan itu berkaitan dengan kompetensi dan efektifitas.

2.1.2. Fungsi Self Efficacy

Self efficacy yang dipersepsikan tidak hanya sekedar perkiraan tentang tindakan apa yang

akan dilakukan pada masa mendatang (Bandura, 1986). Keyakinan seseorang mengenai

kemampuan diri juga berfungsi sebagai suatu determinan bagaimana individu tersebut

berperilaku, berpola pikir, dan bereaksi emosional terhadap situasi-situasi yang sedang

dialami. Keyakinan diri juga memberikan kontribusi terhadap kualitas dari fungsi psikososial

seseorang.

Bandura (1986) menjelaskan fungsi dan berbagai dampak dari penilaian self

efficacy antara lain sebagai berikut:

a. Perilaku memilih.

Page 15: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Dalam kehidupan sehari-hari, individu seringkali dihadapkan dengan pengambilan

keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan lingkungan sosial yang ditentukan dari

penilaian efficacy individu. Seseorang cenderung untuk menghindar dari tugas dan

situasi yang diyakini melampaui kemampuan diri mereka, dan sebaliknya mereka

akan mengerjakan tugas-tugas yang dinilai mampu untuk mereka lakukan (Bandura,

1977b, dalam Bandura, 1986). Self efficacy yang tinggi akan dapat memacu

keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang kemudian akan

meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, self efficacy yang rendah dapat

mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga

dapat menghambat perkembangan potensi yang dimilikinya.

Seseorang yang memiliki penilaian self efficacy-nya secara berlebihan

cenderung akan menjalankan kegiatan yang jelas di atas jangkauandengan kegagalan

kemampuannya. Akibatnya dia akan mengalami kesulitan-kesulitan yang berakhir

yang sebenarnya tidak perlu terjadi, dan hal ini bisa mengurangi kredibilitasnya.

Sebaliknya, seseorang yang menganggap rendah kemampuannya juga akan

mengalami kerugian, walaupun kondisi ini lebih seperti memberi batasan pada diri

sendiri daripada suatu bentuk keengganan. Melalui kegagalan dalam

mengembangkan potensi kemampuan yang dimiliki dan membatasi kegiatan-

kegiatannya, seseorang dapat memutuskan dirinya dari banyak pengalaman

berharga. Seharusnya ia berusaha untuk mencoba tugas-tugas yang memiliki

penilaian yang penting, tetapi ia justru menciptakan suatu halangan internal dalam

menampilkan kinerja yang efektif melalui pendekatan dirinya pada keraguan

(Bandura, 1986).

b. Usaha yang dilakukan dan daya tahan

Penilaian terhadap efficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang akan

dilakukan seseorang dan seberapa lama ia akan bertahan dalam menghadapi

hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan. Semakin tinggi self

efficacy seseorang, maka akan semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan.

Ketika dihadapkan dengan kesulitan, individu yang memiliki self efficacy tinggi

akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut.

Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau

bahkan menyerah sama sekali (Bandura dan Cervone; Brown dan Inouye; Schunk;

Winberg, Gould, dan Jackson, dalam Bandura, 1986).

Page 16: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

c. Pola berpikir dan reaksi emosi.

Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi pola berpikir dan

reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan terantisipasi dengan lingkungan.

Individu yang menilai dirinya memiliki self efficacy rendah, merasa tidak mampu

dalam mengatasi masalah atau tuntutan lingkungan, hanya akan terpaku pada

kekurangannya sendiri dan berpikir kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari

kenyataannya (Beck; Lazarus dan Launier; Meichenbaum; Sarason, dalam Bandura,

1986). Sebaliknya, individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan lebih

memusatkan perhatian dan mengeluarkan usaha yang lebih besar terhadap situasi

yang dihadapinya, dan setiap hambatan yang muncul akan mendorongnya untuk

berusaha lebih keras lagi.

Self efficacy juga dapat membentuk pola berpikir kausal (Collin, dalam

Bandura, 1986). Dalam mengatasi persoalan yang sulit, individu yang memilikiself

efficacy tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang

dilakukan, sedang yang memiliki self efficacy rendah lebih menganggap kegagalan

disebabkan kurangnya kemampuan yang ia miliki.

d. Perwujudan dari keterampilan yang dimiliki.

