Hubungan Gizi dengan Atlet

2
Timnas Sepakbola, Gizi Atlet dan Ilmu Kesehatan Kegagalan Timnas Sepakbola Indonesia menjuarai Piala AFF 2010 setelah pada partai final dikalahkan secara agregat dengan skor 4 - 2 oleh Timnas Sepakbola Malaysia seyogyanya dapat menjadi pengalaman perlunya pendekatan ilmu-ilmu kesehatan dalam membangun timnas sepakbola. Sebagaimana diketahui, timnas sepakbola sudah empat kali masuk final namun tidak pernah sekalipun meraih gelar juara dalam event sepakbola bergensi di Asia Tenggara itu. Setidaknya ada tiga cabang keilmuan yang bisa diterapkan dalam membangun timnas sepakbola yang mumpuni yakni ilmu gizi, fisioterapi dan psikoterapi/kesehatan jiwa. Dari tiga bidang ilmu kesehatan, ilmu gizi kesmas yang menjadi bagian dari ilmu kesehatan masyarakat, sementara dua lainnya berdiri sendiri. Gizi Atlet Dalam membangun sebuah tim sepakbola, faktor gizi para atlet sangat berpengaruh dalam mencapai prestasi tertinggi. Di negara-negara modern yang sepakbolanya sangat maju, atlet sepakbola diberikan menu khusus, pola makan, pengaturan nutrisi yang menjadi panduan bagi para atletnya. Biasanya tersedia tim khusus pengelola makanan atlet sepakbola pada setiap klub sepakbola dan pusat-pusat sekolah sepakbola. Namun banyak atlet sepakbola belum menyadari hubungan langsung antara asupan gizi dengan bentuk tubuh, stamina hingga pada pencegahan kecelakaan dalam latihan. Padahal kinerja puncak prestasi dapat ditempuh dengan simultan antara pelatihan dengan makan berbagai makanan yang bergizi. Asupan makanan yang mengandung karbohidrat yang disimpan dalam tubuh sangat menguntungkan para atlet sepakbola. Dari makanan menghasilkan lemak yang menjadi bahan bakar tubuh dan bermanfaat selama latihan maupun dalam pertandingan. Sementara dalam latihan atlet juga membutuhkan asupan makanan yang mengandung protein tinggi. Seorang atlet harus memperhatikan kadar karbohidrat yang tersimpan dalam tubuhnya. Karbohidrat menyediakan sekitar 40 hingga 50 persen dari kebutuhan energy tubuh manusia. Semakin tinggi intensitas olahraga, maka semakin besar pemanfaatan karbohidrat yang tersimpan didalam tubuh. Karbohidrat kompleks berasal dari makanan seperti kentang, spaghetti, lasagna, sereal dan produk biji-bijian lainnya, sementara karbohidrat sederhana terdapat dalam kandungan buah-buahan, madu, susu, dan gula. Tubuh menyimpan sejumlah karbohidrat dalam otot dan hati. Selama pencernaan, tubuh memecah karbohidrat menjadi glukosa dan menyimpannya dalam otot sebagai glikogen. Ketersediaan glikogen otot dan glukosa darah akan mempengaruhi produksi adenosine triphosphate (ATP) selama kerja otot berlangsung intensif. Sebaliknya bila aktifitas olahraga dalam intensitas rendah dihasilkan dari sumber karbohidrat yang rendah pula. Glikogen akan diubah kembali menjadi glukosa selama latihan dan digunakan untuk energi. Kemampuan untuk mempertahankan olahraga berat yang berkepanjangan secara langsung terkait dengan tingkat awal glikogen otot. Glikogen yang tersimpan dalam otot cukup untuk memasok energi yang dibutuhkan selama kurang lebih 90 menit. Olahraga dengan stamina tinggi selama 90 menit memungkinkan ruang penyimpanan glikogen untuk diisi selama dua hingga tiga hari sebelum pertandingan. Menurut Didit Damayanti, M.Sc, (Akademi Gizi Jakarta) jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g; 342 kJ). Jumlah ini dapat bervariasi diantara individu, dan tergantung faktor seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu- satunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi. Kandungan glikogen otot pada individu yang tidak terlatih diperkirakan 70-110 mmol/kg berat otot. Di lain pihak atlet endurance yang terlatih dengan diet campuran dengan istirahat sehari, mungkin mempunyai kandungan glikogen otot 130-230 mmol/kg berat otot. Namun Olympic Training Center di Colorado, AS tidak menyarankan konsumsi makanan karbohidrat tinggi terus-menerus. Ketahanan atlet pada diet tinggi karbohidrat dapat berolahraga lebih lama, jadi atlet harus diet makan rendah karbohidrat tinggi lemak. Kondisi tubuh hanya menggunakan karbohidrat untuk bahan bakar bukan asam lemak yang berasal dari lemak. Pada kegiatan olahraga secara terus-menerus tiga sampai empat jam, glikogen di otot dan hati berada pada posisi maksimal. Selain asupan makanan, atlet sepakbola juga membutuhkan nutrisi lain yakni air. Apabila kekurangan air dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi sehingga menyebabkan kram otot dan cepat kelelahan. Atlet sepakbola harus mengganti kehilangan cairan selama pertandingan dengan sebanyak mungkin minum cairan dingin pada interval waktu tertentu. Cairan dingin lebih cepat diserap dan membantu menurunkan suhu tubuh. Untuk latihan ringan, sekitar setengah dari pengeluaran energi total berasal dari metabolisme asam lemak karena lemak juga menyediakan bahan bakar tubuh. Jika pertandingan berlangsung lebih dari satu jam, tubuh dapat

