HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG...

85
HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Ning Indah Permata Sari Herman NIM.11141030000090 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Transcript of HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG...

Page 1: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN

DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Ning Indah Permata Sari Herman

NIM.11141030000090

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu percyarutan memperoleh gelar strata I di

LIIN Syarif Hidayatullah Jakarla.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbuldi bahwa karyaini bukan Y,aryaasli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat,4 Agustus 2017

l.

2.

J-

Ning Indah Permata Sari Herman

Page 3: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAN,IIN D (25(OH)D) DENGANDENSITAS NIASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Laporan penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh :

Ning Indah Permata Sari Herman

NrM. 1114r030000090

Pembimbing 2

+,dr. Achmad Zaki,Sp. OT, M.Epid

NIP. 19780507 200501 I 005aAyat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI .

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438H t20t7}{

NIp. tqo+0909 199603 1 oo1

ill

Pembimbing 1

Page 4: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian berjudul HUBUNGAN KONS ENTRAS I SERUM VITAMIN

D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA

LANSIA DI KLINIK PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT UIN

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017 yangdiajukan oleh Ning

Indah Permata Sari Herman (NIM : 11141030000090), telah diujikan dalam sidang

di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan pada 4 Agustus 2017. Laporan

penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.

Ciputat,4 Agustus 2017

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Achmad Zaki, Sp. OT, M.EpidNIP. 19780507 200501 1 005

rdjikoen, Sp.OT3 199103 1 003

IV

dr. Achmad Zaki, Sp. OT, M.EpidNIP. 19780507 200501 1 005

PIMPINAN FAKULTAS

'at Rahayu, Sp. Rad, M. Kes

NIP. 19640909 199603 1 001

l-dr. Mustika tuggiunL P,rt..Biomed

rodi PSKPD

Pembimbing I Pembimbing 2

;s-.u, Ph.D, FICS, FACS9121103 200604 1 001

dr. Nouva

Page 5: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

v

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

Alhamdulillahirobbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT,yang telah memberikan nikmat, kesehatan jasmani dan rohani, serta petunjuk dan

kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada baginda besar Nabi Muhammad

S.A.W yang telah mengantarkan ke zaman yang terang benderang seperti saat ini.

Penulisan skrikpsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat agar dapat

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Kedokteran dan Profesi

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul

yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah “Hubungan Konsentrasi Serum

Vitamin D (25(OH)D) dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal pada Lansia di

Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2017”.

Selama proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari

bantuan, bimbingan, dukungan morriil maupun material serta nasihat dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan rasa bahagia penulis ingin menyampaikan

rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang

terhormat, diantaranya :

1. Prof. Dr. H. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku ketua Program Studi

Kedokteran dan Pendidikan Dokter (PSKPD) FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta

3. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, dukungan, serta dengan bijaksana selalu

meluangkan waktunya untuk dapat membimbing penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. dr. Ayat Rahayu, Sp.Rad selaku pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dan senantiasa memberikan masukan-masukan

Page 6: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

vi

yang baik kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik.

5. drg.Putri Herliana yang telah memberi bimbingan dan dukungan

kepada penulis selama proses penyusunan laporan penelitian ini.

6. Bapak Chris Adhiyanto, MBiomed, PhD selaku penanggung jawab

riset PSKPD angkatan 2014.

7. Staf dosen PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta pengalaman hidup sebagai bekal

bagi penulis untuk ke depannya menjadi dokter yang berguna bagi

nusa dan bangsa.

8. Staf Klinik Pelayanan dan Kesehatan Masyarakat (KPKM) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak bantuan kepada

penulis selama pengambilan data penelitian ini, dan teruntuk kak Ayu

Pradipta serta Mbak Fitri terima kasih banyak atas segala bantuan,

bimbingan, dan dukungannya selama ini.

9. Ibu Nenden Muchtar selaku Ketua Perkumpulan Lansia Tangerang

Selatan, serta Ibu-ibu dan Bapak-bapak responden yang saya hormati.

Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini.

10. Teruntuk kedua orang tua penulis yang terkasih, Bapak Kolpol (Purn)

Herman Rasjid, SmiK dan Ibu Djulieasma yang selalu mendukung,

memotivasi, dan selalu memberikan waktunya selama 24 jam penuh

kepada penulis. Tak lupa doa dan nasihat-nasihat yang selalu tercurah

dan selalu mengingatkan penulis untuk sholat tepat waktu. Terima

kasih banyak atas segala kasih dan sayang yang telah diberikan selama

ini.

11. Untuk ketiga kakakku dan kakak iparku tersayang, Ning Intan Kartika

Sari, S.E, Alm. Muhammad Anton Herman, dr. Ning Widya Putri

Herman, dan Budi Darwoto, S.T yang selalu mendukung serta

memberikan nasihat yang baik kepada penulis. Terima kasih karena

telah menjadi panutan yang terbaik bagi penulis.

12. Para keponakan penulis, Fadilla Bunga Aqilla, Muhammad Hafidz

Arkaan, Ruana Bay Cinta Dinanti karena kehadiran mereka yang

Page 7: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

vii

selalu memotivasi penulis untuk selalu menjadi panutan yang baik

serta terima kasih karena telah menjadi mood-booster penulis. Tidak

lupa bibiku, Ibu Narsih terima kasih sebanyak-banyaknya.

13. Saudara-saudara tercinta yang telah memberikan dorongan, doa, serta

semangat terima kasih kuucapkan.

14. Teman-teman risetku Gebry Nadira Rambe, Amalina Fitrasari, Asiah

Muthia, Alvin Zulmaeta, dan Maulana Hafiez Rambe yang selalu

mendukung dan membantu penulis sehingga kita dapat sama-sama

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih atas segala

kesabaran, waktu yang diluangkan, serta dukungan selama ini. Tetap

semangat kawan-kawanku, sebentar lagi insyaAllah kita akan menjadi

dokter! Amiin.

15. Serta teman-teman terdekatku, Gebry Nadira Rambe yang selalu sabar

dalam menghadapi penulis dan selalu senantiasa membantuku dikala

penulis sedang menghadapi berbagai kendala, Nadira Farid yang selalu

menjadi penghibur dikala kejenuhan melanda, serta Shallyna

Nurfadiah Sakinah yang selalu senantiasa mendukung dan mendorong

penulis untuk selalu percaya diri. Terima kasih atas dukungannya.

16. Kak Yesha, yang telah membantu penulis dalam mengolah data SPSS.

Terima kasih atas kesabaran dan bimbingannya.

17. Teman-teman sejawat PSKPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

CAROTIS terima kasih atas semangat dan pembelajarannya selama

ini. Kebersamaan serta bantuan yang diberikan sangat berarti bagi

penulis selama ini.

18. Kak Sarah Attauhidah dan Kak Khoiron terima kasih karena telah

membantu.

19. Teman-teman CIMSA, OFFICIAL CIMSA UIN 2017/2018 , serta

SCORA terima kasih atas segala doa, dukungan, serta pengertiannya

selama ini.

20. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

viii

Akhir kata penulis ucapkan semoga Allah SWT memberikan balasan dan

pahala berlipat ganda kepada Bapak, Ibu, serta teman-teman sekalian.Untuk

perbaikan kedepannya, kritik serta saran yang membangun akan penulis terima

dengan baik. Semoga penulisan skripsi ini dapat membawa manfaat kepada umat

manusia, terutama dalam bidang kesehatan lansia.

Ciputat, 4 Agustus 2017

Penulis

Page 9: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

ix

ABSTRAK

.

ABSTRACT

Ning Indah Permata Sari Herman. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan Konsentrasi Serum Vitamin D (25(OH)D) dengan Densitas Massa Tulang Calcaneal pada Lansia di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017

Latar Belakang: Osteoporosis adalah suatu penyakit sistemik yang ditandai dengan penurunan densitas massa tulang. Salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya osteoporosis adalah defisiensi vitamin D.

Tujuan: Mengetahui hubungan konsentrasi serum Vitamin D dengan densitas massa tulang calcaneal lansia tahun 2017.

Metode:Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional dianalisis dengan Chi- Square. Jumlah sampel sebanyak 60 orang. Konsentrasi serum vitamin D diambil melalui pengambilan darah pasien,untuk menilai densitas massa tulang diukur menggunakan Hologic Sahara Quantitative Ultrasound. Data diolah dengan menggunakan SPSS versi 22.

Hasil: Dari 60 orang lansia terdiri dari wanita 43 orang (71,7%), pria 17 orang (28,3%). Hasil penilaian konsentrasi vitamin D, 20 orang (33,3%) masuk kedalam kelompok sufisien (>50-125nmol/L), 31 orang (51,7%) kelompok insufisien (25-50nmol/L), dan kelompok defisien sebanyak 9 orang (15,0%). Terdapat 19 responden (31,7%) mengalami osteopenia, 41 responden (68,3%) osteoporosis, dan responden normal tidak ada. Dilakukan analisis bivariat dengan uji korelasi Chi square dan didapatkan hasil p value 0,159 dengan nilai r : 0,07.

Kesimpulan:Hubungan konsentrasi serum vitamin D dengan densitas massa tulang tidak signifikan.

Kata Kunci : Konsentrasi Serum Vitamin D, Densitas Massa Tulang, Calcaneal, QUS, Lansia

Ning Indah Permata Sari Herman. Medicine and Physician Profession Study Program. The Corelations between Consentration of Vitamin D (25(OH)D) Serum with Calcaneal Bone Mass Density on Elderly at Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017

Background: Osteoporosis is a systemic disease characterized by lower bone mass density. One of many risk factors can caused osteoporosis such as deficiency vitamin D.

Aim: to know the corelations between concentration of vitamin D (25(OH)D) serum with calcaneal bone mass density on elderly in 2017.

Method: this research using descriptive analitic method with cross sectional approaches, analyzed using Chi-Square with amount of 60 samples . The vitamin D (25(OH)D) serum taken by patient’s blood while to assest the calcaneal bone mass density we used Hologic Sahara Quantitative Ultrasound. Data were analyzed using SPSS version 22.

Result: the amount of total samples were 60 consist of 43 women (71,7%), 17 man (28,3%). The result of concentration vitamin D serum respondents were 20 respondents (33,3%) had sufficient level of vitamin D, 31 respondents (51,7%) into category insufficient (25-50nmol/L), and 9 respondents (15,0%) had defficient level of vitamin D. 19 respondents (31,7%) osteopenia, 41 respondents (68,3%) osteoporosis, and there weren’t normal respondent. This data analyzed by bivariat analysis with chi square correlations test and p-value score 0,159 with r-score:0,07.

Conclutions:the correlations between concentrations of vitamin D (25(OH)D) serum with bone mass density wasn’t significant.

Key Words:concentrations of vitamin D (25(OH)D) serum, bone mass density, calcaneal, qus, elderly

Page 10: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

x

DAFTAR ISI

LEMBAR COVER ..............................................................................................

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...........................................

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................

KATA PENGANTAR .........................................................................................

ABSTRAK ...........................................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................

