HUBUNGAN KEMITRAAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI DI PROVINSI JAWA TIMUR
-
Upload
sularno1234 -
Category
Documents
-
view
171 -
download
2
description
Transcript of HUBUNGAN KEMITRAAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI DI PROVINSI JAWA TIMUR
HUBUNGAN KEMITRAAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA
INDONESIA KE LUAR NEGERI DI PROVINSI JAWA TIMUR
SULARNO*1
ABSTRAK
Dalam perjalanan waktu, kesempatan dan keterbatasan pemerintah serta tuntutan
reformasi dirasa sangat perlu melibatkan pihak ke tiga dalam pelaksanaan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri melalui kemitraan dengan
lembaga swasta sebagai bagian yang utuh dan tidak terpisahkan dalam mengatasi
masalah pengangguran dalam negeri. Keterlibatan swasta melalui persyaratan dan
perijinan yang ketat di atur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2003
diharapkan mampu mempercepat proses penyelenggaraan penempatan TKI di luar
negeri. Lokasi penelitian diambil BP2TKI Surabaya. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Sumber data dipilih secara purposive. Data meliputi data
primer dan skunder. Teknik analisis kualitatif. Instrumen utama yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian sendiri. Obyek penelitian adalah
calon TKI yang diberangkatkan oleh BP2TKI Surabaya ke luar negeri. Dalam
hasil penelitian menyimpulkan bahwa jika kemitraan pemerintah-pemerintah
swasta diinginkan berhasil, maka pemerintah harus ; (a) melakukan reformasi
hukum yang memadai untuk mengijinkan pada sector swasta beroperasi secara
efisien dan efektif, (b) mengembangkan dan menjalankan peraturan yang jelas
pada investor swasta, (c) menghapus batasan yang tidak diperlukan dalam hal
kemampuan bersaing perusahaan swasta di pasar dan (d) memperluas peluang
bagi perusahaan swasta untuk mengembangkan kemampuan manajemen.
Kata Kunci : Hubungan Kemitraan, Penempatan TKI.
*)
Dosen Universitas Teknologi Surabaya
ABSTRACT
In the course of time, opportunity and limited government as well as demands for
reform is felt the need to involve third parties in the implementation of the
placement and protection of migrant workers abroad through partnerships with
private organizations as part of an indivisible whole and not in addressing the
problem of unemployment in the country. Private sector involvement through a
strict licensing requirements and be set in the Act No. 39 of 2003 is expected to
accelerate the process of placement of migrant workers abroad. Study sites taken
BP2TKI Surabaya. This type of research is qualitative research. Purposively
selected data source. The data include primary and secondary. Qualitative analysis
techniques. The main instruments to be used in this study is the research itself.
Research object is dispatched by the prospective migrant workers abroad BP2TKI
Surabaya. In the study concluded that if the public-private government had
desired, then the government should: (a) adequate legal reforms to allow private
sector to operate efficiently and effectively, (b) develop and execute a clear
regulation on private investors, (c) removing unnecessary restrictions in terms of
the ability of private firms competing in the market and (d) expand opportunities
for private companies to develop management skills.
Keywords: Partnership Relations, Placement TKI.
PENDAHULUAN
Kemitraan yang dibangun selama ini belum menunjukkan adanya pola
kemitraan yang jelas, dimana BP2TKI Surabaya masih menganggap bahwa
PPTKIS yang ada selama ini merupakan bagian dari bentuk pelayanan yang harus
diberikan kepada PPTKIS, sedangkan PPTKIS pada dasarnya menempatkan
BP2TKI Surabaya sebagai lembaga pemerintah secara bersama-sama
melaksanakan pola kemitraan dalam melaksanakan program penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri.
Selain itu terjadinya tarik ulur kepentingan pemerintah pusat dalam hal ini
Departemen Tenaga Kerja dan transmigrasi RI dengan pemerintah Provinsi Jawa
Timur terkait dengan keberadaan Balai Pelayanan Penempatan TKI Surabaya
dimana setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juncto
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2003 tentang pemerintah daerah yang dalam
implikasinya lembaga tersebut dimasukkan dalam Perda 35 Tahun 2000 tentang
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, sedangkan disisi lain berdasarkan Tim
Kepres Nomor : 10/3 Tim Kepres/157/2001 tanggal 21 Maret 2001 tentang Berita
Acara serah terima satuan kerja, personil, peralatan dan dokumen/arsip instansi
vertikal dari departemen/LPND yang dialihkan kepada Provinsi Jawa Timur
bahwa BP2TKI Surabaya yang merupakan UPT pada Kantor.
