HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN ASUPAN PURIN DENGAN …eprints.ums.ac.id/49781/24/NASKAH...
Transcript of HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN ASUPAN PURIN DENGAN …eprints.ums.ac.id/49781/24/NASKAH...
1
HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN ASUPAN PURIN
DENGAN KADAR ASAM URAT PADA LANSIA DI
POSYANDU PEDULI INSANI MENDUNGAN DESA PABELAN
KECAMATAN KARTASURA KABUPATEN SUKOHARJO
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1
pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
RINI
J 310 120 004
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
2
3
4
1
HUBUNGAN JENIS KEAMIN DAN ASUPAN PURIN DENGAN KADAR
ASAM URAT PADA LANSIA DI POSYANDU PEDULI INSANI
MENDUNGAN DESA PABELAN KECAMATAN KARTASURA
KABUPATEN SUKOHARJO
Abstrak
Jenis kelamin berpengaruh pada kadar asam urat karena pengaruh hormon estrogen.
Asupan purin yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat dikarenakan produk akhir dari metabolisme purin berupa asam urat dengan bantuan enzim xantin oksidase. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dan asupan purin dengan kadar
asam urat pada lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo.Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan
pendekatan cross sectional dengan melibatkan 67 lansia. Pengambilan sampel
menggunakan teknik Simple Random Sampling. Data jenis kelamin didapatkan dengan
formulir karakteristik responden, data asupan purin didapatkan dengan Food Frequecy
Questionnairesemi kuantitatif dan kadar asam urat didapatkan dengan cara pengambilan
sampel darah vena dengan menggunakan metode spektrofotometer. Analisis hubungan
jenis kelamin dengan kadar asam urat menggunakan Chi Square, sedangkan asupan purin
dengan kadar asam urat menggunakan PearsonProduct. Dua puluh tujuh (96.40%) lansia
berjenis kelamin perempuan memiliki kadar asam urat tinggi dan dua puluh enam
(92.90%) lansia memiliki asupan purin tinggi dengan kadar asam urat tinggi. Hasil uji
korelasi menunjukkan terdapat hubungan jenis kelamin dan asupan purin dengan kadar
asam urat pada lansia, dengan nilai pvalue 0.003 dan0.001.
Kata Kunci: Asam Urat, Lansia, Jenis Kelamin, Asupan Purin
Abstracts
Gender may effect the level of uric acid due to the influence of the estrogen hormone. High purine intake can increase the uric acid levels since the final product of purine metabolism
is in the form of uric acid catalized by the enzyme xanthine oxidase. To determine the
relationship of gender and purine intake with the uric acid levels of elderly at Posyandu
Peduli Insani Mendungan Pabelan Kartasura Sukoharjo. The research was an observasional
study with cross sectional approach. Sixty-seven elderly were recruited using Simple
Random Sampling technique. A questionnaire was used to measure respondent
characteristics. The data of purine intake were obtained using semi-quantitative Food
Frequency Questionnaire and uric acid levels were analyzed by spectrophotometer using
venous blood. The relationship between gender and uric acid levels using Chi Square test,
while purine intake and uric acid levels using Pearson Product Moment test. Twenty-seven
(96.40%) female elderly have high uric acid levels and 26 (92.90%) elderly have high
purine intake with high uric acid levels. The result of correlation test indicated that there is
a relationship between gender and purine intake and the uric acid levels of elderly, with p
value 0.003 and 0.001 respectively.
Keywords:Blood uric acid, Elderly, Gender, Purine intake
2
1. PENDAHULUAN
Peningkatan taraf kesehatan pada masyarakat di Indonesia, berakibat usia harapan hidup
meningkat sehingga jumlah kelompok usia lanjut bertambah. Usia harapan hidup ini sebagai
salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat di Indonesia. Populasi lansia
dikategorikan sebagai usia tidak produktif, sehingga memerlukan perhatian khusus karena
penurunan kesehatan dan masalah asupan gizi (Badriah, 2011).
