Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Prasekolah Di PAUD Budi Mulia Padang...
-
Upload
rika-gusneri-part-ii -
Category
Documents
-
view
249 -
download
2
Transcript of Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Prasekolah Di PAUD Budi Mulia Padang...
Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Prasekolah Di
PAUD Budi mulia padang tahun 2014
Skripsi S1
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Strata I Keperawatan
Diajukan Oleh :
RIKA GUSNERI
1010105031
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH
PADANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan
yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan pertumbuhan dan
perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia toddler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-
5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Pada anak terdapat rentang
perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses
berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial
(Hidayat, 2005).
Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang. Proses tumbuh
kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan
faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial. Pertumbuhan dan
perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini,yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering
juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting untuk
memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila
terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat
meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen
dapat dicegah (Soetjiningsih, 1997).
Tingginya prevalensi masalah tumbuh kembang di Indonesia sudah terjadi saat anak
usia dini yaitu sekitar 55% dan salah satunya prevalensi gizi kurang pada usia 0-24 bulan
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang. Di Indonesia terdapat 30,8% anak berumur 6-18
bulan mengalami keterlambatan perkembangann motorik kasarnya, dan rata-rata anak
Indonesia mulai berjalan pada rata-rata umur 14,2 bulan.
Di Sumatera Barat jumlah anak balita yang dideteksi dini tumbuh kembangnya
sebesar 79,71% tahun 2010, dan persentase memperlihatkan bahwa anak di Sumatera Barat
tertinggi mengalami gangguan motorik halus adalah sebanyak 57%, pertumbuhan status gizi
tidak normal 65,4% dan sosial sebanyak 62%. (Bidang PKK Dinas Kesehatan Propinsi
Sumatera Barat, 2010)
Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hasil interaksi antara faktor
genetik, herediter, konstitusi dengan faktor lingkungan baik lingkungan prenatal maupun
lingkungan postnatal. Faktor lingkungan ini yang akan memberikan segala macam kebutuhan
yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang.
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara garis besar dikelompokkan kedalam
kebutuhan fisis-biomedis (asuh), kebutuhan akan kasih sayang (asih) dan kebutuhan latihan
(asah). Jadi dalam membesarkan anak ini hendaknya dipakai falsafah “ asuh, asih, dan asah”
supaya anak bisa tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan kemampuannya dengan
demikian menjadi manusia yang berguna (IDAI, 2002).
Salah satu hak anak adalah untuk tumbuh dan kembang (development rights) yaitu
hak anak memperoleh segala hal yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya. Pelanggaranya
terhadap hak hidup, tumbuh dan berkembang seorang anak akan menyebabkan tidak
tercapainya tumbuh kembang yang optimal, sehingga menghasilkan generasi yang tidak
bermutu. Tumbuh kembang seorang anak ditandai dengan pertumbuhan ( growth) dan
perkembangan ( development ). Pertumbuhan meliputi pertumbuhan fisik (berat badan, tinggi
badan, lingkar kepala) dan status gizi. Sedangkan perkembangan meliputi kemampuan
bahasa, motorik halus dan kasar, personal sosial, dan kemampuan
kognitif (Sugiarno,2008).
Penelitian ini akan berfokus pada perkembangan personal sosial,
un t uk mengetahui dan mengevaluasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah. Pada usia p r a seko l ah perkembangan sosial anak mulai tampak jelas,
karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda
perkembangan sosial pada tahap ini adalah anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di
lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain, sedikit demi sedikit anak sudah
mulai tunduk pada aturan; anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain; dan
anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya (Syamsu, 2008).
Pada anak usia 3-6 tahun secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah.
Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan 50% menjadi 80%. Jadi
usia 3-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitive untuk menerima
berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh
lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam
mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial, emosional, konsep diri,
kedisiplinan, kemandirian, seni, moral, dan nilai agama. Anak usia prasekolah dituntut untuk
memahami situasi sosial di lingkungannya (Gustian, 2001).
