PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI ...
Transcript of PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI ...
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
51
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI
TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA TEKS NARATIF BAHASA INGGRIS SISWA
SMP NEGERI DI KABUPATEN LABURA
Rika Syahmewah Munthe1, Keysar Panjaitan2
Pascasarjana Universitas Negeri Medan1,2
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang
diajar dengan strategi pembelajaran Quantum dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan
strategi pembelajaran ekspositori; (2) hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang memiliki Motivasi
berprestasi tinggi dengan hasil belajar siswa yang memiliki Motivasi berprestasi rendah; (3) ada
tidaknya interaksi antara strategi pembelajaran dan Motivasi berprestasi siswa terhadap hasil
belajar Bahasa Inggris. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain
faktorial 2 x 2. Uji statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk menyajikan data dan
dilanjutkan dengan statistik inferensial dengan menggunakan ANAVA dua jalur dengan taraf
signifikan α = 0,05 yang dilanjutkan dengan uji Scheffe. Sebelumnya dilakukan uji analisis berupa
uji nornalitas dan uji homogenitas. Hasil penelitian menunjukkan: (1) hasil belajar Bahasa Inggris
siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran Quantum lebih tinggi dari pada hasil belajar
Bahasa Inggris siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran ekspositori; (2) hasil belajar
Bahasa Inggris siswa yang memiliki Motivasi berprestasi tinggi lebih tinggi dari pada hasil belajar
Bahasa Inggris siswa yang memiliki Motivasi berprestasi rendah; (3) terdapat interaksi antara
strategi pembelajaran dengan Motivasi berprestasi dalam mempengaruhi hasil belajar siswa.
Kata Kunci: strategi pembelajaran, motivasi berprestasi, membaca teks naratif bahasa inggris
Abstract: This study aims to determine: (1) the results of English learning students who are taught
by Quantum learning strategies than students taught by expository strategy; (2) the results of
English learning students who have high achievement motivation with learning outcomes of
students who have low achievement motivation; (3) whether there is interaction between the
learning strategies and achievement motivation of students to learn English results. The method
used is a quasi-experimental design with 2 x 2 factorial statistical test used is descriptive statistics
to present data and continued with inferential statistics by using ANOVA two paths with
significance level α = 0.05, followed by Scheffe test. Previous test analysis form nornalitas test and
homogeneity test. The results showed: (1) the results of English learning students taught with
instructional strategies Quantum higher than the results of English learning students taught by
expository strategy; (2) the results of English learning students who have high achievement
motivation is higher than the results of English learning students who have low achievement
motivation; (3) there is interaction between learning strategy and achievement motivation in
influencing student learning outcomes.
Keywords: learning strategies, achievement motivation, reading the narrative text english
PENDAHULUAN
Pelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs
bertujuan peserta didik memiliki kemampuan
yaitu; mengembangkan kompetensi dalam
bentuk tulisan dan lisan dalam tingkatan
fungsional, memiliki kesadaran dan hakikat
tentang pentingnya Bahasa Inggris untuk
meningkatkan daya saing dalam dunia global
dan mengembangkan pemahaman peserta didik
tentang keterkaitan antara bahasa dan budaya.
Ruang Lingkup mata pelajaran Bahasa Inggris
di SMP/MTs meliputi: (1) kemampuan
berwacana,yakni kemampuan memahami
dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis
yang direalisasikan dalam empat keterampilan
berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis secara terpadu untuk
mencapai tingkat literasi functional, (2)
kemampuan memahami dan menciptakan
berbagai teks fungsional pendek dan monolog
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
52
serta esai berbentuk procedure, descriptive dan
recount. Gradasi bahan ajar tampak dalam
penggunaan kosa kata, tata bahasa dan langkah-
langkah retorika, (3) kompetensi pendukung,
yakni kompetensi linguistik (menggunakan tata
bahasa dan kosa kata, tata bunyi dan tata tulis),
kompetensi sosiokultural (menggunakan
ungkapan dan tindak bahasa secara berterima
dalam berbagai konteks komunikasi),
kompetensi strategi (mengatasi masalah yang
timbul dalam proses komunikasi dengan
berbagai cara agar komunikasi dapat tetap
berlangsung) dan kompetensi pembentuk
wacana (menggunakan piranti pembentuk
wacana).
Membaca pada hakikatnya melibatkan
tiga komponen dasar dari membaca, yaitu
recording, decoding dan meaning. Recording
merujuk pada kata dan kalimat kemudian
mengasosiasikan dengan bunyi-bunyinya sesuai
dengan sistem tulisan yang digunakan
sedangkan proses decoding (penyandian)
merujuk pada proses penterjemahan rangkaian
grafis ke kata-kata. Sementara proses meaning
(memahami makna) berlangsung melalui dua
proses yaitu proses perseptual dan kognitif
(Rahim, 2005:3).
DePorter (2007) menguraikan bahwa
pembelajaran quantum merupakan cara-cara
baru yang memudahkan proses belajar lewat
pemaduan unsur seni dan pencapaian-
pencapaian yang terarah. Proses belajar
mengajar adalah fenomena yang kompleks,
segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran,
tindakan dan asosiasi dan sejauh mana guru
mengubah lingkungan, presentasi dan
rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses
belajar berlangsung. Pembelajaran quantum
adalah pembelajaran yang mengorkestrasikan
berbagai interaksi yang berada didalam dan di
sekitar momen belajar, sehingga kemampuan
dan bakat alamiah siswa berubah menjadi
kemampuan aktual. Pembelajaran quantum
berfokus pada hubungan dinamis dalam
lingkungan kelas serta interaksi yang
mendirikan landasan dan kerangka untuk
belajar. Strategi pembelajaran quantum
memiliki kerangka rancangan belajar yaitu
”Tandur” (Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan ).
Revisi dan penamaan kembali
taksonomi Bloom, menjadi taksonomi belajar
disitasi oleh Anderson et al (2001) disitasi oleh
Arends (2004:116) dilakukan untuk kerangka
kerja pengklasifikasian tujuan pembelajaran
dan cara menilainya, (1) ingatan, mencakup
kemampuan mengingat tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan, (2)
pemahaman, mencakup kemampuan
menangkap arti dan makna dari pesan,
pembicaraan, tulisan dan grafik, (3) penerapan
mencakup kemampuan menerapkan dan
menggunakan prosedur untuk mengatasi
situasi yang baru, (4) analisis, mencakup
kemampuan merinci suatu kesatuan dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan
dapat dipahami dengan baik, (5) evaluasi,
mencakup kemampuan membentuk pendapat
tentang beberapa hal berdasarkan kriterian dan
standar tertentu, (6) kreativitas, mencakup
kemampuan menggabungkan beberapa bagian
menjadi suatu bentuk yang koheren atau
berfungsi secara menyeluruh, mengorganisasi
bagian-bagian menjadi struktur yang baru.
Reigeluth (1983) menyatakan bahwa
hasil belajar secara umum dapat dikategorikan
menjadi tiga indikator, yakni: (1) efektivitas
pembelajaran yang biasanya diukur dari tingkat
keberhasilan (prestasi) peserta didik dari
berbagai sudut, (2) efisien pembelajaran, yang
bisanya diukur dari waktu belajar dan atau
biaya pembelajaran, (3) daya tarik pembelajaran
yang selalu diukur dari tendensi peserta didik
ingin belajar secara terus menerus. Secara
spesifik, hasil belajar yaitu suatu kinerja
(performance) yang diindikasikan suatu
kapabilitas (kemampuan yang diperoleh).