Banyak penelitian membuktikan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kualitas

dari fungsi psikososial seseorang (Bandura, 1986). Seseorang yang memandang

dirinya sebagai orang yang self efficacy-nya tinggi akan membentuk tantangan-

tantangan terhadap dirinya sendiri yang menunjukkan minat dan keterlibatan dalam

suatu kegiatan. Mereka akan meningkatkan usaha jika kinerja yang dilakukan

mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan, menjadikan kegagalan sebagai

pendorong untuk mencapai keberhasilan, dan memiliki tingkat stres yang rendah bila

menghadapi situasi yang menekan. Individu yang memilikiself efficacy rendah

biasanya akan menghindari tugas yang sulit, sedikit usaha yang dilakukan dan

mudah menyerah menghadapi kesulitan, mengurangi perhatian terhadap tugas,

tingkat aspirasi rendah, dan mudah mengalami stress dalam situasi yang menekan.

2.1.3. Faktor Yang Mempengaruhi Self Efficacy

Menurut Bandura (1997) faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy dapat

diperoleh dari empat prinsip sumber informasi yaitu: (1) pencapaian kinerja (performance

attainment), (2) pengalaman orang lain (vicarious experience), (3) persuasi verbal (verbal

persuasion), dan (4) keadaan dan reaksi fisiologis (physiological state).

Page 17: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

a. Pencapaian kinerja (Performance attainment

Hasil yang didapatkan secara nyata merupakan sumber penting tentang informasi self

efficacy karena didasari oleh pengalaman otentik yang telah dikuasai (Bandura,Adam,

dan Beyer; Biran dan Wilson; Feltz, Landers, dan Raeder, dalam Bandura, 1986).

Keberhasilan yang diperoleh akan membawa seseorang pada tingkat self efficacy yang

lebih tinggi, sedang kegagalan akan merendahkan self efficacy, terutama jika kegagalan

tersebut terjadi pada awal pengerjaan tugas dan bukan disebabkan oleh kurangnya

usaha atau juga karena hambatan dari faktor eksternal. Keberhasilan yang terjadi karena

bantuan dari faktor eksternal atau keberhasilan yang dicapai dianggap bukan sebagai

hasil dari kemampuan sendiri tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap

peningkatan self efficacy. Besarnya nilai yang diberikan dari pengalaman baru

tergantung pada sifat dan kekuatan dari persepsi diri yang ada sebelumnya. Setelah  self

efficacy terbentuk karena keberhasilan yang berulang, kegagalan yang muncul tidak

memberikan dampak yang besar terhadap penilaian individu terhadap kemampuannya.

b.  Pengalaman orang lain (vicarious experience).

Self efficacy dapat juga dipengaruhi karena pengalaman dari orang lain. Individu yang

melihat atau mengamati orang lain yang mencapai keberhasilan dapat menimbulkan

persepsi self efficacy-nya. Dengan melihat keberhasilan orang lain, individu dapat

meyakinkan dirinya bahwa ia juga bisa untuk mencapai hal yang sama dengan orang

yang dia amati. Ia juga meyakinkan dirinya bahwa jika orang lain bisa melakukannya,

ia juga harus dapat melakukannya. Jika seseorang melihat bahwa orang lain yang

memiliki kemampuan yang sama ternyata gagal meskipun ia telah berusaha dengan

keras, maka dapat menurunkan penilaiannya terhadap kemampuan dia sendiri dan juga

akan mengurangi usaha yang akan dilakukan (Brown dan Inouye, dalam Bandura,

1986).

Ada kondisi-kondisi dimana penilaian terhadap self efficacy khususnya sensitif

pada informasi dari orang lain. Pertama adalah ketidak pastian mengenai kemampuan

yang dimiliki individu. Self efficacy dapat diubah melalui pengaruhmodeling yang

relevan ketika seseorang memiliki sedikit pengalaman sebagai dasar penilaian

kemampuannya. Karena pengetahuan yang dimiliki tentang kemampuan diri sendiri

sangat terbatas, maka individu tersebut lebih bergantung pada indikator yang

dicontohkan (Takata dan Takata, dalam Bandura, 1986). Kedua adalah penilaian self

efficacy selalu berdasarkan kriteria dimana kemampuan dievaluasi (Festinger; Suls dan

Miller, dalam Bandura, 1986). Kegiatan yang bisa memberikan informasi eksternal

Page 18: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

mengenai tingkat kinerja dijadikan dasar untuk menilai kemampuan seseorang. Tetapi,

sebagian besar kinerja tidak memberikan informasi yang cukup memenuhi, sehingga

penilaianself efficacy diukur melalui membandingkannya dengan kinerja dari orang lain

(Bandura, 1986).

c. Persuasi verbal (Verbal Persuasion)

Persuasi verbal digunakan untuk memberikan keyakinan kepada seseorang bahwa ia

memiliki suatu kemampuan yang memadai untuk mencapai apa yang diinginkan.

