Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

12
Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level Marketing dengan Perilaku Konsumtif dalam Pembelian Barang Kosmetik Puji Astuti Ira Puspitawati, S.Psi., M.Si Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Fenomena yang berkembang dikalangan remaja menunjukkan bahwa remaja ingin selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya. Pada remaja putri, mereka biasanya menggunakan kosmetik untuk menambah penampilan daya tarik fisiknya agar terlihat cantik. Sehingga remaja kebanyakkan membelanjakan uangnya atau berperilaku konsumtif untuk keperluan tersebut. Salah satu kosmetik pada saat ini dijual melalui sistem multi level marketing oleh distributornya, yaitu distribusi produk kosmetik dan pelayanannya dari mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang secara langsung berasal dari produsen ke konsumen (Yarnell & Yarnell, 2001). Yang menjadi konsumennya adalah orang-orang yang spesifik atau orang yang membutuhkan produknya (Natan, 1993). Remaja putri sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik yang konsumtif dapat mempunyai ketertarikkan untuk membeli produk multi level marketing kosmetik. Variabel prediktornya adalah sikap terhadap produk multi level marketing, sedangkan variabel kriteriumnya adalah perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik. Subjeknya 50 orang remaja putri, usia antara 19 sampai 22 tahun. Untuk skala sikap terhadap produk multi level marketing mengacu pada komponen-komponen sikap dari Prasetijo & Ihalauw (2005). Pada skala ini dari 40 item yang diujicobakan terdapat 11 item yang dinyatakan gugur, sedangkan item yang valid berjumlah 29 item. Adapun hasil uji reliabel menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,887. Untuk skala perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif dari Lina & Rasyid (1997). Pada skala ini dari 43 item yang diujicobakan terdapat 23 item yang dinyatakan gugur, sedangkan item yang valid berjumlah 20 item. Adapun hasil uji reliabel menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,828. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment, diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar -0,167 dengan taraf signifikansi 0,245 (p > 0,05). Dari hasil tersebut berarti hipotesis ditolak, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap produk multi level marketing dengan perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik pada remaja putri. Kata kunci: sikap terhadap produk multi level marketing, perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik PENDAHULUAN Perkembangan zaman telah membawa keterlibatan pada perilaku membeli seseorang. Membanjirnya barang-barang di pasaran mempengaruhi sikap seseorang terhadap pembelian dan pemakaian barang. Pembelian suatu produk bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan (need), melainkan karena keinginan (want).

Transcript of Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

Page 1: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level Marketing dengan Perilaku Konsumtif dalam Pembelian Barang Kosmetik

Puji Astuti

Ira Puspitawati, S.Psi., M.Si

Fakultas Psikologi

Universitas Gunadarma

ABSTRAKSI Fenomena yang berkembang dikalangan remaja menunjukkan bahwa remaja ingin selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman sebaya. Pada remaja putri, mereka biasanya menggunakan kosmetik untuk menambah penampilan daya tarik fisiknya agar terlihat cantik. Sehingga remaja kebanyakkan membelanjakan uangnya atau berperilaku konsumtif untuk keperluan tersebut. Salah satu kosmetik pada saat ini dijual melalui sistem multi level marketing oleh distributornya, yaitu distribusi produk kosmetik dan pelayanannya dari mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang secara langsung berasal dari produsen ke konsumen (Yarnell & Yarnell, 2001). Yang menjadi konsumennya adalah orang-orang yang spesifik atau orang yang membutuhkan produknya (Natan, 1993). Remaja putri sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik yang konsumtif dapat mempunyai ketertarikkan untuk membeli produk multi level marketing kosmetik. Variabel prediktornya adalah sikap terhadap produk multi level marketing, sedangkan variabel kriteriumnya adalah perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik. Subjeknya 50 orang remaja putri, usia antara 19 sampai 22 tahun. Untuk skala sikap terhadap produk multi level marketing mengacu pada komponen-komponen sikap dari Prasetijo & Ihalauw (2005). Pada skala ini dari 40 item yang diujicobakan terdapat 11 item yang dinyatakan gugur, sedangkan item yang valid berjumlah 29 item. Adapun hasil uji reliabel menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,887. Untuk skala perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif dari Lina & Rasyid (1997). Pada skala ini dari 43 item yang diujicobakan terdapat 23 item yang dinyatakan gugur, sedangkan item yang valid berjumlah 20 item. Adapun hasil uji reliabel menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,828. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment, diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar -0,167 dengan taraf signifikansi 0,245 (p > 0,05). Dari hasil tersebut berarti hipotesis ditolak, yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap terhadap produk multi level marketing dengan perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik pada remaja putri. Kata kunci: sikap terhadap produk multi level marketing, perilaku konsumtif

terhadap barang kosmetik

PENDAHULUAN

Perkembangan zaman telah membawa

keterlibatan pada perilaku membeli seseorang.