HUBUNGAN KEMITRAAN DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA
INDONESIA KE LUAR NEGERI DI PROVINSI JAWA TIMUR
Wilayah Departemen Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur tidak termasuk yang
diserahkan ke pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Adanya reformasi administrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
diharapkan mampu menyentuh pada kehidupan masyarakat, hal ini terungkap oleh
Marsiasmo (2004;h.69) bahwa peran pemerintah masih kuat dan menjadi pusat
layanan bagai berbagai keperluan masyarakat. Adanya tuntutan masyarakat akan
kebutuhan yang harus dilayani oleh pemerintah daerah serta keterbatasan akan
sumber-sumber yang ada bagi pemerintah daerah, maka ketertiban masyarakat
sangat diperlukan baik dalam bentuk lembaga atau organisasi sosial lainnya dalam
rangka memberikan layanan yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat
setempat dengan standar pelayanan minimal yang jelas.
Adanya tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, maka
pemerintah telah mereformasi administrasi terhadap pembagian urusan
pemerintah. Berdasarkan pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa
urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan
urusan dalam skala provinsi, salah satu diantaranya pelayanan bidang
ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota.
Untuk menunjang kegiatan pemerintah yang dilimpahkan kepada Gubernur,
maka urusan pemerintah yang diserahkan dimaksud perlu disertai dengan sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan
urusan yang didesentralisasikan, sehingga gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat yang ada di wilayah dapat melaksanakan tugas fungsinya sesuai dengan
kewenangannya.
Sedangkan peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian
urusan pemerintah antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dimana urusan/bidang ketenagakerjaan menjadi urusan
wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten kota,
sedangkan urusan ketransmigrasian menjadi urusan pilihan bagi provinsi dan
kabupaten/kota.
Untuk menunjang dan mempercepat kegiatan program pembangunan di
provinsi, Gubernur diberikan kesempatan berdasarkan Peraturan pemerintah untuk
melakukan kerjasama dengan pihak-pihak yang dipandang saling menguntungkan
kedua belah pihak, untuk memudahkan pelaksanaan kerjasama diperlukan sebuah
bentuk perjanjian yang mencantumkan beberapa prinsip penting yang tertuang
dalam kesepakatan dimaksud.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2007 tentang tata cara
pelaksanaan kerjasama daerah, dimana ditegaskan bahwa kerjasama harus
didasarkan pada prinsip kerjasama yang meliputi : efisiensi, efektifitas, sibergi,
saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan NKRI, persamaan kedudukan, transparansi,
keadilan dan kepastian hukum.
Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Surabaya
sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang
pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sebagai tempat
penelitian, sedangkan Kabupaten Jember dan Lamongan merupakan kabupaten
yang akan menjadi uji petik dalam penelitian ini yang meliputi proses kegiatan pra
pemberangkatan antara lain : informasi penempatan TKI, seleksi dan pendaftaran,
pembiayaan, pelatihan, pengurusan dokumen pemberangkatan, waktu
pemberangkatan maupun peran serta pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data dipilih secara
purposive. Data meliputi data primer dan skunder. Teknik analisis kualitatif.
Instrumen utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
sendiri. Obyek penelitian adalah calon TKI yang diberangkatkan oleh BP2TKI
Surabaya ke luar negeri. Teknik review dokumen dipakai untuk memperoleh data
melalui bahan tertulis berupa peraturan dan arsip lainnya yang relevan mengenai
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Teknik ini dipakai untuk
melengkapi informasi peneliti di samping untuk mendukung teknik-teknik
pengumpulan data yang telah disebutkan di atas.
Teknik pengumpulan data ini menggunakan empat teknik yang lazim dalam
penelitian kualitatif, yaitu (1) Angket (2) Wawancara mendalam, (3) Observasi
langsung ke objek yang diamati, dan (4)Studi dokumentasi. Metode wawancara
yang digunakan dilakukan secara terbuka (open interview) sesuai dengan sifat
penelitian kualitatif yang open ended dan ditujukan kepada informan-informan
tertentu yang dianggap sebagai informan kunci (Key Informan) serta informan
biasa dan informan pelengkap. Dalam memilih informan sebagai sumber data,
maka pertama yang dipilih adalah informan yang memiliki pengetahuan khusus,
informatif, dan dekat dengan situasi yang menjadi fokus penelitian, disamping
memiliki status tertentu. Dalam hal ini dilakukan pendalaman atau untuk menjaga
kemungkinan terjadinya bisa dalam kondisi tertentu jika pendalaman yang
dilakukan kurang menunjukkan hasil yang memadai, maka penelitian
mempertentangkan (antagonistic orobes) antara jawaban yang satu dengan
jawaban yang lain.