Manusia lanjut usia akan mengalami penurunan sistem imun dan kemampuan untuk
melawan infeksi juga semakin sulit dilakukan. Kondisi ini dapat semakin memburuk akibat
asupan gizi yang tidak adekuat (Sharlin dan Edelstein, 2015). Proses menua menimbulkan
berbagai masalah baik secara fisik, psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan.
Permasalahan kesehatan disebabkan karena pada lansia mengalami kemunduran sel-sel,
kelemahan organ dan kemunduran fisik sehingga menimbulkan kerentanan terhadap penyakit,
selain itu lansia juga mengalami perubahan biokimiawi yang terlihat pada peningkatan kadar
kolesterol, kadar asam urat, penurunan berbagai enzim dan syaraf (Suardiman, 2011).
Angka kejadian hiperurisemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti
namun, survei epidemologik yang dilakukan di Jawa Tengah atas kerjasama WHO-COPCORD
terhadap 4.683 sampel berusia antara 15-45, didapatkan prevalensi artritis gout sebesar 24.30%.
Penelitian yang dilakukan di kecamatan Gajah Mungkur Semarang terjadi peningkatan ke jadian
artritis gout sebesar 17.26% pada tahun 2011 (Diantari dan Candra, 2013). Data lansia yang
memeriksakan kadar asam urat di Posyandu Peduli Insani didapatkan hasil 13.33% yang
mempunyai kadar asam urat tinggi.
Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme purin. Purin (adenin dan guanin)
merupakan kontituen asam nukleat. Perputaran purin terjadi secara terus-menerus didalam
tubuh seiring dengan sintesis dan penguraian DNA dan RNA, walaupun tidak ada asupan purin
akan tetap terbentuk asam urat dalam jumlah substansial. Asam urat disintesis terutama di hati
oleh enzim xantin oksidase (Kurniawan, 2015).
Asupan Purin dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah, hal tersebut dibuktikan
oleh penelitian yang dilakukan Setyoningsih (2009) pada pasien rawat jalan RSUP Dr.Kariadi
Semarang bahwa terdapat hubungan asupan purin dengan kadar asam urat dalam darah, purin
dalam bahan makanan memiliki kandungan dan bioavailabilitas yang berbeda-beda, selain itu
perubahan purin menjadi asam urat juga tergantung pada selularitas dan aktifitas transkripsi
serta metabolik seluler bahan makanan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dan asupan
purin dengan kadar asam urat pada lansia di Posyandu Peduli Insani di Mendungan Desa
Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
3
2. METODE
Jenis penelitian adalah observasional dengan metode pendekatan cross sectional. Penelitian ini
dilakukan pada 1-3 Agustus 2016 di Posyandu Peduli Insani Mendungan, sebelum dilakukan
pengambilan data, penelitian ini dinyatakan lolos etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
(KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan
No:286/B.1/KEPK-FKUMS/VI/2016. Pengambilan sampel dengan sistem Simple Random
Sampling yaitu dengan cara undian. Dari 217 populasi yang tersebar, terlebih dahulu membuat
gulungan kertas diberi nama responden kemudian dikocok, diambil 67 gulungan dan dibuka.
Nama yang tertera merupakan sampel penelitian. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square
dan uji Pearson Product Moment.
2.1 Jenis Kelamin
Pengambilan data jenis kelamin didapatkan dari formulir karakteristik responden dengan
wawancara secara langsung pada lansia, kategori jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan.
2.2 Asupan Purin
Pengambilan data asupan purin dengan wawancara langsung pada lansia menggunakan form
FFQ oleh peneliti. Data FFQ yang didapatkan, selanjutnya dilakukan perhitungan asupan
purin per hari dan perhitungan jumlah asupan purin berdasarkan pada tabel daftar bahan
makanan yang mengandung purin. Hasil perhitungan jumlah asupan purin dikategorikan
menjadi cukup (≤620.50 mg/hari) dan tinggi (>620.50 mg/hari) (Setyoningsih, 2009).
