HUBUNGAN KECACINGAN DENGAN ANEMIA PADA ANAK …repository.poltekkes-kdi.ac.id/955/1/KTI WAFIQ...

80
HUBUNGAN KECACINGAN DENGAN ANEMIA PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 17 ABELI KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Politeknik Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan OLEH : WAFIQ KHAFIFA POO320013138 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN ANALIS KESEHATAN TAHUN 2016

Transcript of HUBUNGAN KECACINGAN DENGAN ANEMIA PADA ANAK …repository.poltekkes-kdi.ac.id/955/1/KTI WAFIQ...

  • HUBUNGAN KECACINGAN DENGAN ANEMIAPADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI 17 ABELI

    KOTA KENDARI SULAWESI TENGGARA

    KARYA TULIS ILMIAH

    Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan PendidikanDiploma III Politeknik Kemenkes Kendari

    Jurusan Analis Kesehatan

    OLEH :

    WAFIQ KHAFIFAPOO320013138

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

    JURUSAN ANALIS KESEHATANTAHUN 2016

  • ( )

  • RIWAYAT HIDUP

    I. IDENTITAS

    a. Nama : Wafiq Khafifa

    b. Tempat/ Tanggal Lahir : Katukobari, 3 September 1994

    c. Jenis Kelamin : Perempuan

    d. Suku / Bangsa : Buton/ Indonesia

    e. Agama : Islam

    f. Alamat : JL. Pattimura Puuwatu

    II. JENJANG PENDIDIKAN

    a. SD Negeri 4 Mawasangka, Tahun 2007

    b. SMP Negeri 1 Mawasangka, Tahun 2010

    c. SMA Negeri 1 Mawasangka, Tahun 2013

    d. Sejak tahun 2013 Melanjutkan Pendidikan Di Politeknik Kesehatan

    Kendari Jurusan Analis Kesehatan Sampai Sekarang

    iv

  • MOTTO

    Lakukanlah apapun dengan tepat , bukan hanya cepat.

    Keberhasilan tak bisa dihalangi jika yang anda lakukan telah tepat

    Memulai dengan penuh keyakinanMenjalankan dengan penuh keikhlasan

    Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan

    Jangan ratapi kegagalan, tapi ratapilah keberhasilanmu

    Sesungguhnya kesuksesan itu berjalan diatas kesusahan dan pengorbanan

    Karya tulis ini Kupersembahkan kepada

    Ayah dan Ibuku tercinta,

    Keluarga tersayang,

    Almamaterku,

    Agama, Bangsa dan Negaraku

    Do’a . . .

    Nasehat . . .

    Keikhlasan kalian . . .

    v

  • ABSTRAK

    Wafiq Khafifa (P00320013138) “hubungan kecacingan anemia pada anakSekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara”Pembimbing I : Masrif Bahrun, Pembimbing II Fonnie E. Hasan, (xxi :halaman, lampiran, tabel). Kecacingan adalah penyakit endemik dankronik yang diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidakmematikan tetapi mengganggu kesehatan tubuh manusia sehinggaberakibat menurunkan kondisi gizi dan kesehatan. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan kecacingan dengan anemia pada anakSekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari Tahun 2016. Variabel dalampenelitian ini yaitu kecacingan dan anemia. Penelitian ini menggunakanpendekatan analitik dengan rancangan Cross sectional study. Sampelpenelitian ini berjumlah 44 siswa yang diambil secara ProportionalRandom Sampling . Pengumpulan data terdiri atas data primer yaitukejadian kecacingan dan anemia dan data sekunder berupa pendekatandokumen yang ada di SDN 17 Abeli. Hasil penelitian ini menunjukkanbahwa dari 31 siswa yang menderita anemia sebagian besar (80.65%, n =25) adalah siswa yang menderita kecacingan, sebaliknya dari 13 siswayang tidak anemia sebagian besar (76.92%, n = 10) adalah siswa yangtidak menderita kecacingan. Hasil analisis statistik untuk melihathubungan kecacingan dengan anemia menggunakan uji korelasi produktmoment diperoleh nilai p = 0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwakejadian kecacingan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadiananemia. Oleh karena itu disarankan perlu membiasakan diri untukmemanfaatkan jamban yang telah tersedia dan meningkatkan hygieneperorangan, baik dari kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelummakan, setelah buang air besar (BAB) dan setelah bermain sertamembiasakan memotong kuku setiap minggu agar terhindar dari penyakitinfeksi kecacingan dan anemia.

    Kata Kunci : Kecacingan, Anemia

    Daftar Pustaka : 31 buah (2002-2015)

    vi

    vi

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah

    melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan Kecacingan

    dengan Anemia pada Anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari

    Sulawesi Tenggara” sebagai salah satu tugas akhir untuk menyelesaikan

    pendidikan program Diploma III (D-III) Politeknik Kesehatan Kendari

    Jurusan Analis Kesehatan.

    Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

    tingginya penulis ucapkan kepada Ayahanda La Saafi dan Ibunda Herlin

    tercinta atas bantuan moril maupun material, motivasi, dukungan dan cinta

    kasih yang tulus serta do’anya demi kesuksesan studi penulis jalani selama

    menuntut ilmu hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.

    Proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati

    perjalanan panjang, dan penulis banyak mendapatkan petunjuk dan

    bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

    penulis juga menghaturkan rasa terima kasih kepada Bapak Masrif

    Bahrun, SKM., M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Fonnie E. Hasan.,

    DCN., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

    kesabaran dalam membimbing dan atas segala waktu dan pikiran selama

    menyusun Karya Tulis ini. Ucapan terima kasih penulis juga tujukan

    kepada :

    1. Bapak Petrus, SKM. M.Kes Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

    Kendari.

    2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin

    penelitian kepada penulis dalam penelitian ini.

    3. Ibu Ruth Mongan, B.Sc., S.Pd., M.Pd selaku Ketua Jurusan Analis

    Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.

    4. Tim Penguji ( Muhaimin Saranani, S.Kep.,Ns.,M.Sc, Anita Rosanty.

    SST.,M.Kes, Satya Darmayani, S.Si.,M.Eng)

    vii

  • 5. Ibu Sitti Kamaria, S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN 17 Abeli Kota

    Kendari beserta seluruh guru yang telah mengizinkan dan menfasilitasi

    Penulis selama penyusunan Karya Tulis ini.

    6. Ibu Satya Darmayani, S.Si., M.Eng selaku Kepala Laboratorium

    Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari.

    7. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis

    Kesehatan serta seluruh staf atas segala fasilitas dan pelayanan

    akademik yang diberikan selama penulis menuntut ilmu.

    8. Kupersembahkan kepada saudara-saudaraku Kakak Hasan, S.Gz, Muh.

    Dahlan, AMG, La Moga, SE, Helsin, dan adikku tercinta Ahmad

    Hidayat, Musyawir, Nur Saleha, Rati terima kasih telah memberikan

    motivasi dan do’a serta kasih sayang selama penulis mengikuti

    pendidikan.

    9. Terima kasih buat sahabat-sahabatku tercinta (La Karana, Jumiati Ria,

    Nur Mely, La Ode Ofar dan Nurfia serta teman-teman angkatan 2013)

    yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, dimana selama penulis duduk

    di bangku kuliah telah banyak membantu dan menemani penulis dalam

    suka dan duka.

    Penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan

    keterbatasan yang ada pada penulis, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis

    Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak

    kekeliruan, serta kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan

    hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

    membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.

    Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

    kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan

    penelitian selanjutnya di Poltekkes Kemenkes Kendari Khususnya Jurusan

    Analis Kesehatan serta mendapat ridho dari Allah SWT, Amin.

    Kendari, Agustus 2016

    Penulis

    viii

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ..........................................................................................

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

    RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iv

    MOTTO ...................................................................................................... v

    ABSTRAK .................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

    DAFTAR ISI................................................................................................... ix

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ................................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3

    C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum Tentang Cacing...................................................... 5

    B. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus........................................ 6

    C. Tinjauan Umum Tentang Anemia .................................................... 17

    D. Tinjauan Umum Tentang Anak Sekolah Dasar ................................ 22

    E. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kecacingan dengan Anemia pada

    Anak Sekolah .................................................................................... 23

    ix

  • BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

    A. Dasar Pemikiran................................................................................ 26

    B. Kerangka Pikir .................................................................................. 27

    C. Variabel Penelitian............................................................................ 27

    D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif ...................................... 28

    E. Hipotesis Penelitian........................................................................... 28

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

    A. Dasar Pemikiran Jenis Penelitian...................................................... 29

    B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 29

    C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 29

    D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................................... 30

    E. Instrumen Penelitian.......................................................................... 31

    F. Prosedur Kerja ................................................................................... 31

    G. Pengolahan Data ............................................................................... 35

    H. Analisa Data...................................................................................... 36

    I. Penyajian Data................................................................................... 36

    J. Etika Penelitian .................................................................................. 36

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil ................................................................................................ 38

    B. Pembahasan....................................................................................... 45

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ....................................................................................... 46

    B. Saran.................................................................................................. 46

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    x

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 5.1 Sarana SDN 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara

    Tahun 2016 ...................................................................................... 34

    Tabel 5.2 Prasarana SDN 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara

    Tahun 2016 ...................................................................................... 35

    Tabel 5.3 Distribusi Tenaga Pengajar SDN 17 Abeli Kota Kendari

    Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 35

    Tabel 5.4 Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin SDN 17 Abeli Kota

    Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ......................................... 36

    Tabel 5.5 Distribusi Sampel Menurut Umur SDN 17 Abeli Kota Kendari

    Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 36

    Tabel 5.6 Distribusi Sampel Menurut Kelas SDN 17 Abeli Kota Kendari

    Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 37

    Tabel 5.7 Distribusi Sampel Menurut Kecacingan SDN 17 Abeli Kota

    Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ......................................... 37

    Tabel 5.8 Distribusi sampel Menurut Anemia SDN 17 Abeli Kota Kendari

    Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ....................................................... 38

    Tabel 5.9 Distribusi Kecacingan dengan Anemia SDN 17 Abeli Kota

    Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2016 ......................................... 38

    xi

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Hasil Korelasi Uji Product Moment SPSS Versi 20

    Lampiran 2 : Master Tabel Pengumpulan Data

    Lampiran 3 : Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan

    Lampiran 4 : Form Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin

    Lampiran 5 : Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan

    Lampiran 6 : Form Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin

    Lampiran 7 : Surat permohonan Izin Penelitian dari Poltekkes Kemenkes

    Kendari

    Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan

    Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara

    Lampiran 9 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari SDN 17

    Abeli Kota Kendari

    Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Laboratorium

    Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari

    Lampiran 11 : Dokumentasi Penelitian

    xii

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 : Siklus Hidup Ascaris Lumbricoides ........................................... 7

    Gambar 2 : Siklus Hidup Trichuris Trichura ................................................ 9

    Gambar 3 : Siklus Hidup Cacing Tambang ................................................... 11

    Gambar 4 : Siklus Hidup Enterobius Vermicularis........................................ 13

    Gambar 5 : Rantai Karbon Hemoglobin (Hb) Darah ..................................... 20

    xiii

  • BAB IPENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Anemia merupakan masalah kesehatan dunia karena prevalensinya

    masih tinggi terutama di Negara berkembang seperti Indonesia. Kelompok

    yang rentan menderita anemia adalah anak usia sekolah dasar. Kondisi ini

    sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia karena pertama, anak sekolah

    merupakan generasi penerus bangsa sehingga perlu dipersiapkan dengan baik

    kualitasnya. Kedua, anak sekolah sedang mengalami pertumbuhan secara

    fisik dan mental yang sangat diperlukan guna menunjang kehidupannya di

    masa datang. Ketiga, guna mendukung keadaan tersebut diatas, anak sekolah

    memerlukan kodisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan

    status gizi yang lebih baik (Ipa dan Sirajuddin, 2010).

