HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau...

13
JTM Vol. XVI No. 3/2009 149 HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI DALAM DISTRIBUSI KETEBALAN HORIZON LATERIT PADA ENDAPAN NIKEL LATERIT : STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL LATERIT DI PULAU GEE DAN PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA Syafrizal 1 , M. Nur Heriawan 1 , Sudarto Notosiswoyo 1 , Komang Anggayana 1 , Jogi F. Samosir 2 Sari Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, dan umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Proses pembentukan endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor, antara lain jenis batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Untuk dapat memberikan kontribusi yang lebih berarti dalam kegiatan eksplorasi maka dilakukan pemodelan dari data eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling ideal sebagai tempat pembentukan endapan nikel laterit. Pada studi ini digunakan data hasil pemboran Pulau Gee dan Pulau Pakal. Dari sisi geomorfologi dan geologi struktur terlihat bahwa pada daerah dengan kemiringan yang sangat landai, horizon yang akan terbentuk adalah top soil serta dijumpai perulangan profil. Pada daerah dengan kondisi topografi yang sangat terjal, sedikit sekali ditemukan keberadaan laterit yang disebabkan oleh intensifnya pengikisan profil laterit oleh erosi air. Morfologi daerah yang paling ideal sebagai tempat pembentukan endapan nikel laterit adalah daerah dengan kondisi kemiringan topografi antara 35% sampai 52%. Kata Kunci : nikel laterit, morfologi, kemiringan topografi, profil laterit. Abstract Laterite nickel deposit is the product of advance weathering of Ni-silicate bearing ultramafic rocks, where in general deposited within the tropical to sub-tropical area. The process on laterite nickel deposition involved some factors, i.e. type of bedrock, climate, topographic, groundwater, mineral stability, element mobility, and the environmental condition which influenced the rate of mineral solubility. In order to give more significant contribution to the exploration activity, then a hypothesis about the most ideal condition of the deposition place of nickel laterite is discussed, with the case study for nickel laterite deposit at Pakal and Gee Islands, East Halmahera. The result on exploration drilling from both locations is used for this study. The aspects on geomorphology and structural geology showed that at the particularly flat area, the produced horizon was top soil followed by profile recurrence. At the area with extremely steep slope, the laterite layer did not exist due to intensive water erosion. The most ideal morphology for the depositional of nickel laterite was the area with topographical slope about 35% to 52%. Keywords: laterite nickel, morphology, topographic slope, laterite profile. 1) Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi (KK-ESDB), FTTM ITB E_mail : [email protected] 2) Program Studi Teknik Pertambangan, FTTM ITB I. PENDAHULUAN Endapan nikel laterit merupakan produk dari proses pelapukan lanjut pada batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara utama penghasil bahan galian di dunia, termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik geologi dan tatanan tektoniknya, beberapa lokasi endapan nikel laterit yang potensial di Indonesia umumnya tersebar di wilayah Indonesia bagian timur, antara lain : Pomalaa (Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi Selatan), Gebe (Halmahera), Tanjung Buli (Halmahera), dan Tapunopaka (Sulawesi Tenggara). Sedangkan beberapa lokasi yang diperkirakan juga memiliki potensi endapan nikel laterit dan hingga saat ini sedang dilaksanakan kegiatan eksplorasi terdapat di pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Halmahera, antara lain Pulau Obi, Pulau Gee, dan Pulau Pakal. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data-data eksplorasi dan data-data pengamatan lapangan yang diperoleh dari Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara (Gambar 1). Daerah penelitian ini merupakan bagian dari Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi PT. Aneka Tambang. Tbk. Pada saat ini, aktivitas penambangan di Pulau Gee masih terus berlangsung, dimana kegiatan eksplorasi telah selesai dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Sementara itu,

Transcript of HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau...