2.3 Kadar Asam Urat
Pengambilan data kadar asam urat dilakukan dengan cara pengambilan sampel darah vena.
Pengukuran kadar asam urat menggunakan metode spektrofotometer yang dilakukan oleh
petugas Laboratorium Klinik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta dengan surat keterangan No:01/LK/VIII/2016, kategori kadar asam urat yaitu
normal (laki-laki ≤7 mg/dL dan perempuan ≤6 mg/dL) dan tinggi (laki-laki >7 mg/dL dan
perempuan >6 mg/dL) (Wahyuningsih, 2013).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Posyandu Peduli Insani Mendungan sebagai lokasi penelitian karena
kegiatan Posyandu Peduli Insani Mendungan aktif setiap bulan. Populasi lansia yang berada di
lingkup Posyandu Peduli Insani Mendungan berjumlah 217 orang. Pelaksanaan Posyandu
Lansia Peduli Insani ini berprinsip “Orang boleh tua tetapi sehat selalu”. Posyandu lansia
didirikan secara mandiri dengan dilandasi ibadah dan rasa pengabdian. Posyandu lansia ini
memiliki 3 tujuan yaitu meningkatkan harkat dan martabat lansia, meningkatkan derajat
4
Normal Tinggi ∑ %
n % n % Umur
Lansia Kelompok Pertengahan Lansia Kelompok Dini
3
20
7.70
51.30
2
14
7.10
50.00
5
34
7.50
50.70
Lansia Kelompok Lanjut 16 41.00 12 42.90 28 41.80 Total 39 100 28 100 67 100 Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah
5
12.80
7
25.00
12
17.90 Pendidikan Dasar 33 84.60 20 71.40 53 79.10 Pendidikan Lanjut 1 2.60 1 3.60 2 3.00
Total 39 100 28 100 67 100 Pekerjaan
Bekerja
24
61.50
17
60.70
41
61.20 Tidak Bekerja 15 38.50 11 39.30 26 38.80
Total 39 100 28 100 67 100 Status Gizi
Kurang
3
7.70
3
10.70
6
9.00 Normal 10 25.60 7 25.00 17 25.30 Lebih 26 66.70 18 64.30 44 65.70
Total 39 100 28 100 67 100
kesehatan lansia dan meringankan beban keluarga lansia. Berdasarkan hasil penelitian,
distribusi responden berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan
Karakteristik Responden Kadar Asam Urat Total
Sumber: Data Primer Bulan Agustus 2016
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 67 lansia di Posyandu Peduli Insani
Mendungan. Berdasarkan Tabel 1 Hasil penelitian ini responden pada lansia kelompok dini
(55-64 tahun) dengan kadar asam urat tinggi sebesar 50.00%. Responden dengan tingkat
pendidikan dasar yang memiliki kadar asam urat tinggi sebesar 71.40%. Berdasarkan
pekerjaan, menunjukkan bahwa responden yang bekerja memiliki kadar asam urat tinggi
sebesar 60.70%. Berdasarkan status gizi, responden status gizi lebih dengan kadar asam urat
tinggi sebesar 64.30%.
3.1 Jenis Kelamin, Asupan Purin dan Kadar Asam Urat Lansia
Data asupan purin diperoleh berdasarkan wawancara secara langsung pada lansia dengan
menggunakan form FFQ semi kuantitatif. Data asupan diperoleh dalam ukuran rumah tangga
(URT) dikonversikan kedalam gram. Data kadar asam urat diperoleh dengan cara pengambilan
sampel darah yang diukur dengan metode pengukuran spektrofotometer. Distribusi asupan
purin dan kadar asam urat lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan dapat dilihat pada
Tabel 2.