Membanjirnya barang-barang di pasaran

mempengaruhi sikap seseorang terhadap

pembelian dan pemakaian barang. Pembelian

suatu produk bukan lagi untuk memenuhi

kebutuhan (need), melainkan karena keinginan

(want).

Page 2: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

Adanya kemajuan ini secara nyata

menyebabkan hasrat konsumtif dan daya beli

juga bertambah. Apa yang dulu tidak dikenal,

karang telah menjadi barang yang biasa.

Akan hal tersebut, kebiasaan dan gaya hidup

juga berubah dalam waktu yang relatif singkat

menuju ke arah semakin mewah dan

berlebihan. Pola konsumsi seperti ini terjadi

pada hampir semua lapisan masyarakat,

meskipun dengan kadar yang berbeda-beda.

Hampir tidak ada golongan yang luput dari hal

tersebut (Dahlan, 1978).

se Dalam pemasarannya, produk multi level

marketing menggunakan jenis-jenis produknya

lewat model-model dan contoh-contoh untuk

surat penjualan, website, dan alat pemasaran

yang lain beserta alamat kontak, atau dari

mulut ke mulut lewat distributor yang door to

door dan meyakinkan, atau juga dengan

sumber daya yang lainnya yang dimiliki

(Santoso, 2003). Biasanya yang menjadi

distributor adalah terdiri dari bermacam-

macam golongan, yaitu mahasiswa, ibu

Rumah Tangga, dan lain-lain. Dan yang

menjadi pasar adalah orang-orang yang

spesifik atau orang yang membutuhkan

produknya (Natan, 1993). Remaja putri

sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik

yang konsumtif dapat mempunyai

ketertarikkan untuk membeli produk multi

level marketing kosmetik. Karena iklan yang

meyakinkan dan berbagai strategi pemasaran

agresif membuat remaja semakin dalam

terjebak arus konsumtif atau kecanduan

belanja yang sifatnya impulsif atau emosional,

bukan lagi rasional (Samhadi, 2006). Terlebih-

lebih remaja putri yang seringkali terbujuk

rayuan orang lain. Dalam kaitan dengan

banyaknya penawaran produk-produk remaja,

remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan

menjadi konsumtif demi penampilan mereka.

Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk

membelanjakan uang sakunya untuk membeli

Konsumen remaja, yang mempunyai

keinginan membeli yang tinggi, karena pada

umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam

berpakaian, bergaya rambut, berdandan

menggunakan kosmetik, dan lain-lainnya.

Remaja ingin selalu berpenampilan yang dapat

menarik perhatian orang lain terutama teman

sebaya, sehingga remaja kebanyakkan

membelanjakan uangnya untuk keperluan

tersebut (Monks, Knoers & Haditono, 1989).

Foebe, seorang Senior Brand Manager

suatu produk (dalam Agung, 2008), remaja

putri sudah mulai memperhatikan kepentingan

merawat diri dan kecantikkan, terutama wajah.

Karena kehidupan sosial sangat penting bagi

mereka. Kecenderungan ini membuat mereka

membeli produk kosmetik kecantikkan yang

cocok. Salah satu kosmetik pada saat ini dijual

melalui sistem multi level marketing oleh

distributornya. Multi level marketing atau

pemasaran jaringan, yaitu distribusi produk

kosmetik dan pelayanannya dari mulut ke

mulut berdasarkan pesanan yang secara

langsung berasal dari produsen ke konsumen

(Yarnell & Yarnell, 2001).

Page 3: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

bedak, lipgloss, dan lain-lain (Herdiyani, 2004).

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Sikap

Sikap adalah kecenderungan yang

dipelajari dalam berperilaku dengan cara yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan

terhadap suatu obyek tertentu (Schiffman &

Kanuk, 2004). Menurut Borgadus (dalam

Kartono, 1991) sikap adalah kecenderungan

untuk bereaksi tertentu terhadap faktor-faktor

lingkungan dan bisa bersifat positif atau

negatif. Menurut Prasetijo & Ihalauw (2005)

model komponen sikap terbagi tiga, yaitu

komponen kognitif, komponen afektif dan

komponen konatif.

