Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

16
Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi Mahasiswa Psikologi Gunadarma Yulifa Taslima Awaluddin Tjalla, Dr. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi berprestasi mahasiswa. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi mahasiswa psikologi. Penelitian ini dilakukan terhadap 70 mahasiswa Psikologi Universitas Gunadarma Depok, dengan kriteria: mahasiswa psikologi Gunadarma, dengan usia 20 – 23 tahun, angkatan 2003, 2004 dan 2005 yang masih aktif kuliah (tidak cuti). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi. Hal ini juga dapat diketahui dari tabel correlations, dimana nilai dari pearson correlation +, 557** sedangkan nilai Sig. (1-tailed) sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi mahasiswa. Orientasi belajar mahasiswa yang tinggi akan mengakibatkan motivasi berprestasi mahasiswa tinggi, demikian pula sebaliknya orientasi belajar mahasiswa rendah maka motivasi berprestasi mahasiswa juga rendah, diterima. Kata kunci : Orientasi Belajar, Motivasi Berprestasi dan Mahasiswa Psikologi PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek penting bagi setiap Negara, terutama bagi Negara berkembang seperti Indonesia. Tak terkecuali dalam dunia kerja, dimana banyak perusahaan yang menuntut pegawainya yang berpendidikan minimal sarjana, sehingga individu berusaha untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Namun akhir-akhir ini muncul suatu gejala yang cukup mengkhawatirkan didalam dunia pendidikan dengan adanya permasalahan yang dikemukakan oleh Winkel (1991) yang adanya “krisis motivasi” dengan gejala yang ditunjukkan seperti berkurangnya perhatian pada waktu belajar, kelalaian

Transcript of Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

Page 1: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi Mahasiswa Psikologi Gunadarma

Yulifa Taslima

Awaluddin Tjalla, Dr.

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran motivasi berprestasi mahasiswa. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi mahasiswa psikologi.

Penelitian ini dilakukan terhadap 70 mahasiswa Psikologi Universitas Gunadarma Depok, dengan kriteria: mahasiswa psikologi Gunadarma, dengan usia 20 – 23 tahun, angkatan 2003, 2004 dan 2005 yang masih aktif kuliah (tidak cuti). Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling.

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi. Hal ini juga dapat diketahui dari tabel correlations, dimana nilai dari pearson correlation +, 557** sedangkan nilai Sig. (1-tailed) sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan orientasi belajar dengan motivasi berprestasi mahasiswa. Orientasi belajar mahasiswa yang tinggi akan mengakibatkan motivasi berprestasi mahasiswa tinggi, demikian pula sebaliknya orientasi belajar mahasiswa rendah maka motivasi berprestasi mahasiswa juga rendah, diterima. Kata kunci : Orientasi Belajar, Motivasi Berprestasi dan Mahasiswa Psikologi PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan aspek

penting bagi setiap Negara, terutama

bagi Negara berkembang seperti

Indonesia. Tak terkecuali dalam dunia

kerja, dimana banyak perusahaan yang

menuntut pegawainya yang

berpendidikan minimal sarjana,

sehingga individu berusaha untuk

menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Namun akhir-akhir ini muncul suatu

gejala yang cukup mengkhawatirkan

didalam dunia pendidikan dengan

adanya permasalahan yang dikemukakan

oleh Winkel (1991) yang adanya “krisis

motivasi” dengan gejala yang

ditunjukkan seperti berkurangnya

perhatian pada waktu belajar, kelalaian

Page 2: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

dalam mengerjakan tugas-tugas,

pekerjaan rumah, menunda persiapan

bagi ulangan atau ujian, serta pandangan

asal lulus, asal cukup dan sebagainya.

Jenjang pendidikan yang cukup

dikhawatirkan dengan adanya krisis ini

adalah jenjang Perguruan Tinggi, karena

sebagai individu yang telah menjadi

mahasiswa dianggap sudah cukup

dewasa untuk mengatur dirinya sendiri.