5
Tabel 2. Distribusi Asupan Purin dan Kadar Asam Urat Lansia di Posyandu Peduli Insani
Mendungan
Mean Standar Deviasi Nilai Minimum Nilai Maksimum Asupan Purin (mg/hari)
Laki-Laki
541.62
236.44
223,50
953,10 Perempuan 602.99 314.07 173.90 1384.90
Kadar Asam Urat
(mg/dL) Laki-Laki 5.80 0.98 3.80 7.50 Perempuan 5.65 1.20 2.80 8.20
Sumber: Data Primer Terolah Bulan Agustus 2016
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan hasil bahwa rata-rata jumlah asupan purin pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 602.99±314.44 yang berarti
sebagian besar lansia memiliki asupan purin yang cukup. Menurut Setyoningsih (2009) asupan
purin dikategorikan cukup apabila ≤620.50 mg/hari dan dikategorikan tinggi apabila >620.50
mg/hari. Nilai minimum dari jumlah asupan purin sebesar 173.90 mg/hari. Hal tersebut
dikarenakan responden hanya mengkonsumsi sedikit makanan yang mengandung sumber purin
dan usia yang sudah tua mempengaruhi responden untuk lebih memilih jenis bahan makanan
dan mengurangi makan-makanan yang mengandung purin agar tidak terjadi masalah kesehatan
seperti kadar asam urat yang tinggi. Nilai maksimum jumlah asupan purin 1384.90 mg/hari.
Hal tersebut dikarenakan responden mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung purin
dalam jumlah yang lebih banyak seperti jamur kuping 1xseminggu (17.80 g/hari), ikan teri
segar 5-6x/minggu (21.40 g/hari), daun mlinjo 5-6x/minggu (89.20 g/hari), daging ayam
dengan kulit 2-4x/minggu (32.10 g/hari), air kaldu 2-4x/minggu (85.70 g/hari), tempe 2-3x/hari
(150 g/hari) dan tahu 2-3x/hari (250 g/hari). Berdasarkan penelitian pada usia lanjut terdapat
hubungan yang signifikan antara asupan purin dengan penyakit arthritis gout (Nengsi, Bahar
dan Salam, 2014).
Berdasarkan Tabel 2, didapatkan hasil bahwa rata-rata kadar asam urat pada laki-laki
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan 5.80±0.98 mg/dL yang berarti sebagian besar
lansia memiliki kadar asam urat yang normal. Kadar asam urat pada laki-laki berkisar antara
3.5-7 mg/dL, sedangkan pada perempuan 2.6-6 mg/dL (Wahyuningsih, 2013). Nilai minimum
kadar asam urat sebesar 2.80 mg/dL, hal tersebut dikarenakan responden mengatakan bahwa
biasanya memiliki kadar asam urat yang normal dan dilihat dari jumlah asupan purin termasuk
kategori cukup. Nilai maksimum kadar asam urat 8.20 mg/dL dikarenakan jumlah asupan purin
yang dikonsumsi termasuk kategori tinggi. Asupan purin yang dikonsumsi dapat
mempengaruhi kadar asam urat, karena tahap akhir dari metabolisme purin dengan bantuan
enzim xantin oksidase berupa asam urat (Ian, 2012).