Mengenai definisi-definisi sikap yang

telah di kemukakan di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa sikap adalah respon

individu yang dapat dipelajari, responnya

tersebut berupa penilaian, menyukai atau tidak

menyukai terhadap suatu objek.

Pengertian Produk Multi Level Marketing

Menurut Yarnell & Yarnell (2001)

pemasaran jaringan atau multi level marketing

adalah distribusi produk dan pelayanan dari

mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang

secara langsung berasal dari produsen ke

konsumen. Begitu produk atau pelayanan

dibeli, distributor yang bertanggung jawab

pada pesanan diberi kompensasi melalui

sistem multi level dalam organisasi mereka.

Dan menurut salah satu produk multi level

marketing kosmetik (Oriflame, 2007)

produknya adalah produk yang hanya dapat

dijual melalui para konsultannya dan

produknya tersebut tidak untuk dijual di toko-

toko. Menurut Natan (1993) jenis-jenis Produk

Multi Level Marketing, yaitu produk

perawatan diri dan kosmetik. produk

kebutuhan rumah tangga, produk makanan

kesehatan, dan produk-produk lainnya.

Mengenai definisi-definisi multi level

marketing, seperti telah di kemukakan di atas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa multi level

marketing adalah salah satu metode untuk

memasarkan suatu produk, yang perhatian

utamanya adalah menjual produk dari suatu

perusahaan melalui inovasi dibidang

pemasaran dan distribusi, dengan cara dari

mulut ke mulut berdasarkan pesanan yang

secara langsung berasal dari produsen ke

konsumen, yang bukan dijual melalui toko-

toko.

Sikap Terhadap Produk Multi Level

Marketing

Dari uraian di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa sikap terhadap produk

multi level marketing adalah respon menyukai

atau tidak menyukai terhadap metode

pemasaran produk dengan cara distribusi

Page 4: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

produk dan pelayanan dari mulut ke mulut

berdasarkan pesanan yang secara langsung

berasal dari produsen ke konsumen, yang

bukan dijual melalui toko-toko.

Pengertian Perilaku Konsumtif

Schiffman & Kanuk (2004) mengatakan

bahwa konsumen dipengaruhi motif emosional

seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau

subyektif seperti status, harga diri, perasaan

cinta dan lain sebagainya. Konsumen yang

dipengaruhi oleh motif emosional tidak

mempertimbangkan apakah barang yang

dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai dengan

kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya,

dan sesuai dengan standar atau kualitas yang

diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan

individu dapat berperilaku konsumtif. Menurut

Lubis (dalam Sumartono, 2002) perilaku

konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak

lagi di dasarkan pada pertimbangan yang

rasional, karena adanya keinginan yang sudah

mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi.

Menurut Lina & Rasyid (1997) terdapat tiga

aspek perilaku konsumtif, yaitu: aspek

pembelian impulsif, aspek pembelian tidak

rasional dan aspek pembelian boros atau

berlebihan.

Mengenai definisi-definisi perilaku

konsumtif, seperti telah di kemukakan di atas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku

konsumtif adalah perilaku membeli yang

dilatarbelakangi oleh motif emosional, tanpa

pertimbangan rasional, lebih untuk memenuhi

keinginan dari pada kebutuhan demi kepuasan.

Pengertian Barang Kosmetik

Berdasarkan akta yang dibuat di

Amerika serikat pada tahun 1938 tentang

definisi kosmetik yang kemudian menjadi

acuan peraturan menteri kesehatan RI no. 220

/ menkes / per / x / 76 tanggal 6 september

1976 (dalam Wasitaatmadja, 1997),

menyatakan bahwa kosmetik adalah barang-

barang yang bahan atau campuran bahannya

untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan,

dipercikkan atau disemprotkan, dimasukkan,

dipergunakan pada badan atau bagian badan

manusia dengan maksud untuk membersihkan,

memelihara, menambah daya tarik atau

mengubah rupa, dan bukan termasuk golongan

obat. Wasitaatmadja (1997) definisi tersebut

menunjukkan bahwa kosmetik bukan satu obat

yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan

maupun pencegahan penyakit. Brauer EW dan

Principles of Cosmetics for The Dermatologist

(dalam Wasitaatmadja, 1997) membuat

klasifikasi dari kosmetik, yaitu toiletries, skin

care, make up dan fragrance.