Seseorang yang berhasil diyakinkan secara verbal akan menunjukkan suatu usaha yang

lebih keras jika dibandingkan dengan individu yang memiliki keraguan dan hanya

memikirkan kekurangan diri ketika menghadapi suatu kesulitan. Namun, peningkatan

keyakinan individu yang tidak realistis mengenai kemampuan diri hanya akan menemui

kegagalan. Hal ini dapat menghilangkan kepercayaan orang lain kepada orang yang

mempersuasi dan juga akan mengurangi self efficacy orang yang dipersuasi.

d. Keadaan dan reaksi fisiologis (Physiological state)

Seseorang menjadikan keadaan fisiologisnya sebagai sumber informasi untuk

memberikan penilaian terhadap kemampuan dirinya. Individu merasa gejala-gejala

somatik atau ketegangan yang timbul dalam situasi yang menekan sebagai pertanda

bahwa ia tidak dapat untuk menguasai keadaan atau mengalami kegagalan dan hal ini

dapat menurunkan kinerjanya. Dalam kegiatan yang membutuhkan kekuatan dan

stamina tubuh, seseorang merasa bahwa keletihan dan rasa sakit yang dia alami

merupakan tanda - tanda kelemahan fisik, dan hal ini menurunkan keyakinan akan

kemampuan fisiknya.

2.2.  Dasar Teori Kecemasan

Menurut Spielberger (1972) kecemasan adalah reaksi emosional yang tidak

menyenangkan terhadap bahaya nyata atau imaginer yang di sertai dengan perubahan pada

sistem saraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai “tekanan”, “ketakutan”, dan

“kegelisahan”. State anxiety didefinisikan sebagai emosi tidak menyenangkan karena

dihadapkan dengan sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Lebih lanjut lagi, Spielberger

menggambarkan state anxiety seperti halnya menggambarkan kekhawatiran. Khawatir

menunjukan komponen kognitif dari pengalaman kecemasan. Individu merespon sesuatu

yang mengancam dengan rasa khawatir tentang situasi bahaya yang akan di hadapi dan

mereka merasa tidak mampu untuk menghadapi hal yang mengancam tersebut.

Page 19: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Spielberger mendefinisikan kecemasan sesaat yaitu : State anxiety (A-State) may be

conceived of as a complex, relatively unique emotional condition or reaction that may vary

in intensity and fluctuate over time. More specifically, A-State may be conceptualized as

consisting of unpleasant, concioulsy-percieved feelings of tension and apprehension with

associated activation or arousal of the autonomic nervous system (Spielberger, 1972).

Kecemasan sesaat tersusun dari suatu yang kompleks, yang secara relatif merupakan

kondisi atau reaksi emosional yang unik, bervariasi dalam intensitas dan setiap saat

berubah-ubah. Lebih spesifik lagi, kecemasan sesaat ini di konseptualiskan sebagai

munculnya perasaan tidak senang (unpleasant) , perasaan tegang (tension) dan perasaan

takut (apprehension) yang di sertai dengan adanya peningkatan aktifitas sistem saraf pusat.

State anxiety adalah kondisi emosional yang sementara atau sesaat pada individu yang

bersifat subjektif, karena adanya ketegangan dan kekhawatiran serta menghasilkan akifitas

sistem saraf otonom. State anxiety memiliki variasi intensitas dan derajat yang berbeda-beda

dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi individu. State anxietymemberikan gambaran

kecemasan yang di hayati sehubungan dengan penghayatan individu terhadap situasi yang

akan menimbulkan kecemasan, dalam hal ini situasi menghadapi kebakaran.

Spielberger (1972) dan  rekanya membedakan antara state anxiety dan trait

anxiety. State anxiety bersifat sementara, dimana kecemasan itu muncul ketika individu

menerima stimulis yang berpotensi untuk melukai dirinya. Trait anxiety lebih mengarahkan

pada kestabilan perbedaan personality dalam kecenderungan untuk merasa cemas. Trait

anxiety tidak langsung telihat pada tingkah laku individu, tetapi dapat di lihat dari

frekuensistates anxiety individu.

Spielberger, melihat ada tiga unsur faktor yang mempengaruhi penghayatan

kecemasan, yaitu:

1. Adanya perasaan ketidakpastian (uncertainty)

2. Adanya perasaan ketidakberdayaan (helpleness)

3. Dan kedua perasaan tersebut yang tertuju pada masalah yang akan dihadapi (future

orientation).