1.1.Latar belakang ..................................................................................... 1.2.Rumusan masalah ................................................................................ 3 1.3.Hipotesis .............................................................................................. 3 1.4.Tujuan penelitian ................................................................................. 3

1.4.1. Tujuan umum ..................................................................... 3 1.4.2. Tujuan khusus .................................................................... 3

1.5.Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 1.5.1. Bagi institusi ...................................................................... 3 1.5.2. Bagi masyarakat ................................................................ 4 1.5.3. Bagi peneliti ...................................................................... 4 1.5.4. Bagi peneliti lain ............................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

2.1.Landasan teori ................................................................................ 5 2.1.1. Anatomi dan fungsi tulang ................................................ 5

2.1.2. Jenis tulang ........................................................................ 6 2.1.3. Histologi dan fisiologi tulang ............................................ 8 2.1.4. Osteoporosis ......................................................................11 2.1.4.1. Definisi .....................................................11 2.1.4.2. Etiologi dan faktor risiko .........................12 2.1.4.3. Klasifikasi dan patofisiologi ....................13 2.1.4.4. Pendekatan klinis .....................................16

i

ii

iii

iv

v

ix

x

xiii

xiv

xv

xvi

1

1

Page 11: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xi

2.1.5. Pemeriksaan densitometri .................................................18 2.1.6. Dual energy x-ray absorptiometry ....................................19 2.1.7. Quantitative ultrasound ..................................................... 21 2.1.8. Vitamin D .......................................................................... 21 2.1.8.1. Sintesis dan metabolisme ....................... 21

2.1.8.2. Fungsi dan pengaruh vitamin D terhadap tulang ................................................................... 23

2.2.Kerangka teori ................................................................................... 24 2.3.Kerangka konsep ............................................................................... 25 2.4.Definisi operasional ........................................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................28

3.1.Desain penelitian ................................................................................ 28 3.2.Waktu dan tempat penelitian .............................................................. 28 3.3.Populasi dan sampel penelitian .......................................................... 28 3.4.Jumlah sampel penelitian ................................................................... 28 3.5.Teknik pengambilan sampel penelitian .............................................. 30 3.6.Kriteria sampel penelitian ................................................................ 30

3.6.1. Kriteria inklusi ............................................................... 30 3.6.2. Kriteria eksklusi ............................................................. 30

3.7.Alat dan bahan ................................................................................. 30 3.8.Alur kerja penelitian ........................................................................ 31 3.9.Cara kerja penelitian ........................................................................ 32 3.10. Identifikasi variabel ................................................................... 32

3.10.1. Variabel terikat .............................................................. 32 3.10.2. Variabel bebas ............................................................... 32

3.11. Rencana manajemen data ............................................................. 33 3.11.1. Pengolahan data ............................................................... 33 3.11.2. Analisis data .................................................................... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................34

4.1.Karakteristik responden ..................................................................... 34 4.1.1. Usia responden ................................................................. 34 4.1.2. Jenis kelamin responden .................................................. 35 4.1.3. Indeks massa tubuh responden ........................................ 36 4.1.4. Densitas massa tulang calcaneal responden .................... 38 4.1.5. Konsentrasi serum vitamin D responden ......................... 39

4.2.Korelasi antara konsentrasi serum vitamin D dengan densitas massa tulang calcaneal responden dalam bentuk estimated heel T-score ............................................................................................... 40

4.3.Faktor-faktor lain yang mempengaruhi densitas massa tulang calcaneal ............................................................................................ 43

4.4.Keterbatasan penelitian ..................................................................... 46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 47

Page 12: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xii

5.1.Simpulan ............................................................................................ 47 5.2.Saran .................................................................................................. 47

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN .............................................................49

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................50

LAMPIRAN .........................................................................................................53

Page 13: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Usia responden ..................................................................................

Tabel 4.2. Jenis kelamin responden ...................................................................

Tabel 4.3. Indeks massa tubuh responden ..........................................................

Tabel 4.4. Densitas massa tulang calcaneal responden .....................................

Tabel 4.5. Konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) responden .......................

Tabel 4.6. Korelasi antara konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa tulang calcaneal dalam bentuk estimated heel T-score...................................................................................................

Tabel 4.7. Hasil tabulasi silang antara konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa tulang calcaneal dalam bentuk estimated heel T-Score ......................................................................

Tabel 4.8. Hasil analisis regresi logistik biner ...................................................

Tabel 4.9. Pengaruh usia terhadap densitas massa tulang calcaneal..................

Tabel 4.10. Pengaruh jenis kelamin terhadap densitas massa tulang calcaneal............................................................................................

Tabel 4.11. Pengaruh indeks massa tubuh terhadap densitas massa tulang calcaneal ............................................................................................

Tabel 4.12. Pengaruh konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa tulang calcaneal.......................................................................

34 35

36

38

39

40

41

42

43

43

44

45

Page 14: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Usia responden ..................................................................................

Grafik 4.2. Jenis kelamin responden ...................................................................

Grafik 4.3. Indeks massa tubuh responden ..........................................................

Grafik 4.4. Densitas massa tulang calcaneal responden .....................................

Grafik 4.5. Konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) responden .......................

35

36

37

39

40

Page 15: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi tulang panjang ....................................................................

Gambar 2.2. Tulang kompak dan spongiosa ..........................................................

Gambar 2.3. Histologi dan fisiologi tulang ............................................................

Gambar 2.4. Gambaran tulang normal dan tulang osteoporosis ............................

Gambar 2.5. Patogenesis osteoporosis tipe 1..........................................................

Gambar 2.6. Kriteria diagnostik osteoporosis berdasarkaan nilai T-score WHO ..

Gambar 2.7. Quantitative ultrasound (QUS) .........................................................

Gambar 2.8. Pembentukan vitamin D pada kulit ...................................................

Gambar 2.9. Metabolisme vitamin D .....................................................................

5

7

8

12

14

20

21

22

22

Page 16: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xvi

DAFTAR SINGKATAN

IMT Indeks Massa Tubuh

QUS Quantitative Ultrasound

WHO World Health Organization

BMD Bone Mass Density

DMT Densitas Massa Tulang

KPKM Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Page 17: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................

Lampiran 2. Proses Pengambilan Darah dan Pemeriksaan DMT .........................

Lampiran 3. Hasil Analisis Penelitian ...................................................................

Lampiran 4. Surat Etik ...........................................................................................

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian ..........................................................................

Lampiran 6. Lembar Informed Consent..................................................................

Lampiran 7. Lembar Data Penelitian Responden ..................................................

Lampiran 8. Curriculum Vitae ..............................................................................

53

55

57

63

64

65

66

67

Page 18: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini jumlah penduduk lansia di Indonesia semakin meningkat

setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia,

angka Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia pada tahun 2000 adalah

64,5 tahun dengan persentase populasi lansia 7,18%, sedangkan pada tahun 2010

angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun dengan persentase populasi lansia

sebesar 7,56% (Badan Pusat Statistik, 2014)1. Seiring dengan peningkatan

tersebut, hal ini dapat mempengaruhi ketahanan fisik, kesehatan, kehidupan sosial,

serta pola hidup individu. Salah satu dari sekian banyak perubahan yang dapat

mempengaruhi kehidupan lansia antara lain perubahan fisik yang dimana dapat

ditandai dengan terjadinya penurunan massa tulang2.

Seiring dengan meningkatnnya UHH di Indonesia berbagai kasus penyakit

degeneratif mengalami peningkatan setiap tahunnya di antaranya adalah

osteoporosis. Menurut hasil data dari Pusat Penelitian Data dan Pengembangan

Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 2014, angka kejadian osteoporosis di

Indonesia mencapai 19,7% dimana persentase populasi osteoporosis di berbagai

provinsi Indonesia terbesar adalah di provinsi Sumatera Selatan (27,7%) dan

persentase terkecil berada di provinsi Kalimantan Timur (10,5%)3.

Osteoporosis yang berarti tulang berpori atau dikenal dengan istilah

keropos tulang adalah sebuah penyakit dimana densitas dan kualitas dari tulang

menurun4, sehingga rawan untuk terjadi fraktur atau patah tulang. Penyakit ini

merupakan penyakit dengan penyebab multifaktoral. Berbagai faktor yang dapat

menyebabkan terjadinya osteoporosis antara lain indeks massa tubuh yang rendah,

menopause, penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi perkembangan

tulang, dan diet nutrisi yang kurang seimbang4.

Peran nutrisi sangat besar dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang.

Seperti halnya kalsium yang merupakan mineral utama dalam pembentukan

Page 19: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

2

tulang yang diperlukan untuk mengatur kontraksi dan relaksasi otot, terlibat dalam

transmisi saraf, membantu pembekuan darah, serta mengatur hormon-hormon dan

faktor pertumbuhan4. Dalam melaksanakan tugasnya, kalsium yang ada di saluran

cerna akan dibantu oleh vitamin D untuk ditingkatkan absorpsinya di saluran

cerna, selain itu vitamin D juga akan membantu mengontrol penyimpanan kalsium

di tulang5. Karena peran keduanya cukup penting, apabila seseorang mengalami

defisiensi atau kekurangan nutrisi terutama kalsium dan vitamin D maka proses

pertumbuhan dan perkembangannya dapat terganggu. Seperti lansia misalnya,

diatas umur 50 tahun jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut

sebanyak 30% dan kehilangan akan mencapai 50% pada usia 70 tahun sehingga

kemungkinan untuk mengalami penurunan densitas masa tulang semakin besar6.

Berdasarkan hasil penelitian Mir Sadat Ali, Abdulmohsen H. Al Elq, dkk

mengenai pengaruh vitamin D terhadap densitas massa tulang dan osteoporosis

menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara vitamin D dengan

densitas massa tulang yang rendah pada pria dan wanita Saudi Arabia usia muda

dan usia lanjut (≥50 tahun) dimana pasien yang tergolong kedalam kelompok

insufisiensi vitamin D terdapat 84,2% wanita dan 88,9% pria usia muda dan 83.3%

wanita dan 80% pria usia lanjut memiliki densitas massa tulang yang rendah7.

Untuk itu, pengaruh vitamin D terutama dalam memperlambat proses

terjadinya osteoporosis sangatlah dibutuhkan. Vitamin D ini mampu memelihara

kesehatan tulang dengan cara meningkatkan penyerapan mineral kalsium dari

sistem pencernaan. Namun, seiring bertambahnya usia kemampuan untuk

melakukan penyerapan vitamin D dalam tubuh berkurang sehingga terkadang

dapat menimbulkan defisiensi. Oleh karena itu, International Osteoporosis

Foundation mengkategorikan defisiensi vitamin D sebagai faktor risiko yang

dapat diubah sebagai faktor risiko yang mendukung terjadinya osteoporosis4.

Penelitian tentang penilaian faktor risiko mengenai kadar serum vitamin D

(25(OH)D) terhadap densitas massa tulang pada lansia ini sebelumnya belum

pernah dilakukan khususnya di daerah KPKM Reni Jaya, Pamulang tahun 2017.

Page 20: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

3

1.2.Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah terdapat hubungan konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D)

terhadap densitas massa tulang calcaneal pada lanjut usia di Klinik

Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2017?

1.3.Hipotesis

1.3.1. Terdapat hubungan antara konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D)

terhadap densitas massa tulang calcaneal pada lansia di KPKM Reni Jaya,

Pamulang.

1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Mengetahui adanya hubungan antara konsentrasi serum vitamin D

(25(OH)D) terhadap densitas massa tulang calcaneal pada lansia di

KPKM Reni Jaya, Pamulang.

1.4.2 Tujuan khusus

1.4.2.1 Mengetahui konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) pada lansia

di KPKM Reni Jaya, Pamulang.

1.4.2.2 Mengetahui kondisi kepadatan massa tulang pasien lansia

berdasarkan T-score melalui pemeriksaan tulang calcaneal dengan

menggunakan alat Quantitative Ultrasound (QUS) di KPKM Reni

Jaya, Pamulang.

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi institusi

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi manfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahun institusi khususnya terkait hubungan konsentrasi serum

vitamin D (25(OH)D) terhadap densitas massa tulang pada lansia di

KPKM Reni Jaya, Pamulang tahun 2017.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya untuk dapat

melanjutkan penelitian ini khususnya dalam hal hubungan antara

Page 21: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

4

konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) terhadap densitas massa tulang

pada lansia di KPKM Reni Jaya, Pamulang tahun 2017.

c. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai hubungan antara

konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) terhadap densitas massa tulang

pada lansia di KPKM Reni Jaya, Pamulang tahun 2017.

1.5.2. Bagi masyarakat

a. Dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai berbagai

macam faktor risiko terjadinya osteoporosis dan penurunan densitas massa

tulang.

b. Dapat memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pemeriksaan

densitas massa tulang dan hasil nilai T-score beserta intepretasinya.

d. Dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hubungan

antara konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) terhadap densitas massa

tulang pada lansia.

1.5.3. Bagi peneliti

a. Dapat memberikan manfaat, pengalaman, dan pengetahuan dalam hal

penelitian deskriptif analitik.

b. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama masa pra-klinik

ke dalam penelitian ini.

1.5.4. Bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

referensi bagi peneliti lain untuk dapat meneruskan penelitian ini di masa

yang akan datang.

Page 22: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasaan Teori

2.1.1. Anatomi dan fungsi tulang

Tulang merupakan sekumpulan jaringan ikat yang mengalami

proses mineralisasi6 karena proses tersebut tulang menjadi keras sehingga

dapat membentuk rangka tubuh yang berguna untuk menopang tubuh.