Orang tua kadang gelisah ketika melihat anaknya yang duduk di TK tidak bisa
mengikuti kegiatan seperti anak sebayanya. Apa yang terjadi apabila permasalahan ini
muncul tidak hanya dalam hitungan hari tetapi hampir selalu sehingga mengganggu prestasi
belajar dan kemampuan anak dalam bersosialisasi, maka guru pada umumnya akan
menggolongkan mereka dalam kelompok anak-anak yang mengalami kesulitan belajar
(Gustian, 2001).
Perkembangan sosial ataupun perilaku sosial berarti perolehan kemampuan
berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Pada masa prasekolah ada dorongan yang
kuat untuk bergaul dengan orang lain dan ingin diterima oleh orang lain. Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi, anak-anak tidak akan bahagia. Jika kebutuhan ini terpenuhi, mereka akan
puas dan bahagia. Sebagai contoh, sebagian anak merasa puas dengan perilaku hidup
berkelompok, tetapi anak-anak pada umumnya merasa bahagia hanya apabila mereka
menjadi anggota yang diterima oleh suatu kelompok sosial (Hurlock, 2001).
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena pada masa
ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Pada masa balita, perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional, dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
selanjutnya (Adriana, 2011).
Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, di mana diperlukan rangsangan atau
stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga hal ini perlu mendapatkan
perhatian. Perkembangan sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi antara anak
dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak akan optimal bila
interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap
perkembangannya. Sementara itu, lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat
perkembangan anak (Adriana, 2011).
Frenkenburg dkk melalui DDST (Denver Development Screening Test)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak
balita yang pertama adalah personal sosial artinya aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, kedua gerakan
motorik halus artinya aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja, ketiga
bahasa artinya kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan dan yang keempat adalah perkembangan motorik kasar artinya aspek
yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh (Soetjiningsih, 2002).
Menurut Deswita (2005) bahwa Pola asuh merupakan gaya yang diterapkan orang tua
dalam berinteraksi dengan anaknya baik dalam bentuk Otoriter, Demokratis, dan Permisif,
dan hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan
emosional dan sosial anak. Pola asuh otoriter pada orang tua adalah penentu segala-galanya
sehinggan anak hanya mengikuti kata orang tua. Pola asuh otoriter akan membentuk anak
menjadi pribadi yang penuh rasa curiga dan cendrung menarik diri dari pergaulan sosialnya.
Sistem pola asuh demokratis tidak saling memaksakan kehendak, menghargai dan
menghormati perbedaan sehingga setiap anak dapat berkembang sesuai dengan potensi yang
dimilikinya, anak akan menjadi pribadi yang memiliki kepercayaan diri, dapat bertanggung
jawab pada diri sendiri dn lingkungan sosial. Pola asuh permisif cenderung selalu
memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali sehingga akan
menjadikan anak tidak mandiri dan tergantung pada orang lain (Gustian, 2005).
Hal yang sama dapat juga dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati
(2004), yaitu dapat dilihat hubungan yang bermakna antara faktor keluarga dengan prestasi
belajar, dimana pada anak dengan prestasi yang baik didapat dari anak yang faktor
keluarganya baik. Faktor keluarga dalam hal ini adalah cara orang tua mendidik anak,
dimana orang tua selalu mengingatkan anak untuk belajar dan menjelaskan tentang pelajaran
yang tidak mengerti oleh anak, memberikan kebutuhan sekolah anak untik menunjang
kelancaran belajar anak sesuai kebutuhan, menciptakan hubungan yang penuh kasih sayang
di rumah dan suasana rumah yang tenang, selalu menyediakan waktu untuk anak.
Kematangan sosial anak akan sangat terbantu apabila anak dimasukkan ke TK
(Taman Kanak-kanak). Taman kanak-kanak merupakan awal dari pengenalan anak dengan
suatu lingkungan sosial yang ada di masyarakat umum, di luar keluarga. Tk merupakan
institusi yang di samping memberikan kesempatan bermain sambil belajar kepada anak, juga
mendidik anak untuk mandiri, bersosialisasi dan memperoleh berbagai keterampilan anak
(Santoso, 2004).