Munculnya A-State melibatkan suatu proses atau rangkaian kejadian sesaat yang berkaitan

dengan yang lain, yang ditandai baik oleh stimulus eksternal maupun internal yang diartikan

sebagai bahaya atau ancaman bagi seseorang. Semua stimulus internal yang menyebabkan

individu berfikir atau mengantisipasi situasi berbahaya atau menakutkan, dapat juga

meningkatkan A-State menjadi lebih tinggi. Penilaian bahwa suatu stimulus atau situasi itu

merupakan suatu ancaman, juga dipengaruhi oleh bakat, kemampuan dan pengalaman masa

Page 20: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

lalu dari individu. Seperti juga di pengaruhi oleh tingkat A-Traitnya (bagaimana keadaan

individu pada umumnya atau biasanya ketika cemas atau kecemasan menetap) dan bahaya

objektif yang ada dalam situasi tersebut.

Bagan. Mekanisme munculnya Trait Anxiety dan State Anxiety

1. Penilaian Kognitif

Penilaian kognitif individu terhadap stimusus yang dihadapi individu memegang

peranan penting dalam memunculkan kecemasan sesaat. Penilaian kognitif terhadap

stimulus sebagai sesuatu yang menakutkan, mengancam, dan sebagai sesuatu yang

berbahaya dapat menyebabkan munculnya kecemasan sesaat dengan intensitas yang

tinggi tanpa adanya pengaruh dari kecemasan dasar individu. Penilaian kognitif ini

meliputu penilaian kognitif terhadap stimulus eksternal maupun stimulus internal.

Penilaian kognitif terhadap stimulus eksternal sebagai sesuatu yang menakutkan

merupakan ancaman bagi kondisi individu yang dapat menggugah munculnya

kecemasan sasaat. Begitu juga dengan penilaian kognitif terhadap stimulus internal yang

dapat menyebabkan individu berfikir atau mengantisipasi situasi yang menakutkan atau

membahayakan juga dapat menggugah munculnya kecemasan sesaat dalam intensitas

yang tinggi terlepas dari kecemasan dasar individu.

2. Meningkatnya Aktivitas Sistem Saraf

Kecemasan sesaat yang muncul diikuti dengan peningkatan sistem saraf. Peningkatan

sistem saraf ini meliputi perubahan sistem faal tubuh, misalnya mengeluarkan keringat

secara tiba-tiba, nafas menjadi lebih cepat, jantung bertedak lebih cepat, tremor pada

bagian tertentu. Munculnya masalah yang berkaitan psikosomatis tubuh, seperti menjadi

sesak nafas, kepala menjadi pusing dan lain-lain.

3. Munculnya Perasaan Cemas

Perasaan tegang dan cemas ini ditandai dengan adanya kesadaran individu mengenai

munculnya kecemasan, adanya kemampuan individu untuk mengatasi kecemasan yang

muncul, berkurangnya kemampuan konsenterasi individu dan munculnya perasaan

gugup dan tegang yang dirasakan individu.

4. Defence Mechanism

Pada kecemasan ini juga membahas atau menekankan pada pentingnyaDefence

Mechanism yang di lakukan individu pada saat berada pada situasi yang dinilai

membahayakan. Defence Mechanism ini terjadi dari pentingnya proses kognitif dan juga

pentingnya proses motorik untuk mengurangi kecemasan yang muncul.

Page 21: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Selanjutnya, Spielberger mengajukan huungan antara (State Anxiety) kecemasan sesaat

dan (Trait Anxiety) kecemasan dasar sebagai berikut :

1. Kecemasan sesaat muncul ketika individu merasa berada dalam situasi yang

mengancam.

2. Intensitas dari kecemasan adalah sebanding dengan besaranya ancaman yang

dirasakan individu.

3. Lamanya raksi kecemasan sesaat ini akan tergantung pada presistensi dan

interpretasi mengancam yang dimiliki individu atas situasi yang dihadapinya

(kecemasan sesaat akan berlangsung lama jika individu merasa terus menerus).

4. Individu dengan kecemasan dasar yang tinggi akan mempersepsikan situasi,

khususnya situasi yang mengandung unsur kegagalan atau ancaman terhadap self-

efficacynya sebagai sesuatu hal yang lebih mengancam daripada individu dengan

kecemasan dasar yang lebih rendah.

5. Peningkatan kecemasan sesaat mempunyai stimulus dan penggerak (drive), yang

mungkin dapat terlihat langsung melalui perilaku atau yang akan menggerakan

pertahanan psikologisnya, yang pada masa lalu pernah berhasil mengurangi

kecemasannya, atau yang di pandang efektif untuk meredakan kecemasan sesaat

ini.