Selain berfungsi sebagai penopang tubuh, tulang memiliki fungsi sebagai

tempat melekatnya otot untuk dapat membantu melakukan gerak pasif.

Oleh karena tulang memiliki bentuk yang keras dan berbentuk tetap tulang

dapat melindungi organ-organ interna dari trauma mekanik. Kemudian, di

bagian tengah tulang terdiri atas jaringan-jaringan hematopoetik yang

berguna untuk melakukan pembentukan berbagai sel darah

(hematopoiesis). Tulang juga merupakan tempat untuk menyimpan serta

mengatur kalsium dan fosfat8.

Gambar 2.1. Anatomi tulang panjang9

Sumber : Solomon L. In: Jamieson G, Naish F, editors.

Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. 9th Ed.

India: Replika Press; 2010.

Page 23: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

6

Pada gambar 2.1. menggambarkan bagian-bagian khas dari tulang

panjang. Bagian-bagian tersebut terbagi atas tiga bagian yaitu diafisis atau

disebut juga dengan bagian batang tulang yang merupakan bagian tengah

daripada tulang yang berbentuk menyerupai silinder. Pada bagian ini

tersusun atas tulang kortikal dan memiliki kekuatan yang cukup besar.

Metafisis adalah bagian tulang yang letaknya diantara bagian diafisis dan

epifisis. Memiliki bentuk yang melebar di dekat ujung atau akhir batang

tulang dan terutama disusun oleh tulang trabekular yang banyak

mengandung akan sel-sel hematopoetik. Metafisis berguna untuk

menopang dan menyediakan daerah yang luas untuk perlekatan tendon dan

ligamen pada epifisis8. Epifisis merupakan bagian ujung atau akhir dari

tulang yang ditutupi oleh tulang rawan artikular dan langsung berbatasan

dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga

pertumbuhan tulang panjang terhenti8.Pada bagian lempeng epifisis,

merupakan tempat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak dan ketika

dewasa bagian ini akan menghilang.

2.1.2. Jenis tulang

Tulang dapat dibagi atas beberapa jenis :

a. Berdasarkan struktur basis, terbagi dua

- Makroskopik

Terbagi atas dua macam, tulang kortikal (bagian luar

tulang) yang dimana substansi tulang dengan rasio celah tulang

memiliki kuantitas yang lebih besar dimana didalamnya banyak

terdapat jaringan tulang dan sedikit ruang yang kosong. Tulang

spongiosa (bagian dalam tulang) merupakan bagian dari tulang

dimana substansi tulang dengan rasio celah tulang memiliki

kuantitas yang lebih kecil. Artinya, dalam bagian ini terdapat

banyak celah ruang kosong dan memiliki sedikit jaringan tulang10.

Page 24: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

7

- Mikroskopik,

Terbagi atas dua macam, Tulang beranyam terbentuk

apabila tulang berkembang secara cepat. Seperti pada janin

yang sedang berkembang, penyembuhan fraktur, atau pada

tumor pembentuk tulang7. Substansia Lamellar, merupakan

tulang yang berkembang secara lambat, memiliki struktur

yang kuat dan membentuk tulang dewasa7. Tulang ini

tersusun dalam dua bentuk yaitu, substansia corticalis atau

substansia compacta yang menyusun 80% skeleton,

menjadi sebagian besar corpus tulang panjang12. Substansia

trabecularis atau substansia medullaris ditemukan berada

bersentuhan dengan sel-sel sumsum tulang diantara bagian

ujung tulang panjang korteks dan corpus vertebrae12. Pada

substansia ini, kolagen dan matriks terlihat seperti lembaran

yang strukturnya sejajar dengan permukaan tulang.

b. Berdasarkan bentuk12

- Tulang panjang, contoh : tulang femur, tulang humerus

- Tulang pendek, contoh : tulang metacarpalia, tulang metatarsalia

- Tulang pipih, contoh : tulang costae

Gambar 2.2. Tulang kompak dan spongiosa11

Sumber : Sherwood, L. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem edisi 8. Jakarta. EGC.2014.

Page 25: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

8

- Tulang tak beraturan, contoh : tulang vertebrae

2.1.3. Histologi dan fisiologi tulang

Pada lempeng epifisis terdiri atas beberapa zona lapisan yang

menggambarkan pertumbuhan tulang. Lapisan sel paling atas yang

letaknya berdekatan dengan epifisis dikenal dengan daerah sel istirahat.Di

bawah daerah sel istirahat terdapat zona proliferasi yang berfungsi sebagai

tempat untuk melakukan pembelahan sel dan memulai pertumbuhan

tulang. Sel-sel tersebut akan mendorong ke arah batang tulang menuju area

hipertrofi dimana secara metabolik akan menjadi tidak aktif.setelah itu,

sel-sel tersebut akan menuju ke arah daerah kalsifikasi tambahan dimana

tulang akan menjadi keras akibat penyimpanan mineral dalam kolagen dan

proteoglikan13.

Gambar 2.3. Histologi dan fisiologi tulang11

Sumber : Sherwood, L. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem edisi 8. Jakarta. EGC.2014.

Tulang memiliki sifat yang keras dan kuat guna untuk menopang tubuh.

Diperlukan suatu jaringan yang dinamis untuk menunjangnya. Dalam jaringan

tersebut terdapat sel-sel penyusunnya diantaranya osteoblas, osteosit, dan

osteoklas13. Osteoblas sendiri berperan dalam proses pembentukan tulang

Page 26: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

9

sedangkan osteoklas berperan dalam proses penghancuran tulang dimana

keduanya saling mempengaruhi dan diatur dalam suatu sistem yang seimbang.

Osteoblas, yang mana bertugas untuk membangun tulang bekerja melalui

proses osteofikasi ia bekerja dengan cara membentuk kolagen tipe I dan

proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid. Saat sel-sel

berkembang dalam keadaan aktif menghasilkan osteoid, osteoblas akan

mensekresikan fosfatase alkali dalam jumlah besar yang mana memiliki peranan

penting dalam proses pengendapan kalsium dan fosfat menuju ke matriks tulang13.

Osteosit, merupakan suatu sel-sel tulang dewasa yang bertugas sebagai

tempat melakukan pertukaran kimiawi pada tulang yang padat. Osteoklas, yang

memiliki sifat berlawanan arah dengan osteoblas dan osteosit memiliki peran

sebagai penghancur tulang. Ia bekerja dengan cara mengeluarkan enzim-enzim

proteolitik yang berguna untuk memecahkan matriks dan mengeluarkan senyawa-

senyawa asam agar kalsium dan fosfat terlepas dari tulang dan keluar menuju

peredaran darah13.

Berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan

penghancuran tulang antara lain sebagai berikut :

1. Hormon yang berhubungan dalam pengaturan kalsium dan vitamin D,

diantaranya :

a. Hormon paratiroid (PTH), merupakan hormon yang disekresikann oleh

kelenjar paratiroid. Dimana hormon ini memiliki peranan penting

dalam proses pengaturan kadar kalsium dalam darah. Apabila dalam

darah tubuh seseorang mengandung kadar kalsium yang rendah, maka

hormon paratiroid bersama-sama dengan bentuk aktif dari vitamin D

bekerja dengan cara mengaktifkan kelenjar tiroid untuk dapat

meningkatkan sekresinya. Adapun efek yang dapat ditimbulkan dari

sekresi hormon paratiroid antara lain sebagai berikut :

• Dalam ginjal, ia memainkan peranan penting pada parenkim

dan tubulus renalis. Pada bagian parenkim, hormon tersebut

akan mengubah metabolit vitamin D yang tidak aktif (25-

Page 27: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

10

hydroxycholecalciferol [25-OHD] menjadi suatu komponen

metabolit yang aktif 1,25-dihydroxycholecalciferol [1,25-

(OHD)2D]. Kemudian dalam tubulus renalis, ia akan

melakukan peningkatan reabsorpsi kalsium dan menurunkan

reabsorpsi fosfat.

• Dalam tulang, hormon ini akan memberikan stimulus untuk

melakukan proses penghancuran tulang (resorpsi) oleh

osteoklas sehingga menyebabkan kadar fosfat dan kalsium

dalam darah mengalami peningkatan dan kadar fosfat dan

kalsium dalam tulang jadi menurun. Dalam memulai proses

resorpsi tulang, hormon ini bekerja dengan berdasarkan target

aksinya. Terdapat dua target aksi yaitu terhadap RANK-L

(Receptor Activator of Nuclear Factor-Kappa ß Ligand) dan

terhadap OPG (Osteoprotegerin)9.

b. Hormon kalsitriol (1,25-dihydroxycholecalciferol), merupakan hormon

bentuk aktif dari vitamin D yang dikonversi oleh enzim di ginjal dan

hati. Hormon ini memiliki fungsi dalam peningkatkan proses resorpsi

tulang melalui osteclastogenesis11 dan membantu dalam peningkatan

absorpsi kalsium dan fosfat dalam usus14.

c. Hormon kalsitonin, disekresi oleh sel C kelenjar tiroid yang

memainkan peranan penting dalam menurunkan kadar kalsium dalam

plasma11.

2. Hormon-hormon lainnya :

a. Hormon pertumbuhan (Growth hormone/GH), merupakan hormon

yang diproduksi oleh kelenjar pituitari. Selain berfungsi dalam

pertumbuhan, hormon ini memainkan peranannya dalam proses

pembentukan tulang. Seiring dengan bertambahanya usia seseorang,

sekresi hormon pertumbuhan ini akan berkurang sehingga

pertumbuhan dapat berhenti.

b. Hormon kortisol, merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar

adrenal. Hormon ini memiliki fungsi yang berlawanan dengan hormon

pertumbuhan yaitu ia bekerja menghambat pembentukan tulang.

Page 28: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

11

Akibat dari hal ini menyebabkan absorpsi kalsium di intestinal

mengalami penurunan dan menyebabkan peningkatan eksresi di

tubulus ginjal. Selain itu, hormon ini memiliki efek langsung terhadap

stimulasi ekspresi RANK-L dan menghambat ekspresi OPG di

osteoblas9.

c. Hormon tiroid, memainkan peranan penting dalam peningkatan

metabolisme sel, sintesis protein, serta membantu dalam proses

regulasi pertumbuhan tulang panjang.

d. Hormon seks, hormon ini terdiri atas hormon estrogen dan testosteron.

Hormon ini memiliki peranan penting pada tulang. Pada wanita, yang

memiliki hormon estrogen hormon ini memiliki efek positif dalam

menghambat osteoklas dalam proses penghancuran tulang. Selain itu

estrogen juga akan menstimulasi peningkatan absorpsi kalsium di

intestinal dan osteoblas14. Sedangkan testosteron memiliki efek yang

baik dalam penghambatan resorpsi tulang dan menstimulasi

pembentukan tulang.

2.1.4. Osteoporosis

2.1.4.1. Definisi

Menurut buku Ilmu Penyakit Dalam Ed. Osteoporosis yang berarti

tulang berporus adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh

penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang

sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah15.

Sedangkan menurut Nation Institue of Health (NIH), osteoporosis

adalah suatu penyakit yang ditandai dengan densitas massa tulang yang

rendah serta penurunan jaringan tulang yang dapat mengarah menuju pada

kerapuhan tulang sehingga dapat meningkatkan risiko patah tulang

terutama pada pinggul, tulang belakang, dan pergelangan tangan maupun

kaki16.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa osteoporosis merupakan

penyakit tulang sistemik yang yang ditandai dengan penurunan massa

Page 29: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

12

tulang, mikroarsitektur yang memburu, serta densitas massa tulang yang

menurun yang dapat menyebabkan kerapuhan dan patah.

2.1.4.2. Etiologi dan faktor risiko

Osteoporosis merupakan penyakit dengan etiologi multifaktoral

yang artinya banyak faktor yang dapat menyebabkan osteoporosis. faktor-

faktor tersebut dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu faktor yang dapat

diubah (modifiable risk) dan faktor yang tidak dapat diubah (non

modifiable risk)4.

a. Faktor yang dapat diubah

Pada dasarnya faktor yang dapat diubah berasal dari kebiasaan dan

pola hidup sehari-hari. Seperti halnya kebiasaan merokok,

mengkonsumsi alkohol, indeks massa tubuh yang rendah, gizi yang

kurang baik, kelainan makan seperti anorexia, jarang berolahraga,

konsumsi kalsium dalam jumlah yang rendah, defisiensi vitamin D,

dan riwayat jatuh.