    Berdasarkan data WHO (2008) diketahui bahwa total keseluruhan

    penduduk dunia yang menderita anemia adalah 1,62 miliar orang dengan

    prevalensi anak sekolah yaitu 25,4% dan menyatakan bahwa 305 juta anak

    sekolah di seluruh dunia menderita anemia. Laporan Riset Kesehatan Dasar

    (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa anemia gizi besi masih

    merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia dengan prevalensi pada

    anak usia 5 - 12 tahun sebesar 29%.

    Anemia disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor

    ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain pengetahuan

    tentang gizi khususnya anemia, infeksi dan kebiasaan hidup. Faktor instrinsik

    yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain kehilangan darah secara

    kronis, seperti infeksi kecacingan, asupan zat besi (Tablet Fe), Vitamin B12,

    dan asam folat (vitamin B9) tidak cukup (Melisa, 2012).

    Kecacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif),

    penyerapan (absorpsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi

    cacinganan dapat menimbulkan kurangan gizi berupa kalori dan protein, serta

    kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan

    menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak. Khusus anak usia sekolah,

    1

  • keadaan ini akan berakibat buruk pada kemampuannya dalam mengikuti

    pelajaran di sekolah. Sehubungan dengan tingginya angka prevalensi infeksi

    cacingan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu pada daerah

    iklim tropik, yang merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing,

    perilaku yang kurang sehat seperti buang air besar di sembarang tempat,

    bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial ekonomi, umur, jenis kelamin,

    mencuci tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan perilaku individu, sanitasi

    makanan dan sanitasi sumber air (Andaruni, 2012).

    Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih

    dari 1.5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi cacing nematode

    usus. Di Indonesia sendiri prevalensi kecacingan tahun 2012 menunjukkan

    angka diatas 20% dengan prevalensi tertinggi mencapai 76.67%.

    Berdasarkan data pada sebuah jurnal Penelitian yang dilakukan di Nigeria

    2011 mengungkap bahwa dari 316 anak sekolah yang menjadi sampel di tiga

    wilayah pedesaan, 38,6% menderita anemia dan secara keseluruhan

    prevalensi status kecacingan di tiga wilayah adalah : Ascaris lumbricoides

    (75,6%), cacing tambang (16,19%) dan Trichuris trichiura (7,3%). Dalam

    penelitian tersebut terdapat hubungan yang merujuk pada data tentang

    tingginya prevalensi anemia dan prevalensi kecacingan. Prevalensi

    kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow

    Utara sebesar 20%. Prevalensi anemia pada murid Sekolah Dasar di

    Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan sebesar 40%, terdapat hubungan

    yang signitifikan antara kecacingan dengan anemia dimana hasil yang

    diperoleh ñ=0,001. Berdasarkan hasil penelitian (2015) pada Sekolah dasar

    Negeri 3 Abeli dari 134 responden terdapat 55 responden (41.0%) yang

    positif terinfeksi cacing usus, sedangkan 79 responden (59.0%) tidak

    terinfeksi cacing usus.

    Berdasarkan data-data yang diperoleh maka, peneliti tertarik untuk

    mengetahui “hubungan kecacingan dengan anemia pada anak Sekolah Dasar

    Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara”.

    2

  • B. Rumusan Masalah

    Apakah ada hubungan kecacingan dengan anemia pada anak Sekolah

    Dasar Negeri 17 Abeli ?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui hubungan kecacingan dengan anemia pada anak

    Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli.

    2. Tujuan Khusus

    a. Untuk mengetahui status kecacingan di Sekolah Dasar Negeri 17

    Abeli.

    b. Untuk mengetahui status Anemia anak Sekolah Dasar Negeri 17

    Abeli.

    c. Untuk menganalisis hubungan kecacingan dengan anemia pada Anak

    Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan bagi ilmu

    pengetahuan khususnya jurusan Analis Kesehatan untuk dapat

    memberikan pengetahuan baru tentang kecacingan dengan anemia

    sehingga dapat digunakan sebagai bahan perbaikkan maupun peningkatan

    pengetahuan.

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi Mahasiswa

    Sebagai bahan informasi serta menambah wawasan tentang

    kecacingan dengan anemia.

    b. Bagi Institusi

    Sebagai masukkan tentang hubungan kecacingan dengan

    anemia.

    c. Bagi Peneliti

    3

  • Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kecacingan

    dengan anemia.

    d. Bagi Peneliti Selanjutnya

    Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi

    bagi penelitian lain untuk mengadakan penelitian lanjut tentang

    kecacingan dengan anemia.

    4

  • BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum Tentang Cacing

    1. Pengertian Cacing

    Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik yang

    diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak

    mematikan tetapi mengganggu kesehatan tubuh manusia sehingga

    berakibat menurunkan kondisi gizi dan kesehatan masyarakat (Akhsin,

    2010).

    Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang

    sifatnya mrugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa

    jenis cacing yang termaksud nematoda usus (Gandahusada, dkk. 2006).

    2. Cara Penularannya

    Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termaksud dalam kelurga

    nematoda saluran cerna. Penularan dapat melalui 2 cara yaitu (Sudoyo,

    dkk. 2006) :

    1) Infeksi Langsung

    Penularan langsung dapat terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk

    langsung ke mulut tanpa berkembang dulu di tanah. Cacing ini terjadi

    pada cacing kremi dan trichuris trichura. Penularan langsung dapat

    terjadi setelah periode berkembangnya di tanah kemudian telur

    tertelan melalui tangan atau makanan yang tercemar seperti ascaris

    lumbricoides.

    2) Larva Menembus Kulit

    Penularan melalui kulit terjadi pada cacing tambang dimana telur

    terlebih dahulu menetas di tanah kemudian larva menginfeksi melalui

    kulit.

    5

  • B. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus

    1. Pengertian Nematoda Usus

    Nematoda usus adalah telur cacing yang terdapat dalam usus,

    tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyai saluran cerna yang

    berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi

    dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter. Nematoda usus

    biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing dewasa

    melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini

    menyebabkan penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah,

    iritasi dan alergi (Margono, 2008).

    Menurut Natadisatra & Agoes (2009), nematoda usus dibagi atas

    dua kelompok, yaitu:

    1) Soil Transmitted Helminths (STH)

    2) Non Soil Transmitted Helminths (Non STH)

    1. Soil Transmitted Helminths (STH)

    Soil Transmitted Helminths (STH) adalah Nematoda yang

    dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses

    pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non-infektif

    menjadi stadium infektif. Soil Transmitted Helminths (STH) terdiri

    dari (Natadisatra & Agoes, 2009) :

    a. Ascaris Lumbricoides

    1. Taksonomi (Klasifikasi)

    Phylum: Nematoda

    Kelas : Nematoda

    Sub Kelas : Secernentea

    Ordo : Ascaridida

    Family : Ascarididae

    Genus : Ascaris

    Species : Ascaris lumbricoides

    Hospes : Manusia

    7

  • 2. Morfologi

    Cacing jantan berukuran sekitar 10-30 cm,

    sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Pada cacing jantan

    ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di

    ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada

    sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau

    gelang kopulasi. Stadium dewasa cacing ini hidup di rongga

    usus muda. Cacing dewasa hidup pada usus manusia.

    Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000

    telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 60 x

    45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya

    lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi

    inilah yang dapat menginfeksi manusia. Dalam lingkungan

    yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk

    infektif dalam waktu 3 minggu.

    3. Siklus Hidup

    Gambar 1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides.

    Apabila tertelan oleh manusia dan menetes di usus

    halus, maka larvanya dapat menembus dinding usus halus

    68

  • dan menuju pembuluh darah. Atau saluran limfe., lalu

    dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke

    paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu

    dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke

    trakea melalui bronkus dan bronkeolus.

    Larva yang berada di trakea kemudian menuju ke

    faring sehingga menimbulkan rangsangan pada faring.

    Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan

    tertelan ke esophagus kemudian menuju usus halus. Di usus

    halus, larva berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur

    matang, tertelan sampai cacing dewasa bertelur dibutuhkan

    waktu kurang lebih 2 bulan.

    4. Patologi Klinis:

    Infeksi Ascaris Lumbricoides disebut Ascariasis

    atau infeksi Ascaris. Pada infeksi ringan oleh cacing dewasa

    menyebabkan gejala gastrointestinal ringan seperti kurang

    nafsu makan, mual, diare, obstipasi, dan sakit perut.

    Sedangkan pada infeksi berat dapat mempengaruhi faal usus

    sehingga terjadi malabsorbsi terutama pada anak-anak.