Berbeda dengan jenjang pendidikan

sebelumnya, seperti SMU (Sekolah

Menengah Umum), SMP (Sekolah

Menengah Pertama dan SD (Sekolah

Dasar), dimana siswa lebih terkontrol

karena waktu belajar yang harus mereka

jalani lebih teratur. Di samping itu

fungsi pengajar bukan hanya sebagai

guru saja, tetapi juga berfungsi sebagai

pembimbing dan pengawas yang terus

memantau kedisiplinan serta hasil

belajar yang diperoleh setiap siswa.

Pada jenjang Perguruan Tinggi

mahasiswa lebih diberikan kebebasan

untuk memilih banyaknya jumlah kredit

matakuliah yang diambil walaupun

dibatasi dengan IPK (Indeks Prestasi

Kumulatif), begitu pula dengan waktu

atau jadwal kuliah yang dapat disusun

sendiri oleh mahasiswa sesuai dengan

waktu yang dimiliki mahasiswa. Dengan

adanya kebebasan-kebebasan lainnya

yang diberikan, tidak jarang membuat

mahasiswa menjadi tidak disiplin

terutama dalam hal kehadiran pada

perkuliahan atau kehadiran dikelas. Ada

beberapa matakuliah yang

memungkinkan mahasiswa untuk tidak

disiplin, dimana mahasiswa dapat

menitipkan daftar hadir (absent) kepada

temannya yang hadir pada perkuliahan.

Jika hal itu dilakukan oleh mahasiswa

maka motivasi mahasiswa untuk

mengikuti pelajaran akan menurun,

sehingga membuat mahasiswa tidak siap

dalam menghadapi ulangan maupun

ujian dan cenderung untuk menumpuk

bahan pelajaran dan baru belajar jika

ulangan atau ujian sudah dekat. Hal-hal

Page 3: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

diatas dapat merupakan penyebab

terjadinya masalah “krisis motivasi”.

Walaupun pokok permasalahan

yang dihadapi sudah jelas yaitu masalah

motivasi, namun apakah motivasi itu

sendiri, seperti apa motivasi yang harus

dimiliki mahasiswa. Motivasi

merupakan perubahan tenaga didalam

diri seseorang yang ditandai oleh

dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk

mencapai suatu tujuan (Donald dalam

Hardjo & Badjuri, 2004). Sedangkan

menurut Gage & Barliner (1992)

menyatakan bahwa motivasi merupakan

hal-hal yang mendorong dan

mengarahkan aktifitas seseorang.

Berdasarkan pendapat yang telah

dikemukakan diatas dapat disimpulkan

bahwa tingkah laku manusia yang

ditampilkan untuk mencapai tujuan

tertentu digerakkan dan diarahkan oleh

motivasi. Sedangkan motivasi yang

harus dimiliki oleh mahasiswa adalah

motivasi untuk mencapai prestasi belajar

yang baik dan motivasi seperti itu biasa

disebut dengan motivasi berprestasi.

Harapan orang tua untuk anak-

anak mereka juga penting dalam

perkembangan motivasi berprestasi

(Eccles & Morgan dalam Prabowo,

1998). Orang tua mengharapkan anak-

anak mereka bekerja keras dan berusaha

untuk sukses, mereka akan mendorong

anak-anak mereka untuk melakukan hal

itu dan memuji atau menghargai mereka

untuk perilaku yang mengarah ke

prestasi. Serangkaian harapan orang tua

yang berhubungan dengan motivasi

berprestasi berkenaan dengan gagasan-

gagasan ketika anak-anak harus menjadi

mandiri dalam suatu keterampilan.

McCllelland, (1987) mendefinisikan

motivasi berprestasi sebagai keinginan

untuk sukses dalam kompetisi, yang

berkeinginan untuk mengungguli orang

lain dengan mencapai suatu prestasi atau

suatu standar tertentu yang dianggap

berhasil. Penelitian yang dilakukan

McCllelland kalangan mahasiswa

Page 4: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

membuktikan bahwa motivasi

berprestasi memberikan kontribusi

sampai dengan 64% terhadap prestasi

belajar mahasiswa (dalam Elfizar,

2002).