Faktor-faktor diatas dapat dicegah serta dapat dikendalikan

kejadiannya. Salah satunya dengan tidak melakukan kebiasaan

merokok dan mengkonsumsi alkohol, makan-makanan gizi seimbang,

melakukan aktifitas fisik secara teratur, dan lain sebagainya.

Gambar 2.4. Gambaran tulang normal dan tulang osteoporosis4

Sumber : International Osteoporosis Foundation. Osteoporosis and You. www.iofbonehealth.org diakses : 25/2/2016.2014:2,10

Page 30: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

13

b. Faktor yang tidak dapat diubah

Beberapa faktor yang pengaruhnya tidak dapat diubah dapat

berasal dari faktor usia, wanita, riwayat keluarga mengalami patah

tulang dengan mudah, riwayat patah tulang sebelumnya, menopause

dini, histerektomi, penggunaan obat glukokortikoid jangka panjang,

dan terkena penyakit hipogonadisme primer/sekunder pada laki-laki.

Faktor-faktor diatas kejadiannya tidak dapat diubah sepenuhnya.

Apabila seseorang memiliki risiko untuk mengalami osteoporosis

maka hal preventif yang dapat dilakukan adalah untuk menjaga

kestabilan tubuh agar terhindar dari fraktur.

2.1.4.3. Klasifikasi dan patofisiologi

a) Osteoporosis Primer

Osteoporosis jenis ini umumnya bersifat idiopatik atau tidak dapat

diketahui penyebabnya. Osteoporosis primer terbagi menjadi dua tipe :

1) Osteoporosis Tipe I (Post Menopause)

Patofisiologi yang berperan dalam osteoporosis tipe

I ini terjadi saat setelah seorang wanita mengalami

menopause. Setelah menopause, proses resorpsi tulang

meningkat serta peningkatan pesat terjadi diawal masa

menopause. Akibat dari hal ini terjadi penurunan densitas

tulang yang ditandai dengan petanda resorpsi tulang dan

formasi tulang yang menunjukan adanya peningkatan bone

turnover15. Saat wanita mengalami menopause, maka

estrogen dalam tubuhnya akan menurun. Fungsi dari

estrogen ini adalah untuk menurunkan produksi sitokin oleh

bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti

IL-1, IL-6, dan TNF-α dimana tugasnya adalah untuk

meningkatkan kerja dari osteoklas. Oleh karena itu,

Page 31: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

14

penurunan estrogen dapat menyebabkan peningkatan

produksi sitokin sehingga menstimulasi kerja osteoklas.

Selain peningkatan kerja dari osteoklas, menopause

juga dapat memberikan efek pada kemampuan absorbsi

kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di

ginjal15. Selain itu, menopause juga memberikan berbagai

efek pada sintesis protein terutama yang membawa

1,25(OH)2 D. Hal ini menyebabkan tingginya kadar PTH

dalam darah dan membuat kejadian osteoporosis bertambah

parah.

Gambar. 2.5. Patogenesis osteoporosis tipe 1

Sumber : Sudoyo AW, Setiohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna, 2009

2) Osteoporosis Tipe II (Senile)

Ketika seseorang memasuki periode delapan dan

sembilan dekade pada masa hidupnya hal ini akan berpengaruh

pada kondisi tubuh seseorang salah satunya adalah tulang. Pada

tulang, terjadi ketidakseimbangan proses remodelling tulang

dimana proses resorpsi tulang mengalami peningkatan

Page 32: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

15

sedangkan proses pembentukan tulang tidak berubah atau pun

menurun15. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan pada

struktur tulang sehingga dapat berdampak pada ketahanan

tulang dan dapat menyebabkan tulang seseorang menjadi rapuh

dan berujung pada fraktur. Sehingga penurunan densitas massa

tulang seseorang menjadi faktor risiko dari terjadinya kejadian

osteoporosis.

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti penurunan

densitas massa tulang pada orang tua, yang baru diketahui

adalah penurunan ini terjadi karena pengaruh dari penurunan

kadar estrogen dan IGF-1. Selain itu, defisiensi kalsium dan

vitamin D merupakan salah satu faktor lainnya yang

menyebabkan terjadinya kejadian osteoporosis. Hal ini karena

kurangnya paparan sinar matahari, kurang mengkonsumsi

makan-makanan yang kaya akan kalsium dan vitamin D, dll.

Selain itu defisiensi estrogen, defisiensi protein, penurunan

hormon-homon pertumbuhan, dan faktor lain seperti genetik,

lingkungan (merokok, alkohol, penggunaan obat-obatan dalam

jangka lama) memerankanan peranan penting dalam penurunan

densitas massa tulang dikehidupannya.

b) Osteoporosis Sekunder

Berbeda dengan osteoporosis primer yang penyebabnya

idiopatik, osteoporosis sekunder penyebabnya diketahui dan ada

yang mendasari terjadinya hal tersebut. Osteoporosis sekunder

dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Hal ini dapat

terjadi pada anak-anak dengan juvenile rheumatoid arthritis,

penggunaan obat-obatan kortikosteroid jangka panjang, keganasan,

dan sebagainya. Hal tersebutlah yang dapat membuat penurunan

densitas massa tulang yang cukup hebat.

Page 33: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

16

2.1.4.4. Pendekatan Klinis

Untuk dapat menegakan diagnosis osteoporosis, terdapat beberapa

pendekatan klinis yang dapat digunakan untuk menyingkirkan berbagai

jenis osteoporosis. untuk itu diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

radiologi, dan jika diperlukan dapat dilakukan biopsi.

I. Anamnesis

Anamnesis memegang peranan penting dalam

mendiagnosis berbagai penyakit pada seseorang. Seperti halnya

dengan penyakit lain, anamnesis untuk mengevaluasi kejadian

osteoporosis sangat dibutuhkan agar dapat menegakan diagnosis.

Tanda-tanda yang dapat ditanyakan pada pasien antara lain riwayat

trauma dan fraktur, seperti imobilisasi dalam waktu yang lama,

kemudian penurunan tinggi badan pada orang tua, riwayat

konsumsi obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang seperti

obat glukokortikoid, hormon tiroid, konvulsa, heparin, antasid

yang mengandung alumunium, sodium-fluorida, dan bifosfonat

etidronat15. Sedangkan pada anak-anak perlu ditanyakan riwayat

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Selain itu, faktor lain seperti paparan sinar matahari, asupan

nutrisi seperti kalsium, fosfor, dan vitamin D perlu ditanyakan

pula. Kebiasaan melakukan aktifitas fisik bersifat weight bearing,

alkohol dan merokok, riwayat penyakit yang sekiranya

berhubungan dengan kejadian osteoporosis seperti penyakit ginjal,

saluran cerna, endokrin, hati, dan pankreas perlu ditanyakan. Pada

wanita perlu ditanyakan riwayat haid, menarche, menopause, serta

penggunaan obat kontrasepsi. Riwayat osteoporosis pada keluarga

dan penyakit metabolik yang bersifat herediter perlu diperhatikan.

Page 34: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

17

II. Pemeriksaan Fisik

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik

adalah menilai tinggi badan, berat badan, cara berjalan apakah ada

kelainan seperti kifosis, lordosis, ataupun skoliosis. Perlu

diperhatikan pula apakah ada deformitas pada tulang, nyeri,

ataupun kelainan-kelainan lainnya.

Menurut A.W.Sudoyo dalam bukunya berjudul Ilmu

Penyakit Dalam FKUI Edisi V, dalam pemeriksaan fisik pasien

yang didiagnosis osteoporosis terdapat tanda yang khas seperti

kifosis dorsal atau gibbus (Dowager’s hump) dan penurunan tinggi

badan. Selain itu didapatkan tanda protuberansia abdomen, spasme

otot paravertebral dak kulit yang tipis (tanda Mc-Conkey)15.

III. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Biokimia Tulang

Menurut A.W.Sudoyo dalam bukunya berjudul Ilmu

Penyakit Dalam FKUI Edisi V, beberapa pemeriksaan

biokimia tulang yang dapat digunakan antara lain

pemeriksaan kalsium (kalsium total serum, kadar ion

kalsium, kalsium dalam urin), fosfat urin, osteokalsin urin,

PTH, dan vitamin D15.

Sedangkan untuk menentukan turnover tulang,

dapat dilakukan pemeriksaan petanda yang terdiri dari

petanda formasi Bone Specific Alkaline Phospatase

(BSAP), Osteokalsin (OC), dan petanda resorpsi seperti

hidroksipirolin urin, free and total pyridinolines (Pyd)15.

Petanda tersebut memiliki manfaat seperti dapat

memprediksi kehilangan massa tulang, risiko fraktur,

menyeleksi pasien yang membutuhkan anti resorptif, dan

evaluasi efektivitas terapi15.

Page 35: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

18

b. Pemeriksaan Radiologis

Pada pemeriksaan X-Ray tulang belakang

menunjukan adanya kompresi pada salah satu atau beberapa

corpus vertebra. Selain itu terdapat gambaran khas seperti

adanya penipisan korteks dan daerah trabekular15. Selain itu

pemeriksaan densitometri dapat digunakan untuk menilai

densitas massa tulang.

2.1.5. Pemeriksaan densitometri

Pemeriksaan densitometri merupakan pemeriksaan untuk mengukur massa

tulang sehingga dapat diidentifikasi seberapa besar penurunan massa tulang yang

terjadi pada seseorang. pada tahun 1994, WHO merekomendasikan pemeriksaan

densitas massa tulang sebagai suatu upaya untuk mendeteksi kejadian

osteoporosis pada populasi pasca menopause17. Hal ini disebabkan karena

densitometri merupakan pemeriksaan yang akurat dan persis untuk menilai

densitas massa tulang sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis,

prediksi fraktur, dan bahkan sampai diagnosis osteoporosis15. Berbagai metode

yang dapat digunakan untuk menilai densitas massa tulang antara lain :

a. Single-Photon Absorptiometry (SPA) & Dual-Photon Absorptiometry

(DPA)

Single-Photon Absorptiometry (SPA) secara kuantitatif hanya dapat

mengukur densitas massa tulang (BMD) pada tulang perifer18. Hal ini

disebabkan kaarena alat ini memancarkan unsur radioisotop I yang

memiliki energi photon rendah dimana berkas kolimasi yang dipancarkan

akan menembus komponen jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal

radius dan kalkaneus15. Sehingga alat ini tidak dapat digunakan untuk

mengukur kepadatan massa tulang pada tulang sentral19.

Dual-Photon Absorptiometry (DPA) memiliki metode yang sama

dengan SPA yang membedakan adalah sumber energi yang mempunyai

photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda, hal ini berguna untuk

mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat

dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempenuyai

Page 36: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

19

struktur geometri komplek seperti pada daerah leher, femur, dan

vertebra15.

Kekurangan dari SPA dan DPA terdapat pada penggunaan

radioisotopnya yang harus diganti setiap 6 bulan sekali, waktu

pemeriksaan yang memakan waktu lama (15-30 menit) akibat radioisotop

yang rendah sehingga pasien yang menggunakan alat tersebut mudah

berpindah dan menyebabkan kalkulasi menjadi tidak akurat20.

b. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)

Berbeda dengan kedua metode diatas, DXA menggunakan energi

yang rendah namun sumber energi yang didapatkan yaitu sinar X-ray yang

dihasilkan dari tabung sinar X sehingga hasil didapatkan dengan cepat20.

Pengukuran dilakukan pada tulang aksial, perifer, maupun total body

sehingga metode ini merupakan metode paling sering digunakan dalam

diagnosis osteoporosis karena memiliki tingkat akurasi dan presisi yang

tinggi15. Hasil yang diukur dapat berupa T-score dan Z-score.

c. Quantitative Computer Tomography (QCT)

QCT merupakan alat densitometri yang dianggap paling ideal

karena dapat mengukur densitas tulang secara volumetrik (g/cm2) dan

penggunaan metode ini berguna untuk mengukur densitas tulang

belakang15.

d. Quantitative Ultrasound (QUS)

Merupakan suatu metode untuk mengukur densitas massa tulang

dengan menggunakan gelombang ultrasonik pada tulang calcaneus21.

Penggunaan metode ini dianggap baik dan penggunaannya praktis. Hasil

yang diukur sama dengan DXA namun tidak dalam satuan gr/cm2.