6
Tabel 3. Distribusi Kategori Jenis Kelamin, Asupan Purin dan Kadar Asam Urat
Lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan
Kategori Kadar Asam Urat Total
Normal Tinggi ∑ % N % N %
Jenis Kelamin Laki-Laki
13
33.30
1
3.60
14
20.90
Perempuan 26 66.70 27 96.40 53 79.10 Total 39 100 28 100 67 100
Asupan Purin
Cukup
34
87.20
2
7.10
36
53.70 Tinggi 5 12.80 26 92.90 31 46.30
Total 39 100 28 100 67 100 Sumber: Data Primer Terolah Bulan Agustus 2016
Berdasarkan pada Tabel 3, penelitian ini lebih dari ¾ responden berjenis kelamin
perempuan 79.10% dan lansia perempuan yang memiliki kadar asam urat tinggi 96.40%. Hasil
penelitian ini didapatkan jumlah asupan purin kategori cukup 53.70% lebih besar dibandingkan
dengan kategori tinggi 46.30%, lansia yang memiliki asupan purin tinggi dengan kadar asam
urat tinggi sebanyak 92.90%. Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko lebih besar dibandingkan
dengan perempuan. Hasil penelitian ini kadar asam urat tinggi lebih banyak ditemukan pada
perempuan hal ini disebabkan pada laki-laki tidak memiliki hormon estrogen, sedangkan pada
perempuan memiliki hormon estrogen yang berfungsi sebagai uricosuric agent, yaitu suatu
bahan kimia yang berfungsi membantu eksresi asam urat lewat ginjal (Setyoningsih, 2009).
Berdasarkan penelitian Lina dan Setiyono (2014) konsumsi makanan tinggi purin ada
hubungannya dengan kejadian hiperurisemia. Asupan purin yang dikonsumsi dapat
mempengaruhi kadar asam urat, karena tahap akhir dari metabolisme purin dengan bantuan
enzim xantin oksidase berupa asam urat (Ian, 2012). Penyebab tingginya kadar asam urat dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia, jenis kelamin, asupan purin, asupan
karbohidrat dan status gizi (Setyoningsih, 2009).
7
Tabel 4. Distibusi Jenis Bahan Makanan yang Dikonsumsi Berdasarkan Sumber Purin
pada Lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan
Sumber Purin* Konsumen Persentase Rata-Rata Purin Frekuensi
(%) (g/hari)* * Ikan teri segar 50 74.62 4.84 19.89 1-3x/bulan Daun mlinjo 56 83.58 18.23 66.75 1-3x/bulan Ikan sarden 44 65.67 3.29 13.12 1-3x/bulan Hati ayam 56 83.58 6.91 16,79 1x/minggu Daging ayam dengan kulit 67 100.00 20.69 36.21 2-4x/minggu Daging ayam tanpa kulit 57 85.07 7.80 11.83 1x/minggu Ikan kakap 55 82.08 6.01 9.61 1-3x/bulan Tempe 67 100.00 101.00 142.41 2-3x/hari Air kaldu 47 70.14 24.92 29.40 1-3x/bulan Bayam 63 94.02 32.88 26.63 2-4x/minggu Kangkung 63 94.02 30.56 24.75 2-4x/minggu Kacang tanah 48 71.64 2.40 1.63 1x/minggu Tahu 67 100.00 123.70 84.11 2-3x/hari Jamur 46 68.86 10.34 5.27 1-3x/bulan Bunga kol 64 95.52 22.98 11.71 1x/minggu Daun singkong 55 82.08 14.29 7.28 1x/minggu
Sumber: Data Primer Terolah Bulan Agustus 2016 * Sumber purin diurutkan berdasarkan jumlah kandungan purin yang paling tinggi. **Rata-rata konsumsi (g/hari) berdasarkan jumlah lansia yang mengkonsumsinya.
Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa bahan makanan sumber purin yang tingkat
konsumen paling tinggi yaitu daging ayam dengan kulit, tempe dan tahu dengan persentase
100.00%. Responden mengkonsumsi daging ayam dengan kulit sebanyak 2-4x/minggu sebesar
20,69 gram/hari. Setiap hari semua responden mengkonsumsi tempe dan tahu dengan frekuensi
2-3x/hari sebanyak 101.00 gram/hari untuk tempe dan 123.70 gram/hari untuk tahu.
Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti
dari sel) dan termasuk kedalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein
(Wahyuningsih, 2013). Menurut Murray, Granner dan Rodwell (2006) purin yang terkandung
dalam bahan makanan akan diubah menjadi asam urat. Konsumsi bahan makanan yang
mengandung purin tinggi merupakan salah satu faktor resiko kadar asam urat meningkat (Choi
et al, 2004).