Merril (1983) seperti yang disitasi
Reigeluth dan Moore (1983:53) mengemukakan
adanya tiga jenis hasil belajar dalam empat
kategori yaitu; mengingat kata perkata secara
harfiah (remember verbatim), mengingat
dengan mengubah informasi yang diperolehnya
dengan mempergunakan kalimat sendiri
(remember paraphased), si belajar
menggunakan pengaturan secara umum untuk
memperoleh informasi khusus (use a
generality), menenemukan sesuatu yang baru
secara umum (find a generality).
Menurut Reigeluth (1983),
instructional outcomes are the various effects
that provide a measure of value of alternative
methods under different conditions. Hasil
belajar yang dicapai seseorang dapat diketahui
bila diadakan pengukuran dari pengetahuan
seseorang itu. Untuk mengukur sampai dimana
tingkat pengetahuan seseorang itu harus ada
suatu alat pengukur tertentu yang fungsinya
adalah mengukur pengetahuan hasil belajar.
Alat atau prosedur yang dipergunakan
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
53
dinamakan test. Test itu berupa pertanyaan atau
soal – soal yang harus dijawab.
Membaca adalah aktivitas berpikir dan
memiliki tingkat prbedaan pemahaman.
Pemahaman adalah label untuk berbagai
keterampilan yang melibatkan pemerolehan
makna dari suatu teks bacaan. Burns (1993)
membagi pemahaman menjadi empat tingkat,
yaitu: literal comprehension, interpretative
comprehension, critical comprehension, and
creative comprehension. Pemahaman literal
mengacu pada pemerolehan informasi secara
langsung dari halaman cetak. Dasar dari
pemahaman literal adalah mengenali ide utama
,menyatakan sebab akibat efek-rinci, dan
urutan. Dengan mudah pembaca menggaris-
bawahi informasi yang diinginkan.
Ruang Lingkup mata pelajaran Bahasa
Inggris di SMP/MTs meliputi: (1) kemampuan
berwacana,yakni kemampuan memahami
dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis
yang direalisasikan dalam empat keterampilan
berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara,
membaca dan menulis secara terpadu untuk
mencapai tingkat literasi functional, (2)
kemampuan memahami dan menciptakan
berbagai teks fungsional pendek dan monolog
serta esai berbentuk descriptive, recount dan
narrative. Gradasi bahan ajar tampak dalam
penggunaan kosa kata, tata bahasa dan langkah-
langkah retorika, (3) kompetensi pendukung,
yakni kompetensi linguistik (menggunakan tata
bahasa dan kosa kata, tata bunyi dan tata tulis),
kompetensi sosiokultural (menggunakan
ungkapan dan tindak bahasa secara berterima
dalam berbagai konteks komunikasi),
kompetensi strategi (mengatasi masalah yang
timbul dalam proses komunikasi dengan
berbagai cara agar komunikasi dapat tetap
berlangsung) dan kompetensi pembentuk
wacana (menggunakan piranti pembentuk
wacana).
Hornby (1989) menyatakan bahwa teks
narasi adalah komposisi yang terdiri dari cerita.
Ini berarti narasi yang berkaitan dengan urutan
yang kejadian selama periode tertentu. Teks
naratif memiliki setidaknya tiga unsur yang
membuatnya lebih hidup yaitu: (1) plot ( alur)
yaitu urutan peristiwa yang terjadi dalam narasi.
(2) setting yaitu waktu dan tempat di mana
acara terjadi dan tidak hanya lokasi fisik seperti
kota, hutan, sungai, gunung,cuaca dan lain lain
dan (3) point of view yaitu sudut pandang yang
membahas secara langsung menggunakan kata
ganti orang pertama sementara sudut pandang
yang berdiri kembali dari peristiwa
menggunakan kata ganti orang ketiga dan
mengacu pada karakter.
Goodman (1978:18) states that reading
viewed as an interaction process involves three
factors, namely conceptual ability, background
of knowledge and process strategies. Reading is
just not a decoding system of symbol but an
interaction between reader and writer’s
knowledge background in the text.( membaca
dipandang sebagai sebuah proses interaksi yang
melibatkan tiga faktor, yaitu kemampuan
konseptual, latar belakang pengetahuan dan
strategi proses. Membaca bukan hanya
decoding sistem simbol, tetapi interaksi antara
latar belakang pengetahuan pembaca dan
penulis dalam teks).
Pendapat senada dipaparkan oleh
Hernowo (2004:72) dalam bukunya Quantum
Reading, membaca dapat mengintegrasikan diri
kita, karena dengan membaca seseorang harus
mencerna apa maksud sebuah kata, kalimat dan
alinea. Seseorang harus berpikir mengolah apa
saja yang diterima dari kalimat yang dibacanya
lebih jauh dijelaskannya membaca tanpa
memahami atau yang disebut Hernowo
(2004:48) mengikat makna adalah perbedaan
membaca pemahaman dan membaca hanya
huruf-huruf yang ada di buku atau teks tanpa
dapat membaca pikiran si pengarangnya.
Herbert menyatakan (1989:11) Reading
comprehension is an understanding process in
reading the text which includes decoding
symbols and analyzing idea gained from the
symbols, pemahaman membaca adalah proses
pemahaman dalam membaca teks yang
mencakup simbol decoding dan menganalisis
ide yang diperoleh dari simbol-simbol. Hal
senada juga dinyatakan Devine (1986) bahwa
pemahaman membaca adalah proses
menggunakan sintaksis, semantik dan informasi
retorika yang ditemukan dalam teks dicetak
akan direkonstruksi dalam pikiran pembaca.
Hasil dari pemahaman adalah interaksi antara
pembaca dan teks. Berdasarkan pernyataan
tersebut, memahami teks berarti memahami apa
yang telah dibaca. Ini memiliki dua hal penting
yaitu memperhatikan teks dengan melihat
teksserta memahami pesan teks dengan
berfokus pada hal-hal
Strategi berhubungan dengan cara
menyampaikan pesan dalam pembelajaran.
Strategi meliputi sifat, ruang lingkup, dan
rangkaian kejadian yang mengandung
pengalaman belajar. Strategi harus
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
54
memperhitungkan tujuan yang telah ditetapkan
dan mempertimbangkan karakteristik siswa.
Strategi pembelajaran adalah rencana untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang
dikembangkan dari metode-metode dan teknik-
teknik yang akan membantu siswa mencapai
tujuan pembelajarannya. (Gerlach & Ely, 1980:
174).
Richey and Seels (1994) menjelaskan
bahwa strategi pembelajaran adalah spesifikasi
untuk memilih dan mengurutkan kejadian dan
aktivitas pembelajaran, yang meliputi penyajian
materi, pemberian contoh, pemberian latihan
serta pemberian umpan balik. Agar tujuan
pembelajaran tercapai secara optimal maka
semua aktivitas harus diatur dengan
mempertimbangkan karakteristik peserta didik,
media dan situasi di sekitar proses
pembelajaran.