Page 1: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

JTM Vol. XVI No. 3/2009

149

HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI

DALAM DISTRIBUSI KETEBALAN HORIZON LATERIT PADA

ENDAPAN NIKEL LATERIT : STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL

LATERIT DI PULAU GEE DAN PULAU PAKAL, HALMAHERA

TIMUR, MALUKU UTARA

Syafrizal1, M. Nur Heriawan1, Sudarto Notosiswoyo1, Komang Anggayana1, Jogi F. Samosir2

Sari Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, dan umumnya

terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Proses pembentukan endapan nikel laterit

dikendalikan oleh beberapa faktor, antara lain jenis batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral,

mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan mineral. Untuk dapat

memberikan kontribusi yang lebih berarti dalam kegiatan eksplorasi maka dilakukan pemodelan dari data

eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang

kondisi yang paling ideal sebagai tempat pembentukan endapan nikel laterit. Pada studi ini digunakan data hasil

pemboran Pulau Gee dan Pulau Pakal. Dari sisi geomorfologi dan geologi struktur terlihat bahwa pada daerah

dengan kemiringan yang sangat landai, horizon yang akan terbentuk adalah top soil serta dijumpai perulangan

profil. Pada daerah dengan kondisi topografi yang sangat terjal, sedikit sekali ditemukan keberadaan laterit yang

disebabkan oleh intensifnya pengikisan profil laterit oleh erosi air. Morfologi daerah yang paling ideal sebagai

tempat pembentukan endapan nikel laterit adalah daerah dengan kondisi kemiringan topografi antara 35%

sampai 52%.

Kata Kunci : nikel laterit, morfologi, kemiringan topografi, profil laterit.

Abstract

Laterite nickel deposit is the product of advance weathering of Ni-silicate bearing ultramafic rocks, where in

general deposited within the tropical to sub-tropical area. The process on laterite nickel deposition involved some

factors, i.e. type of bedrock, climate, topographic, groundwater, mineral stability, element mobility, and the

environmental condition which influenced the rate of mineral solubility. In order to give more significant

contribution to the exploration activity, then a hypothesis about the most ideal condition of the deposition place of

nickel laterite is discussed, with the case study for nickel laterite deposit at Pakal and Gee Islands, East

Halmahera. The result on exploration drilling from both locations is used for this study. The aspects on

geomorphology and structural geology showed that at the particularly flat area, the produced horizon was top soil

followed by profile recurrence. At the area with extremely steep slope, the laterite layer did not exist due to

intensive water erosion. The most ideal morphology for the depositional of nickel laterite was the area with

topographical slope about 35% to 52%.

Keywords: laterite nickel, morphology, topographic slope, laterite profile.

1) Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumberdaya Bumi (KK-ESDB), FTTM ITB

E_mail : [email protected] 2) Program Studi Teknik Pertambangan, FTTM ITB

I. PENDAHULUAN

Endapan nikel laterit merupakan produk dari

proses pelapukan lanjut pada batuan ultramafik

pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada

daerah dengan iklim tropis sampai dengan

subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu

negara utama penghasil bahan galian di dunia,

termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik

geologi dan tatanan tektoniknya, beberapa

lokasi endapan nikel laterit yang potensial di

Indonesia umumnya tersebar di wilayah

Indonesia bagian timur, antara lain : Pomalaa

(Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi

Selatan), Gebe (Halmahera), Tanjung Buli

(Halmahera), dan Tapunopaka (Sulawesi

Tenggara). Sedangkan beberapa lokasi yang

diperkirakan juga memiliki potensi endapan

nikel laterit dan hingga saat ini sedang

dilaksanakan kegiatan eksplorasi terdapat di

pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Halmahera,

antara lain Pulau Obi, Pulau Gee, dan Pulau

Pakal.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data-data

eksplorasi dan data-data pengamatan lapangan

yang diperoleh dari Pulau Gee dan Pulau

Pakal, Halmahera Timur, Propinsi Maluku

Utara (Gambar 1). Daerah penelitian ini

merupakan bagian dari Kuasa Pertambangan

(KP) Eksplorasi PT. Aneka Tambang. Tbk.

Pada saat ini, aktivitas penambangan di Pulau

Gee masih terus berlangsung, dimana kegiatan

eksplorasi telah selesai dilakukan sejak

beberapa tahun yang lalu. Sementara itu,

Page 2: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

150

kegiatan eksplorasi di Pulau Pakal masih terus

dilaksanakan secara intensif dengan aktivitas.

utama berupa pemboran eksplorasi dengan

spasi 25 x 25 meter.