6. Situasi-situasi menekan yang di hadapai dapat menyebabkan individu

mengembangkancoping response atau membentuk defence mechanism untuk

mengurangi kecemasan tersebut

Page 22: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

7. BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis pada kesempatan ini adalah jenis

penelitiannon eksperimental. Penelitian non eksperimental adalah telaah empirik

sistematis dimana ilmuwan tidak mengontrol secara langsung variable yang

menifestasinya telah muncul, atau karena sifat hakekat variable itu memang menutup

kemunginnan manipulasi (karlinger, 2006). Peneliti meneliti sejauh mana perubahan

nilai suatu variabel berkaitan dengan perubahan nilai pada variabel lainnya dengan

tidak memberikan intervensi atau perlakuan apapun.

Adapun di dalam penelitian non eksperimental ini,peneliti menggunakan

spesifikasi jenis penelitian korelasional, dalam usaha untuk menjelaskan korelasi

antara dua atau lebih gejala atau variabel (silalahi,1999). Dengan demikian melalui

metode korelasional akan dicari hubungan antara variabel-variabel penelitian yang

dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi. Metode ini digunakan sehubungan

dengan tujuan dari peneliti ini yaitu untuk mengetahui apakah terdapat hubungan

antara self efficacy dengan kecemasan sesaat (state anxiety) berbicara di depan

umum.  

3.2. Variabel Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan menggunakan dua variabel, yaitu

a. variabel 1 adalah Self efficacy.

b. variabel 2  adalah kecemasan sesaat (state anxiety).

3.2.1 Definisi Konseptual

Definisi Konseptual Self efficacy

Self efficacy menurut Bandura (1997) didefinisikan sebagai: “perceived self

efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and executer the courses of

action required to produce given attainments “.

Self efficacy merupakan suatu keyakinan sesorang akan kemampuan dirinya

untuk mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tipe – tipe kerja yang dimaksud, yaitu dapat menampilkan perilaku yang

dibutuhkan dalam mencapai tampilan atau hasil yang diinginkan darituntutan tugas

yang diberikan. Adapun keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya tersebut

mencakup dimensi magnitude, strength, dan generality.

Page 23: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

2.  Definisi konseptual State Anxiety

State anxiety (A-State) may be conceived of as a complex, relatively unique

emotional condition or reaction that may vary in intensity and fluctuate over time.

More specifically, A-State may be conceptualized as consisting of unpleasant,

concioulsy-percieved feelings of tension and apprehension with associated

activation or arousal of the autonomic nervous system (Spielberger, 1972).

Kecemasan sesaat tersusun dari suatu yang kompleks, yang secara relatif

merupakan kondisi atau reaksi emosional yang unik, bervariasi dalam intensitas

dan setiap saat berubah-ubah. Lebih spesifik lagi, kecemasan sesaat ini di

konseptualiskan sebagai munculnya perasaan tidak senang (unpleasant) , perasaan

tegang (tension) dan perasaan takut (apprehension) yang di sertai dengan adanya

peningkatan aktifitas sistem saraf pusat.

3.2.2 Definisi Operasional

Dalam rangka memperoleh data yang relevan dengan hipotesis penelitian, maka

perlu diadakan pengukuran terhadap variable yang telah di definisikan secara

konseptual. Pengukuran terhadap variable tersebut dapat dilakukan setelah terlebih

dahulu dibuat definisi variable secara operasional. Melalui definisi operasional ini

ditetapkan langkah – langkah pelaksanaan dan pengukuran yang menggambarkan

konsep variable yang hendak diukur.

a. Keyakinan Akan Kemampuan Diri (Self efficacy)

Self efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki oleh mahasiswa akan

kemampuan dirinya untuk mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang

diperlukan ketika bimbingan skripsi untuk dapat mencapai hasil yang

diinginkan dari tuntutan tugas pembuatan skripsi. Untuk mengukur self

efficacydidapatkan dari hasil skor total questioner self efficacy yang meliputi

tiga dimensi, Menurut Bandura (1977), dimensi dalam self efficacy meliputi :

a. Magnitude of self efficacy

Dalam hal ini magnitude merupakan tingkat keyakinan individu akan

derajat kesulitan tugas. Yaitu tingkat keyakinan individu akan derajat

kesulitan dari skripsi dan tuntutan selama melakukan bimbingan skripsi.

Penilaian individu terhadap derajat kesulitan skripsi

Pemilihan perilaku yang akan dicoba atau dikehendaki berdasarkan

pengharapan efikasi pada tingkat kesulitan tugas (level of

difficulty).