Dick, Carey and Carey (2005)
menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
memuat lima komponen utama, yaitu : (1)
aktivitas pembelajaran pendahuluan, (2)
penyampaian informasi, (3) partisipasi siswa,
(4) tes dan (5) kegiatan lanjutan. Suparman
(1987) mendefenisikan strategi pembelajaran
sebagai perpaduan dari : (1) urutan kegiatan
instruksional, (2) metode instruksional, (3)
media instruksional dan (4) waktu yang
digunakan dalam proses pembelajaran, dari
kedua defenisi di atas pada prinsipnya lebih
menekankan pada aspek komponen dan
prosedur pembelajaran. Menurut Dick and
Carey strategi pembelajaran bukan hanya
terbatas pada prosedur dan tahapan kegiatan
belajar saja, melainkan termasuk juga
pengaturan materi atau paket program
pembelajaran yang akan disampaikan pada
peserta didik.
Sedangkan Romizowski (1981)
berpendapat bahwa strategi pembelajaran
merupakan suatu pendekatan menyeluruh yang
dapat dibedakan menjadi dua strategi dasar,
yaitu ekspositori (penjelasan) dan discovery
(penemuan). Kedua strategi ini dapat
dipandang sebagai dua ujung yang sejalan
dalam suatu kontinum strategi. Disebutkan
ekspositori karena strategi ini dimulai dengan
penyajian informasi mengenai prinsip atau
kaidah kemudian diikuti dengan tes
penguasaan, penerapan dalam bentuk contoh
dan penerapan pada situasi tertentu, hal ini erat
kaitannya dengan pendekatan deduktif.
Sedangkan strategi inquiri/discovery didasarkan
pada teori belajar penemuan. Rangkaian belajar
ini dimulai dari tindakan, pengertian,
generalisasi dan kemudian dilanjutkan lagi
dengan tindakan. Strategi ini erat hubungannya
dengan pendekatan induktif.
Menurut Miarso (2005:530) “strategi
pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh
pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran,
yang berupa pedoman umum dan kerangka
kegiatan untuk mencapai tujuan umum
pembelajaran”. Selanjutnya Suparman (2001)
mendefenisikan strategi pembelajaran sebagai
perpaduan dari (1) urutan kegiatan
instruksional, (2) cara pengorganisasian materi
pengajaran dan peserta didik, (3) peralatan dan
bahan, dan (4) waktu yang digunakan dalam
proses pembelajaran. Ketiga defenisi yang
dikemukakan para ahli tersebut pada prinsipnya
lebih menekankan pada aspek komponen dan
prosedur pengajaran.
Terdapat prinsip-prinsip umum
penggunaan strategi pembelajaran (Sanjaya,
2008: 131), yaitu: (1) berorientasi pada tujuan,
yaitu dalam pembelajaran tujuan merupakan
komponen yang utama, keberhasilan suatu
strategi tergantung pada tercapainya tujuan, (2)
aktivitas, strategi pembelajaran harus dapat
mendorong aktivitas siswa (3) individualitas,
strategi pembelajaran pada hakikatnya ingin
mencapai perubahan prilaku setiap siswa dan
(4) integritas, strategi pembelajaran harus dapat
mengembangkan seluruh aspek kepribadian
siswa secara terintegrasi.
Menurut Davies (1981) terdapat lima
aspek strategi pembelajaran antara lain: (1)
peran efisiensi dan efektivitas, (2) pemilihan
metode-metode pembelajaran, (3) struktur
pelajaran, (4) persiapan pelajaran, (5)
pengaturan-pengaturan pembelajaran. Kelima
aspek ini dipandang sebagai komponen-
komponen yang diperlukan dalam strategi
pembelajaran. Pada setiap tahap dibuat
keputusan-keputusan dan perlu dikompromikan.
Strategi pembelajaran tidak berasal dari
kawasan yang sempit tetapi merupakan produk
dari pikiran yang inovatif, hasil dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Melibatkan suatu proses kreatif, membutuhkan
perpaduan baik seni maupun ilmu
pembelajaran.
Merill (1994) mengklasifikasikan
strategi pembelajaran atas tiga dasar, (1)
strategi penyajian, (2) strategi pengorganisasian
dan (3) strategi pengelolaan. Sedangkan
Suparman (2001) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran terkandung empat pengertian
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
55
sebagai berikut : (1) urutan kegiatan
pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pengajar
dalam menyampaikan isi pelajaran kepada
siswa, (2) Metode pengajaran, yaitu cara
pengajar efesien, (3) Media pembelajaran, yaitu
peralatan dan bahan pengajaran yang digunakan
pengajar dan siswa dalam kegiatan
instruksional, dan (4) Waktu yang digunakan
oleh pengajar dan siswa dalam menyelesaikan
setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran.
Secara implisit Reigeluth (1983:97)
menjelaskan bahwa kondisi pembelajaran
merupakan faktor yang signifikan memberikan
pengaruh dalam menentukan metode
pembelajaran yang digunakan guru. Kondisi
pembelajaran mencakup:(1) karakteristik tujuan
yang hendak dicapai, (2) karakteristik
hambatan untuk mencapai tujuan dan (3)
karakteritik siswa. Karakteristik siswa meliputi
kecepatan belajar., kecerdasan intelektual,
social ekonomi, dan lain-lain.
Reigeluth (1983) membagi strategi
pembelajaran menjadi tiga bagian yaitu (1)
strategi pengorganisasian pembelajaran yang
merupakan metode untuk mengorganisasikan isi
dari mata pelajaran yang akan diajarkan, (2)
Strategi penyampaian pembelajaran yaitu
berupa metode untuk menyampaikan mata
pelajaran, dan (3) strategi pengelolaan
pembelajaran yaitu berupa metode untuk
mengambil keputusan berkaitan dengan
komponen-komponen strategi pengorganisasian
dan
Salah satu cara yang dapat dilakukan
oleh guru antara lain, melakukan senam otak.
Senam otak adalah serangkaian gerakan tubuh
yang sederhana digunakan untuk semua bagian
otak guna meningkatkan kemempuan belajar.
Senam otak sangat baik dilakukan pada awal
proses pembelajaran (Gunawan, 2006:270).
Gerakan-gerakan sederhana latihan senam otak
dapat menyeimbangkan kembali fungsi-fungsi
otak (Prashing, 2007:179)
Gerakan senam otak yang sederhana
antara lain : (1) gerakan silang, yaitu
menggerakkan tangan kanan bersamaan dengan
kaki kiri dan tangan kiri bersamaan dengan kaki
kanan, bergerak ke depan, ke samping, ke
belakang atau jalan di tempat, tangan
menyentuh lutut yang berlawanan, (2) 8 tidur,
yaitu membuat angka 8 tidur tiga kali tiap
tangan, kemudian tiga kali dengan kedua tangan
atau juga dapat dilakukan dengan menggunakan
siku, (3) coretan ganda, yaitu menggambar
dengan kedua tangan pada saat yang sama, ke
dalam, ke luar, ke atas, ke bawah, (4) putaran
leher, yaitu tundukan kepala ke depan dan
pelan-pelan memutar leher dari satu sisi ke sisi
lainnya lalu ulangi dengan bahu diturunkan,
serta (5) mengisi energi, yaitu duduk di kursi
dengan santai dan meletakkan dahi diantara
kedua tangan di atas meja, tarik nafas sambil
menegakkan kepala, tengkuk dan punggung
bagian atas. (Dennison. 2002). DePorter (2007)
menyatakan strategi pembelajaran quantum
memiliki lima prinsip atau kebenaran tetap
yang mempengaruhi aspek pembelajaran yaitu
segalanya berbicara, segalanya bertujuan,
pengalaman sebelum pemberian arti, akui
setiap usaha dan jika layak dipelajari maka
layak pula dirayakan.