2.1.6. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)

DXA merupakan salah satu metode yang akurat dalam mengevaluasi

osteoporosis. Sehingga metode ini digunakan sebgai baku emas dalam penegakan

diagnosis osteoporosis. Alat ini dapat mengukur bagian-bagian tulang seperti

tulang belakang (L1-L4), tulang panggul (femoral neck, total femoral neck,

Page 37: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

20

trochanter), tulang lengan bawah, hingga seluruh tubuh15. Adapun hasil yang

didapat dari pengukuran DXA ini dapat berupa: (1) densitas mineral tulang pada

area yang dinilai satuan bentuk gram per cm2, (2) kandungan mineral tulang

dalam satuan gram, (3) perbandingan hasil densitas massa tulang dengan nilai

normal rata-rata densitas massa tulang orang seusia dan dewasa muda yang

dinyatakan dalam persentase, (4) perbandingan hasil densitas massa tulang

dengan nilai normal rata-rata densitas massa tulang orang seusia dan dewasa muda

yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (T-score atau Z-score).

Perhitungan T-score ditujukan untuk populasi muda dimana hal ini

digunakan untuk menilai risiko fraktur pada osteoporosis dengan cara

menghitung hasil densitas massa tulang pasien dikurangi nilai normal rata-rata

densitas tulang populasi muda dibagi SD densitas massa tulang rata-rata populasi

muda, sedangkan Z-score ditujukan untuk populasi orang seusia pasien dengan

cara menghitung hasil densitas massa tulang pasien dikurangi nilai normal rata-

rata densitas massa tulang populasi orang seusia pasien dibagi SD densitas massa

tulang rata-rata orang seusia pasien15.

Dalam pemeriksaan menggunakan DXA, terdapat klasifikasi diagnostik

WHO dimana kriteria ini merujuk pada pengukuran BMD pada tulang belakang,

panggul, dan lengan. Pada kriteria ini tidak dapat digunakan pada pengukuran

dengan menggunakan metode densitometri lain seperti QUS. Berikut adalah

klasifikasi diagnostik WHO :

Gambar 2.6. Kriteria diagnosis osteoporosis berdasarkan nilai T-Score WHO4

Sumber : International Osteoporosis Foundation. Osteoporosis and You.

www.iofbonehealth.org diakses : 25/2/2016.2014:2,10

Page 38: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

21

2.1.7. Quantitative Ultrasound (QUS)

QUS merupakan salah satu dari berbagai macam metode untuk

mendiagnosis kejadian osteoporosis. Alat ini menggunakan gelombang ultrasonik

dengan frekuensi antara 200 kHz dan 1,5 Mhz dan dapat mengukur densitas

massa tulang calcaneus, phalanges atau multi-site systems. Kelebihan dari metode

ini adalah non invasif, non radiasi, mudah dibawa, ukurannya kecil, harga alat

yang lebih murah, dan biaya operasional untuk menggunakan alat ini lebih murah

dibandingkan dengan DXA22. Disamping itu, beberapa kekurangan pada alat ini

antara lain hasil pengukuran yang ditampilkan dalam QUS tidak akurat dan kerap

berubah-ubah sehingga untuk dijadikan sebagai alat untuk mendiagnosis cukup

sulit.

Gambar 2.7. Quantitative ultrasound (QUS)29

Sumber : Anonim.Diakses Juli 2017, diunduh dari: http://fusionmedical.com.sg/bone/.

2.1.8. Vitamin D

2.1.8.1. Sintesis dan metabolisme23

Vitamin D merupakan senyawa yang disintesis di kulit. Di kulit

terdapat suatu zat perantara dalam sintesis kolesterol bernama 7-

Dehidrokolesterol, senyawa ini akan mengalami reaksi nonenzimatik

apabila terpajan oleh sinar ultraviolet sehingga akan menghasilkan

senyawa yaitu pravitamin D. Pravitamin D ini kemudian akan menjalani

Page 39: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

22

reaksi lebih lanjut dan dalam beberapa jam akan membentuk kolekalsiferol

yang kemudian akan diserap ke dalam aliran darah (Gambar. 2.8.)

Gambar 2.8. Pembentukan vitamin D pada kulit23

Kolekalsiferol akan mengalami dua kali hidroksilasi untuk

menghasilkan metabolit aktif, 1,25-dihidroksivitamin D (Kalsitriol)

(Gambar 2.9). Ergokalsiferol dari makanan yang diperkaya mengalami

hidroksilasi serupa untuk menghasilkan erkalsitriol. Di hati, kolekalsiferol

dihidroksilasi menjadi bentuk turunan 25-hidroksi, yaitu kalsidiol.

Kemudian senyawa ini dibebaskan ke sirkulasi dalam keadaan terikat pada

globulin pengikat vitamin D yang merupakan bentuk simpanan utama

vitamin ini. Di ginjal, kalsidiol mengalami 1-hidroksilasi untuk

menghasilkan metabolit aktif 1,25-dihidroksi-vitamin D (kalsitriol) untuk

menghasilkan metabolit yang mungkin inaktif, 24,25-dihidroksivitamin D.

Gambar 2.9. Metabolisme Vitamin D23

Sumber : Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper Edisi

29. Jakarta: EGC.2014.

Sumber : Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper Edisi

29. Jakarta: EGC.2014.

Page 40: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

23

2.1.8.2 Fungsi dan Pengaruh Vitamin D terhadap Tulang23

Fungsi utama vitamin D adalah untuk mengontrol homeostasis

kalsium dan selanjutnya metabolisme vitamin D akan diatur oleh faktor-

faktor yang berespon terhadap konsentrasi kalsium dan fosfat plasma.

Kalsitriol sendiri yang merupakan metabolit aktif akan bekerja dengan

cara mengurangi sintesis dirinya sendiri dengan cara menginduksi 24-

hidroksilase dan menekan 1-hidroksilase di ginjal.

Berdasarkan fungsi utamanya, untuk mencapai terealisasinya hal

tersebut kalsitriol memiliki tiga cara untuk mencapainya yaitu dengan; (1)

meningkatkan penyerapan kalsium diusus, (2) mengurangi ekskresi

kalsium (dengan cara merangsang penyerapan di tubulus distal ginjal), (3)

memobilisasi mineral tulang. Selain itu, kalsitriol berperan dalam sekresi

insulin, sintesis dan sekresi hormon paratiroid dan tiroid, inhibisi

pembentukan interleukin oleh limfosit T aktif dan immunoglobulin oleh

limfosit B aktif, diferensiasi sel prekursor monosit, dan modulasi

proliferasi sel.

Page 41: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

24

2.2 Kerangka Teori4,15

Faktor risiko osteoporosis

Lanjut Usia

Faktor yang dapat diubah

Faktor yang tidak dapat diubah

Meningkatkan risiko fraktur

Penurunan densitas massa tulang

Gangguan fungsi osteoblas

Indeks Massa Tubuh

Defisiensi Kalsium

Defisiensi vitamin D

Penurunan sekresi estrogen

& IGF 1

Penurunan aktivitas fisik

Penurunan absorbsi

Ca di usus

Osteoporosis

Page 42: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

25

2.3 Kerangka Konsep

Konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D)

Densitas Massa Tulang Calcaneal

Faktor :

1. Usia 2. Indeks Massa

Tubuh 3. Jenis Kelamin

Page 43: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

26

2.4 Definisi Operasional

N

o Variabel Definisi Pengukur Alat Ukur

Cara

Pengukuran Skala Pengukuran SCORE

1.

Densitas

Massa

Tulang

Calcaneal

Pengukuran

osteoporosis

diukur

berdasarkan

densitas massa

tulang yang

dinilai melalui

tulang

calcaneus

responden.

Peneliti

Quanti-

tative

ultrasound

(QUS)

Bagian

Calcaneal

pasien

dimasukan ke

dalam QUS

kemudian

perhitungan

dimulai dan

diakhiri

dengan

keluarnya

hasil berupa

T-score.

Kategorik

T-score alat QUS29

1. Normal : ≥ 3,0 SD

2. osteopenia : 1,89-

3,0 SD

3. osteoporosis : ≤

1,9 SD

2.

Konsentrasi

serum

vitamin D

Konsentrasi

serum Vitamin

D(25(OH)D)

yang

terkandung

dalam darah.

Laboran dan

Peneliti

Chemo-

lumninescen

immuno

assay

Pengambilan

sampel darah

dilakukan

pada pagi hari

setelah puasa

makan 12 jam

pada malam

sebelumnya

Kategorik

1. Sufisien

(>50-125

nmol/l)

2. Insufisien

(25-50

nmol/l)

3. Defisien

(<25

nmol/l)

Sumber : (Heaney &

Weaver 2003)

(Holick 2004)

3.

Usia

Keterangan

umur

kronologis

(dalam tahun).

Peneliti

Wawancara

Kategori

1. Lansia awal : 60-

69 tahun

2.Lansia Madia : 70-

79 tahun

Page 44: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

27

Sumber : Badan

Pusat Statistik, 2013

4.

Jenis

Kelamin

Jenis kelamin

responden

yang dibagi

menjadi

kelompok laki-

laki dan

perempuan

Peneliti

Kuisioner

Wawancara

Nominal

1. Laki-laki

2. Perempuan

5.

Indeks

Massa

Tubuh

Keterangan

angka yang

didapatkan

dari rasio berat

badan terhadap

tinggi badan.

Peneliti

Timbangan

dan meteran

Berat badan

(kg) dibagi

dengan

kuadrat tinggi

badan (m2)

Kategorik

1.Underweight : <17

kg/m2

2.Normoweight:

17,0 – 18,4 kg/m2

3.Overweight : 18,5-

25,0 kg/m2

4.Obesitasitas tipe 1

: 25,1-27,0 kg/m2

Page 45: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah cross-sectional untuk mengetahui

hubungan konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa

tulang calcaneal pada lansia di KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2017.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu : Februari-Mei 2017

Tempat : KPKM Reni Jaya, Pamulang

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target : Semua individu dengan usia ≥ 60 tahun

Populasi terjangkau : Semua individu dengan usia ≥ 60 tahun yang

datang berobat ke KPKM Reni Jaya, Pamulang

Sampel : Semua individu dengan usia ≥ 60 tahun yang

berada di sekitar KPKM Reni Jaya, Pamulang dan

datang ke KPKM serta diperiksa konsentrasi serum

vitamin D (25(OH)D) dan densitas massa

tulangnya.

3.4 Jumlah Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analitik

korelatif dengan perhitungan sebagai berikut :

n = { 𝐙𝛂+𝐙𝛃

𝟎,𝟓𝐥𝐧 [𝟏+𝐫𝟏−𝐫]}2 + 3

Page 46: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

29

Keterangan :

Zα = deviat baku alfa

Zẞ = deviat baku beta

r = korelasi minimal yang dianggap bermakna

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis dua arah

sehingga Zα nilainya adalah 1,64. Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar

10% maka ditetapkan bahwa Zẞ nilainya adalah 1,28. Korelasi minimal

yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,43.

n = { 𝐙𝛂+𝐙𝛃

𝟎,𝟓𝐥𝐧 [𝟏+𝐫𝟏−𝐫]}2 + 3

= {(𝟏,𝟔𝟒+𝟏,𝟐𝟖)

𝟎,𝟓𝐥𝐧 [𝟏+𝟎,𝟒𝟏−𝟎,𝟒]

}2 + 3

= { (𝟐,𝟗𝟐)

𝟎,𝟓𝐥𝐧 [𝟏,𝟒𝟑𝟎,𝟓𝟕]

}2 + 3

= { (𝟑,𝟐𝟒𝟐)

𝟎,𝟓𝐥𝐧 [𝟏,𝟒𝟑𝟎,𝟓𝟕]

}2 + 3

= { (𝟑,𝟐𝟒𝟐)𝟎,𝟓𝐥 𝐧𝟐,𝟓𝟎

}2 + 3

= {(𝟑,𝟐𝟒𝟐)𝟎,𝟒𝟓

}2 + 3

= (7,20)2 + 3

= 51,89 + 3

= 54,89 Besar sampel minimal

Page 47: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

30

Dengan demikian, besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam

penelitian ini sebesar 55 orang.

3.5 Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah consecutive sampling, yaitu menjadikan setiap pasien yang datang

berobat ke KPKM Reni Jaya sebagai sampel dimana pasien tersebut

masuk kedalam kriteria inklusi subjek penelitian.