3.4. Hubungan Jenis Kelamin dan Asupan Purin dengan Kadar Asam Urat
Data jenis kelamin didapatkan dengan menggunakan formulir isian identitas diri responden
data asupan purin didapatkan dari hasil wawancara dengan metode FFQ semi kuantitatif yang
berisi daftar bahan makanan yang mengandung purin dan data kadar asam urat diperoleh
dengan cara pengambilan sampel darah vena yang diukur dengan metode pengukuran
spektrofotometer. Distribusi hubungan jenis kelamin dengan kadar asam urat dapat dilihat pada
Tabel 5 dan distribusi hubungan asupan purin dengan kadar asam urat dapat dilihat pada Tabel
6.
8
Tabel 5. Distribusi Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar Asam Urat
Jenis Kelamin Kadar Asam Urat Total p* value
Normal Tinggi
N % N % N % Laki-Laki 13 33.30 1 3.60 14 20.90 0.003 Perempuan 26 66.70 27 96.40 53 79.10
Total 39 100 28 100 67 *= Hasil uji analisis Chi-Square
Tabel 6. Disribusi Hubungan Asupan Purin dengan Kadar Asam Urat
Variabel Mean SD P* value r Asupan Purin (mg/hari) 590.17 298.93 0.001 0.69
Kadar Asam Urat (mg/dL) 5.68 1.15 * = Hasil uji analisis Pearson Product Moment
Berdasarkan Tabel 5, hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di Posyandu Peduli
Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo menggunakan uji
Chi Square menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar asam
urat pada lansia (p=0.003). Kadar asam urat yang tinggi pada umumnya banyak menyerang
pada laki-laki. Kadar asam urat pada perempuan tidak meningkat sampai setelah menopause
karena hormon estrogen membantu meningkatkan eksresi asam urat melalui ginjal.
Peningkatan kadar asam urat pada perempuan akan meningkat setelah menopause. Kadar asam
urat juga akan meningkat seiring bertambahnya usia (Price dan Wilson, 2006). Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Setyoningsih (2009) yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hiperurisemia pada pasien rawat jalan
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam urat yang tinggi
lebih banyak ditemukan pada responden berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan
karena pada usia lanjut perempuan telah mengalami menopause sehingga hormon estrogen
menurun dan dapat mempengaruhi meningkatnya kadar asam urat. Hormon estrogen ini
berfungsi sebagai uricosuric agent, yaitu suatu zat kimia yang berfungsi membantu eksresi
asam urat melalui ginjal. Mekanisme uricosuric agent dalam eksresi asam urat adalah
menghambat URAT1 (urate trasporter-1) dari lumen ke sel tubular proksimal pada saat
pengaturan keseimbangan cairan elektrolit (Elisabet dan Choi, 2008).
Berdasarkan Tabel 6, Hasil penelitian yang dilakukan pada lansia di Posyandu Peduli
Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo menggunakan uji
Pearson Product Moment menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara asupan purin dengan
kadar asam urat pada lansia (p=0.001). Kekuatan hubungan ditunjukkan dengan nilai r atau
Pearson Correlation sebesar 0.69. Hal ini berarti hubungan bersifat kuat. Tanda positif
menunjukkan hubungan bersifat searah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hensen (2007) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antaran asupan purin dengan
9
hiperurisemia pada suku Bali di daerah pariwisata pedesaan. Purin yang terdapat dalam bahan
makanan, terdapat dalam asam nukleat yang berupa nukleoprotein (Ian, 2012). Ketika bahan
makanan yang mengandung purin ini dikonsumsi, maka didalam usus asam nukleat ini akan
dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim pencernaan. Selanjutnya, asam nukleat dipecah
menjadi purin dan pirimidin. Purin akan membentuk adenosin, yang kemudian dideaminasi
oleh adenosin deaminase (ADA) membentuk inosin. Inosin dan guanosin selanjutnya dipecah
dengan memotong basa purin dari gula ribosa menghasilkan ribosa 1-fosfat, hipoxantin dan
guanin secara berurutan dengan bantuan enzim purin nukleosida fosforilase. Guanin
dideaminasi membentuk xantin, sedangkan hipoxantin dioksidasi membentuk xantin oleh
enzim xantin oksidase. Tahap akhir dari penguraian purin pada manusia dilakukan oleh enzim
xantin oksidase. Xantin selanjutnya dioksidasi lagi oleh xantin oxidase membentuk asam urat
(Murray, Granner dan Rodwell, 2006). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa bebrapa faktor
makanan dapat meningkatkan risiko peningkatan kadar asam urat seperti alkohol, makanan
kaya purin dan makanan laut (Kienhorst et al, 2014).