Hasil dan Pembahasan
Dalam sejarah perjalanan panjang pembangunan dalam beberapa dekade
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia secara singel fighter dan rakyat yang
diposisikan sebagai obyek menerima intervensi dari sebuah kepentingan tapa di
beri keleluasaan dalam menentukan sikap dan harapan dalam menggapai sebuah
kehidupan yang mandiri dan bermartabat tanpa ada intervensi dari berbagai pihak.
Implikasi sebuah perjalanan panjang di Indonesia dari pemerintah orde lama, orde
baru sera di era reformasi masih menyisakan persoalan yang terkait dengan
kemiskinan, ketimpangan bangunan di berbagai wilayah, diskriminasi kekuasaan,
sentralistik, pendapatan dan kesejahteraan tidak merata, ketidak adilan,
munculnya gejolak sosial yang sulit diredam, dll.
Selain persoalan tersebut yang tidak kalah pentingnya di Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) adalah masalah ketenagakerjaan, dimana persoalan
pengangguran terus bertambah tanpa ada pengendalian, kompetensi rendah,
produktifitas rendah, pemutusan hubungan kerja (PHK), upah buruh yang tidak
terbayarkan, penindasan terhadap tenaga kerja, peraturan yang kurang berpihak
pada tenaga kerja, majikan sewenang-wenang, kurang menghargai hak-hak buruh
yang semuanya berdampak terhadap pendapatan rendah yang pada gilirannya
akan menambah jumlah kemiskinan meningkat.
Untuk mengatasi persoalan-persoalan yang sangat kompleks, maka
pemerintah melalui berbagai upaya dengan menggunakan kekuasaan dan
kewenangan dalam mengatur, mengawasi dan menjalankan roda pemerintah
untuk mencapai kesejahteraan warganya dengan menggunakan birokrasi yang ada.
Adanya pembagian tugas, hirarki kewenangan dan spesialisasi, hubungan dalam
organisasi, administrasi didasarkan pada dokumen tertulis yang ini semua
merupakan ciri sebuah birokrasi. Sejalan dengan teori yang dikembangkan oleh
Max Weber tersebut relevan dengan perjalanan panjang pemerintah Indonesia
dalam mengatasi persoalan prosedur atau mekanisme pelayanan dalam negeri.
Salah satu persoalan yang krusial dan perlu penanganan serius adalah
masalah pengangguran. Besarnya jumlah pengangguran di berbagai negara sangat
bervariasi, berdasarkan data Map of world unemployment rates based on CIA
Factbook pada tahun 2006 bahwa negara-negara seperti Vietnam mempunyai
tingkat pengangguran sebesar 2,00 % Thailand 2,10%, Kuwait 2,20%, Malaysia
3,50%, Brunei Darussalam 4,00%, sedangkan Indonesia mencapai 12,50% dari
jumlah penduduk dari setiap negara, namun di beberapa seperti Afghanistan dan
Nepal rata-rata mencapai 42,00% dari jumlah penduduk yang ada. Besarnya
jumlah pengangguran di Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga lebih disebabkan karena lemahnya perencanaan tenaga kerja, terbatasnya
kesempatan kerja dalam negeri, rendahnya sumberdaya manusia, tidak adanya
kesesuaian antara pendidikan formal dan kesempatan kerja yang ada, produktifitas
tenaga kerja yang berdampak terhadap pendapatan rendah, pemutusan hubungan
kerja (PHK) serta ketidaksiapan dalam menghadapi globalisasi di bidang
ketenagakerjaan.
Sejalan dengan hal tersebut pemerintah untuk mengatasi pengangguran
melalui Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(Depnakertrans RI) menetapkan program : (1) Program Antar Kerja Antar Lokal
(AKAL), Antara Kerja Antara Daerah (AKAD) serta Antar Kerja Antar Negara
(AKAN). (2) Mendorong terciptanya usaha baru melalui pembinaan dan
pengembangan wiraswasta, mendorong masuknya investasi. Nampaknya upaya
yang dilakukan Depnakertrans RI melalui program penempatan tenaga kerja
dalam negeri belum mampu mengatasi pengangguran secara signifikan. Oleh
karena itu maka penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke
luar negeri merupakan katup pengaman dalam mengatasi masalah pengangguran
dalam Negeri.
Penempatan TKI ke Luar Negeri. Peningkatan migran ke luar negeri
merupakan salah satu respond terhadap masalah ketenagakerjaan di dalam negeri
yang tidak terselesaikan, jumlah kesempatan kerja terbatas disertai dengan
tekanan ekonomi yang semakin berat mendorong penduduk untuk bekerja di luar
negeri yang menjanjikan upah yang tinggi apapun resiko yang harus ditanggung.