Fokus utama dalam penelitian ini adalah

identifikasi keberadaan profil umum (zona)

endapan laterit, yaitu zona top soil, zona

limonit, zona low saprolit ore zone (LSOZ),

zona high saprolit ore zone (HSOZ) dan zona

bedrock. Selanjutnya dilakukan analisis untuk

mengetahui pola hubungan antar parameter

utama yang mempengaruhi pembentukan

endapan nikel laterit khususnya morfologi

(pola topografi), struktur lokal (dalam hal ini

rekahan), iklim, vegetasi dan yang tidak kalah

pentingnya adalah pola hubungan kadar.

Masing-masing parameter tersebut

diperkirakan berkaitan erat satu sama lain dan

merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,

sehingga dengan mempelajari pola hubungan

antar elemen ini diharapkan dapat diketahui

kontrol utama pembentukan nikel laterit

sehingga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan

eksplorasi.

II. KONDISI GEOLOGI

Sebagian Halmahera Timur merupakan batuan

ultrabasa yang merupakan batuan asal (bed

rock) yang kemudian mengalami pelapukan

dan terakumulasi menjadi endapan nikel

laterit. Komplek batuan ultrabasa ini terdiri

dari serpentinit, piroksen, dan dunit (Apandi &

Sudana, 1980).

Mendala geologi Halmahera Timur terutama

dibentuk oleh satuan batuan ultrabasa (Ub).

Batuan sedimen berumur Kapur (Kd) dan

Paleosen-Eosen (Tped, Tpec, dan Tpel)

diendapkan tidak selaras di atas batuan

ultrabasa. Sejak Eosen Akhir hingga Oligosen

Awal terjadi aktivitas gunung api dan

membentuk material-material vulkanik sebagai

Formasi Bacan (Tomb). Bersamaan dengan itu

terbentuk batugamping Formasi Tutuli (Tomt).

Setelah itu terbentuk cekungan yang luas yang

berkembang sejak Miosen Atas sampai

Pliosen. Di dalam cekungan tersebut,

diendapkan batupasir berselingan dengan

napal, tufa, konglomerat sebagai Formasi

Weda (Tmpw), batuan konglomerat (Tmpc),

dan batugamping Formasi Tingteng (Tmpt).

Pada bagian barat Halmahera, terendapkan

batuan gunungapi Oligo-Miosen Formasi

Bacan (Tomb). Batuan sedimen dan karbonat

berumur Miosen-Pliosen tersebar luas, dimana

kebanyakan batuan sedimen tersebut bersifat

tufaan. Selain itu, pada bagian utaranya

ditemukan batuan gunungapi Kuarter (Qpk dan

Qht). Menurut Apandi & Suandi (1980),

struktur lipatan berupa sinklin dan antiklin

terlihat pada Formasi Weda (Tmpw) yang

berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal.

Struktur sesar yang terdiri dari sesar normal

dan sesar naik, umumnya berarah utara-selatan

dan barat laut-tenggara. Kegiatan tektonik

kemungkinan dimulai pada Kapur Akhir dan

Tersier Awal, ditandai dengan adanya

komponen batulempung yang berumur Kapur,

serta batuan ultrabasa di dalam konglomerat

yang membentuk Formasi Dorosagu (Tped).

III. PENENTUAN HORIZON LATERIT

Pada penelitian ini, penentuan zona laterit pada

endapan nikel laterit didasarkan atas komposisi

kadar Ni dan Fe dengan asumsi sebagai

berikut: top soil (kadar Ni < 1% dan Fe <

30%), zona limonit (kadar 1,0% < Ni < 1,4%

dan Fe > 40%), low saprolit ore zone (LSOZ,

kadar 1,4% < Ni < 1,8% dan Fe < 40%) serta

high saprolit ore zone (HSOZ, kadar Ni >

1,8% dan Fe < 30%).

Basis data yang digunakan dalam studi ini

adalah data-data pemboran eksplorasi yang

telah diverifikasi dan diolah dengan

menggunakan teknik komposit. Distribusi data

kadar Ni dan Fe pada masing-masing lokasi

studi dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5.

Histogram kadar Ni terhadap semua data assay

memperlihatkan distribusi data kadar pada

Pulau Gee dan Pulau Pakal yang mengumpul

pada kadar kecil dari 4% Ni.