Dari definisi kosmetik di atas yang

sangat luas, maka penelitian hanya akan

memfokuskan pada produk kosmetik wajah

mulai dari produk perawatan, pemeliharaan,

sampai dengan produk tata riasnya.

Mengenai definisi-definisi kosmetik di

atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kosmetik

Page 5: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

adalah barang-barang yang bahan atau

campuran bahannya untuk dipergunakan pada

badan atau bagian badan manusia dengan

maksud untuk membersihkan, memelihara,

menambah daya tarik atau mengubah rupa,

dan bukan termasuk golongan obat.

Perilaku Konsumtif Terhadap Barang

Kosmetik

Dari uraian di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa perilaku konsumtif

terhadap barang kosmetik adalah perilaku

membeli yang dilatarbelakangi oleh motif

emosional, tanpa pertimbangan rasional, lebih

untuk memenuhi keinginan dari pada

kebutuhan demi kepuasan terhadap barang-

barang yang bahan atau campuran bahannya

untuk dipergunakan pada badan atau bagian

badan manusia dengan maksud untuk

membersihkan, memelihara, menambah daya

tarik atau mengubah rupa, dan bukan termasuk

golongan obat.

Pengertian Remaja Putri

Masa remaja adalah masa pemantapan

identitas diri. Pengertiannya akan “Siapa aku”

yang dipengaruhi oleh pandangan orang-orang

sekitarnya serta pengalaman-pengalaman

pribadinya akan menentukan pola perilaku

sebagai orang dewasa (Riyanti, Prabowo &

Puspitawati, 1996). Sarwono (2001)

mengatakan bahwa masa remaja adalah masa

transisi dari masa anak-anak ke dewasa.

Menurut Hall (dalam Dariyo, 2004) usia

remaja berkisar antara 12 sampai dengan 23

tahun. Kanopka (dalam Yusuf, 2004)

menyatakan bahwa ada tiga kelompok usia

dalam remaja, yaitu early adolescence (remaja

awal) dengan usia berkisar 12 sampai 15

tahun, middle adolescence (remaja madya)

dengan usia berkisar 15 sampai 18 tahun, dan

late adolescence 19 sampai 22 tahun.

Menurut Herdiyani (2004), remaja putri

adalah sosok yang ingin tampil cantik dan

menarik ala model. Bagi remaja putri, mereka

adalah seseorang yang dididik untuk menjadi

perempuan yang menarik penampilannya

dengan merawat wajah dan tubuhnya.

Dari definisi-definisi remaja tersebut,

dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja putri

adalah individu yang berusia 12 sampai 23

tahun yang dicirikan dengan mencari identitas

diri, dalam masa transisinya yaitu dari masa

anak-anak ke masa dewasa, yang ingin tampil

cantik dan menarik ala model.

Page 6: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

Hubungan Antara Sikap Remaja Putri

Terhadap Produk Multi Level

Marketing dengan Perilaku Konsumtif

dalam Pembelian Barang Kosmetik

Menurut Foebe, seorang Senior Brand

Manager suatu produk (dalam Agung, 2008),

remaja putri sudah mulai memperhatikan

kepentingan merawat diri dan kecantikkan,

terutama wajah. Karena kehidupan sosial

sangat penting bagi mereka. Kecenderungan

ini membuat mereka membeli produk

kosmetik kecantikkan yang cocok. Salah satu

kosmetik pada saat ini dijual melalui sistem

multi level marketing oleh distributornya.

Multi level marketing atau pemasaran jaringan,

yaitu distribusi produk kosmetik dan

pelayanannya dari mulut ke mulut berdasarkan

pesanan yang secara langsung berasal dari

produsen ke konsumen (Yarnell & Yarnell,

2001).

Remaja sebagai masa transisi dari masa

anak-anak ke dewasa (Sarwono 2001). Ciri-

ciri yang menonjol pada masa-masa ini

terutama terlihat pada perilaku sosialnya.

Dalam masa-masa ini teman sebaya punya arti

yang amat penting, mereka lebih banyak

berada di luar rumah bersama teman-teman

sebaya sebagai kelompok. Sebagai

konsekuensinya pengaruh teman sebaya pada

sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan

perilaku remaja lebih besar dibandingkan

pengaruh dari keluarga (Hurlock, 1980).