Page 24: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Keyakinan mahasiswa akan sejauh mana kemampuannya untuk

dapat mengatasi kesulitan dan tantangan dari tugas yang dihadapi

berkaitan dengan aktivitas penyusunan skripsi.

2. Strength of self efficacy

Merupakan seberapa besar kekuatan akan keyakinan individu mengenai kompetensi diri

yang dimilikinya. Yaitu tingkat atau kuat lemahnya keyakinan individu terhadap kompetensi

dirinya dalam melaksanakan aktivitas bimbingan skripsi.

·         Yakin terhadap kompetensi diri untuk mengerjakan skripsi.

·         Yakin dapat melaksanakan tugas dengan kemampuan yang dimiliki

·         Memiliki keyakinan yang positif akan keberhasilannya mengatsi dan memenuhi tuntutan

tugas skripsi yang diberikan.

·         Ketekunan.

3)      Generality of self efficacy

Merupakan sebagai keleluasaan dari bentuk self efficacy yang dimiliki seseorang untuk

digunakan dalam situasi lain yang berbeda.

·         Yakin mampu mengambil hikmah dari keberhasilan dari tugas yang telah di lakukan

sebelumnya dalam mata kuliah Metlit dan Kontest.

·         Yakin mampu mengambil hikmah dari kegagalan dari tugas yang telah di lakukan

sebelumnya dalam mata kuliah Metlit dan Kontest .

·         Yakin mampu memberikan dukungan pada diri sendiri untuk mencapai keberhasilan dalam

mengerjakan skripsi.

b.      Kecemasan Sesaat (state anxiety)

Kecemasan sesaat merupakan sejumlah skor total yang dicapai individu penelitian pada

dimensi-dimensi dalam kecemasan sesaat ketika pemadam mendapatkan tugas memadamkan

kebakaran. Kecemasan sesaat ditentukan oleh empat aspek yaitu:

1.    Penilaian kognitif, merupakan aspek internal dan eksternal yang berkaitan dengan penilaian

pemadam kebakaran kota cimahi terhadap pemberian tugas memadamkan kebakaran.

2.    Peningkatan aktifitas sistem saraf, merupakan aspek yang berhubungan dengan adanya

perubahan yang terjadi dan berkaitan dengan aktifitas sistem saraf manusia dan fisiologis

manusia.

3.    Perasaan cemas dan tegang, merupakan aspek yang berkaitan dengan kesadaran individu

mengenai munculnya kecemasan yang dirasakan dam mampu mengatasi atau

menanggulanginya.

Page 25: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

4.    Defence mechanism, merupakan aspek yang berhubungan dengan pentingnya proses yang

dilakukan oleh individu untuk mengurangi kecemasan sesaat yang dirasakan muncul.

3.3.    Lokasi Penelitian dan subjek penelitian

3.3.1.      Lokasi

     Penelitian ini akan dilaksanakan di Universitas Jenderal Achmad Yani Fakultas Psikologi.

Alasan peneliti mengambil sampel di Universitas Jenderal Achmad Yani Fakultas

Psikologi karena mahasiswa yang mengerjakan skripsi adanya menunjukan self efficacy dan

kecemasan.

3.3.2.      Populasi

     Menurut Arikunto (2002:108) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Azwar

(2004:77) mengemukakan tentang populasi adalah sebagai kelompok subjek yang dikenai

generalisasi hasil penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

Universitas Jenderal Achmad Yani Fakultas Psikologi yang sedang mengerjakan skripsi

dengan jumlah sekitar 76 orang.

3.3.3.       Teknik Penentuan Sampling

            Sampel yang digunakan sebanyak 76 orang (n = 76) dengan menggunakan teknik

total sampling, dimana sampel yang digunakan merupakan populasi penelitian itu sendiri.

Maksudnya seluruh populasi dalam penelitian ini diperlukan sebagai sample. Suharsini

Arikunto (1988)mengungkapkan sebagai berikut : untuk sekedar perkiraan, maka apabila

subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semuanya sebagai sampel.

3.3.4.      Karakteristik Sampel

Dengan karakteristik, sampel sebagai berikut :

·         Mahasiswa Unjani Fakultas Psikologi yang sedang menyusun skripsi.

·         Jenis kelamin pria dan wanita.

·         Yang sudah mencapai 8 semester atau lebih.

3.4.    Alat Ukur

3.4.1.                Kisi – Kisi Alat Ukur

Page 26: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang dirancang berdasarkan indikator-

indikator yang berada pada definisi operasional, yang diturunkan dari konsep teori yang

digunakan.