Menurut Ausbel dalam Driscoll (1993)
bahwa pada dasarnya pembelajaran ekpositori
(expository learning) sama dengan
pembelajaran yang terjadi dengan belajar
menerima. Hal senada dikemukakan
Romiszowski (1981) bahwa pendekatan
ekspositori adalah pendekatan pembelajaran
yang didasarkan pada proses belajar bermakna
menerima (meaningfull reception learning).
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan
bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada guru. Peranan guru dalam
proses pembelajaran sangat dominan. Guru
menyampaikan materi secara terstruktur dengan
harapan materi pelajaran yang disampaikan
dapat dikuasai siswa dengan baik. Lebih lanjut
Davies (1991:233) mengatakan “biasanya
pelajar tidak mempunyai banyak kesempatan
untuk memberi tanggapan”. Peserta didik lebih
dominan pasif dan tidak berpartisipasi aktif
dalam kegiatan pembelajaran.
Davies (1991:214) menyatakan
motivasi ialah kekuatan yang tersembunyi di
dalam diri kita, yang mendorong kita untuk
berkelakuan dan bertindak dengan cara yang
khas. Kadang kekuatan itu berpangkal pada
naluri, kadang pula berpangkal pada suatu
keputusan rasional, tetapi lebih sering lagi hal
itu merupakan perpaduan kedua proses tersebut.
Luthans (1995) juga mengemukakan bahwa
motivasi merupakan seperangkat proses
dorongan , arahan, dan pemeliharaan perilaku
ke arah suatu sasaran. Winkel (2009:150)
mengatakan motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak fisik di dalam diri
siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan
memberikan arah pada kegiatan pembelajaran
itu demi mencapai suatu tujuan.
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
56
McCelland (1949) menyatakan bahwa
pemahaman tentang motivasi akan semakin
mendalam apabila disadari bahwa setiap orang
mempunyai tiga jenis kebutuhan yaitu need for
achievement (motivasi berprestasi), need for
power (kekuasaan), need for affiliation
(motivasi afiliasi). Motivasi merupakan struktur
dari berbagai motivasi yang timbul. Iskandar
(2009) menyatakan bahwa motivasi adalah
segala daya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan. Disini dijelaskan
bahwa motivasi tersebut sangat besar sekali
pengaruhnya terhadap tindakan atau perbuatan
seseorang karena sesuatu atau dorongan yang
ditimbulkan motivasi tersebut sudah terikat
pada suatu tujuan. Keller dalam Reigeluth (
1983:390) menjelaskan bahwa motivasi dan
belajar merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Belajar adalah perubahan
tingkah laku secara relatif permanen dan secara
potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau
penguatan yang dilandasi tujuan untuk
mencapai tujuan tertentu.
Nasution (2003) motivasi adalah suatu
proses untuk menggiatkan motivasi atau
motivasi-motivasi lain menjadikan tindakan
atau perilaku untuk memuaskan atau memenuhi
kebutuhan atau untuk mencapai
tujuan.Beberapa cara untuk menumbuhkan
motivasi adalah melalui cara mengajar yang
bervariasi, mengadakan pengulangan informasi,
memberikan stimulus baru misalnya melalui
pertanyaan kepada peserta didik untuk
menyalurkan keinginan belajarnya,
menggunkan media dan alat bantu yang
menarik perhatian peserta didik seperti gambar,
foto, diagram dan sebagainya.
Caplin (1999) mendefenisikan motivasi
berprestasi adalah kecenderungan
memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh
hasil yang didambakan. Motif berprestasi
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar
pada proses dibandingkan dengan hasil.
Prinsipnya berbuat yang lebih baik dan lebih
cepat terlebih dahulu kemudian barulah
hasilnya didapatkan. Individu yang mempunyai
motif berprestasi tinggi akan bekerja dan
berusaha dengan kemampuan sendiri dan tidak
bergantung kepada orang lain serta merasa
bangga dengan hasil usaha sendiri. Tentu saja
berbeda halnya bagi individu yang mempunyai
motif berprestasi rendah akan cenderung
memilih cara-cara singkat dan tidak penuh
resiko untuk menyelesaikan beberapa
pekerjaanya tanpa peduli bagaimana cara
mengerjakan yang lebih baik atau siapa yang
mengerjakannya.
Munandar (1992:67) juga menjelaskan
bahwa motivasi berprestasi adalah berpikir
kreatif, berpikir untuk memberikan berbagai
kemungkinan jawaban berdasarkan informasi
yang diberikan dengan penekanan pada
keragaman jumlah, kesesuaian, lebih bebas dan
terbuka. Kajian Munandar selaras dengan
Seifert (1992:89), bahwa motivasi berprestasi
memiliki empat ciri utama yaitu : (1)
kelancaran (fluency), (2) kelenturan (flexibility),
(3) keaslian (originality), dan (4) perluasan
(elaboration). Menurut Noe, karakteristik orang
yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu : (1)
sangat baik untuk memunculkan gagasan-
gagasan, (2) melihat obyek permasalahan dari
berbagai perspektif yang memberi makna dan
nilai, dan (3) tertarik pada obyek orang, budaya
dan seni. The divergent style is the second style
that engages the student in a discovery process
that of directing the path of discovery ‘o that of
leading the learner to discovering alternatives.
Dalam implementasi pembelajaran Bahasa
Inggris , guru harus mampu memberikan
pertanyaan , masalah dan pengaturan situasi
belajar yang mendorong siswa untuk
memberikan ragam respon.
Motivasi berprestasi berperan penting
dalam mengembalikan motivasi yang semula
biasa menjadi suatu tujuan tertentu. Sedangkan
motivasi itu berdiri sendiri mempunyai arti
yaitu proses aktualisasi energi psikologis yang
dapat menggerakkan seseorang untuk
beraktivitas, sekaligus menjamin
keberlangsungan aktifitas tersebut, dan juga
menentukan arah aktivitas terhadap pencapaian
tujuan. Indikator – indikator ini merujuk pada
pendapat yang dikemukakan oleh Mc.Clelland,
dkk. (1976:89) dan Abdullah (Azwar, 1999)
dalam Hidayat (2008; 80) dalam penelitiannya
tentang hubungan motivasi berprestasi ,
menyebutkan ada 9 indikator motivasi
berprestasi, yaitu sebagai berikut: (1). Memiliki
semangat yang tinggi untuk mencapai
kesuksesan, (2). memiliki tanggungjawab, (3).
Memiliki rasa percaya diri, (4). Memilih untuk
melakukan tugas yang menantang, (5).
Menunjukkan usaha keras dan tekun dalam
mencapai tujuan yang bersifat lebih baik, (6).