Histogram kadar Fe secara umum terlihat

adanya 2 populasi, yaitu populasi kadar Fe

rendah dan populasi kadar Fe tinggi. Populasi

Fe kadar tinggi diinterpretasikan merupakan

zona limonit yang didominasi oleh mineral-

mineral yang kaya akan Fe, misalnya goethite,

hematite, dan magnetit. Berdasarkan

karakteristik endapan nikel laterit tipe Mg-

silicate, kadar Fe akan semakin berkurang pada

zona saprolit.

Pembuatan komposit kadar dilakukan terhadap

data awal yang berupa data individual dengan

interval 1 meter, yang kemudian dilakukan

konstruksi zona-zona laterit berdasarkan

optimasi komposit data secara sistematik.

Ketebalan zona top soil di Pulau Pakal

mencapai hingga lebih dari 30 m dan

terdistribusi baik hingga ketebalan top soil

mencapai 17 m. Zona top soil di Pulau Pakal

lebih tebal daripada zona top soil di Pulau Gee

yang hanya mencapai ketebalan maksimum 9

m.

Page 3: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit

pada Endapan Nikel Laterit

151

Sedangkan pada zona limonit, zona LSOZ dan

zona HSOZ secara umum kedua pulau

memiliki distribusi ketebalan yang mirip. Pada

zona limonit dan LSOZ tebalnya berkisar

antara 1 m hingga 10 m dengan data

mengelompok pada ketebalan rendah.

Sedangkan zona HSOZ data terdistribusi

secara merata hingga ketebalan 20 m untuk

Pulau Gee dan 25 m untuk Pulau Pakal.

Distribusi kadar Ni pada zona top soil menjadi

sangat rendah akibat mengalami mobilisasi dan

berpindah pada zona dibawahnya. Distribusi

kadar Ni pada zona bedrock terkumpul pada

kadar 0,6% - 1% untuk Pulau Gee dan 0,4% -

1% untuk Pulau Pakal. Sedangkan populasi

kadar Ni yang tinggi (Ni > 1%) terjadi akibat

batas antara zona saprolit dengan zona bedrock

yang eratik dan perubahannya terjadi secara

gradual. Distribusi kadar Fe pada masing-

masing zona akan mengalami pergeseran

dimana pada zona top soil kadar Fe akan lebih

tinggi dari pada kadar Fe di zona limonit dan

demikian seterusnya hingga pada zona bedrock

akan memiliki kadar Fe paling rendah

dibandingkan dengan zona lainnya.

IV. PROFIL HORIZON LATERIT

Profil nikel laterit Pulau Pakal memiliki tebal

zona top soil hampir 3 kali lipat ketebalan zona

top soil Pulau Gee, dan bedrock Pulau Pakal

juga lebih dalam dibandingkan dengan di

Pulau Gee, hal ini disebabkan tingkat

pelapukan yang lebih tinggi di Pulau Pakal.

Profil nikel laterit ini dapat dilihat pada

Gambar 6.

Selain itu kadar Fe pada endapan nikel laterit

di Pulau Gee lebih tingggi daripada kandungan

Fe di Pulau Pakal. Model kadar nikel laterit

untuk Pulau Gee memperlihatkan bahwa Fe

lebih banyak terakumulasi pada lapisan

limonit. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena zona top soil yang tipis sehingga iron

cap terletak di daerah perbatasan zona top soil

dengan limonit. Pada zona limonit ini

terakumulasi mineral-mineral yang kaya akan

Fe, misalnya magnetit, goethite, dan hematite,

sehingga secara kuantitatif menyebabkan zona

limonit menjadi kaya akan Fe.

Model distribusi kadar pada masing-masing

horizon laterit ini dapat dilihat pada Gambar 7

dan Gambar 8.

V. HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG

DENGAN PROFIL HORIZON

LATERIT

Pada kondisi kemiringan topografi berbeda

akan terbentuk ketebalan endapan yang

berbeda-beda. Perilaku ini disebabkan oleh

kondisi lingkungan pembentukan yang berbeda

akibat perbedaan kemiringan topografi.