    5. Diagnosis

    Adanya telur dalam tinja. Cacing dewasa yang

    keluar melalui mulut, hidung, dan anus.

    b. Trichuris Trchiura

    1. Klasifikasi

    Phylum : Nemathelminthes

    Class : Nematoda

    Subclass : Adenophorea

    Ordo : Enoplida

    Super family : Ttichinelloidea

    Genus : Trichuris

    Species : Trichuris trichiura

    Hospes : Manusia

    9

  • 2. Morfologi

    Cacing jantan panjangnya 30-45 mm, bagian

    anterior halus seperti cambuk, bagian ekor melingkar.

    Cacing betina panjangnya 30-50 mm, bagian anterior halus

    seperti cambuk, bagian ekor lurus berujung tumpul.

    Telurnya berukuran ± 50 x 22 mikron, bentuk seperti

    tempayan dengan kedua ujung menonjol, berdinding tebal

    dan berisi larva.

    3. Siklus Hidup

    Gambar 2. Siklus hidup Trichuris trichiura.

    Bila telur tersebut tertelan, larva infektif akan

    menetas di dalam usus halus dan masuk ke dalam kripta

    lieberkaha. Bermigrasi ke daerah ileocecal dan menjadi

    dewasa setelah 3 bulan.

    4. Patologi Klinik

    Infeksi ringan tidak menyebabkan gejala klinis yang

    khas. Infeksi berat dan menahun menyebabkan disentri,

    prolapsus rekti, apendisitis, anemia berat, sakit perut, mual

    dan muntah.

    5. Diagnosis

    Telur dalam tinja.

    9

  • c. Cacing Tambang (Necator Americanus dan Ancylostoma

    Duodenale)

    1. Necator Americanus

    Klasifikasi

    Phylum : Nemathelminthes

    Class : Nematoda

    Subclass : Adenophorea

    Ordo : Enoplida

    Super family : Rhabditoidea

    Genus : Necator

    Species : Necator americanus

    Hospes : Manusia

    2. Ancylostoma Duodenale

    Klasifikasi

    Phylum : Nemathelminthes

    Class : Nematoda

    Sub class : Secernemte

    Ordo :Rhabditida

    Super family :Rhabditoidea

    Genus : Ancylostoma

    Species : Ancylostoma duodenale

    3. Morfologi

    Warna putih abu-abu sampai kemerah-merahan.

    Memiliki bentuk yang khas terutama pada cacing betina

    Necator Americanus menyerupai huruf S sedangkan pada

    Ancylostoma Duodenale menyerupai huruf C. Bagian

    anterior, terdapat buccal capsule (rongga mulut) sedangkan

    pada ujung posterior cacing jantan terdapat bursa copulasi.

    Necator Americanus memiliki buccal capsule sempit, pada

    dinding ventral terdapat sepasang benda pemotong

    berbentuk bulan sabit. Cacing jantan berukuran 7-9 mm x

    o.3 mm, memiliki bursa copulasi bulat dengan dorsal rays

    10

  • dua cabang. Cacing betina memiliki ukuran 9-11 mm x 0.4

    mm, pada ujung posterior tidak didapatkan spina kaudal,

    vulva terletak pada bagian anterior kira-kira oada

    pertengahan tubuh. Ancylostoma Duodenale memiliki

    buccal capsule lebih besar dari pada Necator Americanus,

    memiliki dua pasang gigi ventral yang runcingdan sepasang

    gigi dorsal rudimenter. Cacing jantan berukuran 8-11 mm x

    0.5 mm, bursa copulasi melebarseperti paying dengan

    dorsal rays tunggal, bercabang pada ujungnya, didapat dua

    spikula yang letaknya berjauhan serta ujungnya runcing.

    Cacing betina berukuran 10-13 mm x 0.6 mm, pada ujung

    posterior terdapat spina kaudal, vulva terletak pada bagian

    posterior pertengahan tubuh. Jumlah telur perhari yang

    dihasilkan seekor cacing betina Necator Americanus sekitar

    9.000-10.000 sedangkan pada Ancylostoma Duodenale

    10.000-20.000

    4. Siklus Hidup

    Gambar 3. Siklus hidup Cacing TambangTelur keluar bersama feses pada tanah yang cukup

    baik, suhu optimal 23-330C dalam 24-48 jam akan menetas,

    keluar larva Rhabditiform. Jika larva menyentuh kulit

    11

  • manusia, larva secara aktif menembus kulit masuk ke dalam

    kapiler dara, terbawa aliran darah.

    5. Patologi Klinis

    Infeksi cacing tambang pada hakikatnya adalah

    infeksi menahun sehingga sering tidak menunjukkan gejala

    akut. Larva menembus kulit membentuk maculopapula dan

    eritem, sering disertai rasa gatalyang hebat. Waktu larva

    dalam aliran darah dalam jumlah banyak tau pada orang

    yang sensitive dapat menimbulkan bronchitis atau bahkan

    pneomonitis. Cacing dewasa melekat dan melukai mukosa

    usus, menimbulkan perasaan tidak enak di- perut, mual, dan

    diare. Seekor cacing dewasa mengisap darah 0.2-0-3 ml

    sehari sehingga dapat menimbulkan anemi yang progresif,

    hipokrom, mikrositer, tipe defisiensi besi. Pada infeksi

    berat, Hb dapat turun sampai 2g/dl, penderita merasa sesak

    napas, lemah dan pusing kepala.

    6. Diagnosis

    Gejala klinis biasanya tidak spesifik sehingga untuk

    menegakkan diagnosis infeksi cacing tambang

    perludilakukan pemeriksaan laboratorium untuk dapat

    menemukan telur cacing tambang di dalam tinja.

    2. Non-Soil Transmitted Helminths (Non-STH)

    Non-Soil Transmitted Helminths (Non-STH) adalah

    nematoda yang dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah

    untuk proses pematangan. Non-Soil Transmitted Helminths (Non-

    STH) terdiri dari:

    a. Enterobius Vermicularis

    1. Klasifikasi

    Phylum : Nematoda

    Class : Phasmidhia

    Ordo : Rabditida

    Super family : Oxyuridae

    12

  • Genus : Enterobius

    Species : Enterobius vermicularis

    Hospes : Manusia.

    2. Morfologi

    Memiliki warna keputih-putihan. Pada ujung

    anterior terdapat pelebaran menyerupai sayap yang di sebut

    ala cephalic lateral. Mulutnya dikelilingi 3 buah bibir, yaitu

    sebuah bibir dorsal dan 2 buah bibir lateroventral. Cacing

    betina berukuran 8-13 mm x 0.3-0.5 mm Cacing jantan

    berukuran 2-5 mm x 0.1-0.3mm

    3. Siklus Hidup

    Gambar 4. Siklus hidup Enterobius Vermicularis

    Telur- telur tersembunyi dalam lipatan perianal

    sehingga jarang keluar dan didapatkan di dalam tinja.

    Beberapa jam kemudian telur telah menjadi matang dan

    infektif, selanjutnya terjadi auto infeksi karena daerah

    perianal gatal.

    4. Patologi Klinis

    Cacing ini relatif tidak berbahaya, jarang

    menimbulkan lesi besar. Menimbulkan rasa gatal di sekitar

    anus pada malam hari, menjadi lemah, dan nafsu makan

    menurun.

    13

  • 5. Diagnosis :

    Adanya telur dan cacing dewasa

    b. Trichinella Spiralis

    1. Klasifikasi

    Phylum : Nemathelminthes

    Class : Nematoda

    Subclass : Adenophorea

    Ordo : Enoplida

    Super family : Ttichinelloidea

    Genus : Trichinella

    Species : Trichinella spiralis

    Hospe : Manusia, Babi, Tikus, Beruang, dll.

    2. Morfologi

    Cacing jantan berukuran 1.5 x 0.04 mm, ujung

    posterior melengkung ke depan. Cacing betina berukuran 3-

    4 mm.

    3. Siklus Hidup

    Cacing jantan setelah kopulasi akan mati, cacing

    betina menjadi besar dan panjang, masuk kedalam mukosa

    villi intestinal yang dalam sekali sampai sinus limpatikus.

    Pada hari ke lima, karena cacing ini bersifat vivipar, larva

    dikeluarkan dari induknya satu per satu masuk kedalam

    sinus limpatikus tadi., kemudian terbawa aliran limfe

    melalui duktus thoracicus masuk ke dalam aliran darah ke

    jantung kanan, ke paru-paru, ke jantung kiri kemudian

    tersebar ke seluruh tubuh.

    4. Patologi Klinis

    Cacing dewasa masuk ke mukosa usus

    menyebabkan sakit perut, diare, mual, dan muntah. Larva di

    oto menyebabkan mialgia (nyeri pada oto) dan miositis

    (radang otot) yang di sertai demam, hipireosinofilia,

    leukositosis.

    14

  • 5. Diagnosis

    Eosinofili disertai demam tinggi, myalgi, dan

    gangguan gastrointestinal. Untuk kepastian diagnosis,

    dilakukan pemeriksaan biopsi otot untuk menemukan larva

    di dalam otot penderita, dilakukan pada minggu ke 3-

    4.Mencari cacing dewasa di dalam tinja atau larva di dalam

    cairan cerebrospinal, transudat, dan eksudat. Diagnosis

    imunologi, yaitu untuk menemukan adanya zat anti

    terhadap cacing ini di dalam serum.

    c. Strongyloides Stercoralis

    1. Klasifikasi

    Phylum : Nemathelminthes

    Class : Nematoda

    Subclass : Adenophorea

    Ordo : Enoplida

    Super family : Rhabiditoidea

    Genus : Strongyloides

    Species : Strongyloides stercoralis

    Hospes : Manusia.

    2. Morfologi

    Cacing Betina berukuran 2.5-4.3 mm, sedangkan

    pada jantan 2.70-3.17 mm. Telur berukuran 36-54 21 mm,

    mempunyai 2 kutub yang mendatar, menyerupai telur

    Trichuris Tricura, tetapi kulitnya berlekuk.

    3. Siklus Hidup

    Siklus hidup cacing ini belum diketahui dan masih

    dalam penelitian. Ditemukan ikan air tawar sebagai hospes

    perantara yang mengandung larva infektif.

    4. Patologi Klinis

    Infeksi ringan menyebabkan diare, muntah, dan

    nyeri diperut. Pada infeksi kronis penderita sangat lemah,

    kelemahan seluruh otot. Pada tinja ditemukan protein dan

    15

  • lemak serta kalium yang tinggi, disebabkan oleh gangguan

    penyerapan akibat peradangan dan iritasi.