3.6 Kriteria Sampel Penelitian

3.6.1 Kriteria inklusi :

1. Usia ≥ 60 tahun

2. Lansia yang datang ke KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.6.2 Kriteria eksklusi :

1. Lansia yang rutin mengkonsumsi obat-obatan glukokortikoid

2. Lansia yang menderita keganasan

3. Lansia yang menderita penyakit endokrin

3.7 Alat dan Bahan

1. Peralatan cek darah untuk mengukur konsentrasi serum vitamin D

(25(OH)D)

2. Bolpoin, Kertas

3. Laptop

4. Densitometri Quantitative ultrasound (HOLOGIC SAHARA

Clinical Bone Sonometer)

5. Program software Statistical Package for the Social Sciences 22

(SPSS 22)

Page 48: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

31

3.8 Alur Kerja Penelitian

Persiapan penelitian

Perizinan ke KPKM Reni Jaya, Pamulang

Diskusi dengan ketua KPKM Reni Jaya, Pamulang terkait waktu pelaksanaan yang

tepat untuk dilakukannya penelitian

Melakukan pemeriksaan berat badan

dan tinggi badan

Pengambilan sampel darah pasien

Penyajian dan analisa data

Melakukan informed consent, wawancara, dan pengisian kuisioner

Pemeriksaan konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) pada darah pasien

Pengiriman sampel ke laboratorium Prodia

Pengukuran densitas massa tulang dengan alat QUS yang dilakukan oleh peneliti

Hasil pemeriksaan diterima oleh peneliti

Page 49: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

32

3.9 Cara Kerja Penelitian

1. Melakukan persiapan penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mengurus surat perizinan untuk melakukan penelitian di KPKM Reni

Jaya, Pamulang.

3. Melakukan diskusi dengan ketua KPKM Reni Jaya, Pamulang terkait

waktu pelaksaan yang tepat untuk dilakukannya penelitian.

4. Melakukan pendataan pasien lansia yang rutin datang ke KPKM Reni

Jaya, Pamulang.

5. Melakukan informed consent kepada responden

6. Melakukan pemeriksaan berat badan dan tinggi badan.

7. Melakukan cek darah untuk menilai konsentrasi serum vitamind D

(25(OH)D).

8. Melakukan pemeriksaan densitas massa tulang pada tulang calcaneus

dengan menggunakan alat densitometri Hologic Sahara Quantitative

Ultrasound.

9. Melakukan dokumentasi dan perekapan data yang didapat.

10. Mengolah data yang ada dengan menggunakan program SPSS pada

komputer.

11. Melakukan analisis data dari hasil program SPSS.

3.10 Identifikasi Variabel

3.10.1 Variabel terikat (dependen)

Densitas massa tulang calcaneus yang digambarkan dengan nilai estimated

heel T-score dalam skala kategorik.

3.10.2 Variabel bebas (independen)

Konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) yang digambarkan dalam skala

kategorik.

Page 50: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

33

3.11 Rencana Manajemen Data

3.11.1 Pengolahan data

1. Coding, pemberian kode pada masing-masing data yang sesuai dengan

kriteria masing-masing.

2. Entry, memasukan data yang ada ke dalam program komputer.

3. Editing, memilah kelengkapan jawaban dan tulisan yang jelas.

3.11.2 Analisis data

Setelah dilakukan pengolahan data menggunakan program SPSS versi 22

pada komputer, penulis melakukan analisis data menggunakan analisis

bivariat dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kedua variabel. Dimana

kedua variabel tersebut terdiri atas konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D)

dimana bertindak sebagai variabel independen dan densitas massa tulang pada

tulang calcaneus bertindak sebagai variabel dependen.

Pada saat melakukan uji analisis bivariat, penulis menggunakan uji Chi-

square untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel karena kedua

variabel tergolong kedalam jenis data kategorik sehingga didapatkan data P-

Value. Sementara untuk menilai uji korelasi penulis menggunakan uji

korelasi Spearman sehingga data yang didapatkan adalah nilai r.

Selain melakukan uji analisis bivariat, penulis melakukan uji analisis

multivariat dengan tujuan untuk melihat faktor-faktor lain yang dapat

mempengaruhi hubungan kedua variabel diatas.

Page 51: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

terletak di Reni Jaya, Pamulang. Penelitian berlangsung dari bulan Februari-Mei

2017 dimana data yang diambil menggunakan data primer. Responden dalam

penelitian ini berjumlah 60 orang lansia yaitu usia ≥60 tahun yang datang ke

KPKM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah bersedia untuk dijadikan

sebagai responden. Data yang diambil berupa konsentrasi serum vitamin D yang

diambil melalui darah pasien yang bekerjasama dengan laboratorium Prodia serta

pemeriksaan densitas massa tulang calcaneal yang dinilai dengan melihat

estimated heel T-score responden dengan menggunakan alat Hologic Sahara

Quantitative Ultrasound (QUS).

4.1. Karakteristik Responden

4.1.1. Usia responden

Tabel 4.1. Usia responden

KATEGORI FREKUENSI (n) PERSENTASE (%)

Lansia Muda (60-69

tahun)

46 76,7

Lansia Madia (70-79

tahun)

14 23,3

Total 60 100

Hasil data yang didapat dari responden, yaitu lansia usia ≥60 tahun

terdapat 46 orang (76,7%) lansia muda , dengan rentang usia 60-69 tahun dan 14

orang (23,3%) lansia madya yang berusia 70-79 tahun. Dimana usia tertua yaitu

76 tahun dengan rata-rata usia 65,90 (SD = 4,686). Data ini diperoleh dari hasil

wawancara langsung dengan responden.

Page 52: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

35

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa risiko peningkatan

densitas massa tulang kerap meningkat sesuai dengan pertumbuhan seseorang.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Prihatin dkk, 2010) dengan menggunakan studi

cross sectional yang menyatakan bahwa osteoporosis sebagaian besar diderita

pada usia ≥ 55 tahun dengan hubungan yang bermakna (p<0,05) sehingga

semakin tua seseorang kecenderungan untuk mengalami risiko osteoporosis

semakin besar1. Hal ini dapat terjadi karena proses mineralisasi tulang cenderung

berhenti saat usia >25 tahun dan mengalami ketetapan hingga usia 40 tahun

(Tandra dkk, 2009)2. Oleh karena itu, faktor usia sangat berpengaruh terhadap

densitas massa tulang setiap individu.

Grafik 4.1. Usia Responden

4.1.2. Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.2. Jenis kelamin responden

KATEGORI FREKUENSI (n) PERSENTASE (%)

Laki-laki 17 28,3

Perempuan 43 71,7

Total 60 100

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

60-69 tahun 70-79 tahun

Frek

uens

i

Usia

frekuensi

frekuensi2

Page 53: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

36

Hasil data yang didapat, dari 60 orang responden terdapat 17 orang

(28,3%) responden dengan jenis kelamin laki-laki dan 43 orang (71,7%)

responden dengan jenis kelamin perempuan. Data ini diambil melalui proses

wawancara dengan responden. Dari penelitian ini proporsi perempuan menempati

tempat terbanyak dibandingkan pria. Untuk itu didapatkan bahwa risiko

penurunan densitas massa tulang lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini dapat

terjadi karena pengaruh dari faktor homonal dimana penurunan kadar estrogen

terjadi pasca menopause3.

Grafik 4.2 Jenis kelamin responden

4.1.3. Indeks Massa Tubuh (IMT) Responden

Tabel 4.3. Indeks massa tubuh responden

KATEGORI FREKUENSI (n) PERSENTASE (%)

IMT kurang (<17) 2 3,3

IMT Normal (17-18,4) 1 1,7

IMT Overweight (18,5-

25,0)

31 51,7

IMT Obese 1 (25,1-27) 26 43,3

Total 60 100

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Perempuan Laki-laki

Frek

uens

i

Jenis Kelamin

Frekuensi

Frekuensi2

Page 54: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

37

Pengukuran indeks massa tubuh responden dilakukan dengan

menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan di KPKM Reni Jaya. Alat

yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa timbangan digital dan meteran.

Data ini diambil dengan menghitung jumlah indeks massa tubuh responden yaitu

berat badan dibagi dalam satuan kilogram (kg) dibagi dengan tinggi badan dalam

satuan meter persegi (m2).

Hasil data yang didapat dari responden, dari 60 orang responden terdapat 2

orang (3,3%) yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) kurang (<17 kg/m2), 1

orang (1,6%) memiliki IMT normal (18,5-25,0 kg/m2), 31 orang (51,7%)

memiliki IMT berlebih atau overweight (18,5-25,0 kg/m2), dan selebihnya 26

orang (43,3%) orang memiliki IMT obesitas tipe 1 (25,1-27 kg/m2).

Grafik 4.3. Indeks massa tubuh responden

0

5

10

15

20

25

30

35

underweight normoweight overweight obesitas tipe 1

Frek

uens

i

Indeks massa tubuh

Frekuensi

Page 55: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

38

4.1.4. Densitas Massa Tulang Calcaneal Responden

Tabel 4.4. Densitas massa tulang calcaneal responden

KATEGORI FREKUENSI (n) PERSENTASE (%)

(-1,89) -(+3,0) SD 19 31,7

≤ (-1,9) SD 41 68,3

Total 60 100

Hasil data yang diukur dari tulang calcaneal responden, dari 60 orang

responden terdapat 19 orang (31,7%) dikategorikan osteopenia dengan nilai t-

score (1,89)-(3,0) SD dan 46 orang (68,3%) dikategorikan osteoporosis dengan

nilai T-score dalam rentang ≤ (-1,9). Sedangkan responden yang memiliki

densitas massa tulang yang normal tidak ada.

Data ini diambil secara langsung oleh peneliti melalui pengukuran tulang

calcaneal dengan menggunakan alat Hologic Sahara Quantitative Ultrasound.

Dari pengukuran tersebut terdapat tiga hasil yang diberikan yaitu T-score,

QUI/STF, dan estimated heel T-score. Namun, hasil yang diambil adalah dengan

melihat nilai estimated heel T-score karena memiliki cut off value yang sama

berdasarkan klasifikasi osteoporosis menurut WHO.

Dari intepretasi di atas dapat dikatakan sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Andriani,2016 yang menggambarkan bahwa kepadatan massa

tulang terbanyak terjadi pada pasien tidak normal yaitu sebanyak 101 orang.

Namun kelompok terbanyak yang memiliki densitas massa tulang yang lebih

besar adalah osteopenia sebanyak 57 orang (51,8%) dibandingkan kelompok

osteoporosis sebanyak 44 orang (40%)4.

Page 56: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

39

Grafik 4.4. Densitas massa tulang calcaneal responden

4.1.5. Konsentrasi Serum Vitamin D (25(OH)D

Tabel 4.5. Konsentrasi Serum Vitamin D (25(OH)D) Responden

KATEGORI FREKUENSI (n) PERSENTASE (%)

Sufisien (>50-125

nmol/l)

20 33,3

Insufisien (25-50 nmol/l)

31 51,7

Defisien (<25 nmol/l) 9 15,0

Total 60 100

Konsentrasi serum vitamin D diambil melalui pengambilan darah pasien

dengan bekerjasama dengan laboratorium Prodia. Saat pengambilan data, pasien

telah bersedia. Konsentrasi serum vitamin D diukur dalam satuan nmol/L. Dari 60

responden, terdapat 20 orang (33,3%) masuk dalam kategori sufisien, 31 orang

(51,7%) masuk dalam kategori insufisien, dan sisanya sebanyak 9 orang (15,0%)

masuk dalam kategori defisiensi. Dari penelitian ini, sejalan dengan hasil

penelitian Siti Setiati dkk, 2015 mengenai determinan diagnostik klinis defisiensi

vitamin D pada wanita berusia > 50 tahun dengan menggunakan model penelitian

cross sectional dimana hasil terbanyak didapatkan pada kelompok insufisiensi

pada lansia yaitu sebanyak 75,8%, kelompok defisiensi sebanyak 15,8% dan

subjek yang mempunyai kadar vitamin D sufisien sebanyak 8,3%5.