Kuatnya pengaruh interaksi dari teman

sebaya sangat menentukan sikap konsumtif

dikalangan remaja. Masing-masing individu

dalam kelompok akan selalu mendapatkan

informasi tentang model-model pakaian, gaya

rambut, kosmetik dan gaya-gaya lain yang

sedang in. Kondisi ini menimbulkan remaja

berlomba-lomba untuk tampil modern agar

disukai keberadaannya di tangah-tengah teman

sebayanya (Mahdalela, 1998).

Dalam metode pemasarannya, produk

multi level marketing menggunakan jenis-jenis

produknya lewat model-model dan contoh-

contoh untuk surat penjualan, website, dan alat

pemasaran yang lain beserta alamat kontak,

atau dari mulut ke mulut lewat distributor yang

door to door dan meyakinkan, atau juga

dengan sumber daya yang lainnya yang

dimiliki (Santoso, 2003). Biasanya yang

menjadi distributor adalah terdiri dari

bermacam-macam golongan, yaitu mahasiswa,

ibu Rumah Tangga, dan lain-lain. Dan yang

menjadi pasar adalah orang-orang yang

spesifik atau orang yang membutuhkan

produknya (Natan, 1993). Remaja putri

sebagai salah satu pengkonsumsi kosmetik

yang konsumtif dapat mempunyai

ketertarikkan untuk membeli produk multi

level marketing kosmetik. Karena iklan yang

meyakinkan dan berbagai strategi pemasaran

agresif membuat remaja semakin dalam

terjebak arus konsumtif atau kecanduan

belanja yang sifatnya impulsif atau emosional,

bukan lagi rasional (Samhadi, 2006). Terlebih-

lebih remaja putri yang seringkali terbujuk

rayuan orang lain. Dalam kaitan dengan

Page 7: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

banyaknya penawaran produk-produk remaja,

remaja akan mudah sekali untuk tertarik dan

menjadi konsumtif demi penampilan mereka.

Remaja putri akan menjadi lebih boros untuk

membelanjakan uang sakunya untuk membeli

bedak, lipgloss, dan lain-lain (Herdiyani,

2004).

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka

dapat ditarik hipotesis yaitu ada hubungan

antara sikap remaja putri terhadap pembelian

produk multi level marketing dengan perilaku

konsumtif dalam pembelian kosmetik.

METODE PENELITIAN

Identifikasi dan Definisi Operasional

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini sebagai variabel

prediktornya, yaitu sikap terhadap produk

multi level marketing. Penyusunan skala sikap

terhadap produk multi level marketing

mengacu pada komponen-komponen sikap

dari Prasetijo & Ihalauw (2005) dengan

jumlah item yang dipersiapkan 40 item

pernyataan, terdiri dari 19 item favorable dan

21 item unfavorable. Sedangkan variabel

kriteriumnya, yaitu skala perilaku konsumtif

terhadap barang kosmetik. Penyusunan

skalanya mengacu pada aspek-aspek perilaku

konsumtif dari Lina & Rasyid (1997) dengan

jumlah item yang dipersiapkan 43 item

pernyataan, terdiri dari 24 item favorable dan

19 item unfavorable. Adaptasi: Lina & Rasyid

(dalam Zulfitriah, 2007), dengan koefisien

validitas bergerak antara 0,333 sampai dengan

0,830. Sedangkan hasil uji reliabilitasnya

menghasilkan koefisien sebesar 0,912.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah

remaja putri yang berada dalam tahap

perkembangan remaja akhir, yaitu yang

berusia 19 sampai 22 tahun karena pada

remaja tahap akhir, remaja sudah menganggap

kosmetik sebagai suatu kebutuhan.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh melalui

metode angket berdasarkan model Likert.

Untuk melakukan penskalaan dengan metode

ini, responden diminta untuk menyatakan

kesesuaian atau ketidaksesuaian terhadap isi

pernyataan dalam empat macam kategori

jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),

Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai

(STS). Pemberian nilai tergantung dari

favorable dan unfavorable suatu item. Nilai

jawaban bergerak dari 4 sampai 1, untuk item

favorable. Dan nilai 1 sampai 4, untuk item

unfavorable.

Validitas dan Reliabilitas Alat

Pengumpulan Data

Validitas berasal dari kata validity yang

mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan

Page 8: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

kecermatan suatu instrumen pengukur (tes)

dalam melakukan fungsi ukurnya. (Azwar,

1996). Dalam penelitian ini, validitas skala

akan menggunakan validitas konsistensi

internal, yaitu di mana skor subjek pada setiap

pernyataan dikorelasikan dengan skor total

dalam skala. Uji validitas alat ukur dilakukan

dengan teknik korelasi product moment dari

Karl pearson. Reliabilitas adalah sejauh mana

hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

(Azwar, 1996). Untuk menguji reliabilitas alat

ukur pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan analisis alpha cronbach. Uji

validitas dan reliabilitas akan dilakukan

dengan menggunakan bantuan komputer

program SPSS versi 12.0 for Windows.

Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis pada penelitian ini

menggunakan teknik korelasi product moment,

yaitu menganalisis hubungan antara sikap

terhadap produk multi level marketing (X)

sebagai prediktor dengan perilaku konsumtif

terhadap barang kosmetik (Y) sebagai

kriterium. Analisis data dilakukan dengan

menggunakan program komputer SPSS versi

12.0 for Windows.

PELAKSANAAN PENELITIAN

Peneliti melakukan uji coba (try-out)

untuk mengetahui bagaimana validitas dan

reliabilitas skala yang digunakan. Di sini

peneliti menyebar angket sebanyak 30 angket.

Setelah mengetahui bahwa skala yang

digunakan valid dan reliabel, maka untuk

tahap selanjutnya adalah proses pengambilan

data. Pada proses ini peneliti menyebar angket

sebanyak 50 angket.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Subjek Penelitian

Pekerjaan subjek penelitian terbagi atas

dua, yaitu sebagai mahasiswa 84% dan

karyawan swasta 16%. Jumlah uang saku

(penghasilan) per bulan subjek penelitian

sebagian besar berkisar antara Rp. 500.000 –

Rp. 1.000.000 yaitu sebesar 54%. Jumlah

pengeluaran per bulan sebagian besar

berjumlah < Rp. 500.000 yaitu sebesar 58%,

sedangkan dana yang dihabiskan untuk

membeli kosmetik sebagian besar hanya

berjumlah < Rp. 100.000 per bulannya yaitu

sebesar 66%.

Uji Validitas dan Reliabel Skala

Dari hasil uji coba pada skala sikap

terhadap produk multi level marketing

diperoleh hasil bahwa dari 40 item yang

diujicobakan terdapat 11 item yang dinyatakan

gugur. Item yang valid berjumlah 29 item

dengan koefisien validitas bergerak antara

0,303 sampai dengan 0,762. Sedangkan hasil

uji reliabilitasnya menghasilkan koefisien

reliabilitas sebesar 0,887.

Pada skala perilaku konsumtif terhadap

barang kosmetik diperoleh hasil bahwa dari 43

Page 9: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

item yang diujicobakan terdapat 23 item yang

dinyatakan gugur. Item yang valid berjumlah

20 item dengan koefisien validitas bergerak

antara 0,307 sampai dengan 0,635. Sedangkan

hasil uji reliabilitasnya menghasilkan koefisien

reliabilitas sebesar 0,828.

Uji Asumsi

Dari hasil uji normalitas menggunakan

one sample Kolmogorof-Smirnov pada skala

sikap terhadap produk multi level marketing

diketahui bahwa nilai koefisien sebesar 0,113

dengan signifikansi 0,136 (p > 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa distribusi skor skala

sikap terhadap produk multi level marketing

pada subjek penelitian adalah normal.

Sedangkan hasil uji normalitas pada

skala perilaku konsumtif terhadap barang

kosmetik diperoleh nilai koefisien sebesar

0,138 dengan signifikansi 0,019 (p < 0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor

skala perilaku konsumtif terhadap barang

kosmetik pada subjek penelitian adalah tidak

normal.

Adapun hasil pengujian linearitas

diperoleh nilai koefisien sebesar 1,383 dengan

signifikansi 0,245 (p > 0,05), hasil pengujian

ini menunjukkan bahwa sebaran data skala

sikap terhadap produk multi level marketing

dan skala perilaku konsumtif terhadap barang

kosmetik adalah tidak linear.

Uji Hipotesis

Berdasarkan analisis data yang

dilakukan diperoleh nilai koefisien korelasi -

0,167 dengan nilai signifikansi 0,245 (p >

0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antara sikap terhadap produk multi

level marketing dengan perilaku konsumtif

terhadap barang kosmetik pada remaja putri.

Hasil uji hipotesisnya mengatakan tidak ada

korelasi yang positif antara hubungan sikap

remaja putri terhadap pembelian produk multi

level marketing dengan perilaku konsumtif

dalam pembelian kosmetik.