Sedangkan Winkel (1991)

mengemukakan “achievement

motivation” ialah daya penggerak dalam

diri mahasiswa untuk mencapai taraf

yang setinggi mungkin , adapun ukuran

mengenai taraf yang setinggi mungkin

itu ditentukan oleh individu sendiri.

Apabila taraf prestasi itu tercapai ia akan

merasa puas dan memberikan pujian

kepada dirinya, kalau tidak ia akan

kecewa dan mencela dirinya sendiri.

Motivasi berprestasi itu tidak berdiri

sendiri dalam menghasilkan prestasi

belajar yang baik, tetapi harus melalui

proses dan usaha-usaha yang harus

dilakukan. Sehubungan dengan kegiatan

belajar-mengajar maka cara yang

diperlukan untuk memperoleh nilai

akademik yang baik adalah dengan cara

belajar.

Membangun komunitas belajar

yang produktif dan mahasiswa yang

termotivasi untuk terlibat dalam

aktivitas belajar yang bermakna

merupakan tujuan utama dari

pengajaran. Salah satu sasaran penting

dari pembelajaran adalah memiliki anak

yang mampu mengembangkan motivasi

intrinsik (Desyanti, 2002). Sekolah

merupakan tempat berlangsungnya

proses belajar secara formal. Dalam

dunia pendidikan formal, belajar tidak

lepas dari tujuan belajar. Mengapa

seseorang mau belajar di lembaga

pendidikan formal, tidak lepas dari

tujuannya untuk belajar. Setiap orang

memiliki orientasi belajar yang berbeda,

tergantung pada hasil yang ingin

dicapai. Orientasi belajar menentukan

bagaimana seseorang belajar dan usaha

yang dilakukannya untuk mencapai hasil

yang diinginkannya (Ames & Archer,

1998).

Entwistle dan Wilson (dalam

Suardhika, 2004) mendefinisikan

Page 5: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

orientasi belajar dapat sebagai motivasi

belajar mahasiswa yang berpengaruh

terhadap pendekatan belajarnya dan

strategi belajar mahasiswa tersebut.

Mahasiswa dengan orientasi belajar,

menunjukkan ciri bahwa mahasiswa

tersebut melihat universitas sebagai

tempat untuk berkompetisi. Motif

belajar yang dominan adalah motivasi

berprestasi. Karenanya memainkan

peran sebaik mungkin sebagai seorang

mahasiswa. Mahasiswa dengan orientasi

belajar ini biasanya menaruh perhatian

yang besar dalam mengorganisasikan

cara belajar mereka sebaik mungkin.

Peserta didik bukan menguasai

berbagai mata pelajaran atau matakuliah

yang diajarkan dalam arti sesungguhnya

melainkan hanya sekedar mengetahui,

memiliki cara menjawab soal, sehingga

dalam ujian dapat menjawab seluruh

pertanyaan yang diberikan. Proses

belajar-mengajar didominasi oleh

tuntutan untuk menghafalkan dan

menguasai pelajaran sebanyak mungkin

guna menghadapi ujian atau tes, dimana

pada kesempatan tersebut peserta didik

harus mengeluarkan apa yang dihafalkan

(Desyanti, 2002). Pengertian

sederhananya adalah tolok ukur

keberhasilan belajar yang digunakan

adalah nilai tes yang diperoleh peserta

didik, bahkan yang lebih buruk, keadaan

dan kebiasaan ini berlangsung sampai di

Perguruan Tinggi.

Kegiatan belajar akan bermakna dan

berhasil jika individu itu merasa senang

dalam menjalankan tugas belajarnya.

Keinginan ataupun usaha yang

dilakukan oleh dirinya itu merupakan

tenaga yang mendorong dan

menggerakkan aktivitas untuk belajar

yang lebih berdaya guna dan tepat guna.