0

10

20

30

40

50

Osteopenia OsteoporosisFr

ekue

nsi

Densitas massa tulang calcaneal

Frekuensi

Page 57: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

40

Grafik 4.5. Konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) responden

4.2. Korelasi antara Konsentrasi Serum Vitamin D (25(OH)D) dengan

Densitas Massa Tulang Calcaneal dalam Bentuk estimated heel T-Score

Tabel 4.6. Korelasi antara konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan

densitas massa tulang calcaneal dalam bentuk estimated heel T-Score

Untuk mengetahui hubungan konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D)

dengan estimated heel T-score pada responden digunakan analisis bivariat dimana

kedua variabel tergolong kedalam jenis data kategorik. Untuk itu uji analisis yang

digunakan adalah uji Chi square karena data ini menggunakan tabel 2x3 maka,

hasil dilihat dari nilai Pearson Chi-Square sehingga didapatkan nilai p-value

sebesar 0,159 dimana Ho diterima. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara

konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa tulang calcaneal

dalam bentuk estimated heel T-score tidak signifikan.

0

5

10

15

20

25

30

35

Sufisien Insufisien Defisien

Frek

uens

i

Konsentrasi serum vitamin D

Frekuensi

KORELASI P VALUE TANDA KOEFISIEN

KORELASI (r)

Konsentrasi serum

Vitamin D (25(OH)D)

dengan Densitas Massa

Tulang Calcaneal

0,159 (+)

Positif

0,07

Page 58: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

41

Untuk mengetahui nilai korelasi antara serum vitamin D (25(OH)D)

dengan densitas massa tulang calcaneal responden, penulis menggunakan uji

korelasi Spearman sehingga didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,07

yang artinya hubungan antara dua variabel sangat lemah. Tanda positif

menunjukkan hasil antara dua variabel adalah sebanding yang artinya hubungan

antara dua variabel menyatakan bahwa responden dengan konsentrasi serum

vitamin D (25(OH)D) yang tinggi memiliki hasil densitas massa tulang yang

tinggi juga.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Mir Sadat Ali, dkk,

2011 yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

konsentrasi serum vitamin d level dengan densitas massa tulang dimana

digambarkan dari kelompok responden yang tergolong dalam kelompok

insufisiensi, terdapat 84,2% wanita dan 88,9% pria memiliki densitas massa

tulang yang rendah dan ditemukan tidak ada yang memiliki densitas massa tulang

yang normal7.

Tabel 4.7. Hasil tabulasi silang antara konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D)

dengan densitas massa tulang calcaneal dalam bentuk estimated heel T-Score

Pada penelitian ini, hasil dari data tabulasi silang di atas menggambarkan

bahwa terdapat 5 orang (25%) responden dengan konsentrasi serum vitamin d

sufisien (50-125nmol/L) yang memiliki densitas massa tulang antara (-1,89)-

(+3,0). Sedangkan 15 orang dengan konsentrasi serum vitamin D sufisien

memiliki densitas ≤-1,9 SD.

KORELASI Kategori

Densitas Massa Tulang Calcaneal (T-score)

Total (-1,89)-(+3,0) ≤-1,9 SD

Konsentrasi serum Vitamin D

(25(OH)D) dengan Densitas

Massa Tulang Calcaneal

Sufisien 5 (25%) 15 (75,0%) 20 (100,0%)

Insufisien 13 (41,9%) 18 (58,1%) 31 (100,0%)

Defisien 1 (11,1%) 8 (88,9%) 9 (100,0%)

Total 19 41 60

Page 59: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

42

Data lainnya menggambarkan bahwa responden yang tergabung dalam

kelompok insufisien sebanyak 13 orang (41,9%) dimana memiliki densitas

massa tulang antara (-1,89)-(+3,0) serta 18 orang (58,1%) dengan konsentrasi

serum vitamin D insufisien memiliki densitas ≤-1,9 SD.

Intepretasi terhadap responden yang memiliki konsentrasi serum vitamin

D defisien dengan densitas massa tulang antara (-1,89)-(+3,0) ada sebanyak 1

orang (11,1%). Sedangkan 8 orang (88,9%) lainnya yang memiliki konsentrasi

serum vitamin D defisien dengan densitas massa tulang ≤-1,9 SD ada sebanyak 8

orang (88,8%).

Dari data di atas dapat dikatakan bahwa hasil dari tabulasi silang dapat

menjawab Ho, namun tidak dapat melihat pengaruh antara 2 variabel. Untuk

mengetahui seberapa besar risiko yang ditimbulkan serta untuk mengetahui ada

tidaknya faktor perancu maka digunakan uji analisis regresi logistik biner.

Tabel 4.8. Hasil analisis regresi logistik biner

Hasil data tabel di atas menggambarkan bahwa responden yang tergolong

dalam kelompok sufisien memiliki kecenderungan 0,426 kali dibandingkan

dengan responden kelompok defisien untuk memiliki kecenderungan mengalami

osteoporosis dengan nilai T-score ≤-1,9 SD dengan p-value sebesar 0,525.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara konsentrasi serum vitamin D

seseorang dengan densitas massa tulang calcaneal pada lansia tidak signifikan.

Konsentrasi Serum

Vitamin D

B Exp (B) SIG

Konsentrasi Serum

Vitamin D Sufisien

(-0,807) 0,426 0,525

Konsentrasi Serum

Vitamin D Insufisien

(-1,746) 0,175 0,121

Page 60: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

43

4.3 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Densitas Massa Tulang

Calcaneal

Beberapa faktor perancu yang mungkin dapat mempengaruhi densitas

massa tulang antara lain ada usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh. Untuk

mengetahui faktor perancu yang dapat mempengaruhi variabel digunakan uji

analisis regresi biner. Setelah dilakukan uji regresi logistik biner, didapatkan hasil

data sebagai berikut :

1. Pengaruh usia dengan densitas massa tulang calcaneal

Tabel 4.9. Pengaruh usia terhadap densitas massa tulang calcaneal

Hasil data tabel di atas menggambarkan bahwa responden dengan usia

60-69 tahun memiliki kecenderungan 1,554 kali dibanding responden yang

berusia 70-79 tahun untuk memiliki kecenderungan mengalami osteoporosis

dengan nilai T-score ≤-1,9 SD dengan p-value sebesar 0,594. Sehingga dapat

diasumsikan bahwa variabel yang lainnya adalah konstan serta berdasarkan dari

hasil uji statistik di atas menyatakan bahwa pengaruh usia tidak memberikan

pengaruh yang signifikan dengan densitas massa tulang calcaneal pada lansia.

2. Pengaruh jenis kelamin dengan densitas massa tulang calcaneal

Tabel 4.10. Pengaruh jenis kelamin terhadap densitas massa tulang calcaneal

Hasil data tabel di atas menggambarkan bahwa responden dengan jenis

kelamin laki-laki memiliki kecenderungan 0,621 kali dibandingkan dengan

responden dengan jenis kelamin perempuan untuk memiliki kecenderungan

USIA B Exp (B) SIG

60-69 tahun (0,441) 1,554 0,594

Jenis Kelamin B Exp (B) SIG

Laki-laki (-0,476) 0,621 0,530

Page 61: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

44

mengalami osteoporosis dengan nilai T-score ≤-1,9 SD dengan p-value sebesar

0,530. Sehingga dapat diasumsikan bahwa variabel lainnya adalah konstan serta

berdasarkan dari hasil uji statistik di atas menyatakan bahwa jenis kelamin tidak

memberikan pengaruh yang signifikan dengan densitas massa tulang calcaneal

pada lansia.

3. Pengaruh indeks massa tubuh dengan densitas massa tulang calcaneal

Tabel 4.11. Pengaruh indeks massa tubuh terhadap densitas massa tulang

calcaneal

Intepretasi dari data di atas menggambarkan bahwa responden yang

memiliki indeks massa tubuh pada kelompok overweight (>18,5-25,0 kg/m2)

memiliki kecenderungan 1,130 kali dibandingkan dengan responden dengan

indeks massa tubuh pada kelompok obesitas tipe 1 sehingga memiliki

kecenderungan untuk mengalami osteoporosis dengan nilai T-score ≤-1,9 SD

dengan p-value sebesar 0,837.

Intepretasi dari data di atas menggambarkan bahwa responden yang

memiliki indeks massa tubuh pada kelompok normal (17,0-18,4 kg/m2) memiliki

kecenderungan 555868948,9 kali dibandingkan dengan responden dengan indeks

massa tubuh pada kelompok obesitas tipe 1 sehingga memiliki kecenderungan

untuk mengalami osteoporosis dengan nilai T-score ≤-1,9 SD dengan p-value

sebesar 0,999.

Intepretasi dari data di atas menggambarkan bahwa responden yang

memiliki indeks massa tubuh pada kelompok underweight (<17kg/m2) memiliki

kecenderungan 1,130 kali dibandingkan dengan responden dengan indeks massa

Indeks Massa Tubuh B Exp (B) SIG

Underweight (<17kg/m2) 0,123 1,130 0,837

Normal (17,0-18,4 kg/m2) 20,136 555868948,9 0,999

Overweight(25,1-27,0

kg/m2)

0,123 1,130 0,837

Page 62: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

45

tubuh pada kelompok obesitas tipe 1 sehingga memiliki kecenderungan untuk

mengalami osteoporosis dengan nilai T-score ≤-1,9 SD dengan p-value sebesar

0,837.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa variabel yang lainnya adalah konstan

serta berdasarkan dari hasil uji statistik di atas menyatakan bahwa indeks massa

tubuh tidak memberikan pengaruh yang signifikan dengan densitas massa tulang

calcaneal pada lansia.

4. Pengaruh konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa

tulang calcaneal

Tabel 4.12. Pengaruh konsentrasi Serum Vitamin D (25(OH)D) dengan densitas

massa tulang calcaneal

Intepretasi dari data di atas menggambarkan bahwa responden yang

memiliki konsentrasi serum vitamin D pada kelompok sufisien (>50-125nmol/L)

memiliki kecenderungan 0,446 kali dibandingkan dengan responden kelompok

defisien (<25nmol/L) sehingga memiliki kecenderungan untuk mengalami

osteoporosis dengan p-value sebesar 0,525.

Intepretasi dari data di atas menggambarkan bahwa responden yang

memiliki konsentrasi serum vitamin D pada kelompok insufisien (25-50nmol/L)

memiliki kecenderungan 0,175 kali dibandingkan dengan responden kelompok

defisien (<25nmol/L) sehingga memiliki kecenderungan untuk mengalami

osteoporosis dengan p-value sebesar 0,121.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa variabel yang lainnya adalah konstan

serta berdasarkan dari hasil uji statistik di atas menyatakan konsentrasi serum

Konsentrasi Serum

Vitamin D

B Exp (B) SIG

Sufisien (>50-125nmol/L) (-0,807) 0,446 0,525

Insufisien (25-50nmol/L) (-1,746) 0,175 0,121

Page 63: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

46

vitamin D (25(OH)D) tidak memberikan pengaruh yang signifikan dengan

densitas massa tulang calcaneal pada lansia.

4.4 Keterbatasan Penelitian

1. Transportasi, menjadi kendala bagi responden untuk ikut turut hadir dalam

penelitian ini karena responden yang sudah memasuki usia lanjut

mengalami kesulitan datang ke KPKM Reni Jaya dan ditambah rumah

responden yang jaraknya cukup jauh dari KPKM Reni Jaya.

2. Hasil pemeriksaan alat densitometri QUS tidak dapat dicetak sehingga

peneliti tidak dapat melihat hasil dalam bentuk fisik.

3. Parameter yang digunakan masih belum terstandardisasi dalam menilai

densitas massa tulang menggunakan alat QUS.

4. Proses pengambilan sampel darah yang dilakukan oleh pihak Prodia

sehingga peneliti tidak dapat mengetahui lebih lanjut mengenai alat dan

reagen yang digunakan.

Page 64: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

47

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pada penelitian ini, tidak didapatkan hasil yang bermakna antara

konsentrasi serum vitamin D (25(OH)D) dengan densitas massa tulang calcaneal

lansia di KPKM Reni Jaya, Pamulang tahun 2017 dengan nilai P-value 0,159 dan

nilai korelasi (r) 0,07, dimana hal ini menunjukan bahwa konsentrasi serum

vitamin D (25(OH)D) tidak memberikan pengaruh secara signifikan dengan

densitas massa tulang calcaneal pada lansia setelah dikontrol dengan cofounding

factor yaitu usia, jenis kelamin, dan IMT.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti terdapat beberapa

saran, yang diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Bagi Masyarakat

1) Bagi lansia, khususnya bapak/ibu yang terdiagnosis osteopororsis

untuk menghindari kejadian yang dapat memperparah osteoporosis

seperti fractur, dll. Dan tatalaksana segera apabila telah

mengalaminya.