    5. Diagnosis

    Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan

    menemukan telur di dalam tinja. (Rusmartini.2009).

    2. Dampak Infeksi Kecacingan

    Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,

    namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Kecacingan

    dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan

    produktivitas penderita sehingga secara ekonomi dapat menyebabkan

    banyak kerugian yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber

    daya manusia. Infeksi cacing pada manusia dapat dipengaruhi oleh

    perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasinya terhadap

    lingkungan (Wintoko, 2014).

    Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan

    gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing

    tambang mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris

    trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Satari, 2010). Pada infeksi

    Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan

    dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5

    juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Infeksi cacing tambang

    umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal

    sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah

    0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan

    kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat

    (Margono, 2008).

    3. Upaya Pencegahan

    Menurut Siregar (2008) upaya pencegahan kecacingan ada 2, yaitu:

    1) Pencegahan Primer

    Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan

    memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasin dikakus,

    menjaga kebersihan, mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan

    16

  • Penyuluhan kesehatan kepada anak sekolah mengenai sanitasi

    lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara menghindari

    infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, membiasakan

    mencuci tangan sebelum makan, membiasakan menggunting kuku

    secara teratur, membiasakan diri buang air besar di jamban,

    membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air

    besar, membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah.

    2) Pencegahan Sekunder

    Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan

    memeriksakan diri secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta

    menganjurkan makan obat cacing 6 bulan sekali khususnya anak yang

    rentan terinfeksi cacing.

    C. Tinjauan Umum Tentang Anemia

    1. Pengertian Anemia

    Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel

    darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.

    Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan

    keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis

    anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk

    mengangkut oksigen ke jaringan (Smeltzer, 2002).

    Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin,

    hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal (Depkes, 2007).

    Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan

    defisiensi pada ukuran dan jumlah eritrosit atau pada hemoglobin yang

    tidak mencukupi untuk fungsi pertukaran O2 dan CO2 diantara jaringan

    dan darah (Prawirohardjo. 2002).

    2. Pengertian Hemoglobin (Hb)

    Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan Hem

    (beisi zat besi) dan 4 rantai globulin (alfa, beta, gama, dan delta), berada

    dalam eritrosit dan bertugas utama untuk mengangkut oksigen. Kuantitas

    darah dan warna merah darah ditentukan oleh kadar hemoglobin (Sutedjo,

    2009).

    17

  • Hemoglobin merupakan zat protein yang terdapat dalam sel darah

    merah (eritrosit) yang memberi warna merah pada darah dan merupakan

    pengangkut oksigen utama dalam tubuh (Riswanto, 2013).

    Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami).

    Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika

    berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi. Karena

    itu, darah arteri yang teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah

    vena yang telah kehilangan sebagian dari kandungan O2 nya ditingkat

    jaringan, memiliki rona kebiruan (Sacher dan Ronald, 2004).

    3. Pembentukan Hemoglobin (Hb)

    Pembentukan hemoglobin memerlukan bahan-bahan penting, yaitu

    besi (Fe), vitamin B12 (siano-kobalamin), dan asam folat (asam

    pteroilglutamat). Diperlukan 1 mg besi untuk setiap milliliter (ml) eritrosit

    yang diproduksi. Setiap hari, 20-25 mg besi diperlukan untuk

    pembentukan eritrosit (eritropoiesis): sebanyak 95% didaur ulang dari besi

    yang berasal dari perputaran eritrosit dan katabolisme hemoglobin. Jika

    kekurangan besi (Fe), pembelahan sel akan menghasilkan sel-sel eritrosit

    yang berukuran lebih kecil dan penurunan jumlah hemoglobin. Vitamin

    B12 dan asam folat diperlukan untuk sintesis dan pertukaran molekul

    karbon. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan gangguan produksi

    DNA, kelainan perkembangan inti sel dan sitoplasma eritrosit,

    pembentukan sel megaloblastik yang besar dan kurang matang (Riswanto,

    2013).

    4. Struktur Hemoglobin (Hb)

    Setiap organ utama dalam tubuh manusia tergantung pada oksigen

    untuk pertumbuhan dan fungsinya, dan proses ini berada di bawah

    pengaruh hemoglobin. Molekul hemoglobin terdiri dari dua struktur

    utama, yaitu hem dan globin, serta struktur tambahan.

    a) Heme

    Struktur ini melibatkan empat atom besi dalam bentuk Fe2+ dikelilingi

    oleh cincin protoporfirin IX, karena zat besi dalam bentuk Fe3+, tidak

    dapat mengikat oksigen. Protoporfirin IX adalah produk akhir dalam

    18

  • sintesis molekul heme protoporfirin ini hasil dari interaksi suksinil

    koenzim A dan asam delta-aminolevulinat, di dalam mitokondria dari

    eritrosit berinti, dengan pembentukakan beberapa produk antara

    porfobilinogen, uroporfirinogen, dan coproporfirin. Besi bergabung

    dengan protoporfirin untuk membentuk hem molekul lengkap. Cacat

    pada salah satu produk dapat merusak fungsi hemoglobin (Kiswari,

    2014).

    b) Globin

    Terdiri dari asam amino yang dihubungkan bersama untuk

    membentuk rantai polipeptida. Hemoglobin dewasa terdiri atas rantai

    alfa (α) dan rantai beta (β). Rantai alfa memiliki 14 asam amino,

    sedangkan rantai beta memiliki 146 asam amino. Heme dan globin

    dari molekul hemoglobin dihubungkan oleh ikatan kimia (Kiswari,

    2014).

    c) Struktur Tambahan

    Struktur tambahan yang mendukung molekul hemoglobin adalah 2.3-

    difosfogliserat (2.3-DPG), suatu zat yang dihasilkan melalui jalur

    Embden Meyerhof yang anaerob selama proses glikolisis. Struktu ini

    berhubungan erat dengan afinitas oksigen dari hemoglobin (Kiswari,

    2014).

    Gambar 5. Rantai Karbon Hemoglobin (Hb) Darah.

    19

  • 5. Nilai Normal Hemoglobin (Hb)

    Menurut Sutedjo (2009), nilai normal hemoglobin dalam darah,

    yaitu:

    Wanita : 12-16 gr/dl

    Laki-laki : 14-18 gr/dl

    Anak : 12-16 gr/dl

    Bayi baru lahir : 12-24 gr/dl

    6. Masalah Klinis

    Menurut Riswanto (2013), masalah klinis hemoglobin ada 2 (dua),

    yaitu :

    1) Penurunan kadar hemoglobin disebut dengan anemia.

    Penyebab anemia bermacam-macam, yaitu:

    a. Gangguan Pembentukkan Eritrosit

    Penyakit defisiensi, seperti: anemia difisiensi besi (ADB),

    anemia sideroblastik, anemia megaloblastik, anemia pernisiosa,

    anemia pada penyakit kronis, (misalnya kanker, penyakit ginjal,

    sirosis hati, dsb). Gangguan fungsi sum-sum tulang dalam

    memproduksi eritrosit, seperti: sindrom myelodisplastik, anemia

    aplstik, anemia fanconi, leukemia, dan limfoma Hodgkin.

    b. Kehilangan Eritrosit yang Berlebihan

    Kehilangan darah akut atau kronis (menahun). Peningkatan

    destruksi eritrosit (hemolisis), seperti anemia hemolitik autoimun,

    sferositosis herediter, eliptositosis herediter, stomatositosis

    herediter, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),

    anemia sel sabit (sickle cell anemia), talasemia, paroxysmal

    nocturnal hemoglobinuria (PNH), infeksi malaria, hipersplenisme,

    dsb.

    c. Klasifikasi Anemia berdasarkan Morfologi dan Etiologi

    1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV

  • 2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fi dan

    MCH 27-34 pg, misalnya anemia pasca perdarahan akut,

    anemia aplastik, anemia hemolitik didapat, anemia akibat

    penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia

    pada sindrom mielodiplastik, dan anemia pada keganasan

    hematologik.

    3. Anemia makrositer, bila MCV >95 fi, misalnya bentuk

    megaloblastik (anemia defisiensi asam folat, dan anemia

    defisiensi B12), dan bentuk non megaloblastik (anemia pada

    penyakit hati kronik, anemia pada hipotidorisme, dan anemia

    pada sindrom mielodiplastik). (Nurarif dan Kusuma, 2013).

    4. Gejala khas masing-masing anemia:

    a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca

    perdarahan, anemia defisiensi besi.

    b. Ikterus, urin berwarna kuning tua/cokelat, perut

    mrongkol/makin buncit pada anemia hemolitik.

    c. Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karena

    keganasan.

    5. Pemeriksaan Fisik

    Tanda-tanda anemia umum: pucat, takhikardi, pulsus celer,

    suara pembuluh darah spontan, bising karotis, bising sistolik,

    anorganik, perbesaran jantung.

    Manifestasi Khusus pada anemia:

    1) Defisiensi besi: spoon nail, glositis.

    2) Defisiensi B12: paresis, ulkus ditungkai.

    3) Hemolitik: ikterus, splenomegali.

    4) Aplastik: anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.

    (Nurarif dan Kusuma, 2013).

    2) Peningkatan Kadar Hemoglobin

    Terjadi karena keadaan hemokosentrasi (jumlah eritrosit lebih besar

    dari pada plasma), dan dapat di jumpai pada dehidrasi, polisitemia

    (peningkatan abnormal jumlah eritrosit), luka bakar yang parah, gagal

    21

  • jantung kronis (chronic heart failure, CHF), dan pengaruh obat-

    obatan.

    D. Tinjauan Umum Tentang Anak Sekolah Dasar

    1. Pengertian Anak Sekolah Dasar

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66

    Tahun 2010, sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang

    menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.

    Suharjo (2006) menyatakan bahwa sekolah dasar pada dasarnya

    merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program

    pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Hal ini juga

    diungkapkan Ihsan (2008) bahwa sekolah dasar ditempuh selama 6

    tahun.

    Menurut Wong (2009), usia sekolah dasar adalah anak pada usia

    6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode

    ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya

    sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan

    orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-

    dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan

    dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu.

    2. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

    Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar

    pembentukan sumber daya manusia yang bermutu. Melalui sekolah, anak

    belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta membangun

    karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan. Karakteristik

    anak usia sekolah dasar, yaitu

    a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan

    pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah

    b. Pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun) anak memperhatikan

    nilai (angka rapor).

    c. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai hal yang

    baik mengenai prestasi sekolah.