Nama secara mikro bahwa persoalan penempatan dan perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dapat dikelompokkan menjadi 3 tahapan:
diantaranya: pra penempatan, masa penempatan dan purna penempatan. 1) Pra
Penempatan : persoalan yang sering muncul di daerah asal (dalam negeri) akibat
kurangnya informasi yang jelas bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
sehingga dimanfaatkan oleh taikong (calon) untuk memberikan informasi yang
kadang berdampak buruh bagi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bersangkutan, demikian juga berkaitan dengan seleksi, manipulasi umur, status,
biaya, pelatihan, pengurusan visa kerja, permintaan kerja, fiskal dalam rangka
pemberangkatan yang tidak jelas kapan waktunya sehingga sering terjadi
keresahan bagi calon Tenaga Kerja Indonesia, 2) Masa Penempatan : Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang telah menempatkan
TKI di berbagai perusahaan di luar negeri sering mengalami kesulitan informasi
akibat, kekurang pahaman terhadap hak dan kewajiban TKI, serta majikan sering
mengeksploitasi terhadap TKI utamanya berkaitan dengan upah, kesehatan
maupun asuransi serta dokumen lainnya sehingga menjadikan TKI kurang
berdaya, hal ini diperparah dengan kurang perhatiannya terhadap perlindungan
TKI di luar negeri bagi atas perburuhan yang ada di setiap negara. Demikian juga
berkaitan dengan upah yang diperoleh tidak semua TKI memahami terhadap
proses transfer uang sebagai hasil kerja salam di negara tujuan, sehingga sering
dimanfaatkan oleh orang lain, 3) Purna Penempatan : hasil yang diperoleh selama
di negara tujuan pada umumnya untuk kepentingan konsumsi, semata seperti
pembuatan rumah atau sepeda motor, sedangkan yang dimanfaatkan untuk
Kepentingan produktif sangat jarang, sehingga tidak menutup kemungkinan 3-4
bulan kedipan mengingat tidak lagi ada yang diharapkan, maka yang
bersangkutan akan kembali mendaftar untuk bekerja di luar negeri. Demikian juga
kurang perhatian pemerintah terhadap purna penempatan TKI, apa yang
dihasilkan, untuk apa dan bagaimana setelah kembali di daerah asal.
Untuk mempercepat perwujudan hal tersebut, Departemen Tenaga Kerja
dan transmigrasi yang membidangi masalah pengangguran dalam negeri,
mempunyai tugas dan kewajiban mengatur, membina, melaksanakan dan
mengawasi penyelenggaraan penempatan perlindungan TKI ke luar negeri, seperti
yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 padal 10 bahwa
pelaksana penempatan TKI di luar negeri dapat dilakukan oleh 2 lembaga, yaitu
pemerintah sendiri dan swasta.
Pertama, pemerintah, pada dasarnya mengatur, membina serta mengawasi
jalannya penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, juga
dapat melaksanakan sendiri tertanggung pada perjanjian kerjasama Bilateral
antara kedua negara, seperti yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Jepang, Taiwan dan Korea. Selain itu dalam perkembangannya
Departemen tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai anak perusahaan sebagai
implikasi kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri
berupa Perseroan Terbatas (PT) Bijak yang mempunyai tugas sebagai pelaksana
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri utamanya Taiwan dan Korea.
Keberadaan PT. Bijak tersebut diharapkan mampu memberikan solusi dan
implikasi terhadap penerapan Good Corporate Governance (GCG). Jika
perusahaan pemerintah yang dibangun dalam implikasinya dapat menunjukkan
kebaikan dengan prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance mencakup 5
bidang utama yaitu : (1) hak pemegang saham (the treatment of shareholders) dan
perlindungannya, (2) perlakukan adil bagi seluruh pemegang saham (the equitable
treatment of shareholders) (3) peranan stakeholders dalam corporate governance,
(4) pengungkapan dan transparansi (disclosure dan transparency), (5) tanggung
jawab direksi dan komisaris (the responsibility of the board) terhadap perusahaan,
pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan, maka sangat
dimungkinkan peminta modal asing akan masuk ke dalam pasar modal suatu
negara.
Dalam perjalanan waktu, kesempatan dan keterbatasan pemerintah serta
tuntutan reformasi dirasa sangat perlu melibatkan pihak ke tiga dalam pelaksanaan
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri melalui kemitraan dengan
lembaga swasta sebagai bagian yang utuh dan tidak terpisahkan dalam mengatasi
masalah pengangguran dalam negeri. Keterlibatan swasta melalui persyaratan dan
perijinan yang ketat di atur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2003
diharapkan mampu mempercepat proses penyelenggaraan penempatan TKI di luar
negeri.