2) Bagi lansia, yang memiliki faktor risiko osteoporosis untuk

mencoba melakukan deteksi dini diinstansi-instansi kesehatan

terdekat guna menghindari risiko lebih lanjut dari osteoporosis,

serta senantiasa untuk membiasakan diri melakukan aktivitas fisik

ringan, berjemur, dan hindari risiko jatuh.

3) Bagi remaja dan dewasa muda, untuk selalu menjauhi faktor risiko

terjadinya osteoporosis dan memenuhi asupan kalsium serta

vitamin D sedini mungkin. Selain itu, perbanyak aktifitas fisik agar

dapat menguatkan tulang dan hindari risiko fractur , jauhi rokok

dan konsumsi alkohol, serta hindari mengkonsumsi obat-obatan

glukortikoid dalam jangka lama.

Page 65: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

48

b. Bagi Peneliti Lain

1) Bagi peneliti lain, disarankan untuk melanjutkan penelitian yang

dilakukan oleh penulis serta menambah jumlah responden ya.

2) Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan alat

diagnostik yang sesuai dengan standar baku WHO yaitu DXA

untuk mempertajam hasil diagnosa osteoporosis pada pasien.

3) Untuk penelitian selanjutnya, ada baiknya untuk melakukan

edukasi preventif untuk pasien terutama terkait kesehatan tulang.

c. Bagi Pemerintah

1) Sebaiknya diadakan screening untuk mendeteksi osteoporosis

pada instansi kesehatan primer. Serta menyiapkan alatnya agar

lansia dapat mengetahui lebih dini terkait penyakit ini dan lebih

waspada terhadap kejadiannya.

2) Sebaiknya disediakan alat-alat untuk mendeteksi osteoporosis pada

lansia di instansi kesehatan primer dengan alat-alat sederhana

seperti quantitative ultrasound.

Page 66: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

49

BAB VI

KERJASAMA PENELITIAN

Riset ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset

Osteoarthritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid serta

dibawah bimbingannya.

Page 67: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

50

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik.. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014 Hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional.Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2015.

2. Marjan, A. Q dan Marliyati, S.A. Hubungan antara pola konsumsi pangan dan

aktivias fisik dengan kejadian osteoporosis pada lansia di panti wedha bogor.

Jurnal gizi dan pangan.2013; 8)2):123-128

3. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. InfoDATIN Data dan Kondisi Penyakit

Osteoporosis di Indonesia. Jakarta. Puslitbang. 2015

4. International Osteoporosis Foundation. Osteoporosis and You. [diakses pada

25/2/2016] diunduh dari www.iofbonehealth.org.2014:2,10.

5. Vera, Setiati siti, Govinda Arya. Determinan diagnostik klinis defisiensi vitamin

D pada wanita berusia lebih dari 50 tahun. [dikutip pada Juli 2017] diunduh

dari www.jurnalpenyakitdalam.com/index.php/jpdi/article/download/94/90

6. Hall JE, Guyton AC. Guyton dan hall buku ajar fisiologi kedokteran.2014. 12.

7. Sadat-Ali M, Al Elq AH, Al-Turki HA, Al-Mulhim FA, Al-Ali AK.

Influence of vitamin D levels on bone mineral density and osteoporosis.

Annals of Saudi Medicine. [diakses pada Juli 2017] dikutip

dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3221132/

8. Yulia C, Darningsih S. Hubungan kalsium dengan ricketsia, osteomalcia, dan

osteoarthritis. [diakses pada Juli 2017].Diunduh

dari: http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN-

KELUARGA/198007012005012CICA-

YULIA/HUBUNGAN_KALSIUM_DENGAN_RICKETSIA.pdf.

9. Solomon L. In: Jamieson G, Naish F, editors. Apley’s System of

Orthopaedics and Fractures. 9th Ed. India: Replika Press; 2010. 10. Kuchuk NO, va Schoor NM, Pluijm SM, Chinese A, Lips P. Vitamin D status,

parathyroid function, bone turnover, and BMD in post menopausal women with

osteoporosis: global perspective. Journal of Bone and Mineral Research 2009;

24:693-701.

11. Sherwood, L. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem edisi 8. Jakarta.

EGC.2014.

12. Swales C, Ni;strode C. At a glance reumatologi, ortopedi, dan trauma edisi

kedua. Erlangga, 2015.

Page 68: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

51

13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6

; alih bahasa, Brahm U.Pendit [et.all]. Jakarta. EGC, 2005.

14. U.S. Department of Health and Human Services. Bone health and

osteoporosis: a report of the surgeon general. Rockville MD: U.S.

Department of Health and Human Services, Office of The Surgeon

General. 2004. [dikutip : Juli 2017] diunduh

dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK45513/

15. Sudoyo AW, Setiohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5. Jakarta: Interna, 2009.

16. Anonim.2015.OsteoporosisOverview.[diakses pada Januari 2017]

Diunduh:https://www.niams.nih.gov/help_info/bone/osteoporosis/overvie

w.asp

17. Assessment of fracture risk and its application to screening for post-

menopausal osteoporosis. Report of a WHO Study Group. World Health

Organ Tech Rep Ser 843:1=129,1994.

18. Cameron JR, Sorensosn J: Measurement of bone mineral in vivo : An

improved method. Science 142:230-232,1963.

19. Godwin PN:Methodologies for the measurement of bone density and their

precision and accuracy. Semin Nucl Med 17:293-304, 1987

20. Kwang J. Chun. Bone densitometry. Semin Nucl Med 41:220-228,2011.

21. Langton CM and Njeh CF (2008). The measurement of broadband

ultrasonic attenuation in calcallous bone—a review of the science and

technology. IEEE Trans Ultrason Ferroelectr Freq Control 55, 1546-1554.

22. Jenkins DK. Assessing bone mass with QUS-2 calcaneal ultrasonometer.

[diakses pada Juli 2017] diunduh pada

: http://biomedx.com/bones/docs/QUS-2_Review.pdf.

23. Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper Edisi 29. Jakarta:

EGC.2014.

24. Prihatini, S., Mahirawati, VK,.Jahari, A.B., Sudiman,H.,2010. Faktor

Determinan Risiko Osteoporosis di Tiga Provinsi di Indonesia. Media

Litbang Kesehatan, Volume XX Nomor 2:91-99. [diakses pada Juni 2017]

Page 69: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

52

diunduh

dari: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/787

25. Tandra, H. Osteoporosis Mengenal, Mengatasi, dan Mencegah Tulang

Keropos. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2009.

26. Compston J, Cooper A, Cooper C, Francis R, Kanis JA, Marsh D, et al.

Guideline for the diagnosis and management of osteoporosis in

postmenopausal women and men from the age of 50 years in the UK.

London: National Osteoporosis Guideline Group. 2014

27. Andriana, Ria. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepadatan

tulang pada lansia awal di puskesmas pisangan tangerang selatan tahun

2016. 28. Syahrial, D. Elnovriza. Pengaruh Asupan Zat Gizi dan Aktivitas Fisik terhadap

Kesehatan tulang pada wanita usia 40-65 tahun di puskesmas nanggalo kota

padang. Jurnal kesehatan masyarakat. 2011; (5):2 [diakses Juni 2017] diunduh

dari : http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/154/151

29. Anonim.Diakses Juli 2017, diunduh

dari: http://fusionmedical.com.sg/bone/.

Page 70: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

53

LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian

Page 71: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

54

(lanjutan)

Page 72: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

55

Lampiran 2. Proses Pengambilan Darah dan Pemeriksaan Densitas Massa Tulang

Page 73: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

56

(Lanjutan)

Page 74: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

57

Lampiran 3. Hasil Analisis Penelitian

A. Analisis Deskriptif

1.

Page 75: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

58

(Lanjutan)

Page 76: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

59

(Lanjutan)

Page 77: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

60

(Lanjutan)

B. Hasil Analisis Bivariat

Page 78: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

61

(Lanjutan)

Page 79: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

62

(Lanjutan)

C. Hasil Analisis Multivariat

Page 80: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

63

Lampiran 4. Surat Etik

Riset ini merupakan bagian kerjasama riset mahasiswa dan kelompok riset Osteoarthritis dan Osteoporosis pada lansia di KPKM Reni Jaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dibiayai oleh dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid serta dibawah bimbingannya.

Page 81: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

64

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

Page 82: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

65

Lampiran 6. Lembar Informed Consent

Penelitian yang Berjudul

HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN

DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Assalamu’alaikum wr wb

Saya Ning Indah Indah Permata Sari Herman, mahasiswi S1 Program Studi

Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta bersama dengan kelompok riset dari KPKM Reni Jaya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di bawah bimbingan dr.Achmad Zaki, Sp.OT,

M.Epid sedang melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

hubungan konsentrasi vitamin D dengan densitas massa tulang calcaneal pada

lansia. Penelitian ini sebagai salah satu prasyarat bagi saya untuk menyelesaikan

studi S1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Melalui penelitian ini dapat diketahui pencegahan terhadap salah satu faktor risiko

yang menyebabkan osteporosis, yaitu defisiensi vitamin D. Semua informasi dari

responden akan kami jaga kerahasiannya. Oleh karena itu, kami mohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi responden penelitian kami.

Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami, silakan mengisi

identitas dan tanda tangan di bawah ini.

Terima kasih atas perhatian dan ketersediaan Bapak/Ibu sekalian

Wassalam’alaikum wr wb

Yang menyetujui

Peneliti Responden

( ) ( )

Page 83: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

66

Lampiran 7. Lembar Data Penelitian Responden

HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN

DENSITAS MASSA TULANG CALCANEAL PADA LANSIA DI KLINIK

PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT RENI JAYA UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2017

Identitas Subjek Penelitian

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Alamat :

Nomor telp. :

Pemeriksaan Fisik

Indeks Massa Tubuh : BB : kg

TB : cm

IMT : kg/m2

Pemeriksaan Laboratorium

Vitamin D : nmol/L

Pemeriksaan Densitas Massa Tulang Calcaneal (Densitometri)

Estimated Heel T-score :

Page 84: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

67

Lampiran 8. CurriculumVitae

CURRICULUM VITAE

Nama : Ning Indah Permata Sari Herman

Nama panggilan : Ning

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal lahir : Kuala Tungkal, 10 November 1996

Usia : 20 tahun 8 bulan

Golongan darah : O

Agama : Islam

Alamat :

Telfon/Hp : 021-74700451 / 081318266214

Email : [email protected]

Pendidikan

a. TK : TK Islam Nurul Huda

b. SD : SD Islam Al Syukro Ciputat

c. SMP : SMP Islam Al Syukro Ciputat

d. SMA : SMA Avicenna Cinere

e. Universitas :

Pengalaman Organisasi

1. Ketua OSIS SMP Islam Al Syukro 2009-2010

2. Wakil Ketua Osis II SMA Avicenna Cinere 2012-2013

3. Ketua Palang Merah Remaja SMA Avicenna Cinere 2012-2013

: Perum. Taman Kedaung Jl. Taman Melati XIV blok B5/23 Kedaung, Pamulang, RT/RW 003/007, Kota Tangerang Selatan 15415

Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 85: HUBUNGAN KONSENTRASI SERUM VITAMIN D (25(OH)D) DENGAN DENSITAS MASSA TULANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36926/2/NING... · PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI

68

(Lanjutan)

4. Binsis (Bina Siswa) Paskibra SMA Avicenna Cinere 2014

5. Bendahara Umum Flamboyan Cup & Flamboyan Festival SMA

Avicenna Cinere 2014

6. VICE SCORA CIMSA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015-

2016

7. Sekretaris CIMSA Anniversary Project Jakarta 2016

8. Human Resources Development Director CIMSA UIN 2016-2017

9. Security and Transport Team YCTA : ICEBERG 2017

10. Supervisor of Training New Trainer CIMSA Regio 3 2017

Penghargaan

1. Juara 1 Lomba Debat Bahasa Indonesia Kota Depok tahun 2013

2. Best SCORANGELS Periode 3 CIMSA UIN 2015/2016