Ini berarti merupakan modal pertama

individu untuk memperoleh

keberhasilan. Keberhasilan yang

diterima oleh individu akan menambah

semangat untuk meneruskan perjuangan

semangat belajarnya sebaliknya

kegagalan akan menjadi cambuk untuk

Page 6: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

mendapatkan keberhasilan yang belum

didapat.

TINJAUAN PUSTAKA

Orientasi Belajar

Teori orientasi belajar

diciptakan oleh para ahli psikologi

perkembangan dan psikologi pendidikan

(Pintrich & Garcia, Nicholls, Bandura &

Dweck, Ames & Archer, Elliot, dalam

Midgley, 2001) untuk menjelaskan

proses belajar dan performa siswa pada

tugas-tugas akademik. Teori ini dapat

diaplikasikan untuk memahami dan

memperbaiki proses serta pemberian

instruksi dalam belajar.

Ames (1998) mengemukakan

definisi orientasi belajar yaitu suatu

orientasi dimana belajar sebagai sarana

untuk mencapai suatu tujuan lain dan

pembelajaran itu sendiri. Dengan kata

lain belajar merupakan suatu sarana

yang digunakan untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Namun disisi lain,

belajar dapat dipersepsikan sebagai

tujuan akhir (yaitu belajar dan

menguasai pelajaran).

Teori orientasi tujuan

diungkapkan Ames & Archer (1998) dan

Dweck & Legget (1988) dalam dua

dimensi, yaitu Learning Goal dan

Performance Goal. Berbeda dengan

Pintrich & Schunk (2002) mereka

membedakan orientasi tujuan dalam

Mastery Learning dan Performance

Goal, dan kedua orientasi ini paralel

dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

Hal yang membedakan orientasi tujuan

dengan motivasi menurut kedua tokoh

ini adalah pada orientasi tujuan, lebih

bersifat kognitif-spesifik, situasional dan

tergantung konteks, sedangkan motivasi

ekstrinsik lebih bersifat seperti

karakteristik kepribadian umum, lebih

organismik dan tidak kontekstual.

Dari beberapa definisi yang

diuraikan sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa orientasi belajar

merupakan strategi yang digunakan

dalam melakukan aktivitas belajar,

Page 7: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

misalnya bagaimana cara belajar dan

suasana seperti apa yang mendukung di

dalam belajar.

Karakteristik orientasi belajar

Menurut Ames & Archer (1998), ada

dua jenis orientasi belajar, yaitu :

1). Orientasi tujuan penguasaan

(Mastery Goal)

Orientasi tujuan penguasaan

merupakan suatu orientasi motivasional

yang dimiliki individu, yang

menekankan diperolehnya pengetahuan

dan perbaikan diri. Woolfolk (2004)

memaksudkan orientasi ini sebagai

intensi pribadi untuk memperbaiki

kemampuan dan memahami apa yang

dipelajari, tanpa memperdulikan

buruknya performa yang ditampilkan

seorang individu yang memiliki

orientasi tujuan penguasaan akan

memfokuskan diri pada kegiatan belajar

itu sendiri, berusaha menguasai tugas,

mengembangkan keterampilan baru,

memperbaiki kompetensinya,

menyelesaikan tugas yang menantang

dan berusaha untuk memperoleh

pengalaman terhadap apa yang

dipelajari.

Ormrod, 2000 (dalam Desyanti, 2002)

dari berbagai hasil penelitian,

memberikan gambaran yang lebih

lengkap mengenai karakteristik siswa

dengan orientasi mastery sebagai

berikut:

(a). Percaya bahwa

kompetensi dapat

berkembang melalui

latihan dan usaha.

(b). Memilih tugas-tugas yang

dapat memaksimalkan

kesempatan untuk belajar.

(c). Bereaksi terhadap tugas

yang mudah dengan

perasaan yang bosan dan

kecewa.

(d). Memandang usaha

sebagai sesuatu yang

penting untuk

Page 8: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

meningkatkan

kompetensi.

(e). Lebih termotivasi secara

intrinsik untuk

mempelajari materi

pelajaran.

(f). Menampilkan perilaku

dan belajar yang lebih

bersifat Self-Regulated.