Hubungan persen lereng dengan ketebalan

zona endapan laterit memperlihatkan bahwa

ketebalan zona limonit akan berbanding

terbalik dengan kondisi kemiringan topografi.

Hal ini dikarenakan oleh aktivitas utama yang

terjadi pada daerah dengan kemiringan

topografi terjal adalah pengikisan (erosi)

sehingga unsur-unsur penyusun limonit tidak

akan terakumulasi melainkan tererosi sehingga

zona limonit tidak akan terbentuk. Kondisi

yang sama terjadi pada LSOZ dan HSOZ

dimana ketebalan zona ini akan berbanding

terbalik dengan kondisi kemiringan topografi.

Pembentukan masing-masing zona pada

endapan nikel laterit berada pada daerah

dengan kemiringan lereng yang moderat.

Histogram persen lereng (Gambar 9 dan

Gambar 10) memperlihatkan bahwa pada

daerah dengan kemiringan lereng yang sangat

landai (0% - 35%) besar kemungkinan tidak

akan terbentuk zona yang umum terdapat pada

endapan nikel laterit, walau tidak menutup

kemungkinan terbentuknya horizon ini.

Artinya pada daerah dengan kemiringan lereng

yang berkisar antara 0% sampai 35% dapat

terbentuk masing-masing zona namun dapat

pula tidak ditemukan adanya zona-zona umum

yang berada pada endapan nikel laterit.

Sementara untuk daerah dengan kemiringan

yang berkisar antara 18% sampai 52% maka

sangat besar kemungkinan terbentuknya zona-

zona yang terdapat pada endapan nikel laterit

(Gambar 9 dan Gambar 10).

Sehingga untuk dapat menentukan kemiringan

topografi yang paling prospek sebagai tempat

pembentukan endapan nikel maka dilakukan

dengan cara mengiriskan batasan kemiringan

dimana zona endapan nikel laterit tidak

terbentuk dan kemiringan dimana zona

endapan nikel laterit akan terbentuk.

Hal ini dilakukan sebagai solusi yang diambil

mengingat ditemukannya kenyataan bahwa

pada kemiringan yang berkisar antara 0%

sampai 35% dapat terbentuk endapan nikel

laterit, namun dapat pula tidak ditemukan

endapan nikel laterit. Sebagai hasil dari irisan

ini maka didapatkan suatu kemiringan

topografi sebagai tempat yang paling ideal

untuk terbentuknya suatu endapan nikel laterit

yakni pada kemiringan antara 35% sampai

52%.

Page 4: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

152

VI. KONDISI PEMBENTUKAN

ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA

TOPOGRAFI LANDAI

Endapan nikel laterit akan terbentuk pada

daerah yang pada permukaan tanahnya tidak

mengalir air permukaan yang cukup kencang,

karena bila hal ini terjadi maka besar

kemungkinan bahwa air tidak memiliki waktu

yang cukup lama untuk dapat melakukan

penetrasi kearah bawah. Penetrasi inilah yang

menyebabkan unsur - unsur mobile akan

terbawa bersama aliran air dan akhirnya akan

terakumulsi pada suatu tempat yang cukup

ideal.

Namun bila aliran air permukaan cukup kecil,

maka air permukaan yang dapat berasal dari air

hujan akan memiliki waktu yang cukup banyak

untuk dapat melakukan penetarasi ke arah

bawah. Bersamaan dengan aktivitas penetrasi

tersebut maka unsur - unsur mobile yang

cukup penting sebagai unsur pembentuk

endapan nikel laterit dapat terakumulsi pada

suatu tempat yang cukup ideal.

Namun dari hasil analisis lainnya diperoleh

suatu kesimpulan bahwa pada daerah dengan

kemiringan lereng yang cukup kecil/landai

maka endapan nikel laterit juga tidak terbentuk

secara optimal.

Pada kondisi topografi yang berkisar antara 0

% - 35 % endapan nikel laterit tidak dapat

terbentuk. Penyebab utama yang sangat

mempengaruhi adalah bagaimana kemampuan

air untuk dapat melakukan penetrasi kebagian

bawahnya. Komposisi tanah penutup (top soil)

yang sebahagian besar didominasi oleh

material berupa lempung mengindikasikan

bahwa proses laterisasi berlangsung intensif

pada kuantitas air yang cukup, sehingga

menyebabkan terbentuk akumulasi lempung.