Kedua, Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS)
merupakan badan hukum yang telah memperoleh izin tertulis dari pemerintah
untuk memberikan pelayanan penempatan TKI di luar negeri. Menurut data
Depnakertrasn RI (2007) bahwa Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta (PPTKIS) yang terdaftar dan mendapatkan ijin dari Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi sejumlah 464 perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia
dengan mayoritas berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Berdasarkan data dari
Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia tahun 2007 bahwa di
Propinsi Jawa Timur terdapat sejumlah 66 perusahaan yang berstatus kantor pusat
dan 79 berstatus kantor cabang.
Berdasarkan kantor Depnakertrans (2006) bahwa penempatan tenaga kerja
di luar negeri pada tingkat nasional tahun 2005 mencapai 474.310 orang dengan
remittance sejumlah 2.709.534.159 US$. Sedangkan tahun yang sama Provinsi
Jawa timur mampu menempatkan skala nasional dengan remittance sebesar Rp.
2.566.776.906.784,- (BP2TKI) Prop. Jatim , 2006), sedangkan Propinsi Jawa
Timur pada tahun 2007 meningkat menjadi 59.048 orang namun nilai remittance
yang diperoleh menurun sebesar 3,76% dibanding tahun 2006, turunnya nilai
tersebut banyak faktor yang perlu mendapatkan kajian dan analisis lebih lanjut,
namun diperkirakan sekitar 50% nilai remittance langsung dititipkan kepada TKI
yang pulang kampung.
Implikasi dalam Undang-undang nomor 39 tahun 2004 tenang penempatan
dan perlindungan TKI ke luar negeri, Inpres Nomor 6 tahun 2006 tentang
kebijakan reformasi system penempatan dan perlindungan TKI sering kali
dilanggar oleh PPTKIS. Jika menyimak dari seluruh proses penempatan dan
perlindungan TKI ke berbagai Negara banyak masalah-masalah yang menonjol
terkait dengan paspor hijau, tanpa identitas jelas, secara kuantitatif persoalan TKI
yang di deportasi dari Malaysia berasal dari Propinsi Jawa Timur sejumlah 7.093
orang pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 11.390 orang pada tahun 2007
(Disnaker Prop. Jatim, 2008)
Demikian juga masih dipicu kesempatan kerja dalam negeri semakin
terbatas, selain itu juga terjadi meningkatnya investasi dalam negeri hengkang
keluar negeri, tuntutan pekerjaan semakin tidak terkendali, ini semua merupakan
deretan panjang persoalan membengkaknya jumlah pengangguran, atau lowongan
kerja yang tidak terisi akibat kompetensi yang dimiliki pencari kerja tidak sesuai
dengan kebutuhan pengguna tenaga kerja, sehingga terjadi mismatch antara
pendidikan dan kesempatan kerja.
Tabel 1. Penempatan TKI ke Luar Ngeri Berdasarkan Negara Tujuan
Tahun 2006-2007
No Negara
Tujuan
Jawa Timur Jawa Timur
2006 Remittance 000 2007 Remittance
1 Arab Saudi 130 4.804.800.000 97 3.585.120.000
2 Malaysia 25.868 369.612.331.200 27.500 392.931.000.000
3 Singapura 2.306 49.096.215.840 2.909 61.934.471.760
4 Hongkong 13.159 1.050.335.799.744 13.446 1.073.243.799.936
5 Taiwan 9.316 485.177.280.000 8.738 455.075.040.000
6 Brunei 7.602 600.253.920.000 5.834 460.652.640.000
7 Emirat Arab 1 38.640.000 89 3.438.960.000
8 Qatar 164 6.336.960.000 386 14.915.040.000
9 Jepang 1 120.960.000 0 0
10 Negara Lain 0 0 49 3.112.933.824
Jumlah 58.547 2.565.776.906.784 59.048 2.469.325.805.520
Sumber ; Ditjen PPTKLN dan BP2TKI, 2006
Dari tabel tersebut di atas, merupakan upaya yang telah dilakukan oleh
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur selama tahun 2006-2007 untuk
menempatkan tenaga kerja di berbagai negara kerjasama dengan Pelaksana
Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), sebagai bentuk kemitraan yang menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Jika melihat tabel tersebut diatas secara kuantitas bahwa Malaysia lebih
banyak diminati menjadi negara tujuan baik dalam skala Nasional maupun
Regional (Jawa Timur), banyak menaruh perhatian terhadap Negara tujuan
Malaysia disebabkan : biaya rendah, transportasi mudah, bahasa serumpun
sehingga tidak banyak kesulitan dalam berkomunikasi, agama mayoritas sama,
gaji yang diperoleh lebih besar, banyak orang sedaerah telah bermukim dalam
waktu lama.