(g). Menggunakan strategi

belajar yang mengarah

pada pemahaman materi

yang sesungguhnya

(misalnya belajar yang

bermakna, dan monitoring

pemahaman.

(h). Mengevaluasi kinerja

sendiri dalam kerangka

kemajuan yang sudah

dibuat.

(i). Memandang kesalahan

sebagai sesuatu yang

normal dan bagian yang

bermanfaat dalam proses

belajar, memanfaatkan

kesalahan untuk

membantu perbaikan

kinerja.

(j). Merasa puas terhadap

kinerja jika sudah

berusaha keras, meskipun

usaha tersebut mengalami

kegagalan.

(k). Menginterpretasikan

kegagalan sebagai tanda

bahwa diperlukan usaha

yang lebih keras.

(l). Memandang guru sebagai

sumber daya dan

penuntun untuk

membantu individu

belajar.

2). Orientasi tujuan performa

(Performance Goal)

Dari berbagai literatur dan

penelitian mengenai orientasi belajar,

tampak bahwa orientasi ini akan

mempengaruhi kognisi dan perilaku

individu dalam konteks belajar

(akademik). Karakter individu dengan

Page 9: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

orientasi performance digambarkan

Ormrod, 2000 (dalam Desyanti, 2002)

sebagai berikut :

(a). Percaya bahwa

kompetensi merupakan

karakteristik yang bersifat

stabil. Ada orang yang

memilikinya dan ada yang

tidak.

(b). Memilih tugas yang

memaksimalkan

kesempatan untuk

mendemonstrasikan

kompetensi, menghindari

tugas dan tindakan

(misalnya bertanya) yang

membuat mereka

kelihatan tidak kompeten.

(c). Bereaksi terhadap tugas

yang mudah dengan

perasaan bangga.

(d). Memandang usaha

sebagai tanda kompetensi

yang rendah, beranggapan

bahwa orang yang

berkompeten seharusnya

tidak perlu berusaha

keras.

(e). Lebih termotivasi secara

ekstrinsik, seperti penguat

dan hukuman eksternal,

cenderung menyontek

untuk mendapatkan nilai

yang tinggi.

(f). Kurang menampilkan

belajar dan perilaku yang

self-regulated.

(g). Menggunakan strategi

belajar yang hanya

bersifat rote learning

(misalnya pengulangan,

mencontoh, mengingat

kata per kata).

(h). Mengevaluasi kinerjanya

dalam kerangka

perbandingan dengan

orang lain.

(i). Memandang kesalahan

sebagai tanda kegagalan

dan tidak kompeten.

Page 10: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

(j). Merasa puas dengan

kinerja hanya jika

berhasil.

(k). Menginterpretasikan

kegagalan sebagai tanda

rendahnya kemampuan

dan karena itu

meramalkan kegagalan

berulang di waktu yang

akan datang.

(l). Memandang guru

(pengajar) sebagai penilai,

pemberi hadiah atau

hukuman.

Motivasi Berprestasi

Gage dan Berliner (1992),

mengatakan bahwa motivasi berprestasi

adalah usaha untuk meraih sukses dan

menjadi yang terbaik dalam melakukan

sesuatu. Lebih lanjut dikatakan bahwa

motivasi ini dipengaruhi oleh budaya

dan pekerjaan seseorang. Motivasi ini

juga dapat muncul pada semua orang

yang berasal dari lingkungan budaya

atau jenis pekerjaan apapun.

Ciri-ciri Orang yang Memiliki

Motivasi Berprestasi

Menurut Edwards (dalam

Azwar, 2006) ciri-ciri orang yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi,

yaitu:

a. Melakukan sesuatu dengan

sebaik-baiknya.

b. Melakukan sesuatu dengan

sukses.

c. Mengerjakan sesuatu dan

menyelesaikan tugas-tugas yang

memerlukan usaha dan

keterampilan.

d. Ingin menjadi penguasa yang

terkenal atau terpandang dalam

suatu bidang tertentu.

e. Mengerjakan sesuatu yang

sangat penting.

f. Melakukan suatu pekerjaan

yang sukar dengan baik.