1)      Kisi-kisi alat ukur Self Efficacy

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner kecerdasan emosional yang diturunkan

berdasarkan konsep Self Efficacy dari Bandura (1997), yang meliputi tiga dimensi self

efficacy. Meliputi Magnitude, Strength, dan Generality.  

Skala self efficacy yang digunakan disusun dengan berdasarkan pada skala Liket, yang

dimodifikasi menjadi 4 alternatif jawaban. Hal tersebut dilakukan dengan alasan :

·         Dengan disediakannya jawaban di tengah, akan menimbulkan kecenderungan untuk

menjawab di tengah, selain itu juga menunjukan keragu-raguan atau netral.

·         Maksud jawaban dengan empat tingkat kategori untuk melihat kecenderungan pendapat

responden kearah yang tidak sesuai, sehingga dapat mengurangi data penelitian yang

hilang. (Sutrisno Hadi, 1991).

Kriteria penilaian skala pada alat ukur ini adalah sebagai berikut:

Item Positif

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Item Negatif

Sangat Setuju (SS) 1

Setuju (S) 2

Tidak Setuju (TS) 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 4

2)      kisi-kisi alat ukur Kecemasan Sesaat (state anxiety) 

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner perilaku agresi yang diturunkan berdasarkan

konsep teori state anxiety dari Speilberger (1972),yang meliputi empat dimensi yaitu

penilaian kognitif, peningkatan aktifitas sistem saraf. Skala state anxiety yang digunakan

Page 27: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

disusun dengan berdasarkan pada skala Likert, yang dimodifikasi menjadi 4 alternatif

jawaban, sebagai berikut :

Item Positif

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Item Negatif

Sangat Setuju (SS) 1

Setuju (S) 2

Tidak Setuju (TS) 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 4

3.5.    Pengujian Alat ukur

3.5.1.      Validitas Alat Ukur

Validitas adalah ketepatan atau kesesuaian penilaian, maksudnya adalah apakan alat ukur

tersebut benar-benar mengukur apa yang akan diukur. Validitas yang digunakan dalam

penelitian yang dilakukan ini adalah validitas konstruk (Construct Validity), Jadi suatu alat

ukur dikatakan valid apabila hasil yang didapatkan dari pengukuran ini sesuai dengan konsep

operasional yang telah ditentukan atau apakah item-item tersebut sesuai dengan indikator dan

dimensi yang ada pada teori yang digunakan (Agus Permana,2009).

Untuk menguji tingkat validitas alat ukur digunakan teknik korelasi, yaitu dengan

mengkorelasikan masing-masing item pernyataan totalnya, yang bertujuan untuk memilih

item-item yang benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin diteliti. Cara

perhitungan uji coba validitas item yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap item dengan

skor total item. Metode penghitungan validitas alat ukur pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman’s rho dan perhitungannya dibantu dengan

menggunakan program SPSS 17 for windows dengan rumus sebagai berikut :

      

Page 28: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Penentuan validasi item pernyataan/pertanyaan menggunakan batas koefisienkorelasi terke

cil berdasarkan parameter dari Guilford (1956). Kriteria koefisien korelasi menurut Guilford :

Koefisien Korelasi Derajat Hubungan

0,00 – 0,20 Derajat hubungan tidak ada

0,21-0,40 Derajat hubungan rendah

0,41-0,70 Derajat hubungan sedang

0,71-0,90 Derajat hubungan tinggi

0,91-1,00 Derajat hubungan sangat tinggi

Langkah-langkah perhitungan Validitas SPSS 17.0 :

1.      Buka menu SPSS 17.00

2.      Klik “Type in data”

3.      Pindahkan seluruh skor responden pada setiap item dan total skor seluruh item pada kolom

data view.

4.      Klik analize, pilih correlat, klik bivariete carrelation.

5.      Pilih Sperman pada correlated coefiticient

6.      Pilih two-failed pada kolom test of significance, kemudian tekan ok

3.5.2.      Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah nilai yang menunjukkan sampai sejauh mana suatu alat ukur memiliki

ketelitian, kepercayaan, ataupun kekonstanan. Apabila suatu alat ukur dapat dipakai dua kali

untuk mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang relatif konsisten, maka alat

tersebut dikatakan reliabel. Metode penghitungan reliabilitas alat ukur pada penelitian ini

adalah dengan menggunakan teknik  Alpha Cronbach dengan menggunakan bantuan program

SPSS 17 for windows dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

rxx = Koefisien Reliabilitas

 k  = banyaknya pertanyaan (item)

sx2    = Jumlah skor dalam Variabel X

si2    = Pertanyaan (item) variabel yang spesifik.