Atas keberhasilan yang telah banyak dicapai oleh sebagian besar TKI, maka
pemerintah memberikan penghargaan sebagai “Pahlawan Devisa” walaupun
sering mendapat perlakuan dari majikan yang kurang manusiawi, pelecehan
sexsual, upah yang tidak dibayarkan, asuransi kurang jelas dan masih sederet
panjang persoalan TKI di luar negeri termasuk lemahnya perlindungan hukum.
Sebagai dampak positif terhadap program penempatan dan perlindungan
TKI ke luar negeri, antara lain : Pertama, sebagai alternative pemecahan masalah
khususnya mengurangi angka pengangguran, Kedua : memberikan kesempatan
TKI untuk mendapatkan penghasilan yang layak dan sekaligus meningkatkan
pengetahuan dan pengalaman sehingga mempunyai wawasan yang lebih bagus.
Ketiga : keberhasilan tersebut juga akan berpengaruh terhadap roda perekonomian
daerah setempat untuk pembangunan darah, sedangkan Keempat : adanya
remittance yang harus mengalir ke Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Timur
akan berdampak terhadap kelanjutan pembangunan daerah.
Menurut Mantra (199;82-83) Pertama : penempatan tenaga kerja di luar
negeri dilakukan untuk mengurangi angka pengangguran dalam negeri, adanya
peluang diberbagai Negara di luar negeri terutama di Negara timur tengah,
Malaysia, Singapura dan beberapa Negara Asia lainnya yang memerlukan TKI
dalam jumlah yang cukup besar. Kedua : untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kompetensi para TKI (Pekerja Imigran). Ketiga : Penempatan TKI ke luar negeri
juga dikaitkan dengan kepentingan negara untuk memperoleh sumber devisa bagi
pembangunan. Besarnya keuntungan yang diperoleh negara secara makro,
berdampak terhadap peningkatan pembangunan yang berkelanjutan di segala
sektor dan secara mikro berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan bagi TKI
dan keluarga.
Dalam upaya peningkatan kesejahteraan melalui program penempatan dan
perlindungan TKI ke luar negeri, semestinya seluruh struktur organisasi yang ada
mulai dari Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten / Kota serta para PPTKIS dan
steakholder harus berorientasi pada pelayanan yang efektif dan efisien. Untuk
memperkuat struktur organisasi yang ada diperlukan strategi dalam melakukan
mobilisasi sumberdaya ke arah yang lebih baik. Seperti terungkap oleh
Martinussen (1997;214) ahwa dalam memberikan pelayanan yang lebih baik
diperlukan standarisasi, ukuran yang jelas yang didalamnya terdapat fungsi dan
tanggung jawab yang pada gilirannya pda pemberian layanan yang efektif dan
efisien.
Hal ini sejalan dengan ketetapan pemerintah berdasarkan PP. No.65 (2005;7)
bahwa penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dilakukan oleh
pemerintah daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar
Nasional yang bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan
dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.
Konsep Kemitraan. Konsep kemitraan ini mengacu pada pendapat Rondinelli
(1998) dalam Angga (2006;10) untuk menunjang sebuah teori governance serta
beberapa konsep otonomi darah, dimana dalam pendapatannya bahwa jika
kemitraan pemerintah-swasta dapat berjalan dengan baik, maka pemerintah harus :
(1) melakukan reformasi hukum yang memadai untuk mengijinkan sektor swasta
beroperasi secara efisien dan efektif, (2) mengembangkan dan menjalankan
peraturan yang jelas para investor swasta, (3) menghapus batasan yang tidak
diperlukan dalam hal kemampuan bersaing perusahaan swasta di pasar, (4)
memungkinkan terjadinya likuiditas atau kebangkrutan SOEs yang tidak dapat
dikomersialkan atau diswastanisasi, (5) memperluas peluang bagi perusahaan
swasta untuk mengembangkan kemampuan manajemen, (6) membuat insentif dan
jaminan untuk melindungi karyawan dalam negeri, (7) mereformasi dan
merestrukturisasi SOEs yang tidak dijual dengan cepat dan, (8) menentukan
kembali peran pemerintah secara langsung dari layanan produksi peran
pemerintah secara langsung dari layanan produksi dan pengiriman untuk
memudahkan pengaturan ketetapan layanan di sektor swasta.
Hubungan Kemitraan dalam Penempatan TKI ke Luar Negeri. Hubungan
kemitraan penempatan TKI ke luar negeri sampai saat ini kenyataannya belum
terlihat secara harmonis yang diwakili oleh Balai Pelayanan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (BP2TKI) Surabaya dengan swasta dalam hal ini Pelaksanaan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang berada di Jawa
Timur dalam melaksanakan Undang-Undang nomor 39 tahun 2003 tentang
penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.