Page 11: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

g. Menyelesaikan teka-teki dan

sesuatu yang sukar dengan baik.

h. Melakukan sesuatu yang lebih

baik dari orang lain.

i. Menulis novel atau cerita yang

hebat dan bermutu.

METODOLOGI PENELITIAN

Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat

beberapa variabel yang akan dianalisis,

yaitu:

1. Variabel Bebas (Independent):

Orientasi Belajar

2. Variabel Terikat (Dependent):

Motivasi Berprestasi

Partisipan

Partisipan penelitian adalah

seluruh mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Gunadarma, peneliti

melakukan kontrol terhadap subjek yang

akan menjadi sampel penelitian ini.

Pengontrolan ini dilakukan dengan

memilih subjek yang sesuai dengan

karakteristik subjeknya telah ditetapkan.

Tujuannya adalah untuk memperoleh

sampel penelitian yang benar-benar

mewakili dan sesuai dengan tujuan.

Karakteristik penelitian ini adalah :

1. Mahasiswa psikologi

Universitas Gunadarma Depok

Sesuai dengan ruang lingkup

penelitian ini, dimana peneliti

melakukan penelitian ini di

Universitas Gunadarma Depok,

maka yang menjadi sampel

penelitian ini adalah mahasiswa

yang berjenis kelamin laki-laki

dan perempuan Universitas

Gunadarma Depok yang masih

aktif kuliah (tidak cuti kuliah).

2. Usia 20 sampai 23 tahun

Dengan asumsi bahwa usia

tersebut adalah usia aktif

sebagai seorang mahasiswa-

mahasiswi. Dengan perkataan

lain bahwa usia 18 tahun

menurut tugas perkembangan

Page 12: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

diharapkan sebagai siswa SMU

(sekolah menengah umum) telah

menyelesaikan sekolahnya dan

melanjutkan keperguruan tinggi.

Masa aktif kuliah sebagai

mahasiswa adalah paling lambat

7 tahun atau 14 semester. Oleh

karena itu maka penulis

membatasi usia sampel dari 20

sampai 23 tahun.

3. Tahun angkatan

Tahun angkatan dari 2003, 2004

dan 2005 dengan jumlah subjek

penelitian 70 subjek. Hal ini

didasari bahwa mahasiswa

psikologi semakin tinggi tingkat

semesternya semakin banyak

matakuliah yang diambil dan

tugas yang dipelajarinya.

Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

Purposive Sampling yaitu teknik

sampling berdasarkan ketersediaan

subjek yang memenuhi karakteristik

yang telah ditentukan sebelumnya yang

dapat mewakili keseluruhan populasi

yang ingin diteliti (Sugiyono, 1999).

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

akan digunakan dalam penelitian ini

adalah skala orientasi belajar dan skala

motivasi berprestasi.

Validitas dan Reliabilitas Alat

Pengumpul Data

Agar skala yang digunakan dapat

menjalankan fungsinya dengan baik,

harus mampu memberikan informasi

yang dapat dipercaya dan memenuhi

kriteria tertentu.

1. Validitas (Kesahihan)

Validitas berasal dari kata validity

yang mempunyai arti sejauhmana

ketepatan dan kecermatan suatu

instrumen pengukuran (tes) dalam

melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes

dikatakan mempunyai validitas yang

tinggi apabila tes tersebut menjalankan

fungsi ukurnya, atau memberikan hasil

Page 13: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

ukur yang tepat dan akurat sesuai

dengan maksud yang dikenakannya tes

tersebut. Konsep validitas adalah

kecermatan pengukuran kriteria

koefisien validitas yang dianggap

memuaskan yaitu 0,3 telah memberikan

kotribusi yang baik (Azwar, 2005). Uji

validitas dalam penelitian ini adalah

validitas isi (content) dengan

menggunakan teknik analisis Product

Moment Pearson (Azwar, 2005). Uji

validitas dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan bantuan program

komputer SPSS for Windows versi 12.0.