    22

  • d. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya,

    biasanya untuk bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini

    biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang

    tradisional melainkan mereka membuat peraturan sendiri (Anonim,

    2013).

    3. Kebutuhan Gizi Pada Anak Sekolah Dasar

    Anak usia sekolah dasar dapat digambarkan sebagai anak

    berumur 6 sampai 12 tahun, dengan karakteristik pertumbuhan yang

    semakin meningkat tetapi dengan sedikit masalah pemberian makanan.

    Waktu lebih banyak dihabiskan di sekolah sehingga anak usia ini mulai

    menyesuaikan dengan jadwal rutin. Mereka juga mencoba mempelajari

    keterampilan fisik dan menghabiskan banyak waktu untuk berolahraga

    dan bermain. Anak pada usia sekolah dasar tumbuh dengan perbedaan

    tinggi badan yang sudah mulai tampak. Ada sebagian anak yang terlihat

    relatif lebih pendek atau lebih tinggi. Komposisi tubuh anak usia sekolah

    dasar juga mulai berubah. Komposisi lemak meningkat setelah anak

    berusia 6 tahun (Damayanti & Muhilal, 2006).

    Pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah dasar akan

    lebih maksimal jika kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi. Selain itu,

    pembiasaan pola makan sehat di dalam keluarga harus benar-benar

    ditanamkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal

    (Damayanti & Muhilal, 2006).

    E. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kecacingan Dengan Anemia PadaAnak Sekolah

    Penyakit infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat

    Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein

    serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan

    menimbulkan gangguan kembang tumbuh anak. Ozasuwa (2011)

    mengungkapkan bahwa anak-anak lebih rentan terinfeksi parasit dibanding

    orang dewasa, karena respon imun mereka yang lebih rendah, higiene dan

    sanitasi yang buruk, dan kondisi lingkungan yang disukai untuk

    perkembangan parasit yang pada akhirnya menginfeksi host. Anak Sekolah

    23

  • Dasar kurang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat seperti kebiasaan cuci

    tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku,

    perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol,

    serta perilaku bermain ditempat yang kotor yang mengandung telur cacing

    sehingga dapat menginfeksi anak tersebut (Winita, dkk, 2012).

    Cacing yang masuk ke dalam mukosa usus dapat menimbulkan iritasi

    dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi

    perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan anemia. Infeksi rendah

    biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas. (Ozasuwa. 2011)

    Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,

    namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing

    gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan

    dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang (Ancylostoma

    duodenale dan Necator americanus) mengakibatkan anemia defesiensi besi,

    sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Ozasuwa,

    2011).

    Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang

    dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam

    tubuh. Pada infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien

    lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori

    yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris

    lumbricoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori

    protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A (Hidayat, 2002).

    Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah,

    turunnya berat badan dan anemia (eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin

    30% di bawah normal). Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris

    trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing (Gandahusada

    dkk, 2004).

    Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun,

    cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing

    tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi

    24

  • berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat

    menyebabkan anemia berat (Gandahusada dkk, 2004).

    25

  • BAB IIIKERANGKA KONSEP

    A. Dasar Pemikiran

    Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang

    sifatnya merugikan, dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis

    cacing yang termaksud nematoda usus.

    Penyakit infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat

    Indonesia yang dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein

    serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan

    menimbulkan gangguan kembang tumbuh anak.

    Akibat lain dari infeksi kecacingan adalah kehilangan darah secara

    kronis sebagai salah satu penyebab anemia.

    Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan defisiensi

    pada ukuran dan jumlah eritrosit atau pada hemoglobin yang tidak

    mencukupi untuk fungsi pertukaran O2 dan CO2 diantara jaringan dan darah.

    Anemia disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor

    ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain pengetahuan

    tentang gizi khususnya anemia, infeksi dan kebiasaan hidup. Faktor instrinsik

    yang mempengaruhi kejadian anemia, antara lain kehilangan darah secara

    kronis, seperti infeksi kecacingan, asupan zat besi (Tablet Fe), Vitamin B12,

    dan asam folat (vitamin B9) tidak cukup.

    26

  • B. Kerangka Pikir

    Berdasarkan dasar pemikiran diatas, dapat disimpulkan dengan bagan

    kerangka pikir sebagai berikut:

    Gambar 6. : Kerangka Konsep Penelitian

    Keterangan:

    : Variabel bebas yang diteliti

    : Variabel bebas yang tidak diteliti

    : Variabel terikat yang diteliti

    : Garis penghubung variabel yang diteliti

    : Garis penghubung variabel yang tidak diteliti

    C. Variabel Penelitian

    1. Variabel Independent (Bebas)

    Variabel independent dalam penelitian ini adalah kecacingan.

    2. Variabel Dependent (Terikat)

    Variabel dependent dalam penelitian ini adalah Anemia.

    Anemia

    Kecacingan

    Tablet Fe

    Vitamin B12

    Asam Folat(Vitamin B9)

    27

  • D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

    1. Kecacingan adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa

    cacing, dalam penelitian ini kecacingan diidentifikasi melalui sampel feces

    siswa, dilakukan dengan metode native selanjutnya dibagi dalam dua

    kategori sebagai berikut :

    Kritreria Objektif:

    - Kecacingan : hasil pemeriksaan ditemukan adanyatelur cacing

    - Tidak kecacingan : hasil pemeriksaan tidak ditemukantelur cacing

    2. Anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin, hematokrit

    dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal., yang diidentifikasi melalui

    pemeriksaan sampel darah anak sekolah dasar dengan metode

    imunokromatografi menggunakan alat Easy Touch, selanjutnya hasil

    pemeriksaan dikelompokkan dalam 2 kategori dengan kriteria objektif

    sebagai berikut :

    - Anemia : kadar Hb ≤ 12 g/dl.- Tidak anemia : kadar Hb ≥12 g/dl.

    E. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis penelitian ini adalah ada Hubungan Kecacingan dengan

    Anemia Anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi

    Tenggara.

    28

  • BAB IVMETODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik

    dengan pendekatan Cross sectional study, yaitu penelitian untuk mempelajari

    dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara

    pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang

    sama (Notoatmodjo, 2010).

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli

    Kota Kendari Sulawesi Tenggara, sedangkan pemeriksaan sampel feses

    dari anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli dilakukan di Laboratorium

    Analis Kesehatan Poltekkes Kendari

    2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilakukan pada hari rabu tanggal 20-23 Juli 2016.

    C. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SDN 17

    Abeli dengan jumlah 147 siswa, dimana terdapat 76 siswa laki-laki dan 71

    siswa perempuan

    2. Sampel

    Besar sampel yang diambil pada penelitian menggunakan teori

    Arikunto (2006) bahwa jika dalam populasi lebih dari 100 orang, maka

    jumlah sampel yang diambil adalah 10-30%. Mengingat jumlah populasi

    dalam penelitian ini 147 orang maka penentuan jumlah sampel

    menggunakan rumus sebagai berikut :

    30% x 147 = 30 x 147 = 4410 = 44.1100 100

    dibulatkan menjadi 44 orang. Adapun tekhnik pengambilan sampel yangdigunakan yaitu Proportional Random Sampling, sehingga perhitunganjumlah sampel yang diambil berkelas adalah sebagai berikut :

    29

  • - Kelas 1 dengan jumlah siswa 32, maka besar sampel yang diambildikelas 1 adalah:

    (44/147) x 32 = 9.5 dibulatkan 9 orang.

    - Kelas 2 dengan jumlah siswa 22, maka besar sampel yang diambildikelas 2 adalah:

    (44/147) x 22 = 6.6 dibulatkan 7 orang.

    - Kelas 3 dengan jumlah siswa 28, maka besar sampel yang diambildikelas 3 adalah:

    (44/147) x 28 = 8.4 dibulatkan 8 orang.

    - Kelas 4 dengan jumlah siswa 21, maka besar sampel yang diambildikelas 4 adalah:

    (44/147) x 21 = 6.3 dibulatkan 6 orang.

    - Kelas 5 dengan jumlah siswa 22, maka besar sampel yang diambildikelas 5 adalah:

    (44/147) x 22 = 6.6 dibulatkan 7 orang.

    - Kelas 6 dengan jumlah siswa 22, maka besar sampel yang diambildikelas 6 adalah:

    (44/147) x 22 = 6.6 dibulatkan 7 orang.

    D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

    1. Jenis Data

    a. Data Primer

    Data primer dalam penelitian adalah data tentang kecacingan

    dan kadar hemoglobin (Hb) anak SDN 17 Abeli.

    b. Data Sekunder

    Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum

    tentang SDN 17 Abeli.

    2. Cara Pengumpulan Data

    a. Data tentang kecacingan diperoleh melalui hasil pemeriksaan telur

    cacing dalam tinja yang diidentifikasi menggunakan mikroskop

    perbesaran 10x dan dilanjutkan dengan perbesaran 40x.

    30

  • b. Data tentang anemia diperoleh melalui pemeriksaan sampel darah

    dengan metode imunokromatografi menggunakan alat Nesco.

    c. Gambaran umum SDN 17 Abeli, diperoleh melalui pendekatan

    dokumen yang ada di sekolah.

    E. Instrumen Penelitian

    1. Alat:

    a. Mikroskop

    b. Objek Glass

    c. Deck Glass

    d. Lidi/Tusuk Gigi

    e. Pot Feses

    f. Autochek

    g. Lancet Steril

    h. Easy Touch

    2. Bahan:

    a. Sampel Feses

    b. Sampel Darah kapiler

    c. Kapas Alkohol 70%

    d. Strip Hb

    e. Lugol

    F. Prosedur Kerja

    1. Pemeriksaan Feses Metode Langsung (Direct Slide)

    Pemeriksaan Makroskopi

    A. Pra Analitik

    a. Persiapan Siswa

    Siswa tidak dibenarkan makan obat karena preparat besi akan

    mempengaruhi warna tinja dan sebaiknya dihentikan 4-6 hari

    sebelum pengambilan sampel. Begitupun dengan obat- obat

    antidiare, golongan tetracycline, barium, bismuth, minyak atau

    magnesium akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

    b. Persiapan sampel

    31

  • Sampel sebaiknya tinja segar (pagi hari) sebelum sarapan pagi,

    atau tinja baru, defekasi spontan dan diperiksa dilaboratorium

    dalam waktu 2-3 jam setelah defekasi.

    c. Pengumpulan/ pengambilan sampel

    Wadah : Pot plastik yang bermulut lebar, tertutup rapat dan bersih.