Sedangkan prinsip-prinsip dasar tentang Good Corporate Governance (GCG)
menurut Khairandy (2007); h. 130) juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 5
tahun 1995 tentang pasar modal yang dibuat untuk melindungi kepentingan
pemegang saham publik dari adanya transaksi yang merugikan kepentingan
investasinya. Undang-undang beserta peraturannya sebagai upaya untuk
memberikan perlindungan kepada pemodal, menciptakan kepastian hukum dan
menciptakan pasar yang teratur, wajar dan efisien.
Kemitraan yang dibangun selama ini belum menunjukkan adanya pola
kemitraan yang jelas, dimana BP2TKI Surabaya masih menganggap bahwa
PPTKIS yang ada selama ini merupakan bagian dari bentuk pelayanan yang harus
di berikan kepada PPTKIS, sedangkan PPTKIS pada dasarnya menempatkan
BP2TKI Surabaya sebagai lembaga pemerintah secara bersama-sama melakukan
pola kemitraan dalam melaksanakan program penempatan dan perlindungan TKI
di luar negeri.
Selain itu terjadinya terik ulur kepentingan pemerintah pusat dalam hal ini
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dengan pemerintah Provinsi Jawa
Timur terkait dengan keberadaan Balai Pelayanan Penempatan TKI Surabaya
dimana setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 juncto
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2003 tentang pemerintah darah yang dalam
implikasinya lembaga tersebut dimasukkan dalam Perda 35 tahun 2000 tentang
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, sedangkan disisi lain berdasarkan Tim
Kepres nomor : 10/3/Tim Kepres/157/2001 tanggal 21 Maret 2001 tentang berita
Acara serah terima satuan kerja, personil, peralatan dan dokumen/arsip instansi
vertikal dari departemen / LPND yang dialihkan kepada Provinsi Jawa Timur
Bahwa BP2TKI Surabaya yang merupakan UPT pada kantor wilayah Departemen
Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur tidak termasuk yang diserahkan ke pemerintah
Provinsi Jawa Timur.
Adanya reformasi administrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
diharapkan mampu menyentuh pada kehidupan masyarakat, hal ini terungkap oleh
Marriasmo (204:h.69) bahwa peran pemerintah masih kuat dan menjadi pusat
layanan bagai berbagai keperluan masyarakat. Adanya tuntutan masyarakat akan
kebutuhan yang harus dilayani oleh pemerintah daerah serta keterbatasan akan
sumber-sumber yang ada bagi pemerintah daerah, maka keterlibatan masyarakat
sangat diperlukan baik dalam bentuk lembaga atau organisasi sosial lainnya dalam
rangka memberikan layanan yang lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat
setempat dengan standar pelayanan minimal yang jelas.
Adanya tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, maka
pemerintah telah mereformasi administrasi terhadap pembagian urusan
pemerintah. Berdasarkan pasal 13 Undang-Undang Nomor 32 tahun 34 bahwa
urusan wajib merupakan urusan dalam skala provinsi, salah satu diantaranya
pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota.
Untuk menunjang kegiatan pemerintah yang dilimpahkan kepada Gubernur,
maka urusan pemerintah yang diserahkan dimaksud perlu disertai dengan sumber
pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan
urusan yang disentralisikan, sehingga Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
yang ada di wilayah dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan
kewenangannya.
Sedangkan peraturan pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian
urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan
pemerintah daerah kabupaten / kota dimana urusan / bidang ketenagakerjaan
menjadi urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah provinsi maupun
kabupaten kota, sedangkan urusan ketransmigrasian menjadi urusan pilihan bagi
provinsi dan kabupaten / kota.
Untuk menunjukkan dan mempercepat kegiatan program pembangunan di
provinsi, Gubernur diberikan kesempatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
untuk melakukan kerjasama dengan pihak-pihak layang dipandang saling
menguntungkan kedua belah pihak, untuk memudahkan pelaksanaan kerjasama
diperlukan sebuah bentuk perjanjian yang mencantumkan beberapa prinsip
penting yang tertuang dalam kesepakatan dimaksud.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2007 tentang tata cara
pelaksanaan kerjasama daerah, dimana ditegaskan bahwa kerjasama harus
didasarkan pada prinsip kerjasama yang meliputi : efisiensi, efektifitas, sibergi,
saling menguntungkan, kesepakatan bersama, itikad baik, mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan NKRI, persamaan kedudukan, transparansi,
keadilan dan kepastian hukum.