Hal ini didukung oleh sebaran titik bor dengan

ketebalan top soil yang beragam yang terdapat

pada Pulau Pakal dan Pulau Gee. Dari sebaran

titik bor ini didapatkan kenyataan bahwa titik

bor yang mengandung top soil sebahagian

besar tersebar pada daerah yang bertopografi

landai sampai sedang di Pulau Gee dan Pulau

Pakal (Gambar 10 dan 11).

VII. PERULANGAN PROFIL LATERIT

Pada kegiatan eksplorasi di lapangan seringkali

ditemukan profil endapan nikel laterit yang

tidak terbentuk secara ideal dan sempurna,

artinya pada satu lubang bor tidak ditemukan

profil yang berurut dari top soil sampai bed

rock. Pada banyak lubang bor ditemukan suatu

profil yang berulang, dimana berdasarkan

aktivitas pembentukan yang terjadi maka tidak

mungkin terbentuk profil yang berulang.

Sebagai contoh: Pada bagian atas suatu log bor

ditemukan profil limonit, selanjutnya pada

bagian bawah terbentuk profil low saprolit ore

zone. Namun setelah profil low saprolit ore

zone ini ditemukan kembali profil yang berupa

limonit.

Berdasarkan proses pembentukannya maka

kasus ini tidak mungkin terjadi, karena profil

yang terbentuk pada endapan nikel laterit

seharusnya berurut dari top soil sampai

bedock. Sedangkan pada kenyataanya kondisi

ideal seperti ini tidak selalu ditemukan di

lapangan. Besar kemungkinan bahwa daerah

yang dibor ini merupakan endapan hasil

transportasi dari berbagai tempat. Setelah

endapan limonit diendapkan selanjutnya dari

daerah lain diendapkan pula low saprolit ore

zone. Namun setelah endapan low saprolit ore

zone ini diendapkan, limonit yang merupakan

hasil transportasi dari daerah lain kembali

diendapkan. Hal inilah yang sering membuat

terjadinya kerancuan deskripsi profil pada

endapan nikel laterit dan kasus ini dapat terjadi

pada semua profil/ zona yang terdapat pada

endapan nikel laterit.

Bila dilihat dari sebaran titik bor dimana

terbentuk perulangan profil maka sebagian

besar sebarannya akan terakumulasi pada

daerah dengan topografi landai di Pulau Gee

dan Pulau Pakal seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 12 dan 13.

Hal ini disebabkan pada daerah landai

terakumulasi semua jenis horizon yang berasal

dari daerah lain melalui proses transportasi.

Walaupun berada pada elevasi yang cukup

tinggi namun daerah tersebut merupakan

daerah dengan kondisi kemiringan topografi

yang sangat landai. Kondisi ini akan berlaku

sama baik pada Pulau Gee maupun pada Pulau

Pakal, sehingga dapat diambil kesimpulan

bahwa lubang bor yang menunjukkan

perulangan akan terletak pada daerah dengan

kondisi topografi yang sangat landai dan

horizon yang terbentuk bukan merupakan

endapan insitu melainkan hasil akumulasi dan

sedimentasi pada saat proses pembentukannya.

VIII. IDENTIFIKASI KONTROL

STRUKTUR

Pada beberapa lubang bor ditemukan kadar Ni

yang relatif sangat tinggi dibandingkan dengan

kadar Ni yang ada pada lubang bor di

sekitarnya. Keberadaan kadar Ni yang relatif

sangat tinggi ini diperkirakan akibat intensitas

keberadaan mineral garnierit.

Page 5: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit

pada Endapan Nikel Laterit

153

Rekahan yang terdapat pada Pulau Gee

menunjukkan suatu pola kelurusan. Pada zona

rekahan kadar Ni yang terkandung sangat

besar karena pada zona ini banyak terdapat

garnierit yang memiliki kandungan Ni yang

sangat besar. Rekahan yang terdapat pada

Pulau Pakal lebih banyak dibandingkan pada

Pulau Gee. Tentu saja hal ini akan

mengakibatkan kadar Ni yang cukup tinggi

akan lebih banyak tersebar pada Pulau Pakal.