    Beri label : nama, tanggal, nomor pasien, jenis kelamin, umur.

    Tinja tidak boleh mengenai bagian luar wadah dan diisi jangan

    terlalu penuh.

    d. Cara pengambilan

    Tinja segar sebaiknya tinja pagi hari atau tinja baru dan defekasi

    spontan. Ambil tinja bagian tengahnya sebesar ujung ibu jari

    menggunakan lidi steril, masukkan kedalam wadah dan tutup rapat.

    e. Persiapan Alat dan bahan

    Alat:

    - Lidi

    - Pot Feses

    Bahan:

    - Sampel FesesB. Analitik

    Cara kerja:

    - Sampel diperiksa ditempat yang terang

    - Perhatikan warna, bau, konsistensi, adanya darah, lender, nanah,

    cacing dll.

    C. Pasca Analitik

    Hasil

    - Warna : normal tinja berwarna kuning coklat. Warna tinja yang

    abnormal dapat disebabkan atau berubah oleh pengaruh jenis

    makanan, obat- obatan dan adanya perdarahan pada saluran

    pencernaan

    - Bau : bau normal tinja disebabkan olah indol, skatol dan asam

    butirat. Tinja yang abnormal mempunyai bau tengik, asam, basi.

    - Konsistensi : tinja normal agak lunak dan mempunyai bentuk

    seperti sosis

    32

  • - Lendir : Adanya lendir berarti ada iritasi atau radang dinding usus.

    Lendir pada bagian luar tinja, lokasi iritasi mungkin pada usus

    besar dan bila bercampur dengan tinja, iritasi mungkin pada usus

    kecil.

    - Darah : Normal tinja tidak mengandung darah. Perhatikan apakah

    darah itu segar (merah muda), coklat atau hitam, apakah bercampur

    atau hanya dibagian luar tinja saja.

    Warna Tidak Patologis Patologis

    Coklat, Coklattua, kuningcoklat, coklat tuasekali

    Oksidasi normal daripigmen empedu

    Dibiarkan lama diudara

    Makanan yang mengandungbanyak daging

    Hitam Makanan mengandung zat

    besi , bismuth

    Pendarahan

    disaluran cerna

    bagian proksimal

    Abu- abu / putih Makanan mengandung

    coklat

    Steatore

    (konsistensi

    seperti bubur dan

    berbuih)

    Abu- abu muda

    sekali

    Makanan mengandung

    banyak bahan susu barium

    Obstruksi saluran

    empedu

    Hijau atau kuning

    hijau

    Makanan mengandung

    banyak bayam, sayuran

    hijau lain. Pencahar berasal

    dari sayuran.

    Makanan melalui

    usus dalam waktu

    cepat hingga

    pigmen empedu

    belum sempat

    teroksidasi

    Merah Makanan yang mengandung

    banyak lobak merah (bit)

    Pendarahan yang

    berasal dari saluran

    cerna bagian distal

    33

  • Tabel Keadaan yang mempengaruhi warna tinja

    Pemeriksaan Mikroskopik

    A. Pra Analitik

    a. Persiapan Siswa dan persiapan sampel sama dengan pemeriksaan

    makroskopis

    b. Persiapan Alat dan bahan

    Alat:

    - Lidi

    - Kaca objek

    - Kaca penutup

    - Mikroskop

    Bahan

    - Reagen : Larutan lugol

    - Sampel feses

    B. Analitik

    - Tetesi kaca objek disebelah kiri dengan 1 tetes NaCl 0,9% dan

    sebelah kanan dengan 1 tetes larutan eosin 2% atau larutan lugol

    - Ambil tinja dibagian tengahnya atau pada permukaan yang

    mengandung lendir, darah atau nanah + seujung lidi

    - Aduk sampai rata pada masing- masing larutan

    - Tutupi dengan kaca penutup

    - Periksa dibawah mikroskop, mula- mula dengan pembesaran 10x

    kemudian 40x. Amati apakah ada telur cacing, amuba, eritrosit,

    leukkosit, sel epitel, Kristal, sisa makanan dll

    C. Pasca Analitik

    Hasil :

    - Kecacingan : apa bila ditemukan adanya telur cacing.

    - Tidak Kecacingan : tidak ditemukan adanya telur cacing

    2. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode Imunokromatografi

    A. Pra Analitik

    1. Persiapan sampel : Tidak memerlukakan persiapan khusus

    2. Persiapen sampel : Darah kapiler

    34

  • 3. Persiapan alat dan bahan

    Alat :

    - Easy Touch

    - Autochek

    - Lancet Steril

    Bahan:

    - Kapas Alkohol 70%

    - Strip Hb Easy Touch

    - Sampel darah kapiler

    B. Analitik

    1. Siapkan alat Easy Touch, pasang chip (memory), masukkan strip

    Hb.

    2. Bersihkan ujung jari pasien dengan kapas alkohol 70% dan tunggu

    sampai kering.

    3. Tusuk dengan lancet steril, darah harus keluar dengan sendirinya

    tanpa harus ditekan.

    4. Tetesan darah pertama dihapus dengan kapas kering.

    5. Masukkan specimen darah ke dalam strip Hb.

    6. Tunggu hasilnya dan catat hasil pemeriksaannya.

    C. Pasca Analitik

    Hasil : anak-anak ≥ 12 g/dl

    D. Pengolahan Data

    Data diolah secara manual dan system komputerisasi program

    Microsoft excel dan SPSS, dengan mekanisme sebagai berikut :

    1. Data tentang kecacingan diolah berdasarkan hasil pengamatan

    kandungan telur cacing dalam tinja, selanjutnya dikelompokkan sesuai

    kriteria objektif.

    2. Data tentang anemia diolah berdasarkan hasil pemeriksaan sampel

    darah melalui metode imunokromatografi menggunakan alat Easy

    Touch, selanjutnya dikelompokkan sesuai kriteria objektif.

    E. Analisa Data

    35

  • 1. Analisa Univariat

    Analisa univariat merupakan analisis deskriptif yang dilakukan

    untuk mengetahui gambaran umum variabel yang diteliti, yang dinyatakan

    dalam bentuk proporsi atau presentase, dengan merujuk pada rumus:

    X = x k

    Keterangan:

    X = Presentase hasil yang dicapai

    F = Variabel yang diteliti

    n = Jumlah sampel penelitian

    k = Konstanta 100% (Arikunto, 1998: 35)

    2. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

    independent dalam hal ini kecacingan dengan variabel dependent anemia,

    menggunakan uji statistik korelasi product moment, dengan bantuan

    software SPSS versi 20 for windows, pada tingkat kepercayaan 95%

    dengan interprestasi hasil uji, hipotesis diterima jika nilai p < 0.05.

    F. Penyajian Data

    Data disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel disertai dengan

    narasi dan penjelasannya.

    G. Etika Penelitian

    Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu memandang adanya

    rekomendasi dari pihak atas pihak lain dengan mengajukkan permohonan izin

    kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah

    dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang

    meliputi:

    1. Informad Consent

    Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan

    diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

    manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak akan

    memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.

    2. Anomality

    36

  • Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan

    nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode.

    3. Confidentiality

    Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

    kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

    37

  • BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil

    1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    a. Letak Geografis

    Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli terletak di Kelurahan Poasia

    Kecamatan Abeli Kota Kendari. Luas wilayah SDN 17 Abeli 13.200

    m2 dan lintang/bujur 3.9856000/122.5903000.

    b. Jumlah Siswa

    Jumlah siswa di SDN 17 Abeli Kota Kendari tahun 2016

    sebanyak 147 siswa, dimana terdapat 76 siswa laki-laki dan 71 siswa

    perempuan.

    c. Sarana dan Prasarana SDN 17 Abeli

    Tabel 5.1Sarana SDN 17 Abeli

    Sarana JumlahRuang belajar 6 ruanganRuang kepala sekolah 1 ruanganRuang Guru 1 ruanganPerpustakaan 1 ruanganUKS 1 ruanganWC 2 ruangan

    Sumber : SDN 17 Abeli 2016

    Tabel 5.1 memberikan informasi bahwa secara umum

    jumlah ruang kelas belajar siswa di SDN 17 Abeli telah memenuhi

    standar minimal 6 ruangan kelas belajar.

    Tabel 5.2Prasarana SDN 17 Abeli

    Prasarana JumlahPapan Tulis 6 buahKursi 174 buahMeja 174 buahRak Buku 3 buahLemari 1 buahTempat Sampah 8 buah

    Sumber : SDN 17 Abeli 2016

    38

  • Tabel 5.1 memberikan informasi bahwa secara umum

    jumlah papan tulis di SDN 17 Abeli telah memenuhi standar

    minimal 6 ruangan kelas belajar.

    d. Tenaga Pengajar

    Tabel 5.3

    Distribusi Tenaga Pengajar SDN 17 Abeli Kota Kendari 2016

    No. Tenaga Pengajar n %

    1.

    2.

    PNS

    Guru GTT/PTT Kota/Kabupaten

    6 orang

    5 orang

    54,55

    45,45

    Jumlah 11 100

    Sumber : data SDN 17 Abeli 2016

    Tabel 5.3 memberikan gambaran bahwa dari 11 tenaga

    pengajar di SDN 17 Abeli sebesar 54,55% yang berstatus PNS,

    selebihnya 45,45% berstatus guru GTT.

    2. Gambaran Umum Sampel

    a. Distribusi Sampel Menurut Jenis Kelamin

    Tabel 5.4

    Distribusi Sampel Menurut Jenis KelaminJenis Kelamin n %

    Laki-laki

    Perempuan

    20

    24

    45,5

    54,5

    Jumlah 44 100

    Sumber : data primer 2016

    Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

    (54,5%) sampel berjenis kelamin perempuan dan selebihnya (45,5%)

    sampel berjenis kelamin laki-laki.