2. Reliabilitas (Keandalan)

Reliabilitas adalah sejauh mana

hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

(Anastasia & Urbina, 2003). Reliabilitas

alat ukur menunjukkan sifat suatu alat

ukur dalam pengertian apakah suatu alat

ukur cukup akurat, stabil atau konsisten

dalam mengukur apa yang ingin diukur

(Nazir, 2003). Reliabilitas yang

digunakan untuk menguji kedua alat

ukur dalam penelitian ini menggunakan

metode konsistensi internal, yaitu

reliabilitas yang didapatkan dengan cara

satu kali pengujian dan hasil pengujian

tersebut akan diolah dengan formula

tertentu (Azwar, 2005). Mengukur

reliabilitas, digunakan formula Alpha

Cronbach yang memiliki kriteria

reliabilitasnya lebih dari 0,7 (Azwar,

2005). Uji reliabilitas dalam penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan

bantuan program komputer SPSS for

Windows versi 12.0.

HASIL PENELITIAN

UJI ASUMSI

Uji Normalitas

Untuk uji normalitas sebaran

skor digunakan uji Kolmogrof Smirnov

dan Shapiro Wilk. Dari hasil uji

normalitas menggunakan Kolmogrof

Smirnov pada skala orientasi belajar

diketahui nilai statistik sebesar 0,064

dengan nilai signifikansi sebesar 0,200

(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa

Page 14: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

distribusi skor orientasi belajar pada

subjek penelitian adalah normal.

Sedangkan hasil uji normalitas

pada skala motivasi berprestasi

diketahui nilai statistik sebesar 0,110

dengan nilai signifikansi sebesar 0,037

(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa

distribusi skor motivasi berprestasi pada

subjek penelitian adalah normal.

Sedangkan dari hasil uji

normalitas menggunakan Shapiro-Wilk

pada skala orientasi belajar diketahui

nilai statistik sebesar 0,989 dengan nilai

signifikansi 0,784 (p<0,001). Hal ini

menunjukkan bahwa distribusi skor

orientasi belajar pada subjek penelitian

adalah normal.

Sedangkan hasil uji normalitas

pada skala motivasi berprestasi

diketahui nilai statistik sebesar 0,966

dengan nilai signifikansi sebesar 0,055

(p<0,01). Hal ini menunjukkan bahwa

distribusi skor motivasi berprestasi pada

subjek penelitian adalah normal.

UJI HIPOTESIS

Dari hasil analisis data yang

dilakukan dengan menggunakan teknik

korelasi Pearson (1-tailed) diketahui

nilai koefisien korelasi sebesar r = +,557

dengan nilai signifikansi sebesar 0,000

(p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan

bahwa hipotesis penelitian ini diterima,

artinya ada hubungan yang positif (+)

dan signifikan orientasi belajar dengan

motivasi berprestasi pada mahasiswa

psikologi dimana orientasi belajar

mahasiswa tinggi maka motivasi

berprestasinya juga tinggi, sebaliknya

jika orientasi belajar rendah maka

motivasi berprestasinya juga rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Ames&Archer. (1998). Achievement goals in the classroom: Students Learning Strategies and Motivation Processes. Journal Of Educational Psychology, 23, 64-66.

Anastasi, A., & Urbina. S. (2003). Tes

psikologi. Alih bahasa: Robertus H. Imam. Jakarta: PT Indeks Gramedia Grup.

Page 15: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

Atkinson, J. W. (1964). An introduction to motivation. Canada: P. Van Norstrand. Co. Inc.

____________. (1978). Introduction to

motivation (2nd ed). New York: Litton Educational Publishing, Inc.

Alwisol. (2004). Psikologi kepribadian.

Jakarta: UMM Press. Azwar, S. (2004). Penyusunan skala

psikologi. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka Pelajar.

________. (2005). Sikap manusia: Teori

dan pengukuranya. Edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin. J. P. (2005). Kamus lengkap

psikologi. Edisi Revisi. Alih Bahasa : Kartono, K. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.