Seperti telah diketahui bahwa batuan beku

memiliki porositas dan permeabilitas yang

kecil sekali sehingga penetrasi air akan sangat

sulit. Oleh karena itu dengan hadirnya

rekahan-rekahan akan lebih memudahkan

masuknya air dan mengakibatkan proses

pelapukan akan lebih intensif. Selain itu

struktur yang ada (terutama rekahan) akan

menjadi tempat terakumulasinya unsur-unsur

Ni sehingga akan mengakibatkan terbentuknya

mineral-mineral garnierit.

Unsur-unsur Ni yang mengalami pencucian

(leaching) akan bergerak dari atas menuju arah

bawah sampai pada suatu kondisi yang paling

ideal dimana unsur-unsur Ni yang tertransport

tadi akan terakumulasi membentuk mineral

garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)6]. Selain

garnierit, pada rekahan juga akan terbentuk

banyak mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang

mengalami sedikit pencucian dari atas

kebawah akan terendapkan berupa Si dengan

ukuran yang sangat halus dan membentuk

mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang

mengalami pelarutan akan kembali

terakumulasi pada rekahan berupa material

pengisi (filling material) dan selanjutnya

membentuk krisopras.

Secara umum, bila pada suatu daerah

ditemukan mineral dengan kadar unsur Ni

yang sangat tinggi maka kemungkinan besar

mineral tersebut adalah garnierit, karena

kandungan unsur Ni yang terdapat pada

mineral garnierit bisa mencapai 10%.

Sementara mineral-mineral pembawa unsur Ni

yang berupa hasil leaching dari mineral-

mineral serpentin dan peridotit tidak akan

memiliki kandungan unsur Ni yang sangat

besar seperti yang terdapat pada garnierit.

Dengan kata lain kehadiran mineral garnierit

akan membuat rentang kadar Ni yang terdapat

pada daerah penelitian akan semakin besar,

sehingga bila rekahan ini terdapat pada suatu

lubang bor maka akan mengakibatkan data

yang muncul/diperoleh akan menjadi sangat

eratik.

IX. KESIMPULAN

Semakin besar persen lereng (kemiringan)

suatu daerah maka ketebalan endapan yang

terbentuk akan semakin tipis, sebaliknya bila

besar persen lereng suatu daerah lebih kecil

(landai) maka ketebalan endapan yang

terbentuk akan semakin besar (tebal).

Sementara kondisi kemiringan lereng yang

paling ideal sebagai tempat pembentukan

endapan nikel laterit berada pada daerah

dengan kemiringan lereng yang sedang, artinya

tidak terlalu landai dan juga tidak terlalu terjal

(antara 35% - 52%).

Semakin banyak jumlah kekar (baik kecil

maupun besar) maka sebaran kadar dan

ketebalan endapan yang terbentuk pada daerah

tersebut akan semakin besar, karena pada

daerah kekar maka mineral-mineral garnierit

yang memiliki unsur Ni yang sangat tinggi

akan banyak terendapkan.

Profil berulang yang banyak ditemukan pada

daerah penelitian merupakan lokasi dimana

terjadi pengendapan secara silih berganti oleh

profil laterit yang sebelumnya sudah terbentuk

pada tempat lain, sehingga sering muncul

urutan yang berulang (tidak sesuai dengan

proses pembentukan endapan nikel laterit yang

terjadi pada umumnya).

Perbedaan ketebalan yang paling terlihat antara

masing-masing horizon adalah top soil, dimana

perbedaan ketebalan top soil antara Pulau

Pakal dan top soil Pulau Gee menunjukkan

perbedaan yang cukup signifikan. Sementara

horizon lainnya tidak memiliki perbedaan

ketebalan yang cukup signifikan (kurang dari

satu meter). Hal ini juga dapat merefleksikan

intensitas pelapukan yang lebih intensif dan

didukung oleh keberadaan kelurusan-kelurusan

anomali kadar Ni yang tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH Tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

(LPPM) atas dukungan dana untuk pelaksanaan

kegiatan Riset KK No.: 044/K01.08/SPK/2008 ini.