Memupuk keberanian untuk mengambil resiko,
(7). Adanya keinginan untuk selalu unggul dari
orang lain, (8). Kreatif dan selalu menentukan
tujuan yang realistik, dan (9). Motivasi sendiri
muncul karena ada motif atau penggerak.
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
57
Dari urain di atas dapat dikatakan
bahwa pembelajaran kemampuan berbahasa
merupakan sebuah proses yang cukup rumit
karena banyak hal yang menentukan berhasil
atau tidaknya suatu pembelajaran bahasa
tersebut. Hal yang berkaitan dengan
keberhasilan pembelajaran emampat
kemampuan berbahasa, menurut pendapat pakar
pembelajaran yang mengemukakan definisi
motivasi berprestasi, diantaranya; (1). Coffer
(1964:76) menyatakan bahwa motivasi ialah
dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan
yang menggerakkan orang untuk melakukan
sesuatu, (2). Brown (200:78) yang menyatakan
bahwa motivasi ialah dorongan dari dalam,
dorongan sesaat, emosi, atau keingianan yang
menggerakkan seseorang untuk melakukan
sesuatu, (3). Lambert (1972: 67) yang
menyatakan bahwa motivasi ialah alasan untuk
mencapai tujuan secara keseluruhan.
Berdasarkan sintesis terhadap beberapa teori,
konsep dan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa karakteristik motivasi berprestasi siswa
SMP dalam menerima pembelajaran Bahasa
Inggris mencakup , yaitu: (1) orientasi
perhatian, (2) pemecahan masalah, dan (3)
aktualisasi ide.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa motif berprestasi
merupakan suatu daya dalam mental seseorang
untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih
baik, lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien
daripada kegiatan yang dilaksanakan
sebelumnya.
Masalah penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakah hasil
belajar Kemampuan Membaca Bahasa Inggris
Siswa dalam memahami teks Naratif pada tahap
pemahaman Literal Comprehension dan
Interpretative Comprehension yang diajar
dengan strategi pembelajaran Quantum
daripada peserta didik yang diajar dengan
strategi pembelajaran Ekspositori? (2) Apakah
terdapat perbedaan hasil belajar Kemampuan
Membaca Bahasa Inggris Siswa dalam
memahami teks Naratif pada tahap pemahaman
Literal Comprehension dan Interpretative
Comprehension peserta didik yang memiliki
Motivasi belajar tinggi dan Motivasi Belajar
Rendah? (3) Apakah terdapat interaksi antara
strategi pembelajaran dengan Motivasi belajar
dalam mempengaruhi hasil belajar Kemampuan
Membaca Bahasa Inggris Siswa dalam
memahami teks Naratif pada tahap pemahaman
Literal Comprehension dan Interpretative
Comprehension?
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Negeri 1 Aek Kota Batu dan SMP Negeri 2
Sumberejo Kabupaten Labuhan Batu Utara.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa
berjumlah 144 siswa, yang terdiri dari 4 kelas
dengan rata-rata setiap kelas jumlah 35 siswa
setiap kelasnya dan SMP Negeri 2 Sumberjo
Kabupaten Labuhan Batu Utara berjumlah 140
siswa, yang terdiri dari 4 kelas dengan jumlah
35 siswa setiap kelasnya.
Setiap kelas memiliki karakteristik
yang sama, artinya setiap kelas tidak memiliki
siswa yang pernah tinggal kelas, siswa rata-rata
memiliki umur yang tidak jauh berbeda dan
menggunakan kurikulum yang sama.
Pembagian kelas tidak dilakukan berdasarkan
rangking, sehingga tidak terdapat kelas
unggulan yang karakteristik siswanya berbeda.
Dari keseluruhan populasi ditetapkan 2
(dua) kelas yang menjadi sampel. Masing-
masing kelas memiliki karakteristik yang sama
seperti penggunaan kurikulum, setiap kelas
tidak memiliki siswa yang pernah tinggal kelas
dan rata-rata memiliki umur yang tidak jauh
berbeda. Sampel penelitian diperoleh dengan
menggunakan cara cluster random sampling
atau teknik pengambilan sampel secara acak.
Ditentukan satu kelas VII SMP Negeri
1 Aek Kota Batu sebagai kelas eksperimen I
yang diajarkan dengan Strategi Pembelajaran
Quantum dengan jumlah siswa 35 orang,
sedangkan satu kelas VII SMP Negeri 2
Sumberjo sebagai kelas eksperimen II yang
dibelajarkan dengan Strategi Pembelajaran
Ekspositori dengan jumlah siswa 35 orang.
Metode yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah metode quasi-eksperimen.
Metode ini dipilih karena kelas yang dipakai
untuk kelas pembelajaran yang sudah terbentuk
sebelumnya dan variabel yang dikontrol adalah
Strategi pembelajaran yang diaplikasikan.
Desain penelitian yang digunakan dalam
penelitian adalah ANAVA faktorial 2x2
sebagaimana terlihat pada tabel berikut :
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
58
Tabel 1. Matrik Rancangan Penelitian
Strategi Pembelajaran
(A) Motivasi Berprestasi (B)
Quantum (A1)
Ekspositori (A2)
Tinggi (B1) A1B1 A2B1
Rendah (B2) A1B2 A2B2
Keterangan :
A = Strategi pembelajaran
B = Motivasi Berprestasi
A1 = Strategi pembelajaran Quantum
A2 = Strategi pembelajaran Ekspositori
B1 = Motivasi berprestasi tinggi
B2 = Motivasi Berprestasi rendah
A1B1 = Hasil belajar siswa yang dibelajarkan
dengan strategi pembelajaran
Quantum yang memiliki Motivasi
berprestasi tinggi
A1B2 = Hasil belajar siswa dibelajarkan dengan
strategi pembelajaran Quantum yang
memiliki Motivasi Berprestasi rendah
A2B1= Hasil belajar siswa yang dibelajarkan
dengan strategi pembelajaran
Ekspositori yang memiliki Motivasi
berprestasi tinggi
A2B2= Hasil belajar siswa yang dibelajarkan
dengan strategi pembelajaran
Ekspositori yang memiliki Motivasi
berprestasi Rendah
Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik statistik deskriptif dan inferesial.