4. PENUTUP
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan
Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin lansia di
dominasi oleh perempuan 79.10%. Rata-rata asupan purin lansia sebesar 590.17 mg/hari dan
53.70% lansia memiliki persen asupan dalam kategori cukup. Rata-rata kadar asam urat lansia
sebesar 5.68mg/dL. Kadar asam urat tinggi banyak ditemukan pada perempuan 40.30% dengan
asupan purin tinggi 38.80%. Ada hubungan jenis kelamin dan asupan purin dengan kadar asam
urat pada lansia di Posyandu Peduli Insani Mendungan Desa Pabelan Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo.
DAFTAR PUSTAKA
Badriah, DL. 2011. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: PT Refika Aditama. Choi, HK., Atkinson, K., Karlson, EW., Willett, W., Curhan, G. 2004. Purine Rich Foods, Dairy
and Protein Intake, and the Risk of Gout in Men. The New England Journal of Medicine.
2004;350:11.
Diantari, E dan Candra, A. 2013. Pengaruh Asupan Purin dan Cairan Terhadap Kadar Asam
Urat Wanita Usia 50-60 Tahun di Kecamatan Gajah Mungkur Semarang. Journal of
Nutrition College. 2013;2:3-22.
Elisabeth H dan Choi, Hyon K. 2008. Menopause Postmenopausal Hormone Use Serum Uric Acid
Levels in US Women The Third National Health andNutrition Examination Survey. Arthritis
Research and Therapy. 2008;10:R116.
10
Hensen, TRP. 2007. Hubungan Konsumsi Purin Dengan Hiperurisemia pada Suku Bali di Daerah
Pariwisata Pedesaan. FK Unud.
Ian, DKH. 2012. Sinopsis Biokimia. Terjemahan: Winarsi Rudiharso. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher.
Kienhorst, LBE., Janssens, HJEM., Janssen, M. 2014. Gout A Clinical Overview and its Association
with Cardivascular Diseases. World Journal of Rheumatology. 2014;4:3
Kurniawan, FB. 2015. Kimia Klinik: Praktikum Analisis Kesehatan. Jakarta: EGC. Lina, N dan Stiyono, A. 2014. Analilis Kebiasaan Makan yang Menyebabkan Peningkatan
Kadar Asam Urat. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014;10:2. Murray, RK., Granner, DK., Rodwell, VW. 2006.Biokimia Harper. Alih bahasa: Brahm U.
Jakarta: EGC. Price, SA dan Wilson, LM. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC Setyoningsih, R. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hiperurisemia pada
Pasien Dr.Kariadi Semarang. Skripsi. Semarang:Fakultas Kedokteran UNDIP. Sharlin, J dan Edelstein, S. 2015. Gizi dalam Daur Kehidupan. Alih bahasa: Kristianto, Y dan
Tampubolon, AO. Jakarta: EGC. Suardiman, SP. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahyuningsih, R. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien.Yogyakarta: Graha Ilmu.