Juga penghargaan kami sampaikan kepada Unit

Geomin PT. Aneka Tambang, Tbk. atas dukungan

yang diberikan selama anggota tim peneliti

melaksanaan kegiatan lapangan serta izin yang

diberikan kepada kami untuk menggunakan salah

satu wilayah eksplorasi sebagai daerah studi dalam

Riset KK ini. Juga terimakasih kami sampaikan

kepada seluruh pihak-pihak lain yang telah

memungkinkan terlaksananya aktivitas penelitian

ini dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Apandi, T. dan Sudana, D., 1980. Peta

Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara.

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi, Bandung.

2. Ashock, 2004. The Past and Future of

Nickel Laterites, PDAC International

Convention.

Page 6: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo,

154

3. Freyssinet, Ph., Butt, C.R.M., Morris,

R.C. and Piantone, P., 2005. Ore Forming

Processes Related to Lateritic

Weathering, Economic Geology

Anniversary Volume.

4. Gleeson, S.A., Butt, C.R.M. and

M., 2003. Nickel Laterites: A Review,

Society Economic Geologist

Newletter Number 54.

5. Golightly, J.P., 1981. N

Laterite Deposits, Economic Geology

75th Anniversary Volume.

Gambar 2. Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Gee.

, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

., Butt, C.R.M., Morris,

Ore Forming

Processes Related to Lateritic

Weathering, Economic Geology 100th

, S.A., Butt, C.R.M. and Elias,

Nickel Laterites: A Review,

Society Economic Geologist (SEG)

Nickeliferous

Laterite Deposits, Economic Geology

6. Guilbert, J.M. and Park, C.F.,

Geology of Ore Deposit, W.H. Freeman

and Company.

7. Mackenzie, W.S. and Guilford, C.,

Atlas of Rock Forming Mineral in Thin

Section, Longman Scientific and

Technical.

8. Heinrich, E.W., 1975. Microscopic

Identification of Mineral, McGraw Hill

Book Company.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

. Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Gee.

., 1986. The

W.H. Freeman

Guilford, C., 1994.

Atlas of Rock Forming Mineral in Thin

Scientific and

Microscopic

McGraw Hill

Page 7: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit

pada Endapan Nikel Laterit

155

Gambar 3. Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Pakal.

Gambar 4. Distribusi kadar Fe pada keseluruhan data Pulau Gee.

Gambar 5. Distribusi kadar Fe pada keseluruhan data Pulau Pakal.

Page 8: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

156

Gambar 6. Perbandingan profil laterit Pulau Gee (kiri) dan Pulau Pakal (kanan).

Gambar 7. Model distribusi kadar Ni dan Fe pada masing-masing horizon laterit

di Pulau Gee.

Page 9: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit

pada Endapan Nikel Laterit

157

Gambar 8. Model distribusi kadar Ni dan Fe pada masing-masing horizon laterit

di Pulau Pakal.

Gambar 9. Histogram yang memperlihatkan frekuensi kemunculan horizon High Saprolit (HSOZ) di

Pulau Gee.

Page 10: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

158

Gambar 10. Histogram yang memperlihatkan frekuensi kemunculan horizon High Saprolit (HSOZ) di

Pulau Pakal.

Gambar 11. Distribusi titik bor dengan ketebalan horizon top soil > 2 di Pulau Gee.

Page 11: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi Ketebalan Horizon Laterit

pada Endapan Nikel Laterit

159

Gambar 12. Distribusi titik bor dengan ketebalan horizon top soil > 2

di Pulau Pakal.

Gambar 13. Distribusi titik bor dengan indikasi perulangan profil laterit di Pulau Gee.

Page 12: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Syafrizal, M. Nur Heriawan, Sudarto Notosiswoyo, Komang Anggayana, Jogi F. Samosir

160

Gambar 14. Distribusi titik bor dengan indikasi perulangan profil laterit di Pulau Gee.

Page 13: HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI … 20090302.pdf · eksplorasi pada Pulau Gee dan Pulau Pakal, Halmahera Timur, sehingga diperoleh suatu hipotesa tentang kondisi yang paling

Studi Distribusi Ukuran Butir Elektrum dan Asosiasi Mineralisasi Emas pada

Urat Ciurug, Pongkor, Indoensia

161