    39

  • b. Distribusi Sampel Menurut Umur

    Tabel 5.5

    Distribusi Sampel Menurut Umur

    Umur (Tahun) n %

    5 – 7

    8 – 12

    14

    30

    31,8

    68,2

    Jumlah 44 100

    Sumber : data primer 2016

    Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

    (68,2%) sampel berumur 8 – 12 tahun dan selebihnya (31,8%)

    sampel berumur 5 – 7 tahun.

    c. Distribusi Sampel Menurut Kelas

    Tabel 5.6

    Distribusi Sampel Menurut Kelas

    Kelas n %

    I

    II

    III

    IV

    V

    VI

    9

    7

    8

    6

    7

    7

    20,5

    15,9

    18,2

    13,6

    15,9

    15,9

    Jumlah 44 100

    Sumber : data primer 2016

    Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

    (20,5%) sampel berada di kelas I dan selebihnya (13,6%) sampel

    berada di kelas IV.

    40

  • 3. Analisis Univariat

    a. Distribusi Sampel Menurut Kecacingan

    Tabel 5.7

    Distribusi Sampel Menurut Kecacingan

    Kecacingan n %

    Kecacingan

    Tidak kecacingan

    28

    16

    63.64

    36.36

    Jumlah 44 100

    Sumber : data primer 2016

    Tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

    (63.64%) sampel kecacingan dan selebihnya (36.36%) tidak

    kecacingan.

    d. Distribusi Sampel Menurut Anemia

    Tabel 5.8

    Distribusi Sampel Menurut Anemia

    Anemia n %

    Anemia

    Tidak anemia

    31

    13

    70,45

    29,55

    Jumlah 44 100

    Sumber : data primer 2016

    Tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa dari 44 sampel

    sebagian besar (70,45%) sampel mengalami anemia dan selebihnya

    (29,55%) tidak anemia.

    41

  • b) Analisis Bivariat

    a. Hubungan Kecacingan dengan Anemia

    Tabel 5.9

    Distribusi Hubungan Kecacingan dengan Anemia

    Statuskecacingan

    Status anemia Total

    Anemia %Tidak

    anemia % n %

    Kecacingan

    Tidak kecacingan

    25

    6

    80.65

    19.35

    3

    10

    23.08

    76.92

    28

    16

    63.64

    36.36

    Jumlah 31 100 13 100 44 100Sumber : data primer 2016

    Tabel 5.9 memberikan informasi bahwa dari 31 siswa yang

    menderita anemia sebagian besar (80.65%, n = 25)adalah siswa yang

    menderita kecacingan, sebaliknya dari 13 siswa yang tidak anemia

    sebagian besar (76.92%, n = 10) adalah siswa yang tidak menderita

    kecacingan.

    Hasil analisis statistik untuk melihat hubungan kecacingan

    dengan anemia menggunakan uji korelasi product moment diperoleh

    nilai p = 0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian

    kecacingan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian

    anemia pada anak SDN 17 Abeli Kota Kendari.

    B. Pembahasan

    1. Kecacingan

    Hasil penelitian sebagaimana disajikan tabel 5.7 menunjukan

    bahwa dari 44 siswa terdapat sebagian besar (63.64%) sampel kecacingan.

    Tingginya prevalensi kecacingan pada anak SDN 17 Abeli patut diduga

    disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang higienis dan kebanyakan

    anak-anak bermain dengan tanah. Salah satu penyakit kecacingan yang

    masih banyak ditemukan yaitu jenis cacing nematoda usus dalam hal ini

    Soil Transmited Helminth yaitu penularan atau dalam siklus hidupnya

    melalui media tanah yang berarti proses pematangan parasit dari bentuk

    non infektif (belum berkembang biak) menjadi infektif (berkembang biak)

    42

  • terjadi di tanah. Masalah kecacingan sangat erat kaitannya dengan iklim

    dan kebersihan diri perorangan, rumah maupun lingkungan sekitarnya

    (Natadisatra & Agoes, 2009).

    Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ozasuwa

    (2011) yang menyatakan bahwa anak-anak lebih rentan terinfeksi parasit

    (cacing) dibanding orang dewasa, karena respon imun mereka yang lebih

    rendah, hygiene dan sanitasi yang buruk, dan kondisi lingkungan yang

    disukai untuk perkembangan parasit dan pada akhirnya menginfeksi host

    Golongan anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang

    rentan terhadap infeksi cacing. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bermain

    pada anak yang tidak memperhatikan kebersihan diri dan lingkungannya.

    Demikian pula dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dijual

    disekolah, tanpa memperhatikan hygiene serta sanitasi makanan dan

    lingkungan (Hasyim, dkk. 2013).

    2. Anemia

    Hasil penelitian sebagaimana disajikan tabel 5.8 menunjukan

    bahwa dari 44 siswa terdapat sebagian besar (70,45%) menderita anemia.

    Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siswono (2004)

    yang menyatakan bahwa anemia disebabkan oleh faktor instrinsik dan

    faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia

    antara lain kehilangan darah secara kronis, seperti penyakit ulkus

    peptikum, hemoroid, dan infestasi parasit, serta asupan zat besi tidak

    cukup. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kejadian anemia antara lain

    pengetahuan tentang gizi khususnya anemia, tingkat pendidikan, tingkat

    ekonomi, infeksi dan kebiasaan hidup.

    Arisman (2004) menyatakan bahwa anak usia sekolah merupakan

    salah satu golongan yang rawan mengalami anemia. Faktor utama

    timbulnya anemia adalah timbulnya faktor pangan yang tidak seimbang

    dan kurang beragam. Akibat dari anemia untuk anak sekolah adalah

    penurunan kapasitas dan kemampuan belajar dan juga anak lebih muda

    terinfeksi.

    43

  • 3. Hubungan Kecacingan dengan Anemia

    Hasil penelitian sebagaimana tabel 5.9 dari 31 siswa yang

    menderita anemia sebagian besar (80.65%, n = 25) adalah siswa yang

    menderita kecacingan, sebaliknya dari 13 siswa yang tidak anemia

    sebagian besar (76.92%, n = 10) adalah siswa yang tidak menderita

    kecacingan.

    Hasil analisis statistik untuk melihat hubungan kecacingan dengan

    anemia menggunakan uji korelasi product moment diperoleh nilai p =

    0.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadian kecacingan memiliki

    hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia.

    Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dikemukakan

    oleh (Andaruni, 2012) yang mengungkapkan bahwa kecacingan dapat

    menyebabkan anemia, secara kumulatif infeksi cacing dapat menimbulkan

    kekurangan gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah.

    Cacing yang masuk dalam mukosa usus dapat menimbulkan iritasi

    dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi

    perdarahan. Perdarahan inilah yang menyebabkan anemia (Ozasuwa,

    2011).

    Penelitian yang dilakukan oleh Nahdiyati, dkk (2012) tentang

    “Studi Infeksi Kecacingan dan Anemia Pada Siswa Sekolah Dasar Di

    Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju” mengungkapkan bahwa

    terdapat hubungan antara kecacingan dengan anemia. Penelitian yang

    sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Hasyim, dkk. (2013)

    tentang “Hubungan Kecacingan Dengan Anemia Pada Murid Sekolah

    Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Manado” memiliki

    hubungan yang bermakna antara kecacingan dengan anemia pada murid

    sekolah dasar. Hasil penelitian yang sama dilakukan di Negeria oleh

    Ozasuwa (2011) tentang “A Significant Association Between Intestinal

    Helminth Infection and Anaemia Burden in Children in Rural

    Communities of Edo state” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan

    yang signifikan antara infeksi kecacingan dengan kejadian anemia.

    44

  • BAB VI

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    1. Prevalensi kecacingan dari 44 siswa sebagian besar (63.64%) sampelkecacingan dan selebihnya (36.36%) tidak kecacingan.

    2. Prevalensi anemia menunjukkan dari 44 siswa sebagian besar (70,45%)sampel mengalami anemia dan selebihnya (29,55%) tidak mengalamianemia.

    3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecacingan dan anemia pada

    anak SDN 17 Abeli Kota Kendari.

    B. Saran

    1. Untuk siswa SDN 17 Abeli perlu membiasakan diri untuk memanfaatkanjamban yang telah tersedia dan meningkatkan hygiene perorangan, baikdari kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, setelahbuang air besar (BAB) dan setelah bermain serta membiasakan memotongkuku setiap minggu agar terhindar dari penyakit infeksi kecacingan dananemia.

    2. Untuk pihak SDN 17 Abeli perlu melakukan pemantauan berkala padasiswa-siswinya, untuk berprilaku hidup sehat dan bersih denganpengaktifan UKS untuk mengawasi PHBS di sekolah.

    3. Untuk pihak Puskesmas perlu memberikan penyuluhan berkaitan PHBSpada anak sekolah seperti kebersihan kuku, dan cuci tangan yang baik,serta melakukan pemeriksaan dan pengobatan setiap 6 bulan sekali di SDN17 Abeli.

    4. Untuk dijadikan sebagai referensi peneliti selanjutnya dengan metode yangberbeda dan melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecacingandan anemia.

    46

  • DAFTAR PUSTAKA.