Ssi2 = Jumlah semua pertanyaan (item) variabel

Page 29: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

Dengan kriteria Brown Thompson sebagai berikut :

·         Jika Alpha Cronbach (α) ≥ 0,7 maka alat ukur tersebut dianggap reliabel

·         Jika Alpha Cronbach (α) ≤ 0,7 maka alat ukur tersebut dianggap tidak reliabel.

Langkah-langkah perhitungan SPSS 17.0 :

1.      Buka menu SPSS 17.0

2.      Klik “type in data”

3.      Masukan data hasil try out

4.      Klik analyze, kemudian pilih Scale, klik reability analiyze.

5.      Pindahkan semua angka pada kolom “item”

6.      Klik “statistic”, klik cheklist “scale” dan “if scale deleted” jika sudah selesai klik continue.

7.      Pilih model dengan memilih rumus yang digunakan. Misal : Alpha klik ok.

3.6.    Pengolahan Data / Analisa Data

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji koefisien korelasi Rank

Spearman yang digunakan untuk melihat sejauh mana korelasi antara dua variabel yang

diujikan, Self efficacy dengan State anxiety. Alasan menggunakan koefisien korelasi Rank

Spearman adalah karena data yang diperoleh merupakan data ordinal yang memiliki ciri

sebagai berikut :

a.       Data berupa rangking

b.      Tidak memiliki angka nol mutlak

c.       Menunjukkan urutan

Keterangan :

rs = Koefisien Korelasi rank spearman

di = Selisih rangking daya variabel x dan variabel y

n = banyaknya sampel

Penentuan untuk menentukan kekuatan hubungan (strength of association) menggunakan

parameter dari Champion, 1981. Kriteria koefisien korelasi menurut Champion

Koefisien Korelasi Derajat hubungan

(+0,01) – (+0,25)

(-0,01) – (-0,25)

Hubungan lemah

(weak association)

(+0,26) – (+0,50) Hubungan sedang

Page 30: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

(-0,26) – (-0,26) (moderately weak association)

(+0,51) – (+0,75)

(-0,51) – (-0,75)

Hubungan cukup

(moderately strong association)

(+0,76) – (+1,00)

(+0,76) – (+1,00)

Hubungan kuat

(strong association)

3.7.    Hipotesa Statistika

3.7.1.      Pengujian hipotesa

Kriteria pengambilan keputusan hipotesa adalah :

Jika H0 : r = 0 maka H0 ditolak : tidak ada hubungan antara self efficacy dengan kecemasan

sesaat.

Jika H1 : r ≠ 0 maka H0 diterima : ada hubungan antara self efficacy dengan kecemasan

sesaat.

3.7.2.      Hipotesa Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban, dugaan, penjelasan atau pernyataan tentatif mengenai suatu

masalah yang dirumuskan dalam bentuk proposional dan dapat diuji secara empirik (Ulber

Silalahi, 1999). Hipotesis penelitian yang telah disebutkan sebagai berikut :

H0 : r = 0 : Tidak terdapat hubungan antara self efficacy dengan kecemasan sesaat pada mahasiswa Unjani

Fakultas Psikologi yang sedang mengerjakan skripsi.

Ha : r ≠ 0 : Terdapat hubungan antara self efficacy dengan kecemasan sesaat pada mahasiswa Unjani

Fakultas Psikologi yang sedang mengerjakan skripsi.

3.8.    Prosedur Penelitian

3.8.1.      Tahap Persiapan penelitian

1.                  Mempersiapkan perizinan yang diperlukan untuk melakukan penelitian dari pihak

Fakultas Psikologi Universitas Jenderal Achmad Yani.

2.                  Mencari literature

3.                  Melaksanakan observasi lapangan terhadap objek penelitian

4.                  Melakukan Perumusan masalah

Page 31: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

3.8.2.      Tahap Pelaksanaan Penelitian

3.8.3.      Tahap Penyelesaian

Page 32: Hubungan Self Efficacy Dan Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Unjani Yang Sedang Mengerjakan Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

·         Bandura, A. (1995). Self efficacy in changing societies. New York : Cambridge University

Press.

·         Saiffudin Azwar, 1999, Dasar – dasar psikometri (Yogyakarta : Pustaka Pelajar).

·         Ulber Silalahi, 1999, Metode dan metodologi penelitian (Bandung : Bina Budaya)

·         M. Anton Oktary K., 2007, Skripsi : Hubungan self efficacy dengan kecemasan pada

mahasiswa yang sedang mengerjakan Tugas Akhir.

·         Rindi O., 2005, Skripsi : Hubungan Kecemasan dengan self efficacy ketika Presentasi di

kelas.