PEMBAHASAN Mean empirik pada skala sikap terhadap

produk multi level marketing sebesar 77,84

sedangkan mean hipotetik pada skala ini

adalah sebesar 72,5. Berdasarkan perhitungan

ini diketahui bahwa mean empirik pada skala

sikap terhadap produk multi level marketing

lebih besar dari pada mean hipotetik MH –

SDH < x ≤ MH + SDH (72,5 < x ≤ 77,84).

Standar deviasi hipotetik (SDH) yang

diperoleh sebesar 14,5. Artinya, secara umum

subjek penelitian memiliki sikap yang netral

terhadap produk multi level marketing.

Adapun mean empirik pada skala

perilaku konsumtif terhadap barang kosmetik

sebesar 36,52 berada dalam kategori rendah

MH - 2 SDH < x ≤ MH - SDH (30 < x ≤ 40),

sedangkan mean hipotetik sebesar 50 berada

dalam kategori rata-rata MH – SDH < x ≤ MH

Page 10: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

+ SDH (40 < x ≤ 60). Berdasarkan hasil

tersebut mean empirik lebih kecil dari mean

hipotetik, diketahui bahwa secara umum

subjek penelitian memiliki perilaku konsumtif

terhadap barang kosmetik yang lebih rendah

dari pada mean hipotetiknya. Hal ini dapat

dikarenakan secara kebetulan subjek yang

diteliti oleh peneliti memang remaja putri yang

tidak terlalu konsumtif pada produk kosmetik.

Namun dapat lebih kepada produk fashion.

Hal ini bisa dilihat dari fenomena

menjamurnya gerai-gerai fashion karya

designer internasional dan juga berbagai

jaringan ritel asingnya yang tumbuh subur

berbarengan dengan bermunculannya pusat-

pusat perbelanjaan. Sehingga remaja tidak

perlu susah pergi jauh karena sudah tersedia di

mana-mana (Samhadi, 2006). Hal tersebut

juga didukung oleh hasil penelitian dari

Humprey (dalam Mahdalela, 1998) yang

menyimpulkan bahwa pakaian atau

penampilan diusahakan remaja sedemikian

rupa untuk menarik perhatian orang lain.

Usaha tersebut merupakan sarana untuk

memperoleh penghargaan dan penerimaan diri

remaja dari orang lain.

Hasil Open Question dari kuesioner

menunjukkan jumlah pembelian remaja putri

di supermarket sebesar (28%) sedangkan

jumlah pembelian kosmetik pada distributor

multi level marketing sebesar (18%), jumlah

pembelian di supermarket lebih besar dari

pada pembelian pada distributor multi level

marketing. Hal ini menunjukkan remaja putri

tidak terlalu membeli banyak produk-produk

kosmetik pada distributor multi level

marketing, melainkan lebih banyak membeli

produk-produk kosmetik di supermarket. Rata-

rata orang, termasuk remaja senang berbelanja

di supermarket karena bersih, rapi, produknya

terjamin, harganya kompetitif, bisa

menggunakan DEBIT atau kartu kredit, dan

yang paling sering disukai adalah karena di

supermarket bisa berbelanja sambil refreshing

atau jalan-jalan bersama (Susgianto, 2008).

Sedangkan produk multi level marketing pada

umumnya harganya terlalu mahal, sehingga

sulit dijangkau oleh pasar yang luas (Kisata,

2006). Begitupun remaja yang masih terbentur

pada masalah finansial yang belum bisa

mereka dapatkan sendiri, karena gaya hidup

konsumtif harus didukung oleh kekuatan

finansial yang memadai. Dan jika perilaku

konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam

gaya hidup sekelompok remaja, maka dalam

perkembangannya, mereka akan menjadi

orang-orang dewasa dengan gaya hidup yang

konsumtif pula (Tambunan, 2001). Jadi dalam

penelitian ini tidak ada hubungan antara sikap

remaja putri terhadap pembelian produk multi

level marketing dengan perilaku konsumtif

dalam pembelian kosmetik.