Gambar 1. Proses Izin Operasional Kantor Cabang PPTKIS di Jawa Timur
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur, Tahun 2008
Pemohon Pengecekan
Berkas
Persetujuan
Kadis
Uji Kelayakan Peninjauan
Lapangan
Nota
Pemeriksaan
Pembayaran Retribusi &
Deposito Jaminan
Net Consept Keputusan Ijin
Kantor Cabang
Ijin Kantor Cabang
PPTKIS
Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Surabaya
sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang
pelayanan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Untuk itu
standarisasi pelayanan yang diberikan BP2TKI Provinsi Jawa Timur kepada
PPTKIS sebagai ujung tombak dalam program penempatan dan perlindungan TKI
di luar negeri nampak sangat jelas perlu diadakan keseragaman dalam
memberikan standar pelayanan sebagai alat ukur sebuah keberhasilan atau sebagai
bahan evaluasi dalam memberikan pelayanan selama ini.
SIMPULAN
Persoalan bidang ketenagakerjaan merupakan issu central dalam negeri
yang perlu mendapat perhatian serius dari berbagai pihak stakeholder (pemerintah,
swasta dan masyarakat). Pemerintah nampak sangat jelas bahwa persoalan
ketenagakerjaan yang menyangkut tentang rendahnya kompetensi para pencari
kerja, persaingan pasar kerja yang semakin ketat, terbatasnya kesempatan kerja,
rendahnya gaji para pekerja, hubungan industrial yang belum kondusip serta
lemahnya pengawasan ketenagakerjaan menjadikan semuanya itu secara
komulatif menjadi kompleksitas permasalahan ketenagakerjaan. Dalam kontek
demikian, maka Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi penting dan mampu
menciptakan solusi dan nilai tambah (creative) dari setiap langkah kegiatan
sebagai simbol awal dalam pemecahan permasalahan di bidang ketenagakerjaan.
Senada dengan ini maka hubungan kemitraan dimana keterlibatan swasta dan
masyarakat sebagai mitra kerja pemerintah dijadikan momentum awal
kebangkitan untuk menyelesaikan masalah khususnya pengangguran.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian, PT. Rineka Cipta; Jakarta
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, 2008, Standar Pelayanan
Penempatan TKI, BN2TKI; Jakarta
Hamid, Edy Suandi dan Sobirin Malian, (et.al) 2004. Memperkokoh Otonomi
Daerah, UII Press;Yogyakarta
Irewati, Awani. 2003, Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Masalah TKI
Ilegal di – Negara ASEAN, Pusat Penelitian Politik (P2P); Jakarta
Mantra, Ida Bagus, Kasto dan Yeremias T. Keban. 1998. Migrasi Tenaga Kerja
Indonesia ke Malaysia: Isu Kemanusiaan dan Masalah Kebijakan
(Kasus di NTT, NTB, dan Bawean, Jawa Timur). PKK-Universitas
Gadjah Mada; Yogyakarta Muluk, M.R. K, 2007. Desentralisasi
Pemerintah & Daerah , Bayumedi Publishing, Malang.
Manca, W, 2003, Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan Manajemen
Pendidikan ; Penerbit Wineke Media, Malang.
Rewansyah, Asmawi. 2005. Seminar Nasional SDM Dalam Perspektif Reformasi
Birokrasi, Program Pasca Sarjana Unair; Surabaya.
Singarimbun, Masri dan HonLLD. 1996. Penduduk dan Perubahan, Pustaka
Pelajaran: Yogyakarta.
Sukamadi. 2004. “Memahami Masalah Kependudukan di Indonesia Pasca Orde
Baru” dalam Faturochman, Bambang Wicaksono, Setiadi, Syahbudin
Latief. Dinamika Kependudukan dan Kebijakan. Pusat Penelitian
Kependudukan dan Kebijakan UGM: Yogyakarta (55-97)
Sulistiyani, Teguh Ambar. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan,
Gava Media ; Yogyakarta.
Sinambela, Lijan Poltak. 2007, Reformasi Pelayanan Publik, PT. Bumi Aksara,
Jakarta.
Titus, J. Milan. 1995. Migran Antar Daerah di Indonesia (Seri Terjemah; no. 12),
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada;
Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Keputusan Gubernur Nomor 41 Tahun 2001 tentang Unit Pelaksana Teknik
Daerah (UPTD) di lingkungan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa
Timur.
Permenakertrans RI No. PER.18/MEN/IX/2007 tentang Pelaksanaan Penempatan
dan Perlindungan TKI di luar negeri.
Permenakertrans RI No. PER. 22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
Permenakertrans RI No. PER. 22/MEN/XII/2008 tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
Permenakertrans RI No. PER 200/MEN/IX/2008 tentang Penunjukan Pejabat
Penerbitan Surat Izin Pengerahan (SIP)
Permenakertrans RI No. PER. 201/MEN/IX/2008 tentang Penunjukan Pejabat
Penerbitan Persetujuan Penempatan TKI di luar negeri untuk
kepentingan perusahaan sendiri.