Transcript of Hubungan Gizi dengan Atlet

Page 1: Hubungan Gizi dengan Atlet

Timnas Sepakbola, Gizi Atlet dan Ilmu KesehatanKegagalan Timnas Sepakbola Indonesia menjuarai Piala AFF 2010 setelah pada partai final dikalahkan

secara agregat dengan skor 4 - 2 oleh Timnas Sepakbola Malaysia seyogyanya dapat menjadi pengalaman perlunya pendekatan ilmu-ilmu kesehatan dalam membangun timnas sepakbola. Sebagaimana diketahui, timnas sepakbola sudah empat kali masuk final namun tidak pernah sekalipun meraih gelar juara dalam event sepakbola bergensi di Asia Tenggara itu.

Setidaknya ada tiga cabang keilmuan yang bisa diterapkan dalam membangun timnas sepakbola yang mumpuni yakni ilmu gizi, fisioterapi dan psikoterapi/kesehatan jiwa. Dari tiga bidang ilmu kesehatan, ilmu gizi kesmas yang menjadi bagian dari ilmu kesehatan masyarakat, sementara dua lainnya berdiri sendiri.

Gizi Atlet

Dalam membangun sebuah tim sepakbola, faktor gizi para atlet sangat berpengaruh dalam mencapai prestasi tertinggi. Di negara-negara modern yang sepakbolanya sangat maju, atlet sepakbola diberikan menu khusus, pola makan, pengaturan nutrisi yang menjadi panduan bagi para atletnya. Biasanya tersedia tim khusus pengelola makanan atlet sepakbola pada setiap klub sepakbola dan pusat-pusat sekolah sepakbola.

Namun banyak atlet sepakbola belum menyadari hubungan langsung antara asupan gizi dengan bentuk tubuh, stamina hingga pada pencegahan kecelakaan dalam latihan. Padahal kinerja puncak prestasi dapat ditempuh dengan simultan antara pelatihan dengan makan berbagai makanan yang bergizi. Asupan makanan yang mengandung karbohidrat yang disimpan dalam tubuh sangat menguntungkan para atlet sepakbola. Dari makanan menghasilkan lemak yang menjadi bahan bakar tubuh dan bermanfaat selama latihan maupun dalam pertandingan. Sementara dalam latihan atlet juga membutuhkan asupan makanan yang mengandung protein tinggi.