Teknik statistik deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan data penelitian dengan daftar
distribusi frekuensi dan membuat histogram
kemudian dihitung mean, median, modus, dan
standard deviasinya. Teknik statistik inferesial
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian
dengan teknik ANAVA dua jalur dengan desain
faktorial 2x2 dan taraf signifikansi 0,05. Uji
normalitas data dan uji homogenitas varians
dilakukan terlebih dahulu sebelum teknik
ANAVA dilakukan. Rumusan hipotesis statistik
dinyatakan sebagai berikut:
Hipotesis 1 : Ho : µA1 ≤ µA2
Ha : µA1 > µA2
Hipotesis 2 : Ho : µB1 ≤ µB2
Ha : µB1 > µB2
Hipotesis 3 :Ho : Interaksi A><B = 0
Ha : Interaksi A><B ≠ 0
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis dilakukan
menggunakan teknik analisis varians
(ANAVA). Untuk keperluan analisis varians,
data yang diperlukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa
Motivasi
Berprestasi
Strategi Pembelajaran
Total Strategi Quantum
(𝑨𝟏)
Strategi Ekspositori
(𝑨𝟐)
Tinggi
(𝐵1)
𝑛𝐴1𝐵1= 21 𝑛𝐴1𝐵1= 17 𝑛𝐴1𝐵1= 38
∑ 𝑥 = 670 ∑ 𝑥 = 451 ∑ 𝑥 = 1121
∑ 𝑥2= 9709 ∑ 𝑥2= 12069 ∑ 𝑥2= 33647
�̅� = 31.90 �̅� = 26.52 �̅� = 29.22
Rendah
(𝐵2)
𝑛𝐴1𝐵2= 14 𝑛𝐴1𝐵2= 18 𝑛𝐴1𝐵2= 32
∑ 𝑥 = 367 ∑ 𝑥 = 525 ∑ 𝑥 = 892
∑ 𝑥2= 15518 ∑ 𝑥2 = 15467 ∑ 𝑥2 = 30715
�̅� = 26.21 �̅� = 29.17 �̅� = 27.69
Total
𝑛𝑡= 35 𝑛𝑡= 35 𝑛𝑡= 70
∑ 𝑥= 1037 ∑ 𝑥= 976 ∑ 𝑥= 2013
∑ 𝑥2= 31287 ∑ 𝑥2= 27536 ∑ 𝑥2= 58823
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
59
�̅� = 29.05 �̅� = 27.85 �̅� = 28.45
Hasil perhitungan ANAVA seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3 yaitu rangkuman
analisis factorial 2x2.
Tabel 3. Rangkuman Analisis Faktorial 2x2
Sumber Varians JK dk RJK 𝑭𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝑭𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 Kesimpulan
Strategi Pembelajaran 53.16 1 53.16 6,39 3.98 Signifikan Motivasi Berprestasi 45.87 1 45.87 5,51 3.98 Signifikan Interaksi 286.9 1 286.9 34,50 3.98 Signifikan Antar Kelompok 386 3 128.7 Dalam Kelompk 548.9 66 8.193 Total 934.9 69
Pengujian hipotesis pertama yang
menyatakan hasil belajar Bahasa Inggris siswa
yang diajar dengan Strategi Pembelajaran
Quantum, lebih tinggi daripada hasil belajar
siswa yang diajar dengan Strategi Pembelajaran
Ekspositori, hipotesis statistiknya adalah:
𝐻𝑜 ∶ 𝜇𝐴1 ≤ 𝜇𝐴2 𝐻𝑎 ∶ 𝜇𝐴1 > 𝜇𝐴2 Berdasarkan perhitungan ANAVA
faktorial 2x2 diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 6,39
sedangkan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 3,98 untuk dk (1,69)
dan taraf nyata α = 0,05. Ternyata nilai
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sehingga pengujian hipotesis
menolak Ho dan menerima Ha dan menolak
H0. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang
diajar dengan Strategi Pembelajaran Quantum
lebih tinggi dibanding dengan Strategi
Pembelajaran Ekspositori teruji kebenarannya
secara empirik. Hal ini juga terlihat dari rata-
rata hasil belajar Bahasa Inggris yang diajar
dengan Strategi Pembelajaran Quantum lebih
tinggi dari hasil belajar Bahasa Inggris yang
diajarkan dengan Strategi Pembelajaran
Ekspositori.
Pengujian hipotesis kedua yang
menyatakan hasil belajar Bahasa Inggris siswa
yang memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi
lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang
memiliki Motivasi Berprestasi Rendah,
hipotesis statistiknya adalah:
𝐻𝑜 ∶ 𝜇𝐵1 ≤ 𝜇𝐵2 𝐻𝑎 ∶ 𝜇𝐵1 > 𝜇𝐵2 Berdasarkan perhitungan ANAVA
faktorial 2x2 diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 5,51
sedangkan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 3.98 untuk dk (1.69)
dan taraf nyata α = 0.05. Ternyata nilai
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sehingga pengujian hipotesis
menolak Ho dan menerima Ha dan menolak
H0. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang
memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi lebih
tinggi dibanding siswa yang memiliki memiliki
Motivasi Berprestasi Rendah teruji
kebenarannya secara empirik. Hal ini juga
terlihat dari rata-rata hasil belajar Bahasa
Inggris yang memiliki Motivasi Berprestasi
Tinggi lebih tinggi dari hasil belajar Bahasa
Inggris yang memiliki Motivasi Berprestasi
Rendah.
Pengujian hipotesis ketiga menyatakan
bahwa terdapat interaksi antara Strategi
Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi dalam
meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris.:
𝐻𝑜 ∶ 𝐴 × 𝐵 = 0 𝐻𝑎 ∶ 𝐴 × 𝐵 ≠ 0 Berdasarkan perhitungan ANAVA
faktorial 2x2 diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔= 34,50
sedangkan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙= 3.98 untuk dk (1.69)
dan taraf nyata α = 0.05. Ternyata nilai
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sehingga pengujian hipotesis
menolak Ho dan menerima Ha. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat interaksi antara Strategi Pembelajaran
dan Motivasi Berprestasi dalam meningkatkan
hasil belajar Bahasa Inggris siswa teruji
kebenarannya secara empirik.
Dengan demikian untuk melihat
perbandingan kombinasi interaksi antara
Strategi Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi
terhadap hasil belajar Bahasa Inggris, maka
dilakukan uji lanjut dengan Uji Scheffe.
Perhitungan untuk uji Scheffe. Rangkuman
hasil perhitungan Uji Scheffe dapat dilihat pada
Tabel 4. di halaman berikut ini.
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
60
Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Scheffe
Hipotesis Statistik 𝑭𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝑭𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍(𝟑, 𝟔𝟗)
α = 0,05
Ho: 𝜇𝐴1𝐵1 = 𝜇𝐴2𝐵1 Ha: 𝜇𝐴1𝐵1 > 𝜇𝐴2𝐵1 6.07 2,74
Ho: 𝜇𝐴1𝐵1 = 𝜇𝐴1𝐵2 Ha: 𝜇𝐴1𝐵1 > 𝜇𝐴1𝐵2 5.75 2,74
Ho: 𝜇𝐴1𝐵1 = 𝜇𝐴2𝐵2 Ha: 𝜇𝐴1𝐵1 > 𝜇𝐴2𝐵2 3.19 2,74
Ho: 𝜇𝐴2𝐵1 = 𝜇𝐴1𝐵2 Ha: 𝜇𝐴2𝐵1 < 𝜇𝐴1𝐵2 0.32 2,74
Ho: 𝜇𝐴2𝐵2 = 𝜇𝐴2𝐵2 Ha: 𝜇𝐴2𝐵2 < 𝜇𝐴2𝐵2 2.77 2,74
Ho: 𝜇𝐴2𝐵1 = 𝜇𝐴2𝐵2 Ha: 𝜇𝐴2𝐵1 > 𝜇𝐴2𝐵2 2.8 2,74
Hasil pengujian lanjut di atas, menunjukan adanya interaksi antara Strategi Pembelajaran
dan Motivasi Berprestasi terhadap hasil belajar Bahasa Inggris siswa. Interaksi Strategi
Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi dapat ditunjukkan seperti Gambar 4.9 berikut ini.