Dalam penelitian ini, remaja lebih

mengarahkan hidupnya pada pola hidup yang

sederhana. Gaya hidup sederhana memang

harus ditanamkan oleh remaja, karena dapat

menyebabkan puas dengan apa yang

dimilikinya. Mereka berprinsip untuk tidak

Page 11: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

terlalu berlebihan dalam hal materi, apa yang

dimilikinya adalah hal yang perlu disyukuri,

diterima dengan senang hati, sehingga mereka

tidak memandang perlu berlomba-lomba

dalam mengejar kesenangan hidup

(Mahdalela, 1998). Dengan hidup sederhana,

pilih-pilih dahulu sebelum membeli barang,

membuat budget untuk semua kebutuhan,

membeli seperlunya, menabungkan sisanya,

remaja juga bisa membuat usaha sendiri atau

bersama teman-temannya, dengan begitu

remaja dapat lebih mandiri, percaya diri, lebih

pintar, dan dapat lebih peka terhadap

lingkungan sekitar yang kondisinya semakin

memprihatinkan, sehingga remaja lebih

mempunyai pendirian dan tidak terbawa arus

trend (Yprawira, 2008), karena hidup bukan

hanya untuk hura-hura, remaja harus mulai

dengan peduli kawan, peduli terhadap keadaan

sekitar. Masih banyak orang lain yang lebih

membutuhkan. Tentu akan lebih baik bila

harta yang dimiliki ditujukan ke jalan yang

benar (Alfi, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Alfi. (2008). Yang muda yang doyan pesta. Http://alfi.blogs.ie/2008/01/01/yang-muda-yang-doyan pesta/.

Agung. (2008). Ada cinta di iklan pond’s. Http://agungdsp.wordpress.com/2008/02/08/ada-cinta-di-

iklan-pond%E2%80%99%%. Azwar, S. (1996). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Edisi Kedua.

Yogyakarta: Pustaka Belajar. Dahlan, A. M. (1978). Sosialisasi pola hidup sederhana. Majalah Prisma. 10, 11-15. Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia. Herdiyani, R. (2004). Dampak media bagi remaja perempuan.

Http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=artikel%7C-26%7CX. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.

Edisi Kelima. Alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo, M.Sc. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. (1991). Psikologi sosial untuk manajemen, perusahaan, dan industri. Jakarta: Rajawali

Pers. Kisata, P. (2006). How to build mlm business. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Lina & Rasyid, H. F. (1997). Perilaku konsumtif berdasarkan locus of control pada remaja putri.

Jurnal Psikologika. 4, 5 -12. Mahdalela. (1998). Peran intensitas interaksi dengan teman di lingkungan pergaulan sekolah terhadap

sikap konsumtif. Jurnal Psikologika. 5, 39 - 47. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 12: Hubungan Antara Sikap Remaja Putri Terhadap Produk Multi Level ...

Monks, F. J. Knoers, A. M. P. & Haditono, S. R. (1989). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Natan, S. A. (1993). Network marketing, program pengembangan sumber daya manusia yang tak

terbatas. Seminar Sehari. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Prasetijo, R. & Ihalauw, J. J. O. I. (2005). Perilaku konsumen. Yogyakarta: Cv. Andi. Riyanti, D. B. P. Prabowo, H. & Puspitawati, I. (1996). Psikologi umum I. Depok: Universitas

Gunadarma. Samhadi, S. H. (2006, September 23). Dalam cengkraman konsumtivisme. Kompas. 86, 33. Santoso, B. (2003). All abt mlm: Memahami lebih jauh mlm dan pernak-perniknya. Yogyakarta: Cv.

Andi. Sarwono, S. S. (2001). Psikologi remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Schiffman, L. G. & Kanuk, L. L. (2004). Perilaku konsumen. Edisi Ketujuh. Alih Bahasa: Drs.

Zulkifli Kasif. Jakarta: Indeks. Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan. Bandung: Cv. Alfabeta. Susgianto. (2008). New supermarket bannerstore. Http://megastore.gamaart.com/. Tambunan, R. (2001). Remaja dan perilaku konsumtif. Http://www.e-

psikologi.com/remaja/191101.htm. Wasitaatmadja, S. M. (1997). Penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta: Universitas Indonesia. Yarnell, M. & Yarnell, R. R. (2001). Tahun pertama anda dalam network marketing: Mengatasi

ketakutan anda, merasakan sukses, dan meraih mimpi-mimpi anda!. Jakarta: Erlangga. Yprawira. (2008). Pengaruh media cetak terhadap perilaku konsumtif remaja putri.

Http://yprawira.wordpress.com/2008/08/03/pengaruh-media-cetak-terhadap-perilaku konsumtif-remaja-putri/.

Yusuf, S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Zulfitriah, S. (2007). Hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif terhadap produk

kosmetik pada remaja putri. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta: Universitas Gunadarma. (2007). Sempurnakan kecantikkan anda!. Katalog Oriflame. Edisi Maret. Jakarta: PT. Orindo Alam

Ayu.