Seorang atlet harus memperhatikan kadar karbohidrat yang tersimpan dalam tubuhnya. Karbohidrat menyediakan sekitar 40 hingga 50 persen dari kebutuhan energy tubuh manusia. Semakin tinggi intensitas olahraga, maka semakin besar pemanfaatan karbohidrat yang tersimpan didalam tubuh. Karbohidrat kompleks berasal dari makanan seperti kentang, spaghetti, lasagna, sereal dan produk biji-bijian lainnya, sementara karbohidrat sederhana terdapat dalam kandungan buah-buahan, madu, susu, dan gula. Tubuh menyimpan sejumlah karbohidrat dalam otot dan hati.

Selama pencernaan, tubuh memecah karbohidrat menjadi glukosa dan menyimpannya dalam otot sebagai glikogen. Ketersediaan glikogen otot dan glukosa darah akan mempengaruhi produksi adenosine triphosphate (ATP) selama kerja otot berlangsung intensif. Sebaliknya bila aktifitas olahraga dalam intensitas rendah dihasilkan dari sumber karbohidrat yang rendah pula. Glikogen akan diubah kembali menjadi glukosa selama latihan dan digunakan untuk energi. Kemampuan untuk mempertahankan olahraga berat yang berkepanjangan secara langsung terkait dengan tingkat awal glikogen otot. Glikogen yang tersimpan dalam otot cukup untuk memasok energi yang dibutuhkan selama kurang lebih 90 menit. Olahraga dengan stamina tinggi selama 90 menit memungkinkan ruang penyimpanan glikogen untuk diisi selama dua hingga tiga hari sebelum pertandingan.

Menurut Didit Damayanti, M.Sc, (Akademi Gizi Jakarta) jaringan otot merupakan simpanan glikogen yang utama (400 g; 6,7 MJ), kemudian hati (70 g; 1,2 MJ) dan glukosa darah (2,5 g; 342 kJ). Jumlah ini dapat bervariasi diantara individu, dan tergantung faktor seperti intake atau asupan makanan. Walaupun karbohidrat bukan satu-satunya sumber energi, namun karbohidrat lebih dibutuhkan sebagai sumber energi otot untuk aktifitas fisik yang tinggi. Kandungan glikogen otot pada individu yang tidak terlatih diperkirakan 70-110 mmol/kg berat otot. Di lain pihak atlet endurance yang terlatih dengan diet campuran dengan istirahat sehari, mungkin mempunyai kandungan glikogen otot 130-230 mmol/kg berat otot.

Namun Olympic Training Center di Colorado, AS tidak menyarankan konsumsi makanan karbohidrat tinggi terus-menerus. Ketahanan atlet pada diet tinggi karbohidrat dapat berolahraga lebih lama, jadi atlet harus diet makan rendah karbohidrat tinggi lemak. Kondisi tubuh hanya menggunakan karbohidrat untuk bahan bakar bukan asam lemak yang berasal dari lemak. Pada kegiatan olahraga secara terus-menerus tiga sampai empat jam, glikogen di otot dan hati berada pada posisi maksimal.

Selain asupan makanan, atlet sepakbola juga membutuhkan nutrisi lain yakni air. Apabila kekurangan air dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi sehingga menyebabkan kram otot dan cepat kelelahan. Atlet sepakbola harus mengganti kehilangan cairan selama pertandingan dengan sebanyak mungkin minum cairan dingin pada interval waktu tertentu. Cairan dingin lebih cepat diserap dan membantu menurunkan suhu tubuh.

Untuk latihan ringan, sekitar setengah dari pengeluaran energi total berasal dari metabolisme asam lemak karena lemak juga menyediakan bahan bakar tubuh. Jika pertandingan berlangsung lebih dari satu jam, tubuh dapat

Page 2: Hubungan Gizi dengan Atlet

menggunakan sebagian besar lemak untuk energi. Menggunakan lemak sebagai bahan bakar tergantung pada durasi pertandingan dan kondisi atlet. Atlet sepakbola terlatih menggunakan lemak untuk energi lebih cepat daripada atlet yang tidak terlatih. Pada atlet terlatih, lemak dapat berkontribusi sebanyak 75 persen dari kebutuhan energi selama pertandingan. Sebenarnya tingkat metabolisme lemak dapat dipercepat dengan menelan kafein sebelum dan selama pertandingan, namun memiliki efek negative seperti insomnia, gelisah dan telinga berdengung.