Gambar 1. Interaksi Antara Pembelajaran Dengan Strategi Pembelajaran Dan Motivasi
Berprestasi
PEMBAHASAN Dari hasil pengolahan data yang
dilakukan terdapat perbedaan hasil belajar
Bahasa Inggris antara peserta didik yang
dibelajarkan dengan Strategi Pembelajaran
Quantum dan peserta didik yang dibelajarkan
dengan Strategi Ekspositori yaitu rata-rata hasil
belajar Bahasa Inggris peserta didik yang
belajarkan dengan menggunakan Strategi
Pembelajaran Quantum lebih tinggi
dibandingkan dengan peserta didik yang
dibelajarkan dengan menggunakan Strategi
Ekspositori. Kenyataan ini membuktikan bahwa
penggunaan Strategi Pembelajaran Quantum
lebih baik dalam meningkatkan pengetahuan
peserta didik dalam pembelajaran Bahasa
Inggris daripada penggunaan Strategi
Ekspositori.
Disamping itu strategi pembelajaran
quantum bertujuan menggugah sepenuhnya
kemampuan belajar para pelajar, membuat
belajar menyenangkan dan memuaskan bagi
mereka dan memberikan sumbangan
sepenuhnya kepada kebahagiaan, kecerdasan,
kompetensi, dan keberhasilan mereka sebagai
manusia. Seluruh kegiatan belajar manusia
dapat dikatakan mempunyai empat unsur yaitu :
persiapan, penyampaian, pelatihan, dan
penampilan. Oleh karena itu peran guru dalam
pembelajaran quantum sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk menemukan dan
mengkonstruk sendiri pengetahuannya. Seperti
pendapat Nurhadi (2004) Strategi pembelajaran
quantum merujuk pada prinsip belajar
bermakna yaitu belajar bermakna didasari oleh
filosofi belajar konstrktivisme. Inti ajarannya
adalah proses belajar akan produktif jika siswa
terlibat aktif dalam proses belajar.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi
berprestasi signifikan untuk membedakan hasil
belajar Bahasa Inggris siswa, yang hasil belajar
Bahasa Inggris dengan motivasi berprestasi
rendah lebih baik dibelajarkan dengan strategi
pembelajaran Ekspositori. Hal ini sesuai dengan
29.16
26.2126.52
32.56
0
5
10
15
20
25
30
35
MP R MP T
strategi ekspositori
strategi quantum
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
61
pendapat Ausbel dalam Driscoll (1993) bahwa
pada dasarnya pembelajaran ekpositori
(expository learning) sama dengan
pembelajaran yang terjadi dengan belajar
menerima. Hal senada dikemukakan
Romiszowski (1981) bahwa pendekatan
ekspositori adalah pendekatan pembelajaran
yang didasarkan pada proses belajar bermakna
menerima (meaningfull reception learning).
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan
bentuk dari pendekatan pembelajaran yang
berorientasi kepada guru. Peranan guru dalam
proses pembelajaran sangat dominan. Guru
menyampaikan materi secara terstruktur dengan
harapan materi pelajaran yang disampaikan
dapat dikuasai siswa dengan baik.
Strategi pembelajaran Quantum
merupakan Strategi Pembelajaran yang
mengacu kepada kebutuhan peserta didik dalam
hal alasan sesungguhnya mengapa seseorang
membaca yaitu karena ingin memperoleh
sesuatu teks tertulis yang dibacanya, apakah itu
berupa fakta, ide, kesenangan atau perasaan
(Nuttal, 1988:3). Memahami sebuah teks
bacaan dilakukan sebagian besar dengan
menganalisa kata-kata dan kalimat demi
kalimat yang terdapat dalam bacaan dengan
bantuan kamus atau guru. Pemanfaatan
pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik
sebelumnya kurang menjadi perhatian guru.
Strategi Pembelajaran Quantum dimana
menurut Degeng (1989) dalam kaitan
pembelajaran yang dimiliki seseorang sangat
berhubungan dengan perolehan dan retensi
pengetahuan baru yang dipelajarinya.
Pengujian hipotesis yang kedua
menunjukkan bahwa hasil belajar Bahasa
Inggris dari siswa yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi lebih tinggi daripada hasil
belajar Bahasa Inggris dari siswa yang memiliki
motivasi berprestasi rendah. Hasil ini
membuktikan bahwa motivasi berprestasi tinggi
signifikan untuk membedakan hasil belajar
Bahasa Inggris. Motivasi berprestasi dalam
penelitian ini dibedakan atas motivasi
berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi
rendah. Munandar (1992:67) juga menjelaskan
bahwa motivasi berprestasi adalah berpikir
kreatif, berpikir untuk memberikan berbagai
kemungkinan jawaban berdasarkan informasi
yang diberikan dengan penekanan pada
keragaman jumlah, kesesuaian, lebih bebas dan
terbuka. Kajian Munandar selaras dengan
Seifert (1992:89), bahwa motivasi berprestasi
memiliki empat ciri utama yaitu : (1)
kelancaran (fluency), (2) kelenturan (flexibility),
(3) keaslian (originality), dan (4) perluasan
(elaboration).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata hasil belajar Bahasa Inggris peserta
didik yang memiliki Motivasi Berprestasi
tinggi lebih tinggi daripada hasil belajar
Bahasa Inggris peserta didik yang memiliki
Motivasi Berprestasi Rendah. Hal ini
mengindikasikan bahwa peserta didik yang
memiliki Motivasi Berprestasi tinggi lebih
mampu memahami pelajaran Bahasa Inggris
dibandingkan dengan peserta didik yang
memiliki Motivasi Berprestasi Rendah.
Sehingga dalam hal ini peserta didik mampu
memahami, menyampaikan bahasa dengan
baik, benar dan memiliki makna yang dapat
dimengerti oleh peserta didik.Berdasarkan
karakteristik Motivasi Berprestasi tinggi,
peserta didik yang memiliki Motivasi
Berprestasi akan memperoleh hasil belajar yang
lebih tinggi daripada peserta yang memiliki
Motivasi Berprestasi rendah, khususnya dalam
pembelajaran Bahasa Inggris.
Pengujian hipotesis yang ketiga
terdapat interaksi antara strategi pembelajaran
dan motivasi berprestasi dalam mempengaruhi
hasil belajar Bahasa Inggris siswa SMP Negeri
Di Kabupaten Labura. Apabila dilihat dari rata-
rata nilai hasil belajar Bahasa Inggris kelompok
siswa dengan motivasi berprestasi tinggi dan
dibelajarkan dengan strategi pembelajaran
Ekspositori lebih baik dibandingkan dengan
rata-rata hasil belajar Bahasa Inggris kelompok
siswa dengan motivasi berprestasi tinggi dan
dibelajarkan dengan strategi pembelajaran
Quantum. Kemudian rata-rata hasil belajar
Bahasa Inggris kelompok siswa dengan
motivasi berprestasi rendah dan dibelajarkan
dengan strategi pembelajaran Ekspositori lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata hasil
belajar Bahasa Inggris kelompok siswa dengan
motivasi berprestasi rendah dan dibelajarkan
dengan strategi pembelajaran Quantum. Hal ini
bermakna bahwa bagi kelompok siswa dengan
motivasi berprestasi rendah lebih baik
menggunakan strategi pembelajaran Quantum
dibandingkan dengan strategi pembelajaran
ekspositori, walaupun perbedaannya tidak
terlalu signifikan. Dengan demikian dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa strategi pembelajaran
dan motivasi berprestasi cukup signifikan
mempengaruhi hasil belajar Bahasa Inggris
siswa.