    Akhsin, Z. 2010. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika

    Andaruni. 2012. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Cacing Pada Anak DiSDN 01 Pasirlangu Cisarua. Fakultas Ilmu Keperawatan UniversitasPadjajaran. Bandung

    Anita & Nurhayani. 2015. Hubungan Higiene Perorangan dengan Infeksi CacingUsus pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 3 Abeli Kota Kendari

    Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC

    Darmayani & Muhilal. 2006. Gizi Seimbang Untuk Anak Usia Sekolah Dasar.Jakarta: PT Primamedia Pustaka

    Gandahusada, S, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran, Cetakan Ke-VI. Jakarta :FKUI

    Hasyim, dkk. 2013. Hubungan Kecacingan Dengan Anemia Pada Murid SekolahDasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013. Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado

    Ihsan, F. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta

    Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta : Erlangga

    Margono, S. 2008. Nematoda Usus Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4.Jakarta: FKUI

    Melisa, dkk.2012. Status Anemia Gizi Besi dan Konsumsi Zat Gizi pada Anakusia Di Lima Panti Asuhan Di Kota Denpasar. Indonesian Journal ofPublic Health, Vol. 1 No. 1 : 35 – 42. PS.IKM, Fakultas Kedokteran,Universitas Udayana. Denpasar

    Nahdiyati, dkk. 2012. Studi Infeksi Kecacingan dan Anemia Pada Siswa SekolahDasar Di Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju. Media GiziMasyarakat Indonesia, Vol.1,No.2,Februari 2012 : 104-108. Pusat StudiGizi Pangan dan Kesehatan, Lembaga Penelitian, Universitas Hasanudin.Makasar

    Natadisatra, D & Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran (Ditinjau dari organtubuh yang Diserang). Jakarta : EGC

    Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

    Nurarif, AH & Kusuma, H. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan keperawatanProfesional. Yogyakarta : Media Action Publishing

  • Osazuwa. 2011 A Significant Association Between Intestinal Helminth Infectionand Anaemia Burden in Children in Rural Communities of Edo state.Nigeria : North American Journal of Medical Sciences

    Permono, dkk. 2010. Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

    Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : AmaraBooks

    Rusmartini. 2009. Penyakit Oleh Cacing Usus Dalam Parasotologi KedokteranEdisi I. Jakarta : EGC

    Sacher & Ronald. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC

    Samudar, dkk. 2013. Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Status HemoglobinPada Anak Sekolah Dasar Diwilayah Pesisir Kota Makassar. JurnalFakultas Kesehatan Masyarakat, Hal 1-2. Program Studi IlmuGizi FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Makassar

    Siregar, B. 2008. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan InfeksiKecacingan Yang Ditularkan Melalui Tanah Pada Murid SD Negeri 06Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis Tahun 2008. FKM USU. Medan

    Sirajuddin & Masni. 2015. Kejadian Anemia pada Siswa Sekolah Dasar WilayahPesisir Kota Makassar.

    Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Buku. Jakarta : EGC

    Sudoyo, A, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : FKUI

    Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar Teori dan Praktek. Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional

    Sutanto, Inge, dkk. 2010. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : FKUI

    Sutedjo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil PemeriksaanLaboratorium. Yogyakarta : Amara Books

    Swarjana, dkk. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV. AndiOffset

    Wintoko, R. 2014. Hubungan aspek personal hygiene dan aspek perilaku denganKontaminasi telur cacing pada kuku siswa kelas 3, 4, dan 5 di SDN 2Rajabasa Kabupaten Bandar Lampung Tahun 2014. JuKe Unila. Lampung

    Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

  • LAMPIRAN

  • Lampiran 1.

    CORRELATIONS

    /VARIABLES=K A

    /PRINT=TWOTAIL NOSIG

    /STATISTICS DESCRIPTIVES XPROD

    /MISSING=PAIRWISE.

    Descriptive Statistics

    Mean Std.

    Deviation

    N

    KECACING

    AN,64 ,487 44

    ANEMIA ,70 ,462 44

    Correlations

    KECACINGAN ANEMIA

    KECACINGAN

    Pearson Correlation 1 ,546**

    Sig. (2-tailed) ,000

    Sum of Squares and Cross-

    products10,182 5,273

    Covariance ,237 ,123

    N 44 44

    ANEMIA

    Pearson Correlation ,546** 1

    Sig. (2-tailed) ,000

    Sum of Squares and Cross-

    products5,273 9,159

    Covariance ,123 ,213

    N 44 44

    **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

  • Lampiran 2

    MASTER TABEL PENGUMPULAN DATA

    No. NamaSampel

    Umur JK Kelas Hasil Pemeriksaan KecacinganHasil Pemeriksaan

    HBNilai Kategori

    1 A1 6 L I Kecacingan 11.2 Anemia2 A2 6 L I Kecacingan 9.2 Anemia3 A3 5 P I Kecacingan 9.8 Anemia4 A4 6 P I Kecacingan 10.2 Anemia5 A5 6 L I Kecacingan 8.4 Anemia6 A6 5 P I Tidak Kecacingan 9.1 Anemia7 A7 7 P I Kecacingan 12 Tidak Anemia8 A8 6 P I Tidak Kecacingan 13.6 Tidak Anemia9 A9 7 L I Tidak Kecacingan 14.2 Tidak Anemia10 B1 7 P II Kecacingan 10.6 Anemia11 B2 8 L II Kecacingan 10.7 Anemia12 B3 7 L II Tidak Kecacingan 14.6 Tidak Anemia13 B4 6 L II Kecacingan 8.3 Anemia14 B5 7 P II Tidak Kecacingan 14.2 Tidak Anemia15 B6 7 P II Kecacingan 10.2 Anemia16 B7 8 P II Kecacingan 10.6 Anemia17 C1 9 P III Tidak Kecacingan 12.2 Tidak Anemia18 C2 9 P III Kecacingan 9.4 Anemia19 C3 8 P III Kecacingan 10.7 Anemia20 C4 9 P III Tidak Kecacingan 12.9 Tidak Anemia21 C5 9 P III Kecacingan 8.8 Anemia22 C6 9 P III Tidak Kecacingan 11.3 Anemia23 C7 9 P III Kecacingan 9.8 Anemia24 C8 8 L III Kecacingan 10.2 Anemia25 D1 10 L IV Kecacingan 11.2 Anemia26 D2 9 P IV Tidak Kecacingan 9.7 Anemia27 D3 9 P IV Kecacingan 9.8 Anemia28 D4 10 P IV Kecacingan 8.6 Anemia29 D5 10 P IV Kecacingan 9.2 Anemia30 D6 10 L IV Tidak Kecacingan 13.2 Tidak Anemia31 E1 11 L V Kecacingan 9.4 Anemia32 E2 10 L V Tidak Kecacingan 10.2 Anemia33 E3 11 P V Kecacingan 12.5 Tidak Anemia34 E4 11 L V Tidak Kecacingan 14.6 Tidak Anemia

  • 35 E5 11 L V Kecacingan 11.8 Anemia36 E6 10 P V Tidak Kecacingan 11.1 Anemia37 E7 11 L V Tidak Kecacingan 13.7 Tidak Anemia38 F1 12 P VI Kecacingan 9.1 Anemia39 F2 12 L VI Kecacingan 10.1 Anemia40 F3 12 L VI Tidak Kecacingan 11.9 Anemia41 F4 12 L VI Tidak Kecacingan 15.1 Tidak Anemia42 F5 11 L VI Kecacingan 12.2 Tidak Anemia43 F6 12 P VI Kecacingan 12.8 Tidak Anemia44 F7 12 L VI Kecacingan 10 Anemia

  • Lampiran 3

    Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan

    No. NamaSampel

    Umur Hasil

    Keterangan

    AscarisLumbricoides

    TrichurisTrichura Kecacingan

    TidakKecacingan

    Infertil Fertil

    1.

    2.

    3.

    4.

    dst.

  • Lampiran 4

    Form Hasil Pemeriksaan Hemoglobin Darah (Hb)

    No.Nama

    SampelUmur Hasil (g/dl)

    Keterangan

    Anemia Tidak Anemia

    1.

    2.

    3.

    4.

    dst.

  • Lampiran 5

    Form Hasil Pemeriksaan Kecacingan

    No. NamaSampel

    Umur HasilKeterangan

    KecacinganTidak

    KecacinganAscarisLumbricoides

    TrichurisTrichura

    Infertil Fertil1. A1 6 √

    2. A2 6 √ √

    3. A3 5 √

    4. A4 6 √

    5. A5 6 √ √

    6. A6 5 √

    7. A7 7 √ √

    8. A8 6 √

    9. A9 7 √

    10. B1 7 √ √

    11. B2 8 √

    12. B3 7 √

    13. B4 6 √ √

    14. B5 7 √

    15. B6 7 √ √

    16. B7 8 √ √

    17. C1 9 √

    18. C2 9 √ √

    19. C3 8 √ √

  • 20. C4 9 √

    21. C5 9 √ √

    22. C6 9 √

    23. C7 9 √ √

    24. C8 8 √ √

    25. D1 10 √ √

    26. D2 9 √

    27. D3 9 √ √

    28. D4 8 √ √

    29. D5 10 √ √

    30. D6 10 √

    31. E1 11 √ √

    32. E2 10 √

    33. E3 11 √ √

    34. E4 11 √

    35. E5 11 √ √

    36. E6 10 √

    37. E7 11 √

    38. F1 12 √ √ √

    39. F2 12 √ √

    40. F3 12 √

    41. F4 12 √

    42. F5 11 √ √

    43. F6 12 √ √

  • Lampiran 6

    Form Hasil Pemeriksaan Hemoglobin Darah (Hb)

    No. Nama Sampel Umur Hasil

    (g/dl)

    Keterangan

    Anemia Tidak Anemia

    1. A1 6 11.2 √

    2. A2 6 9.2 √

    3. A3 5 9.8 √

    4. A4 6 10.2 √

    5. A5 6 8.4 √

    6. A6 5 9.1 √

    7. A7 7 12.0 √

    8. A8 6 13.6 √

    9. A9 7 14.2 √

    10. B1 7 10.6 √

    11. B2 8 10.7 √

    12. B3 7 14.6 √

    13. B4 6 8.3 √

    14. B5 7 14.2 √

    15. B6 7 10.2 √

    16. B7 8 10.6 √

    17. C1 9 12.2 √

    18. C2 9 9.4 √

    19. C3 8 10.7 √

  • 20. C4 9 12.9 √

    21. C5 9 8.8 √

    22. C6 9 11.3 √

    23. C7 9 9.8 √

    24. C8 8 10.2 √

    25. D1 10 11.2 √

    26. D2 9 9.7 √

    27. D3 9 9.8 √

    28. D4 8 8.6 √

    29. D5 10 9.2 √

    30. D6 10 13.2 √

    31. E1 11 9.4 √

    32. E2 10 10.2 √

    33. E3 11 11.5 √

    34. E4 11 14.6 √

    35. E5 11 11.8 √

    36. E6 10 11.1 √

    37. E7 11 13.7 √

    38. F1 12 9.1 √

    39. F2 12 10.1 √

    40. F3 12 11.9 √

    41. F4 12 15.1 √

    42. F5 11 12.2 √

    43. F6 12 12.8 √

  • Lampiran 11

    Dokumentasi

    Telur Cacing Ascaris Lumbricoides Infertil

    Telur Cacing Ascaris

    Lumbricoides Fertil

    Telur Cacing Trichuris Trichura

  • Easy Touch (Pemeriksaan Hb) Strip Hemoglobin

    Pemeriksaan Hemoglobin Alat Pemeriksaan Feses

  • Pot Feses Pembuatan Sediaan

    Pembuatan Sediaan Pemeriksaan Feses Pemeriksaan Feses