Desyanti. (2002). Hubungan antara

persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi tujuan belajar siswa. Tesis. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Elfizar. (2002). Saya dosenmu (!)

[Online] .Available :Http//:www.geocities.com/Bahana_tetap/kolom 1001.htm.

Eggen, P. Kauchak, D. (1997).

Educational psychologi : Window on Classrooms (3 rd ed). Prentice Hall, Inc.

Fransisca. (2000). Hubungan antara

persepsi yang mengancam dengan kecemasan pada masyarakat jakarta. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Gage, N.L., Berliner, D.C. (1992). Educational psychologi (5th ed). Boston: Houghton Mifflin Company.

Hadi, S. (2004). Statistik. Edisi ke-2.

Yogyakarta: Penerbit Andi. Hamidah. (2001). Hubungan antara

persepsi mengenai harapan orang tua terhadap orientasi belajar dengan goal orientation pada siswa SD. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Hollander. (1981). Principle and

menthod of social psychology (4th ed). New York: Oxford University Press.

Leavitt, H. J. (2006). Psikologi manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga. McClelland. (1987). The achievement

motive. New York: Appleton-Century Crofts, Inc.

Midgley, dkk. (2001). Performance-

approach goals: Good for what, For Whom, Under What Circumstances, and At What Cost?. Journal Of Educational Psychology, 37, 63-65.

Morgan. (1998). An introduction to

psychology, 7 ed. Singapore, Mc Grow Hill Book, Co.

Nazir, M. (2003). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Oktarina, A. (2002). Hubungan persepsi

siswa terhadap dukungan social ortu, guru dan teman dengan motivasi berprestasi pada siswa SLTP peringkat atas dan bawah. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Page 16: Hubungan Orientasi Belajar Denganh Motivasi Berprestasi ...

Ormrod, J, E. (2003). Educational

psychology: Developing learners (4th ed). New Jersey: Merril Prentice Hall, Inc.

Parson, R, D. (2001). Educational

psychology: A practicioner – researcher model of teaching. Canada: Woodsworth.

Pintrich&Schunk. (2002). Motivation in

educational: Theory, research, and applications. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Prabowo, H. (1998). Pengantar

psikologi lingkungan. Depok: Universitas Gunadarma.

Rahmat, J. (2000). Psikologi komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Robbins, S. P. (2001). Organizational

behavior (9th ed): San Deago State University: Prentice-Hall.

Santrock. J. W. (2001). Psychology, the

science of mind and behavior. Io wa : W. C. Brom Publisher.

Sarwono, S. W. (1999). Psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Slavin, R.E. (1994). Educational

psychology: Theory dan practice. (4th ed). Boston: Allyn dan Bacon.

Setawati, T, N. (1997). Hubungan antara

intelegensi, kreativitas dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar pada mahasiswa SMU 8. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Solmon. (1996). Impact of motivational

climate on students’ behaviors

and perceptions in a physical education setting. Journal Of Educational Psychology.

Suardhika, G. D. (2004). Karakteristik

orientasi belajar mahasiswa fakultas psikologi universitas indonesia dalam kaitannya dengan prestasi akademis dan persepsi terhadap aspek-aspek perguruan tinggi. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Sugiyono. (1999). Metode penelitian

administrasi. Bandung: CV Alfabeta.

Suryabrata, S. (2000). Pengembangan

alat ukur psikologis. Yogyakarta: ANDI.

Widyasari, P. (2005). Hubungan antara interaksi kelas dengan motivasi berprestasi pada murid SMA negeri peringkat atas. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Winkel, W. S. (1991). Psikologi

pengajaran. Jakarta: PT Grasindo.

Woolfolk, A. (2004). Educational

psychology (9th ed). Boston: Allyn&Bacon.

Wulan, R. (1998). Tes frostig untuk

mengukur kemampuan visual anak berumur 4-8 tahun. Jurnal Psikologi. No. 1,35-43. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

http://202.159.18.43/Ip/12 Srihardjo.

htm www.gunadarma.co.id