Sumber Energi

Protein juga menyediakan energy bagi tubuh, selain karbohidrat dan lemak. Latihan dapat meningkatkan kebutuhan seorang atlet untuk protein, tergantung pada jenis dan frekuensi latihan. Protein tambahan tersimpan sebagai lemak. Sebuah laporan penelitian menyebutkan bahwa asupan protein 10 hingga 12 persen dari total kalori. Atlet sepakbola terlatih disarankan makan antara 1,6-1,7 gram protein per kg berat badan perhari. Diet bervariasi akan memberikan lebih dari cukup protein untuk meningkatkan asupan kalori. Namun kelebihan protein dapat menyebabkan dehidrasi.

Pembentukan otot atlet sepakbola banyak ditentukan oleh asupan makanan yang mengandung protein dan latihan pembentukan otot itu sendiri. Beberapa makanan yang mengandung protein tinggi adalah ikan, ayam, telur, daging dan beberapa sumber protein lainnya. Namun makanan yang mengandung protein tinggi juga menyediakan lemak tinggi. Lemak hewani akan berprotensi menyebabkan kegemukan dan penyakit jantung. Sementara latihan pembentukan otot sebagai sumber energy dalam tubuh membutuhkan proporsi makanan yang mengandung 15 persen protein dan 60 persen karbohidrat dari total energi tubuh.

Menurut Dr. M.A. Husaini dari Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan, kebutuhan akan protein bervariasi antar atlet. Menurut Angka Kecukupan Konsumsi Zat-zat Gizi, seseorang membutuhkan 1 gram protein per kg berat badan, tetapi ada atlet yang membutuhkan lebih banyak, misalnya seorang pelari yang sedang berlatih intensif, atau seseorang yang sedang berdiet yang mengkonsumsi rendah kalori, atau seorang pemula yang baru mulai berlatih. Di bawah ini diilustrasikan anjuran konsumsi protein: (a) Atlet berlatih ringan: 1,0 gram protein/kg berat badan; (b) Atlet yang rutin berlatih: 1,2 gram protein/kg berat badan; (c) Atlet remaja (sedang tumbuh): 1,5 gram protein/kg berat badan; (d) Atlet yang memerlukan otot: 1,5 gram protein/kg berat badan. Untuk menghitung berapa banyak protein yang dibutuhkan sangat mudah. Mula-mula, anda mengidentifikasi diri termasuk golongan atlet yang mana, misalnya termasuk atlet yang secara rutin berlatih. Umur anda 25 tahun, dan berat badan 70 kg. Maka anda setiap hari sesungguhnya membutuhkan sebanyak 70 x 1,2 g protein = 84 g protein.

Protein nabati juga dapat menjadi pilihan karena kualitas protein nabati sama tingginya dengan kualias protein hewani. Protein nabati bersumber dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, termasuk tahu dan tempe yang memiliki bahan dasar kacang kedele. Banyak yang menganggap kelebihan protein hewani karena faktor kandungan asam-asam amino yang lebih komplit. Namun dengan konsep menu seimbang yakni hidangan makanan yang beragam kekurangan asam amino pada protein nabati dapat ditutupi dari makanan lainnya yang memiliki kelebihan-kelebihan asam amino.

Protein bersama karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi dalam tubuh. Selain berfungsi untuk pembentukan otot, protein juga berfungsi untuk pembentukan sel-sel darah merah dan pertahanan tubuh terhadap penyakit. Proporsi makanan yang mengandung protein dalam tubuh idealnya sebanyak 15 persen dari total kalori yang dikonsumsi karena protein berfungsi sebagai sumber energi ketika karbohidrat sudah tidak mencukupi.

Pemanfaatan ilmu gizi kesmas dalam membangun timnas sepakbola merupakan keniscayaan bila ingin mencapai puncak prestasi tertinggi pada level internasional. Kecendungan melemahnya stamina atlet timnas sepakbola pada menit-menit akhir pertandingan menandakan ada masalah dalam asupan gizi yang berpengaruh pada kemampuan yang menurun selama bertanding.