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
62
Temuan penelitian menunjukkan bahwa
terdapat interaksi antara strategi pembelajaran
dan Motivasi Berprestasi terhadap hasil belajar
Bahasa Inggris. Peserta didik yang memiliki
Motivasi Berprestasi tinggi yang dibelajarkan
dengan Strategi Pembelajaran Quantum
memperoleh hasil belajar Bahasa Inggris yang
lebih tinggi daripada peserta didik yang
memiliki Motivasi Berprestasi Rendah yang
dibelajarkan dengan menggunakan Strategi
Ekspositori. Demikian pula peserta didik yang
memiliki Motivasi Berprestasi Rendah yang
dibelajarkan dengan menggunakan Strategi
Pembelajaran Ekspositori memperoleh hasil
belajar Bahasa Inggris yang lebih rendah
dibandingkan dengan peserta didik yang
dibelajarkan dengan menggunakan Strategi
Quantum. Walaupun dalam penelitian ini tidak
terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini
mengindikasikan adanya interaksi antara
penggunaan strategi pembelajaran dengan
Motivasi Berprestasi terhadap hasil belajar
Bahasa Inggris peserta didik.
PENUTUP
Berdasarkan pengolahan data dan
pembahasan terhadap hasil penelitian yang
dikemukakan sebelumnya maka dalam
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang
diajar dengan menggunakan Strategi
pembelajaran Quantum lebih tinggi dari
hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang
diajar dengan menggunakan Strategi
pembelajaran Ekspositori.
2. Hasil belajar Bahasa Inggris siswa yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih
tinggi daripada hasil belajar Bahasa Inggris
siswa yang memiliki motivasi berprestasi
rendah.
3. Terdapat interaksi antara penggunaan
Strategi Pembelajaran dan Motivasi
Berprestasi dalam mempengaruhi hasil
belajar Bahasa Inggris siswa. Dari hasil
pengujian lanjut ternyata siswa yang
memiliki motivasi berprestasi tinggi
memperoleh hasil belajar Bahasa Inggris
lebih tinggi jika diajar dengan
menggunakan Strategi pembelajaran
Quantum daripada Strategi pembelajaran
ekspositori, sedangkan siswa yang memiliki
motivasi berprestasi rendah lebih tinggi
hasil belajarnya jika diajar dengan Strategi
pembelajaran ekspositori daripada Strategi
pembelajaran Quantum.
DAFTAR PUSTAKA
Arrends, R.I. (2004).Learning To Teach.Sixth
Edition.New York: McGraw-Hill
Companies
Brown, H. D,( 2000). Principles of Learning
and Teaching. New York: Logman.
--------. (2004). Language Assessment and
Principles in Classroom Practices. New
York: Pearson Education.
Burden, Pul R. and David M. M. Byrd.(1999).
Methods for Effective Teaching. Boston:
Allynand Bacon.
Buzan, T. (2002). Gunakan Kepala Anda:
Teknik Berpikir, Belajar dan Membangun
Otak. Alih Bahasa: Toni Rinaldo. Jakarta
Caplin. (1999). Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta: RajaGrafindo Persada
Davies, I. K. (1981). Instructional Technique.
New York: McGraw-Hill Book
Company.
De Porter, dkk. (2006). Quantum Teaching :
Memperaktikkan Quantum Learning di
Ruang- ruang kelas. Bandung : Kaifa
DePorter, B dan Hernacki, M, (2004). Quantum
Learning Alih Bahasa : Ary Nilandari.
Bandung : Kaifa.
----------. (2007). Quantum Learning :
Membiasakan Belajar Nyaman dan
menyenangkan. Bandung : Kaifa.
Dennison, Paul E. dan Dennison, Gail E.
(2002). Braim Gym. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Dick and Carey. (2005). The Systematic Design
of Instructional, New York : Harper
Collins Publishers.
Driscoll, M. P. (1993). Psyichology of Learning
for Instruction. Boston: Florida State
University.
Gagnẻ, Robert M and Briggs, Leslie J ( 1979).
Principles of Instructional Design.
Second Edition.New York : Holt,
Rinehart and Winston.
Gagne, R. M. & Driscoll, Marcy P. (1989).
Essentials of Learnings for Instruction.
New Jersey: Prentice Hall.
Gagne and Briggs, (1992). Principles of
Instructional Design. Florida: Hotlad
Winston.
Gunawan, Adi W. (2004). Born to be a Genius.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
----------. (2006). Genius Learning Strategy.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hernowo. (2004). Vitamin Bagaimana
Mengubah Diri Lewat Membaca dan
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol. 9 No. 1 April 2016, p-ISSN; 1979-6692, e-ISSN: 2407-7437
63
Menulis. Bandung: Mizan Learning
Center
Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta
: GP Press
Manurung, B. (2012) . Pengaruh Strategi
Pembelajaran Dan Motivasi Belajar
Tehadap Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Siswa SMA Metgodist-1 Medan. Tesis.
Unimed.
McCleland, D. C. (1949). The Projective
Expresion Of Needs. American
Psychological Association. Inc
Merrill, David. (1983), Instructional Design
Theories and Models: an Overview of
their Current Status, Instructional
Design: What is it? New Jersey:
Publishers Hildshale.
Merril, M.D, ( 1994). Instructional Design
Theory. Englewood Cliffs, New Jersey :
Menyemaih Benih Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Kecana.
Meier, Dave, 2003. The Acclerated Learning
Hand Book. Jakarta : Kaifa. Instruction
Theories in Action .Reigeluth (ed). New
Jersey : Lawrence Erlbaum As.
Miarso, Yusufhadi. (2005). Menyemaih Benih
Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kecana
Nasution, S. (2006). Kurikulum dan
Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Nunan, D. (1991). Language Teaching
Methodology. A Textbook for Teachers.
United States. United State of America :
Prentice Hall
Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan
dan jawaban. Jakarta: Grasindo.
Olson, Chester L. (1987). Essential of Statistic
Making Sense of Data . Boston: Allyn
and Bacon.
Prashnig, Barbara.(2007).The power Of
Learning styles. Bandung: Kaifa
Purwanto, N. M. (2007). Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Reigeluth, Charles M.(1983), Instruction –
Design Theories and Models: An
Overview of Their Current Status.
London: Lawrence Erlbaum Asssociates
Publishers
Reigeluth, M.C. (1999). Instructional-Design
Theories and Models. Volume II. A
Paradigm Of Instructional Theory.
London : Lawrence Erlbaum Associates.
Richey and Seels (1994). Teknologi
Pembelajaran. Defenisi dan kawasannya.
Jakarta : IPTPI
Romiszowski,AJ. (1981). Designing
Instruktional Systems. London : Kogan
Page
Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran.
Jakarta: Kencana.
Seliger,Herbert. 1989. Second Language
Research Methods. British: Oxford
University Press.
Silberman, Mel. 2000. Active Learning.
Yogyakarta: Yappendis.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung :
Tarsito
Winkel,S.(2009). Psikologi Pengajaran.
Yogyakarta : Media Abadi.